Anda di halaman 1dari 9

1.

I. PENDAHULUAN
Aktinomikosis merupakan infeksi kronik yang ditandai oleh adanya lesi
kulit bergranul dan supuratif yang disebabkan oleh bakteri endogen grampositif berfilamen. Aktinomikosis terutama disebabkan olehActinomyces
israelii, bakteri anaerob yang normalnya berada pada enamel gigi, gusi,
tonsil, dan lapisan membran intestinal, serta vagina. Lokasi infeksi
biasanya terdapat pada wajah, leher, thoraks, dan abdomen. Pada wanita
dapat terjadi infeksi pada pelvik. Aktinomikosis kutaneus primer sangat
jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan trauma eksternal dan
iskemi lokal. Infeksi sering terjadi di daerah tropis dan memiliki
karakteristik sebagai infeksi supuratif yang progresif dan bersifat kronik
serta terdapat pembentukan abses multipel dan traktus sinus yang akan
mengeluarkan granul sulfur. 1-4
Aktinomikosis adalah infeksi yang relatif jarang terjadi dengan angka
kejadian 1 : 300.000 orang per tahun. Aktinomikosis dapat terjadi di
seluruh dunia, dengan prevalensi tertinggi pada daerah dengan sosioekonomi rendah dan higienitas yang buruk. Tidak ada perbedaan ras
dalam predileksi terjadinya aktinomikosis. Insidens aktinomikosis tiga kali
lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Aktinomikosis
dapat menyerang semua usia, namun banyak kasus yang dilaporkan
terjadi pada usia dewasa hingga usia pertengahan, yaitu 20-50 tahun.2,5
1.
II. DEFINISI
Aktinomikosis adalah suatu penyakit infeksi kronik, supuratif dan
bergranul, yang terutama disebabkan oleh Actinomyces
israelii. Actinomyces spp. merupakan bakteri prokaryotik tingkat tinggi
yang merupakan family Actinomyceataceae. Bakteri ini pertama kali
ditemukan pada awal abad ke-19 dan sering salah diklasifikasikan sebagai
fungi. Kata actinomycosis berasal dari bahasa Yunani, actinoberarti
gambaran radiasi yang terlihat dari granul sulfur
dan mycos menggambarkan suatu kondisi pada penyakit mikosis.5
1.
III. EPIDEMIOLOGI
Aktinomikosis merupakan infeksi dengan distribusi yang jarang dijumpai.
Di Amerika Serikat, penyakit ini sering terjadi pada lelaki. Insiden penyakit
ini sukar diprediksikan karena bukan merupakan penyakit yang sering
dilaporkan. Aktinomikosis dapat terjadi di seluruh dunia, dengan
prevalensi tertinggi pada daerah dengan sosio-ekonomi rendah dan
higienitas yang buruk. Tidak ada perbedaan ras dalam predileksi
terjadinya aktinomikosis. Insidens aktinomikosis tiga kali lebih sering
terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Aktinomikosis dapat
menyerang semua usia, namun banyak kasus yang dilaporkan terjadi
pada usia dewasa hingga usia pertengahan, yaitu 20-50 tahun.2,7
50-60% dari semua kasus aktinomikosis adalah aktinomikosis
servikofasial, 20% dari semua kasus aktinomikosis adalah aktinomikosis
abdomino-pelvis dan 15% dari semua kasus aktinomikosis adalah
aktinomikosis pulmonar. Aktinomikosis yang melibatkan organ lain seperti
sistem saraf pusat, jantung, mata adalah sangat jarang.5
1.
IV. ETIOLOGI
Agen yang sering menyebabkan aktinomikosis adalah Actinomyces
israelii dan A. gerencseries. Terdapat empat spesies Actinomyces yang

lain (A. viscosus, A. odontolyticus dan A.meyeri),Propionibacterium


propionum dan Bifidobacterium dentium (A. erisonii) mungkin juga
mempunyai gejala klinis yang hampir sama.7
Etiologi pada human actinomycoses tidak dimiliki oleh satu spesis, tetapi
dimiliki oleh beberapa anggota yang berbeda dari genus Actinomyces,
Propionibacterium dan Bifidobacterium. Namun secara esensialnya, pada
aktinomisit patogenik, semua lesi aktinomikotik yang tipikal mengandung
antara 1 hingga 10 spesies bakteri. Bakteri ini berperan sebagai patogen
sinergis yang menguatkan aktinomisit dan bertanggung jawab pada gejala
awal penyakit dan kegagalan terapi.7
1.
V. PATOFISIOLOGI
Actinomycetes merupakan flora normal yang menonjol pada saluran
mulut tetapi tidak menonjol pada saluran gastrointestinal bawah dan
saluran genitalia wanita. Karena mikroorganisme tersebut tidak virulen,
mikroorganisme tersebut membutuhkan perpecahan atau kerusakan
membran mukosa dan kemunculan jaringan yang rusak untuk menyerang
struktur tubuh yang lebih dalam dan menyebabkan penyakit pada
manusia.2
Aktinomikosis biasanya merupakan infeksi polimikrobial, dengan jumlah
bakteri yang terisolasi sebanyak 5-10 spesies bakteri. Terjadinya infeksi
pada manusia membutuhkan keterlibatan bakteri lain, yang berpartisipasi
dalam pembentukan infeksi dengan pengeluaran toksin atau enzim atau
dengan menghambat pertahanan lokal tubuh. Kumpulan bakteri tersebut
bekerja sebagai copathogenyang meningkatkan invasi Actinomycetes.
Secara spesifik, bakteri tersebut berperan dalam manifestasi awal dari
aktinomikosis dan penyebab kegagalan terapi. Ketika infeksi terjadi,
sebagai pertahanan lokal terbentuk respon inflamasi yang hebat, yang
bersifat supuratif dan bergranul, serta disusul terbentuknya fibrosis.
Infeksi secara khas menyebar berdampingan, dan menyerang jaringan
atau organ sekitar. Akhirnya infeksi akan menyebabkan terbentuknya
sinus sebagai tempat pengeluaran pus. Penyebaran hematogen ke organ
yang jauh dapat terjadi pada beberapa tingkatan aktinomikosis,
sedangkan penyebaran limfatogen jarang terjadi.2
Tergantung pada tempat infeksinya, sebagian besar kasus aktinomikosis
juga disebabkan oleh berbagai mikroorganisme lainnya
selain Actinomyces spp. Pada hasil kultur, telah diisolasi Acinobacillus
actinomycetesmcomitans, Eikenella corrodens, Enterobacteriaceace, dan
spesiesFusobacterium, Bacteroides, Capnocytophagia, Staphylococci,
dan Streptococci. Mikroorganisme tersebut ditemukan bersamaan
dengan Actinomyces spp dalam berbagai kombinasi. Rata-rata dua
sampai empat dan terkadang sampai 10 spesies biasanya ditemukan
dengan Actinomycetes. Peranan bakteri tersebut dalam patogenesis
aktinomikosis tidak jelas. Bakteri tersebut umumnya dianggap sebagai
nonpatogenik dalam kasus aktinomikosis, dengan kemungkinan bahwa
penyakit aktinomikosis disebabkan oleh infeksi polimikrobial di
mana Actinomyces spp. tetap mendominasi. Ada kemungkinan bahwa
organisme lain meningkatkan patogenisitas aktinomisetes dengan
menciptakan suasana anaerob di mana Actinomyces dapat tumbuh subur.

Hal ini dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen di jaringan dan


inhibisi fagosit yang diinduksi suasana anaerob.5
Sebuah tahap penting dalam perkembangan aktinomikosis adalah
gangguan pertahanan mukosa, yang memungkinkan mikroorganisme
menyerang. Pada aktinomikosis servikofasial, gangguan pertahanan
mukosa dapat berasal dari sepsis di gigi. Infeksi sering terjadi pada pasien
dengan kebersihan mulut yang buruk, atau setelah operasi. 2,5
Pada aktinomikosis abdominal, infeksi biasanya terjadi pada pasien
dengan riwayat operasi usus (misalnya pada perforasi apendisitis akut,
divertikulitis, trauma abdomen), atau masuknya benda asing (misalnya:
tulang ikan atau tulang ayam). Aktinomikosis pelvik dapat disebabkan dari
penggunaan alat IUD (intra-uterine devices). 2,5
Aktinomikosis pulmonar dapat disebabkan oleh masuknya sekresi
orofaringeal atau saluran pencernaan yang mengandung aktinomisetes ke
dalam saluran pernapasan. Kebersihan mulut yang buruk dan penyakit
gigi terkait dapat meningkatkan risiko. Aktinomikosis pulmonar dapat
diawali ketika saliva atau material lain yang mengandung Actinomyces
spp. masuk ke dalam bronkus menyebabkan atelektasis dan penumonitis.
Saat terjadi bentuk awal inflamasi akut akan diikuti dengan karakteristik
kronik, yaitu fase indolent menghasilkan nekrosis lokal, fibrosis dan
kavitas. Jika tidak dicegah, infeksi tersebut akan meluas ke pleura,
dinding thoraks, struktur tulang, dan jaringan lunak sekitar, serta
pembentukan sinus yang dapat mengeluarkan granul sulfur.2,5
VI. GEJALA KLINIS
Aktinomikosis merupakan penyakit bakteri subakut hingga kronik yang
supuratif, membentuk saluran sinus yang mengeluarkan cairan berbentuk
granul sulfur. Aktinomikosis dapat memberikan efek pada semua organ
dan jaringan pada tubuh. Terdapat lima tipe klinis utama yang dapat
dikenali, tergantung dari tempat infeksinya yaitu aktinomikosis
servikofasial, aktinomikosis thorakal, aktinomikosis abdominal,
aktinomikosis pelvik dan aktinomikosis kutaneus primer.2,7,8
Aktinomikosis servikofasial dapat berbentuk pembengkakan yang kecil
dan keras yang berkembang di dalam mulut, wajah, leher, dan
rahang. Pembengkakan ini akan menjadi lunak dan mengeluarkan pus
yang mengandung granul sulfur. Pasien juga akan mengeluh nyeri,
pruritus dan trismus. Pada aktinomikosis thorakal, didapatkan gejala
demam, berat badan menurun, batuk dan nyeri dada. Pada aktinomikosis
abdominal dan pelvik, biasanya ditemukan teraba massa dan nyeri tekan
pada bagian kuadran kanan bawah abdomen, keluar cairan dari vagina,
penurunan berat badan dan juga demam.Pada aktinomikosis kutaneus
primer dapat ditemukan gejala klinis seperti lesi berbentuk nodus, saluran
sinus dan fistel pada bagian yang terinfeksi.3,4,9,13,17
1.
Aktinomikosis servikofasial
Aktinomikosis servikofasialis merupakan tipe paling sering terjadi dan
ditemukan dalam 50% dari kasus aktinomikosis.Faktor resiko pencetusnya
adalah kebersihan mulut yang buruk yang menyebabkan terjadinya abses
periodontal atau keroposan gigi, trauma orofasial, benda asing yang
mempenetrasi tepi mukosa seperti tulang ikan.2,8,10

Infeksi yang terjadi pada ekstraksi gigi atau trauma mulut menimbulkan
rasa nyeri, indurasi dan pembengkakan yang berwarna merah pudar (dullred) pada jaringan lunak pada daerah lesi. Massa inflamasi berada pada
regio mandibula.6 Selain itu, pasien juga mengeluh sering gatal dan
trismus.7,8,9
Setelah beberapa minggu hingga bulan, bagian yang terinfeksi akan
berubah warna menjadi warna kebiruan (bruish discoloration). Massa
menjadi lebih fluktuasi dan membentuk saluran sinus pada extra atau
intraoral. Selain itu, dapat juga terjadi edema, pembengkakan jaringan
lunak dan pembentukan abses disertai gejala umum seperti demam dan
penurunan berat badan pada pasien.4,7
Aktinomikosis servikofasial juga dapat menyebar ke daerah lidah, sinus,
selaput otak, regio kranial dan pembuluh darah jika tidak diterapi. Pada
tipe ini, tidak terdapat penyebaran melalui kelenjar limfe.2,3,7,12
Aktinomikosis thorakal
Infeksi thorakal terjadi pada 15-20% kasus aktinomikosis dan dapat
melibatkan paru-paru, dinding dada atau kedua-duanya. Aktinomikosis
tipe ini sering terjadi pada penderita dengan struktur gigi yang buruk dan
mempunyai gejala yang tidak spesifik seperti penurunan berat badan,
nyeri dada, batuk dan demam. Gejala klinis dan radiologi yang dimiliki
mirip dengan malignansi TB. Apabila bakteri dari paru-paru menyebar ke
kulit, dapat ditemukan beberapa saluran sinus pada kulit bagian thoraks.
Infeksi juga dapat menyebar ke tulang iga dan membentuk
osteomielitis.3,4,8,9,11
Aktinomikosis abdominal
Aktinomikosis abdominal meliputi 20% dari kasus aktinomikosis dan paling
sering terjadi di regio iliosekal, namun bagian primer yang terinfeksi
adalah esofagus, lambung dan anorektal. Pada aktinomikosis tipe ini,
organ yang paling sering terkena infeksi adalah apendiks, diikuti kolon,
lambung dan hepar. Penderita yang terkena aktinomikosis tipe ini sering
bermanifestasi seperti gejala apendisitis yaitu demam, teraba massa dan
nyeri tekan pada bagian kuadran kanan bawah abdomen serta
leukositosis.2,8,6,11,12,18
Pada pemeriksaan CT-Scan dapat ditemukan massa atau pembesaran
kelenjar lunak pada organ yang terinfeksi. Namun, diagnosis dapat
dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi untuk membedakan
penyakit ini dengan neoplasma atau infeksi lain. Massa pada lesi diambil
menggunakan tekhnik aspirasi jarum halus. Pada pemeriksaan
histopatologi ditemukan granul sulfur dengan pewarnaan Giemsa.18
Lesi yang terinfeksi juga dapat membentuk sinus ke pelvis atau fistel in
ano. Penyebaran organisme ini ke hepar dapat menyebabkan gejala
ikterus dan terbentuk massa intrahepatik atau abses hepar yang multipel
dan menyerupai neoplasma. Organisme ini juga dapat menyebar ke
ovarium, ginjal, kandung kemih atau tulang belakang. Pada keadaan
kronik, dapat terbentuk saluran yang menyambung langsung ke kulit dan
menjadi saluran sinus yang purulen.2,7,8,11,12
1.
Aktinomikosis pelvis

Aktinomikosis pelvis sering terjadi pada penggunaan IUD jangka lama,


prolaps uteri dan aborsi septik. Pada tipe ini, gejala klinis yang sering
muncul adalah keluarnya cairan dari vagina, pembengkakan lokal,
pembentukan abses, massa tuba-ovari dan terjadinya penyakit infeksi
pelvis dengan gejala kaku pada pelvis dan mirip keganasan. Penyakit ini
umumnya tidak memberikan manifestasi pada kulit. Selain itu, terdapat
juga gejala yang tidak spesifik seperti nyeri pada bagian bawah abdomen,
demam dan perdarahan vaginal di luar siklus menstrual.3,8,9,11
Pasien pengguna IUD dengan gejala inflamasi pada pelvis dapat dicurigai
adanya infeksi Actinomycesaktif. Sebuah studi melaporkan bahwa A.
israelii menginfeksi rata-rata 1,6%11,6% pengguna IUD di seluruh dunia.
Penggunaan IUD jangka panjang melebih 5 tahun merupakan faktor resiko
terjadinya infeksi. Pada pemakaian IUD dapat terjadi inflamasi ringan yang
menyebabkan perubahan dan nekrosis pada endometrium. Proses ini akan
mencetuskan terbentuknya keadaan anaerob yang sesuai untuk
pertumbuhan Actinomyces israelii dan bakteri anaerob yang lainnya.11,17
1.
Aktinomikosis kutaneus primer.
Aktinomikosis kutaneus primer merupakan tipe aktinomikosis yang paling
jarang terjadi dan lebih sering terkena pada kulit yang terpapar. Penyakit
ini sering disebabkan oleh faktor trauma seperti luka tusukan, fraktur,
ekstraksi gigi dan injeksi terkontaminasi atau gigitan serangga yang
membentuk lesi pada kulit. Infeksi oleh organisme ini terjadi melalui
implantasi ke jaringan anaerob.3,14,17
Setelah beberapa waktu setelah infeksi, akan terbentuk nodul
subkutaneus yang eritema. Nodul ini menyebar secara perlahan dan
membentuk sinus yang mengeluarkan pus purulen berbentuk granul yang
mudah menyebar ke organ di sekitarnya. Lesi nodular yang membentuk
sinus pada tipe ini harus dibedakan dengan gejala klinis dari penyakik
infeksi kronis kulit yang lain seperti tuberkulosis kutaneus, sporotrikosis
dan nokardiosis.8,15
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan histopatologi menunjukkan granul sulfur yang merupakan
penanda untuk aktinomikosis, leukosit polimorfonuklear dengan keratosis
epidermis dan infiltrasi dermis. Untuk membedakan dengan sporotrikosis,
pada pemeriksaan ditemukan sel polimorfonuklear, eosinofil, dan
makrofag pada dinding lesi. Sedangkan pada tuberkulosis kutis
didapatkan Mantoux test positif, dan bakteri tahan asam.8,19,20
Pada pembiakan kultur dari lesi yang dibiakkan akan ditemukan filamen
Gram positif dan koloni aktinomises. Kultur ini menggunakan media
anaerob seperti thioglycollate selama 14 hari. Sedangkan pada
Sporotrikosis ditemukan pengelompokan konidia.8,20
Pada pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya proses inflamasi
yang spesifik. Tetapi biasanya ada leukositosis, polimorfonuklear
predominan, atau anemia normokrom.5
Pemeriksaan radiologi biasanya menggunakan plain x-ray, tapi tidak
memberikan gambaran yang khas. Pada aktinomikosis torakal
gambarannya menyerupai kelainan paru-paru yang lain. CT-Scanabdomen
memberikan gambaran adanya fistula pada daerah perianal, untuk
menegakkan diagnosis aktinomikosis abdominal.5,18

1.

VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis aktinomikosis sulit ditentukan hanya dari gejala klinik saja.
Dibutuhkan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi,
maupun pemeriksaan kultur untuk menegakkan diagnosis aktinomikosis.
Pada aktinomikosis servikofasialis, pasien datang dengan keluhan adanya
fistula pada daerah kepala dan leher, tapi umumnya pada daerah
perimandibular, disertai adanya edema, pembengkakan jaringan lunak,
pembentukan abses serta gejala umum seperti demam dan penurunan
berat badan. Periode inkubasi sekitar 2 bulan sampai 1 tahun. Pada
pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya granuloma aktinomises,
jaringan perifer bergranul dan berisi sel plasma, fibroblast, sel giant, dan
pembuluh darah, dan keseluruhan membentuk infiltrat polimorfonuklear.3
Pada aktinomikosis thorakal, pasien datang dengan batuk, hemoptisis,
keringat malam, dan penurunan berat badan. Tidak ada perubahan pada
kulit. Pasien mengalami nyeri dada dan demam yang berlangsung lama.
Pada pemeriksaan sputum, ditemukan filamen aktinomises. Biasanya
tampak granul sulfur dengan koloni sederhana. Pada pemeriksaan
radiologi, dapat menyerupai kelainan paru-paru lain seperti infeksi
maupun metastasis tumor. Pemeriksaan darah dapat menunjukkan
leukositosis, polimorfonuklear dominan, dan anemia normokrom.5
Pada aktinomikosis abdominal, pasien datang dengan nyeri perut kronis,
demam, muntah diare atau konstipasi, dan penurunan berat badan. Pada
pemeriksaan darah tidak menunjukkan proses inflamasi yang spesifik
yang berhubungan dengan keganasan, penyakit infeksi usus, maupun
penyakit infeksi lain. CT-Scan abdomen merupakan modalitas yang
dianjurkan. Pemeriksaan tersebut memberikan gambaran lesi massa yang
padat. MRI juga merupakan modalitas lain yang memberikan gambaran
adanya fistula pada daerah perianal. Sama dengan pemeriksaan
histopatalogi aktinomikosis yang lain, memberikan gambaran adanya
granul sulfur dari aktinomises.18
Pada aktinomikosis pelvik umumnya disebabkan karena penggunaan IUD
yang lama. Gejalanya seperti nyeri abdomen atau nyeri pelvik, demam,
penurunan berat badan, keluar cairan maupun darah dari vagina.
Pemeriksaan kultur dari aspirasi abses dan apusan servikal memberikan
karakteristik filamen gram positif dan adanya granul sulfur dengan
pemberian metilen blue 1%. Anemia dan leukositosis dapat ditemukan
pada pemeriksaan darah. Pada kasus yang berat, pemeriksaan radiologi
(CT-Scan) memberikan gambaran sebuah proses keganasan sehingga
harus dilakukan pembedahan kompleks.16
Aktinomikosis kutaneus memiliki gambaran nodul subkutaneus yang
menyebar secara perlahan membentuk sinus, dapat mengenai kelenjar
limfe. Pemeriksaan histopatologi dari biopsi jaringan menunjukkan leukosit
polimorfonuklear dengan keratosis epidermis dan infiltrasi dermis.16,17,18
1.
IX. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding aktinomikosis tergantung dari tempat terjadinya.
Aktinomikosis memiliki gejala yang cukup khas. Tetapi sebagai penyakit
yang jarang, diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan mudah.
Aktinomikosis kadang sulit didiagnosis karena menyerupai Tuberkulosis
dan penyakit noninfeksi seperti tumor ganas pada regio cervicofacial.

Diagnosis ditegakkan dengan mengidentifikasi butiran-butiran di nanah


dan pada pemeriksaan histologis. Diagnosis harus dikonfirmasi dengan
kultur.7,8,21
1.
Tuberkulosis Kutis
TBC kutis memiliki distribusi di seluruh dunia. Meskipun penyakit manusia
dengan Mycobacterium tuberculosis dan M. bovis biasanya menyebar
melalui droplet, dan masuk sering melalui saluran pernapasan,
Tuberkulosis kutis juga dapat terjadi secara primer. Diagnosis banding dari
tuberkulosis yang paling mendekati aktinomikosis adalah Tuberkulosis
cutis colliquativa (skrofuloderma). Skrofuloderma adalah Tuberkulosis cutis
yang dapat menyebabkan abses dan kerusakan kulit atasnya.
Skrofuloderma dapat multibasiler maupun paucibasiler. Prevalensi
tertinggi Skrofuloderma terjadi pada anak-anak, remaja dan usia
lanjut.22,23
Skrofuloderma kebanyakan terjadi di regio parotis, submandibular, dan
supraklavikular. Pertama kali terlihat sebagai nodul subcutaneous yang
berbatas tegas, mobile, dan asimtomatik. Semakin membesar nodul
tersebut, akan semakin lunak. Setelah beberapa bulan, pengeluaran
cairan dengan perforasi akan muncul yang menyebabkan timbulnya ulkus
dan sinus. Ulkus pada Skrofuloderma berbentuk sangat rusak, tepi
kebiruan dan lunak, dan mempunyai lantai yang bergranula.20
Nekrosis masif dan abses pada tengah lesi tidaklah spesifik. Meskipun
demikian, tepi abses atau batas dari sinus mengandung granula
tuberkuloid untuk pemeriksaan histopatologis. Diagnosis biasanya
dilakukan melalui aspirasi jarum halus, atau biosi eksisi dari masa dan tes
bakteriologis melalui pewarnaan bakeri tahan asam (BTA). Apabila
terdapat limfadenitis tuberkulosa atau kerusakan tulang dan sendi,
diagnosis Skrofuloderma dapat ditegakkan dengan mudah. Hasil positif
pada kultur dapat memastikan diagnosis.
Pendekatan terbaik untuk pengobatan kelainan seperti Skrofuloderma
adalah obat anti tuberkulosis konvensional. Sementara individu yang
pernah kontak dekat dengan pasien, seperti anggota keluarga, harus
menjalani tes tuberkulin. Nodul yang terkena dapat disembuhkan
dengan electrosurgery, cyrosurgery, dan kuretase
dengan electrodessication. Terapi farmakologis tetap mengiringi sebagai
pengobatan utama.
1.
Tumor Parotis
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar. Kelenjar ini terletak di
regio preaurikular, jauh di dalam kulit dan jaringan subkutan. Kebanyakan
tumor parotis, baik jinak maupun ganas bermanifestasi sebagai masa
yang tidak nyeri. Meskipun demikian, tumor ganas dapat merusak nervus
di sekitarnya yang menyebabkan nyeri lokal atau regional, mati rasa,
parestesia, dan kehilangan fungsi motorik.24
Gambar 14. tumor parotis
(Dikutip dari kepustakaan 25)
Pada pemeriksaan fisik, yang paling sering ditemukan adalah massa tidak
nyeri tekan, mobile, tegas, dan soliter. Dapat dilakukan inspeksi pada

duktus Stensen untuk memeriksa karakter dari aliran saliva (kejelasan,


konsistensi, dan nanah), adanya kemerahan, bengkak, dan iritasi lubang
duktus.24
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada tumor parotis adalah tes
hematologis, serologis dan pemeriksaan radiologis. CT-Scan hampir 100%
sensitif dalam mendeteksi massa kelenjar ludah, tetapi tidak dapat
membedakan antara massa jinak dan ganas. CT-Scan membantu
menentukan ukuran dan luas tumor secara anatomis. Diagnosis pasti dari
tumor parotis ditegakkan dengan biopsi jarum halus dengan akurasi lebih
dari 96% dan sensitifitas 88-98%.27
Pengobatan yang dianjurkan biasanya pembedahan untuk mengangkat
kelenjar ludah yang terkena. Jika tumor jinak, tidak ada pengobatan lain
yang ganas. Kemoterapi kadang digunakan pada pasien yang dianggap
beresiko tinggi atau ketika telah menyebar ke keluar dari kelenjar ludah.24
X. TERAPI
Terapi antimikroba yang diperpanjang (yaitu, 6-12 bulan) biasanya telah
direkomendasikan untuk pasien dengan semua bentuk klinis aktinomiksis
untuk mencegah kambuhnya penyakit. Namun, individualisasi terapi
dianjurkan dimana durasi antibiotik tergantung pada beban awal penyakit,
tempat infeksi, dan respon klinis dari pengobatan. Drainase yang tepat
diperlukan jika terdapat abses. Penggunaan antibiotik telah meningkatkan
prognosis untuk semua bentuk aktinomikosis. Saat ini, tingkat
kesembuhan yang tinggi dengan tidak mengalami cacat atau kematian
adalah hal yang umum. Penisilin G adalah obat pilihan untuk mengobati
infeksi yang disebabkan oleh salah satu dariActinomyces. Penisilin G
diberikan dalam dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama, karena
infeksi memiliki kecenderungan untuk kambuh. Kebanyakan infeksi
diharapkan dapat merespon penisilin G intravena, 10 sampai 20 juta unit /
hari diberikan selama 2 sampai 6 minggu, diikuti
olehphenoxypenicillin oral dalam dosis 2 sampai 4 g / hari. Terapi penisilin
oral tambahan selama beberapa minggu mungkin memadai untuk
aktinomikosis servikofasial tanpa komplikasi; kasus yang disertai
komplikasi dan penyakit paru atau perut yang luas mungkin memerlukan
pengobatan selama 12 sampai 18 bulan.27
Resistensi penisilin G oleh Actinomyces selama terapi berkepanjangan
jarang ditemukan. Kombinasi penisilin (yaitu, amoksisilin, piperasilin) dan
inhibitor beta-laktamase (yaitu, klavulanat, tazobactam) dapat digunakan
untuk terapi dari patogen aerobik dan anaerobik yang resisten terhadap
penisilin. Beberapa kopatogen dapat menghasilkan enzim beta-laktamase
yang dapat melindungi Actinomycesdari penisilin. 27
Pada penderita dengan alergi penisilin dapat menggunakan alternatif
antibiotik lini pertama termasuk amoksisilin, tetrasiklin, doksisiklin,
minosiklin, eritromisin, dan klindamisin. Berikut ini adalah dosis dari
masing-masing antibiotik yang dapat digunakan sebagai alternatif:

Amoksisilin: 1.5 g/hari peroral, diberikan setiap 8 jam

Tetrasiklin: 1-2 g/hari peroral, diberikan setiap 6 jam

Doksisiklin: 200mg/hari intravena atau peroral, diberikan setiap 1224 jam


Minosiklin: 200mg/hari intravena atau peroral, diberikan setiap 12
jam

Eritromisin: 2-4g/hari intravena, diberikan setiap 6 jam atau 12g/hari peroral, diberikan setiap 6 jam

Klindamisin: 2.7g/hari intravena, diberikan setiap 8 jam atau 1.21.8g/hari peroral, diberikan setiap 6-8jam.28
Metronidazol, aminoglikosida, aztreonam, kotrimoksazol (TMP-SMX),
penisilinase (misalnya, methicillin, nafcillin, oksasilin, kloksasilin) dan
sefaleksin dan obat antijamur tidak efektif terhadap organisme
aktinomikosis. 27
1.

XI. PROGNOSIS
Prognosis dari aktinomikosis tanpa pengobatan umumnya buruk. Apabila
aktinomikosis didiagnosis dini dan diobati dengan terapi antibiotik yang
tepat, prognosisnya sangat baik.8
Karena aktinomikosis bersifat progresif, prognosis tergantung pada tahap
di mana infeksi didiagnosa dan diobati. Meskipun perbaikan lambat dan
membutuhkan terapi antibiotik selama berbulan-bulan, kebanyakan
individu dapat pulih. Aktinomikosis servikofasial adalah yang paling
mudah diobati. Prognosis kurang menggembirakan pada aktinomikosis
toraks dan abdomen atau ketika infeksi yang meluas terjadi. Jika infeksi
tidak sepenuhnya dihilangkan, individu berisiko untuk relaps dalam
bentuk yang lebih parah. Infeksi yang tidak diobati dapat menyebabkan
cedera jaringan luas atau kematian.
1.
XII. KOMPLIKASI
Komplikasi aktinomikosis diantaranya adalah:

Abses otak

Endokarditis

Meningitis

Osteomielitis
Abses yang terjadi sebagai akibat dari aktinomikosis yang dapat
berkembang di berbagai tempat di tubuh, termasuk paru-paru. Abses
dapat menyebar dengan mudah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh
yang lain.7
Actinomyces dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh
tubuh, menyebabkan infeksi dalam darah (sepsis), dalam selaput otak
tulang belakang (meningitis bakteri), dalam otak (abses otak), atau di
hati. Meskipun jarang, komplikasi ini sering fatal. Aktinomikosis yang
melibatkan wajah atau leher dapat menyebar ke gusi, tulang rahang,
telinga tengah (otitis media), tulang rusuk, atau tulang
belakang(osteomielitis). Aktinomikosis paru dapat menyebabkan
pneumonia.29

Anda mungkin juga menyukai