Anda di halaman 1dari 24

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Sifat Fisik dan Karakteristik Mineral Endapan Timah
Endapan bijih timah pada umumnya berasal dari magma asam. Sehingga
keterdapatannya

berhubungan

dengan

adanya

batuan

granit.

Dalam

pembentukkannya, mineral ini disertai dengan mineral berharga lainnya dan


gangue mineral. Berikut adalah karakteristik mineral yang terdapat dalam
endapan timah:
1.

Cassiterite (SnO2)
Cassiterite merupakan mineral utama dalam endapan timah yang
mengandung unsur Sn. Dengan menggunakan mikroskop, dapat terlihat
bahwa mineral ini memiliki warna merah marun, merah kecoklatan atau
merah kehitaman. Cassiterite memiliki kilap minyak dengan berat jenis 6,9 7. Jika terkena larutan HCl, mineral ini akan mengalami perubahan warna
menjadi pucat keabu-abuan. Cassiterite dapat dialiri arus listrik (konduktor).
Cassiterite merupakan mineral utama dalam endapan bijih timah, sedangkan
yang dimaksud timah murni adalah Stannum (Sn) atau biasa disebut timah

2.

putih.
Xenotime (YPO4)
Mineral ini berwarna kuning keputih-putihan (putih keruh) dengan
berat jenis 4,6. Xenotime tidak dapat dialiri listrik tapi dapat ditarik oleh

3.

magnet (magnetik).
Ilmenite (FeTiO3)
Mineral ini berwarna hitam gelap dengan permukaan yang kasar atau
berbintik-bintik. Ilmenite memiliki berat jenis 4,7. Selain itu, mineral ini

4.

memiliki sifat konduktor dan magnetik.


Monazite ((CeLaYTh)PO4)
Mineral ini memiliki warna seperti Xenotime yaitu putih keruh. Untuk
membedakan Monazite dan Xenotime adalah dengan cara menyinari mineral
tersebut dengan sinar ultraviolet. Jika disinari dengan sinar ultraviolet,
Monazite akan mengalami perubahan warna menjadi kehijau-hijauan.
Sedangkan Xenotime tidak mengalami perubahan warna jika disinari dengan
ultraviolet. Monazite memiliki berat jenis 4,6 dan memiliki sifat

5.

nonkonduktor. Selain itu mineral ini memiliki sifat magnetik.


Tourmaline (Na(MgFe)3Al6(Bo3)3(Si6O18)(OH)4)

Universitas Sriwijaya

Mineral ini memiliki warna mengkilap dan mempunyai urat-urat yang


6.

sejajar serta bersifat nonkonduktor dan memiliki berat jenis 3,2.


Zircone (ZrSiO4)
Mineral ini memiliki warna merah muda, merah kekuningan atau merah
keputih-putihan. Zircon berbentuk bulat seperti telur dan memiliki berat jenis

7.

4,6. Mineral ini bersifat nonkonduktor dan nonmagnetik.


Pyrite (FeS2)
Mineral ini memiliki warna kekuning-kuningan. Pyrite berbentuk kotak
(kubus) dan memiliki berat jenis 5. Selain itu mineral ini memiliki sifat

8.

konduktor.
Siderite (FeCO3)
Mineral ini memiliki warna seperti Pyrite tetapi berbentuk menyerupai
gumpalan (bulat). Siderite termasuk mineral konduktor dengan berat jenis

9.

3,9.
Marcasite (FeS2)
Mineral ini memiliki warna seperti Pyrite dan Siderite tetapi berbentuk
panjang (berbatang-batang). Marcasite termasuk mineral konduktor dengan

berat jenis 4,8.


10. Quartz (SiO2)
Mineral ini memiliki warna bening dan merupakan mineral pengotor
dalam endapan timah. Kuarsa bersifat nonkonduktor dan nonmagnetik.
Mineral ini memiliki berat jenis 2,65.
2.2. Gravity Concentration
Menurut Willys, Barry A., 1992, Mineral Processing Technology, Gravity
Concentration merupakan suatu proses pemisahan dari kumpulan suatu mineralmineral yang memiliki bentuk, ukuran serta berat jenis yang berbeda-beda
menjadi mineral-mineral yang saling terpisah antara satu mineral dengan mineral
lainya oleh pengaruh gaya gravitasi atau gaya sentripugal. Dalam proses
pemisahaannya perbedaan berat jenis dari mineral merupakan faktor utama
keberhasilan proses pemisahan mineral. Alat-alat pemisahan mineral dengan
prinsip gravity Concentration disebut gravity separation.
Dalam penentuan apakah gravity separation dapat dilakukan atau tidak,
terlebih dahulu harus diketahui nilai spesific gravity mineral, specific gravity
viscosity separating medium, dan mechanical method yang menyebabkan
perbedaaan pergerakan partikel pada proses klasifikasi mineral. Dengan

CC

h f
l f

Universitas Sriwijaya

memperhatikan dua faktor yang utama di atas, diperoleh rumusan hasil bagi dari
berat jenis mineral ringan dan mineral berat dengan di kurangi berat jenis
medium, yang disebut dengan Concentration Criterion (CC). Definisi dari
Concentration Criterion (CC) itu sendiri adalah tingkat keberhasilan pemisahan
mineral berharga dengan pengotornya yang ditentukan oleh perbedaan berat jenis
didalam media. Dibawah ini merupakan rumus dari Concentration Criterion (CC)
itu sendiri.
............................ (2.1)
Keterangan :
CC = Concentration Criterion
h = Spesific gravity mineral berat

l = Spesific gravity mineral ringan


f = Spesific gravity fluida

Secara umum dapat ditentukan bahwa kalau concentration criterion


memberikan angka / hasil (kurang / lebih sebagai berikut):
1) CC 2,50 : Pemisahan mudah dilakukan dalam semua ukuran partikel hingga
butiran yang halus.
2) CC 1,75 : Pemisahan secara gaya berat ekonomis dilakukan sampai dengan
ukuran 10 100 mesh (2,000 mm 0,149 mm).
3) CC 1,50 : Pemisahan secara gaya berat ekonomis dilakukan untuk ukuran 10
20 mesh (2,000 mm 0,814 mm)
4) CC 1,25 : Pemisahan secara gaya berat tidak dapat dilakukan karena tidak
ekonomis
Dari hasil proses penambangan, mineral pengotor yang dominan pada
mineral cassiterite adalah pasir kuarsa. Dalam proses pemisahannya yang
menggunakan medium air laut (Bj = 1,03), mineral kasiterit (Bj = 6,9) dengan
pasir kuarsa (Bj = 2,6) diperoleh nilai concentration criterion sebagai berikut:
CC

bijih timah air


quarsa air

6,9 1,03
3,739
2,6 1,03

Universitas Sriwijaya

Akan tetapi untuk memisahkan kasiterit (Bj = 6,9) dengan pyrite (Bj = 5)
sulit dilakukan Gravity Concentration karena :
CC

bijih timah air


pyrite air

6,9 1,03
1,479
5,0 1,03

Sedangkan untuk untuk memisahkan monasit (Bj = 6,9) dengan quartz (Bj =
2,6) ekonomis untuk dilakukan Gravity Concentration karena :
CC

monazite air 4,6 1,03

2,27
quartz air
2,6 1,03

Berdasarkan hasil perhitungan Concentration Criterion (CC) diatas maka


bijih timah memiliki nilai CC 2,5 terhadap pasir kuarsa yang merupakan
mineral pengotor dominan pada kapal isap maupun kapal keruk, sehingga metode
Gravity Concentration dapat di terapkan dalam pencucian bijih timah. Sedangkan
untuk memisahkan bijih timah dengan pyrite sulit dilakukan perhitungan
Concentration Criterion (CC) karena CC 2,5.
Secara umum penggunaan metode dari gravitasi untuk pemisahan mineral,
lebih dititik beratkan pada proses gerak jatuh dari mineral didalam suatu medium
dengan adanya pengaruh gaya gravitasi. Semakin besar nilai specific gravity dari
suatu mineral, maka semakin cepat nilai pengendapan mineral di dalam medium.
Secara umum medium yang digunakan dalam alat gravity separation berupa
fluida (air dan udara).

Selain dari berat jenis, ukuran butir mineral juga

berpengaruh pada proses pemisahan. Pemilihan alat pemisahan dapat juga dilihat
dari kondisi karakteristik butir dari mineral serta ukuran butir mineral itu sendiri.
Berikut diagram pemilihan alat pemisahan berdasarkan ukuran butir mineral
menurut Kelly dan Spottswood 1982 (Gambar 2.1).

Universitas Sriwijaya

(Sumber : Taggart. A. F, 1944)


Gambar 2.1. Batas Ukuran Partikel Untuk Proses Konsentrasi (Kelly dan
Spottswood 1982)
Alat alat jenis gravity consentration yang sering digunakan antara lain :
a. Shaking Table (meja goyang)
Tabling adalah suatu proses konsentrasi untuk memisahkan antara
mineral berharga dengan mineral tidak berharga, mendasarkan pada perbedaan
berat jenis mineral melalui aliran fluida yang tipis (Gambar 2.2). Oleh karena
itu proses ini termasuk dalam Flowing Film Concentration. Alat yang
digunakan adalah Shaking Table. Prinsip pemisahan dalam tabling ialah ukuran
mineral harus halus karena proses konsentrasi ini mendasarkan pada aliran
fluida tipis. Adanya gaya dorong air terhadap partikel yang sama besarnya tapi
berbeda berat jenisnya, maka partikel yang ringan akan mengalami dorongan
air yang lebih besar dari partikel berat. Dengan adanya gerakan maju mundur
dari head motion maka partikel yang berat akan melaju lebih jauh dari
partikel yang ringan sampai akhirnya partikel-partikel tersebut masuk ke
tempat penampungan. Untuk mendapatkan aliran air yang turbulen maka
dipasang alat yaitu riffle, dengan demikian partikel yang ringan akan
cenderung untuk meloncat dari riffle satu ke riffle lainnya dibanding partikel
yang berat yang hanya akan menggelinding searah dengan riffle tersebut.
Proses ini berjalan terus menerus sehingga antara mineral yang mempunyai
berat jenis besar dengan yang ringan dapat terpisahkan.

Gambar 2.2. Shaking Table (Nesbitt, 2001)


b. Sluice Box

Universitas Sriwijaya

Prinsipnya adalah memisahkan antara mineral berharga dengan yang tidak


berharga mendasarkan atas gaya beratnya (Gambar 2.3). Alat ini berbentuk box
atau kotak yang bagian dalamnya dilengkapi dengan riffle, yang gunanya untuk
menahan material yang mempunyai berat jenis relatif besar dibandingkan dengan
material lain sehingga mampu mengimbangi gaya dorong dari aliran air. Jadi yang
mempengaruhi berhasil tidaknya dalam melakukan operasi pemisahan dengan alat
ini adalah :
1) Kecepatan aliran dan ketebalan aliran fluida
Bila kecepatan dan ketinggian fluida terlalu besar maka mineral yang ada baik
itu mineral berat maupun ringan dan ketebalan yang besar dari fluida akan
membuat arus turbulen yang besar dan ini yang membuat material meloncat
dari riffle.
2) Berat jenis material yang akan dipisahkan
Berat jenis dari material harus cukup besar karena material itu harus dapat
mengimbangi derasnya arus dengan gaya berat sehingga material itu akan
dapat terhalangi oleh riffle. Bila material itu mampunyai berat jenis yang kecil,
akan hanyut terbawa oleh aliran air.
3) Banyaknya air/fluida
Bila air yang digunakan untuk memisahkan mineral ini hanya sedikit, maka
mineral tersebut tidak akan dapat terpisahkan atau hasilnya adalah heterogen
4) Ketinggian riffle
Ketinggian riffle harus sebanding dwngan ketebalan aliran air, paling tidak
harus melebihi +/- 0,5 cm dari permukaan riffle
5) Panjang box
Panjang box sangat menentukan karena makin panjang akan semakin besar
kemungkinan material itu untuk tersangkut pada roffle sehingga hasilnya
semakin besar.

Universitas Sriwijaya

10

Gambar 2.3. Sluice Box (Nesbitt, 2001)


c. Humphrey Spiral
Humphrey Spiral merupakan alat penetrasi pemisahan mineral berat dan
mineral ringan yang berbentuk spiral yang menggunakan gaya sentrifugal dan air
sebagai media konsentrasi. Metode pemisahan ini teramasuk kedalam gravity
consenteration.
Prinsip kerja dari alat ini adalah umpan dimasukkan kedalam kotak
penampung umpan. Kemudian dengan menggunakan pompa air, larutan umpan
dipompa keatas spiral. Larutan umpan akan terlebih dahulu melewati
Hydrocyclon. Pada Hydrocyclon umpan dipisahkan menjadi mineral berat dan
mineral ringan. Mineral berat akan keluar dari Hydrocylon melalui pipa bagian
bawah, sedangkan mineral ringan keluar dari pipa bagian atas.
Umpan memasuki saluran spiral dalam bentuk campuran yang hampir
homogen. Ketika larutan air beserta umpan mengalir mengelilingi jalur spiral,
pemisahan terjadi pada bidang vertikal. Pemisahan biasanya terjadi sebagai hasil
perpaduan dari Hindered Settling dan Interstitial Trickling. Gaya Bagnol juga
memberikan kontribusi yang besar. Hasilnya adalah: partikel-partikel yang berat
akan mengalir pada daerah dengan kecepatan rendah, pada sisi dalam dari bidang
spiral, sedangkan partikel-partikel yang ringan akan mengalir pada daerah dengan
kecepatan tinggi, pada sisi luar bidang spiral.

Universitas Sriwijaya

11

Pada daerah berkecepatan rendah diletakkan splitter, yaitu lubang yang


didesain dan berfungsi untuk menampung mineral berat atau dalam hal ini adalah
mineral berharga. Konfigurasi dan letak (posisi) dari splitter dapat diatur sesuai
dengan konsentrat yang akan dihasilkan. Hasil akhir yang didapat pada pemisahan
dengan menggunakan metode Humphrey spiral (Gambar 2.4) adalah konsentrat,
midling dan tailing.

Gambar 2.4 Humprey Spiral (Nesbitt, 2001)


d. Jig
Jigging biasanya digunakan untuk konsentrat yang relative kasar hingga
halus dan range ukuran umpan cukup sempit (Gambar 2.5). Metodenya yaitu
pemisahan mineral yang berbeda berat jenisnya sehingga terjadi stratifikasi.
Fungsi alat jig adalah untuk meningkatkan kadar mineral tertentu.
Prinsip kerja alat ini adalah apabila terjadi pulsion maka bed akan
terdorong naik. Sehingga batuan pada lapisan bed akan merenggang karena
adanya tekanan. Kesempatan ini akan dimanfaatkan oleh mineral berat untuk
menerobos bed masuk ke tangki sebagai konsentrat sedangkan mineral ringan
akan

terbawa

oleh

aliran

horizontal

diatas

permukaan bed dan

akan

terbuang sebagai tailing. Pada saat terjadi suction, bed menutup kembali sehingga
Universitas Sriwijaya

12

mineral berat berukuran besar dan mineral ringan berukuran besar tidak
berpeluang masuk ke tangki. Jadi mineral berat berukuran besar akan mengendap
diatas bed untuk menunggu kesempatan pulsion berikutnya, sedangkan mineral
ringan berukuran besar akan terbawa aliran arus horizontal.

Gambar 2.5 Jig (Nesbitt, 2001)


2.3

Proses Pemisahan Mineral pada Jig


Pada kapal isap, alat pemisah mineral yang digunakan dan utama adalah jig.

Menurut Pryor, E. J, 1965, Mineral Processing, jig merupakan alat pemisah


mineral kasiterit terhadap mineral pengotor lainnya berdasarkan perbedaan nilai
specific gravity dari mineral. Pada dasarnya proses pemisahan mineral didalam jig
dapat terjadi akibat adanya prinsip klasifikasi mineral pada medium berupa fluida.
Dalam hal ini medium yang digunakan adalah air laut dengan berat jenis 1,03.
a. Teori Jigging
Jigging adalah suatu proses pemisahan bijih dalam suatu media cair dengan
alat jig berdasarkan perbedaan berat jenis. Jig bekerja secara mekanis yang
menggunakan prinsip perbedaan kemampuan menerobos dari butiran yang
akan dipisahkan terhadap suatu lapisan pemisah (bed).
b. Prinsip Jigging
Pada proses jigging terjadi gerakan tekanan (pulsion) dan isapan (suction)
akibat gerakan naik turun membran. Apabila terjadi pulsion maka bed akan
terdorong naik. Sehingga batuan pada lapisan bed akan merenggang karena
adanya tekanan. Kesempatan ini akan dimanfaatkan oleh mineral berat untuk

Universitas Sriwijaya

13

menerobos bed masuk ke tangki sebagai konsentrat sedangkan mineral ringan


akan terbawa oleh aliran horizontal diatas permukaan bed dan akan terbuang
sebagai tailing.
Pada saat terjadi suction, bed menutup kembali sehingga mineral berat
berukuran besar dan mineral ringan berukuran besar tidak berpeluang masuk ke
tangki. Jadi mineral berat berukuran besar akan mengendap diatas bed untuk
menunggu kesempatan pulsion berikutnya, sedangkan mineral ringan berukuran
besar akan terbawa aliran arus horizontal. Pada pemisahan partikel mineral dalam
proses jigging dipengaruhi tiga faktor, antara lain:
1. Differential acceleration
Pada awal jatuhnya mineral pada suatu fluida maka akan terjadi dua
proses yaitu, mineral dengan berat jenis yang besar akan lebih cepat jatuh
dibandingkan mineral yang memiliki berat jenis yang ringan. Differential
acceleration (Gambar 2.6) merupakan faktor perbedaan kecepatan jatuh
partikel mineral ke bed, karena adanya gerakan yang terjadi pada alat jig. Hal
ini akan menyebabkan partikel mineral yang memiliki berat jenis besar akan
memiliki kecepatan jatuh yang lebih besar. Pada proses ini kecepatan dari
mineral hanya dipengaruhi oleh berat jenis mineral dan berat jenis fluida. Dan
tidak dipengaruhi oleh ukuran dari mineral (karena kondisi berlangsung pada
free settling).

Gambar 2.6 Differential Acceleration (Nesbitt, 2001)


2. Hindered settling classification
Hindered settling adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh gaya
pulsion (pukulan) dan suction (hisapan) dari panjang pukulan yang
mengakibatkan timbulnya hentakan pada suatu medium yang mengakibatkan
adanya perubahan kecepatan pengendapan partikel pada suatu pulb (suspensi)
yang bergejolak. Partikel-partikel yang memiliki bentuk ukuran dan berat jenis

Universitas Sriwijaya

14

yang berbeda, akan memiliki kecepatan pengendapan yang berbeda (Gambar


2.7). Dimana bentuk ukuran dan berat jenis partikel akan menentukan besarnya
gaya pengendapan (F) dari suatu partikel. Hal ini dapat dilihat pada
persamaan di bawah ini menurut Pryor, E. J, 1965.
F = mg mg drag force
mg = (V. ) g

(2.2)

Keterangan :
m : massa partikel

: Berat jenis partikel


V : Volume partikel
g : Gaya gravitasi

Gambar 2.7 Hindered Settling (Nesbitt, 2001)


Pada kondisi hindered settling besarnya gaya pulsion (Fpulsion) akan
diteruskan sama besar untuk setiap partikel. Partikel dengan gaya pengendapan
lebih besar dari gaya pulsion (F > FPulsion), akan tetap tenggelam. Sedangkan
partikel dengan gaya pengendapan yang lebih kecil dari gaya pulsion (F <
FPulsion), akan terangkat menuju permukaan fluida. Hal ini akan menimbulkan
perbedaan kecepatan pengendapan partikel. Kondisi ini seperti digambarkan pada
gambar 3.17.
Pada awal jatuhnya mineral menuju medium pemisah (fluida) nilai terminal
velocity dari mineral akan menentukan posisi dari mineral

pada

proses

pemisahan. Pada (Gambar 2.8 (a)) posisi mineral berat dengan mineral ringan
tidak jauh berbeda, sehingga pemisahan pada sistem ragging akan sulit untuk

Universitas Sriwijaya

15

dilakukan. Sementara

pada (Gambar 2.8 (b)) kondisi mineral ringan dengan

mineral berat telah memiliki perbedaan posisi yang sangat mencolok, sehingga
pemisahan dari mineral pada sistem ragging akan sangat mudah untuk dilakukan.

Gambar 2.8 Proses Klasifikasi pada (a) Free Settling, (b) Hindered Settling
(Nesbitt, 2001)
3.

Consolidation trickling
Consolidation trickling (Gambar 2.9) pada akhir jatuh merupakan suatu
keadaaan pada saat suction dari bed. Bed akan merapat sehingga mineral yang
mempunyai ukuran butir yang kecil dengan berat jenis besar akan mempunyai
kesempatan untuk menerobos celah-celah dari bed. Sedangkan mineral besar
dengan berat jenis kecil tidak sanggup berpindah karena pengaruh perbedaan
kecepatan pengendapan mineral dengan bed. Untuk lebih jelas dapat dilihat
pada gambar berikut.

Gambar 2.9 Consolidation Trickling (Nesbitt, 2001)


Dari ketiga proses tersebut terjadilah proses pemisahan mineral yang
memiliki perbedaan dalam berat jenis pada jig. Pada pemisahan mineral tersebut,
perbedaan dari nilai terminal velocity dari suatu mineral menjadi faktor yang
utama pada proses pemisahan. Siklus jigging (Gambar 2.10) merupakan suatu

Universitas Sriwijaya

16

bentuk gelombang yang sebangun dan bergerak secara teratur serta berulangulang yang diakibatkan oleh pulsion dan suction (A. B. Nesbitt)

Gambar 2.10 Ideal Jigging Process (Nesbitt, 2001)


Titik A merupakan titik dimulainya siklus penggerak pada jig (Gambar
2.11), ketika feed masuk menuju jig, maka mineral berat akan memiliki nilai
terminal velocity yang lebih besar dari mineral ringan. Saat kecepatan aliran ke
atas yang disebabkan oleh panjang pukulan terus meningkat maka jig bed akan
terangkat sehingga ragging akan terbuka. Jika waktu antara A dan B sangat kecil,
maka terjadi efek differential acceleration dimana mineral berat akan terlebih
dahulu sampai ke dasar bed dibandingkan mineral ringan.
Pada titik B, kecepatan aliran ke atas semakin besar, sampai mencapai
puncaknya pada titik C, dalam keadaan ini mineral yang mempunyai kecepatan
pengendapan yang lebih besar dari kecepatan aliran keatas akan terus mengendap
sedangkan mineral yang mempunyai kecepatan aliran pengendapan yang lebih
kecil dari kecepatan aliran keatas akan terangkat keatas terbawa aliran mendatar
(cross flow) dan menjadi tailing. Pada kondisi ini disesuaikan dengan kondisi
hindered settling.

Universitas Sriwijaya

17

Gambar 2.11 Siklus Penggerak pada Jig (Nesbitt, 2001)


Pada titik D pengendapan mineral dimulai oleh mineral berukuran besar,
kemudia mineral yang berukuran halus. Keadaan ini merupakan kombinasi antara
differential acceleration dan hindered settling, dimana sebagian besar mineral
berukuran besar akan terletak pada dasar lapisan jig bed.
Pada titik E yang merupakan transisi antara pulsion dan suction, lapisan jig
bed mulai menutup. Dalam keadaan ini mineral berat yang berukuran kecil masih
mempunyai kesempatan untuk terus bergerak turun menerobos celah-celah dari
ragging. Sedangkan mineral berukuran besar atau mineral ringan yang berukuran
besar akan tertahan dalam jig bed, dalam hal ini efek consolidation trickling yang
berlaku.
Dari pergerakan panjang pukulan akan menghasilkan

dua gaya yang

berperan utama pulsion dan suction. Dimana ketika terjadi pulsion ragging akan
terbuka, sedangkan suction ragging akan tertutup. Pada kondisi consolidation
trickling, maka gaya yang dihasilkan panjang pukulan, merupakan gaya suction.
2.4. Jig Tipe Pan America
Jig tipe Pan America (Gambar 2.12) merupakan salah satu alat pemisah
yang digunakan dengan menggunakan metode gaya gravitasi. Jig tipe ini bisa
memisahkan mineral halus.

Universitas Sriwijaya

18

Gambar 2.12 Sketsa Penampang Bagian dalam Jig Type Pan-America (PT. Timah
(Persero) Tbk )
Prinsip

kerja

alat

Jig

terjadi pulsion maka bed akan

tipe

Pan

terdorong

America
naik.

ini

Sehingga

adalah
batuan

apabila
pada

lapisan bed akan merenggang karena adanya tekanan. Kesempatan ini akan
dimanfaatkan oleh mineral berat untuk menerobos bed masuk ke tangki sebagai
konsentrat sedangkan mineral ringan akan terbawa oleh aliran horizontal diatas
permukaan bed dan akan terbuang sebagai tailing.
Pada saat terjadi suction, bed menutup kembali sehingga mineral berat
berukuran besar dan mineral ringan berukuran besar tidak berpeluang masuk ke
tangki. Jadi mineral berat berukuran besar akan mengendap diatas bed untuk
menunggu kesempatan pulsion berikutnya, sedangkan mineral ringan berukuran
besar akan terbawa aliran arus horizontal.
Gerakan pulsion dan suction pada Jig tipe Pan America dihasilkan dari
diaphragma yang terbuat dari karet. Diaphragm mengembang dan mengempis
sehingga menimbulkan gerakan keatas. Diapragma terletak pada bagian dalam
dari alat tersebut yang digerakkan oleh torak yang naik turun karena dihubungkan
dengan eksentrik. Underwater disalurkan pada bagian bawah saringan meelalui
sebuah klep pada saat diaphragma bergerak.
Menurut Katili (1966) pada Jig jenis Pan American, kompartemen (A)
berbentuk persegi dengan bagian dasar berbentuk kerucut terbuka (B), tepi bawah
dihubungkan dengan karet yang berbentuk lingkaran(C) dan dengan ujung atas
berbentuk kerucut (D).
Hutch bagian bawah sel sangga oleh batang eksentrik vertikal (E) dan
digerakkan oleh eksentrik (F). Hutch water masuk terus-menerus di (G) dan

Universitas Sriwijaya

19

didistribusikan oleh sekat kerucut yang lewat di bawah (H). Saringan umumnya
dari anyaman kawat dengan 0,083 x 0,475 inch, lubang dipasang dengan grid atas
dan bawah dalam bentuk keranjang (J), yang dapat digerakkan dan diganti sebagai
satu unit, dengan mengangkat kait (K). Perhatikan (Gambar 2.13). berikut :

Gambar 2.13 Pan American Balanced Jig (Katili, 1966)


2.4.1 Bagian bagian Penting Pada Jig Pan America
Berikut ini adalah bagian bagian penting pada jig pan america, yaitu :
a. Saringan (Rubber Screen)
Saringan gunanya untuk menahan jig bed (hematite) jangan sampai turun ke
bawah dan melewatkan atau meloloskan bijih timah. Pada umumnya saringan
dibuat dari bahan yang tahan terhadap korosi seperti pospor brons, baja tahan
karat dan karet. Ukuran lubangnya harus lebih kecil dari hematite dan lebih
besar dari bijih timah, biasanya dipakai dengan ukuran 4 x 10 mm untuk
kompartemen A dan ukuran 3 x 10 mm untuk kompartemen BC, ukuran lubang
6-10. Saringan berukuran lebih besar diletakan melintang terhadap arah aliran,
dengan tujuan agar lubang saringan tidak mudah buntu atau tersumbat.
b. Bed
Bed adalah

lapisan

material

diatas

saringan jig, yang

terdiri

dari

batu hematite yang berfungsi sebagai bahan perantara dalam memisahkan bijih
timah yang berat jenisnya lebih tinggi dengan bijih yang berat jenisnya lebih
rendah. Untuk menghitung kebutuhan bed jig per unit adalah
H = A x t x BJ pure hematite x jumlah cell ...................... (2.3)
Keterangan :
A = Luas area/cell (m2)

Universitas Sriwijaya

20

T = Tinggi rooster (m)


Bj = 2,3 ton/m3
c. Afsluiter Underwater
Afsluiter Underwater

berfungsi

sebagai

pengatur cross

flow dan

mengatur pemasukan air ke tiap tangki jig dan menjaga keseimbangan air
dalam jig, maka air perlu ditambahkan dan dimasukkan ke dalam jig dari
bagian bawah saringan (Hutch), disebut underwater atau hutchwater. Selain itu
fungsi

yang

terpenting

adalah

untuk

mengontrol

pemisahan konsentrat dan tailing, sehingga tailing yang sudah masuk ke


dalam jig bed dapat didorong kembali ke atas dan keluar sebagai tailing.
d. Kisi Kisi (Rooster)
Kisi-kisi (rooster) adalah

alat

yang

berguna

untuk

menjepit

saringan jig dan menahan bed agar tetap di tempat. Kisi-kisi dibuat berpetakpetak supaya bed tersebar merata di seluruh permukaan jig. Bahan kisikisi terbuat dari kayu (papan) dan dari plat (besi) yang di lapisi oleh karet.
e. Alat Penggerak
Untuk

membuat

gerakan

menerus (continuitas). Alat

isapan

yang

dan

tekanan

digunakan

adalah menggunakan pompa hidrolik yang

secara

sebagai

dihubungkan

terus

penggerak

dengan

satu

sumbu eksentrik yang dibagi untuk 2 kompartemen AB dengan panjang stang


yang sama secara mekanis. Stang balance diafragma merupakan salah satu alat
penggerak untuk proses pencucian, yang dipergunakan pada jig type Pan
America. Stang balance diafragma ini berfungsi untuk merubah gerakan
berputar yang ditimbulkan oleh pompa hidrolik menjadi gerakan atas bawah.
Alat ini fungsinya untuk menimbulkan isapan (Suction) dan tekanan
(Pushion) pada permukaan bed jig. Gerakan atas bawahnya dapat disetel
(diubah-ubah) disesuaikan dengan kebutuhan.
f. Membran
Gunanya

adalah

untuk

memberikan

gaya

isapan (Suction) dan

dorongan (Pushion) dengan menutup rapat antara tangki dan torak yang
digerakan oleh motor penggerak. Membran ini harus diklem dengan kuat,

Universitas Sriwijaya

21

sehingga tidak terjadi kebocoran atau lepas dan tidak boleh di cat karena akan
mengakibatkan mudah retak dan pecah.
g. Spigot
Spigot merupakan

alat

untuk

mengeluarkan konsentrat yang

keluar

melewati saringan dan untuk mengatur jumlah air di dalam tangki jig. Bentuk
dari Spigot ialah kerucut yang berbahan dari karet.
2.4.2 Faktor faktor Kinerja Jig Pan America
Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja jig, antara lain :
a. Sifat-sifat umpan (feed), yakni:
1. Bentuk dan ukuran feed
Semakin besar (kasar) ukuran butir mineral, maka recovery semakin tinggi.
Tetapi ada satu hal yang harus diperhatikan, makin besar ukuran partikel
mineral makin makin cepat pula pemadatan pada bed, sehingga terjadi
kebuntuhan yang mengakibatkan feed yang masuk berikutnya tidak dapat
menerobos bed.
2. Kadar mineral
Makin tinggi atau kaya kadar mineral berharga yang masuk sebagai feed, maka
recovery akan semakin tinggi. Dan makin banyak kadar mineral pengganggu
yang masuk sebagai feed pemisahan semakin sulit, berarti perolehan recovery
akan rendah.
3. Berat jenis mineral
Semakin tinggi berat jenis mineral berharga terhadap mineral pengganggu
maka recovery akan semakin tinggi.
b. Parameter-parameter proses jig
Pada proses pemisahan dengan menggunakan alat jig, terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi efektifitas kerja jig. Adapun parameter yang mempengaruhi
proses pemisahan tersebut antara lain :
1. Panjang pukulan
Panjang pukulan adalah jarak yang ditempuh oleh torak atau membran dari
awal dorongan (pulsion) hingga akhir hisapan (suction). Untuk mengatur
panjang pukulan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut, yaitu berat
jenis, ukuran butir, jumlah mineral ikutan, dan kekayaan timah yang digali.

Universitas Sriwijaya

22

Panjang pukulan berpengaruh terhadap recovery dan kadar konsentrat. Jika


ingin mendapatkan konsentrat yang bersih, dapat menggunakan panjang
pukulan yang kecil dan cepat dimana pulsion akan ditahan dengan
menggunakan back water dalam jumlah yang banyak, tetapi cassiterit tidak
tertangkap semua terutama yang ukuran butir halus dan akan lari ke tailing
sehingga recovery menjadi rendah. Untuk mendapatkan tailing yang bersih,
panjang pukulan yang digunakan lebih besar sehingga panjang pukulan
bergerak lambat dan suction akan kuat dengan menggunakan back water yang
sedikit. Panjang pukulan yang relatif pendek dan cepat dengan back water
yang banyak digunakan untuk memisahkan feed yang berkadar tinggi, tetapi
untuk feed dengan kadar yang rendah biasanya digunakan panjang pukulan
yang besar dan lambat.
Menurut Barry A. Wills panjang pukulan pada jig berbanding terbalik
dengan jumlah pukulan per menit. Ukuran butir dari mineral berbanding lurus
dengan panjang pukulan dan berbanding terbalik dengan jumlah pukulan per
menit. Hal ini dapat dilihat dari persamaan berikut :
S

60 v
..........................................................( 2.4)
.n

Keterangan:
S =

Panjang pukulan (mm)

v =

Kecepatan pengendapan partikel (mm/s)

n =

Jumlah pukulan per menit

= 3,14
60 =

60 detik/menit

Dari persamaan diatas diketahui bahwa untuk perolehan kadar yang baik,
maka peningkatan panjang pukulan harus disertai dengan pengurangan jumlah
pukulan permenit dan sebaliknya. Sedangkan penyesuaian panjang pukulan
dipengaruhi oleh ukuran butir mineral. Semakin besar ukuran butir konsentrat
maka panjang pukulan semakin besar, begitu juga sebaliknya.
Menurut Norman L. Weiss laju kecepatan pengendapan mineral kasiterit
berdasarkan kondisi butir pada fluida dapat dihitung dengan rumus :

Universitas Sriwijaya

23

4dg '
........................................................................( 2.6)
3Q. '

Keterangan:
v =

Kecepatan pengendapan partikel (mm/s)

d =

Diameter partikel (mm)

g = Gaya gravitasi (9,8 m/s)

Berat jenis partikel(kasiterit =6,9)

' = Berat jenis fluida (air = 1,03)

Q = Koefisien resistant (0,4)


2. Kecepatan aliran horizontal
Kecepatan aliran horizontal adalah kecepatan air yang mengalir diatas
lapisan bed. Fungsi aliran horizontal adalah untuk membawa material ringan,
baik yang berukuran besar maupun kecil. Untuk kecepatan aliran horizontal
yang terlalu besar, mineral berukuran halus akan ikut terbuang bersama tailing.
Sedangkan kecepatan aliran horizontal yang lebih kecil dari kecepatan
pengendapan mineral ringan, maka akan mengendap diatas permukaan jig bed
sehingga akan mengganggu proses jigging.
3. Ukuran Butiran dan Tebal Bed
Batu jig/hematit berfungsi sebagai media pemisah yakni untuk menahan
mineral ringan agar sekecil mungkin turun ke dalam tangki jig, dan memberi
peluang yang sebesar-besarnya kepada mineral berat (termasuk timah) turun ke
dalam tangki jig. Ukuran butiran batu hematit harus disesuaikan, bed jangan
terlalu tebal sebab apabila terlalu tebal (penuh) maka tidak ada lagi kantong
untuk menjebak material sebelum terkonsentrasi menjadi konsentrat. Jumlah
batu hematite yang dibutuhkan tiap cell dapat dihitung dengan rumus:
H = A x t x bj x 80% .......................................................(2.7)
Keterangan:
H =

Hematite yang diperlukan (ton)

d =

Diameter partikel (mm)

A =

Luas saringan efektif (m2)

t =

tebal bed (m)

bj =

bj hematite

Universitas Sriwijaya

24

4. Volume air Tambahan (Underwater)


Sejumlah air ini yang berada dalam tangki jig adalah merupakan media
penghantar efektif pukulan terhadap daerah pemisahan/daerah suspensi.
Apabila jumlah air ini terlalu kecil maka efektif pukulan tidak berlanjut ke
daerah suspensi dan proses pemisahan tidak terjadi.

Apabila underwater

terlalu banyak seolah-olah tertekan ke permukaan pemisahan dan dapat


mempengaruhi proses suspensi, sebaliknya underwater diatur sedemikian rupa,
seakan-akan air tersebut keluar melalui permukaan jig dalam keadaan bebas
tanpa tekanan. Kebutuhan underwater jig primer maupun sekunder dapat
dihitung dengan rumus :
Kebutuhan Underwater Jig =
LSE keseluruhan x Kebutuhan Underwater/Cell x 60 ........(2.8)
5. Ukuran lubang spigot
Lubang spigot adalah suatu

lubang yang berfungsi sebagai tempat

keluarnya konsentrat hasil pemisahan. Besarnya ukuran lubang spigot ini akan
mempengaruhi volume air yang terdapat dalam tangki jig. Apabila ukuran
lubang spigot terlalu besar, maka volume air yang keluar melalui lubang spigot
akan menjadi besar. Hal ini akan mengakibatkan tangki jig menjadi kosong dan
jig akan mengalami kekurangan air. Untuk menjaga keseimbangan air didalam
jig, maka ukuran lubang spigot diusahakan sekecil mungkin. Hal ini bertujuan
agar pada proses pemisahan berikutnya tidak terjadi kelebihan air dan
pemakaian air tambahan dapat terjaga.
6. Motor jig
Motor jig merupakan motor penggerak pukulan yang menyebabkan
terjadinya pulsion dan suction pada proses pemisahan. Penentuan daya atau HP
motor yang digunakan berdasarkan beban yang akan didorong pada saat
pulsion, jumlah putaran gear box dan panjang pukul motor yang digunakan.
7. Jig screen
Jig screen merupakan saringan yang terbuat dari kawat (ketebalan kawat
1,5 mm) yang dipasang diantara roobster bawah dan atas. Semakin besar

Universitas Sriwijaya

25

ukuran lubang bukaan jig screen maka recovery semakin tinggi ( kebuntuan
makin lambat).
2.5. Jig di KIP
2.5.1. Jig Primer
Instalasi jig yang digunakan pada jig primer KIP 12 adalah tipe Pan
American (PA) jig yang berjumlah empat unit, satu unit memiliki empat
kompartemen. Tiaptiap jig primer memperoleh umpan (feed) dari material
undersize saringan putar. Setiap kompartemen jig primer mempunyai sebuah
lubang pengeluaran (spigot).
Prinsip kerja dari jig primer sendiri adalah dengan menggunakan gaya
suction dan pulsion. Ketika terjadi pulsion, membran mendorong bed sehingga
terbuka dan mineral yang lebih berat dari bed dalam hal ini hematite (Fe2O3)
mempunyai kesempatan untuk masuk ke rubber screen. Setelah itu terjadi suction
yang menghisap sehingga lapisan bed terisap dan tertutup kembali. Hal ini
menyebabkan mineral ringan tidak memiliki kesempatan untuk masuk ke rubber
screen dan akan terbawa oleh aliran air menuju bandar tailing.
Tujuan dari penggunaan jig primer sendiri adalah untuk mengambil mineral
berat sebanyak-banyaknya termasuk timah. Kapasitas jig primer yang ada pada
KIP Timah 12 (Lampiran K) adalah 207 m3/jam. Konsentrat dari jig primer ini
sendiri akan menjadi umpan (feed) pada jig clean up.
2.5.2 Jig Sekunder (Clean Up)
Pada jig clean up, instalasi yang digunakan sama dengan jig primer yaitu
tipe Pan American (PA) jig yang berjumlah dua unit. Prinsip kerja jig clean up
sama dengan jig primer namun pada jig clean up ukuran hematite (Fe2O3) yang
digunakan lebih kecil dan juga ukuran lubang rubber screen lebih kecil. Tiap unit
jig clean up pada KIP 12 memiliki empat kompartemen. Tujuan dari penggunaan
jig sekunder adalah untuk meningkatkan kadar timah. Kapasitas jig clean up yang
ada pada KIP Timah 12 (lampiran K) adalah 55 m3/jam. Konsentrat dari jig
sekunder selanjutnya dicuci lagi di sluice box (sakan).
2.6 Material Balance

Universitas Sriwijaya

26

Menurut Taggart. A. F, 1944, Handbook Of Mineral Dressing, Di dalam


suatu operasi pengolahan bijih harus selalu berlaku konsep material balance yang
artinya berat yang masuk harus sama dengan berat yang keluar. Secara matematis
material balance dirumuskan sebagai berikut :
................................

F=C+T

......................(2.9)

Keterangan:
F =

berat feed, ton

C =

berat consentrat, ton

T =

berat tailing, ton

Sedangkan untuk treatment balance dirumuskan sebagai berikut :


F.f = C.c + T.t

...................................(2.10)

Keterangan:
F =

berat feed, ton

f =

kadar mineral tertentu di dalam feed, %

C =

berat consentrat, ton

c =

kadar mineral tertentu di dalam konsentrat, %

T =

berat tailing, ton

t =

kadar mineral tertentu di dalam tailing, %

Istilah perolehan timbul karena proses pengolahan bijih tidak berlangsung


secara sempurna, yang berarti ada sebagian mineral berharga masuk ke dalam
tailing yang akhirnya dibuang. Sehingga dapat dihitung perbandingan antara berat
mineral berharga dalam konsentrat dengan berat mineral berharga dalam umpan
yang disebut dengan perolehan (recovery). Secara matematis recovery dapat
dirumuskan pada persamaan berikut:

Rec =

x 100%

...............................
(2.11)

Keterangan:
Rec = perolehan (recovery), %
F =

berat feed, ton

Universitas Sriwijaya

27

f =

kadar mineral tertentu di dalam feed, %

C =

berat consentrat, ton

c =

kadar mineral tertentu di dalam konsentrat, %

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai