Anda di halaman 1dari 7

PEMBUATAN ADSORBEN DARI BATU BATA MERAH DAN ANALISA

PENGARUH UKURAN ADSORBEN TERHADAP DAYA ADSORBANSINYA


Muhammad Nizar Aristya*
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Ir. H. Juanda No. 95,
Ciputat, 15412, Indonesia.
*

E-mail : nizarar14@gmail.com

Abstrak
Batu bata merah adalah bata yang dibuat dari tanah liat yang dicetak
kemudian dibakar dengan suhu tinggi sehingga menjadi benar-benar kering,
mengeras dan berwarna kemerah-merahan. Indonesia merupakan negara
yang kaya akan hasil alam termasuk bebatuan dan mineral. Tanah liat yang
merupakan bagian dari mineral adalah suatu zat yang terbentuk dari kristalkristal yang sedemikian kecilnya hingga tidak dapat dilihat walaupun telah
menggunakan mikroskop biasa. Semakin berkembangnya zaman dan
teknologi banyak dilakukan penelitian tentang pemanfaatan batuan alam
atau mineral sebagai adsorben seperti pemanfaatan tanah liat sebagai
adsorben ion-ion logam berat. Hal ini tidak menutup kemungkinan jenis-jenis
mineral yang lain dapat dimanfaatkan sebagai adsorben seperti batu bata
merah yang terbuat dari tanah liat. Salah satu faktor yang mempengaruhi
adsorpsi adalah ukuran atau luas permukaan adsorben, untuk itu dalam
penelitian ini selain fokus dalam pembuatan adsorben dilakukan pula analisa
terhadap pengaruh ukuran adsorben terhadap daya adsorbansinya. Proses
pembuatan adsorben batu bata merah melalui dua proses aktivasi yaitu
aktivasi fisika dengan pemanasan dan aktivasi kimia dengan perendaman
menggunakan larutan asam sulfat (H2SO4) 4N. Sedangkan uji daya
adsorbansinya dengan menggunakan larutan Metilen Blue 10 ppm dan
CuSO4 2%. Hasilnya dari ketiga variasi ukuran adsorben yaitu kecil, sedang
dan besar, adsorben dengan ukuran kecil memiliki daya adsorbansi yang
paling baik, sebab semakin kecil ukuran adsorben maka semakin besar luas
permukaannya, dimana semakin luas permukaan adsorben maka semakin
baik daya adsorbansinya karena banyak pula situs-situs aktif yang tersedia
pada adsorben untuk kontak dengan adsorbat.
Kata Kunci: Batu Bata Merah, Adsorben, Luas Permukaan, Daya Adsorbansi

PENDAHULUAN
Bata merah merupakan salah satu jenis bebatuan buatan sebagai bahan
dasar pembangunan rumah yang sudah sangat umum digunakan di
Indonesia dari zaman dulu hingga zaman modern seperti saat ini. Bata

merah memang sudah menjadi salah satu bahan wajib di dalam membangun
rumah, meskipun saat ini masyarakat Indonesia lebih cenderung
menggunakan batu bata putih. Namun secara kualitas, batu bata merah
memiliki kekuatan yang lebih baik dari batu bata putih atau batu bata kapur
(Anonim, 2013)
Bata merah yang dimaksud adalah bata yang dibuat dari tanah yang dicetak
kemudian dibakar dengan suhu tinggi sehingga menjadi benar-benar kering,
mengeras dan berwarna kemerah-merahan. Tanah yang digunakan adalah
tanah liat sehingga bisa menyatu saat proses pencetakan.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam termasuk bebatuan
dan mineral. Tanah liat yang merupakan bagian dari mineral adalah suatu
zat yang terbentuk dari kristal-kristal yang sedemikian kecilnya hingga tidak
dapat dilihat walaupun telah menggunakan mikroskop biasa. Kristal-kristal ini
terbentuk terutama terdiri dari mineral-mineral yang disebut kaolinit.
Semakin berkembangnya zaman dan teknologi banyak dilakukan penelitian
tentang pemanfaatan batuan alam atau mineral sebagai adsorben ion-ion
logam berat. Sebagaimana pada tahun 1997 telah dilakukan penelitian
tentang pemanfaatan beberapa jenis tanah liat sebagai penyerap ion logam
besi, krom dan timbal (Siti Sulastri dan Sutiman, 1997). Hal ini tidak menutup
kemungkinan jenis-jenis mineral yang lain dapat dimanfaatkan sebagai
adsorben seperti batu bata merah yang terbuat dari tanah liat.
Adsorpsi secara umum adalah proses terakumulasinya atom atau molekul
pada permukaan. Zat yang teradsorpsi disebut adsorbat, sedangkan material
tempat terakumulasinya adsorbat disebut adsorben (Atkins, 1996:427).
Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik antar
atom atau molekul zat padat. Energi potensial permukaan akan turun
dengan mendekatnya molekul ke permukaan (Farrington, 1983:254).
Adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu adsorpsi fisik dan adsorpsi
kimia (Zahrul Mufrodi, dll , 2008). Menurut Benefield (1982) dalam Asep
Saepudin (2009:17-18), faktor faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi
salah satunya adalah luas permukaan adsorben. Semakin luas permukaan
adsorben maka semakin banyak adsorbat yang teradsorpsi sebab semakin
banyak pula situs-situs aktif yang tersedia pada adsorben untuk kontak
dengan adsorbat. Luas permukaan sebanding dengan jumlah situs aktif
adsorben.
Potensi pemanfaatan batu bata merah sebagai adsorben cukup besar karena
bahan dasarnya sendiri adalah tanah liat yang pada penelitian-penelitian
sebelumnya telah dilakukan
pemanfaatannya sebagai adsorben dan
berhasil. Untuk itu dalam penelitian kali ini akan dilakukan pemanfaatan batu
bata merah sebagai adsorben dengan mengkaji pula pengaruh luas

permukaannya terhadap daya adsorbansinya. Proses aktivasi batu bata


merah ini dibagi menjadi dua yaitu aktivasi fisika dan aktivasi kimia, dimana
aktivasi fisika dilakukan dengan pemanasan sedangkan aktivasi kimia
dilakukan dengan perendaman menggunakan larutan asam sulfat (H 2SO4).
Larutan ini dipilih berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Widihati untuk aktivasi batu pasir sebagai adsorben. Perlakuan aktivasi
menggunakan larutan asam dapat melarutkan pengotor pada material
tersebut sehingga mulut pori menjadi lebih terbuka, akibatnya luas
permukaan spesifik porinya meningkat (Widihati, 2008).
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beaker glass,
erlenmeyer, corong, oven, cawan porselin, kertas saring, neraca analitik, pHmeter, dan penangas air.
Bahan yang digunakan adalah batu bata merah yang didapat dari bekas
reruntuhan bangunan, H2SO4 2N dan 4N, Metilen Blue 10 ppm, CuSO4 2%,
dan Aquades.
Prosedur Penelitian
Batu bata merah terlebih dahulu dibersihkan dengan aquades dan
dikeringkan. Batu bata ini dibikin tiga variasi ukuran yaitu kecil, sedang dan
besar. Kemudian semua jenis ukuran batu bata tersebut direndam dengan
asam sulfat 2N selama 24 jam, lalu disaring dan dibilas dengan aquades
sampai pH larutan netral. Selanjutnya batu bata merah yang telah dibilas
diaktivasi fisika yaitu dengan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC
selama 12 jam (Dewi 2008). Sedangkan aktivasi kimia dilakukan dengan
merendam batu bata merah yang telah dioven tersebut ke dalam larutan
asam sulfat 4 N selama 24 jam (Pambudi, 2014). Hasil rendaman dicuci
dengan air panas lalu dikeringkan dalam oven kembali sampai kering pada
temperature 60oC. Kemudian adsorben yang telah terbentuk diuji daya
adsorbansinya terhadap larutan-larutan berwarna yaitu Metilen Blue 10 ppm
dan CuSO4 2%, lalu dibandingkan hasilnya untuk semua jenis ukuran
adsorben (kecil, sedang dan besar).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel. Hasil Uji Adsorbansi Adsorben Pada Larutan Berwarna
Uji Adsorbansi
Jenis
Metilen
Adsorben
Blue
CuSO4 2%
10 ppm
Ukuran
Larutan
Larutan
Kecil
menjadi
menjadi

(Luas
Permuka
an
Besar)

sangat
bening dan
proses
adsorbansi
berjalan
dengan
cepat

sedikit
bening dan
proses
adsorbansi
berjalan
dengan
cepat

Larutan
Larutan
menjadi
menjadi
Ukuran
sedikit
sedikit
Sedang
bening dan bening dan
(Luas
proses
proses
Permuka adsorbansi adsorbansi
an
berjalan
berjalan
Sedang)
cukup
cukup
cepat
cepat.
Larutan
Larutan
tetap
menjadi
berwarna
sedikit
biru tapi
bening
sedikit
namun
Ukuran
bening dan proses
Besar
proses
adsorbansi
(Luas
adsorbansi berjalan
Permuka berjalan
dengan
an Kecil) dengan
lambat
lambat
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan batu bata merah sebagai
adsorben dengan mengkaji pula pengaruh luas permukaannya terhadap
daya adsorbansinya terhadap larutan-larutan berwarna. Proses aktivasi batu
bata merah sebagai adsorben dilakukan dengan pemanasan dan juga
perendaman menggunakan larutan asam yaitu asam sulfat (H2SO 4) 4N.
Aktivasi menggunakan larutan asam sulfat ini dapat meningkatkan luas
permukaan spesifik pori. Perlakuan aktivasi dengan menggunakan asam
sulfat dapat melarutkan pengotor pada material tersebut sehingga mulut
pori menjadi lebih terbuka sehingga luas permukaan spesifik pori meningkat.
Hal ini berpengaruh terhadap daya adsorpsi, semakin meningkat luas
permukaan spesifik pori maka daya adsorpsi akan semakin meningkat.
Dalam proses pembuatan adsorben ini pH adsorben harus dikontrol pula
agar tidak bersifat asam maupun basa sebab dapat mempengaruhi
adsorbansinya.
Dalam penelitian ini uji adsorbansi adsorben yang telah terbentuk dilakukan
terhadap larutan-larutan berwarna yaitu Metilen Blue 10 ppm dan CuSO 4 2%
yang keduanya memiliki warna yang sama yaitu biru. Dari tabel di atas

dapat diketahui bahwa jenis adsorben yang paling optimal daya


adsorbansinya adalah adsorben dengan ukuran kecil, dimana semakin kecil
ukuran adsorben maka semakin besar luas permukaannya sehingga semakin
banyak adsorbat yang teradsorpsi sebab semakin banyak pula situs-situs
aktif yang tersedia pada adsorben untuk kontak dengan adsorbat.
Sedangkan adsorben dengan ukuran sedang maupun besar daya
adsorbansinya berkurang sebab semakin besar ukuran adsorben maka luas
permukaannya akan semakin kecil, artinya situs-situs aktif pada adsorben
untuk kontak dengan adsorbat adalah sedikit. Hal ini terlihat dari perubahan
warna larutan yang tidak signifikan dan proses adsorbansinya yang cukup
lama.
Penelitian ini sesuai dengan teori sebagaimana yang dikemukakan oleh
Benefield pada tahun 1982 bahwa salah satu factor yang mempengaruhi
adsorpsi adalah luas permukaan adsorben dimana semakin luas permukaan
adsorben maka semakin banyak adsorbat yang teradsorpsi.

KESIMPULAN
Berdasarkan
kesimpulan:

penelitian

yang

telah

dilakukan

maka

dapat

diambil

1) Batu bata merah dapat dimanfaatkan sebagai adsorben melalui


dua proses aktivasi yaitu aktivasi fisika dengan pemanasan dan
aktivasi kimia dengan perendaman menggunakan asam sulfat
(H2SO4) 4N
2) Adsorben batu bata merah yang paling optimal daya
adsorbansinya adalah yang berukuran kecil sebab semakin kecil
ukuran adsorben maka semakin besar luas permukaannya,
dimana semakin luas permukaan adsorben maka semakin baik
daya adsorbansinya.
DAFTAR PUSTAKA
Siti Sulastri dan Sutiman. 1997. Pemanfaatan Tanah Liat Sebagai Penyerap
Unsur-Unsur
Berbahaya dalam Bahan Lingkungan. Yogyakarta: FMIPA
IKIP Yogyakarta
Atkins, P.W. 1996. Kimia Fisika Jilid 2 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Farrington, Daniels. (1983). Kimia Fisika 1. Jakarta: Erlangga.
Zahrul Mufrodi, Nur Widiastuti dan Ranny Cintia Kardika. (2008). Adsorpsi Zat
Warna Tekstil
dengan Menggunakan Abu Terbang (Fly Ash) untuk
Variasi Massa Adsorben dan Suhu
Operasi.
Prosiding
Seminar
Nasional Teknoin 2008 Bidang Teknik Kimia dan Tekstil.
ISBN:
978-9793980-15-7. Hlm. B90-B93.
Benefield, Larry. 1982. Process Chemistry For Water and Wastewater
Treatment, Englewood Cliff. New Jersey : Prantice Hall, Inc.
Asep Saepudin. (2009). Uji Kinerja Adsorben Histidin-Bentonit dalam
Prototipe Kemasan Flow
dan Batch terhadap Pestisida Endosulfan dalam
Air Minum. Skripsi. Kimia, FPMIPA- UPI.
Widihati IAG. 2008. Adsorpsi anion Cr(VI) oleh batu pasir teraktivasi asam
dan tersalut Fe2O3.
Jurnal Kimia Universitas Udayana 2: 25-30.
Dewi KSP. 2008. Kemampuan adsorpsi batu pasir yang dilapisi besi oksida
(Fe2O3) untuk
menurunkan kadar Pb dalam larutan. Jurnal Bumi Lestari
Bukit Jimbaran 2: 254-262.

DS Pambudi, AT Prasetya dan W Sumarni. 2014. Adsorpsi Ion Cu(II)


Menggunakan Pasir
Laut Teraktivasi H2SO4 Dan Tersalut Fe2O3. Jurnal
MIPA UNNES 37 (1): 53-61.

Anda mungkin juga menyukai