Asma Kronis Eksaserbasi Akut
Asma Kronis Eksaserbasi Akut
Oleh:
Dyah Ayu Yulia Wulandari, S.Ked (210.121.0042)
Sari Nurmalia, S.Ked (210.121.0022)
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sholawat serta salam yang kami junjungkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran
sehingga dalam penyelesaian tugas ini kami dapat memilah antara yang baik dan
buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak sehingga dalam
penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Makalah ini membahas tentang ASMA, yaitu
DAFTAR ISI
Halaman Judul ....................................................................................................
Bab I : Pendahuluan.........................................................................................
1 Latar Belakang..........................................................................
2 Rumusan Masalah.....................................................................
3 Tujuan.......................................................................................
4 Manfaat.....................................................................................
4
5
5
5
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan
penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia
seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus
asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun,
baik di negara berkembang maupun di negara maju.1 Beban global untuk penyakit
ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup,
produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya
kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. 2 Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada
SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh
Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi
paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan
kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC),
didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 %
yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.
Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh
inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan
saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai.
Meskipun pengobatan efektif telah dilakukan untuk menurunkan morbiditas
karena asma, keefektifan hanya tercapai jika penggunaan obat telah sesuai.
1.3 TUJUAN
Laporan kasus ini disusun untuk membantu penulis dalam mengetahui dan
memahami tentang:
1
2
1.3 MANFAAT
1.4.1 Manfaat untuk Penelaah
1
2
1.4.2
penatalaksanaannya,
1.4.3
dalam
mengembangkan
ilmu
dapat
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Asma
Asma merupakan penyakit saluran nafas yang menjadi masalah kesehatan
global saat ini. Kekerapannya meningkat dimana-mana.1 Penyakit ini merupakan
beban yang berat bagi pelayanan kesehatan dan juga mengurangi produktifitas.
Ciba Foundation Guest Symposium menyarankan sebagai definisi asma:
Asma adalah keadaaan dimana terdapat penyempitan yang merata dari saluran
nafas yang mengalami perUbahan dalam derajatnya dalam waktu yang singkat
baik secara spontan ataupun karena pengobatan, dan tidak disebabkan oleh
penyakit kardiovaskuler.
malam hari dan/atau dini hari. Keluhan-keluhan ini biasanya disertai penyempitan
saluran nafas yang merata tapi bervariasi, sebagian bersifat reversibel baik secara
spontan maupun karena pengobatan. Inflamasi ini juga meningkatkan kepekaan
saluran nafas terhadap berbagai rangsangan.
3.2 Epidemiologi
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. 2 Survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada
SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian
(mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di
seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan
obstruksi paru 2/ 1000.
3.3 Etiologi dan Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi
berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit t, makrofag, netrofil dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma. Inflamasi terdapat pada
berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.
Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif (hipereaktifitas)
jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan/atau dini hari. 3
Episodik tersebut berkaitan dengan sumbatan saluran napas yang luas, bervariasi
dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan
Sedangkan
faktor
lingkungan
yang
menyebabkan
eksaserbasi
dan/atau
10
3.5 Gejala
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa
pengobatan. Gejala awal berupa :
1. Batuk terutama pada malam atau dini hari
2. Sesak napas
3. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
napasnya
4. Rasa berat di dada
5. Dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang
termasuk gejala yang berat adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
3.6 Diagnosis
Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik,
pemeriksaan fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar
bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak
lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas).5 Dan yang cukup
penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri
atau peak expiratory flow meter.
Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (kvp)
dan volume ekspirasi paksa detik pertama (vep1). Pemeriksaan ini sangat
tergantung kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator
yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil
nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa.6 Sumbatan jalan napas diketahui dari
nilai vep1 < 80% nilai prediksi atau rasio vep1/kvp < 75%. Selain itu, dengan
11
spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya perbaikan vep1 > 15
% secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau
setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Gambar 3.4 Cara Mengukur Arus Puncak Ekspirasi dengan Per Meter
Ada beberapa pertanyaan yang perlu diajukan dalam mempertimbangkan
diagnosis asma :
-
hari ?
Apakah penderita mengalami batuk atau mengi setelah melakukan
aktivitas ?
Apakah penderita mengalami batuk, mengi atau berat di dada setelah
12
13
Anak
-
14
Tujuan
utama
penatalaksanaan
asma
adalah
meningkatkan
dan
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma:
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan
terkontrol bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak
diperlukan)
4. Variasi harian ape kurang dari 20 %
5. Nilai ape normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Untuk mencapai tujuan pengobatan ini diperlukan obat-obat pengontrol (controller)
dan obat-obat pelega (reliever).9
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Natrium kromolin
15
Natrium nedokromil
Teofilin lepas lambat
Agonis beta-2 inhalasi aksi lama
Agonis beta-2 oral aksi lama
Ketotifen (mungkin)
16
g. Film/video presentasi
h. Leaflet, brosur, buku bacaan
Komunikasi
yang
baik
adalah
kunci
kepatuhan
pasien,
upaya
yang
diberikan
dan
bagaimana
pasien
17
anak-anak
6) Kontrol secara teratur
7) Pola hidup sehat
Dapat dilakukan dengan :
-
Penghentian merokok
Menghindari kegemukan
Kegiatan fisik misalnya senam asma
18
19
20
21
22
23
BAB III
ILUSTRASI KASUS
3.1 IDENTITAS PENDERITA
1 Nama
: Ny. D
2 Umur
: 44 Tahun
3 Jenis kelamin
: Perempuan
4 Alamat
: Jl. Siak 2 gg. Satria
5 Agama
: Islam
6 Suku
: Jawa
7 Status perkawinan : Menikah
8 Pendidikan
: SMA
9 Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
10 Tanggal masuk
: 22 Juni 2012
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
: Sesak nafas
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak pagi hari ini. Sesak
nafas disertai bunyi ngik. Sesak nafas dirasakan sejak 18 tahun yll, hilang
timbul, pasien mengeluhkan sesak tiap hari dan terasa lebih berat pada dini
hari sehingga mengganggu aktivitas dan tidur. Sesak nafas timbul saat cuaca
dingin dan hujan serta saat pasien banyak melakukan aktivitas. Pasien
terakhir kali mengeluhkan sesak tiga bulan yang lalu. Pasien pernah
beberapa kali berobat jalan di rumah sakit dan didiagnosis asma. Pasien
diberi obat ventolin dan metilprednisolon ada perbaikan setelah minum obat
tersebut. Jika pasien tidak minum obat atau lupa dalam sehari, pasien mulai
merasakan sesak. Saat tidur pasien masih menggunakan 2 bantal. Tidak ada
keluhan demam, nyeri dada, mual, muntah dan jantung berdebar. Batuk lama
dan keringat malam disangkal. Saat dianamnesis pasien berbicara dengan
kalimat terputus-putus. BAK dan BAB normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat sakit serupa
b. Riwayat hipertensi
c. Riwayat DM
24
Riwayat alergi
berlebihan.
Riwayat Penyakit Keluarga: Nenek menderita asma.
Riwayat Kebiasaan
a.
b.
c.
d.
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80 x / menit
Pernafasan
: 29 x /menit
Suhu
: 36,3oC
3. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),
atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-).
4. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor dengan diameter
3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)
5. Hidung
Nafas cuping hidung (+), sekret (-), epistaksis (-).
6. Mulut
Trismus (-), sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-), lidah
tifoid (-), papil lidah atrofi (-) stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-).
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
25
8. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-), Sekret (-)
9. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-), leher kaku (-).
10. Thoraks
Barrel Chest (-), simetris, retraksi (-), spider nevi (-), pulsasi
infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor:
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
+
+
+
+
Ronkhi
Wheezing
26
11. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
12. Ektremitas
Superior dekstra
Superior sinistra
Inferior dekstra
Inferior Sinistra
27
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
LED
Diffcount
: 11,6 gr %
: 13.400/mm3
: 171.000/mm3
: 32.7 gr %
: 45 mm/jam
: eosinofilia
3.5 DIAGNOSIS
Asma Kronis Eksaserbasi Akut
3.6 Penatalaksanaan
Tata laksana medikamentosa :
-
No. I
No.I
No. I
No. X
No. I
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Kriteria untuk perawatan dirumah sakit:
1. Respon terhadap pengobatan dalam 1-2 jam tidak adekuat.
2. Penyempitan berat saluran nafas menetap ( APE < 40% perkiraan /
nilai terbaik pribadi ).
3. Riwayat asma berat, apalagi bila membutuhkan perawatan dirumah
sakit. Penderita dengan resiko tinggi. Keluhan sudah berlansung
lama sebelum datang ke rumah sakit.
4. Tempat tinggal jauh/ jelek kondisinya.
Ipratropium Bromida
29
yang
akan
menghambat
refleks
vagal
dengan
cara
Salbutamol
Indikasi: Kejang bronkus pada semua jenis asma bronkial, bronkitis kronis dan
emphysema.
Komposisi: Tiap tablet mengandung salbutamol sulfat setara dengan salbutamol 2
mg. Tiap tablet mengandung salbutamol sulfat setara dengan salbutamol 4 mg,
Tiap sendok takar (5ml) mengandung salbutamol sulfat 2,41 mg setara dengan
salbutamol
mg
30
salbutamol bekerja lebih lama dan lebih aman karena efek stimulasi terhadap
jantung lebih kecil maka bisa digunakan untuk pengobatan kejang bronkus pada
pasien
dengan
penyakit
jantung
atau
tekanan
darah
tinggi.
kali
sehari.
(>12
tahun)
dapat
Untuk
lansia
2-4
mg,
dinaikan
diberikan
3-4
secara
dosis
awal
berangsur.
yang
lebih
rendah.
kali
sehari
Anak-anak:
2-6
tahun
6-12
tahun:
1-2
mg,
mg,
3-4
3-4
kali
sehari.
Sirup:
Dewasa
(>12
tahun):
1-2
sendok
(5-10
ml),
3-4
kali
sehari.
Anak-anak:
2-6
tahun:
1/2-1
sendok
(0,25-5ml),
3-4
kali
sehari
Efek Samping
Pada dosis yang dianjurkan tidak ditemukan adanya efek samping yang
serius. Pada pemakaian dosis besar dapat menyebabkan tremor halus pada otot
skelet (biasanya pada tangan), palpitasi, kejang otot, takikardia, sakit kepala dan
ketegangan. efek ini terjadi pada semua perangsangan adrenoreseptor beta.
Vasodilator perifer, gugup, hiperaktif, epitaksis (mimisan), susah tidur.
Peringatan dan perhatian
a)
b)
31
c)
d)
e)
Interaksi Obat
a)
b)
c)
Over dosis
a)
b)
Hypokalemia.
Methylprednisolone
Farmakologi
Metilprednisolon adalah glukokortikoid turunan prednisolon yang
mempunyai efek kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya.
Metilprednisolon
tidak
mempunyai
aktivitas
retensi
natrium
seperti
32
33
menekan gejala gejala klinis dari suatu penyakit infeksi. Pemakaian jangka
panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi penyakit.
Efek Samping
Efek samping biasanya terlihat pada pemberian jangka panjang atau
pemberian dalam dosis besar, misalnya gangguan elektrolit dan cairan tubuh,
kelemahan otot, retensi terhadap infeksi menurun, gangguan penyembuhan luka,
meningkatnya tekanan darah, katarak, gangguan pertumbuhan pada anak anak,
insufisiensi adrenal, Cushings Syndrome, osteoporosis, tukak lambung.
Interaksi Obat
Berikan
makanan
untuk
meminimumkan
iritasi
gastrointestinal.
mengakibatkan
risiko
gastrointestinal,
perdarahan
gastrointestinal.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Asma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan inflamasi kronik dari
saluran nafas, yang memberikan gejala yang bervariasi dari ringan sampai berat
yang diselingi dengan eksaserbasi akut atau serangan akut. Penatalaksanaan asma
kronik selain memakai obat-obat bronkodilator, yang lebih utama adalah
pemberian obat-obat anti inflamasi. Obat anti inflamasi yang paling efektif
dewasa ini adalah kortikosteroid inhalasi.Pada eksaserbasi (serangan) akut sangat
diperlukan ketelitian dalam penilaian beratnya serangan dan penilaian respon
34
DAFTAR PUSTAKA
35
Gotzsche CP. House dust mite control measures for asthma: systematic review
in European Journal of Allergy and Chronic Urticaria.volume 63,646.
as
risk
factor
for
atopy
and
Challenges
in
asthma
patient