SAMBUTAN
KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
PENDIDIKAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
Prof. Dr.
M.Pd
Syawal
Gultom,
NIP.196202031987031002
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Halaman
SAMBUTAN .................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................
ii
DAFTAR ISI.................................................................................
iii
PENDAHULUAN............................................................................
A.
B.
C.
D.
Langkah-langkah Pembelajaran..............................................
KEGIATAN BELAJAR 1
Pengantar ............................................................................
B.
C.
Kasus
....
.............
D.
Rangkuman
.......
............
14
15
KEGIATAN BELAJAR 2
PELAKSANAAN MBS ......................................................................
..............................................................................
D.
16
16
Materi Pokok.........................................................................
17
Latihan...................................................................................
23
Rangkuman.............................................................................
24
KEGIATAN BELAJAR 3
TATA KELOLA YANG BAIK .............................................................
25
A.
Pengantar ...........................................................................
25
B.
Materi Pokok........................................................................
25
C.
Kasus .....................................................................................
31
D.
Rangkuman.............................................................................
36
KEGIATAN BELAJAR 4
MONITORING DAN EVALUASI ........................................................
A. Pengantar ............................................................................
..
Materi Pokok..........................................................................
37
37
38
D.
Kasus.....................................................................................
42
Rangkuman.............................................................................
42
REFLEKSI ....................................................................................
43
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................
44
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007
tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah menyatakan bahwa seorang
kepala sekolah/madrasah harus memiliki lima dimensi kompetensi
minimal yaitu kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan
sosial. Untuk mencapai lima kompetensi tersebut, lima materi pelatihan
telah
disusun
yaitu:
(1)
Manajemen
Berbasis
Sekolah/MBS,
(2)
sekolah
berikut:memahami
diharapkan
konsep
memiliki
MBS,
kompetensi-kompetensi
mengidentifikasi
tahap-tahap
D. Langkah-langkah Pembelajaran
Materi
pelatihan
ini
dirancang
untuk
dipelajari
oleh
kepala
Aktivitas Individu
membuat
rangkuman.
Aktivitas pembelajaran
Kelompok
Langkah-langkah
digambarkan
seperti
berikut.
Membaca Materi
Pelatihan
dapat
Mendiskusikan
Materi Pelatihan
Membuat Rangkuman
Melakukan Refleksi
Membuat Rangkuman
KEGIATAN BELAJAR 1
KONSEP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
misalnya
pengembangan
delapan
standar
nasional
digulirkannya
otonomi
daerah
telah
mendorong
dilakukannya
Menuju
Pola Baru
Subordinasi
Otonomi
Pengambilan
Pengambilan keputusan
keputusan terpusat
2. Arti
MBS
partisipatif
Pendekatan
Pendekatan professional
Sentralistik
Desentralistik
Diatur
Motivasi diri
Overregulasi
Deregulasi
Mengontrol
Mempengaruhi
Mengarahkan
Memfasilitasi
Menghindari resiko
Mengelola resiko
Gunakan uang
MBS
birokratik
semuanya
mungkin
Informasi terpribadi
Informasi terbagi
Pendelegasian
Pemberdayaan
Organisasi herarkis
Organisasi datar
Individual yang
cerdas
10
3. Tujuan MBS
partisipasi,
transparansi,
dan
akuntabilitas.
Peningkatan
b. Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki 15 karakteristik
proses sebagai berikut.
(1) Proses Pembelajaran yang Efektivitasnya Tinggi
Sekolah yang
menerapkan
MBS
memiliki
efektivitas
bekerja
(learning
to
do),
belajar
hidup
bersama
dan
sasaran
sekolahnya
melalui
program-program
yang
yang
tangguh
agar
mampu
mengambil
tenaga
kependidikan,
mulai
dari
analisis
(a)
sekolah
merasa
aman
terhadap
pekerjaannya;
(f)
dan
kesanggupan
kerja
yang
tidak
selalu
ini
ditunjukkan
perencanaan
dan
dalam
pengambilan
pelaksanaan
kegiatan,
harus
bagi
merupakan
semua
peningkatan,
psikologis.Hasil
warga
baik
perubahan
sesuatu
sekolah.
bersifat
diharapkan
Perubahan
fisik
lebih
yang
maupun
baik
dari
sebelumnya.
(10)Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan
untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta
didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan
hasil
evaluasi
belajar
tersebut
untuk
memperbaiki
dan
meningkatkan
pengetahuan,
keterampilan
dan
kelangsungan
hidupnya
(sustainabilitasnya)
baik
sekolah,
sehingga
tertanam
pemikiran,
tindakan,
berlangsungnya
Sumberdaya
dapat
sumberdaya
manusia
proses
pendidikan
dikelompokkan
dan
di
menjadi
sumberdaya
sekolah.
dua,
lainnya
yaitu
(uang,
(kompeten)
dan
berdedikasi
tinggi
terhadap
sekolahnya.
(4)
(5)
Input Manajemen
Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan
membantu kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan
efektif. Input manajemen yang dimaksud meliputi: tugas yang
jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang
mendukung bagi pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan
(aturan main) yang jelas.
5.
ke
sekolah,
dan
tetapi
sebagian
tanggungjawab
urusan
Pemerintah,
masih
merupakan
pemerintah
propinsi,
Sekolah
harus
membuat
rencana
peningkatan
KTSP
ke
15
dalam
silabus,
materi
pokok
rekrutmen,
pengembangan,
hadiah
dan
sanksi
melakukan
penghasilan
(income
kegiatan-kegiatan
generating
yang
activities),
mendatangkan
sehingga
sumber
penempatan
untuk
kepedulian,
kepemilikan,
dan
dukungan
dari
optimisme
dan
Lingkungan
sekolah
yang
aman
dan
tertib,
16
Proses
Output
Prestasi Siswa
C. Kasus
17
dengan
pihak
di
luar
dinas
pendidikan
setempat,
misalnya
keluwesan
(fleksibilitas)
mendorongpartisipasiaktif
yang
lebih
besar
kepada
sekolah,
dan
KEGIATAN BELAJAR 2
PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
tidak
ada
satu
resep
pelaksanaan
MBS
yang
sama
untuk
diberlakukan ke semua sekolah. Tetapi satu hal yang perlu diperhatikan bahwa
mengubah pendekatan manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis
sekolah bukanlah merupakan proses sekali jadi dan bagus hasilnya (one-shot
and quick-fix), akan tetapi merupakan proses yang berlangsung secara terus
menerus dan melibatkan semua pihak yang berwenang dan bertanggungjawab
dalam penyelenggaraan sekolah. Paling tidak, proses menuju MBS memerlukan
perubahan empat hal pokok berikut.
18
(1) Perlu
penyempurnaan
peraturan-peraturan,
ketentuan-ketentuan,
dan
perlu
B. Materi Pokok
1. Tahap-tahap Pelaksanaan
a. Melakukan Sosialisasi MBS
Sosialisasi konsep MBS dilakukan oleh sekolah kepada semua
warga/unsur sekolah (guru, siswa, wakil kepala sekolah, guru BK,
karyawan, orangtua siswa, pengawas, pejabat Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota,
pejabat
Dinas
Pendidikan
Provinsi,
dan
sekolah
dengan
masyarakat
sekitarnya
meliputi:
Kembali
Aturan
Sekolah,
Peran
Unsur-unsur
MBS
yaitu
otonomi,
fleksibilitas,
dan
partisipasi.
sesuai
dengan
tuntutan
MBS
yaitu
demokratisasi
tata
kelola
yang
baik
meliputi:
partisipasi,
hukum,
keadilan,
demokrasi,
prediktibilitas,
19
sekolah
merupakan
pengelolaan
sekolah
yang
dan
tanggungjawab
sekolah,
termasuk
komite
sekolah.
Matrik Manajemen Berbasis Sekolah
Pengorgani-sasian
Pengkoor-dinasian
Pengontrolan
Perenca-naan
Pelaksa-naan
Fungsi
Aspek
PBM
Kurikulum
Penilaian
Pendidik & TK
Kesiswaan
Sarpras
Dana
Humas
pada
kepala
sekolah,
kepada
para
pemangku
tetapi
kepentingan
disebar/didistribusikan
pendidikan
sekolah.
Rencana
Pengembangan
Sekolah
(RPS/RKAS),
Implementasi
RPS
Evaluasi
RPS
20
Kepatuhan
Desain
RPS
- Cakupan Isi
RPS Implementasi dengan
Kesesuaian
Hasil
dengan Desain RPS
- Kualitas RPS
Feed Back
Gambar 2. Disain, Implementasi, dan Evaluasi RPS
2. Penyusunan RPS/RKAS berdasarkan tuntutan MBS
a.
koordinasi
antar
pelaku
sekolah;
(3)
menjamin
Melaksanakan RPS/RKAS
Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan,
maka
sekolah
mewujudkan
perlu
mengambil
sasaran-sasaran
yang
langkah
telah
proaktif
untuk
ditetapkan.
Kepala
evaluasi
pelaksanaan
program
jangka
pendek
jajaran
birokrasi
pendidikan
dalam
norma-norma
(peraturan
perundang-undangan),
dan
fungsi
Dinas
Pendidikan
Provinsi
adalah
dan
fungsi
utama
sekolah
adalah
menjalankan
tugas
dan
fungsinya
sebagai
wakil
organisasi
siswa
(OSIS),
profesi,
wakil
masyarakat;Melaksanakan
wakil
MBS
orangtua
pemerintah,
secara
efektif
siswa,
wakil
dan
tokoh
dan
efisien
dijamin
untuk
mencapai
22
sasaran
MBS;Melakukan
sasaran
baru
digunakan untuk
program
MBS
tahun
dalam
pendidikan,
(4)
rangka
mendorong
pembiayaan
penyelenggaraan
tumbuhnya
perhatian
dan
kebijakan/program/penyelenggaraan
dan
keluaran
kebutuhan
pendidikan
yang
diajukan
oleh
masyarakat.
C. Latihan
Untuk semua kepala sekolah
(1)
(2)
(3)
D. Rangkuman
Pelaksanaan MBS memerlukandelapan tahapan. Agar pelaksanaan MBS
dapat berhasil dengan baik, masing-masing jajaran birokrasi pendidikan
tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota, dan sekolah melakukan kegiatan
sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Pembagian tugas
23
KEGIATAN BELAJAR 3
TATA KELOLA YANG BAIK
24
a. Latar Belakang
MBS mensyaratkan adanya partisipasi aktif dari semua pihak yang
terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah (stakeholders),
baik warga sekolah seperti guru, kepala sekolah, siswa, dan tenaga-tenaga
kependidikan lainnya, maupun warga di luar sekolah seperti orang tua
siswa, akademisi, tokoh masyarakat,dan pihak-pihak lain yang mewakili
masyarakat yang diwadahi melalui komite sekolah. Saat ini, Komite
Sekolah merupakan wadah formal bagi stakeholdersuntuk berpartisipasi
secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan sekolah.
b. Arti Partisipasi
Partisipasi adalah proses di mana stakeholders (warga sekolah dan
masyarakat) terlibat aktif baik secara individual maupun kolektif, secara
langsung
maupun
pembuatan
tidak
kebijakan,
pengevaluasian
langsung,
dalam
perencanaan,
pendidikan
sekolah.
pengambilan
pelaksanaan,
Diharapkan,
keputusan,
pengawasan/
partisipasi
dapat
pembuatan
kebijakan,
perencanaan,
pelaksanaan,
individual
maupun
kolektif,
secara
langsung
maupun
tidak
langsung.
c. Tujuan Partisipasi
Tujuan utama peningkatan partisipasi adalah untuk: (1) meningkatkan
dedikasi/ kontribusi stakeholders terhadap penyelenggaraan pendidikan di
sekolah, baik dalam bentuk jasa (pemikiran/intelektualitas, keterampilan),
moral, finansial, dan material/barang; (2) memberdayakan kemampuan
yang ada pada stakeholders bagi pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan
nasional;
(3)
meningkatkan
peran
stakeholders
dalam
yang
perlu
dilakukan
oleh
sekolah
dalam
rangka
sarana
partisipasi
atau
saluran
komunikasi
agar
dan
25
stakeholders dalam
Meningkatnya
tanggungjawab
stakeholders
terhadap
penyelenggaraan
(4)
pendidikan di sekolah.
Meningkatnya kualitas dan kuantitas masukan (kritik dan saran) untuk
peningkatan mutu pendidikan.
(5) Meningkatnya kepedulian stakeholders terhadap setiap langkah yang
dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan mutu.
(6) Keputusan-keputusan yang dibuat oleh sekolah
benar-benar
26
3. Akuntabilitas
a. Latar Belakang
MBS memberi kewenangan yang lebih besar kepada penyelenggara
sekolah yaitu kewenangan untuk mengatur dan mengurus sekolah,
mengambil keputusan, mengelola, memimpin, dan mengontrol sekolah.
Agar
penyelenggara
menyelenggarakan
terhadap
apa
sekolah
sekolah,
yang
tidak
maka
dikerjakan.
sewenang-wenang
sekolah
Untuk
harus
itu,
dalam
bertanggungjawab
sekolah
berkewajiban
adalah
kewajiban
untuk
memberikan
yang
meliputi
diwujudkan
pertanggungjawaban
melalui
transparansi
penyelenggara
dengan
cara
atau
kegagalan
pelaksanaan
rencana
sekolah
dalam
27
akan
dilaksanakan,
(2)
akuntabilitas
kinerja
(product/quality
sekolah,
(3)
akuntabilitas
proses,
yaitu
akuntabilitas
yang
kinerja
sekolah
sekolah
yang
sebagai
baik
dan
salah
satu
terpercaya.
prasyarat
Selain
itu,
untuk
tujuan
terhadap
berkurangnya
penyelenggaraan
kasus-kasus
KKN
di
pendidikan
sekolah,
dan
di
sekolah,
(c)
(d)
meningkatnya
tersebut
melaksanakan
fungsi
kontrol
diberdayakan.
28
atas
sekolah
harus
diperkuat
dan
Pak Nanang (nama samaran) adalah salah satu orang tua murid SMP XXX
di salah satu kabupaten di Indonesia. Ia mengetahui bahwa sesuai dengan yang
disosialisasikan pemerintah, pemakaian dana Biaya Operasional Sekolah (BOS)
harus dibicarakan dengan seluruh orang tua/wali murid. Tetapi saya dan orang
tua/wali murid lainnya sampai saat ini tidak pernah mendapat undangan
mengenai
penggunaan
dana
BOS
tersebut.
Besarnya
pun
kami
tidak
29
Apakah pungutan untuk membeli LKS dan buku paket sudah mendapat
persetujuan Dinas Pendidikan setempat?Sebaliknya, orang tua/wali murid dan
guru justru mendapat ancaman jika sering bertanya mengenai pengelolaan
BOS, dari anak dikeluarkan sampai kenaiakan pangkat guru yang dihambat.
sekolah
secara
keseluruhan.
Unifah
mengatakan,
ada
dengan
masalah
keuangan
yang
harus
memenuhi
asas
Federasi
mengatakan,
Guru
Independen
ketidaktransparan
Indonesia
pengelolaan
(FGII)
Suparman
keuangan
sekolah
sekolah.
Kalau
tidak
demikian
maka
tidak
akan
terjadi
30
Diskusikan
kasus
di
atas
selama
10
menit!
Selesaikan
dengan
Ani (nama samaran), orang tua siswa di SMK berpendapat bahwa SMK
menggunakan standar ganda. Di satu pihak, Kepala SMK mengklaim bahwa
seluruh usaha di Unit Produksi Sekolah (UPS) sebagai usaha untuk menunjang
biaya operasional sekolah dan tempat proses menjadikan lulusan sebagai
wirausahawan/wirausahawati.
Tetapi,
di
pihak
lain,
Kepala
SMK
yang
termasuk
kroni-kroni.
Selanjutnya,
Ani
berkata,
jika
UPS
ingin
D. Rangkuman
31
KEGIATAN BELAJAR 4
MONITORING DAN EVALUASI
baik
di
tingkat
mikro
(sekolah),
meso
(dinas
pendidikan
hasil
ini
kemudian
dibandingkan
dengan
sasaran
yang
telah
ditetapkan.
ME pada MBS bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan. Hasil monitoring dapat digunakan
untuk memberi masukan (umpan balik) bagi perbaikan pelaksanaan MBS.
Sedang hasil evaluasi dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk
memberi masukan terhadap keseluruhan komponen MBS, baik pada konteks,
input, proses, output, maupun outcomenya. Masukan-masukan dari hasil
monitoring dan evaluasi akan digunakan untuk pengambilan keputusan.
B. Materi Pokok
adalah
eksternalitas
sekolah
berupa
demand
and
32
menjadi
tiga,
yaitu
harapan,
sumberdaya,
dan
input
tugas,
rencana,
program,
regulasi
(ketentuan-ketentuan,
limitasi,
ketersediaan
dan
kesiapan
input
sebagai
prasyarat
untuk
berlangsungnya proses.
Proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam MBS
sebagai sistem, proses terdiri dari: proses pengambilan keputusan, proses
pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar
mengajar, proses evaluasi sekolah, dan proses akuntabilitas. Dengan
demikian, fokus evaluasi pada proses adalah pemantauan (monitoring)
implementasi MBS, sehingga dapat ditemukan informasi tentang konsistensi
atau inkonsistensi antara rancangan/disain
33
sebelumnya
yaitu
meliputi:
partisipasi,
transparansi,
tanggungjawab,
MBS
SEBELUMSESUDAH
Konteks
Input
Proses
Output
Outcome
Tata Pengelolaan yang Baik
(Good Governance)
34
(good
governance)
tanggungjawab,
yang
akuntabilitas,
meliputi:
wawasan
partisipasi,
kedepan,
transparansi,
penegakan
hukum,
C. Kasus
Tugas Individu untuk semua Kepala Sekolah
D. Rangkuman
Monitoring dan evaluasi (monev) merupakan bagian integral dari
pengelolaan pendidikan, baik di tingkat mikro, meso maupun makro. Monev
dapat mengukur tingkat kemajuan pendidikan pada tingkat sekolah, dinas
pendidikan kabupaten/kota, dinas pendidikan propinsi, dan kementerian.
Dengan
monev,
kita
dapat
menilai
apakah
MBS
benar-benar
mampu
35
REFLEKSI
Mata Diklat
Nama
:_____________,Tanggal: _______________
Peserta
2. Pengalaman penting apa yang Saudara peroleh setelah mempelajari materi ini?
3. Apa manfaat materi ini terhadap tugas Saudara sebagai kepala sekolah?
4. Apa rencana tindak lanjut yang akan Saudara lakukan setelah kegiatan ini?
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Pertama, Ditjen Mandikdasmen. Depdiknas (rujukan utama
dari materi pelatihan ini).
36
Alexandria:
Wohlstetter, P., Kirk, A.N.V., Robertson, P.J. & Mohrman (1997). Succesful
School-Based Management.Alexandria: Association for Supervision and Curriculum
Development.
37
38
2. Visi yang dapat menumbuhkan kebersamaan dan pencarian kolektif bagi kepala
sekolah, guru, staf tata usaha, dan anggota komite sekolah untuk tumbuh secara
profesional
3 Visi yang mampu mereduksi sikap egoistik - unit ke format berpikir kolegialitas,
kompreshensif, dan bekerja dengan cara cara yang dapat diterima oleh orang
lain.
4. Visi yang mampu merangsang kesamaa sikap dan sifat dalam aneka perbedaan
pada diri kepala sekolah,
39
Hal ini merupakan kunci utama bagi kepala sekolah dan guru dalam
menyelenggarakan proses pendidikan dan pembelajaran secara efektif, baik
didalam maupun didalam kelas.
partisipasi
masyarakat
akan
pendidikan
anak,
terutama
di
bidang
40
f. SMLM etos belajar anak didik, berkaitan dengan disiplin umum sekolah, disiplin
belajar, ketertiban siswa secara pribadi, kegiatan yang bersifat partisipatif, program
ekstrakulikuler, dll
g. SMLM prestasi belajar anak didik, khususnya prestasi belajar kulikuler dan ekstra,
termasuk prestasi untuk program yang bersifat kompetisi atau lomba.
11. Etos Belajar Siswa
Siswa adalah subyek utama layanan pendidikan dan pembelajaran. Sebagai
bagian dari anggota komunitas sekolah, guru harus memegang dan menjunjung
tinggi tanggung jawab ketika dia diberi kewenangan.
Bagi komunitas dari sekolah yang si berikan kekuasaan mengelola institusinya
secara otonom, keputusan tentang kualitas lingkungan belajar harus dibuat oleh
kelompok kerja atau dengan menggunakan pendekatan partisipatif.
Guru harus bertanggung jawab lebih besar dari sekedar menyelenggarakan
kegiatan pendidikan dan pembelajaran, tanpa harus mengorbankan tugas utama
mereka. Guru harus menyuplai energinya lebih besar bagi kegiatan pendidikan dan
pembelajaran dikelas. Tugas tambahan yang diembankan kepadanya, karenanya harus
relevan dengan kebutuhan dan keinginan mereka sebagai guru.
C. MULTI KELOMPOK KERJA DALAM KERANGKA MBS
Kelompok kerja ini diberi tambahan tanmggung jawab dan umumnya hal itu
berdampak pada peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kerja mereka. Esensi
penugasan kelompok ini adalah agar anggotanya dapat merangsang loyalitas dan
berfungsi memberikan dorongan secara psikologis, sebagai perluasan atas tugas
profesional kelompok.
Berkaitan dengan KKG, Djaman Satori (1989) antara lain menggariskan beberapa
fungsi dominanya, seprti :
(1). Sebagai ajang pertemuan atau silaturahmi antarsesama guru, karena
forum ini mereka dapat saling mengenal dan memupuk rasa
kekeluargaan diantara rekan sejawat;
(2). Sebagai wadah bertukar pikiran dan pengalaman antar sesama guru;
(3). Sebagai wadah pemecahan masalah dalam kehidupan sehari hari
(4). Sebagai wadah peningkatan kemampuan profesional
(5) Sebagai wadah menimba pengalaman dari guru senior
(6). Sebagai wadah kerjasama untuk memecahkan masalah yang dihadapi
oleh guru dalam keseharian tugasnya
(7).Memupuk sikap kritis dan terbuka terhadap perubahan perubahan atau
inovasi baru dalam bidang pendidikan, terutama pembelajaran.
41
melalui
(8). Sebagai wahana bagi guru untuk mengoreksi atau menyadarkan diri atas
kelemahannya.
(9). Menambah pengetahuan dan kecakapan baru
(10). Mengembangkan kreativitas
(11). Memupuk rasa ingin tahu
(12). Membangun kepercayaan pada diri sendiri dan sejawat
(13). Mengembangkan sikap saling menghargai terhadap orang lain
(14). Membina rasa persatuan dan kesatuan sesama guru
(15). Mengembangkan kemampuan pemimpin
(16). Megurangi kebosanan kerja
(17). Menumbuhkan rasa cinta dan menghargai profesi; dan lain lain.
Kelompok kerja berpotensi untuk menciptakan konflik, program pengembangan staf
dapat ditawarkan mungkin untuk menolong guru mengatasi konflik, mengatasi stres,
dan menggunakan teknik resolusi konflik untuk memajukan kelompok.
Sebagai masyarakat sipil, tenaga guru di optimalkan dengan kewajibannya untuk
tetap menumbuhkan persatuan dan kesatuan secara profesional di sekolah.
Ketika MBS diterapkan, jaminan sepihak dari sekolah yang otonom dapat saja
melahirkan bencana besar. Sejarah, budaya, dan kontruksi bangunan sekolah
mendorong terjadinya pengisolasian guru. Mungkin konsep isolasi ini muncul dari suatu
ruangan atau akibat dari desain ruangan di sekolah,
Keadaan masyarakat sekarang yang rumit dan berbagai hal yang biasa. Terjadi di
sekolah mendorong guru sebagai tenaga profesional harus sering berdiskusi dengan
para koleganya. Beberapa pilihan dari cara yang ada untuk memerangi isolasi guru
yang sudah sukses diterapkan bertahun tahun di beberapa tempat berbeda,
dikemukakan oleh Snyder dan Anderson (1986), yaitu sebagai berikut:
a. Tim pengajar,
b. Sistem tidak bertingkat
c. Banyak tingkat/bermacam tingkatan kelas (3 4 5 6)
d. Taman pendidikan
e. Pengelompokan pengajaran yang berbeda yang bersifat sementara
f. Penataan staf ( staffing ) yang berbeda beda
g. Perencanaan system administrative kerumahtanggaan sekolah
h. Sekolah alternative
i. Sekolah mini
j. Sekolah yang menarik
k. Sekolah dengan pilihan atau derayonisasi
l. Pengajaran yang terprogram
m.Pengajaran yang berbasis computer
n. Belajar mandiri
o. Kelompok belajar dan koomperatif
p. Pusat sumber belajar
42
yang
matang,
kelompok
kecil,
kelompok
besar,
dan
pembelajaran individu
t. Pembelajaran yang bersifat tuntas
u.Sekolah diruangan terbuka
v. Teknologi
Jika sekolah mampu mengorganisasikan beberapa diantaranya, berarti hal ini
adalah suatu penerapan menejemen sekolah yang istimewa. Penelitian Snyder dan
Anderson (1986) telah menciptakan beberapa prinsip pengorganisasian sekolah yang
efektif. Di sini pengguna harus terlibat dalam perencanaan pada proses pertumbuhan
apapun. Secara normatif beberap prinsip yang dimaksud disajikan berikut ini
.
1. Iklim sekolah yang produktif, dimana tidak ada masalah berapa besar yang
muncul dari keberagamaan hasil dialog kelompok, pengambilan keputusan dan
tindakan yang ada.
2. Insiatif memacu produktivitas akan lebih mudah diwujudkan oleh kelompok yang
bekerja sama dalam menyelesaikan tugas tertentu daripada usaha individual,
kecuali kalau pekerjaan itu sangat spesifik dan keahlian tunggal.
3. Perlibatan kelompok kecil cenderung menghasilkan kejelasan tujuan yang lebih,
usaha koordinasi yang lebih besar dan keprcayaan yang lebih besar untuk
bekerja sama secara produktif.
4. Mengorganisasikan
dimaksudkan untuk
sekolah
menjadi
pengelompokan
yang
permanent
jangka panjang.
5. Keanggotaan lima sampai tujuh ukuran kecil yang optimal
Kelompok kerja ini dapat di kategorikan menjadi tiga jenis atau tipe yaitu tim
pengajar permanen. Kelompok kerja sementara dapat berupa satuan tugas untuk
mendesain atau menyelesaikan persoalan khusus. Kelompok kepemimpinan misalnya,
kepala sekolah dan wakil kepala sekolah atau kelompok tertentu yang dikader sebagai
calon pimpinan sekolah.
Meski kelompok kerja guru itu bersifat permanen, dalam artian setiap orang bekerja
melalui kelompok dan akan terus berlangsung selama tahun ajaran, pengelompokan itu
akan bersifat cukup fleksibel untuk diadakan peubahan personaliannya dan /atau
perubahan tugas saat doibutuhkan.
Produktivitas kelompok berdasarkan pada bagian berikut ini:
1.Kepemimpinan yang efektif
2.Kejelasan tanggung jawab
43
kerja
bersama
sama
menentukan
tujuan
tahunan
yang
menerangkan strategi utama yang akan diharapkan oleh kelompok kerja agar
unit ini dapat membantu sekolah memenuhi tujuan jangka panjangnya.
3. Beberapa bentuk pengawasan dilembagakan. Ini dapat dijadikan sebagai
pemenuhan opsi, seperti observasi terbimbing, pelatian sejawat, umpan balik
siswa, rekaman audio visual untuk kritik, presentasi portofolio (posisi kewajiban).
4. Proses peninjauan sumatif pekerjaan tahunan dilaksanakan oleh kepala atau
perancangnya berdasarkan aktivitas sebelumnya. Sebagai hasilnya, yaitu
rekomendasi pembaruan kontrak, perpanjangan waktu, pensiunan, tanpa
program tugas kelompok kerja, tindakan remedial, dan promosi.
E.PERTEMUAN GURU DAN PEMECAHAN MASALAH
Kelompok kerja guru berskala kecil efektif untuk memecakan masalah atau
mengadakan pertemuan bagi aneka keperluan. Jika ada prodedur internal yang
membunuh atau merintangi pemberdayaan, pertemuan kelompok kecil biasanya efektif
untuk mengatasinya. Rintangan partisipasi pada kelompok kecil pun lebih memahami
44
hal hal yang yang harus mereka kerjakan daripada anggota kelompok besar yang
partisipasinya cenderung semu.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah menyewa konsultan dari luar (outsourching)
ke sekolah untuk menolong seluruh staf dalam proses kelompok dari luar dengan pola
kerja (biasanya) secara kontrak atau menurut skedul kerja.
Dengan merangkum pendapat Benyamin (1978), Leland (1976), dan fox (1987),
berikut ini disajiakan beberapa saran berkaitan dengan imteraksi kelompok kecil.
1. Pada perspektif sosial atau psikologikal, pertemuan secara keseluruhan harus
berorientasi kelompok.
2. Semua sumber menekankan bahwa seluruh partisipan harus menjadi pendengar
aktif.
3. Proses pengambilan keputusan yang terencana sangat diperlukan.
4. Waktu dan lamanya pertemuan harus diatur sesingkat mungkin.
5. Agenda yang disiapkan lebih disukai
6.Baik proses pertemuan maupun kualitas keputusan perlu diawasi
7. Partisipasi harus waspada terhadap masalah yang dipikirkan oleh kelompok.
8. Menentukan tujuan pertemuan dengan hati hati
9. Gunakan brainstorming dengan benar, yaitu dengan menunda evaluasi dan
pemutusan tentang suatu pemikiran sampai beberapa waktu kemudian.
10.Kelompok biasanya membutuhkan beberapa jenis rekaman data atau untuk
informasi dari sekretaris.
11.Aturan yang muncul seketika mendapat tempat, tetapi pada sebagian besar hal
itu dihindari.
F. GURU DAN PERAN PERAN BARU
Umunya, ada sedikit pelayanan guru yang dimaksudkan mempersiapkan mereka
untuk menerima peran baru sebagai profesional yang memberi pemberdayaan atau
menerima delegasi tugas tertentu.
Peran baru (new roles) dapat saja bervariasi antar sekolah, antar guru, dan antar
kelompok. Meski berbeda beda diharapkan guru dapat menerima peran baru, seperti
berikut ini.
1. Menentukan tujuan individu dan tujuan profesional yang tertulis dengan baik,
dapat diukur dan dapat diterapkan pada tujuan unit, sekolah, dan daerah.
2. Membicarakan dengan kepala sekolah tentang tujuan ini dapat meyakinkannya
bahwa tujuan lebih dilaksanakan.
3. Menjadi kontak personal (orang utama dihubungi ) oleh orang tua anak di
unitnya.
4. Menjadi juru bicara untuk pekerjaan sekolah atau menjadi penghubung antara
sekolah dan public.
45
5. Bersiap untuk duduk dalam pertemuan tim yang efektif dan efisien, selain
berpartisipasi pada proses saling berbagai pekerjaan.
6. Membantu tim membuat keputusan di sekolah dan berlatih dalam membuat
keputusan kelompok dengan berbagai metode.
7. Menjadi tim penilai atau juri yang cakap atas materi kurikulum mengetahui cara
menyeleksi, menjalankan, dan mengevaluasi materi pengajaran.
8. Bertindak sebagai pasangan pelatih atau conterpart pelatihan tertentu.
9. Bertidak sebagai pasangan evaluator yang memanfaatkan system evaluasi
sekolah dan teknik observasi, selain memiliki sikap yan g objektif
dan
profesional.
10.Pembiasaan atas variasi teknik pengajaran, termasuk mengetahui teknik yang
terbaik bagi siswa dan mengetahui waktu menggunakan teknik ini,
11.Dapat meyakinkan peran baru ini secara objektif dan cerdas pada orang tua
siswa.
12.Mendalami pemahaman tes yang standar, waktu menggunakannya, dan proses
enginterprestasikan atau menerjemahkan.
13. Menjadi spesilis masalah mata pelajaran pada satu atau lebih bidang
14. Menjadi pendidik umum
15. Menyusun tes in house untuk pencapaian mata pelajaran
16. Menulis tujuan pengajaran untuk memenuhi subjek (mata pelajaran) utama.
17. Mengelola anggaran unit
18. Mengawasi guru guru siswa
19. Bertindak sebagai metor bagi guru baru
20. Menyewa guru baru sebagai bagian tim pemeriksa
21. Pandai menggunakan computer
22. Dapat melaksanakan dan mengajarkan penelitian keputakaan
23. Membelah kayu untuk pembakaran ( hanya ingin melihat jika anda
memperhatikan).
24. Menjaga pendidikan pengajaran dan kecerdasan kebijakan pendidikan dalam
status yang tidak ketinggalan zaman.
Sepuluh bumbu penting bagi rencana pengenbangan profesional yang produktif
adalah sebagai berikut.
1.Merumuskan tujuan pengembangan profesi seluruh sekolah.
2.Membangun tujuan tim dan bidang keahlian tahunan
3.Menerapkan system evaluasi yang mengembangkan orientasi
4.Merencanakan program pengembangan profesional yang berinteraksi dalam
program evaluasi
5.Melibatkan tenaga akademik dalam prosesnya
6.Berekperimen dengan aktivitas pasangan pelatihan. Jika tercapai, kemudian
menyatukannya salam program jangka panjang.
7.Mengadakan sistem mentor dan dorongan bagi guru yang bermasalah.
46
penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu. Yaitu peningkatan
status dan peningkatan status dan peningkatan kemampuan pektis. Hasil studi
beberapa ahli mengenai sifat atau karakteristik profesi itu disimpulkan sebagai berikut.
Kapasitas
Mengorganisasikan
Kerja
Secara
Mandiri(Self-
Organization)
Istilah mandiri di sini berarti kewenangan akademiknya melekat pada dirinya.
Pekerjaan yang dia lakukan dapat dikelola sendiri, tanpa bantuan orang lain, raeski
tidak berarti menafikan bantuan atau mereduksi semangat kolegialitas.
6.Mementingkan Kepentingan Orang Lain (Altruism)
Seorang guru harus siap memberikan layanan kepada anak didiknya pada saat
bantuan itu diperlukan, baik di kelas, di lingkungan sekolah, maupun di luar sekolah.
7. Memiliki Kode Etik
Kode etik ini merupakan norma-norma yang mengikat guru dalam bekerja
Asumsi berikut menjelaskan pandangan bahwa pendidik akan diperlakukan dengan
hormat jika hal-hal berikut diterapkan
1. Secara relatifmereka dibayar lebih baik daripada apa yang mereka dapatkan
sekarang di mana pun mereka dipekerjakan.
2. Mereka mempunyai pilihan untuk mengaktualkan kemampuan profe sionalnya
dengan bekerja secara memandu sendiri.
3. Mereka mempunyai peluang untuk menyuarakan secara lebih besar
mengenai peran dalam tugas mereka.
4. Adanya kejelasan mengenai alur puncak karier yang tersedia bagi mereka.
48
50
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kualitas Pendidikan sebagai salah satu pilar Pengembangan Sumber Daya
Manusia, sangat penting maknanya bagi Pembangunan Nasional, yaitu dalam rangka
membangun masyarakat yang kokoh dan ekonomi yang kompetitif di masa depan.
Pendidikan merupakan landasan vital pembentuk karakter bangsa atau dapat sebagai
masa depan bangsa. Dibutuhkan manusia yang sadar akan haknya sebagai jiwa
terdidik dengan moral serta perannya dalam kehidupan yang beradab. Salah satu
masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan
pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan
menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan
peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan,
serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu
pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagian sekolah, terutama
di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, namun
sebagian lainnya masih memprihatinkan.
B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1.Bagaimana Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Berbasis Sekolah?
2. Bagaimana Koordinasi dalam Manajemen Berbasis Sekolah?
3. Bagaimana Supervisi dalam Manajemen Berbasis Sekolah?
C.Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan makalah ini, yaitu:
1.Mengetahui Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Berbasis Sekolah.
2.Mengetahui Koordinasi dalam Manajemen Berbasis Sekolah.
3.Mengetahui Supervisi dalam Manajemen Berbasis Sekolah.
52
BAB II
PEMBAHASAN
A.
1.
2.
a.
b.
3
Hasil monitoring dapat digunakan untuk memberi masukan (umpan balik) bagi
perbaikan pelaksanaan MBS. Sedang hasil evaluasi dapat memberikan informasi yang
dapat digunakan untuk memberi masukan terhadap keseluruhan komponen MBS, baik
pada konteks, input, proses, output, maupun outcomenya.
3.
kerja, dan sebagainya), dan pengendalian atau tindakan turun tangan. Esensi evaluasi
pada input adalah untuk mendapatkan informasi tentang ketersediaan dan kesiapan
input sebagai prasyarat untuk berlangsungnya proses.
c. Proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam MBS sebagai
sistem, proses terdiri dari: proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan
kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, proses evaluasi
sekolah, dan proses akuntabilitas. Dengan demikian, fokus evaluasi pada proses
adalah pemantauan (monitoring) implementasi MBS, sehingga dapat ditemukan
informasi tentang konsistensi atau inkonsistensi antara rancangan/disain MBS semula
dengan proses implementasi yang sebenarnya. Dengan didapatkan informasi
inkonsistensi tersebut, segera dapat dilakukan koreksi/pelurusan terhadap
pelaksanaan.
d. Output adalah hasil nyata dari pelaksanaan MBS. Hasil nyata yang dimaksud
dapat berupa prestasi akademik (academic achievement), misalnya, nilai UN, dan
peringkat lomba karya tulis, maupun prestasi non-akademik (non-academic
achievement), misalnya, IMTAQ, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi olahraga,
kesenian, dan kerajinan. Fokus evaluasi pada output adalah mengevaluasi
sejauhmana sasaran (immediate objectives) yang diharapkan (kualitas, kuantitas,
waktu) telah dicapai oleh MBS. Dengan kata lain, sejauhmana hasil nyata sesaat
sesuai dengan hasil/sasaran yang diharapkan. Tentunya makin besar
kesesuaiannya, makin besar pula kesuksesan MBS.
e. Outcome adalah hasil MBS jangka panjang, yang berbeda dengan output yang
hanya mengukur hasil MBS sesaat/jangka pendek. Karena itu, fokus evaluasi
outcome adalah pada dampak MBS jangka panjang, baik dampak individual (siswa),
institusional (sekolah), dan sosial (masyarakat). Untuk melakukan evaluasi ini, pada
umumnya digunakan analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis). ME dilakukan
untuk mengetahui apakah ada perubahan konteks, input, proses, output, dan
outcome pada waktu sebelum dan sesudah melaksanakan MBS. Selain memonitor
dan mengevaluasi komponen-komponen konteks, input, proses, output, dan
outcome sekolah, yang tidak kalah penting untuk dimonitor dan dievaluasi adalah
pelaksanaan prinsip-prinsip MBS yang baik (tata pengelolaan yang baik), seperti
disebut sebelumnya yaitu meliputi: partisipasi, transparansi, tanggungjawab,
akuntabilitas, wawasan ke depan, penegakan hukum, keadilan, demokrasi, prediktif,
kepekaan, profesionalisme, efektivitas dan efisiensi, dan kepastian jaminan hukum.
Setiap tata pengelolaan harus dievaluasi apakah sebelum dan sesudah MBS ada
perubahan tata pengelolaan sekolah.Berikut adalah visualisasi ME pada saat
sebelum dan pada saat sesudah melaksanakan MBS.
4.
54
6.
7.
a. Internal
1) Mendiskusikan dengan pihak terkait (orang tua, siswa, masyarakat, dll) tentang
langkah-langkah yang dan lain-lain dilakukan dalam monitoring dan evaluasi
2) Merumuskan tujuan monitoring dan evaluasi
3) Membuat kisi-kisi monitoring dan evaluasi
4) Merumuskan kriteria keberhasilan
5) Mengembangkan alat ukur yang sesuai dengan tujuan dan indicator
6) Melakukan pengumpulan data secara periodik
7) Menganalisis data sesuai dengan jenis data yang dikumpulkan
8) Menginterpretasikan data berdasarkan standar/criteria yang ditetapkan
9) Mengembangkan usulan yang perlu diterapkan / dilaksanakan lebih lanjut
b. Eksternal
Monitoring dan evaluasi disesuaikan dengan permasalahan dan kebutuhan
penyelenggara
8.
9.
55
Kurikulum
Anak didik
Ketenagaan
Sarana dan prasarana
Organisasi
Pembiayaan
Manajemen sekolah
Peran serta masyarakat
ii) Proses
Proses manajerial
Proses belajar mengajar
iii) Output
Prestasi akademik (NEM, hasil Ebta, rapor, karya tulis)
Prestasi Non Akademik (prestasi olah raga, keterampilan)
c) Ketercapaian sasaran
d) Kesimpulan dan saran
e) Lampiran-lampiran
b. Ringkasan
Laporan ringkasan diperuntukan bagi para pihak yang berkepentingan.
Laporan ringkas dapat berupa laporan tersendiri atau bagian dari laporan lengkap.
Laporan ringkas berisi informasi singkat tentang tujuan, prosedur, temuan-temuan,
pertimbangan-pertimbangan, dan usulan-usulan (rekomendasi).
10. Mekanisme Pengiriman Laporan Monitoring dan Evaluasi
Pelaporan merupakan suatu kegiatan yang perlu dilakukan mengingat
sekolah merupakan bagian dari sistim pendidikan. Adapun pihak-pihak yang perlu
mengetahui pekembangan sekolah antara lain Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota,
Dinas Kecamatan, BP3/Komite Sekolah/Badan Peran Serta Masyarakat, dan
masyarakat yang lebih luas. Dinas Pendidikan Propinsi dan Depdiknas pusat dapat
melakukan koordinasi dan tugas-tugas perbantuan pada Kab/kota dan sekolah
sehingga dapat mengetahui penyelenggaraan pendidikan di daerah dalam rangka
pendidikan nasional.
B.
1.
56
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
4.
a.
b.
c.
d.
5.
a.
b.
c.
6.
57
58
59
60
C. Supervisi
1.
Pengertian Supervisi
a. Secara Etimologi
Supervisi berasal dari kata superdan visi yang mengandung arti melihat dan
meninjau dari atas dan menilai yang dilakukan oleh pihak terhadap aktivitas,
kreativitas, dan kenerja bawahan.
b. Secara Morfologis
Supervisi berasal dari dua kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super berarti
diatas dan vision berarti melihat, masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan
dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan
orang yang berposisi diatas, pimpinan terhadap hal-hal yang ada dibawahnya.
Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human,
manusiawi. Kegiatan supervise bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak
mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi
dapat diketahui kekurangannya (bukan semata - mata kesalahannya) untuk dapat
diberitahu bagian yang perlu diperbaiki.
c. Secara Semantik
Supervisi merupakan pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah
perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan
belajar dan belajar pada khususnya.
d. Menurut Beberapa Ahli
1) Good Carter
Memberi pengertian supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam
memimpin guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran,
termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guruguru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, dan metode
mengajar dan evaluasi pengajaran. God Carter melihatnya sebagai usaha
memimpin guru-guru dalam jabatan mengajar.
2) Boardman
Menyebutkan supervisi adalah salah satu usaha menstimulir, mengkoordinir dan
membimbing secara kontinu pertumbuhan guru- guru di sekolah baik secara
indivisual maupun secara kolektif / kelompok, agar lebih mengerti dan lebih efektif
dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran. Dengan demikian mereka dapat
menstimulis dan membimbing tiap- tiap pertumbuhan peserta didik secara kontinu,
serta lebih mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat demokratisasi
modern.
3) Wilem Mantja
Supervisi diartikan sebagai kegiatan supervisior (jabatan resmi) yang dilakukan
untuk perbaikan proses belajar- mengajar (PBM).
4) Kimball Wiles
61
Mulyasa
2012:
157
):
1) Membina kepala sekolah dan guru-guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan
yang sebenarnya dan peranan sekolah dalam merealisasikan tujuan tersebut.
2) Memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru untuk mempersiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif.
3) Membantu kepala sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara kritis terhadap
aktivitas-aktivitasnya dan kesulitan-kesulitan belajar mengajar serta menolong
mereka merencanakan perbaikan.
4) Meningkatkan kesadaran kepala sekolah dan guru serta warga sekolah lain
terhadap cara kerja yang demokratis dan komprehensif serta memperbesar
kesediaan untuk tolong menolong.
5) Memperbesar semangat guru-guru dan meningkatkan motivasi berprestasi untuk
mengoptimalkan kinerja secara maksimal dalam profesinya,
6) Membantu kepala sekolah untuk mempopulerkan pengembangan program
pendidikan disekolah kepada masyarakat.
7) Melindungi orang-orang yang disupervisi terhadap tuntutan-tuntutan yang tidak
wajar dan kritik-kritik yang tidak sehat dari masyarakat.
8) Membantu kepala sekolah dan guru dalam mengevaluasi aktivitasnya untuk
mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.
9) Mengembangkan Rasa persatuan dan kesatuan (kolegiatas) di antara guru.
Secara umum,fungsi dari supervisi pendidikan adalah:
1) Penelitian (research) merupakan kegiatan untuk memperoloeh gambaran yang
jelas dan objektif tentang situasi pendidikan.
2) Penilaian (evaluation) merupakan tindak lanjut untuk mengetahui hasil penelitian
lebih jauh, yaitu untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi situasi
pendidikan dan pengajaran yang telah diteliti sebelumnya. Penilaian menekankan
pada aspek positif yang dapat dikembangkan daripada aspek negative atau
kekurangan dan kelemahan dari orang yang disupervisi
62
Supervisi Akademik, Menitikberatkan pengamatan supervisor pada masalahmasalah akademik, yaitu hal-hal yang berlangsung berada dalam lingkungan
kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses mempelajari
sesuatu.
b) Supervisi Administrasi, Menitikberatkan pengamatan supervisor pada aspek-aspek
administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksananya
pembelajaran.
c) Supervisi Lembaga, Menyebarkan objek pengamatan supervisor pada aspek-aspek
yang berada di sekolah. Supervisi ini dimaksudskan untuk meningkatkan nama baik
sekolah atau kinerja sekolah secara keseluruhan. Misalnya: Ruang UKS (Unit
Kesehatan Sekolah), Perpustakaan dan lain-lain.
5.
Prinsip- Prinsip Supervisi
Secara
sederhana
prinsipprinsip
Supervisi
http://www.sarjanaku.com/2011/05/supervisi-pendidikan.html)
adalah
berikut:
(dalam
sebagai
63
64
65
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
B.
1.
Saran
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi hendaknya selalu dilaksanakan secara
konsisten dan terjadwal, sehingga proses dari MBS dapat berjalan dengan baik dan
hasilnya dapat maksimal.
2.
Agar koordinasi berjalan maksimal, maka perlu ditingkatkan rasa kesatuan dan
persatuan di antara kepala sekolah maupun guru-guru dengan tetap menghargai
kewajiban dan wewenang masing-masing sehingga dapat menjalankan perannya
secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan sekolah secara kafah.
3.
Agar menghasilkan pembelajaran yang efesien dan efektif maka sterategi
manajemen berbasis sekolah harus diterapkan oleh supervisor guna meningkatkan
keunggulan suatu lembaga sekolah tersebut.
66
67
STUDI KASUS
Kepala Sekolah tersebut dimutasi dan diganti dengan yang baru dengan alasan
kinerja dan kepemimpinannya kurang baik. Dan apabila dipertahankan
kemungkinan mutu pendidikan di SD tersebut akan semakin menurun
Pengawas meninjau SD tersebut karena prestasi SD tergolong rendah. Pengawas
memberikan arahan dan bimbingan supaya memperbaiki kinerja dan
kepemimpinannya dan Kepala Sekolah disarankan untuk mengikuti kegiatan yang
dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinnannya. Selain itu, Kepala Sekolah
meningkatkan koordinasi dengan melakukan rapat satu minggu sekali untuk
mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Guru- guru tidak menghiraukan perintah dari Kepala Sekolah dengan alasan
Kepala Sekolah tidak dapat menjadi teladan yang baik sehingga mereka berfikiran
akan lebih baik jika melakukan tindakan dengan inisiatif dari guru- guru tersebut.
68
DAFTAR PUSTAKA
Boediono, dkk. 2001. Manajemen Berbasis Sekolah untuk Sekolah Dasar. Jakarta:
Direktorat TK dan SD.
Depdiknas, 2001. Panduan Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum
http://adisujai.wordpress.com/2010/08/15/manajemen-berbasis-sekolah-solusipeningkatan-kualitas-pendidikan-bagian-3/
http://heru-moerdhani.blogspot.com/2012/06/supervisi-dalam-manajemen-berbasis.html
Sujak, Abi, dkk. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Kemendiknas
Iskandar Uray. 2012. Macam- macam Supervisi. Di akses dari http://urayiskandar.blogspot.com/2012/09/macam-macam-supervisi.html pada tanggal 30 Mei
2013
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
0 komentar:
Poskan Komentar
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Social Profiles
Search
Popular
Tags
Blog Archives
69
ORGANISASI PROFESI
MAKALAH ORGANISASI PROFESI Mata Kuliah
Pengampu
: Warsiti , S.Pd., M.Pd.
: Profesi Kependidikan
...
Digital clock
Profil
syukron zahidi
Lihat profil lengkapku
Categories
Global
Ilmu Pendidikan
Kebudayaan
Kesenian
Media Pembelajaran
Metodologi Penelitian
Pembelajaran Terpadu
Pendidikan Inklusi
70
Profesi Kependidikan
Psikologi
Strategi Pembelajaran
71
Pengertian MBS
Manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model
pengelolaan
yang
memberikan otonomi
(kewenangan dan
tanggungjawab) lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/
keluwesan
keluwesan
kepada
sekolah,
dan
mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa,
kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh
masyarakat,
ilmuwan,
pengusaha,
dan
sebagainya.),
untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan
otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan dan tanggungjawab
untuk mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan
dan
tuntutan
sekolah
serta
masyarakat
atau stakeholder yang
ada.
(Catatan:
MBS
tidak
dibenarkan
menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku).
74
Tujuan MBS
MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian
kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah
yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang
baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan
kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas,
efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan.
Dengan MBS, sekolah diharapkan makin mampu dan berdaya dalam
mengurus dan mengatur sekolahnya dengan tetap berpegang pada
koridor-koridor kebijakan pendidikan nasional. Perlu digarisbawahi
bahwa pencapaian tujuan MBS harus dilakukan berdasarkan prinsipprinsip tata kelola yang baik (partisipasi, transparansi, akuntabilitas,
dan sebagainya)
.
Karakteristik MBS
75
b. Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik
proses sebagai berikut:
1) Proses Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi
2) Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
3) Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
4) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
76
Pelaksanaan MBS
Esensi MBS adalah peningkatan otonomi sekolah, peningkatan
partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan, dan peningkatan fleksibilitas pengelolaan sumberdaya
sekolah. Konsep ini membawa konsekuensi bahwa pelaksanaan MBS
sudah
sepantasnya
menerapkan
pendekatan
idiograpik
(membolehkan adanya keberbagaian cara melaksanakan MBS) dan
bukan lagi menggunakan pendekatan nomotetik (cara melaksanakan
MBS yang cenderung seragam/konformitas untuk semua sekolah). Oleh
karena itu, dalam arti yang sebenarnya, tidak ada satu resep
pelaksanaan MBS yang sama untuk diberlakukan ke semua sekolah.
Tetapi satu hal yang perlu diperhatikan bahwa mengubah pendekatan
manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis sekolah
bukanlah merupakan proses sekali jadi dan bagus hasilnya (one-shot
and quick-fix), akan tetapi merupakan proses yang berlangsung secara
terus menerus dan melibatkan semua pihak yang berwenang dan
bertanggungjawab dalam penyelenggaraan sekolah. Paling tidak,
proses menuju MBS memerlukan perubahan empat hal pokok berikut:
Pertama, perlu penyempurnaan peraturan-peraturan, ketentuanketentuan, dan kebijakan-kebijakan bidang pendidikan yang ada di
daerah saat ini yang masih mendudukkan sekolah sebagai subordinasi
birokrasi dinas pendidikan dan kedudukan sekolah bersifat marginal,
menjadi sekolah yang bersifat otonom dan mendudukkannya sebagai
unit utama.
Kedua, kebiasaan (routines) berperilaku warga (unsur-unsur) sekolah
perlu disesuaikan karena MBS menuntut kebiasaan-kebiasaan
berperilaku
baru
yang
mandiri,
kreatif,
proaktif,
sinergis,
koordinatif/kooperatif, integratif, sinkron, luwes, dan professional.
Ketiga, peran sekolah yang selama ini biasa diatur (mengikuti apa yang
diputuskan oleh birokrat diatasnya) perlu disesuaikan menjadi sekolah
yang bermotivasi-diri tinggi (self-motivator). Perubahan peran ini
merupakan konsekuensi dari perubahan peraturan perundangundangan bidang pendidikan, baik undang-undang, peraturan
pemerintah, peraturan presiden,dan peraturan menteri.
Keempat, hubungan antar warga (unsur-unsur) dalam sekolah, antara
sekolah dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dinas
Pendidikan Provinsi perlu diperbaiki atas dasar jiwa otonomi. Karena itu
struktur organisasi pendidikan yang ada saat ini perlu ditata kembali
78
f.
3. Merumuskan
Kembali
Aturan
Sekolah,
Peran
Unsur-unsur
Sekolah, Kebiasaan dan Hubungan antar Unsur-unsur Sekolah
4. Menerapkan Prinsip-prinsip Tata Kelola yang Baik
5. Mengklarifikasi Fungsi dan Aspek Manajemen Sekolah
6. Meningkatkan Kapasitas Sekolah
7. Meredistribusi Kewenangan dan Tanggung jawab
79
8. Menyusun
Rencana
Pengembangan
Sekolah
Melaksanakan, dan Memonitor serta Mengevaluasinya
(RPS/RKAS),
Konsep Partisipasi
Salah satu alasan penerapan MBS adalah untuk membuat
kebijakan/keputusan
sekolah
lebih
dekat
dengan stakeholders sehingga hasilnya benar-benar mencerminkan
aspirasi stakeholders. Untuk itu, MBS mensyaratkan adanya partisipasi
aktif dari semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah (stakeholders), baik warga sekolah seperti guru,
kepala sekolah, siswa, dan tenaga-tenaga kependidikan lainnya,
maupun warga di luar sekolah seperti orang tua siswa, akademisi,
tokoh masyarakat, dan pihak-pihak lain yang mewakili masyarakat
yang diwadahi melalui komite sekolah. Saat ini, Komite Sekolah
merupakan wadah formal bagi stakeholders untuk berpartisipasi
secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan
sekolah.
Peningkatan partisipasi dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi
tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa
memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa
tanggungjawab, makin besar pula tingkat dedikasi/kontribusinya
terhadap sekolah. Inilah pentingnya partisipasi bagi sekolah.
Arti Partisipasi
Partisipasi adalah proses di mana stakeholders (warga sekolah dan
masyarakat) terlibat aktif baik secara individual maupun kolektif,
secara langsung maupun tidak langsung, dalam pengambilan
keputusan,
pembuatan
kebijakan,
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan/ pengevaluasian pendidikan sekolah. Diharapkan,
partisipasi dapat mendorong warga sekolah dan masyarakat sekitar
untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat dalam
proses pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan/pengevaluasian
yang
menyangkut
kepentingan sekolah, baik secara individual maupun kolektif, secara
langsung maupun tidak langsung.
Pergeseran lokus kebijakan dari pemerintah pusat dan dari
dinas pendidikan ke sekolah diharapkan proses pengambilan
keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan/ pengevaluasian pendidikan lebih partisipatif dan benarbenar mengabdi kepada kepentingan publik dan bukan pada
kepentingan elite birokrasi dan politik. Dengan partisipasi aktif
80
diharapkan
mampu
menjadikan
aspirasi stakeholders sebagai
panglima karena dengan MBS diharapkan mampu mengalirkan
kekuasaan dari pemerintah pusat dan dinas pendidikan ke tangan para
pengelola sekolah, yang sebenarnya sangat strategis karena pada
level inilah keputusan dapat memperbaiki mutu pendidikan.
Tujuan Partisipasi
Tujuan utama peningkatan partisipasi adalah untuk: (1) meningkatkan
dedikasi/
kontribusi stakeholders terhadap
penyelenggaraan
pendidikan
di
sekolah,
baik
dalam
bentuk
jasa
(pemikiran/intelektualitas, keterampilan), moral, finansial, dan
material/barang; (2) memberdayakan kemampuan yang ada
pada stakeholders bagi
pendidikan
untuk
mewujudkan
tujuan
pendidikan nasional; (3) meningkatkan peran stakeholders dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah, baik sebagai advisor,
supporter, mediator, controller, resource linker, and education
provider, dan (4) menjamin agar setiap keputusan dan kebijakan yang
diambil
benar-benar
mencerminkan
aspirasi stakeholders dan
menjadikan
aspirasi stakeholders sebagai
panglima
bagi
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
81
jasa
sekolah,
(3) Meningkatnya
tanggungjawab stakeholders terhadap
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
(4) Meningkatnya kualitas dan kuantitas masukan (kritik dan saran)
untuk peningkatan mutu pendidikan.
(5)
Meningkatnya kepedulian stakeholders terhadap setiap langkah
yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan mutu.
(6)
Keputusan-keputusan yang dibuat oleh sekolah benar-benar
mengekspresikan aspirasi dan pendapat stakeholders dan mampu
meningkatkan kualitas pendidikan.
Konsep Transparansi
Sekolah adalah organisasi pelayanan yang diberi mandat oleh publik
untuk menyelenggarakan pendidikan sebaik-baiknya. Mengingat
sekolah adalah organisasi pelayanan publik, maka sekolah harus
transparan kepada publik mengenai proses dan hasil pendidikan yang
dicapai. Transparansi dicapai melalui kemudahan dan kebebasan publik
untuk memperoleh informasi dari sekolah. Bagi publik, transparansi
bukan lagi merupakan kebutuhan tetapi hak yang harus diberikan oleh
sekolah sebagai organisasi pelayanan pendidikan.
Hak publik atas informasi yang harus diberikan oleh sekolah antara
lain: hak untuk mengetahui, hak untuk menghadiri pertemuan sekolah,
hak untuk mendapatkan salinan informasi, hak untuk diinformasikan
tanpa harus ada permintaan, dan hak untuk menyebarluaskan
informasi. Oleh karena itu, sekolah harus memberikan jaminan kepada
publik terhadap akses informasi sekolah atau kebebasan memperoleh
informasi sekolah. Kebebasan memperoleh informasi sekolah dapat
dicapai jika dokumentasi informasi sekolah tersedia secara mutakhir,
baik kualitas maupun kuantitas
Pengembangan transparansi sangat diperlukan untuk membangun
keyakinan dan kepercayaan publik kepada sekolah. Dengan
transparansi yang tinggi, publik tidak lagi curiga terhadap sekolah dan
karenanya keyakinan dan kepercayaan publik terhadap sekolah juga
tinggi. .
82
Arti Transparansi
Transparansi sekolah adalah keadaan di mana setiap orang yang
terkait dengan kepentingan pendidikan dapat mengetahui proses dan
hasil pengambilan keputusan dan kebijakan sekolah. Dalam konteks
pendidikan, istilah transparansi sangatlah jelas yaitu kepolosan, apa
adanya, tidak bohong, tidak curang, jujur, dan terbuka terhadap publik
tentang apa yang dikerjakan oleh sekolah. Ini berarti bahwa sekolah
harus memberikan informasi yang benar kepada publik. Transparansi
menjamin bahwa data sekolah yang dilaporkan mencerminkan realitas.
Jika terdapat perubahan pada status data dalam laporan suatu sekolah,
transparansi penuh menyaratkan bahwa perubahan itu harus
diungkapkan secara sebenarnya dan dengan segera kepada semua
pihak yang terkait (stakeholders).
Tujuan Transparansi
Pengembangan transparansi ditujukan untuk membangun kepercayaan
dan keyakinan publik kepada sekolah bahwa sekolah adalah organisasi
pelayanan pendidikan yang bersih dan berwibawa. Bersih dalam arti
tidak KKN dan berwibawa dalam arti profesional. Transparansi
bertujuan untuk menciptakan kepercayaan timbal balik antara sekolah
dan publik melalui penyediaan informasi yang memadai dan menjamin
kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat.
Upaya-Upaya Peningkatan Transparansi
Transparansi sekolah perlu ditingkatkan agar publik memahami situasi
sekolah dan dengan demikian mempermudah publik untuk
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Upayaupaya yang perlu dilakukan dalam kerangka meningkatkan
transparansi sekolah kepada publik antara lain melalui pendayagunaan
berbagai jalur komunikasi, baik secara langsung melalui temu wicara,
maupun secara tidak langsung melalui jalur media tertulis (brosur,
leaflet, newsletter, pengumuman melalui surat kabar) maupun media
elektronik (radio dan televisi lokal).
Upaya lain yang perlu dilakukan oleh sekolah dalam meningkatkan
transparansi adalah menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara
mendapatkan informasi, bentuk informasi yang dapat diakses oleh
publik ataupun bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara
mendapatkan informasi, durasi waktu untuk mendapatkan informasi,
dan prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada publik.
Sekolah perlu mengupayakan peraturan yang menjamin hak publik
untuk mendapatkan informasi sekolah, fasilitas database, sarana
informasi dan komunikasi, dan petunjuk penyebarluasan produkproduk dan informasi yang ada di sekolah maupun prosedur
pengaduan.
Indikator Keberhasilan Transparansi
83
Konsep Akuntabilitas
MBS memberi kewenangan yang lebih besar kepada penyelenggara
sekolah yaitu kewenangan untuk mengatur dan mengurus sekolah,
mengambil keputusan, mengelola, memimpin, dan mengontrol
sekolah. Agar penyelenggara sekolah tidak sewenang-wenang dalam
menyelenggarakan sekolah, maka sekolah harus bertanggungjawab
terhadap apa yang dikerjakan. Untuk itu, sekolah berkewajiban
mempertanggungjawabkan kepada publik tentang apa yang dikerjakan
sebagai konsekwensi dari mandat yang diberikan oleh publik/
masyarakat. Ini berarti, akuntabilitas publik akan menyangkut hak
publik untuk memperoleh pertanggungjawaban penyelenggara
sekolah. Publik sebagai pemberi mandat dapat memberi penilaian
terhadap penyelenggara sekolah apakah pelaksanaan mandat
dilakukan secara memuaskan atau tidak. Dalam kaitannya dengan
akuntabilitas, publik mempunyai hak untuk memberikan masukan, hak
diinformasikan, hak untuk komplain, dan hak untuk menilai kinerja
sekolah.
Arti Akuntabilitas
Akuntabilitas
adalah
kewajiban
untuk
memberikan
pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja
dan tindakan penyelenggara organisasi kepada pihak yang memiliki
hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggjawaban. Pertanggung jawaban penyelenggara sekolah
merupakan akumulasi dari keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas
pokok dan fungsi sekolah yang perlu disampaikan kepada
publik/stakeholders. Akuntabilitas kinerja sekolah adalah perwujudan
kewajiban
sekolah
untuk
mempertanggungjawabkankeberhasilan/kegagalan
pelaksanaan
rencana sekolah dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik.
Akuntabilitas meliputi
pertanggungjawaban
penyelenggara
sekolah yang diwujudkan melalui transparansi dengan cara
menyebarluaskan informasi dalam hal: (a) pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan serta perencanaan, (b) anggaran pendapatan
dan belanja sekolah, (c) pengelolaan sumberdaya pendidikan di
sekolah, dan (d) keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan rencana
sekolah dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
84
Tujuan Akuntabilitas
Tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya
akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu prasyarat untuk
terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah
harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan
hasil kerja kepada publik. Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah untuk
menilai kinerja sekolah dan kepuasan publik terhadap pelayanan
pendidikan
yang
diselenggarakan
oleh
sekolah,
untuk
mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan,
dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan
kepada publik.
Untuk mengukur kinerja mereka secara obyektif perlu adanya indikator
yang jelas. Sistem pengawasan perlu diperkuat dan hasil evaluasi
harus dipublikasikan dan apabila terdapat kesalahan harus diberi
sanksi. Sekolah dikatakan memiliki akuntabilitas tinggi jika proses dan
hasil kinerja sekolah dianggap benar dan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya.
yang
tinggi,
maka
perlu
rencana
pengembangan
sekolah
dan
publik/stakeholders di awal setiap tahun
85
86
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dengan diberlakukannya otonomi daerah sebagai perwujudan Undang-Undang
No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka sebagian besar kewenangan
Pemerintah Pusat dilimpahkan ke Pemerintah Daerah. Dengan otonomi dan
desentralisasi, diharapkan masing-masing daerah termasuk masyarakatnya akan lebih
terpacu untuk mengembangkan daerah masing-masing agar dapat bersaing.
Konsekuensi dari otonomi dan desentralisasi juga terjadi di bidang pendidikan. Muara
tujuan dari otonomi di bidang pendidikan adalah peningkatan mutu pendidikan di
Indonesia.
Ada sejumlah hal yang mendasari perubahan paradigma penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Pertama, sistem
penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan secara sentralistik menyebabkan tingginya
ketergantungan kepada keputusan birokrasi. Akibatnya, sekolah pun menjadi
kehilangan kemandirian, inisiatif, dan kreativitas yang pada akhirnya berdampak pada
kurangnya motivasi untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan dan
tata layanan pendidikan di sekolah. Kedua, kebijakan penyelenggaraan pendidikan
terlalu berorientasi pada keluaran pendidikan (output) dan masukan (input), sehingga
kurang memperhatikan proses pendidikan itu sendiri. Ketiga, peran serta masyarakat
terutama orang tua peserta didik dalam penyelenggaraan pendidikan masih kurang.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut di atas, perlu dilakukan reorientasi
penyelenggaraan pendidikan yang sentralistik menuju desentralistik melalui penerapan
87
Manajemen Berbasis Sekolah. Konsep MBS merupakan salah satu kebijakan nasional
yang dituangkan dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2000 tentang Rencana Strategis
Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004, dan termuat secara jelas dalam UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
88
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tujuan dan Manfaat MBS
Tujuan
MBS
bermuara
pada
peningkatan
mutu
pendidikan,
efisiensi
manajemen
lainnya
dilakukan
dengan
melibatkan
pihak-pihak
yang
berkepentingan. Dilakukan secara transparan dan akuntabel, baik dari sisi program,
kegiatan, dan keuangan, kepada semua warga sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Menurut Slamet PH (2001), MBS bertujuan untuk "memberdayakan" sekolah,
terutama sumber daya manusia (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, orang tua
siswa, dan masyarakat sekitarnya) melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan
sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah yang
bersangkutan.
89
Menyesuaikan
sumber
keuangan
terhadap
tujuan
instruksional
yang
90
5)
6)
7) Meningkatkan moril para guru dan memelihara kepemimpinan baru pada setiap
tingkat.
Selanjutnya, Kubick & Kathelin (1988:2) mengungkapkan bahwa kelompok kerja
The American Association of School Administrators, the National Association of
Elementary School Principals, and the National Association of Secondary School
Principals (1988) mengidentifikasi sembilan manfaat dari MBS.
1) Secara formal MBS dapat mengenali keahlian dan kompetensi orang-orang yang
bekerja di sekolah dalam rangka membuat keputusan untuk meningkatkan
pembelajaran.
2) Melibatkan guru, staf sekolah, dan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
3) Meningkatkan moral para guru.
4) Menfokuskan pada akuntabilitas pengambilan keputusan.
5) Membawa keuangan dan sumber daya pembelajaran dalam mengembangkan
tujuan pembelajaran di setiap sekolah.
6) Memelihara dan merangsang pemimpin baru di semua tingkatan.
7) Meningkatkan kuantitas dan kualitas komunikasi.
8) Masing-masing sekolah lebih fleksibel dalam mendesain program menuju
kreativitas yang lebih besar dan dalam memenuhi kebutuhan para siswanya;
9) Penganggaran menjadi nyata dan lebih realistik.
91
atau
pembelajaran
kontekstual
dalam
MBS,
mengakibatkan
Tabel 1.
92
Menuju
Pola Baru
Otonomi
Pengambilan keputusan
terpusat
Ruang gerak kaku
Pendekatan birokratik
Sentralistik
Diatur
Overregulasi
Mengontrol
Mengarahkan
Menghindari resiko
Gunakan uang semuanya
partisipatif
Ruang gerak luwes
Pendekatan professional
Desentralistik
Motivasi diri
Deregulasi
Mempengaruhi
Memfasilitasi
Mengelola resiko
Gunakan uang seefisien
mungkin
Teamwork yang cerdas
Informasi terbagi
Pemberdayaan
Organisasi datar
Terdapat perbedaan yang mendasar antara pola lama dengan pola baru
manajemen pendidikan. Pada pola lama manajemen pendidikan, tugas dan fungsi
sekolah lebih pada melaksanakan program daripada mengambil inisiatif merumuskan
dan melaksanakan program peningkatan mutu yang dibuat sendiri oleh sekolah.
Sementara itu, pada pola baru manajemen pendidikan sekolah memiliki wewenang
lebih besar. sebagaimana diilustrasikan pada Tabel 1 di atas.
94
fleksibilitas ini, sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala
tantangan yang dihadapi.
3) Partisipasi
Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang
terbuka dan demokratik. Warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat
(orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dan sebagainya) didorong
untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari
pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan.
Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
sekolah akan mampu menciptakan:
a) Keterbukaan (transparansi);
Transparansi (keterbukaan) yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program
dan keuangan. Kerja sama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriah
kebersamaan untuk meningkatkan mutu sekolah.
b) Kerja sama yang kuat;
Kerjasama sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan antarwarga sekolah
yang erat, hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran bersama
bahwa output sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kuat dan cerdas.
c) Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban sekolah kepada warga sekolahnya,
masyarakat, dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara
terbuka.
d) Demokrasi pendidikan.
Demokrasi
pendidikan
adalah
kebebasan
yang
terlembagakan
melalui
musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan, hak asasi manusia, serta
kewajibannya dalam meningkatkan mutu pendidikan. Jadi, peningkatan partisipasi
warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu
menciptakan keterbukaan (transparansi), kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan
demokrasi pendidikan.
95
(power)
untuk
mengambil
keputusan.
Kedua,
pengetahuan
dan
keterampilan, termasuk untuk mengambil keputusan yang baik dan pengelolaan secara
profesional.
Ketiga, informasi yang diperlukan oleh sekolah untuk mengambil keputusan. Semula
informasi harus dikirim ke pusat untuk pengambilan keputusan di tingkat pusat.
Sekarang sekolah mengumpulkan informasi terutama untuk dijadikan pertimbangan
dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan. Keempat, penghargaan atas prestasi,
yang harus ditangani oleh masing-masing sekolah.
Mereka juga menambahkan tiga elemen yang dianggap prasyarat yang bersifat
organisasional, yaitu: (1) panduan instruksional (pembelajaran), seperti rumusan visi
dan misi sekolah, panduan dari distrik yang menfokuskan pada peningkatan mutu
pembelajaran; (2) kepemimpinan yang mengupayakan kekompakan (kohesif) dan fokus
pada upaya perbaikan/perubahan; (3) sumber daya yang mendukung pelaksanaan
perubahan.
Secara eksplisit, MPMBS (2004) menyatakan bahwa fungsi-fungsi yang
sebagian porsinya dapat digarap oleh sekolah dalam kerangka MPMBS ini meliputi: (1)
proses belajar mengajar, (2) perencanaan dan evaluasi program sekolah, (3)
pengelolaan kurikulum, (4) pengelolaan ketenagaan, (5) pengelolaan peralatan dan
perlengkapan, (6) pengelolaan keuangan, (7) pelayanan siswa, (8) hubungan sekolahmasyarakat, dan (9) pengelolaan iklim sekolah.
Pemberian kewenangan pengelolaan (manajemen) pendidikan di tingkat sekolah
dapat dibagi ke dalam dua kategori. Pertama, dari aspek fungsinya, yang mencakup:
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan (planning, organizing,
actuating, controlling), dan
oleh sekolah, baik oleh kepala sekolah, guru, dan atau komite sekolah. Kedua, bidang
teknis yang dikelola oleh sekolah dengan fungsi-fungsi tersebut, yaitu: (a) perencanaan
dan evaluasi, (b) pengembangan kurikulum, (c) proses pembelajaran, (d) personil
(ketenagaan), (e) keuangan, (f) fasilitas sekolah (sarana-prasarana), (g) pelayanan
siswa, (h) hubungan sekolah masyarakat, serta (i) iklim sekolah.
98
Sekolah
berkewenangn
mengembangkan
(memperdalam,
sekolah.
Di
samping
itu
dengan
KTSP, sekolah
atau
guru
dapat
mengembangkan secara mandiri materi ajar dan kegiatan belajar yang diperlukan untuk
mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan, serta
meningkatkan mutu sekolah sesuai dengan karakteristik sekolah masing-masing.
4). Pengelolaan ketenagaan
Selama ini peran sekolah hanya sebatas mengusulkan kebutuhan tenaga (guru
dan non guru), memproses/mengusulkan angka kredit, dan mengusulkan pensiun.
Dalam rangka MBS peran kewenangan atau peran sekolah masih akan sangat terbatas
pada mengelola ketenagaan yang sudah ada di sekolah, dan sebatas mengelola
pemanfaatan tenaga yang sudah diangkat oleh pemerintah/pemerintah daerah, kecuali
untuk tenaga honorer yang insentifnya sebagian besar dapat dibayarkan melalui dana
BOS dan/atau melalui sumbangan orang tua (Komite Sekolah).
mengetahui
kebutuhan
fasilitas,
baik
kecukupan,
kesesuaian,
maupun
Walaupun kebijakan BOS ini menguntungkan bagi sekolah dalam mengelola pendidikan
di tingkat satuan pendidikan, namun bagi sekolah yang jumlah siswanya sedikit,
kebijakan ini dirasakan masih kurang adil, karena kebutuhan biaya operasional sekolah
tidak mencukupi. Namun demikian dengan pendanaan pendidikan seperti BOS ini,
dalam kerangka MBS, penyelenggara pendidikan diberikan kewenangan untuk
mengelola dana tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, yang
muaranya adalah peningkatan mutu pendidikan. Di samping itu, dengan MBS
penyelenggara pendidikan dapat melakukan inovasi pengalokasian sumber dana
pendidikan, yang tidak hanya tergantung pada hibah dari pemerintah, tetapi bersamasama dengan komite sekolah dapat menghimpun pendanaan dari masyarakat, dunia
usaha, dan dunia industri (DUDI).
7). Pelayanan Siswa
Pelayanan siswa meliputi penerimaan siswa baru, pengembangan/pembinaan/
pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia
kerja, hingga sampai pada pengurusan alumni. Hal itu sebenarnya dari dahulu sudah
didesentralisasikan. Karena itu, yang diperlukan saat ini adalah peningkatan intensitas
dan ekstensitasnya. Seperti yang dikemukakan oleh Sutisna (1991:46), tugas kepala
sekolah dalam manajemen siswa adalah menyeleksi siswa baru, menyelenggarakan
pembelajaran, mengontrol kehadiran murid, melakukan uji kompetensi akademik/
kejuruan, melaksanakan bimbingan karier serta penelusuran lulusan. Uji kompetensi
yang dilakukan bersama oleh sekolah dan asosiasi profesi memudahkan penyaluran
dan pemasaran lulusan sekolah ke dunia kerja, ataupun menciptakan lapangan kerja
sendiri untuk berwiraswasta. Kepala sekolah harus menyadari bahwa kepuasan peserta
didik dan orang tuanya serta masyarakat, merupakan indikator keberhasilan sekolah
(Sallis, 1993). Mereka adalah external customers. Keberhasilan ini adalah konsep dasar
yang harus menjadi acuan kepala sekolah dalam mengukur keberhasilan sekolahnya.
101
lingkungan
Demikian
juga
halnya
dengan
pembelajaran
berbasis
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
102
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS). Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, Jakarta.
Fattah, Nanang. 2004. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan
Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
103
Nurkholis. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi. Grasindo:
Jakarta.
Slamet PH, 2001. Manajemen Berbasis Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan
No. 27. http//www.pdk.go.id/jurnal/27/manajemen-berbasis-sekolah.htm
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu
pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan
menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain memlalui berbagai pelatihan dan
peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta
peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan
belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota,
menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan. Namun, sebagian lainnya masih
memprihatinkan. Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang
menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan
educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini
melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipilih semua
input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan
menghasilkan output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan
tidak terjadi, mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production
function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses
pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang kadang-kadang
kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian,
sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan
lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan
nasional.
Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan
pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih
banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan,
monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akunfabilitas, sekolah tidak
104
Tujuan
1. Mengetahui landasan-landasan MBS
2. Memahami konsep dasar manejemen berbasis sekolah.
3. Mengetahui latar belakang adanya MBS.
105
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Manajemen Berbasis Sekolah
1.
Landasan Filosofis
Landasan filosofis MBS secara umum adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika
ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan
kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan
warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan melalui proses mencerdaskan kehidupan bangsa dalam konteks idiil
negara kita merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan menurut praktisnya merupakan
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggung jawab tersebut,
dilandasi oleh peran secara profesional.
Artinya, pelayanan pendidikan tidak dapat dihindarkan dari batas-batas tanggung jawab
mengingat masing-masing mempunyai posisi dan keterbatasan. Keluarga dalam arti biologis
merupakan orang tua langsung (ibu dan bapak), mempunyai tugas dan wewenang untuk
melakukan pendidikan kepada anak anaknya di rumah tangga, dari mulai hal yang bersifat
sederhana dan pribadi sampai pada hal yang komplek dan bermasyarakat. Tugas dan wewenang
ini, bersifat alamiah dan mendasar untuk membangun individu yang bertanggung jawab. Akan
tetapi sebagai orang tua, terdapat berbagai keterbatasan dalam pelayanan pendidikan yang
bersifat normatif dan terukur, baik yang bersifat keilmuan maupun keterampilan tertentu. Oleh
sebab orang tua tidak dapat melayani kebutuhan pendidikan anaknya, maka orang tua
mempercayakan kepada sekolah baik yang diselenggarakan oleh masyarakat (yayasan
pendidikan) maupun pemerintah.
Konsekuensinya orang tua wajib memberikan dukungan kepada sekolah sesuai dengan
batas kemampuan dan kesepakatan. Oleh sebab itu tujuan penyelanggaraan pelayanan
pendidikan hanya bisa dicapai apabila terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai
sumber daya, untuk terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya
pendidikan, perlu adanya suatu badan yang bersifat independen dengan asas keadilan dan
kemanusiaan.
Landasan munculnya MBS yang berasal dari kehidupan masyarakat (dalam modul UT)
diantaranya:
a. Pendidikan nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat yaitu nilainilai kebersamaan yang
bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat di lingkungan keluarga dan masyarakat serta
pada pendidikan agama.
MBS merupakan salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengakomodasi pendidikan
nilai. Pendidikan kewarganegaraan dan agama sangat penting untuk menumbuhkembangkan
tanggung jawab bersama di dalam kehidupan suatu masyarakat (baik secara lokal, nasional,
regional, global). Nilai-nilai spiritual diperlukan untuk menyempurnakan kesejahteraan manusia
di dunia dan alam sesudahnya sehingga kehidupan lebih bermakna. Nilai-nilai lokal tercermin
dalam nilai sosial budaya setempat yang diwujudkan dalam bentuk tata krama pergaulan, model
pakaian, dan seni. Nilai-nilai nasional berkaitan erat dengan penerapan kaidah-kaidah sebagai
106
warga Negara yang baik yang menjunjung tinggi kebangsaan. Kedua nilai tersebut membentuk
budi pekerti dan keperibadian yang kuat, hanya dapat dikembangkan melalui manajemen yang
berbasis sekolah dengan dukungan masyarakat. Manajemen berbasis sekolah dengan dukungan
masyarakat berupaya memperkuat jati diri peserta didik dengan nilai sosial budaya setempat,
mensinergikannya dengan nilai-nilai kebangsaan serta nilai-nilai agama yang dianut.
b. Kesepakatan-kesepakatan yang diberlakukan dalam kehidupan masyarakat.
Maksudnya adalah kesepakatan atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata
lain segala bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar semuanya lancar sesuai
harapan. Tuntutan penerapan MBS semakin nyata seiring dengan perubahan karakteristik
masyarakat. Perubahan dalam bidang sosial, ekonomi, hukum, pertahanan, keamanan, secara
nasional, regional, maupun global, mendorong adanya perubahan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang dimiliki siswa. Artinya telah terjadi perubahan kebutuhan siswa sebagai bekal
untuk terjun ke masyarakat luas dimasa mendatang dibandingkan dengan masa lalu. Oleh karena
itu, pelayanan terhadap siswa, program pengajaran, dan jasa yang diberikan kepada siswa juga
harus sesuai dengan tuntutan baru tersebut. Secara umum perubahan lingkungan menuntut
adanya pola kebiasaan dan tingkah laku baru oleh semua pihak. Untuk menyesuaikan keadaan
tersebut dibutuhkan adanya reformasi dalam pendidikan, salah satunya dengan MBS.
2.
Landasan Yuridis
Dasar Hukum Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu:
a. Dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN), pemerintah mengupayakan keunggulan masyarakat
bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Hal ini diharapkan dapat dijadikan landasan dalam
pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro,
meso maupun mikro. Aspek makro erat kaitannya dengan desentralisasi kewenangan dari
pemerintah pusat ke daerah, aspek meso berkaitan dengan kebijakan daerah provinsi sampai
tingkat kabupaten sedangkan aspek mikro melibatkan sekolah yaitu seluruh sektor dan lembaga
pendidikan yang paling bawah serta terdepan dalam pelaksanaannya.
b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS)
Tahun 2000-2004 pada bab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan
khususnya sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan
masyarakat (school/ community based management).
c. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Provinsi Sebagai Daerah Otonom.
d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (khususnya yang
terkait dengan MBS adalah Bab XIV, Pasal 51, Ayat (1), pengelolaan satuan pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah.
e. Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya tentang
manajemen berbasis sekolah.
f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan
(khususnya yang terkait dengan MBS adalah Bab II, Pasal 3); Badan hukum pendidikan
bertujuan memajukan pendidikan nasional dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/
madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan otonomi perguruan tinggi pada
jenjang pendidikan tinggi.
107
Kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan
untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan
pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang
terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan
persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaftif dan antisipatif, kemampuan bersinergi danm
berkaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri.
Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui
penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana warga sekolah (guru, karyawan,
siswa,orang tua, tokoh masyarakat) dkjorong untuk terlibatsecara langsung dalam proses
pengambilankeputusan yang akan dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah.
Pengambilan keputusan partisipasi berangkat dari asumsi bahwa jika seseorang dilibatkan
dalam proses pengambilan keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan akan merasa
memiliki keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan akan bertanggung jawab dan
berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya makin besar tingkat
partisipasi, makin besar pula rasa memiliki, makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa
tanggung jawab, dan makin besar rasa tanggung jawab makin besar pula dedikasinya.
Dengan pola MBS, sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) yang lebih besar dalam
mengelola manajemennya sendiri. Kemandirian tersebut di antaranya meliputi penetapan sasaran
peningkatan mutu, penyusunan rencana peningkatan mutu, pelaksanaan rencana peningkatan
mutu dan melakukan evaluasi peningkatan mutu. Di samping itu, sekolah juga mmiliki
kemandirian dalam menggali partisipasi kelompok yang brekepentingan dengan sekolah. Di
sinilah letak ciri khas MBS.
Berdasarkan konsep dasar yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penyesuaian
dari pola lama manajemen pendidikan menuju pola baru manajemen pendidikan-masa depan
yang lebih bernuansa otonomi yang demokratis. Dimensi-dimensi perubahan pola manajemen
dari yang lama menuju yang baru tersebut, dewasa ini secara konseptual maupun praktik tertera
dalam MBS.
Perubahan dimensi pola manajemen pendidikan dari yang lama ke pola yang baru menuju
MBS dapat digambarkan sebagai berikut:
Pola lama
- Subordinasi
- Pengambilan keputusan terpusat
- Ruang gerak kaku
- Pendekatan birokratik
- Sentralistik
- Diatur
- Overregulasi
- Mengontrol
- Mengarahkan
- Menghindar Resiko
- Gunakan uang semuanya
- Individu yang cerdas
109
- Informasi terpribadi
- Pendelegasian
- Organisasi hirarkis
Mengacu pada dimensi-dimensi tersebut, sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam
pengelolaan lembaganya. Pengambilan keputusan akan dilakukan secara partisipatif dengan
mengikutsertakan peran masyarakat sebesar-besarnya. Selanjutnya, melalui penerapan MBS
akan nampak karakteristik lainnya dari profil sekolah mandiri, di antaranya sebagai berikut:
a.
b.
Perubahan sekolah akan lebih didorong oleh motivasi internal dari pada diatur oleh luar sekolah.
c.
d.
Peranan para pengawas bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi, dari mengarahkan
menjadi memfasilitasi dan dari menghindari resiko menjadi mengelola resiko.
e.
f.
g.
h.
Manajemen sekolah akan lebih menggunakan pemberdayaan dan struktur organisasi akan lebih
datar sehingga akan lebih sederhana dan efisien.
4.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman bagi dirinya dibanding dengan lembaga-lembaga lainnya. Dengan demikian sekolah
dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.
b.
Sekolah lebih mengetahui sumber daya yang dimilikinya dan input pendidikan yang akan
dikembangkan serta didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c.
Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah,
orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga sekolah akan berupaya
semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah
direncanakan.
d.
Sekolah dapat melakukan persaingan sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan
mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik,
masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
e.
f.
g.
Meningkatkan persaingan yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang ingin dicapai.
Dengan demikian, secara bertahap akan terbentuk sekolah yang memiliki kemandirian
tinggi. Secara umum, sekolah yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
110
b.
Bersifat adaptif dan antisipatif memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani
mengambil resiko).
c.
d.
e.
f.
a.
b.
Bertanggung jawab
c.
d.
e.
a.
Visi dan misi yang jelas dan target mutu yang harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
secara lokal.
b.
c.
d.
Seluruh personil sekolah memiliki visi, misi, dan harapan yang tinggi untuk berprestasi secara
optimal.
e.
Sekolah memiliki sistem evaluasi yang kontinyu dan komprehensif terhadap berbagai aspek
akademik dan non akademik.
5.
b. Pengembangan intelektual
c.
d. Pemahaman interpersonal
e.
f.
g.
h.
Perwujudan diri.
i.
111
MBS
menurut
Nurkolis,
2003
dalam
http://edukasi.kompasiana.com yaitu:
1. MBS di Indonesia yang menggunakan model MPMBS muncul karena alasan:
a. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman bagi dirinya sehingga
sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan
sekolahnya.
b. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya.Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
selanjutnya
menjadi
model
pengelolaan
sekolah
yang
113
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis telah terbukti tidak membawa kemajuan
yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Bahkan dalam kasus-kasus
tertehtu, manajemen yang sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreatifitas pada
satuan pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya
stagnasi di bidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang pendidikan.
Seiring dengan bergulirnya era dtonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan
reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang
tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan
melaJui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS. MBS bukan sekedar
mengubah penedekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih
dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah.
Melalui penerapan MBS, kepedulian masyarakat untuk ikut serta mengontrol dan menjaga
kualitas layanan pendidikan akan lebih terbuka untuk dibangkitkan. Dengan demikian
kemandirian sekolah akan diikuti oleh daya kompetisi yang tinggi akan akuntabilitas publik yang
memadai.
Dasar hukum yang melandasi adanya Managemen Berbasis Sekolah meliputi landasan
secara filosofis dan landasan yuridis. Landasan filosofis MBS secara umum adalah cara hidup
masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut
harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap
cara dan kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap
lapisan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan melalui proses mencerdaskan kehidupan
bangsa dalam konteks idiil negara kita merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan
menurut praktisnya merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah. Tanggung jawab tersebut, dilandasi oleh peran secara profesional.
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pemerintah mengupayakan keunggulan masyarakat
bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 pada bab VII tentang bagian
program pembangunan bidang pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (khususnya
yang terkait dengan MBS adalah Bab XIV, Pasal 51, Ayat (1), Kepmendiknas nomor 087 tahun
2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya tentang manajemen berbasis sekolah. Dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan
(khususnya yang terkait dengan MBS adalah Bab II, Pasal 3).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa alasan diterapkannya Manajemen
Berbasis Sekolah adalah karena adanya berbagai program pendidikan yang pengelolaannya
terlalu kaku dan sentralistik, pendidikan merupakan salah satu bidang pemerintahan yang wajib
dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota, dan untuk dapat melaksanakan kewajiban ini,
maka diperlukan strategi pengelolaan pendidikan yang tepat dan mengedepankan kerja sama,
sekolah mempunyai otonomi atau wewenang untuk merencanakan, mengatur, mengambil
114
keputusan, melaksanakan dan bertanggung jawab atas segala kegiatan yang ada di sekolah dan
lingkungan sekolah dengan keterlibatan warga sekolah serta masyarakat sekitar sehingga sasaran
mutu pendidikan yang telah direncanakan dapat tercapai, pada dasarnya sekolahlah yang lebih
mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman, serta kebutuhannya termasuk dalam hal
finansial, prestasi siswa, akuntabilitas, keefektifan sekolah, keefisienan administrasi,
profesionalitas, politis dan keekonomian.
B. Saran
Manajemen sekolah sangat berpengaruh terhadap keefektifan kurikulum karena dengan
pengelolaan yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula (mutu pendidikan akan lebih
meningkat).
115
b. Administrasi
c.
Tokoh masyarakat
d. Wali siswa
e.
Siswa
f.
Dunia industri
g.
alumni
116
DAFTAR PUSTAKA
Laeli Fajriah. 2011. Yuk, Belajar Manajemen Berbasis Sekolah. Diakses dari
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/23/yuk-belajar-manajemen-berbasis-sekolah-1350888.html. pada tanggal 15 Maret 2013
Mulyasa. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Umaedi, dkk. 2008. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ada beberapa tujuan pendidikan diantaranya yaitu bersifat mendatar artinya
bahwa adanya pendidikan yaitu untuk mempersiapkan manusia untuk menghadapi
masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun secar kolektif
sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Tujuan dan fungsi
pendidikan lainnya adalah peradaban, artinya pendidikan bermanfaat untuk mencapai
117
suatu tingkat peradaban. Peradaban adalah hasil karya manusia yang semula
dimaksudkan untuk mendukung kesejahteraan manusia.
MBS atau manajement berbasis sekolah adalah suatu proses kerja komunitas
sekolah dengan menerapkan kaidah-kaidah otonomi akuntabilitas. Partisipasi untuk
mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara terpadu. Tujuan penerapan MBS
itu sendiri adalah untuk memaksimalkan dan efesiensi pengelolaan bermutu serta
relafansi pendidikan. Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan
kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitas
secara terus menerus.
MBS merupakan salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk
mengakomodasi pendidikan nilai. Pendidikan kewarganegaraan dan agama sangat
penting untuk menumbuhkembangkan tanggungjawab bersama didalam kehidupan
suatu masyarakat(baik secara local, nasional, regional, global). Nilai-nilai spiritual
diperlukan untuk menyempurnakan kesejahteraan manusia di dunia dan alam
sesudahnya sehingga kehidupan lebih bermakna. Nilai-nilai lokal tercermin dalam nilai
social budaya setempat yang diwujudkan dalam bentuk tata krama pergaulan, model
pakaian, seni. Nilai-nilai nasional berkaitan erat dengan penerapan kaidah-kaidah
sebagai warga Negara yang baik yang menjunjung tinggi kebangsaan. Kedua nilai
tersebut membentuk budi pekerti dan keperibadian yang kuat, hanya dapat
dikembangkan melalui manajemen
yang
masyarakat.
Manajemen
memperkuat
jati
berbasis
diri
sekolah
peserta
didik
dengan
dengan
dukungan
nilai
masyarakat
social
budaya
berupaya
setempat,
2.
3.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari pembuatan makalah ini adalah :
-
D. Kajian pustaka
Bahan-bahan makalah ini kami ambil dari referensi buku dan situs-situs internet
yang berbeda-beda supaya data yang kami kumpulkan tentang landasan filosofis
MBS . Untuk lebih jelasnya kami akan lampirkan pada daftar pustaka sumbersumber yang kami ambil.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Manajemen Berbasis Sekolah
MBS sebagai bentuk upaya alternatif dalam pendidikan akan berjalan
dengan baik jika lingkungan mendukung untuk diadakannya reformasi. Akar
reformasi merupakan landasan filosofis yang tak lain bersumber dari cara
hidup(way of life) masyarakatnya. Oleh karena itu, untuk suksesnya reformasi
pendidikan harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Tanpa
mempedulikan cara dan kebiasaan hidup warganya maka reformasi pendidikan
tidak akan mendapat sambutan apalagi dukungan dari segenap lapisan
masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi
tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya
reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi
tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.
Unsur lain dari reformasi pendidikan adalah keterlibatan orang tua siswa dan
keterlibatan masyarakat untuk menentukan misi sekolah yang dapat diterima dan
bernilai bagi masyarakat setempat. Segala keputusan yang diambil oleh pihak
sekolah harus melibatkan atau memusyawarahkan keputusan tersebut kepada
orang tua siswa atau masyarakat. Hal ini dikarenakan agar siswa dapat mencapai
kompetensi yang ditetapkan dan dapat merespon dengan tepat dan cepat
keinginan masyarakat, baik yang menyangkut pengembangan dan pengayaan
kognitif siswa, keterampilan maupun sikap sesuai dengan aspirasi yang
berkembang dilingkungannya. Dalam mewujudkan hal itu maka sekolah harus
diberi kewenangan yang lebih luas untuk mengambil keputusan yang didukung oleh
masyarakat(diantaranya orang tua murid). Pemberian kewenangan kepada sekolah
didalam pengambilan keputusan itulah yang merupakan hakikat MBS.
119
makro
erat
kaitannya
dengan
desentralisasi
kewenangan
dari
2.
UU no 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 20002004 pada bab VII tentang bagian program pembangunan bidang
pendidikan khususnya sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang
berbasis pada sekolah dan masyarakat.
3.
4.
5.
jawab
tanggungjawab
pemerintah,
bersama
sedangkan
antara
menurut
keluarga,
praktisnya
masyarakat
dan
merupakan
pemerintah.
pelayanan
pendidikan
tidak
dapat
dihindarkan
dari
batas-batas
dalam
arti
biologis
merupakan
orang
tua
langsung
(ibu
dan
Oleh sebab orang tua tidak dapat melayani kebutuhan pendidikan anak nya, maka
orang tua memperca yakan kepada sekolah baik yang diselenggarakan oleh
masyarakat (yayasan pendidikan) maupun pemerintah.
Konsekkuensinya orang tua wajib memberikan dukungan kepada sekolah sesuai
dengan
batas
kemampuan
dan
kesepakatan.
Oleh
sebab
itu
tujuan
121
b. Kesepakatan atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata
lain maka segala bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar
semuanya lancar sesuai harapan.
2. Landasan yang Berdasarkan Hukum atau Peraturan Perundangan
a. UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
b. UU Sisdiknas No 2 tahun 1989 Pasal 25 ayat 1 butir 1 bahwa pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah:
Kepmendiknas No 044/U/2002 :
a. PP No 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Dari beberapa pendapat tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa landasan MBS adalah sebagai berikut:
1. Landasan Filosofis
Melibatkan semua pihak secara optimal yaitu keluarga, masyarakat, dan
pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan.
penyelanggaraan
tatanan
pemerintahan
termasuk
dalam
pelayanan
123
b.
c.
Akta notaris.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Menurut pendapat kami bahwa kesimpulan dari Landasan filosofis MBS adalah
cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka
reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya.
Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka
reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.
124
DAFTAR PUSTAKA
Laeli Fajriah. 2011. Yuk, Belajar Manajemen Berbasis
125