Guideline Stroke PERDOSSl 2004
Guideline Stroke PERDOSSl 2004
Guideline Stroke
2004
II. (Edisi ketiga)
GUIDELINE STROKE
Oleh : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI)
No. ISBN 979 95994 3 1
Hak cipta ada pada pengarang dan dilindungi oleh Undang -Undang
Kata Sambutan
Syukur alhamdulillah, akhirnya Kelompok Studi Serebrovaskuler
PERDOSSI berhasil menyelesaikan Guideline Stroke seri ketiga tahun 2004,
yang merupakan revisi Guideline Stroke Seri pertama dan kedua yang telah
diterbitkan.
Salah satu program pengurus PERDOSSI periode 2003-2007 ini
adalah mengembangkan kelompok studi yang telah ada dan berjalan baik
selama ini. Oleh karena ilmu kedokteran sangat dinamis, maka perlu
dilakukan tinjauan ulang mengenai guideline yang telah dibuat sebelumnya,
dan akan terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan ilmu. Selain itu
tentu perlu juga dilakukan penyusunan guideline baru diseluruh bidang ilmu
penyakit saraf sehingga dapat membantu anggota dalam mengelola pasien
khususnya di bidang Ilmu Penyakit Saraf.
Dalam kesempatan ini kami selaku pengurus PERDOSSI
mengucapkan terima kasih dan penghargaan tak terhingga kepada kelompok
studi Serebrovaskuler dan tim editor yang telah berusaha menyelesaikan
Guideline ini.
Mudah mudahan edisi ketiga Guideline Stroke 2004 ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dapat meningkatkan khasanah ilmu dan
profesionalitas anggota PERDOSSI di seluruh Indonesia.
Kata Pengantar
Dengan terus meningkatnya penelitian penelitian stroke untuk mencari
solusi yang tepat mengenai penanganan dan pencegahan stroke dimasa kini
maka perlu kiranya guideline stroke perhimpunan dokter ahli saraf Indonesia
direvisi dari tahun ke tahun untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya dibidang stroke ini.
Guideline Stroke 2004 ini merupakan revisi dari guideline stroke seri
pertama tahun 2000 dan seri kedua tahun 2001 yang dibuat oleh Kelompok
Studi Serebrovaskuler PERDOSSI dengan melibatkan seluruh cabang.
Pada guideline stroke 2004 ini selain adanya perbaikan pada topik-topik
terdahulu juga memuat satu topik baru yaitu peranan neuroprotektan pada
stroke akut. Secara garis besar buku ini dibagi atas dua bagian yaitu :
Bagian kesatu : Penangan pasien stroke fase akut
Bagian kedua : Prevensi stroke.
Kami menyadari bahwa tentunya masih banyak kekurangan disanasini, untuk itu kami sangat mengharapkan masukan-masukan dari seluruh
teman sejawat anggota PERDOSSI untuk perbaikan di masa yang akan
datang. Harapan kami
buku kecil ini dapat bermanfaat sebagai rujukan
terpercaya bagi semua anggota PERDOSSI dan organisasi profesi medis
lainnya di seluruh Indonesia untuk meningkatkan pelayanan yang semakin
professional terhadap para penderita stroke.
Selamat membaca !
Tim Editor
Prof.Dr.Jusuf Misbach Sp.S(K), FAAN.
Prof. DR. Dr. S.M Lumban Tobing, Sp.S(K)
Dr. Teguh A.S Ranakusuma, Sp.S(K)
Dr. Andradi Suryamiharja, Sp.S(K)
Dr. Salim Harris, Sp.S(K)
Dr. Mursyid Bustami, Sp.S.
DAFTAR ISI
Kata Sambutan .
Kata Pengantar .
Daftar Isi ..
BAGIAN PERTAMA : PENANGANAN PASIEN STROKE FASE AKUT
Bab I. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA STROKE AKUT
A. Umum
..
B. Pedoman
pada
stroke
iskemik
akut
C. Pedoman
pada
stroke
perdarahan
intraserebral.
D. Obat parenteral untuk terapi emergensi hipertensi pada stroke
akut..
E. Obat oral untuk terapi urgensi hipertensi pada stroke akut.
F. Flow
chart
penatalaksanaan
hipertensi
pada
stroke
akut.
Bab II. PENATALAKSANAAN HIPERGLIKEMIA PADA STROKE AKUT
1) Latar belakang
2) Pedoman tatalaksana
Bab III. PEDOMAN ANTIKOAGULAN PADA STROKE ISKEMIK
A. Latar belakang..
B. Indikasi
C. Kontraindikasi.
D. Pemeriksaan pendahuluan..
E. Prosedur terapi.
F. Tata cara terapi.
G. Pemantauan..
H. Penatalaksanaan komplikasi..
I. Interaksi obat..
Bab IV. PEDOMAN TROMBOLISIS rt-PA PADA STROKE ISKEMIK
A. Latar belakang
B. Pedoman
trombosis
dengan
intravena.
rt-PA
BAGIAN PERTAMA
BAB I
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
PADA STROKE AKUT
A. UMUM
1. Cara pengukuran. 1,2
Tekanan darah diukur paling sedikit 2 X dengan selang waktu 5 - 20
menit pada sisi kiri dan kanan dengan menggunakan sphygmomanometer
air raksa dalam posisi duduk.
Tekanan darah yang dipakai adalah tekanan darah yang lebih tinggi.
Tekanan darah arterial sistemik rerata adalah tekanan darah sistolik +
dua kali tekanan darah diastolik dibagi tiga. [(sistolik+ 2.diastolik)] / 3.
2. Kriteria obat yang ideal adalah : 1
Kerja cepat dan reversibel,
Efek dapat diprediksi dan dikendalikan,
Rasio terapeutik-toksik rendah,
Mempunyai efek vasodilatasi serebral yang minimal,
Tidak mempunyai efek penekanan terhadap sistim saraf pusat,
Tidak menurunkan aliran darah pada penumbra,
Mudah didapat dan relatif terjangkau.
2. Pedoman Penatalaksanaan.
Pada penderita dengan tekanan darah diastolik > 140 mmHg (atau >110
mmHg bila akan dilakukan terapi trombolisis) 11 diperlakukan sebagai
penderita hipertensi emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem,
nimodipin dan lain-lain.
Jika tekanan darah sistolik > 230 mmHg dan /atau tekanan darah diastolik
121 140 mmHg, berikan labetalol i.v. selama 1 2 menit. Dosis
labetalol dapat diulang atau digandakan setiap 10 20 menit sampai
penurunan tekanan darah yang memuaskan dapat dicapai atau sampai
dosis komulatif 300 mg yang diberikan melalui teknik bolus mini. Setelah
2. Pedoman penatalaksanaan.
Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140
mmHg, berikan nikardipin, diltiazem atau nimodipin (dosis dan cara
pemberian lihat tabel jenis-jenis obat untuk terapi emergensi).
Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140
mmHg, atau tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg :
a. Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Ulangi atau gandakan
setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau
berikan dosis
awal bolus diikuti oleh labetalol drip 2-8 mg/menit atau;
b. Nicardipin 15-17
c. Diltiazem
d. Nimodipin 18
Pada fase akut tekanan darah tak boleh diturunkan lebih dari 20% - 25%
dari tekanan darah arteri rerata.
10
Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg,
tangguhkan pemberian obat anti-hipertensi.
Bila terdapat fasilitas pemantauan tekanan intrakranial, tekanan perfusi
otak harus dipertahankan > 70 mmHg.
Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah
harus dipertahankan dibawah tekanan arterial rata-rata 130 mmHg.
Tekanan darah arterial rata-rata lebih dari 110 mmHg harus dicegah
segera pada waktu pasca-operasi dekompresi.
Bila tekanan darah arterial sistolik turun < 90 mmHg harus diberikan obat
menaikkan tekanan darah (vasopresor).
Perhatian :
1. Peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oleh stress akibat stroke,
kandung kencing yang penuh, nyeri, respon fisiologi dari hipoksia atau
peningkatan tekanan intra-kranial.
2. Dengan memperhatikan dan melakukan penanganan pada keadaan
tersebut di atas akan banyak berpengaruh pada tekanan darah sistemik
pada fase menunggu 5 - 20 menit pengukuran berikutnya.
Dosis
Mula
kerja
Lama
kerja
Efek samping
Keterangan
Labetalol
20-80 mg iv
bolus setiap
10 menit atau
2 mg/menit,
infus kontinyu
5-10
menit
3-6 jam
Terutama untuk
kegawat daruratan
hipertensi, kecuali
pada gagal jantung
akut
Nikardipin
5 15
mg/jam
infus kontinyu
5-15
menit
Sepanjang
infus
berjalan
Nausea,
vomitus,
hipotensi, blok
atau gagal
jantung,
kerusakan hati,
bronkospasme
Takikardi
Diltiazem
5-40 g/kg/
menit infus
kontinyu
5-10
menit
4 jam
Esmolol
200-500 ug/
kg/menit
untuk 4
menit.
selanjutnya
50-300 ug/kg/
menit iv
1-2
menit
10-20
menit
11
12
Cara
pemberian
Mula
kerja
Lama
kerja
Dosis
dewasa
Frekuensi
pemberian
Efek samping
Nifedipin
Oral
15-20
menit
5-10
menit
3-6 jam
10 mg
6 jam
3-6 jam
10 mg
20-30
menit
4-6 jam
6,25-25
mg
6,25-25
mg
30 menit
SL
15-30
menit
5 menit
Clonidin
Oral
30 menit
8-12 jam
12 jam
Prazosin
Oral
15-30
menit
8 jam
0.1-0.2
mg
1-2 mg
Hipotensi,
nyeri kepala,
takikardia,
pusing, muka
merah
Hiperkalemia,
insufisiensi
ginjal,
hipotensi dosis
awal
Sedasi
Minoxidil
Oral
2 menit
12 jam
510mg
12 jam
Labetalol
Oral
2 menit
12 jam
20-80mg
12 jam
Bukal
Kaptopril
Oral
2-3 jam
30 menit
8 jam
Sakit kepala,
fatique,
drowsiness,
weakness
Hirsutisme,
effusi perikard.
Hipotensi
ortostatik,
gg. ejakulasi,
bronkospasme
gg. fungsi hati
19
Obat kombinasi
Dosis (mg)
Benazepril / HCT
(5/6.25,10/12.5,20/12.5,20/25)
Captopril / HCT (25/15,25/25,50/15,50/25)
Enalapril maleate / HCT (5/12.5,10/25)
Lisinopril / HCT (7.5/12.5,15/25)
Quinapril HCI / HCT (10/12.5,20/12.5,20/25)
13
Atenolol/chlorthalidone (50/25,100/25)
Bisoprolol fumarat/HCT
(2,5/6,25,2/6,25.10/6,25)
Propanolol LA/ HCT (40/25,80/25)
Metoprolol Tartrate / HCT (50/25,100/25)
Nadolol/bendrofluthiazide (40/5,80/5)
Timolol maleate / HCT (10/25)
Methyldopa/ HCT (250/15,250/25.500/50)
Reserpine/ HCT (0,125/25,0,125/50
ACEIs: ACE Inhibitor ; ARBs: Angiotensin Reseptor Blockers ; BBs: Beta Blocker
HCT: Hidroklortiazid
Perhatian:
Nifedipin sublingual efeknya sulit diramalkan dan dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah yang drastis sehingga berbahaya bagi perfusi otak pada stroke
fase akut oleh sebab itu harus dihindari pemakaiannya pada kondisi urgensi. 27
Obat sublingual ini hanya boleh diberikan pada kondisi emergensi dimana obat
obat parenteral yang direkomendasikan diatas tidak tersedia.
Ukur ulang 15
Perdarahan Intraserebral
atau
Gangguan end organ
Positif
Obat antihipertensi
parenteral
Negatif
Observasi.
Obat antihipertensi oral
diberikan setelah hari
ke 7 - 10
14
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
15
25.
26.
27.
28.
29.
16
BAB II
PENATALAKSANAAN HIPERGLIKEMIA
PADA STROKE AKUT
A. LATAR BELAKANG
B. PEDOMAN TATALAKSANA
1. Indikasi dan syarat syarat pemberian insulin
Insulin reguler diberikan secara subkutan tiap 6 jam dengan cara skala
luncur seperti tabel berikut ini.
Tabel. Insulin reguler dengan cara Skala Luncur
Glukosa (mg/dL)
< 80
80-150
150-200
201-250
251-300
301-350
351-400
> 400
17
Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan
infus kontinyu dengan dosis dimulai 1 unit/jam, dan dapat dinaikkan
sampai 10 unit/jam. Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap
1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat disesuaikan.
Bila hiperglikemia hebat > 500 mg/dL, diberikan bolus pertama 5-10 unit
insulin reguler tiap jam.
Setelah kadar glukosa darah stabil dengan insulin skala luncur atau infus
kontinyu maka dimulai pemberian insulin reguler subkutan.
KEPUSTAKAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
18
BAB III
PEDOMAN ANTIKOAGULAN
PADA STROKE ISKEMIK
A. LATAR BELAKANG
B. INDIKASI
1.
Prevensi 10
a. Penderita pasca TIA atau pasca stroke iskemik yang memiliki risiko tinggi
untuk emboli otak berulang yang terbukti bersumber dari jantung
misalnya:
Fibrilasi atrium non valvuler
Trombus mural dalam ventrikel kiri
Infark miokard baru
Katup jantung buatan
Trombus pada lumen arteri karotis.
Diseksi karotis.
Hiperkoagulasi.
Sindrom fospolipid.
b. Penderita stroke iskemik dengan trombosis vena dalam, emboli paru,
berbaring lama dengan paresis berat.
2. Terapi 10
a. Trombosis vena serebral
b. Trombosis vena dalam pasca stroke
c. Tromboemboli stroke
19
C. KONTA-INDIKASI
1. Kontraindikasi mutlak
Perdarahan intrakranial
Gangguan hemostasis
Ulkus peptikum aktif
Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
2. Kontraindikasi relatif :
Infark luas dengan pergeseran garis tengah
Hipertensi berat tidak terkontrol (sistolik >200 mmHg, diastolik >120
mmHg)
Ulkus peptikum tidak aktif
Riwayat perdarahan oleh karena pemberian antikoagulan
Riwayat idiosinkrasi dan hipersensitif terhadap antikoagulan karena
potensial terjadi perdarahan.
Varises esofagus
Baru dilakukan tindakan operasi/ biopsi
D. PEMERIKSAAN PENDAHULUAN
1. Anamnesis.
2. Riwayat keluarga : penyakit jantung, DM, stroke, stroke usia muda,
hiperlipidemia, penyakit perdarahan.
3. Riwayat pasien : penyakit jantung, DM, hiperlipidemia, obesitas, penyakit
hepar/ ginjal, penyakit perdarahan.
4. Pemeriksaan fisik :
Status generalis dan status neurologis yang lengkap dengan perhatian
pada tekanan darah dan tanda tanda perdarahan.
Darah :
o Awal : DPL, APTT, PT/ INR, Fibrinogen, D-dimer
o Atas indikasi : AT III, Protein C & S, homosistein
o EKG: fibrilasi atrium, tanda-tanda insufisiensi koroner dan infark
miokard
o Ekokardiografi atas indikasi
TTE : Untuk menentukan adanya trombus mural, kelainan katup
dan miokard.
TEE :
hanya dilakukan bila hasil TTE negatif dan untuk
menentukan adanya trombus mural di atrium kiri.
CT scan : untuk menyingkirkan adanya perdarahan intrakranial
20
Perdarahan (-)
Efek massa (-)
Infark luas
Efek massa (+)
Antikoagulan
Heparin
diteruskan warfarin
Infark hemoragik
Penilaian ulang
6 minggu lagi
21
Cek APTT
(Setelah 6 jam)
Cek APTT
(Setelah 6 jam)
Cek APTT
(Setelah 6 jam)
Dan seterusnya
Dan seterusnya
Dan seterusnya
Dan seterusnya
22
c. Kumarin 16,17
i. Warfarin
: (pemberian malam jam 17.00 19.00)
Hari I
: 2 mg
Hari II
: 2 mg
Hari III
: periksa INR (jam 09.00 11.00), jika didapatkan :
INR 1,1 1,4
: dosis hari ke 3 (10-20% TDM)
Cek ulang INR 1 minggu kemudian
INR 1,5 1,9
: dosis hari ke 3 ( 5-10% TDM)
Cek ulang INR 2 minggu kemudian
INR 2,0 3,0
: tidak ada perubahan dosis
Cek ulang INR 4 minggu kemudian
INR 3,1 3,9
: Hari ke 3 dosis ( 5-10% TDM)
Cek ulang INR 2 minggu kemudian
INR 4,0 5,0
: stop antikoagulan, monitor INR
Sampai 3.0, pasien kontrol tiap hari
(TDM : Total Dosis Mingguan)
ii. Dikumarol :
Hari I
: 1 mg
Hari II
: 1 mg dst
Cara pemberian sama dengan warfarin (1 mg dikumarol = 2 mg
warfarin)
2. Untuk prevensi trombosis vena dalam 17
Heparin 2 x 5000 unit subkutan atau
Low Weight Molecular Heparin 2 x 0,3 cc subkutan selama 7-10 hari (tidak
perlu pemantauan APTT)
3. Untuk terapi trombosis vena serebral / vena dalam 17
(idem a)
G.
PEMANTAUAN
1. Efek terapetik :
APTT : 1,5 2,5 kali kontrol ( 5-10 hari)
Fibrilasi atrium non valvuler : INR 2-3 (target 2,5) seumur hidup
Trombus ventrikel kiri: INR 2-3 (target 2,5) 6 bulan
Infark miokard baru: INR 2-3 (target 2,5) 6 bulan
Katup jantung buatan: INR 3-4 (target 3,5) seumur hidup
2. Efek samping / komplikasi
a. Golongan heparin :
Trombositopeni akibat induksi heparin
Osteoporosis
Perdarahan
Idiosinkrasi
b. Antikoagulan oral :
Nekrosis kulit
Ruam kulit
Diare
Perdarahan ekimosis, hematom, epistaksis, perdarahan cerebral
23
H. PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI 17
1.
Golongan heparin :
Stop heparin
Perdarahan berat : protamin sulfat 10-20 mg
2.
Golongan Kumarin :
Perdarahan :
Perdarahan minor
Perdarahan mayor
I. INTERAKSI OBAT
1. Gangguan absorbsi : kolestiramin
2. Potensiasi :
Fenilbutason
Metronidazol
Trimetoprim-sulfametoksasol
Eritromisin
Steroid anabolik
Klofibrate
Simetidin
Flukonazol
Obat anti-inflamasi non steroid
3. Inhibisi
Barbiturat
Rifampisin
Penisilin
Griseofulvin
KEPUSTAKAAN
1. International Stroke Trial Collaborative Group. The International Stroke Trial
(IST) : A Randomized Trial of Aspirin, Subcutaneous Heparin, Both, or Neither
among 19435 patients with Acute Ischemic Stroke. Lancet 1997; 349: 15691581.
2. Adams HP, Brott TG, Crowell RM, et al. Guidelines for the Management of
Patients with Acute Ischemic Stroke. AHA Medical Scientific Statement 1994:
1901-1914.
3. Wolf PA, Claret CG, Easton JD, et al. Preventing Ischemic Stroke in Patients with
Prior Stroke and Transient Ischemic Attack: AHA Scientific statement. Stroke
1999; 30: 1991-1994.
4. Swanson RA. Intravenous Heparin for Acute Stroke; What We Learn from The
Megatrials?. Neurology 1999; 52: 1746-1750.
5. Sherman DG. Heparin and Heparinoids in Stroke. Neurology 1998;51 (Suppl 3):
S56-58
6. Feinberg WM. Anticoagulation for Prevention of Stroke. Neurology 1998;
51 (Suppl 30): S20-S22.
24
25
BAB IV
PEDOMAN TROMBOLISIS rt-PA INTRAVENA
PADA STROKE ISKEMIK
A. LATAR BELAKANG
26
3. Protokol
4.
Tatalaksana Penyulit
i.
27
KEPUSTAKAAN
1. The National Institute of Neurological Disorders and Stroke rt-PA Stroke Study
Group. Tissue Plasminogen Activator for Acute Ischemic Stroke. N Eng J Med
1995; 333: 1581-1587.
2. Wytik RJ, Pessin MS, Kaplan RF, et al. Serial Assessment of Acute Stroke using
The NIH Stroke Scale. Stroke 1994; 25: 362-365.
3. Hack W, kaste M, Fieschi C, et al. Intravenous Thrombolysis with Recombinant
Tissue Plasminogen Activator for Acute Hemispheric Stroke; The European
Cooperative Acute Atroke Study (ECASS). JAMA 1995; 274: 1017-1025.
28
29
BAB V
PERANAN NEUROPROTEKTAN PADA STROKE AKUT
A. LATAR BELAKANG
B. JENIS-JENIS NEUROPROTEKTAN
1. Neuroprotektan untuk mencegah Early Ischemic Injury 1,2,3,4,5.
Antagonis NMDA (N-methyl D-Aspartate)
Semua obat antagonis NMDA yang telah diuji coba tidak memberikan
manfaat. Yang sedang diuji coba sampai fase III adalah magnesium dengan
dosis 16 mmol MgSO4 diberikan dalam 15 menit, diikuti 65 mmol selama 24
jam pada penderita stroke 12 jam sejak awal serangan (IMAGES :
Intravenous Magnesium Efficacy in Stroke)
Antagonis AMPA.
Lebih aman dibanding antagonis NMDA, saat ini masih dalam penelitian fase
II.
Na channel blocker, belum ada yang efektif.
K channel modulator, masih diuji coba.
BMS-204352. dalam trial fase III, BMS CNS-123-010 dalam penelitian.
POST (Potasium Channel Opener Stroke Trial)
Ca channel blocker, belum ada yang efektif.
Free radical scavenger.
Ebselen ( benzisosenasol). Dari uji klinis terbatas memperlihatkan perbaikan
pada stroke.6
Agonis GABA.
Chlometiazole, pada uji coba fase III pada stroke iskemik luas memberikan
perbaikan, sedangkan pada stroke hemoragik, iskemik dan pada pasien yang
diobati dengan tPA masih diuji coba (CLASS-IHT: The Chlomethiazole Acute
Stroke Study in Ischemic, Hemorrhagic, and tPA-treated patient)
Stabilisasi membran (lihat poin C) 7
a. Citicholin.
b. Piracetam.
2. Neuroprotektan untuk mencegah Reperfusion Injury
Abciximab.
30
Mekanisme kerja:
o Pada level neuronal :
- Berkaitan dengan kepala polar phospholipid membran 8,9,10
- Memperbaiki fluiditas membran sel. 7,8,9,10
- Memperbaiki neurotransmisi 7,9,
- Menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalisa konversi
ADP menjadi ATP 11
o Pada level vaskular :
- Meningkatkan deformabilitas eritrosit 12, maka aliran darah
otak meningkat
- Mengurangi hiper-agregasi platelet 9,11
- Memperbaiki mikrosirkulasi 9,11
Farmakokinetik: 11
Piracetam diabsorbsi sempurna setelah pemberian oral. Kosentrasi
puncak
dalam plasma dicapai dalam waktu 3040 menit, dan
bioavailabilitas oral 100%. Waktu paruh eliminasi 56 jam, namun dapat
meningkat pada usia lanjut terutama pada mereka dengan berbagai
penyakit. Piracetam diekskresi melalui urine secara utuh lebih dari 98 %
Indikasi:
Strok iskemik akut dalam 7 jam pertama dari onset stroke 13
Kontra indikasi :
o Hipersensitivitas terhadap piracetam
o Penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat (creatinine
clearance < 20 ml/menit)
o Perlu perhatian khusus pada pasien dengan stroke hemoragik dan
gangguan immunitas.
Efek samping:
Gelisah, irritabilitas, insomnia, ansietas, tremor, dan agitasi.
Dosis dan cara pemberian :
Pemberian pertama 12 gram perinfus habis dalam 20 menit, dilanjutkan
dengan 3 gram bolus intravena per 6 jam atau 12 gram/24 jam dengan
drip kontinyu sampai dengan hari ke 4. Hari ke 5 sampai dengan akhir
minggu ke 4 diberikan 4,8 gram 3 kali per hari per oral. Minggu ke 5 12
diberikan 2,4 gram 2 kali sehari peroral 13
31
KEPUSTAKAAN
1. American Academy of Neurology, Neurology 2001; 57; 1592 1602.
2. Diener, HC, AlKhadedr. et al. Treatment of Acute Ischemic Stroke with The Lowaffinity, Use-Dependent NMDA Antagomist AR-R15896AR. A Safety and
Tolerability Study. Journal of Neurology, 2002,5: 561-568.
3. Goldberg MP. Cellular Mechanism of Brain Injury in Stroke is Glutamate
Excitotoxicity still Useful Concept ?, American Annual of Neurology, 2002.
4. Pettigrew C. Neuroprotection, American Annual of Neurology, 2003
5. American Neurological Association, Ann Neurol 2000; 48; 713 722
32
33
BAGIAN KEDUA
PREVENSI STROKE
34
BAB VI
GAYA HIDUP SEHAT UNTUK PREVENSI STROKE
A. LATAR BELAKANG 1-3
Stroke adalah akibat dari berbagai penyakit dan keadaan yang banyak
berhubungan dengan gaya hidup.
Gaya hidup ini berupa perilaku dan
lingkungan penyandangnya.
Perilaku tergambar dalam kebiasaan hidup sehari-hari seperti : pola makan,
kebersihan perorangan, pola hidup dan perilaku terhadap upaya kesehatan.
Berbagai usaha pelaksanaan gaya hidup sehat terkait dengan upaya promotif
dan preventif tanpa melupakan tindakan kuratif dan rehabilitatif.
Hal ini sejalan dengan UU No. 23 pasal 3 yang menyebutkan bahwa tujuan
pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.
35
36
KEPUSTAKAAN.
1. Pedoman Umum Kampanye Gaya Hidup Sehat. Depkes RI. Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat. 1977.
2. Department of Health and Human Services. Healthy People 2010, Understanding
and Improving Health US. 2000.
3. Pusat Penyuluhan Kes Mas Depkes RI. Paradigma Sehat, menuju Indonesia
sehat 2010. Jakarta. 1999.
4. Boushey et al. A Quantitative Assessment of Plasma Homocystein as a Risk
Factor for Vascular Disease. Probable Benefits of Increasing Folic Acid Intakes.
JAMA,1995;274: 1049- 1057.
5. Iso et al. Intake of Fish and Omega-3 Fatty Acids and Risk of Stroke in Women.
JAMA,2001; 285: 304- 312.
6. Bogousslavsky et al. Arterial Wall Disease and Stroke Prevention.
Cerebrovascular Dis. 2000; 10 (supl 3):12-21.
7. Goldstein LB, Adams R, Becker K, et al. Primary Prevention of Ischemic Stroke :
A Statement for Healthcare Professionals from the Stroke Council of the
American Heart Association. Stroke. 2001; 32; (1) : 280-99.
8. Krauss RM, Eckel RH, Howard B, et al. AHA Dietary Guidelines Revision 2000: A
Statement for Healthcare Professionals From the Nutrition Committee of the
American Heart Association. Stroke. 2000;31:2751.
9. Pearson et al AHA Guidelines for Primary Prevention of Cardiovascular
Diseases and Stroke: 2002 Update. Circulation, 2002; 106: 388-391.
10. Krishner HS. South Med J, 2003; 96(4): 354-358.
11. Clinical Nutrition Update 2001. Simposium Sehari. Jakarta. 2001.
12. WHO. Global Strategy on Diet. Physical Activity and Health, 2002.
13. May et al. Dietary Folate May Reduce Stroke Risk. Stroke,2002;33:7-12.
14. Ahmad SA. Pengaruh Program Edukasi Keluarga Terhadap Pemulihan Penderita
Stroke Akut. (disertasi). Bandung, Program Pasca Sarjana UNPAD Bandung,
1977.
15. Gorelick et al. Prevention of First Stroke: A Review of Guidelines and A
multidisciplinary Consensus Statement from the National Stroke Association.
JAMA 1999; 1112-1120.
16. Hu et al. Physical Activity and Risk at Stroke in Women. JAMA,2000; 283: 29612967.
17. Suyono H. Gerakan Gaya (pola) Hidup Sehat. YATROKI,2003.
37
BAB VII
PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO
PADA PENCEGAHAN SEKUNDER STROKE
A. LATAR BELAKANG
Resiko stroke meningkat seiring dengan beratnya dan banyaknya faktor risiko. 1
Data epidemiologi menyebutkan risiko untuk timbulnya serangan ulang stroke
adalah 30% dan populasi yang pernah menderita stroke memiliki kemungkinan
serangan ulang adalah 9 kali dibandingkan populasi normal. 2
Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke perlu mengenal dan mengontrol
faktor risiko dan kalau perlu merubah faktor risiko tersebut.
1,2,3
38
Krakteristik pasien
Usia < 65 tahun, tidak ada
faktor risiko *
Usia < 65 tahun, dengan faktor
risiko *
Usia 65-75 tahun, tidak ada
faktor risiko*
Usia 65-75 tahun, dengan faktor
risiko*
Usia > 75 tahun dengan atau
tanpa faktor risiko*
Rekomendasi
Aspirin
Warfarin (INR 2.5; range 2.0-3.0)
Aspirin atau warfarin
Warfarin (INR 2.5; range 2.0-3.0)
Warfarin (INR 2.5; range 2.0-3.0)
39
Karakteristik pasien
Tanpa antiplatelet
sebelumnya
Dengan aspirin
sebelumnya
Dengan antiplatelet
monoterapi
sebelumnya
Rekomendasi
Aspirin 75-150 mg perhari, atau
Dipiridamol SR 200 mg + aspirin 25 mg
2 kali sehari, atau
Ticlopidin 250 mg 2 kali sehari, atau
Clopidogrel 75 mg perhari
Dipiridamol SR 200 mg/aspirin 25 mg
2 kali sehari, atau
Ticlopidine 250 mg 2 kali sehari, atau
Clopidogrel 75 mg perhari
Warfarin, target 2.0-3.0 atau
Ticlopidine atau clopidogrel dengan
dikombinasikan dengan aspirin.
e. Dislipidemia. 11,12
Karakteristik
Rekomendasi
Evaluasi LDL
- Tanpa PJK & < 2 faktor risiko
PJK**
**
Faktor risiko PJK : Laki-laki > 45 tahun; wanita > 55 tahun atau
menopause dini tanpa terapi hormonal, riwayat keluarga dengan PJK
prematur, merokok, hipertensi, HDL < 35 mg %, diabetes melitus.
CT = Cholesterol total; HDL = High Density Lipoprotein; PJK = Penyakit
Jantung Koroner
40
Faktor risiko
Obesitas
Kontrasepsi oral
Merokok
Pencandu alkohol
Kecanduan obat
Hiperhomosisteinemia
Sindrom antifosfolipid
Rekomendasi
Turunkan berat badan (BMI < 30 kg/m2)
Garis lingkar pinggang usahakan < 35 inci
(84 cm) untuk wanita dan < 40 inci (96 cm)
untuk laki-laki.
Hentikan pemakaian kontrasepsi oral pada
wanita yang mempunyai faktor risiko
tambahan lain (merokok atau riwayat
tromboemboli sebelumnya)
Anjurkan pasien dan keluarga untuk
berhenti merokok
Dianjurkan untuk menghindari dan berhenti
minum alkohol
Hentikan dan evaluasi kesehatan penderita
Turunkan sampai < 16 umol/L (berikan
asam folat 400 ug/hari, B6 1.7 mg/hari, B12
2.4 mg/hari, diutamakan dalam bentuk
sayur, buah-buahan, tumbuhan polong,
daging, ikan, beras fortified dan biji-bijian.
Kumarin (INR 2.5) jangka panjang
Pada keguguran berulang berikan aspirin
75 mg/hari dengan dosis rendah 2 x 5000 u
UFH (unfractioned heparin)
Skrining TCD tiap 6 bulan
Transfusi
Lihat bab IV.
KEPUSTAKAAN.
18. Sacco RL. Risk Factor, Outcomes, and Stroke Subtypes for Ischemic Stroke.
Neurology. 1997 ; 49 (5Suppl 4) : S39-44.
19. Boden-Albala B, Sacco RL. Modifiable Risk Factors for Stroke: Hypertension,
Diabetes Mellitus, Lipids, Tobacco use, Physical Inactivity, and Alcohol. In:
Gorelick PB, Alter MA (eds): The Prevention of Stroke. Parthenon Publishing,
New York, 2002, pp 21-37.
20. Fayad P. Identifying and Managing Stroke Risk Factors. New Haven, CT. Yale
University School of Medicine. AAN 2001; 7FC.003-1-15.
21. Sacco RL. Blood Pressure Management for Secondary Stroke Prevention. AAN,
2003
22. Lip GYH. Thromboprophylaxis for Atrial Fibrillation. The Lancet 1999; 353: 4-6.
23. Gorelick PB et al. Prevention of First Stroke: A Review of Guidelines and A
multidisciplinary Consensus Statement from the National Stroke Association.
JAMA 1999; 1112-1120.
24. Greaves, 1999
25. Ray 1997,
41
42
BAB VIII
TINDAKAN MEDIS PADA PREVENSI SEKUNDER STROKE
A. LATAR BELAKANG
Sebagian penderita stroke atau dengan riwayat TIA berisiko untuk terserang
stroke atau TIA kembali, untuk itu diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya
TIA atau stroke berulang dan kejadian vascular lainnya.1,2
Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke selain dari pengendalian dengan
gaya hidup sehat, juga mengendalikan faktor risiko yang dapat diubah, terapi
farmakologi dan terapi bedah. 1,2,3,4,
43
Stenting dan
angioplasty
karotis
Diskripsi
Reseksi plak
dengan atau tanpa
tambalan vena
Pemompaan balon
endovaskular yang
diikuti stenting
Indikasi
Status
Stenosis karotis
simptomatik berat
(>70%)
Telah diselidiki,
sangat
direkomendasikan
Stenosis karotis
simptomatik sedang
(50-69%)
Telah diselidiki,
direkomendasikan
dengan selektif
Stenosis karotis
simptomatik ringan
(<50%)
Telah diselidiki,
tidak
direkomendasikan
Stenosis karotis
asimptomatik berat
(>60%)
Diselidiki,
direkomendasikan
secara selektif
Tidak dapat
dioperasi atau
stenosis karotis
simptomatik berisiko
tinggi
Sedang diselidiki
(??)
KEPUSTAKAAN.
31. Govern RM, Rudd A. Management of Stroke. Postgrad Med J, 2003; 79: 87-92.
32. Fayad P. Identifying and Managing Stroke Risk Factors. New Haven, CT. Yale
University School of Medicine. AAN 2001; 7FC.003-1-15.
44
45
PENATALAKSANAAN UMUM
PASIEN STROKE DI RUMAH SAKIT
A. LATAR BELAKANG.
Contoh penatalaksanaan pasien pada 24 jam pertama seperti tercantum pada tabel
dibawah ini.
PELAYANAN
STROKE AKUT 24 JAM PERTAMA
AKTIFITAS
Bed rest / kursi / ambulasi dengan bantuan / aktivitas normal
PERAWATAN
Kepala dan tubuh atas dalam posisi 30 dengan bahu pada sisi yang lemah
diganjal bantal
Penilaian tanda vital dan neurologis
Periksa kadar oksigen, bila hipoksia berikan oksigen suplemen
Pemasangan infus pada sisi yang sehat
Monitor jantung
Pemberian antikoagulan atau stoking kompresi bagi pasien tirah baring
Perawatan kandung kemih
Perubahan posisi dan perawatan kulit
Latihan ruang lingkup sendi
Mobilisasi dilakukan sesegera mungkin setelah hemodinamik stabil.
NUTRISI
Nutrisi eneral secepat mungkin diberikan.
Penilaian fungsi menelan
Diit sesuai kondisi
Mulai dengan rumatan melalui pipa lambung
MEDIKASI
Medikasi simtomatik
Medikasi untuk penyakit yang menyertai
Pengobatan lanjutan untuk stroke
46
TES DIAGNOSTIK
Permintaan tes diagnostik untuk pemastian penyebab stroke
Permintaan tes untuk memonitor perkembangan
INFORMASI
Pemberian informasi ke pasien dan keluarga mengenai penyakit stroke serta
rencana pengobatan berikutnya.
47
Jumlah total kalori pada fase akut (ebb phase) 25 kkal/kgBB/hari dengan
komposisi lemak 30-35%, protein 1,2 1,5 gr/kgBB/hari dan/atau disesuaikan
dengan komorboditas.
48
Derajat kesadaran
0
1
2
3
1b.
=
=
=
=
sadar penuh
somnolen
stupor
koma
Menjawab pertanyaan
0
1c.
dapat menjawab dua pertanyaan dengan benar (mis. bulan apa sekarang
dan usia pasien)
hanya dapat menjawab satu pertanyaan dengan benar/ tidak dapat
berbicara karena terpasang pipa endotrakea atau disartria
tidak dapat menjawab kedua pertanyaan dengan benar/ afasia/ stupor
Mengikui perintah
0
1
2
=
=
dapat melakukan dua perintah dengan benar (mis. buka dan tutup mata,
kepal dan buka tangan pada sisi yang sehat)
hanya dapat melakukan satu perintah dengan benar
tidak dapat melakukan kedua perintah dengan benar
=
=
=
normal
gerakan abnormal hanya pada satu mata
deviasi konyugat yang kuat atau paresis konyugat total pada kedua mata
=
=
=
=
2. Paresis wajah
0
1
2
3
=
=
=
=
normal
paresis ringan
paresis parsial
paresis total
49
6.
7.
8.
9.
1
2
=
=
3
4
x
=
=
=
=
=
=
=
tidak ada
pada satu ekstremitas
pada dua atau lebih ekstremitas
tidak dapat diperiksa
10. Sensorik
0
1
2
=
=
=
normal
deifisit parsial
defisit berat
=
=
=
=
12. Disartria
0
1
2
x
=
=
=
=
artikulasi normal
disartria ringan-sedang
disartria berat
tidak dapat diperiksa
=
=
=
tidak ada
parsial
total
50