Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

Disseminated Intravascular Coagulation pada Kehamilan

Pembimbing: dr. Astrid Padang, Sp.OG

Oleh :
Alvin Johan

2014-061-047

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kebidanan & Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia
Atma Jaya Jakarta
2016

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI..........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................

1.1 Latar Belakang.........................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................

2.1 Definisi Disseminated intravascular coagulation .....

2.2 Perubahan sistem hemostasis selama kehamilan

2.2.1 Koagulasi dan fibrinolisis.........................................................

2.2.2. Perubahan trombosit .................................................................

2.2.2. Protein regulator .......................................................................

2.3 Disseminated intravascular coagulation pada kehamilan ..

2.3.1. Epidemiologi ................................................................................

2.3.2. Etiologi .........................................................................................

2.3.2.1 DIC yang disebabkan abruptio plasenta/ plasenta previa ......

2.3.2.2 DIC karena perdarahan postpartum .

2.3.2.3 DIC pada preeklamsia dan sindrom HELLP .........................

2.3.2.4 DIC akibat perlemahan hati akut pada kehamilan.................

2.3.2.5 karena abortus sepsis atau infeksi intrauterin ........................

2.3.2.6 DIC yang disebabkan kematian janin intrauterin ..................

2.3.2.7 DIC karena emboli cairan ketuban ........................................

2.3.3 Diagnosis DIC ..............................................................................

2.3.3.1 Manifestasi klinis DIC.............................................................

2.3.3.2 Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis DIC ..................... 10


2.3.3.2.1 Prothrombin dan partial thromboplastin time .............. 10
2.3.3.2.2 Hitung trombosit........................................................... 11
2.3.3.2.3 Pemeriksaan jalur prokoagulan .................................... 11
2.3.3.2.4 Pemeriksaan jalur fibrinolitik ....................................... 12
2.3.3.3 Sistem skoring untuk diagnosis DIC ............................... 12
2.3.4 Tatalaksana DIC pada kehamilan ...

15

2.3.4.1 Pemberian produk darah ... 15


2.3.4.2 Pemberian antikoagulan .

16

2.3.4.3 Tatalaksana perdarahan masif 17


i

BAB III KESIMPULAN.......................................................................................

18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................

19

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini perdarahan obstetrik tetap menjadi penyebab utama tingginya angka
mortalitas ibu diseluruh dunia. Salah satu kondisi terkait kehamilan yang menyebabkan
terjadinya perdarahan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi ini adalah Disseminated
intravascular coagulation (DIC). Pertama kali dideskripsikan oleh Joseph DeLee pada tahun
1901 sebagai suatu keadaan dimana terdapat kecenderungan untuk terjadi perdarahan yang
mengikuti abruptio plasenta. DIC memiliki manifestasi klinis yang luas, mulai dari
thrombosis intravaskular yang bisa saja tidak disadari, kerusakan mikrovaskular, sampai
terjadinya gagal organ dan perdarahan tidak terkontrol. Hal yang menarik disini adalah DIC
selalu terjadi sebagai gangguan sekunder yang menyertai suatu kelainan klinis tertentu..
Berbagai penelitian memperkirakan bahwa insidensi DIC pada seluruh kehamilan
diperkirakan sekitar 3-10 kasus per 100.000 kelahiran. DIC juga dapat menimbulkan
histerektomi post partum, transfusi darah, dan acute tubular necrosis dengan tingkat
morbiditas 6-24%.Deteksi dini DIC penting sehingga tatalaksana untuk kondisi yang
mengancam jiwa ini dapat dilakukan sesegera mungkin.3, 4
Saat ini penegakkan diagnosis DIC masih cukup sulit dilakukaan karena luasnya
gejala klinis yang dapat muncul serta tidak adanya pemeriksaan laboratorium tunggal,
sehingga untuk diagnosis DIC sat ini digunakan sistem skoring dari the international society
ont thrombosis and hemostasis (ISTH). Sayangnya sistem skoring ini masih belum
mempertimbangkan perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh ibu hamil, sehingga masih
perlu dilakukan beberapa modifikasi agar dapat mendeteksi DIC dengan tepat pada popualsi
obstetric. Saat ini tatalaksana DIC pada kehamilan berupa penanganan pada penyakit obsterik
yang menyebabkan terjadinya DIC sambil disertai terapi suportif seperti pemberian produk
darah dan pemberian agen antikoagulan.5, 6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Disseminated intravascular coagulation
Disseminated intravascular coagulation (DIC) merupakan suatu sindrom dengan
karakterisik aktivasi sistemik sistem pembekuan darah, sehingga terjadi thrombosis pada
pembuluh darah berukuran kecil dan sedang di seluruh tubuh. 1, 2 Thrombosis menyeluruh ini
dapat mengganggu supply darah ke berbagai organ dan dapat menyebabkan gagal organ.
Proses thrombosis patologis ini juga diasosiasikan dengan meningkatnya degradasi faktor
koagulasi dan protein antikoagulasi yang diikuti dengan gangguan sintesis faktor-faktor
tersebut sehingga akhirnya dapat terjadi perdarahan karena proses koagulopati konsumtif.3, 4,
5

DIC muncul ketika proses hemostasis yang seharusnya terkontrol dengan baik menjadi

terganggu karena satu dan lain hal. Akibat gangguan kontrol hemostasis ini respons koagulasi
yang awalnya bersifat protektif bagi tubuh manusia, berubah menjadi respons maladaptif
dengan berbagai konsekuensi patologis.6

2.2 Perubahan sistem hemostasis selama kehamilan


Selama kehamilan, kondisi prothrombotik menjadi lebih aktif dibandingkan
fibrinolisis, perubahan ini diduga berperan sebagai proteksi alami tubuh terhadap perdarahan
yang terjadi ketika persalinan dan sesudah persalinan.

2.2.1 Koagulasi dan fibrinolisis


Kehamilan normal diasosiaskan dengan peningkatan kadar fibrinogen, faktor VII,
VIII, X, dan Von Willebrand factor (VWF). Konsentrasi fibrinogen plasma meningkat
sekitar 50% . Rata-rata konsentrasi fibrinogen plasma yang normalnya sekitar 300mg/dL
meningkat menjadi sekitar 500mg/dL pada akhir kehamilan. Peningkatan konsentrasi
fibrinogen ini menyebabkan peningkatan laju endap darah pada bu hamil. Kenaikan
faktor VII dideteksi mencapai >200% dibandingkan kadar normal selama kehamilan.
Peningkatan faktor faktor protrhombotik ini dimediasi oleh aktivitas sel trofoblas
plasenta dan pelepasan fosfolipid plasenta.6 Perubahan konsentrasi faktor koagulasi
selama kehamilan juga dapat ditemukan pada wanita tidak hamil yang menggunakan
kontrasepsi tablet esterogen dan progesteron.7 Penanda lain yang menunjukkan
terjadinya kondisi hiperkoagulasi adalah peningkatan konsentrasi kompleks thrombin2

antithrombin (TAT) dan fragmen prothrombin.8 Konsentrasi plasminogen memang


ditemukan meningkat selama kehamilan, tapi hal ini juga disertai dengan peningkatan
konsentrasi plasminogen activator inhibitor 1 dan 2 (PAI-1 dan PAI-2). Peningkatan
PAI-1 dan PAI-2 ini akan menurunkan aktivitas plasmin selama kehamilan dan baru
akan kembali normal sesudah kehamilan.7 Produksi thrombin juga ditemukan meningkat
selama kehamilan dan baru akan kembali ke konsentrasi normal 1 tahun sesudah
kehamilan. Dalam wanita hamil normal, biarpun terjadi peningkatan ekspresi faktor
pembekuan darah seperti yang disebutkan diatas, tapi tidak terjadi peningkatan waktu
pembekuan darah yang signifikan. Diduga kondisi prothrombotik selama kehamilan ini
juga disertai dengan peningkatan konsentrasi plasminogen dan menurunnya konsentrasi
plasmin inhibitor, 2 antiplasmin yang berperan sebagai mekanisme kontrol untuk
mempertahankan fungsi hemostasis yang normal.

2.2.2 Perubahan Trombosit


Kehamilan normal juga melibatkan perubahan pada trombosit. Jumlah trombosit
menurun sekitar 10% selama kehamilan (jumlah hitung trombosit rata-rata pada wanita
hamil sekitar 213.000/L dibandingkan dengan 250.000/L pada wanita yang tidak
hamil. Penurunan jumlah trombosit pada ibu hamil ini terjadi karena efek hemodilusi
akibat peningkatan volume plama darah pada ibu hamil. Selain karena efek hemodilusi,
terjadi peningkatan aktivasi trombosit, sehingga proporsi trombosit muday nag tampak
lebih besar meningkat. Ada penelitian yang menemukan bahwa produksi thromboxane
A2 yang dapat memicu agregasi trombositmeningkat pada trimester kedua kehamilan.
Penurunan jumlah trombosit ini terlihat paling jelas saat memasuki trimester ketiga dan
biasanya kembali ke nilai normal 6 minggu sesudah persalinan.7, 9

2.2.3 Protein Regulator


Ada beberapa protein yang berperan sebagai inhibitor koagulasi alami dalam
tubuh, seperti protein C, protein S, dan antithrombin. Activated protein C, bersamaan
dengan protein S (kofaktor) dan faktor V berperan sebagai antikoagulan dengan
menetralisir faktor Va dan faktor VIIIa yang merupakan faktor prokoagulan. Selama
kehamilan, resistensi terhadap activated protein C meningkat secara progresif yang
diikuti dengan penurunan konsentrasi protein C teraktivasi, penurunan jumlah protein S,
konsentrasi faktor VIII juga ditemukan meningkat pada ibu hamil. Konsentrasi
antithrombin relatif konstan sepanjang kehamilan.7

Konsentrasi protein S menurun


3

sejak trimester pertama dan kedua dan kemudian tetap stabil sepanjang trimester ketiga.
Resistensi terhadap activated protein C diduga terjadi karena peningkatan aktivitas faktor
VIII atau menurunnya aktivitas protein S. 7, 8

2.3 Disseminated intravascular coagulation pada kehamilan


Sejak tahun 1901 kondisi thrombohemoragic sudah diamati dan dilaporkan terjadi pada
berbagai komplikasi kehamilan seperti abruptio plasenta, intrauterine fetal death, embolisme
cairan amnion, atau aborsi septik. Kehamilan normal memang diasosasikan dengan aktivasi
sistem koagulasi tetapi berbagai komplikasi kehamilan tadi dapat memperberat respons
prokoagulasi yang kemudian dapat mengganggu keseimbangan hemostasis dan menyebabkan
kondisi patologis serius. 4

2.3.1 Epidemiologi
Karena definisi yang digunakan diberbagai negara masih berbeda dan DIC dapat
terjadi dalam berbagai tingkat keparahan, maka menentukan insidensi DIC yang pasti
pada wanita hamil masih sulit dilakukan. 7 Insidensi DIC pada kehamilan di Negara barat
diperkirakan sekitar 3-10 kasus per 100.000 kelahiran. Abruptio placenta muncul pada
sekitar 0,2-0,% kehamilan tetapi hanya 10% dari kasus ini yang diasosiasikan dengan
DIC.4 Mortalitas ibu terkait DIC diperkirakan sekitar 6-24%. Morbiditas maternal yang
terkait dengan DIC pada kehamilan berupa histerektomi postpartum, transfusi darah
masif, dan acute tubular necrosis.1

2.3.2 Etiologi
Penyakit apapun yang dapat meningkatkan kadar faktor prothrombosis,
menurunkan faktor antikoagulan , menyebabkan disfungsi endotel, atau mengganggu
proses fibrinolisis dapat menyebabkan terjadinya DIC.10
Penyebab DIC dalam bidang obstetrik biasanya berupa:1, 3, 6, 8
1. abruptio plasenta / plasenta previa; (37%)
2. perdarahan postpartum (29%);
3. pre-eklamsi, dan sindrom HELLP (14%);
4. perlemakan hati akut pada kehamilan (acute fatty liver of pregnancy) (8%);
5. emboli cairan ketuban(6%);
6. abortus septik dan infeksi intrauterine (6%);
7. kematian janin intrauterine (<1%);
4

2.3.2.1 Disseminated intravascular coagulation yang disebabkan oleh abruptio


plasenta / plasenta previa
Abruptio plasenta merupakan penyebab tersering DIC pada bidang obstetrik,
atau bahkan dalam dunia kedokteran.7 Lepasnya plasenta secara mendadak pada
abruptio plasenta menyebabkan lepasnya faktor prokoagulan kedalam sirkulasi
maternal, menyebabkan terjadinya akativasi sistem koagulasi intravaskular. Hipoksia
dan hipovolemia dapat memicu respons endotel yang berupa peningkatan ekspresi
vascular endothelial growth factor (VEGF) yang kemudian meningkatkan ekspresi
endothelial tissue factor (TF).8 Peningkatan ekspresi TF dan thromboplastin ini
menyebabkan konsumsi dari faktor-faktor koagulasi, deposisi fibrin di sirkulasi mikro,
dan juga pembentukan thrombus pada permukaan desidual maternal pada lokasi
lepasnya plasenta. Sebagai dampak koagulasi intravaskular ini, maka terjadi aktivasi
plasminogen menjadi plasmin yang kemudian akan menghancurkan mikroemboli fibrin
untuk mempertahankan patensi mikrovaskular. Kebanyakan wanita dengan abruption
plasenta akan

memiliki gangguan koagulasi intravaskular. Pada kasus abruption

plasenta yang cukup parah sampai menyebabkan kematian fetus, konsentrasi produk
degradasi fibrinogen-fibrin dan D-dimers ditemukan meningkat meskipun secara klinis
kuantifikasi ini tidak terlalu berguna.7, 8
Produk degradasi fibrin seperti D-dimer ini seringkali meningkat saat kehamilan
normal, dan masih belum ada penelitian yang menentukan nilai normal produk
degradasi fibrin ini pada wanita hamil sehingga penggunaan perhitungan konsentrasi
produk degradasi fibrin ini dianggap kurang bisa diandalkan untuk keperluan diagnosis
pada wanita hamil.11Koagulasi konsumtif lebih mungkin terjadi dengan abruptio
tertutup (concealed abruption) karena tekanan intrauterinnya lebih tinggi sehingga
mendorong thromboplastin masuk kedalam vena-vena besar yang jadi tempat aliran
darah balik dari lokasi implantasi. Dengan abruption parsial dengan fetus hidup,
gangguan koagulasi parah jarang ditemukan.7
2.3.2.2 Disseminated intravascular coagulation karena perdarahan postpartum
Perdarahan postpartum masif didefiniskan dengan kehilangan darah >1500 ml.
PErdarahan sebanyak ini cukup sering ditemui pada wanita hamil dengan plasenta
previa, abruptio placenta, atau karne trauma operasi. Insidensi DIC karena perdarahan
masif dalam bidang obstetri sebesar 0,15% sampai 1,5%. Perdarahan menyebabkan
shock hipovolemik, diikuti dengan hipoksia. Hipoksia melepaskan TF yang kemudian
5

mengaktivasi jalur koagulasi. Terjadi deposisi fibrinogen di pembuluh darah kecil yang
disertai pemecahannya menjadi produk degradasi fibrinogen. Terbentuknya produk
degradasi fibrinogen ini menstimulasi fibrinolisis. Perdarahan yang banyak juga
mengurangi konsentrasi faktor koagulasi dalam darah. Pasien dengan perdarahan post
partum harus ditangani sebagai faktor dengan risiko tinggi untuk mengalami DIC.
Pemberian tatalaksana yang tepat baik secara farmakologis, maupun pemberian produk
darah,atau cairan infus untuk mepertahankan sirkulasi ibu dapat mencegah terjadinya
DIC.3, 8

2.3.2.3 Disseminated intravascular coagulation pada preeklamsia dan sindrom


HELLP
Preeklamsia terjadi pada sekitar 5-8% kehamilan. Preeklamsi diduga terjadi
karena respons abnormal maternal terhadap plasentasi. DIC pada preeklamsia diduga
terjadi karena peningkatan tissue factor (TF) dari sel desidua. Peningkatan ini
dibuktikan dengan pewarnaan imunohistokimia pada lempeng desidua plasenta pada
kehamilan dengan preeklamsia. Selain peningkatan TF dapat juga terjadi penignkatan
VEGF pada preeklamsi berat. Peningkatan TF dan VEGF akan memicu aktivasi sistem
koagulasi. Peningkatan konsentrasi thrombomodulin dan fosfolipid prokoagulan
ditemukan pada serum darah wanita hamil dengan eklamsia. Aktivasi sistem koagulasi
ini juga diiukti oleh aktivasi jalur fibrinolitik, yang dibuktikan dengan konsentrasi PAI2 dalam plasma yang rendah dan meningkatnya konsumsi trombosit sehingga terjadi
trombositopenia.8
Sindrom HELLP sebuah sindrom dengan tiga gejala utama yaitu hemolysis,
peningkatan enzim hati, dan menurunnya jumlah trombosit. Diduga ada mediator
tertentu dari plasenta yang menyebabkan kondisi inflamasi akut pada sel endotel liver.
1

Sebagian ahli menganggap sindrom HELLP termasuk dalam preeklamsi derajat berat

dan sebagian lainnya menganggap bahwa preeklamsia dan sindrom HELLP merupakan
dua kelainan berbeda dengan gejala klinis yang saling tumpang tindih. Sebanyak 1520% pasien dengan sindrom HELLP tidak memiliki hipertensi atau proteinuria.

12

Sindrom ini terjadi karena perkembangan dan fungsi plasenta yang terganggu sehinnga
terjadi iskemia pada plasenta. Kondisi iskemi ini kemudian memicu pelepasan berbagai
faktor mediasi yang menyebabkan disfungsi sel endotel. Disfungsi endotel ini
menyebabkan gangguan relaksasi otot polos vasukar, pelepasan vasokonstriktor, dan
aktivasi trombosit.
6

Pada wanita dengan sindrom HELLP terjadi penurunan produksi fibrinogen


,faktor koagulan, dan juga penurunan produksi faktor antikoagulan, akan tetapi
perubahan komponen hemostasis tersebut diduga bukan penyebab utama terjadinya
DIC pada pasien dengan sindrom HELLP , karen DIC hanya terjadi pada sebagian
kecil pasien. Penyebab utama DIC pada pasien dengan sindrom HELLP diduga karena
anemia hemolitik mikro angiopati derajat berat. 3
2.3.2.4 Disseminated intravascular coagulation akibat perlemakan hati akut pada
kehamilan

(acute fatty liver of pregnancy)

Sebenarnya perlemakan hati akut pada kehamilan merupakan kejadian yang


cukup jarang terjadi dan umumnya terjadi pada trimester ketiga kehamilan dengan
insidensi sekitar 11 14 kasus per 100.000 kehamilan. Meskipun jarang terjadi tetapi
dapat menyebabkan komplikasi kehamilan yang fatal. Keadaan ini dimulai dengan
infiltrasi lemak pada hepatosit melalui mikrovaskular yang diikuti oleh menurunnya
fungsi hati secara progresif tanpa mengganggu struktur hati. Penelitian menunjukkan
ada defek genetik pada oksidasi beta (beta oxidation) asam lemak yang merupakan
pathogenesis dari perlemakan hati akut ini. DIC pada keadaan ini disebabkan oleh
gangguan fungsi hati berat sehingga produksi fibrinogen maupun faktor koagulasi
lainnya menjadi berkurang. Defisiensi anti thrombin III juga dilaporkan terjadi pada
perlemakan hati akut pada kehamilan. DIC merupakan manifestasi klinis utama dalam
perlemakan hati pada kehamilan dan menunjukkan keparahan kerusakan hati. 1, 3, 8

2.3.2.5 Disseminated intravascular coagulation karena abortus sepsis atau infeksi


intrauterine
Abortus sepsis dan infeksi uterin postpartum dapat menyebabkan DIC dan
merupakan salah satu penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas maternal pada
negara berkembang. Pasien sepsis dengan DIC dapat mengalai gangguan sistem organ
karena terjadi gangguan thromboemboli seperti purpura fulminant atau deposisi fibrin
pada mikrovaskular. Selain gagal organ, secara klinis pasien juga dapat mengalami
perdarahan. Mekanisme terjadinya DIC pada kondisi sepsis ini karena pelepasan sitokin
inflamasi, terutama IL-6, IL-8, dan TNF yang kemudian mengaktivasi TF sehingga
jalur koagulasi menjadi teraktivasi. Hal ini disertai dengan inhibisi faktor antikoagulan
alami tubuh seperti AT, protein C, protein S, dan APC yang menyebabkan deposisi
fibrinogen pada mikrovaskular. Proses thrombosis yang terjadi secara diseminata ini
7

akan semakin mengurangi konsentrasi faktor prokoagulan dan menyebabkan konsumtif


koagulopati. Konsentrasi plasminogen darah sempat meningkat sesaat, tetapi segera
menurun karena peningkatan kosentrasi PAI-1. Thrombositopenia juga dapat
ditemukan juga pada pasien dengan sepsis karena aktivasi trombosit oleh endotoksin
maupun oleh membran sel bakteri. Spesies bakteri tertentu seperti Staphylococcus
aureus, Streptococcus pneumonia, Streptococcus gordonii, dan Streptococcus sanguinis
dapat menyebabkan aktivasi trombosit dengan berikatan secara tidak langsung dengan
reseptor FcRIIa pada membran trombosit dan mungkin merupakan penyebab DIC
pada pasien sepsis. 8, 13

2.3.2.6 Disseminated intravascular coagulation yang disebabkan kematian janin


intrauterin
Kematian

janin intrauterine ditemukan pada <1% kehamilan. Biasanya

diasosiasikan dengan DIC yang terjadi secara kronis, dimana janin sudah mati dan tetap
berada dalam uterus selama lebih dari 5 minggu. DIC karena kematian janin
intrauterine ini juga kadang disebut sebagai fetal death syndrome. DIC ini terjadi
karena pelepasan thromboplastin dari janin yang mati yang kemudian menyebabkan
aktivasi trombosit ibu sehingga terjadi konsumsi fibrinogen yang berlebihan dalam
plasenta dan intravaskular ibu. Cairan ketuban yang diambil dari wanita dengan fetal
death syndrome memiliki konsentrasi tissue factor (TF) yang lebih tinggi.8

2.3.2.7 Disseminated intravascular coagulation karena emboli cairan ketuban


Emboli cairan ketuban

merupakan kondisi klinis yang dapat terjadi ketika

proses persalinan sampai 48 jam post partum. Meskipun ada sejumlah kecil kasus yang
melaporkan kejadian emboli cairan ketuban selama periode antenatal. Gambaran
klinisnya berupa hipotensi, aritmia, sianosis, dyspnea, perubahan status mental, dan
perdarahan. Diperkirakan tingkat kematian maternal karena emboli cairan ketuban ini
sekitar 6-44%.

1, 8

Penyebab terjadinya DIC pada emboli cairan ketuban ini masih

kurang dipahami dengan baik. Emboli cairan ketuban terjadi karena terjadi robekan
pada membran fetus atau pada pembuluh darah uterus sehingga cairan ketuban masuk
kedalam sirkulasi maternal dan kemudian menyebabkan terjadinya vasopasme disertai
blokade pembuluh darah pulmoner. Kemudian terjadi gagal jantung kanan karena
ventrikel kanan tidak mampu memompa darah ke paru, yang segera diikuti gagal
jantung kiri karena ventrikel kiri tidak mendapatkan darah dari paru. Cairan ketuban
8

juga kaya dengan TF, yang kemudian mengativasi faktor VII yang mengaktivasi faktor
X. Aktivasi faktor X memulai aktivasi jalur koagulasi. DIC pada kasus emboli cairan
ketuban terjadi karena koagulopati konsumtif dan merupakan komplikasi yang jarang
terjadi. Pasien dengan emboli cairan ketuban dapat meninggal karena gangguan
respirasi atau sirkulasi.7, 8

2.3.3 Diagnosis disseminated intravascular coagulation


Diagnosis didapat berdasarkan kecurigaan klinis dan didukung oleh hasil pemeriksaan
laboratorium, meskipun tidak ada pemeriksaan laboratorium tunggal yang dapat
mendiagnosis DIC.

2.3.3.1 Manifestasi klinis disseminated intravascular coagulation


DIC merupakan gangguan thromboemboli yang didapat dan manifestasi klinis
yang muncul tergantung dari patologi penyakit yang menjadi penyebabnya. Spektrum
klinis dari DIC cukup beragam dari thrombosis sampai perdarahan, tergantung dari
interaksi antara berbagai komponen hemostasis yang teraktivasi. Pada stadium awal
(periode akut), terjadi produksi thrombin berlebihan karena eksposur darah terhadap
tissue factor dalam jumlah besar. Aktivasi jalur koagulasi ini terjadi secara cepat.
Hasil interaksi komponen hemostasis memiliki hasil akhir antara terjadinya
thrombosis jika yang dominan merupakan jalur prothrombotik atau perdarahan jika
yang dominan merupakan jalur proteolitik. Pada umumnya manifestasi klinis awal
yang terjadi berupa gangguan akibat thrombosis, baru diikuti kelainan berupa
perdarahan begitu sudah terjadi koagulopai konsumtif.
Jika thrombosis merupakan hasil akhir yang dominan dari aktivasi berbagai
komponen hemostasis, maka akan ditemukan gangguan pada organ karena gangguan
perfusi akibat sumbatan darah oleh thrombus. Manifestasi klinis yang muncul akibat
terbentuknya thrombus dapat berupa gagal ginjal yang sering dijumpai pada tahap awal
DIC yang terjadi karena sepsis . Acute respiratory distress syndrome merupakan
manifestasi awal DIC yang terjadi karena trauma atau emboli cairan ketuban. 5
Kelainan perdarahan biasanya berupa perdarahan pada traktus gastrointestinal
atau pada traktus urinarius dan kulit. Pada ibu hamil yang memiliki kelainan yang
sering diasosaisikan dengan DIC, maka sebaiknya pemeriksa melakukan pemeriksaan
kulit dengan teliti.Lesi kulit baru yang berupa petekie, purpura, atau bula hemoragik
9

memiliki nilai diagnostic untuk DIC. Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis yang
paling sering ditemukan pada pasien dengan DIC. Perdarahan pada kelenjar adrenal
dapat menyebabkan nekrosis kelenjar adrenal.5

Perdarahan yang tidak berhenti-

berhenti dari lokasi pungsi vena atau insisi bedah juga dapat dianggap sebagai
manifestasi perdarahan

dari DIC.Perdarahan dalam jumlah besar kemudian dapat

menyebabkan perubahan status mental, gagal ginjal akut, hipoksia dan shock
hipovolemik.
Meskipun jarang terjadi tapi kadang dapat ditemukan abdominal compartment
syndrome pada pasie ndengan DIC. Abdominal compartment syndrome merupakan
kondisi dimana perfusi jaringan dan fungsi organ terganggu karena meningkatnya
tekanan dalam rongga abdomen, yang kemudian menyebabkan gangguan sirkulasi
sistemik. Gambaran kliis dari abdominal compartment syndrome berupa insufisiensi
kardiovaskular, gagal napas, gagal ginjal, distensi abdomen dan meningkatnya tekanan
intraabdominal. Gejala akan membaik dengan dekompresi secara surgikal.1
2.3.3.2 Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis disseminated intravascular
coagulation
Pemeriksaan laboratorium biasanya mencakup parameter untuk menilai
komponen yang terlibat dalam proses prokoagulasi dan fibrinolitik serta tanda-tanda
dari gagal organ. Dalam tatalaksana pasien DIC, penting untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium tersebut secara berkala. Penelitiaan meta-analysis menunjukkan
pemeriksaan laboratorium abnormal yang paling sering ditemui pada DIC adalah
thrombocytopenia, peningkatan D-dimer serta pemanjangan PT dan aPTT.1

2.3.3.2.1 Prothrombin dan partial thromboplastin time


Hasil pemeriksaan PT dapat menunjukkan defisiensi dari faktor I,II, V,
VII, X dan digunakan untuk evaluasi jalur ekstrinsik dari proses koagulasi.
aPTT digunakan untuk evaluasi faktor I,II,V,VIII,IX,XI,XII yang terlibat
dalam jalur intrinsik. Dalam kehamilan normal, waktu PT dan aPTT biasanya
memendek, tetapi tidak signifikan. Pemanjangan waktu PT dan aPTT
ditemukan

pada 50-69 %

kasus DIC. Pemanjangan waktu pembekuan

dianggap signifikan jika didapat sesudah test berulang dan nilanya >1,5 x dari
normal untuk PT dan >2,5 x dari normal untuk aPTT. Pemanjangan PT

10

maupun aPTT ini baru mulai terjadi saat jumlah faktor koagulasi dalam darah
sudah kurang dari 50%. 1,3,8

2.3.3.2.2 Hitung trombosit


Hitung trombosit dapat dilakukan dengan mudah dan merupakan
indicator dari koagulopati konsumtif dengan sensitivitas yang tinggi tapi
spesifisitas yang rendah. Hitung trombosit juga ditemukan rendah pada berbagai
kondisi medis kronis, infeksi malaria dan demam berdarah, karena supresi imun,
dan obat-obatan tertentu. Pada wanita hamil dapat terjadi trombositopenia
gestasional pada trimester ketiga dan dapat mempersulit diagnosis DIC. Salah
satu cara membedakan keduanya adalah dengan melakukan pemreiksaan hitung
trombosit serial. Pada DIC dapat ditemukan tren penurunan jumlah trombosit.
Hitung trombosit digunakan untuk menentukan derajat aktivasi trombosit.
Jumlah trombosit <100.000 sel / L sugestif bahwa telah terjadi DIC dan
ditemukan pada >90% pasien. 3, 8

2.3.3.2.3 Pemeriksaan jalur prokoagulan


Pemeriksaan ini mencakup pemeriksaan untuk Prothrombin fragments
1+2 (PF 1+2), thrombin antithrombin xomplex (TAT), dan soluble fibrin dalam
darah, Konsentrasi plasma dari pemeriksaan tersebut menunjukkan aktivitas
thrombin pada pasien dengan DIC. PF 1+2 merupakan molekul yang terbentuk
saat konversi prothrombin menjadi thrombin, kadar PF 1+2 meningkat pada
>90% pasien dengan DIC. TAT merupakan kompleks yang terbentuk oleh
prethrombin 2 dan antagonis utamanya, yaitu antithrombin, keduanya
membentuk kompleks enzyme inhibitor inaktif yang stabil, kadar TAT
meningkat pada 80-90% pasien dengan DIC. Soluble fibrin monomer (FM),
memerlukan pemeriksaan ELISA, meningkatnya FM melebihi nilai normal
(<15nmol/L) ditemukan pada 75-80% pasien dengan DIC. Ketiganya saling
berkorelasi dan nilanya ditemukan meningkat pada pasien dengan DIC.
Konsentrasi fibrinogen plasma yang menurun <150mg/dL ditemukan pada 70%
pasien dengan DIC. Konsentrasi fibrinogen plasma meningkat karena proses
fisiologis kehamilan, sehingga penurunannya yang patologis dapat tersembunyi
pada populasi ini.8

11

2.3.3.2.4 Pemeriksaan jalur fibrinolitik


Mencakup pemeriksaan produk sisa dari fibrinolysis yang mencakup
fibrin degradation product (FDP), D-dimer, dan kandungan PAI-1 plasma.
Pemeriksaan FDP dan D-dimer digunakan untuk mengukur tingkat produksi
fibrin secara tidak langsung. Keduanya merupakan indicator sensitive untuk
DIC dalam obstetric tapi memiliki spesifisitas yang rendah karena
konsentrasinya juga meningkat pada kehamilan normal. Peningkatan FDP
terjadi karena proses biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin sehingga
secara indikatif menunjukkan konsentrasi plasmin dalam darah, meningkatnya
FDP >40g/mL

ditemukan pada 85-100% pasien dengan DIC. D-dimer

merupakan produk lysis cross-linked fibrin oleh plasmin. Peningkatan D-dimer


>1,7g/mL ditemukan pada 90% pasien dengan DIC.8

2.3.3.3 Sistem skoring untuk diagnosis disseminated intravascular coagulation


Tidak ada pemeriksaan laboratorium tunggal dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang cukup baik untuk mendiagnosis DIC sehingga dikembangkan sistem skoring yang
terdiri atas perhitungan beberapa hasil

pemeriksaan laboratorium.8 Ada tiga sistem

skoring yang direkomendasikan untuk mendiagnosis DIC, yaitu skor The International
Society of Thrombosis and Hemostasis (ISTH) , skoring dari the Japanese Ministry of
Health and Welfare (JMHW), dan skoring oleh the Japanese Association for Acute
Medicine (JAAM).2,

14

Ketiga sistem skoring ini melakukan perhitungan skor

nerdasarkan hasil pemeriksaan parameter koagulasi yang mirip tetapi memiliki cut-off
values yang berbeda, sehingga masing-masing sistem skoring tersebut memiliki
spesifisitas dan sensitivtias diagnosis yang berbeda. Guideline yang dikeluarkan oleh
the British Society of Haematology menganggap skor ISTH sebagai alat diagnosis
terbaik untuk DIC. Skor ISTH ini memiliki sensitivitas sebesar 91% dan spesifisitas
sebesar 97%.

12

Sistem skoring ini (gambar 1.) hanya digunakan pada pasien dengan berbagai kelainan
yang sering diasosiasikan dengan DIC. 2, 14

Gambar 1. International Society of Thrombosis and Hemostasis (ISTH) DIC Scoring System1

Perhitungan skor dilakukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium untuk hitung


trombosit, produk degradasi fibrin, D-dimer, dan waktu PT, dan konsentrasi fibrinogen
darah. Skor 5 dan lebih dianggap sebagai overt DIC. Skor < 5 sugestif bukan DIC
meskipun demikian pemeriksaan tetap perlu dilakukan pemeriksaan ulang sesudah 1
2 hari.1
Sistem skoring DIC dari ISTH ini belum divalidasi untuk pasien obstetric.1 Nilai
referensi parameter koagulasi yang digunakan pada scoring DIC ISTH itu tidak
memperhitungkan perubahan parameter koagulasi yang terjadi saat kehamilan.
Penggunaannya pada populasi ibu hamil diduga akan memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang berbeda. Dari empat parameter koagulasi yang digunakan untuk
menghitung skoring ISTH, tiga dari empat parameter ini mengalami perubahan pada
kehamilan. Fibrinogen meningkat saat kehamilan terutama saat trimester ketiga dan
turun dua hari sesudah persalinan. Kehamilan juga merupakan suatu kondisi khusus
dimana jumlah trombosit menurun seiring dengan bertambahnya usia kehamilan,
sekitar 7% wanita hamil akan mengalami thrombositopenia. Parameter koagulasi lain
yang juga berubah selama kehamilan adalah konsentrasi D-dimer atau produk degradasi
protein juga meningkat selama kehamilan terutama sesudah usia gestasi 20 minggu.
13

Batas atas konsentrasi D-dimer pada populasi umum adalah 0,5 mg/L, selama trimester
ketiga kehamilan, hamper semua pasien memiliki konsentrasi D-dimer > 0,5 mg/L. Hal
ini menyebabkan nilai diagnostic parameter ini menjadi sangat rendah pada populasi
ibu hamil. Pada kehamilan terjadi sedikit perubahan nilai PT tetapi perubahannya tidak
signifikan.
Erez et al. pada tahun 2014 mengembangkan sistem skoring DIC ISTH yang
telah dimodifikasi untuk ibu hamil (tabel 1). Sistem skoring modifikasi ini dibuat
dengan mempertimbangkan perubahan parameter koagulasi pada ibu hamil. Erez et al.
menghilangkan

parameter

konsentrasi

D-dimer

karena

perubahanya

tidak

mempengaruhi diagnosis DIC(tidak seperti pada populasi umum). Selain itu


perhitungan PT dalam skor modifikasi ini menggunakan PT difference yang
didefinisikan sebagai perbedaan PT pasien dengan nilai normal dari laboratorium.
Sistem skoring ISTH modifikasi ini menggunakan nilai cutoff 26. Dengan sensitivitas
diagnosis 88% dan spesifisitas 96%.15
Tabel 1. Skor ISTH modifikasi oleh Erez et al.15

Parameter

Skor

PT difference (dalam detik)


<0,5

0,5-1

1-1,5

12

>1,5

25

Trombosit (109/L)
<50

50-100

100-185

>185

Fibrinogen (g/L)
<3

25

3-4

4-4,5

>4,5

*dengan cutoff point 26 skoring ISTH modifikasi ini memiliki sensitivitas


88% dan spesifititas 96% dalam mendeteksi DIC pada populasi obstetrik.

14

Sistem skoring modifikasi ISTH oleh Erez et al. ini merupakan sistem skoring DIC
pertama yang khusus ditujukan untuk mendiagnosis DIC pada populasi obstetrik. Kelemahan
skoring ini adalah pengembangan skor modifiaksi ini berdasarkan penelitian retrospektif dari
data terbatas yang sudah ada. Masih diperlukan penelitian prospektif lanjutan untuk memvalidasi
sistem skoring modifikasi ini.15

2.3.4.Tatalaksana disseminated intravascular coagulation pada kehamilan


Kunci tatalaksana DIC adalah pendekatan multidisplin dengan melibatkan dokteer
anestesi dan hematologist.

DIC merupakan komplikasi dari penyakit lain yang

mendahulinya, maka tatalaksana penyakit yang menjadi penyebab DIC

harus diberikan

sambil melakukan tatalaksana suportif yang bertujuan untuk memperbaiki kelainan koagulasi.
Jika penyakit obstetrik yang mendahului DIC terkoreksi, DIC biasanya akan segera
berhenti.5, 6
2.3.4.1 Pemberian produk darah
Terapi produk darah sebaiknya diberikan dengan mempertimbangkan kondisi
klinis dan hasil laboratorium. Saat terjadi DIC karena perdarahan, perlu segera
diberikan transfusi dengan menggunakan massive transfusion protocol. Protokol ini
mencakup transfusi sel darah merah, fresh frozen plasma, dan trombosit dengan rasio
1:1:1 dengan pemberian fibrinogen bila perlu. Secara umum pemberian trombosit baru
dilakukan pada pasien dengan hitung trombosit < 50.000 yang sedang mengalami
perdarahan aktif, untuk pasien yang tidak sedang mengalami perdarahan transfusi
trombosit baru dilakukan jika jumlah trombosit <30.000.1, 6, 8
Pemberian transfusi trombosit untuk profilaksis tidak memberikan keuntungan.
Fresh frozen plasma kaya dengan faktor koagulasi kecuali fibrinogen. Guideline
menyarankan transfusi FFP dalam jumlah besar saat ditemukan pemanjangan PT dan
APTT >1.5 kali dari nilai normal. Dosis FFP adalah 10-15 ml/kg. FFP tidak perlu
diberikan pada pasien yang tidak mengalami perdarahan atau tidak akan menjalani
tindakan invasive meskipun ditemukan waktu PT dan aPTT yang memanjang. Jika
transfusi FFP tidak memungkinkan (seperti pada pasien dengan overload cairan), maka
pemberian prothrombin complex concentrate (PCC) 25-30U/kg dapat dicoba.
Konsentrat ini hanya memperbaiki sebagian defisit faktor koagulan, karena hanya
mengandung faktor koagulan yang dependen terhadap vitamin K, sedangkan pada DIC
terjadi defisiensifaktor koagulasi yang global. Sebaiknya digunakan non-activated PCC
, penggunaan activated PCC ditakutkan akan memicu DIC.
15

Terapi penggani fibrinogen diberikan terutama pada pasien yang mengalami DIC
karena perdarahan postpartum. Pada hipofibrinogenemia berat( 1g/L), harus segera
diberikan

konentrat

fibrinogen.

Konsentratfibrinogen

memiliki

keuntungan

dibandingkan pemberian cryoprecipitate karena tidak ada risiko transmisi infeksi virus
dengan pemberian konsentrat fibrinogen.6, 8
2.3.4.2 Pemberian antikoagulan
Antithrombin dapat digunakan sebagai monoterapi pada pasien dengan DIC
obstetric dan dengan konsentrasi antithrombin plasma <70%.Pada sebuah randomized
controlled trial, konsentrat antithrombin (1500U/hari selama 7 hari) diberikan pada
pasien dengan pre-eklamsi berat. Terjadi peningkatan parameter koagulasi dan
biopshysical score profile yang signifikan pada grup yang mendapat terapi antithrombin
dan tidak ditemukan efek samping yang diasosiasikan dengan terapi ini.
Heparin dapat digunakan sebagai tatalaksana DIC karena proses kaogulasi yang
teraktivasi secara abnormal. Hasil penelitian masih menunjukkan masil yang beragam
mengeai efektifitas pemberian heparin. Penggunaan terapi heparin disarankan untuk
kondisi dengan deposisi fibrin menyeluruh pada pembuluh darah atau pada kejadian
dimana terdapat thrombosis yang jelas. Pengguaan heparin sebagai thromboprophylaxis
ini dapat diberikan pada kompliasi kehamilan yang muncul karena gangguan oleh
plasenta.
Activated protein C (APC) yang merupakan inaktivator psikologis untuk faktor
Va dan VIIIa juga efektif pada pasien yang mengalami DIC karena sepsis. Sebuah
penelitian multisenter menunjukkan penggunaan recombinant human APC pada dosis
24g/kg/jam yang diberikan secara intravena selama 96 jam. Hasil penelitian
menunjukkan terapi ini dapat mengurangi risiko terjadinya DIC pada pasien yang
rentan dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan placebo. Akan tetapi terdapat
peningkatan insidensi peningkatan perdarahan pada kelompok yang mendapatkan terapi
APC. 6, 8
2.3.4.3 Tatalaksana perdarahan masif
Mortalitas

pada DIC seringkali disebabkan karena perdarahan. Selain itu

perdarahan juga menimbulkan morbiditas dengan sekuele jangka panjang. Terjadinya


perdarahan masif lebih sering ditemui pada DIC karena perdarahan postpartum.
Resusitasi agresif adalah kunci untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang tinggi
16

ini. Tujuan resusitasi adalah mencapai tekanan darah normal dan mempertahankan suhu
yang normal pada pasien dengan faktor kaogulasi yang cukup. Pemasangan dua kanula
intravena berukuran besar harus segera dilakukan sehingga cairan dapat dimasukkan
secara cepat untuk mencegah terjadinya shock. Pemilihan cairan kristaloid atau koloid
dalam resusitasi masih diperdebatkan tetapi pada umumnya cairan kristaloid lebih
sering digunakan.
faktor koagusi dan

Pemberian cairan yang terlalu cepat dapat menyebabkan dilusi


sehingga penting untuk memasukkan juga produk darah saat

melakukan resusitasi dalam jumlah besar.


Sebaiknya segera disiapkan darah golongan darah O dengan Rh (-) dari bank
darah sambil menunggu darah

golongan ABO yang sudah di cross match dan

diskrining. Pada umumnya pasien dengan DIC memerlukan darah dalam jumlah besar,
sehingga sebaiknya darah yang akan dimasukkan sudah dihangatkan terlebih dahulu
untuk mencegah hipotermia. Resusitasi dengan menggunakan packed red blood cell
(PRC) dapat menyebabkan koagulopati dilusional jika diberikan lebih dari 5 unit.
Karenanya pemberian PRC sebaiknya disertai juga dengan transfusi FFP dengan rasio
1:1 dan diasosiasikan dengan peningkatan survival rate. Tranfusi trombosit juga dapat
diberikan sebanyak 1 atau 2 unit untuk setiap 8-10 unit PRC yang diberikan. Pemberian
cairan dan juga produk darah diteruskan sampai pemeriksaan laboratorium yang
mencakup pemeriksaan darah lengkap dan parameter koagulasi dilakukan dan
menunjukkan hasil yang normal.1, 6

17

BAB III
KESIMPULAN
DIC muncul ketika proses hemostasis yang seharusnya terkontrol dengan baik
menjadi terganggu karena satu dan lain hal. Akibat gangguan kontrol hemostasis ini respons
koagulasi yang awalnya bersifat protektif bagi tubuh manusia, berubah menjadi respons
maladaptif dengan berbagai konsekuensi patologis.Saat kehamilan terjadi perubahan pada
sistem hemostasis. Selama kehamilan, kondisi prothrombotik menjadi lebih aktif
dibandingkan fibrinolisis, perubahan ini diduga berperan sebagai proteksi alami tubuh
terhadap perdarahan yang terjadi ketika persalinan dan sesudah persalinan. Perubahan
parameter koagulasi pada ibu hamil ini tidak menimbulkan gangguan klinis.
Berbagai komplikasi kehamilan tadi dapat memperberat respons prothrombotik yang
kemudian dapat mengganggu keseimbangan hemostasis sehingga menimbulkan gejala klinis
akibat thrombosis dan perdarahan. Sayangnya sampai saat ini tidak ada pemeriksaan
laboratorium tunggal untuk menegakkan diagnosis DIC, dan diagnosis DIC ditegakkan
dengan menggunakan sistem skoring tertentu seperti skoring DIC ISTH. Sistem skoring ini
telah dimodifikasi oleh Erez et al. pada tahun 2014 untuk menyesuaikan perubahan parameter
koagulasi yang terjadi selama kehamilan, meskipun didapatkan tingkat diagnosis yang cukup
baik, tapi masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk validasi sistem skoring modifikasi
ini. Kunci dari tatalaksana DIC adalah menangani komplikasi kehamilan yang menjadi
penyebab munculnya DIC sambil memberikan tatalaksana suportif seperti resusitasi cairan
dan pemberian komponen darah.

18

Daftar Pustaka
1. Sahin S, Eroglu M, Tetik S, Guzin K. DISSEMINATED INTRAVASCULAR
COAGULATION IN OBSTETRICS: ETIOPATHOGENESIS AND UP TO DATE
MANAGEMENT STRATEGIES. 2014;90.
2. Di Nisio M, Baudo F, Cosmi B, DAngelo A, De Gasperi A, Malato A, et al.
Diagnosis and treatment of disseminated intravascular coagulation: guidelines of the
Italian Society for Haemostasis and Thrombosis (SISET). Thromb Res [Internet].
Elsevier

Ltd;

2012

May;129(5):e17784.

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21930293
3. Erez O, Mastrolia SA, Thachil J. Disseminated intravascular coagulation in
pregnancy: insights in pathophysiology, diagnosis and management. Am J Obstet
Gynecol

[Internet].

Elsevier;

2015

Oct;213(4):45263.

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25840271
4. Levi M. Pathogenesis and management of peripartum coagulopathic calamities
(disseminated intravascular coagulation and amniotic fluid embolism). Thromb Res
[Internet].

Elsevier

Ltd;

2013

Jan;131

Suppl

1:S324.

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23452737
5. Thachil J, Toh CH. Current concepts in the management of disseminated intravascular
coagulation. Thromb Res [Internet]. Elsevier Ltd; 2012 Apr ;129 Suppl 1:S549.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22682134
6. Thachil J, Toh C-H. Disseminated intravascular coagulation in obstetric disorders and
its acute haematological management. Blood Rev [Internet]. Elsevier Ltd; 2009
Jul;23(4):16776. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19442424
7. Cunningham FG, editor. Williams obstetrics. 24th edition. New York: McGraw-Hill
Medical; 2014. 1358 p.
8. Hossain N, Paidas MJ. Disseminated intravascular coagulation. Semin Perinatol
[Internet].

Elsevier;

2013

Aug;37(4):25766.

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23916024
9. Longmuir K, Pavord S. Haematology of pregnancy. Medicine (Baltimore) [Internet].
Elsevier

Ltd;

2013

Apr

41(4):24851.

Available

from:

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1357303913000285
10. Ralph AG, Brainard BM. Update on disseminated intravascular coagulation: when to
consider it, when to expect it, when to treat it. Top Companion Anim Med [Internet].
19

Elsevier

Inc.;

2012

May

27(2):6572.

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23031458
11. Rattray DD, OConnell CM, Baskett TF. Acute Disseminated Intravascular
Coagulation in Obstetrics: A Tertiary Centre Population Review (1980 to 2009). J
Obstet Gynaecol Canada [Internet]. Elsevier Masson SAS; 2012 Apr;34(4):3417.
Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1701216316352148
12. K SH, Chabi S, Frey D. Hellp syndrome. J Obstet Gynaecol India; 2009
Feb;59(1):31-9.
13. Krauel K, Tilley DO, Weber C, Cox D, Greinacher A, Kerrigan SW, et al.
Amplification of bacteria-induced platelet activation is triggered by Fc g RIIA ,
integrin a IIb b 3 , and platelet factor 4. Blood. 2014;123(20):3166-74 .
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4023422/
14. Wada H, Matsumoto T, Yamashita Y, Hatada T. Disseminated intravascular
coagulation: testing and diagnosis. Clin Chim Acta [Internet]. Elsevier B.V.; 2014
Sep 25;436:1304. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24792730
15. Erez O, Novack L, Beer-Weisel R, Dukler D, Press F, Zlotnik A, et al. DIC score in
pregnant women--a population based modification of the International Society on
Thrombosis and Hemostasis score. PLoS One [Internet]. 2014 Jan;9(4):e93240.
Available from:http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3984105

20

Anda mungkin juga menyukai