Anda di halaman 1dari 24

PENILAIAN KONSEP DIRI

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Konstruksi Instrumen


Dosen Pengampu : Prof. Dr. Dra. Trie Hartiti Retnowati, M.Pd

Oleh :
Selvy Putritama Agustin

(15701251002 / PEP B)

Tyas Kartiko Sutawi

(15701251006 / PEP B)

Lathifa Rosiana Dewi

(15701251020 / PEP B)

Asmin Lukman

(15701251024 / PEP B)

Ndaru Asmara

(15701251030 / PEP B)

Anggie Nadia Dinihari

(15701251036 / PEP B)

PROGRAM STUDI PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016

BAB I
Pendahuluan

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Konsep Diri
Sebagai sebuah konstruk psikologi, konsep diri didefinisikan secara berbeda oleh para
ahli. Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefinisikan konsep diri sebagai suatu
pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep diri. Santrock (1996) menggunakan istilah
konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari konsep diri. Sementara itu, Atwater
(1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi
persepsi seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan
dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk.
Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya
sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai
dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang
diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater, 1984), mendefisikan konsep diri sebagai
sistem yang dinamis dan kompleks diri keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya,
termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut.
Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan
individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya,
kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah
gagasan tentang konsep diri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang
terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat konsep diri sebagai
pribadi, bagaimana kita merasa tentang konsep diri, dan bagaimana kemampuan berpikir
seseorang. Setelah ter-install, konsep diri akan masuk ke pikiran bawah sadar dan akan
berpengaruh terhadap tingkat kesadaran seseorang pada suatu waktu. Semakin baik atau positif
konsep diri seseorang maka akan semakin mudah ia mencapai keberhasilan. Sebab, dengan
konsep diri yang baik/positif, seseorang akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru,
berani sukses dan berani pula gagal, penuh percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani

menetapkan tujuan hidup, serta bersikap dan berpikir secara positif. Sebaliknya, semakin jelek
atau negatif konsep diri, maka akan semakin sulit seseorang untuk berhasil. Sebab, dengan
konsep diri yang jelek / negatif akan mengakibatkan tumbuh rasa tidak percaya diri, takut gagal
sehingga tidak berani mencoba hal-hal yang baru dan menantang, merasa diri bodoh, rendah diri,
merasa diri tidak berguna, pesimis, serta berbagai perasaan dan perilaku inferior lainnya.
Dimensi Konsep Diri
Para ahli psikologi juga berbeda pendapat dalam menetapkan dimensi-dimensi konsep
diri. Namun, secara umum sejumlah ahli menyebutkan 3 dimensi konsep diri, meskipun dengan
menggunakan istilah yang berbeda-beda. Calhoun dan Acocella (1990) misalnya, menyebutkan
dimensi utama dari konsep diri, yaitu: dimensi pengetahuan, dimensi pengharapan, dan dimensi
penilaian. Paul J. Cenci (1993) menyebutkan ketiga dimensi konsep diri dengan istilah: dimensi
gambaran diri (sell image), dimensi penilaian diri (self-evaluation), dan dimensi cita-cita diri
(self-ideal). Sebagian ahli lain menyebutnya dengan istilah: citra diri, harga diri dan diri ideal.
Pengetahuan. Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang
konsep diri atau penjelasan dari siapa saya yang akan memberi gambaran tentang diri saya.
Gambaran diri tersebut pada gilirannya akan membentuk citra. diri. Gambaran diri tersebut
merupakan kesimpulan dari: pandangan kita dalam berbagai peran yang kita pegang, seperti
sebagai orangtua, suami atau istri, karyawan, pelajar, dan seterusnya; pandangan kita tentang
watak kepribadian yang kita rasakan ada pada diri kita, seperti jujur, setia, gembira, bersahabat,
aktif, dan seterusnya; pandangan kita tentang sikap yang ada pada diri kita; kemampuan yang
kita miliki, kecakapan yang kita kuasai, dan berbagai karakteristik lainnya yang kita lihat
melekat pada diri kita. Singkatnya, dimensi pengetahuan (kognitif) dari konsep diri mencakup
segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi, seperti saya pintar, saya
cantik, saya anak baik, dan seterusnya.
Persepsi kita tentang diri kita seringkali tidak sama dengan kenyataan adanya diri yang
sebenarnya. Penglihatan tentang diri kita hanyalah merupakan rumusan, definisi atau versi
subjektif pribadi kito tentang diri kita sendiri. Penglihatan itu dapat sesuai atau tidak sesuatu
dengan kenyataan diri kita yang sesungguhnya. Demikian juga, gambaran diri yang kita miliki
tentang diri kita seringkali tidak sesuai dengan gambaran orang lain atau masyarakat tentang diri

kita. Sebab, di hadapan orang lain atau masyarakat kita seringkali berusaha menyembunyikan
atau menutupi segi-segi tertentu dari diri kita untuk menciptakan kesan yang lebih baik.
Akibatnya, di masa orang lain atau masyarakat kita kerap tidal, tampak sebagaimana kita melihat
konsep diri (Centi, 1993).
Gambaran yang kita berikan tentang diri kita juga tidak bersifat permanen, terutama
gambaran yang menyangkut kualitas diri kita dan membandingkannya dengan kualitas diri
anggota kelompok kita. Bayangkan bila Anda memberi gambaran tentang diri Anda sebagai
anak yang pandai karena Anda memiliki nilai tertinggi ketika lulus dari suatu SMA. Namun,
ketika Anda memasuki suatu perguruan tinggi yang sangat sarat dengan persaingan dan
merasakan diri Anda dikelilingi oleh siswa-siswa dari sejumlah SMA lain yang lebih pandai,
maka tiba-tiba Anda mungkin merubah gambaran diri Anda sebagai mahasiswa yang tidak
begitu pandai.
Harapan. Dimensi kedua dari konsep diri adalah dimensi harapan mau diri yang dicitacitakan dimasa depan. Ketika kita mempunyai sejumlah pandangan tentang siapa kita
sebenarnya, pada saat yang sama kita juga mempunyai sejumlah pandangan lain tentang
kemungkinan menjadi apa diri kita di masa mendatang. Singkatnya, kita juga mempunyai
pengharapan bagi diri kita sendiri. Pengharapan ini merupakan diri-ideal (self-ideal) atau diri
yang dicita-citakan.
Cita-cita diri (self-ideal) terdiri alas dambaan, aspirasi, harapan, keinginan bagi diri kita,
atau menjadi manusia seperti apa yang kita inginkan. Tetapi, perlu diingat bahwa cita-cita diri
belum tentu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya dimiliki seseorang. Meskipun demikian,
cita-cita diri Anda akan menentukan konsep diri Anda dan menjadi faktor paling penting dalam
menentukan perilaku Anda. Hlarapan atau cita-cita diri Anda akan membangkitkan kekuatan
yang mendorong Anda menuju masa depan dan akan memandu aktivitas Anda dalam perjalanan
hidup Anda. Apapun standar diri ideal yang Anda tetapkan, sadar atau tidak Anda akan
senantiasa berusaha untuk dapat memenuhinya.
Oleh sebab itu, dalam menetapkan standar diri ideal haruslah lebih realistis, sesuai
dengan potensi atau kemampuan diri yang dimiliki, tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu
rendah. Adalah sangat tidak realistis.

Penilaian. Dimensi ketiga konsep diri adalah penilaian kita terhadap diri kita sendiri.
Penilaian konsep diri merupakan pandangan kita tentang harga atau kewajaran kita sebagai
pribadi. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), setiap hari kita berperan sebagai penilai tentang
diri kita sendiri, menilai apakah kita bertentangan: 1) pengharapan bagi diri kita sendiri (saya
dapat menjadi apa), 2) standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya seharusnya menjadi
apa). Hasil dari penilaian tersebut membentuk apa yang disebut dengan rasa harga diri, yaitu
seberapa besar kita menyukai konsep diri. Orang yang hidup dengan standar dan harapanharapan untuk dirinya sendiriyang menyukai siapa dirinya, apa yang sedang dikerjakannya,
dan akan kemana dirinya akan memiliki rasa harga diri yang tinggi (high self-esteem).
Sebaliknya, orang yang terlalu jauh dari standar dan harapan-harapannya akan memiliki rasa
harga diri yang rendah (lowself-esteem). Dengan demikian dapat dipahami bahwa penilaian akan
membentuk penerimaan terhadap diri (self-acceptance), serta harga diri (self-esteem) seseorang.
Konsep diri kita memang tidak pernah terumuskan secara jelas dan stabil. Pemahaman
diri selalu berubah-ubah, mengikuti perubahan pengalaman yang terjadi hampir setiap saat.
Seorang siswa yang memiliki harga diri tinggi tiba-tiba dapat berubah menjadi rendah diri ketika
gagal ujian dalam suatu mata pelajaran penting. Sebaliknya, ada siswa yang kurang berprestasi
dalam studi dan dihinggapi rasa rendah diri, tiba-tiba merasa memiliki harga diri tinggi ketika ia
berhasil memenangkan suatu lomba seni atau olah raga.
Konsep Diri dan Perilaku
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah laku seseorang.
Bagaimana seseorang memandang dirinya akan tercermin dari keseluruhan perilakunya. Artinya,
perilaku individu akan selaras dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu
memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan
suatu tugas, maka seluruh perilakunya Akan menunjukkan ketidakmampuannya tersebut.
Menurut Felker (1974), terdapat tiga peranan penting konsep diri dalam menentukan perilaku
seseorang, yaitu:
Pertama, self-concept as maintainer of inner consistency. Konsep diri memainkan
peranan dalam mempertahankan keselarasan batin seseorang. Individu senantiasa berusaha untuk
mempertahankan keselarasan batinnya. Bila individu memiliki ide, perasaan, persepsi atau

pikiran yang tidak seimbang atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi psikologis yang
tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu mengubah
perilaku atau memilih suatu sistem untuk mempertahankan kesesuaian antara individu dengan
lingkungannya. Cara menjaga kesesuaian tersebut dapat dilakukan dengan menolak gambaran
yang diberikan oleh lingkungannya mengenai dirinya atau individu berusaha mengubah dirinya
seperti apa yang diungkapkan likungan sebagai cara untuk menjelaskan kesesuaian dirinya
dengan lingkungannya.
Kedua, self-concept as an interpretation of experience. Konsep diri menentukan
bagaimana individu memberikan penafsiran atas pengalamannya. Seluruh sikap dan pandangan
individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan
pengalamannya. Sebuah kejadian akan ditafsirkan secara berbeda antara individu yang satu
dengan individu lainnya, karena masing-masing individu mempunyai sikap dan pandangan yang
berbeda terhadap diri mereka. Tafsiran negatif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh
pandangan dan sikap negatif terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya, tafsiran positif terhadap
pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap positif terhadap dirinya.
Ketiga, self-concept as set of expectations. Konsep diri juga berperan sebagai penentu
pengharapan individu. Pengharapan ini merupakan inti dari konsep diri. Bahkan McCandless
sebagaimana dikutip Felker (1974) menyebutkan bahwa konsep diri seperangkat harapanharapan dan evaluasi terhadap perilaku yang merujuk pada harapan-harapan tersebut. Siswa yang
cemas dalam menghadapi ujian akhir dengan mengatakan saya sebenamya anak bodoh, pasti
saya tidak akan mendapat nilai yang baik, sesungguhnya sudah mencerminkan harapan apa
yang akan terjadi dengan hasil ujiannya. Ungkapan tersebut menunjukkan keyakinannya bahwa
ia tidak mempunyai kemampuan untuk memperoleh nilai yang baik, Keyakinannya tersebut
mencerminkan sikap dan pandangan negatif terhadap dirinya sendiri. Pandangan negatif terhadap
dirinya menyebabkan individu mengharapkan tingkah keberhasilan yang akan dicapai hanya
pada taraf yang rendah. Patokan yang rendah tersebut menyebabkan individu bersangkutan tidak
mempunyai motivasi untuk mencapai prestasi yang gemilang (Pudjijogyanti, 1988).

Konsep Diri dan Prestasi Belajar


Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep diri dan prestasi
belajar mempunyai hubungan yang erat. Nylor (1972) misalnya, mengemukakan bahwa banyak
penelitian yang membuktikan hubungan positif yang kuat antara konsep diri dengan prestasi
belajar di sekolah. Siswa yang memiliki konsep diri positif, memperlihatkan prestasi yang baik
di sekolah, atau siswa yang berprestasi tinggi di sekolah memiliki penilaian diri yang tinggi, serta
menunjukkan hubungan antarpribadi yang positif pula. Mereka menentukan target prestasi
belajar yang realistis dan mengarahkan kecemasan akademis dengan belajar dengan belajar keras
dan tekun, serta aktivitas-aktivitas mereka selalu diarahkan pada kegiatan akademis. Mereka juga
memperlihatkan kemandirian dalam belajar, sehingga tidak tergantung kepada guru semata.
Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan prestasi belajar, Fink (dalam Burns,
1982) melakukan penelitian dengan melibatkan sejumlah siswa laki-laki dan perempuan yang
dipasangkan berdasarkan tingkat inteligensi mereka. Di samping itu mereka digolongkan
berdasarkan prestasi belajar mereka, yaitu kelompok berpretasi lebih (overachievers) dan
kelompok berprestasi kurang (underachievers). Hal penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan konsep diri antara siswa yang tergolong overachiever dan underachiever. Siswa
yang overachiever menunjukkan konsep diri yang lebih positif, dan hubungan yang erat antara
konsep diri dan prestasi belajar terlihat jelas pada siswa laki-laki.
Penelitian Walsh (dalam Burns, 1982), juga menunjukkan bahwa siswa-siswa yang
tergolongunderchiever mempunyai konsep diri yang negatif, serta memperlihatkan beberapa
karakteristik kepribadian; 1) mempunyai perasaan dikritik, ditolak dan diisolir; 2) melakukan
mekanisme pertahanan diri dengan cara menghindar dan bahkan bersikap menentang; 3) tidak
mampu mengekspresikan perasaan dan perilakunya.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut jelas bahwa konsep dan prestasi belajar
siswa di sekolah mempunyai hubungan yang erat. Siswa yang berprestasi tinggi cenderung
memiliki konsep diri yang beda dengan siswa yang berprestasi rendah. Siswa yang berprestasi
rendah akan memandang diri mereka sebagai orang yang tidak mempunyai kemampuan dan
kurang dapat melakukan penyesuaian diri yang kuat dengan siswa lain. Mereka juga cenderung
memandang orang-orang di sekitarnya sebagai lingkungan yang tidak dapat menerimanya.

Siswa yang memandang dirinya negatif ini, pada gilirannya akan menganggap
keberhasilan yang dicapai bukan karena kemampuan yang dimilikinya, melainkan lebih mereka
kebetulan atau karena faktor keberuntungan saja. Lain halnya dengan siswa yang memandang
dirinya positif, akan menganggap keberhasilan sebagai hasil kerja keras dan karena faktor
kemampuannya.
Karakteristik Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik
Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Kita tidak dilahirkan dengan
konsep diri tertentu. Bahkan ketika kita lahir, kita tidak memiliki konsep diri, tidak memiliki
pengetahuan tentang diri, dan tidak memiliki pengharapan bagi diri kita sendiri, serta tidak
memiliki penilaian apa pun terhadap diri kita sendiri.
Dengan demikian, konsep diri terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung sejak
masa pertumbuhan hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman, dan pola asuh orangtua turut
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan konsep diri seseorang. Sikap dan
respons orangtua serta lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa
dirinya. Anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru atau negatif,
seperti perilaku orangtua yang suka memukul, mengabaikan, kurang memberikan kasih sayang,
melecehkan, menghina, tidak berlaku adil, dan seterusnya, ditambah dengan lingkungan yang
kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Hal ini adalah karena anak
cenderung menilai dirinya berdasarkan apa yang ia alami dan dapatkan dari lingkungannya. Jika
lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya berharga,
sehingga berkembangan konsep diri yang positif.
Implikasi Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik terhadap pendidikan
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa konsep diri merupakan salah satu aspek
penting dalam perkembangan psikososial peserta didik. Konsep diri memengaruhi perilaku
peserta didik dan mempunyai hubungan yang sangat menentukan proses pendidikan dan prestasi
belajar mereka. Peserta didik yang mengalami permasalahan di sekolah pada umumnya
menunjukkan tingkat konsep diri yang rendah. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan di sekolah, guru perlu melakukan upaya-upaya yang memungkinkan
terjadinya peningkatan konsep diri peserta didik. Berikut ini akan diuraikan beberapa strategi

yang mungkin dapat guru dilakukan guru dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep diri
peserta didik.
Membuat siswa merasa mendapat dukungan dari guru. Dalam mengembangkan konsep
diri yang positif, siswa perlu mendapat dukungan dari guru. Dukungan guru uru. ini dapat
ditunjukkan dalam bentuk dukungan emosional (emotional support), seperti ungkapan empati,
kepedulian, perhatian, dan umpan balik, dan dapat pula berupa dukungan penghargaan (esteem
support), seperti melalui ungkapan hormat (penghargaan) positif terhadap siswa, dorongan untuk
maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan siswa dan perbandingan positif antara satu
siswa dengan siswa lain. Bentuk dukungan ini memungkinkan siswa untuk maju membangun
perasaan memiliki harga diri, memiliki kemampuan atau kompeten dan berarti.
Membuat siswa merasa bertanggungjawab. Memberi kesempatan kepada siswa untuk
membuat keputusan sendiri atas perilakunya dapat diartikan sebagai upaya guru untuk memberi
tanggung jawab kepada siswa. Tanggung jawab ini akan mengarahkan sikap positif siswa
terhadap konsep diri, yang diwujudkan dengan usaha pencapaian prestasi belajar yang tinggi
serta peningkatan integritas dalam menghadapi tekanan sosial. Hal ini menunjukkan pula adanya
pengharapan guru terhadap perilaku siswa, sehingga siswa merasa dirinya mempunyai peranan
dan diikutsertakan dalam kegiatan pendidikan.
Membuat siswa merasa mampu. Ini dapat dilakukan dengan cara menunjukkan sikap dan
pandangan yang positif terhadap kemampuan yang dimiliki siswa. Guru harus berpandangan
bahwa semua siswa pada dasarnya memiliki kemampuan, hanya saja mungkin belum
dikembangkan. Dengan sikap dan pandangan positif terhadap kemampuan siswa ini, maka siswa
juga akan berpandangan positif terhadap kemampuan dirinya.
Mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan yang realistis. Dalam upaya meningkatkan
konsep diri siswa, guru harus membentuk siswa untuk menetapkan tujuan yang hendak dicapai
serealistis mungkin, yakni tujuan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Penetapan
tujuan yang realistis ini dapat dilakukan dengan mengacu pada pencapaian prestasi di masa
lampau. Dengan bersandar pada keberhasilan masa lampau, maka pencapaian prestasi sudah
dapat diramalkan, sehingga siswa akan terbantu untuk bersikap positif terhadap kemampuan
dirinya sendiri.

Membantu siswa menilai diri mereka secara realistis. pada saat mengalami kegagalan,
adakalanya siswa menilainya secara negatif, dengan memandang dirinya sebagai orang yang
tidak mampu. Untuk menghindari penilaian yang negatif dari siswa tersebut, guru perlu
membantu siswa menilai prestasi mereka secara realistis, yang membantu rasa percaya akan
kemampuan mereka dalam menghadapi tugas-tugas sekolah dan meningkatkan prestasi belajar di
kemudian hari. Salain satu cara membantu siswa menilai diri mereka secara realistis adalah
dengan membandingkan prestasi siswa pada masa lampau dan prestasi siswa saat ini. Hal ini
pada gilirannya dapat membangkitkan motivasi, minat, dan sikap siswa terhadap seluruh tugas di
sekolah.
Mendorong siswa agar bangga dengan dirinya secara realistis. Upaya lain yang harus
dilakukan guru dalam membantu mengembangkan konsep diri peserta didik adalah dengan
memberikan dorongan kepada siswa agar bangga dengan prestasi yang telah dicapainya. Ini
adalah penting, karena perasaan bangga atas prestasi yang dicapai merupakan salah satu kunci
untuk menjadi lebih positif dalam memandang kemampuan yang dimiliki.
A.

Pengertian Konsep Diri


Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem terbuka serta

saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya.


Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila
gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social,
untuk mencapai kepuasana dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal
positif Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri, misalnya saya kuat dalam
matematika.
Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan percampuran yang kompleks dari
perasaan, sikap & persefsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri memberikan kita kerangka
acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang
lain. Kita mulai membentuk konsep diri saat usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis
ketika banyak hal secara kontinu mempengaruhi konsep diri. Jika seseorang mempunyai masa
kanak-kanak yang aman dan stabil, maka konsep diri masa remaja anak tersebut secara

mengejutkan akan sangat stabil. Ketidaksesuaian antara aspek tertentu dari kepribadian dan
konsep diri dapat menjadi sumber stres atau konflik.
Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama lain. Klien
yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat meningkatkan konsep diri.
Termasuk persepsi indvidu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan
lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.
Lebih menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh :
fisikal, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.
Konsep diri belum ada saat dilahirkan, tetapi dipelajari dari pengalaman unik melalui
eksplorasi diri sendiri hubungan dengan orang dekat dan berarti bagi dirinya. Dipelajari melalui
kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang
dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.
Konsep diri berkembang dengan baik apabila : budaya dan pengalaman di keluarga dapat
memberikan perasaan positif, memperoleh kemampuan yang berarti bagi individu / lingkungan
dan dapat beraktualissasi, sehingga individu menyadari potensi dirinya. Respons individu
terhadap konsep dirinya berfluktuasi sepanjang rentang konsep diri yaitu dari adaptif sampai
maladaptive.
Beberapa Pengertian konsep diri menurut para ahli :
Menurut Burns (1982),
konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan
Pemily (dalam Atwater, 1984), mendefisikan konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan
kompleks diri keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan,
persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut.
Stuart dan Sudeen (1998),
konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu
tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.

Seifert dan Hoffnung (1994)


mendefinisikan konsep diri sebagai suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep
diri.
Cawagas (1983)
menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya,
karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya,
kegagalannya, dan sebagainya.
Santrock (1996)
menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari konsep diri.
Atwater (1987)
menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi
seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan
dirinya.
Secara keseluruhan disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara seseorang untuk melihat dirinya
secara utuh dengan semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu
dalam berhubungan dengan orang lain.
B.

Komponen-komponen Konsep Diri


Konsep diri terdiri dari Citra Tubuh (Body Image), Ideal Diri (Self ideal), Harga Diri (Self

esteem), Peran (Self Rool) dan Identitas (self idencity).


a.Citra Tubuh (Body Image)
Body Image (citra tubuh) adalah sikap individu terhadap dirinya baik disadari maupun
tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan dinamis karena
secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-pengalaman baru.
Body image berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak anak
belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan mereka. Body image

(citra tubuh) dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu ataupun bulan tergantung pada
stimuli eksterna dalam tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi (Potter
& Perry, 2005).
b. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku
berdasarkan

standar

pribadi.

Standar

dapat

berhubungan

dengan

tipe

orang

yang

diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan
mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial di masyarakat
tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Ideal diri berperan sebagai pengatur
internal dan membantu individu mempertahankan kemampuan menghadapi konflik atau kondisi
yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan keseimbangan
mental.
Pembentukan ideal diri dimulai pada masa anak-anak dipengaruhi oleh orang yang dekat
dengan dirinya yang memberikan harapan atau tuntunan tertentu. Seiring dengan berjalannya
waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dari dasar ideal diri.
Pada usia remaja, ideal diri akan terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan
teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya
kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab.
c. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis
seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain yaitu : dicintai, dihormati dan dihargai. Mereka yang menilai dirinya
positif cenderung bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaikan diri, sebaliknya individu akan
merasa dirinya negative, relatif tidak sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau
tidak diterima di lingkungannya (Keliat BA, 2005).
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan
meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat mengancam pada saat

pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang
harus dibuat menyangkut dirinya sendiri.
d. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh
masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosial. Setiap orang
disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur
kehidupannya. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan
cocok dengan ideal diri.
e. Identitas Diri
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu dari
observasi dan penilaian dirinya, menyadari bahwa individu dirinya berbeda dengan orang lain.
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda
dengan orang lain, dan tidak ada duanya. Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak,
bersamaan dengan berkembangnya konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti
dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri.
C. Macam-macam Konsep Diri
Ada dua macam konsep diri, yaitu :
Konsep diri negatif : peka pada kritik, responsif sekali pada pujian, hiperkritis, cenderung
merasa tidak disenangi orang lain, bersikap pesimitis pada kompetensi.
Konsep diri positif : yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan
orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar akan keinginan dan perilaku tidak selalu
disetujui oleh orang lain, mampu memperbaiki diri.
Hal-hal yang perlu dipahami tentang konsep diri adalah :
a.
b.
c.
d.
e.

Dipelajari melalui pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain.


Berkembang secara bertahap.
Ditandai dengan kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan (positif).
Negatif ditandai dengan hubungan individu dan sosial yang hal adaptif.
Merupakan aspek kritikal yang mendasar dan pembentukan perilaku individu.

Hal-hal yang penting dalam konsep diri adalah :


a.
b.
c.
d.

Nama dan panggilan anak.


Pandangan individu terhadap orang lain.
Suasana keluarga yang harmonis.
Penerimaan keluarga.

D. Dimensi - Dimensi Dalam Konsep Diri


Williams Fitts (dalam agustiani, 2006) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok,
yaitu sebagai berikut :
1. Dimensi Internal
Dimensi Internal atau yang disebut juga kerangka acuan (internal frame of reference) adalah
penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya
sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya.
Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:
a. Diri identitas (identity sett)
Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan
mengacu pada pertanyaan, "Siapakah saya?" Dalam pertanyaan tersebut tercakup labellabel dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang
bersangkutan

untuk

menggambarkan

dirinya

dan

membangun

identitasnya,

misalnya "Saya x". Kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan
lingkungannya, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat
melengkapi keterangan tentang dirinya dengan halhal yang lebih kompleks, seperti "Saya
pintar tetapi terlalu gemuk " dan sebagainya.
b. Diri Pelaku (behavioral self)
Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan
segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh diri. Selain itu bagian ini berkaitan
erat dengan diri identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara
diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri
sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri
sebagai penilai.
c. Diri Penerimaan/penilai (judging self)

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator.


Kedudukannya adalah sebagai perantara mediator) antara diri identitas dan diri pelaku.
Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh
karena itu, label-label yang dikenal pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan
dirinya tetapi juga sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan
dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya. Diri penilai menentukan
kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya.
Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang rendah pula
dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya.
Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran
dirinya lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk
merupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri, dan
pada akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif. Ketiga bagian internal ini mempunyai
peranan yang berbeda-beda, namun saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu
diri yang utuh dan menyeluruh.
2. Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya,
nilai-nilai yang dianutnya, serta halhal lain di luar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang
luas, misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya. Namun,
dimensi yang dikemukakan oleh Williams Fitts adalah dimensi eksternal yang bersifat umum
bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu:
a. Diri Fisik (physical self)
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik.
Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya
(cantik, jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk,
kurus).
b. Diri etik-moral (moral-ethical self)
Bagian ini merupakan perspsi seseorang terhadap dirinya dilihat Dari standar
pertimbangan nilai moral dan etika. Maka ini menyangkut persepsi seseorang mengenai
hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilainilai moral yang dipegangnya, yang muliputi batasan baik dan buruk.
c. Diri Pribadi (personal self)
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan
pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain,

tetapi dipengaruhi oleh sejauhmana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh
mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.
d. Diri Keluarga (family self)
Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam
kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh
seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, Serta terhadap
peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga.
e. Diri Sosial (social self)
Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang
lain maupun lingkungan di sekitarnya. Pembentukan penilaian individu terhadap bagianbagian dirinya dalam dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan
interaksinya dengan orang lain. Seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia
memiliki fisik yang baik tanpa adanya reaksi dari orang lain yang memperlihatkan bahwa
secara fisik ia memang menarik. Demikian Pula seseorang tidak dapat mengatakan bahwa
dirinya memiliki diri pribadi yang baik tanpa adanya tanggapan atau reaksi orang lain di
sekitarnya yang menunjukkan bahwa dirinya memang memiliki pribadi yang baik.
E. Perkembangan Konsep Diri
Puspitasari (2007), mengatakan bahwa konsep diri merupakan sebuah proses yang
berkelanjutan, proses menilai yang bersifat organismik, bukan lagi bersifat statis tetapi mampu
untuk menyesuaikan kembali dan berkembang sebagai pengalaman-pengalaman baru yang
terintegrasikan. Konsep diri berkembang sesuai dengan perkembangan diri jiwa seseorang,
maupun dari pengalaman-pengalaman yang seseorang temukan.
Menurut Symonds (2008), mengatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung
muncul pada saat kelahiran, tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya
kemampuan perseptif. Persepsi tentang diri yang ada pada remaja akan berkembang sesuai
dengan tahapan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang
dimiliki manusia tidak terbentuk secara instan, melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup
manusia. Ketika individu lahir, individu tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya, tidak
memiliki harapan yang ingin dicapainya serta tidak memiliki penilaian terhadap dirinya. Konsep

diri berasal dan berkembang sejalan pertumbuhan, terutama akibat hubungan dengan individu
lain.
Dalam berinteraksi, setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan
dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Pada akhirnya
individu mulai bisa mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkannya serta dapat melakukan
penilaian terhadap dirinya.
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Konsep Diri
Rahmat (dalam Wijaya 2000) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah:
a. Orang Lain
Tidak semua orang memiliki pengaruh yang sama pada masing-masing diri
individu, tetapi yang paling berpengaruh pada diri individu tersebut adalah orang-orang
terdekat seperti orang tua, saudara dan orang yang tinggal satu rumah dengan individu
yang bersangkutan karena memiliki hubungan yang emosional.
b. Kelompok Rujukan
Setiap kelompok memiliki norma-norma tertentu dimana ada kelompok yang
secara emosional mengikat individu dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri.

Menurut Hurlock (dalam Wijaya 2000) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
konsep diri adalah:
a. Usia Kematangan
Individu yang matang lebih awal yang diperlakukan seperti orang yang hampir
dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan. Individu yang matang
terlambat yang diperlakukan seperti anak-anak mengembangkan konsep diri yang tidak
menyenangkan.
b. Penampilan Diri
Penampilan diri yang berbeda membuat individu merasa rendah diri meskipun
perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Setiap cacat fisik merupakan hal yang
memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri.sebaliknya daya tarik fisik

menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah


dukungan sosial.
c. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin dalam penampilan diri, minat dan perilaku membantu individu
mencapai konsep diri yang baik. Jika membuat individu sadar diri dan hal ini memberi
akibat buruk pada prilakunya.
d. Nama Dan Julukan
Individu merasa malu jika teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau
jika mereka memberikan julukan bernada cemooh.
e. Hubungan Keluarga
Seseorang yang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan anggota keluarga
mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian
yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis individu akan tergolong untuk mengembangkan
konsep diri yang layak untuk dirinya.
f. Teman Sebaya
Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian individu dalam 2 cara yang
pertama, konsep diri individu merupakan cerminan dari anggapan mengenai konsep
teman tentang dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri
kepribadian yang diakui oleh kelompoknya.
g. Kreatifitas
Individu yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatifitas dalam melakukan tugas-tugas
akademik, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang mempengaruhi konsep
dirinya.
h. Cita-cita
Bila cita-cita yang tidak realistis, ia akan mengalami kegagalan. Sedangkan individu yang
memiliki cita-cita yang realistis akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang
lebih besar untuk memberikan konsep diri yang baik.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi konsep
diri adalah: keluarga dan lingkungan. Keluarga adalah orang tua yang berpengaruh besar
terhadap perkembangan konsep diri individu. Kemudian lingkungan sangat berpengaruh,
terutama bagi orang yang mempunyai arti khusus bagi diri individu, orang lain, kelompok

rujukan, usia kematangan, penampilan diri, jenis kelamin, nama dan julukan, hubungan keluarga,
teman sebaya, kreatifitas, cita-cita.

G. Peran

Konsep

dalam

Perilaku

Aktualisasi

Diri

Roger (Coulhorn, 1990) mengatakan bahwa meskipun diri mempunyai tendensi in


heren untuk mengaktualisasikan diri, namun sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan,
khususnya oleh lingkungan sosial. Pengalaman pada masa kanak-kanak memiliki peranan yang
sangat

besar dalam menentukan keberhasilan individu tersebut untuk

mengaktualisasikan

diri. Sebagai bagian dari konsep diri, individu juga akan


mengembangkan gambaran akan menjadi siapa atau mungkin ingin menjadi siapa dirinya
nanti

(diri

ideal).

Gambaran-gambaran

itu

dibentuk

sebagai akibat dari bertambah kompleksnya interaksi-interaksi dengan


orang lain. Dengan mengamati reaksi orang lain terhadap tingkah
lakunya, individu secara ideal akan mengembangkan suatu pola
kemungkinan adanya beberapa ketidakharmonisan antara diri yang
sebagaimana adanya dengan diri ideal dapat diperkecil. Karena
ketidaksesuaian antara gambaran diri yang sebenarnya dengan diri ideal
akan menimbulkan ketidakpuasan dalam penyesuaian diri.

Hal ini

disebabkan sebagian besar penilaian tentang harga diri tergantung pada

seberapa

dekat

seseorang dengan ideal self-nya. Semakin dekat diri yang sebenarnya dengan diri ideal, semakin
tinggi

pula

harga

diri

seseorang.Harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap diri sendiri,yang menyatakan si


kap menerima atau menolak, bahkan lebih jauh
dikemukakan bahwa harga diri akan menunjukkan seberapa besar

seseorang percaya bahwa dirinya mampu, berarti berhasil dan beharga.


Harga diri ini akan menentukan penerimaan diri, menurut Jersild
(Hurlock, 1974) adalah individu dapat menerima emosi-emosinya,
memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mengatasi hidup, mau menerima tanggung
jawab

dan

tantangan

terhadap

kemampuannya,

tanpa

hal yang tidak mungkin dan mempunyai penghargaan

menjangkau hal-

yang sehat terhadap hak-

haknya dan diri sebagai orang yang berguna meskipun tidak sempurna. Penerimaan diri ini
bukan

berarti

merasa

puas

terhadap diri sendiri, tetapi lebih cenderung kepada kemauan untuk menghadapi kenyataankenyataan dan kondisi-kondisi hidup, baik yang
kemampuannya.Dalam

kaitannya

dengan

menyenangkan

aktualisasi

diri,

ataupun

Rogers

tidak,

(Coulhoun,

menurut
1990)

mengatakan bahwa kunci dari aktualisasi diri adalah konsep diri. Orang yang positif berarti
memiliki

penerimaan

diri

dan

harga

diri

Mereka menganggap dirinya berharga dan cenderung menerima diri


adanya.

Sebaliknya,

orang

yang

yang
sendiri

memiliki

positif.
sebagaimana

konsep

diri

negatif, menunjukkan penerimaan diri negatif pula. Mereka memiliki


perasaan kurang berharga, yang menyebabkan perasaan benci atau penolakan terhadap diri
sendiri.Johnson dan Medinnus (dalam Hurlock, 1974) mengatakan bahwa konsep diri yang
positif yang nampak dalam bentuk penghargaan terhadap diri sendiri dan penerimaan diri
adalah merupakan dasar perkembangan kepribadiaan yang sehat. Oleh karena itu sebagaimana
telah dikemukakan di atas bahwa kepribadian yang sehat merupakan syarat dalam mencapai
aktualisasi diri, maka hanya orang yang memiliki konsep diri positif saja yang akan dapat
mengaktualisasikan

diri

sepenuhnya.

Sedangkan

orangorang yang memiliki konsep diri negatif cenderung mengembangkan


gangguan dalam penyesuaian diri. Hal ini disebabkan adanya
ketidakharmonisan (incongruence) antara konsep diri dengan kenyataan
yang mengitari mereka atau dengan kata lain mereka tidak dapat
mengembangkan kepribadian yang sehat. Oleh karena itu mereka tidak
mengaktualisasika semua segi dari dirinya.

dapat

BAB

III

PENUTUP
A.

Kesimpulan

Konsep diri adalah cara seseorang untuk melihat dirinya secara utuh dengan semua ide,
pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang
lain. Sangatlah penting bagi seorang perawat untuk memahami konsep diri terlebih dahulu harus
menanamkan dalam dirinya sendiri sebelum melayani klien, sebab keadaan yang dialami klien
bisa saja mempengaruhi konsep dirinya, disinilah peran penting perawat selain memenuhi
kebutuhan dasar fisiknya yaitu membantu klien untuk memulihkan kembali konsep dirinya.

Ada beberapa komponen konsep diri yaitu identitas diri yang merupakan intenal idividual, citra
diri sebagai pandangan atau presepsi, harga diri yang menjadi suatu tujuan, ideal diri menjadi
suatu harapan, dan peran atau posisi di dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai