RA SAB Ansthesiologi
RA SAB Ansthesiologi
Disusun Oleh :
Mega Ramadhiyaswari
0710710027
Pembimbing :
dr. Ristiawan Muji, Sp.An
BAB 1
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama
: Sdr. R
Usia
: 21 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Berat Badan
: 53 kg
Register
: 12225xx
Dirawat di
: Ruang 19
3 Agustus 2012
Lama anestesi
Jenis pembedahan
Jenis anesthesia
1.2 Preoperatif
1.2.1 Anamnesis ( 2 Agustus 2012 )
Alergi
:
Medication
Past Medical History
Last Meal
Event
.
B2 (Blood)
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
edema -/-.
Hb
Leukosit
Trombosit
PCV
MCV
MCH
MCHC
: 15,10 gr/dL
: 6700/l
: 292.000/l
: 43,7%
: 85.900 fL
: 29.700 pg
:34.600
(N : 11 16,5 gr/dl)
(N : 3.500 10.000 /l)
(N : 150.000 390.000 /l)
(N : 35,0 50,0 %)
Faal Hemostasis
PPT
INR
APTT
Kimia Darah
GDA
Ureum
Kreatinin
SGOT/SGPT
Albumin
Serum Elektrolit
Natrium
Kalium
: 85 mg/dl
: 21,3 mg/dl
: 0,98 mg/dl
: 23/22 mU/ml
: 4,72 mg/dL
: 145 mmol/l
: 4,17 mmol/l
: 106 mmol/l
Chlorida
uretra externa,
Inj. Ranitidin 50 mg
Inj. Metoclopramide 10 mg
Scope
Tubes
Airway
Tape
Introducer
Connector
stetoskop, laringoskop
ETT (cuffed) size 7,0 kink fix
orotracheal airway
plester untuk fiksasi
untuk memandu agar pipa ETT mudah dimasukkan
penyambung antara pipa dan alat anestesi
Suction
memastikan tidak ada kerusakan pada alat suction
Obat emergensi : sulfas atropin, lidokain, adrenalin, efedrin
1.3 Durante Operatif
1.3.1 Laporan Anestesi Durante Operatif
Jenis anestesia
: Regional anestesia-Sub Arachnoid Blok
Teknik anestesia
:
1. memposisikan pasien dengan kondisi duduk, meluruskan
punggung dan kaki, tapi tetap dalam keadaan tidak tegang, dan
2.
3.
4.
5.
menundukkan kepala.
Lokasi injeksi diberi antiseptik, dengan savlon.
Identifikasi ruang interspinosus diantara L4-L5.
Kemudian di infiltrasi lokal dengan lidokain 2% di area L4-L5
Dilanjutkan anestesi dengan insersi spino catheter ukuran 27
Teknik anestesi
kaki lurus.
: infiltrasi lokal dengan lidokain 2% 2cc
Anestesi regional spinal dengan bupivacaine 0.5%
12mg dan adjuvant morfin 0.1 mg
1.3.3 Monitoring
Pernafasan
Medikasi durante operasi
Ondansetron 4 mg i.v
Ketorolac 30 mg i.v
Pethidin 25 mg i.v
Cairan masuk:
Preoperatif
: Kristalloid RL 1000 cc
Preoperatif
EBV
ABL
M
O4
: 3710 cc
: 371 cc
: 93 cc / jam
: 106 cc / jam
1.4 Postoperatif
1.4.1 Laporan Anestesi Postoperatif di Ruang Pulih Sadar
Pasien masuk jam 09.20
Keluhan pasien: mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri (-)
Pemeriksaan fisik:
B1 : airway paten, napas spontan, Rh (-), Wh (-)
B2 : nadi 80x/menit, TD 113/67 mmHg, CRT <2detik
B3 : compos mentis, GCS 456, pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya+/
+
B4 : Dower catheter (+)
B5 : soefl, BU (+)
B6 : akral hangat, kering, kemerahan, mobilitas (-), edema (-)
Terapi Pasca Bedah
O2 nasal canul 2 liter/menit
Infus: RL 100 cc/jam selama dipuasakan
Antibiotika : Ciprofloxacin 2x 500mg p.o
Inj. Metoclopramide 3x10 mg iv
Inj. Ranitidin 2x50 mg iv
Inj. Ketorolac 3x30 mg iv prn
Bila mual muntah : Inj.Ondansetron 4 mg
1.4.2 Monitoring
Cek vital sign tiap 15 menit selama 2 jam
Bila RR <10x/menit, berikan O2 NRBM 10 liter/menit
Bila nadi 50, berikan sulfas atropin 0,5 mg iv cepat
Jika tekanan darah sistole <90 mmHg berikan RL 500 cc dalam 30 menit
efedrin 5 mg iv
Pindah ruangan jika aldrete score > 8
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
Merah
Pucat
Sianosis
0
------------------------
10
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anesthesia Regional Subarachnoid Block
Anestesi regional adalah pemberian anestesi ke bagian tubuh tanpa
terjadi hilangnya kesadaran atau berkurangnya kesadaran. Ada dua
kelompok teknik central neuraxis blockade (blokade epidural atau
subarachnoid) dan peripheral nerve blockade.
Persiapan analgesia spinal terdiri dari melakukan informed consent
(izin dari pasien), pemeriksaan fisik (ada tidaknya kelainan punggung), dan
pemeriksaan laboratorium anjuran (hemoglobin, hematokrit, PPT dan aPTT).
Peralatan yang diperlukan dalam analgesia spinal ini terdiri aatas peralatan
monitor seperti tekanan darah, nadi, pulse oxymetry, dan EKG; peralatan
resusitasi/anestesi umum; serta jarum spinal dengan ujung tajam (QuinckeBabcock) atau jarum spinal dengan ujung pensil.
Indikasi/Kontraindi
Keterangan
kasi/
Komplikasi
Indikasi
Indikasi
Absolut
Kontra
Pasien menolak
Deformitas pada lokasi injeksi
Hipovolemia berat
Sedang dalam terapi antikoagulan
Indikasi
Kontra
Relatif
Komplikasi
Hipotensi berat
Tindakan
Bradikardia
Hipoventilasi
Trauma pembuluh darah
Trauma saraf
Mual muntah
Gangguan pendengaran
Blok spinal tinggi, atau spinal total
Komplikasi
Tindakan
Pasca
diperoleh
dengan
mencampur
anestetik
local
dengan
2.2 Preoperatif
10
pascabedah
5. Mempersiapkan obat atau alat guna menanggulangi penyulit yang
diramalkan. (Wiryana dkk, 2010)
Tatalaksana evaluasi
1. Anamnesis.
Anamnesis baik autoanamnesis maupun hetero anamnesis, yakni
meliputi identitas pasien, anamnesis khusus yang berkaitan dengan
penyakit bedah yang mungkin menimbulkan kerusakan fungsi organ, dan
anamnesis umum yang meliputi riwayat penyakit sistemik, riwayat
pemakaian obat-obatan, riwayat operasi/anesthesia terdahulu, kebiasaan
buruk, dan riwayat alergi. (Wiryana dkk, 2010)
Pada pasien didapatkan riwayat trauma pada pelvis akibat
kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan fraktur pelvis. Pasien kemudian
menjalani operasi open cystotomy pada September tahun 2010, operasi
PER pada November 2010, operasi end to end anastomose pada Juni
2011. Pasien selanjutnya berturut-turut menjalani operasi k/p sachse
sebanyak lima kali akibat striktur uretra yakni pada bulan Agustus,
September, November tahun 2011 dan Februari, April 2012. Sebelumnya
tidak didapatkan penyakit sistemik, pemakaian obat-obatan, dan tidak
didapakan riwayat alergi.
2. Pemeriksaan fisik.
Yakni memeriksa status pasien saat ini yang meliputi kesadaran,
frekuensi nafas, tekanan darah, nadi, suhu tubuh, berat dan tinggi badan
untuk menilai status gizi/BMI. Disamping itu juga dilakukan pemeriksaan
fisik umum yang meliputi pemeriksaan status psikis, saraf, respirasi,
hemodinamik, penyakit darah, gastrointestinal, hepato-bilier, urogenital
11
12
Definisi
ASA 1
ASA 2
ASA 3
13
Kelas
Definisi
berat yang disebabkan karena berbagai penyebab tetapi tidak
mengancam nyawa.
ASA 4
ASA 5
ASA 6
anestesi, karena efek samping anestesi tidak dapat dipisahkan dari efek
samping pembedahan. Penilaian ASA diklasifikasikan menjadi 5 kategori.
Kategori ke-6 selanjutnya ditambahkan untuk ditujukan terhadap brain-dead
organ donor. Status fisik ASA secara umum juga berhubungan dengan
tingkat mortalitas perioperatif. Karena penyakit yang mendasari hanyalah
satu dari banyak faktor yang berkontribusi terhadap komplikasi periopertif.
Meskipun begitu, klasifikasi status fisik ASA tetap berguna dalam
perencanaan manajemen anestesi, terutama teknik monitoring (Barash,
2009).
Dari evaluasi pre operasi, didapatkan diagnosis striktur uretra partial
pars membranacea sepanjang 1 cm sesuai dengan ruptur uretra pars
bulbosa, dapat disimpulkan bahwa tidak didapatkan kelainan bermakna
pada pasien ini yang dapat mengganggu proses anestesi. Pasien
digolongkan dalam kategori Mallampati 1.
14
a. Masukan oral
Reflek laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi
isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko
utama pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan
anestesi harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode
tertentu sebelum induksi anestesi. Pada pasien dewasa umumnya puasa
6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak
diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman bening, air putih,
teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam
jumlah terbatas boleh I jam sebelum induksi anesthesia.
Tabel 2. Guideline Puasa Sebelum Operasi Elektif (Twersky RS
dan Phillip BK, 2008)
Kadar (mL/kg/jam)
4
+2
+1
15
defisit cairan pasien ini secara total adalah 558 cc. Pada pasien, diberikan cairan
maintenance sebanyak 1000 cc cairan RL sebelum operasi.
c. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi
diantaranya:
situasi yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat
membangun kepercayaan dan menentramkan hati pasien. Obat pereda
kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum
induksi anestesi. Jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan opioid
misalnya petidin 50 mg intramuskular.
Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis
asam. Untuk meminimalkan kejadian di atas dapat diberikan antagonis reseptor
H2 histamin misalnya simetidin 600 mg atau oral ranitidin 150 mg 1-2 jam
sebelum jadwal operasi. Untuk mengurangi mual-muntah pasca bedah sering
ditambahkan premedikasi suntikan intramuskular untuk dewasa droperidol 2,5-5
mg atau ondansetron 2-4 mg.
16
Drug
Route
Dose
Onset
Duration
Cimetidine
(Tagamet)
PO
300800 mg
12 h
48 h
IV
300 mg
PO
150300 mg
12 h
1012 h
IV
50 mg
PO
2040 mg
12 h
1012 h
IV
20 mg
Nizatidine
(Axid)
PO
150300 mg
0.51 h
1012 h
Nonparticulate
antacids
(Bicitra,
Polycitra)
PO
1530 mL
510 min
3060 min
Metoclopramide
(Reglan)
IV
10 mg
13 min
12 h
PO
1015 mg
Ranitidine
(Zantac)
Famotidine
(Pepcid)
3060 min2
17
18
02 mL/kg
24 mL/kg
48 mL/kg
Pasien ini menjalani operasi panendoskopi k/p sachsce, jenis operasi ini
termasuk operasi dengan derajat trauma jaringan yang sedang. Pada pasien ini,
estimated blood volume adalah sebanyak 3710 mL. Allowed Blood Loss (ABL)
diperkirakan sebanyak 371 mL (10% dari EBV pasien). Selain itu, pasien ini
membutuhkan cairan maintenance sebanyak 93 cc/jam. Selama durante operasi,
pasien telah diberikan cairan sebanyak 106 cc/jam (M+O = 93 cc + O2 = 199cc).
2.3.4 Monitoring
Salah satu tugas utama dokter anestesi adalah menjaga pasien yang
dianestesi selama operasi. Karena proses monitoring sangat membantu dalam
mempertahankan kondisi pasien, oleh karena itu perlu standard monitoring
intraoperatif yang diadopsi dari ASA (standard monitor berikut ini adalah standard
minimal monitoring):
2.3.4.1 Standard Basic Anesthetic Monitoring
19
Standard I
Personel anestesi yang kompeten harus ada di kamar operasi selama general
anestesi, regional anestesi berlangsung, dan memonitor perawatan anestesi.
Standard II
Selama semua prosedur anestesi, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, dan
temperature pasien harus dievalusi terus menerus.
penurunan
sedikit
dari
normal,
namun
dengan
MAP
masih
mengkompensasi kebutuhan organ-organ vital (S 100-120, D 60-80), nadi 80100x/menit, frekuensi napas 16x/ menit (dengan ventilator).
2.4 Postoperatif
2.4.1 Pemindahan Pasien dari Kamar Operasi ke Recovery Room
Segera setelah operasi, pasien akan dipindah ke post-anesthesia care
unit (PACU), biasa disebut dengan recovery room. Di tempat ini, pasien akan
diobservasi dengan ketat, termasuk vital sign dan level nyerinya (WebMD, 2011).
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke PACU memerlukan pertimbanganpertimbangan khusus. Pertimbangan ini di antaranya ialah letak insisi bedah,
20
perbuhan
vaskular,
dan
pemajanan.
Letak
insisi
bedah
harus
selalu
21
Elektokardiograf
Nerve stimulator
Pengukur suhu
Capnograph
Periode kritis yang segera dimulai setelah pembedahan dan anesthesia
diakhiri sampai pasien pulih dari pengaruh anesthesia. (Wiryana dkk, 2010)
Risiko Pasca anesthesia, dibagi dalam 3 kelompok: (Wiryana dkk, 2010)
o
dan
sirkulasi,
mempertahankan
kestabilan sistem
22
ruang pulih tidak ada ruang isolasi, pasien yang tidak memerlukan
terapi intensif, pasien yang akan dilakukan tindakan khusus di
ruangan.
Pemantauan dan penanggulangan kedaruratan Medik (Wiryana dkk,
2010)
o
Hal-hal
yang
perlu
diperhatikan
yaitu
meliputi
pemulihan
masalah
nyeri,
posisi
pasien,
pemantauan
pasca
PointValu
e
Color
Pink
Oxygenation
SpO2 >92% on room air
Pale or dusky
Cyanotic
Respiration
23
freely
Dyspneic, shallow or limited
exchange
Apnea or obstruction
Circulation
Blood pressure within 20% of
breathing
Apnea
normal
Blood pressure within 2050%
normal
Blood pressure 2050mmHg
of normal
Blood pressure deviating >50%
of normal
Blood pressure more than 50
from normal
Consciousness
Awake, alert, and oriented
Arousable but readily drifts
mmHg of normal
back to sleep
No response
Activity
Moves all extremities
Moves two extremities
No movement
Fully awake
Arousable on calling
2
1
Not responsive
Same
Same
Same
2
1
0
Berdasarkan pada Aldrete JA, Kronlik D: A postanesthetic recovery score. Anesth Analg
1970;49:924 and Aldrete JA: The post-anesthesia recovery score revisited. J Clin Anesth
1995;7:89.Idealnya, pasien di-discharge bila total skor 10 atau minimal 9.
24
vagal
bermanifestasi
sebagai
sudden
bradikardi
yang
seringkali
25
26
BAB III
PENUTUP
27
DAFTAR PUSTAKA
Aldrete JA, Kronlik D: A postanesthetic recovery score. Anesth Analg
1970;49:924 and Aldrete JA: The post-anesthesia recovery score
revisited. J Clin Anesth 1995;7:89.
Barash, Paul G; Gullen, Bruce F; Stoelting, Robert K; Cahalan, Michael K; Stock,
M. Christine. 2006. Clinical Anesthesia, Sixth Edition. United Staes of
America: Lippincott Williams & Wilkins.
Mallampati S, Gatt S, Gugino L, Desai S, Waraksa B, Freiberger D, Liu P. 1985.
"A clinical sign to predict difficult tracheal intubation: a prospective study.".
Can Anaesth Soc J 32 (4): 42934.
Morgan, G. Edward; Mikhail, Maged S.; Murray, Michael J. 2006.Clinical
Anesthesiology, Fourth Edition. United States: McGraw-Hill Companies,
Inc.
Nuckton TJ, Glidden DV, Browner WS, Claman DM. 2006. "Physical examination:
Mallampati score as an independent predictor of obstructive sleep apnea".
Sleep 29 (7): 9038
The Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland. 2007.
Recommendation for Standards of Monitoring during Anaesthesia and
Recovery.
http://http://www.aagbi.org/sites/default/files/standardsofmonitoring07.pdf.
Diakses tanggal 4 Agustus 2012 pukul 16.00 WIB.
Twersky, Rebecca S.; Philip, Beverly K; et al. 2008.Handbook of Ambulatory
Anesthesia, Second Edition. United States of America: Springer
Science+Business Media, LLC.
WebMD. 2011. Recovering from Anesthesia. http://http://www.webmd.com/painmanagement/tc/anesthesia-recovering-from-anesthesia. Diakses tanggal 4
Agustus 2012 pukul 12.08 WIB.
Wiryana I M, Sinardja I K, Sujana I B G, Budiarta I G. 2010. BUKU AJAR ILMU
ANESTESIA DAN REANIMASI, dr. Gde Mangku, Sp An. KIC, dr. Tjokorda
Gde Agung Senapathi, Sp.An. Indeks, Jakarta. Hlm 87-91, Hlm 136-148.
28