Anda di halaman 1dari 15

ADAPTASI FISIOLOGI NEONATUS DAN BAYI

Oleh : Kelompok 5
Ni Putu Witha Rahayuni

P07124214 002

Gusti Ayu Made Aprilia Hapsari

P07124214 004

Wilda Fitrianingsih

P07124214 010

Ni Kadek Yana Devipramita

P07124214 016

Ni Putu Yuni Candra Dewi

P07124214 019

Gusti Ayu Agung Widya Artika

P07124214 021

Luh Citra Dewi

P07124214 026

Luh Masrini Murti

P07124214 034

Ni Made Dewi Indrayani

P07124214 045

Kadek Novi Lestari Dewi

P07124214 055

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN
2014

ADAPTASI FISIOLOGI NEONATUS DAN BAYI


Setelah lahir, bayi baru lahir harus beradaptasi dari keadaan yang sangat
bergantung menjadi mandiri secara fisiologis. Saat ini bayi tersebut harus mendapat
oksigen melalui system sirkulasi pernafasan sendiri yang baru,mendapatkan nutrisi
oral untuk mempertahankan kadar gula darah yang cukup, mengatur suhu tubuh, dan
melawan setiap penyakit atau infeksi, dimana semua fungsi ini sebelumnya dilakukan
oleh placenta.
Periode adaptasi terhadap kehidupan diluar rahim disebut periode transisi.
Periode ini dapat berlangsung hingga 1 bulan atau lebih setelah kelahiran untuk
beberapa sistem tubuh bayi. Transisi yang paling nyata dan cepat terjadi adalah pada
system pernafasan dan sirkulasi, system termoregulasi, dan dalam kemampuan
mengambil dan menggunakan glukosa (PUSDIKNAKES, 2003, hal.3).
Sebagai akibat perubahan lingkungan dalam uterus keluar uterus, maka bayi
menerima beberapa rangsangan yang bersifat kimiawi, mekanik, dan termik. Hasil
perangsangan ini membuat bayi akan mengalami perubahan metabolik, pernafasan,
sirkulasi, dan lain-lain (Prawirodihardjo, 2002, hal.219).
Transisi dari kehidupan di dalam kandungan ke kehidupan luar kandungan
merupakan perubahan drastis, dan menuntut perubahan fisiologis yang bermakna dan
efektif oleh bayi, guna memastikan kemampuan bertahan hidup. Adaptasi bayi
terhadap kehidupan diluar kandungan meliputi :

A.

Adaptasi fisik dan perilaku


Adaptasi fisik dan perilaku bayi baru lahir harus diselesaikan sebelum periode

neonatal mencapai 28 hari kehidupan. Penyesuaian kehidupan di luar uterus selama


24 jam pertama merupakan masa yang kritis bagi neonatus untuk selamat. Bayi baru
lahir dianggap kecil sekali dan lemah, sepenuhnya bergantung pada orang lain. Dalam
1 menit pertama setelah dilahirkan secara normal bayi baru lahir beradaptasi dari

keberadaan fetal yang tergantung ke keadaan mandiri, kemampuan mendapatkan


oksigenasi dan melanjutkan proses kehidupan. Memahami dan menyadari transisi ini
penting untuk mengkaji bayi baru lahir.
Pada sesi ini akan dibahas adaptasi fisik dan perilaku neonatus yang utama
setelah lahir. Sifat-sifat bayi baru lahir yang normal dan penampilan fisik dan perilaku
yang lazim terjadi juga dijelaskan. Hal-hal penting yang harus dikaji perawat juga
dirumuskan disini untuk membantu perawat klinik pemula.

B.

Adaptasi Neonatus ke Kehidupan Luar Uterus


Perawat berada pada posisi unik yang menambah stress pada neonatus pada fase

transisi dari lingkungan yang hangat, gelap, penuh air ke dunia luar yang penuh
dengan cahaya lampu, suara, dan rangsangan taktil. Perawat melakukan pengkajian
awal untuk menilai neonatus, adaptasi segera setelah lahir, dan kebutuhan untuk
dukungan lanjutan. Selanjutnya, perawat neonatal atau pediatrik akan melakukan
pengkajian

secara

komprehensif

untuk

menentukan

keadaan

bayi

dan

mengidentifikasi stressor internal dan eksternal yang bisa menghambat keberhasilan


beradaptasi.

C.

Adaptasi fisiologis
1. Adaptasi sistem pernapasan
Adaptasi utama ke kehidupan luar uterus yang diperlukan neonatus adalah
kemampuan untuk bernapas. Kemampuan ini tergantung pada berbagai
faktor yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan fetal. Dalam
mempersiapkan tuntutan pada sistem pernapasan yang begitu hebat pada
saat kelahiran, fetus secara normal mulai bernapas saat bergerak dalam
uterus.
2. Paru-paru fetal harus dikembangkan secara cukup untuk menghasilkan
surfactan, suatu kompleks fosfolipid yang menurunkan tegangan permukaan

dalam alveoli dan mencegah kolapsnya alveoli saat ekspirasi. Surfaktan


dihasilkan oleh sel-sel paru tipe II, yang mulai memproduksi fosfolipid
dalam jumlah sedikit pada minggu ke 24-26 kehamilan. Sekresi surfaktan
paru menjadi lebih banyak setelah kehamilan minggu ke 35-36, sehingga
pengembangan paru-paru berhasil dan mencegah kolaps atau atelektasis
selama fase ekspirasi saat bernapas.
3. Vaskuler bed paru harus dikembangkan dan berada dekat dengan jaringan
paru supaya bisa terjadi pertukaran gas. Akhirnya bayi baru lahir harus
memiliki sistem saraf pusat yang utuh untuk memulai dan mengkoordinir
usaha pernapasan.

Awal pernapasan
Pernapasan pertama dirangsang oleh faktor-faktor mekanika, kimia, sensori, dan
rangsangan thermal.
a. Rangsangan kimia. Fetus mengalami asfiksia sementara. Ini akibat terganggunya
aliran darah plasenta selama kontraksi uterus, penekanan, dan pemotongan tali pusat
saat lahir. Chemoreceptor di arteri carotis dan aorta dirangsang oleh tekanan arterial
oksigen (PaO2) yang menurun, dan peningkatan tekanan arterial CO2 (PaCO2), dan
penurunan pH arterial di bawah 7.35. Impuls yang dicetuskan oleh chemoreseptor ini
merangsang pusat pernapasan di medula.
b. Rangsangan sensory. Neonatus diserang dengan berbagai macam rangsangan
selama persalinan dan kelahiran. Bahkan ketika rangsangan taktil, visual, auditory,
dan olfaktori dikurangi, seperti lingkungan yang tenang, gabungan efek-efek tetap
menghasilkan permulaan pernapasan.
c. Rangsangan thermal. Tampaknya dingin merupakan rangsang yang kuat untuk
mulai bernapas pada neonatus. Ketika bayi baru lahir hangat, basah pada tubuh
dilepaskan dengan cara evaporasi yang dapat menyebabkan temperatur kulit dengan
cepat menurun. Reseptor thermal, khususnya pada muka dan paru, melepaskan

impuls ke medula, mencetuskan pernapasan yang pertama. Terpapar terhadap dingin


dapat menyebabkan menurunnya temperatur pusat dan berakibat pada depresi
pernapasan dan asidosis.
d. Rangsangan mekanikal. Selama melewati jalan lahir, kurang lebih 30% dari cairan
paru-paru fetal dalam jalan napas dan alveoli terperas keluar. Jumlah cairan tersebut
kurang lebih 30 ml dari cairan trachea dipaksa keluar lewat orofarink sebelum lahir.
Selama kelahiran pervagina, begitu dada dilahirkan, terjadi recoil (penciutan) dinding
paru, sehingga udara dikeluarkan. Bayi yang dilahirkan dengan cecarea tidak
mengalami penekanan pada thorax dan bisa menderita karena distres pernapasan
sementara yang disebabkan oleh cairan paru fetal.

Faktor-faktor yang menghambat bernapas pertama kali:


Beberapa faktor yang menghambat usaha-usaha neonatus mengambil napas
pertama kali, meliputi tegangan permukaan alveolar, viskositas cairan paru, dan
komplians paru. Diafragma harus turun dengan kuat untuk menimbulkan tekanan
negatif yang cukup kuat dalam thorak agar bisa mengatasi daya ini (tekanan 40-80 cm
H2O). Udara kemudian masuk ke dalam, mengembangkan paru-paru, menurunkan
tegangan permukaan, dan mendorong cairan yang masih tertinggal keluar melalui
kapiler paru dan sistem limfatik. Fungsi kapasitas residual paru dibuat sehingga
kantung alveolar tetap menggelembung sebahagian saat ekspirasi. Kemudian,
pernapasan selanjutnya perlu sedikit saja usaha dan menurunkan tekanan (6-8 cm
H2O).
Vaskuler bed paru, yang menguncup selama kehidupan fetal, harus dilatasi
sekarang agar dapat terjadi perfusi jaringan paru yang cukup dan pertukaran gas yang
efektif. Saat pertama kali bernapas, terjadi dilatasi arteri pulmonal akibat
meningkatnya tekanan oksigen alveolar (PaO2), menurunnya pH arterial, dan
meningkatnya kadar bradikinin darah yang merupakan suatu vasoaktif peptide
protein. Tahanan vaskuler paru menurun, membiarkan aliran darah lebih besar
melalui pembuluh darah paru. Ini meningkatkan perfusi paru yang mempermudah

pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Hypoxemia yang menetap dan asidosis
menciutkan arteri paru; ini menurunkan perfusi pulmonal dan dapat membahayakan
adaptasi kritis pulmonal bayi baru lahir, yang mengakibatkan terjadinya distress
pernapasan.

D.

Adaptasi Kardiovaskuler
Setelah lahir darah BBL harus melewati paru untuk mengambil oksigen dan

mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan oksigen ke jaringan.Untuk


membuat sirkulasi yang baik, kehidupan diluar rahim harus terjadi 2 perubahan besar.
Perubahan dramatis yang terjadi pada system kardiovaskuler neonatus dikarenakan
pengkleman tali pusat dan permulaan bernapas.
Penutupan foramen ovale.

Begitu arteri pulmonal dilatasi sebagai respon terhadap oksigenasi jaringan


paru, tahanan vaskuler paru menurun dan tekanan pada sisi kanan jantung
menurun. Akibatnya terjadi penutupan foramen ovale dalam beberapa jam
setelah lahir. Penutupan yang permanen dari bypass ini tidak komplit untuk
beberapa bulan, sehingga bisa terjadi shunt darah kanan ke kiri selama saat ini,
dan ini dianggap sebagai murmur nonpatologi bila terdengar pada beberapa
neonatus.

Penutupan duktus arteriosus (Duktus arteriosus adalah suatu pembuluh darah


yang menghubungkan aorta (pembuluh arteri besar yang mengangkut darah ke
seluruh tubuh) dengan arteri pulmonalis (arteri yang membawa darah ke paruparu), yang merupakan bagian dari peredaran darah yang normal pada janin).
Duktus arteriosus sensitif terhadap perubahan pada tekanan oksigen arterial.
Begitu kadar oksigen naik pada saat pertama kali bernapas, duktus arteriosus
menciut. Penutupan secara fungsional terjadi dalam 15 jam setelah lahir, dan
penutupan

permanent

dicapai

dalam

jangka

minggu.

Hypoxemia

mengakibatkan duktusnya tetap paten dan terjadi shunt darah melalui sirkulasi
bypass fetal ini.

E.

Adaptasi endokrin dan metabolik


Sistem endokrin adalah sistem utama yang mengkoordinir penyesuaian bayi

baru lahir ke kehidupan luar uterus. Sintesis dan pelepasan hormon oleh kelenjar
endokrin mendukung fungsi metabolik utama dan merupakan pengantara respon
terhadap stressor internal dan eksternal. Kegiatan endokrin dikaitkan dengan sistem
saraf dalam suatu susunan putaran feedback yang komplek.

Thermoregulasi
Thermoregulasi,

kemampuan

neonatus

menghasilkan

panas

dan

mempertahankan suhu tubuh normal, merupakan fungsi vital metabolik yang


diperantarai oleh sistem neuroendokrin. Neonatus sangat rentan terhadap hilangnya
panas karena gabungan sifat anatomi yang unik dan faktor lingkungan sekeliling
kelahiran. Faktor-faktor penyumbang pelepasan panas.
1. Permukaan tubuh yang luas dalam hubungannya dengan berat badan
2. Kurang jaringan lemak untuk insulasi (penahan panas)
3. Kulit tipis
4. Pembuluh

darah

yang

terpapar

dengan

permukaan

kulit.

Tabel di bawah ini menggambarkan 4 mekanisme utama pelepasan panas


dan pemindahan panas pada bayi baru lahir.

F.

Adaptasi hepatik.
Perkembangan normal jaringan hepar dan duktus empedu penting supaya hepar

berfungsi saat lahir. Walaupun hati neonatus tidak matang, namun tetap mampu

menjalankan fungsi vital yang meliputi metabolisme karbohidrat, menghasilkan


faktor-faktor pembekuan, konyugasi bilirubin, dan menyimpan besi.

Metabolisme karbohidrat.
Bayi baru lahir menyimpan glukosa dalam hati sebagai glikogen. Glukosa
adalah sumber energi utama jam-jam pertama (3-4 jam) setelah lahir sebelum
mulai menyusui. Selama level glukosa turun, terjadi glikogenolisis dan glukosa
dilepaskan ke dalam aliran darah untuk mempertahankan level glukosa darah
kira-kira 60 mg/dl. Simpanan glikogen dengan cepat bisa turun bila adanya
stresor seperti asfiksia atau hipotermi, akibatnya terjadi hypoglikemia.
Hypoglikemia diartikan sebagai kadar glukose darah kurang dari 30 mg/dl
selama 72 jam pertama kehidupan.

Koagulasi darah
Faktor pembekuan merupakan elemen penting dalam proses homeostasis.
Faktor pembekuan ibu tidak menembus plasenta. Ketidakmatangan hati saat
lahir menyebabkan hati kurang mensintesis faktor pembekuan untuk sementara
dan waktu pembekuan darah pada neonatus memanjang. Keempat faktor
(II,VII,IX, dan X) digiatkan di bawah pengaruh vitamin K yang dihasilkan oleh
bakteri dalam usus. Tetapi, karena saluran pencernaan steril sampai lahir dan
flora normal usus tidak dibuat sampai neonatus mulai minum susu, kadar
vitamin K tetap rendah sampai kurang lebih hari ke 8 setelah lahir. Oleh karena
itu, bayi baru lahir berada pada resiko khusus terjadi gangguan perdarahan
antara hari ke 2 dan ke 5 kehidupannya yang dikenal dengan penyakit
hemolitik. Untuk alasan inilah maka pada bayi baru lahir diberikan vitamin K
prophylaksis untuk melindunginya terhadap terjadinya perdarahan.

Konjugasi billirubin.
Indirect bilirubin (larut dalam lemak) merupakan hasil pemecahan dari sel darah
merah. Dia diubah oleh enzym hati, glucuronyl tranferase, ke dalam bentuk
yang larut dalam air (direct billirubin) yang dapat diekskresi ke dalam urine dan

feces. Pada bayi baru lahir, karena hati tidak matang, kemampuan konyugasi
billirubin indirect terbatas. Ditambah lagi dengan sel darah merah yang tinggi
pada neonatus dan peningkatan hemolisis akibat dari usia harapan hidup sel
darah merah fetal yang lebih pendek, menyebabkan bayi baru lahir sering
tampak kuning fisiologi antara 48 dan 72 jam setelah lahir. Kadar serum
bilirubin berkisar antara 4-12mg/dl pada usia 3 hari; rata-rata peningkatan kadar
serum 6 mg/dl diikuti dengan penurunan yang cepat ke 3 mg/dl pada hari ke 5
kehidupan.
Konsekuensi yang lebih serius pada kadar bilirubin inderect yang tinggi dapat
terjadi akumulasi di jaringan otak, suatu keadaan yang disebut kernicterus, yang
dapat menyebabkan kerusakan permanen otak dan retardasi. Untuk alasan
inilah, kadar bilirubin neonatus dimonitor secara ketat. Jika perlu, diambil
langkah untuk mempermudah konversi dari bilirubin indirect ke bilirubin direct,
yang kemudian dikeluarkan oleh ginjal.

Simpanan besi
Neonatus dilahirkan dengan penumpukan simpanan besi selama kehidupan
fetal. Jika intake besi ibu tidak cukuip, bayi akan kekurangan besi untuk
menghasilkan sel darah merah sampai kurang lebih usia 3-5 bulan. Begitu sel
darah merah lysis setelah lahir, besi disiklus kembali dan disimpan dalam hati
sampai diperlukan untuk produksi sel darah merah yang baru. Jika intake besi
ibu kurang selama hamil, tambahan besi harus diberikan pada bayi seperti obat
atau

formula

iron-fortified

selama

tahun

pertama

kehidupaAdaptasi

gastrointestinal.

G.

Adaptasi renal
Walaupun urine diproduksi dan diekskresi ke dalam cairan amniotik oleh fetus

dari bulan keempat kehamilan, ginjal tetap tidak matang saat lahir. Neonatus sangat-

sangat terpapar terhadap dehydrasi, acidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit jika


intake cairan normal dibatasi atau terjadi muntah atau diare.
Kebanyakan bayi baru lahir (92%) urineren dalam 24 jam setelah lahir. Kencing
pertama bisa berwarna kuning gading gelap karena berisi mukosa dan urat. Urine
output bisa kurang selama beberapa hari pertama kehidupan begitu bayi baru lahir
menyesuaikan diri terhadap makanan. Urine out put neonatus fullterm berkisar antara
15-30 ml/kg BB per 24 jam. Kurang lebih 30-60 ml urine dihasilkan pada hari
pertama kehidupan tergantung cairan yang masuk dan muatan solute pada makanan.
Frekwansi kencing meningkat dari 2-6 kali pada hari pertama ke 20 kali kencing
perhari sekali intake neonatus diperbaiki.
Berat jenis urine neonatus rendah karena kemampuan memekatkan urine oleh
nephron

belum

matang.

Nilai

BJ

urine

berkisar

antara

1.006-1.012

(Richardson,1991). Kecepatan filtrasi glomerulus juga rendah. Tubulusnya pendek


dan sempit, yang membatasi ekefektifitas penyerapan tubular dan mekanisme
pemekatan urine.

H.

Adaptasi neurologi
Sistem neurologi pada saat lahir belum matang walaupun fungsi fisiologinya

sudah canggih dan kemampuan perilaku neonatus membuktikan keutuhan sistem


neurologi. Otak hanya 25% dari ukuran orang dewasa dan myelinisasi dari serabutserabut saraf belum sempurna. Bayi baru lahir menampillkan banyak reflex yang
primitif. Refleks ini tidak muncul begitu sistim saraf berkembang. Tremor yang
sementara, sering terkejut, dan kegiatan motor yang tidak terkoordinir dapat diamati.
Refleks-refleks proteksi, menyusui, dan sosial ada dan menimbulkan perilaku
neonatus yang berulang-ulang sangat memberikan kesempatan untuk hidup.

I.

Adaptasi imunologi

Reaksi bayi terhadap infeksi saat lahir terbatas. Fagositosis tampaknya terbatas
pada

neonatus

dan

kadar

antibody

khususnya

IgM

rendah,

mungkin

bertanggungjawab terhadap keterpaparan bayi terhadap infeksi gram positif. Fetus


mampu mensintesis imunoglobulin tertentu dalam jumlah kecil pada usia kehamilan
20 minggu (IgM, IgG, dan IgE), dan kekebalan pasif didapat untuk melawan berbagai
penyakit bakterial dan virus dimana ibu sudah membuat antibody, termasuk diphteria,
poliomyelitis, tetanus, measles, dan mump. Ini dicapai dengan memasukkan IgG
menyebrangi placenta pada trimester ketiga.
IgM adalah imunoglobin yang paling banyak. Antibody ini tidak menembus
plasenta, dan kadar yang meningkat pada bayi baru lahir bisa menunjukkan
tanggapan fetal terhadap infeksi intrauterin seperti toxoplasmosis, rubella,
cytomegalovirus (CMV), atau herpes. Infeksi ini sering disebut sebagai infeksi
TORCH. Bayi yang lahir dengan salah satu infeksi TORCH bisa menunjukkan tandatanda infeksi kronik intrauterin (otak kecil, retadartion, dan hepatomegali) dan terus
mengidap virus selama beberapa bulan.
IgA tidak bisa menembus pertahanan placenta dalam jumlah yang cukup besar.
Antibody jenis ini tidak secara normal dihasilkan dalam uterus, tetapi peningkatan
kadar IgA ditemukan pada neonatus dengan infeksi CMV. IgA disekresi dalam
kolostrum, dan riset menunjukkan bahwa IgA memberi kekebalan pasif pada infeksi
gastrointestinal dan pernapasan tertentu pada bayi yang menyusui.

J.

Adaptasi hematopoetik
Pada saat lahir sumsum tulang merupakan organ utama hematopoetik.

Perubahan hitung sel darah merah, sel darah putih, dan konsentrasi hemoglobin
terjadi secara perlahan-lahan selama 6 bulan pertama kehidupan.
Produksi sel darah merah. Untuk mengkompensasi konsentrasi oksigen yang
relatif rendah dalam uterus, fetus mempunyai hitung eritrosit dan hemoglobin yang
lebih tinggi dari orang dewasa. Jumlah eritrosit bayi baru lahir berkisar antara 5.0-7.5
juta/mm3. Jumlah hematokrit juga tinggi, antara 45%-65%. Segera setelah lahir,

begitu paru-paru menerima tanggungjawab untuk oksigenasi jaringan, saturasi


oksigen meningkat dan aktifitas eritrosit ditekan. Erythropoetin, hormon renal yang
memperantarai produksi sel darah merah, sedikit saja terdeteksi pada minggu ke 8-12.
Pada minggu pertama kehidupan, produksi sel darah merah kurang dari 1/10 kadar
dalam uterus. Lebih lanjut, usia harapan hidup eritrosit fetal (80-100 hari) lebih
pendek dari orang dewasa (kurang lebih 120 hari), dan jumlah sel darah merah mulai
menurun sedikit setelah lahir. Penurunan ini terus sampai 3-4 juta/mm3 pada minggu
ke 8-10 setelah lahir, ketika aktifitas erithropoetik meningkat.
Konsentrasi hemoglobin. Beberapa jenis hemoglobin terdeteksi pada neonatus.
Hemoglobin fetal (Hgb F), yang memiliki kemampuan yang lebih besar dalam
mengangkut oksigen dibanding hemoglobin orang dewasa (HgbA), merupakan
bentuk yang paling dominan (79-89%). Setelah lahir, konsentrasi Hgb A secara
perlahan-lahan meningkat begitu produksi HgbF berhenti. Kadar hemoglobin bayi
baru lahir berkisar antara 15-20 g/dl. Begitu sel darah merah turun, kadar hemoglobin
juga menurun, mencapai 10-11 g/dl pada titik terendah, atau titik yang paling rendah.
Konsentrasi sel darah putih. Pada neonatus, sel darah putih, atau leukosit,
berfungsi sebagai pertahanan internal melawan infeksi. Sel-sel polymorphonuclear
(neutrophil) merupakan bentuk leukosit yang paling dominan (40-80%) ditemukan
pada bayi baru lahir. Total hitung sel darah putih tinggi (9000-30.000 /mm3).
Leukositosis merupakan respon normal terhadap stress saat lahir. Hitung platelet.
Pada bayi baru lahir fungsi platelet cukup berkisar antara 150.000-400.000/mm3).

K.

Adaptasi sistem reproduksi dan seksual.


Tanda-tanda adaptasi fisik seksual-reproduksi pada neonatus bisa tampak

beberapa hari setelah lahir. Uterus pada neonatus perempuan, yang sudah dirangsang
oleh estrogen ibu selama hamil, bisa mengeluarkan sedikit darah mukosa vagina
(pseudomenstruasi) beberapa hari setelah lahir. Bayi baru lahir baik wanita maupun
laki-laki bisa menunjukkan pembesaran mammae sementara, sebagai akibat
rangsangan estrogen. Cairan, kadang-kadang disebut susu, bisa dikeluarkan dari

putting susu neonatus. Testis secara normal turun ke dalam kantong skrotum pada
90% neonatus laki yang fullterm pada saat lahir.

L.

Adaptasi Perilaku
Periolde reaktifitas
Pada periode segera setelah lahir neonatus berkembang melalui suatu rangkaian
pola perilaku yang dapat diduga dan dikenal dengan periode reaktifitas. Periode
ini tahapannya berbeda, yang dimulai saat lahir, ditandai dengan bangun dan
tidur dan perubahan-perubahan berfungsinya fisiologi. Bayi mungkin butuh
asuhan keperawatan yang khusus selama tiap-tiap periode karena adaptasi,
khususnya pernapasan dan penyesuaian suhu, tidak selalu dicapai secara mulus.
Periode reaktifitas yang pertama. Periode ini, berakhir 15-30 menit segera
setelah lahir, dicirikan dengan keadaan sadar bergantian dengan episode
bergerak dengan aktif, menangis dan pernapasan serta HR cepat tidak teratur.
Karena mata neonatus terbuka saat ini dan sering kali ada refleks mengisap
yang kuat, maka saat ini merupakan waktu terbaik bagi perawat membantu
proses ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak. Saat ini juga merupakan
waktu ideal untuk mulai menyusui bayi. Walaupun suara usus secara normal
belum ada, menyusui saat ini sering berhasil dan memuaskan ibu maupun bayi.

Periode inaktifitas.
Setelah kurang lebih setengah jam, neonatus menjadi tenang secara progresif
dan bahkan masuk ke dalam fase tidur. Periode inaktifitas ini berakhir 2-4 jam,
dan bisa sulit membangunkan bayi atau mulai menyusui selama periode ini.
Pernapasan dan HR pelan sampai mencapai kecepatan istirahat atau dasar. Suhu
mungkin turun sampai titik terendah dan suara usus mulai terdengar.

Periode reaktifitas kedua. Neonatus mulai bangun secara perlahan-lahan dan


masuk ke periode reaktifiras kedua, yang berakhir dalam waktu 4-6 jam.
Walupun neonatus berusaha mencapai stabilitas fisiologi selama periode ini,

fase ini bisa menunjukkan banyak variabel dalam reaksi perilaku. Kecepatan
pernapasan dan jantung bisa berubah secara cepat. Bisa terjadi periode
tachipneu, cekukan, regurgitasi mukus, dan cyanosis sementara, yang
bergantian dengan episode tidur tenang. Neonatus mungkin bisa mengalami
apnea. Suara usus meningkat, mekonium bisa keluar, dan sekali lagi bayi baru
lahir menunjukkan minatnya terhadap menyusui. Pada usia 6-8 jam setelah
lahir, kebanyakan bayi-bayi cukup bulan yang sehat sudah mencapai keadaan
seimbang. Transisi dari lingkungan dalam uterus ke lingkungan luar uterus
dicapai dengan berhasil. Bayi baru lahir tiba pada tidur rutin yang kurang
dramatis diikuti dengan bangun diselingi dengan periode menangis. Perlunya
ketelitian, sering monitor biasanya berakhir kurang lebih 8 jam setelah lahir.
Bayi secara normal siap untuk dipindahkan ke ruangan ibu atau ruang
perawatan pusat.

M.

Adaptasi suhu
Bayi memasuki suasana yang jauh lebih dingin pada saat pelahiran, dengan

suhu kamar bersalin 21C yang sangat berbeda dengan suhu dalam kandungan, yaitu
37,7C. Ini menyebabkan pendinginan cepat pada bayi saat cairan amnion menguap
dari kulit. Setiap mili liter penguapan tersebut memindahkan 560 kalori panas.
Perbandingan antara area permukaan dan masa tubuh bayi yang luas menyebabkan
kehilangan panas, khususnya dari kepala, yang menyusun 25% masa tubuh. Lapisan
lemak subkutan tipis dan memberikan insulasi tubuh yang buruk, yang berakibat
cepatnya perpindahan panas inti ke kullit, kemudian lingkungan, dan juga
mempengaruhi pendinginan darah. Selain kehilangan panas melalui penguapan,
kehilangan panas melalui konduksi saat bayi terpajan dengan permukaan dingin, dan
melalui konveksi yang disebabkan oleh aliran udara dingin pada permukaan tubuh.

N.

Adaptasi paru

Hingga saat lahir tiba, janin bergantung pada pertukaran gas daerah maternal
melalui paru maternal dan placenta. Setelah pelepasan placenta yang tiba-tiba setelah
pelahiran, adaptasi yang sangat cepat terjadi untuk memastikan kelangsungan hidup.
Sebelum lahir janin melakukan pernapasan dan menyebabkan paru matang,
menghasilkan surfaktan, dan mempunyai alveolus yang memadai untuk pertukaran
gas. Sebelum lahir paru janin penuh dengan cairan yang diekskresikan oleh paru itu
sendiri. Selama kelahiran, cairan ini meninggalkan paru baik karena dipompa menuju
jalan napas dan keluar dari mulut dan hidung, atau karena bergerak melintasi dinding
alveolar menuju pembuluh limve paru dan menuju duktus toraksis (Myles, 2009).

Sumber:

https://www.facebook.com/permalink.php?

id=110197289039873&story_fbid=461517120574553
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/07/adaptasi-fisiologis-bayi-baru-lahirbbl.html#ixzz3G6AeLSO9
Diakses pada tanggal 14 Oktober 2014, pukul 17.00 WITA

Anda mungkin juga menyukai