Anda di halaman 1dari 20

Sekilas Kesehatan

semua hal yang berbau dunia kesehatan. ^_^


Minggu, 09 Desember 2012
OTM Pilokarpin HCl (bagian 1)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sukur Alhamdulilah kita diberi kenimatan berupa panca indera penglihatan yang begitu sempurna.
Allah SWT telah merancang suatu gerbang cakrawala untuk bisa melihat alam semesta dengan kedua
mata yang telah diberikan-Nya. Sehinga sudah semestinya sebagai tanda terimakasih atas nikmat yang
telah diberikan, kita harus menjaga kedua mata yang dianugrahkan ini.
Tetapi memang tidak mudah untuk menjaga mata, terlebih dalam masalah kesehatan. Karena
diperjalanan hidup ini tidak mungkin seorang manusia tidak pernah mengalami sakit(mata). Baik sakit
mata ringan seperti mata merah, iritasi, perih bahkan sampai yang ada menimbulkan kebutaan. Oleh
karena itu diperlukan suatu obat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Salah satu pengobatan
yang bisa digunakan adalah tetes mata karena secara umum larutan berair lebih stabil daripada salep.
Selain itu tidak menganggu penglihatan ketika digunakan.
Tetes mata juga mempuyai kemampuan lasung untuk bersentuhan dengan kornea mata. Sehingga
sangat efektif digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi di bola mata.
Salah satu masalah mata yang ada di Indonesia saat ini adalah penyakit glukoma. Glaukoma adalah
suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam bola mata relatif cukup besar untuk menyebabkan
kerusakan pupil saraf optik dan menyebabkan kelainan lapang pandang. Berdasarkan Survei Kesehatan
Indera Penglihatan tahun 1993-1996 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
didapatkan bahwa glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomer 2 sesudah katarak (prevalensi
0,16%). Katarak 1,02%, Glaukoma 0,16%, Refraksi 0,11% dan Retina 0,09%. Akibat dari kebutaan itu
akan mempengaruhi kualitas hidup penderita terutama pada usia produktif, sehingga akan berpengaruh
juga terhadap sumberdaya manusia pada umumnya dan khususnya Indonesia.
Berdasarkan beberapa alasan diatas, maka kami putuskan untuk membuat suatu formula tetes mata
yang mempuyai kemampuan untuk mencegah dan mengatasi glukoma dengan bahan aktif pilokarpin.
Pilokarpin adalah salah satu senyawa yang bisa digunakan untuk untuk penanganan glukoma karena
memiliki efek miosis. Miosi adalah suatu kemampuan obat yang dapat menyebabkan kontraksi dari
pupil mata. Dengan terbukanya pupil maka cairan dalam mata keluar sehingga menurunkan tegangan
intraokular (dalam mata).
Oleh karena itu pengunaa formula obat tetes mata pilokarpin sangat pas untuk mengatasi glucoma.
Dengan harapan akhir bisa menolong para masyarakat penderita glucoma yang saat ini kasusnya masih
banyak terjadi.

1.1 Tujuan
1.

Merancang suatu formula dan memperatekan pembuatan sediaan steril tetes mata.

2.

Melakukan evaluasi sediaan obat tetes mata.

1.2 Manfaat
1.

Bisa memacu semangat untuk terus berkreasi dalam mengembangkan sediaan.

2.

Menumbuhkan rasa percaya diri, dan mampu membuat keunikan dalam formulasi yang dapat

diterima
oleh pasar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Difenisi
Obat tetes mata atau Guttae Opthalmicae adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi,
digunakan untuk mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata
dan bola mata. (FI III, hal 10).
2.2 Keuntungan dan Kerugian

Keuntungan
Secara umum larutan berair lebih stabil daripada salep, meskipun salep dengan obat yang larut
dalam lemak diabsorpsi lebih baik dari larutan/salep yang obat-obatnya larut dalam air. Selain itu
tidak menganggu penglihatan ketika digunakan (AMA Drugs : 1624)

Kerugian
Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak yang relatif singkat antara obat dan
permukaan yang terabsorsi. (RPS 18 th : 1585)
2 . 3 Persyaratan
Persayaratan obat tetes mata harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1.

Steril
Farmakope moderenmensyaratkan sterilitas kuman bagi optimika (angka kuman harus = 0).
Pembuatan tetes mata pada dasarnya dilakukan pada kondisi kerja aseptik.

2.

Kerjenihan
Persyaratan larutan bebas partikel bertujuan menghindari ransangan akibat adanya bahan padat.
Fitrasi dengan kertas saring atau kain wol tidak dapat menghasilkan larutan bebas partikel melayang.
Oleh karena itu , sebagai material penyaring kita mengunakan leburan gelas. Misalnya, jeanaer fritten
berkuran poro G3-G5.

3.

Pengawetan (antimicrobial preservative)


Bahan pengawet yang digunakan adalah thiomersal 0,002% fenilmuerkuri 0,002%, garam alkonium
dan garam banzalkonium 0,002%-0,001% dalam kombinasinya dengan natrium edetat 0,01%, lalu
yang lainya adalah klorheksidain 0,005-0,01%, klorbutanol 0,5% dan benzillalalkohol 0,5%-1%.

Tabel

2.1

Benzalkonium
cholida 0,01%
Atrapon sulfat
Gorbechol
Gycolopentolate
Homatropine
Hyoscine
Hypromellose
Phenylephrine
Physostigmine
Pilocarpine
Prednisolone

Obat

tetes

mata

Chlorhexidine acetat
0,01%
Cocaine
Cocain dan homatropine

menggunakan

antimicrobial

preservative

Phenylmercuric
nitrate 0,002%
Tetracaine
Ghloramphenicol
Fluorescein
Hydrocortisone dan
neomycin
Lochesine
Neomicin
Sulfacetaminde
Zinc sulphate
Zinc sulfat dan
adrenalin
Epineprin

4.

Tonissitas
Karena kandungan elektrolit dan koloid di dalamnya, cairan air mata memiliki tekanan osmotik, yang
nilainya sama dengan darah cairan jaringan.besarnya adalah 0,065-0,8 M pa (6,5-8 atmosfir),
penurunan titik bekunya terhadap air 0,520K atau kosentrasinya sesuai dengan larutan natrium klorida
0,9% dalam air. Larutan hipertonis relatif lebih dapat diterima daripada hipotonis. Larutan yang
digunakan pada mata luka atau yang telah dioprasi mengunakan larutan isotonis. Pada larutan yang

mengandung perak, kita memakai garam nitrat 1,2-1,6%.


5.
Stabilitas (Pendapar, Vikositas, dan Aktivitas`Permukaan)
a.
Pendapar
Harga pH mata sama dengan darah, yaitu 7,4. Pada pemakaian tetesan bias, larutan yang nyaris tanpa
rasa nyeri adalah larutan dengan pH 7,3-9,7. Namun, ph 5,5-11,4 masih dapat diterima. Pengaturan ph
sangat berguna untuk mencapai rasa bebas nyeri, meskipun kita sangat sulit merealisasikanya.
Misal: gara alkaloid yang umunya dipakai sebagai tetes mata memiliki stablitas maksimal pada ph 2-4
yang jelas sangat tidak fisiologis. Dengan demikian, kita perlu menaikan pH-nya untuk menunjukkan
peningkatan keseimbangan fisiologis, larutan dibangan dilakkan dengan larutan isotonis.
Larutan dapar berikut digunakan secara internasionak:

Dapar natrium asetat-Asam borat, kapasitasnya tinggi di daerah asam.

Dapar pospha, kapasitanya tinggi di daerah alkalis


Jika harga ph yang ditetapkan atas dasar stabilitas berada di luar daerah yang dapat diterima secara
fisiologis, maka kita wajib menambahkan larutan dapar dan melakukan pengaturan pH melalui
b.

penambahan asam atau basah.


Vikositas dan aktivitas permukaan
Tetes mata dalam air mempuyai kekurangan karena dapat ditekan keluar dari saluran konjungtiva oleh
gerakan pelupuk mata. Namun, melalui peningkatan vikositas tetes mata dapat mencapai distribusi
bahan aktif yang lebih baik dalam cairan dan waktu kontak yang lebih panjang. Sebagai peningkatan
vikositas, kita memakai metilselulosa dan polivinilpolidon (PVP) dan dan sangat disarankan
menggunakan polivinilpolidon (PVP) 1-2%. Vikositas sebaiknya tidak melampaui 49-50 mpa detik
(40- 50 cP) sebab jika tidak, maka akan terjadi penyumbatan saluran air mata. Kita memakai larutan
dengan harga vikositas 5-15 mPa detik (5-15 cp). Apabila zat pada sulit larut, maka kita dapat
menambahkan khorida atau benzalkonium bromida.
2.4 Sterilisasi
Sterilisasi yaitu suatu proses atau kegiatan membebaskan bahan atau benda dari semua bentuk
kehidupan. Sterilisasi juga dapat diartikan sebagai proses untuk membunuh semua jasad renik yang

ada, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat
berkembang.
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan kimiawi.
Sterilisasi mekanik dilakukan secara filtrasi, sterilisasi fisik dilakukan dengan pemanasan dan
penyinaran, dan untuk sterilisasi kimiawi dapat dilakukan menggunakan senyawa disinfektan.
1.

Sterilisasi Mekanik
Sterilisasi mekanik, biasa dilakukan dengan filtrasi. Filtrasi disini menggunakan suatu saringan
yang berpori kecil sehingga mikroba dapat tertahan pada saringan tersebut. Ukuran nominal pori
penyaring 0,2 m atau kurang dan penyaring dibuat dari berbagai jenis bahan seperti selulosa asetat,
selulosa nitrat, florokarbonat, polimer akrilik, polikarbonat, poliester, polivinil klorida, vinil, nilon,

2.

politef, dan berbagai tipe bahan lain termasuk memban logam.


Sterilisasi Fisik
Pada sterilisasi fisik dapat dilakukan dengan 2 sistem, yaitu system pemanasan dan penyinaran.

System pemanasan sendiri terdiri dari 4 macam, yaitu:


Pemijaran (dengan api langsung)
Membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll.
b.
Panas kering
Sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari
a.

kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.


Prosedur Sterilisasi Panas Kering dengan Oven adalah sebagai berikut:
1) Membuka tutup oven dan masukkan peralatan dari gelas yang sudah dibungkus ke dalam oven.
2) Menutup oven dan mengatur pengontrol suhu pada angka 160-180C selama 1-2 jam.
c.
Uap air panas
Konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggungakan metode ini
supaya tidak terjadi dehidrasi.
d.

Sterilisasi panas dengan Tekanan atau Sterilisasi Uap (Autoklaf)


Pada saat melakukan sterilisasi uap, kita sebenarnya memaparkan uap jenuh pada tekanan tertentu
selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek, sehingga terjadi pelepasan energi laten uap yang
mengakibatkan pembunuhan mikroganisme secara ireversibel akibat denaturasi atau koagulasi sel.
Sterilisasi demikian merupakan metode yang paling efektif dan ideal karena:

1.

Uap merupakan pembawa (carrier) energi termal paling efektif dan semua lapisan pelindung luar

mikroganisme dapat dilunakan, sehingga terjadinya koagulasi.


2.
Bersifat notoksik, mudah diperoleh, dan relatif mudah dikontrol.
Suhu jenuh uap air (1000C) pada tekanan 1 atmosfir teryata masih kurang dalam membunuh kuman
yang resisten. Oleh karena itu, kita harus mengupayakan agar suhu jenuh uap ditingkatkan dengan cara
meningkatkan tekanannya. Kemudian, kita dapat melakukannya dalam wadah tertutup rapat agar dapat
tercapai suhu sterilisasi, yaitu 1210C atau lebih. Uap jenuh tidak dapat berkurang suhunya tanpa
menurunkan tekanannya dan sebaliknya. Dengan demikian, apabila salah satu parameter yang lain pasti
diketahui pula. Pada praktinya, saat uap memasuki chamber mesin sterilisasi, kondisi uap harus dalam
keadaan baik.
Sterilisasi demikian bisa digunakan untuk mensterilisasikan:
Sedian injeksi dan suspensi

: 1210C 15 menit

Baju operasi

: 1340C 3 menit

Plastik dan karet

: disterilkan terpisah dari kontainer

Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi uap adalah:


a.

Waktu

Apabila mikroorganisme dalam jumlah besar dipaparkan terhadap uap jenuh pada suhu yang konstan,
maka semua mikroorganisme tidak akan terbenuh pada saat bersamaan. Jumlah mikroganisme yang
bertahan hidup dapat diplot terhadap waktu pemaparan dan akan menghasilkan kurva survivor
(survivor curve). Terminilogi D-value digunakan untuk mendeskripsikan waktu yang diperlukan untuk
membunuh 90% mikroorganisme yang ada. Setiap mikroorganisme akan mempuyai D-value yang
berbeda dan tentunya D-value akan bergantung pada suhu.
Pengujian daya bunuh mesin sterilisasi biasa menggunakan bacillus stearothermophilus karena jenis
mikroganisme ini paling resisten terhadap proses 6 nilai D-value untuk bacillus stearothermophillus
sudah menjamin keamanan proses sterilisasi uap. Pada D-value pertama, jumlah mikroganisme yang
terbunuh adalah 905, pada nilai D-value kedua jumlah mikroganisme yang terbunuh menjadi 99,95,
dan seterusnya hingga pada nilai D-value keenam jumlah mikroganisme yang terbunuh menjadi
99,9999%.
Suhu
Peningkatan suhu akan menurunkan waktu proses sterilisasi secara dramatis. Sebagai gambaran , waktu

b.

yang diperlukan untuk membunuh satu juta B.stearothermophillus pada suhu 115,60C adalah 42,6
menit, tetapi dengan menaikan suhu sampai 140,6 0C waktu yang dibutuhkan hanya 8 detik. Namun, hal
ini tentu terjadi pada kondisi uap jenuh, sedangkan pada kondisi uap tidak jenuh mikroorganisme
mungkin tidak akan terbunuh secara sempurna, walaupun suhu sterilisasi dinaikan.
Hubungan antara waktu dan suhu dalam proses sterilisasi menurut rumus sebagai berikut:
F = t1
c.
Kelembapan
Efek penambahan daya bunuh pada sterilisasi uap disebabkan kelembaban akan menurunkan suhu yang
diperlukan agar terjadidenaturasi dan koagulasi protein. Di lain pihak, pada sistem panas kering
mikroorganisme akan terhidrasi terlebih dahulu baru kemudian suhu akan naik agar terjadi denaturasi
protein seluler. Adanya cairan dalam uap mengindikasikan istilah kualitas uap. Untuk proses sterilisasi
3.

uap berada 97%, maka dianggap uap tidak jenuh, sehingga daya bunuh mikroorganisme akan kurang.
Sterilisasi Kimia
Sterilisasi secara kimiawi biasanya menggunakan senyawa disinfektan. Senyawa disinfektan yang
biasa digunakan yaitu alcohol. Salah satu kegunaan dari alcohol ini adalah untuk sterlisasi area tempat
kerja, adapun proses penggunaannya adalah sebagai berikut:

1)
Memasukkan larutan alkohol dengan kadar 70% ke dalam botol semprot.
Sterilisasi dengan bahan kimia digunakan alkohol 70 %. Menurut Gupte (1990), etil alkohol sangan
efektif pada kadar 70 % daripada 100 % dan ini tidak membunuh spora. Sterilisasi dengan alkohol
dilakukan pada proses pembuatan kultur stok dan teknik isolasi. Alkohol 70 % disemprotkan pada
tangan praktikan dan alat-alat seperti makropipet dan mikropipet. Menurut Volk dan Wheeler (1988),
alkohol bila digunakan pada kulit kontaknya terlalu pendek untuk menimbulkan banyak efek germisida
dan alkohol segera menguap karena sifatnya mudah menguap. Namun alkohol dapat menyingkirkan
minyak, partikel debu, dan bakteri. Menurut Gupte (1990), alkohol 70 % dapat menyebabkan
denaturasi protein dan koagulaasi.
2)
Menyemprot udara di sekitar area kerja dengan alkohol tersebut.
3) Menyemprot meja kerja dengan alkohol dan ratakan dengan kertas tissue.
4)
Menyemprot juga tangan kita agar steril.
5)
Meletakkan alat-alat yang akan digunakan pada meja kerja.
2.5 Perhitungan
Perhitungan yang di maksud disini adalah tonisitas dan kapasitas dapar karena dalam suatu larutan tetes
mata tidak akan lepas dari perhitungan ini.
2.5.1 . Tonisitas

a. metode turunab titik beku


Turunya titik beku serum darah atau cairan lakrimal sebesar-0,52 0C yang setaradengan 0,9% NaCl.
Makin besar kosentrasi zat terlarut makin besar turunya titik beku.
METODE I (BPC)

W = Jumlah (g) bahan pembantu isotoni dalam 100 ml larutan


A = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan
memperbanyak nilai untuk larutan 1% b/v
b = Turunya titik beku air yang dihasilkanoleh 1% b/v bahan pembantu isotoni jika kosentrasi tidak
dinyatakan, a=0 (titik ditambahkan pengisotonis)
METODE II

Keterangan :
Tb = turunya titik beku larutan terhadap pelarut murninya
K = turunya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86 yang menunjukan
turunya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g cairan)
m = zat yang ditimbang (g)
n = jumlah ion
M = berta molekul zat terlarut
L = massa pelarut (g)
b. ekivelensi NaCl
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat terlarut
terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya ekivalensi NaCl asam
borat 0,55 berati 1 g asam borat di dalam larutan memberikan jumlah partikel yang sama dengan 0,55g
NaCl.
METODE WELLS:
Keterrangan :
L = turunnya titik beku MOLOL
I = turunnya titik beku akibat zat terlarut (0C)
C = kosentrasi molal zat terlarut
Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunya titik beku molal
yang sama besar, maka Wells mengatsinya dengan menggolongkan zat-zat tersebut menjadi beberapa
kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan. Lihat tabel III di repetitorium teknologi sediaan
steril, hal. 15.
c. metode Liso

(Dikta Kuliah Steril, 166)

Rumus
d.

Tf = Lisox

Metode White Vincent (Diklat kuliah steril hal, 167)


Tonisitas yang diinginkan ditentukan dengan penambahan air pada sediaan parenteral agar isotonis.
Rumus yang dipakai :
V = w x E x 111,1
Dengan V = ekivelensi naCl
w = berat dalam garam
E = ekivalensi NaCl
Contoh
R/

Phenacaine hidroklorida 0,006 gr

Asam borat

0,30 gr

Aqua bidestilata steril ad 100 ml


Maka : v = ((0,06 x 0,20) + (0.3 x 0,050)) x 111,1 ml = 18 ml
Jadi obat dicampur dengan air sampai 18 ml. Lalu tambah pelarut isotonis sampai 100 ml.
e.

Metode Sprowls (Dikta kuliah steril)


Menurut modifikasi dari metode White dan vincet, dimana w dibuat tetap 0,3 gram, jadi V = E x
33,33 ml
2.5.2 Kapasitas dapar
Kapasitas dapar adalah kemampuan tidak berubahnya pH dengan penambahan sedikit asam atau
sedikit basah.
Rumus : = = 2,303 C
= kapasitas dapar
B = perubahan kosentrasi asam atau basah
pH = perubahan ph
C = kosentrasi molar larutan dapar
Ka = konstanta disosiasi larutan dapar
Kapasitas dapar dapat dihitung dengan pesamaan Henderson-hasselbach
2.6 Glukoma
Glaukoma adalah penyakit pada saraf utama mata, yang disebut saraf optik. Saraf optik menerima
impuls saraf dari retina dan memancarkannya ke otak, di mana kita mengubah sinyal-sinyal listrik itu
sebagai gambar. Glaukoma ditandai oleh kerusakan progresif pada saraf optik yang umumnya dimulai
dengan kehilangan penglihatan samping halus (peripheral vision). Jika glaukoma tidak didiagnosis dan
diobati maka dapat berkembang menjadi kehilangan penglihatan sentral dan kebutaan.
Glaukoma tetapi tidak selalu, berhubungan dengan tekanan tinggi di mata (tekanan intraokuler). Secara
umum, tekanan mata tinggi ini mengarah ke kerusakan saraf mata (saraf optik). Dalam beberapa kasus,
glaukoma dapat terjadi pada tekanan mata normal namun ada gangguan pengaturan aliran darah ke
saraf optik.
Belum ada obat untuk glaukoma. Namun, obat atau operasi dapat memperlambat atau mencegah
perkembangan kehilangan penglihatan. Pengobatan yang tepat tergantung pada jenis glaukoma dan
faktor-faktor lainnya. Deteksi dini sangat penting untuk menghentikan perkembangan penyakit ini.
( http://kamuskesehatan.com/arti/glaukoma/)
2.7 Patofisiologi Glukoma
Peningkatan tekanan di dalam mata (intraocular pressure) adalah salah satu penyebabterjadinya
kerusakan saraf mata (nervus opticus) dan menunjukkan adanya gangguan dengancairan di dalam mata
yang terlalu berlebih. Ini bisa disebabkan oleh mata yang memproduksicairan terlalu berlebih, cairan
tidak mengalir sebagaimana mestinya melalui fasilitas yang adauntuk keluar dari mata (jaringan
trabecular meshwork) atau sudut yang terbentuk antarakornea dan iris dangkal atau tertutup sehingga
menyumbat/ memblok pengaliran dari pada cairan mata.

Gambar patofisiologi glukoma


Diposkan oleh Moch kharis Suhud di 21.42
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Link ke posting ini
Buat sebuah Link
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Kharis Perak

Buat Lencana Anda


Media konsultasi
Arsip Blog

2014 (2)

2013 (3)

2012 (3)
o Desember (1)

OTM Pilokarpin HCl (bagian 1)

o Mei (1)

o Januari (1)

2011 (7)

Template Awesome Inc.. Gambar template oleh kcline. Diberdayakan oleh Blogger.
Apr
10

penggolongan obat dan nama obat

Penggolongan dan Nama Obat


No
Golongan Obat
1
ANALGETIK (Antinyeri)

Antiemetik (Antimual/muntah)

Anestesi

Jenis Obat
Narkotik

Nama Generik
Fentanil
Morfin
Pethidine
Tramadol HCl
Kodein

Non Narkotik

Acetosal
Ibuprofen
Natrium diklofenak
Parasetamol
Asam mefenamat
Metampiron

Antipirai

Allopurinol

Antipirai (NSAID)

Meloksikam
Ketoprofen
Piroksikam
Ketorolac
Kolkisin
Indometasin
Fenilbutazon
Dimenhidrinat
Metoklopramid
Domperidon
Ondansetron

Anestesi lokal

Bupivikain
Lidokain

Anestetik umum&

Ketamin

Oksigen
Tiopental
Midazolam
4

Antiepilepsi

Mg Sulfat
Diazepam
Fenitoin

Nama Dagang

Phenobarbital
Karbamazepin
Asam Valproat
5

AntiParkinson

Psikofarmaka

Triheksifenidil
Levodopa + Karbidopa
Benserazid + levodopa
Bromokriptin
Antiansietas & anti

Diazepam

insomnia
Alprazolam
Antidepresi & anti mania

Amitriptilin
Fluoksetin
Imipramin
Sertralin

Antipsikosis

Flufenasin
Haloperidol
Klorpromazin
Risperidon
Klozapin
Piracetam

Kortikosteroid

Hidrokortison
Metil Prednisolon
Prednison
Triamsinolon

Vitamin

Vit A
Vit B1
Vit B6
Vit C
Vit E
Calcitrol
Ca Laktat
Sianokobalamin
Ca karbonat

Batuk

Antitusif (batuk kering)

Dextrometorfan (DMP)

Ekspektoran

Gliseril guaiakolat
(GG)
Ambroxol
Bromhekin

10

11

Antasida dan antiulkus

Laksativ (pencahar)

Antagonis reseptor H2

Ranitidin
Simetidin

Antihiperasiditas

Magnesium Hidroksida
Alumunium Hidroksida
Ca Karbonat
Antasida

PPI

Omeprazol
Lansoprazol

sukralfat

Sukralfat
Bisakodil

Gliserin
Laktulosa
12

Antispasmodik

13

Larutan elektrolit

14

Antidiare

15

Antidot/obat lain utk keracunan

Atropin
Ekstrak Belladon
Oral

Na bikarbonat
Oralit

Parenteral

Ca glukonat
Larutan KCl
Na bikarbonat
Dextrosa
Kaolin dan pektin
Loperamid Hcl
Attapulgit

Khusus

Nalokson
Protamin sulfat
Deferoksamin
Kalsium folinat
Metil tionin klorida
(biru metilen)
Natrium tiosulfat

Umum

Mg Sulfat
Karbon Aktif

16

Antialergi

Cetirizin
Loratadin
Klorfeniramin
Difenhidramin
Ketotifen

17

Diuretik

Furosemida
Manitol
Spironolakton
HCT

18

Kardiovaskuler

AntiHiperlipidemia

Simvastatin
Fenofibrat

Antihipertensi

Nifedipin
Amlodipin
Valsartan

Losartan
Nicardipin
reserpin

19

Kulit

Antiaritmia

Propanolol
Verapamil
Digoksin
Amiodaron

Anti acne

Asam Retinoat

Anti fungi

Mikonazol

20

Mata

Miotik & anti glaukoma

21

Antidiabetes

Glibenklamid
Metformin
Acarbose
Pioglitazon
Insulin

22

Produk darah dan pengganti

Dekstran 70
HES
Pengganti plasma

plasma

Asetazolamid
Pilokarpin
Timolol

DOEN
Diposkan 10th April 2013 oleh abia agung chandra
Lihat komentar

ILMU dan pengetahuan

Klasik

Kartu Lipat

Majalah

Mozaik

Bilah Sisi

Cuplikan

Kronologis

1.
May
13

DAFTAR DM (DOSIS MAKSIMAL) farmakope indonesia


Inilah Daftar Dosis Maksimal menurut Farmakope Indonesia (FI)
NAMA ZAT
Acetarsolum
Acidum Acetylsalicylicum
Acidum Acetylsalicylicum
Acidum Aethacrynicum
Acidum Nicotinicum
Aconiti tct
Aethinylestradiol
Aethylmorphin HCl
Allobarbital
Aloe

PER
oral
oral
rektal
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral

1 X (mg)
250
1000
1000
200
250
0,3
30
300
300

1 H (mg)
1000
8000
8000
400
800
750
0,3
100
600
1000

SUMBER
EFI
FI 3
FI 3
EFI
FI 3
FI 1 vol 1
FI 3
FI 3
EFI
EFI

Aloe ext
Aloes aquosum ext
Amidopyrin
Aminophenazon
Aminophyllinum
Amitripthylini HCl
Ammonii Bromidum
Ammonii Chloridum
Amobarbital
Amobarbital Na

oral
oral
oral
oral
oral, rektal
oral
oral
oral
oral
sk, iv, im,

Amphetamini sulfat
Ampicillinum
Ampicillinum trihydras
Amylis Nitris
Antimonii Kalii Tartras
Antipyrin
Antipyrin cum Coffein et

rektal
oral
oral
oral
inhalasi
oral
oral
oral

Ac.Citric
Antipyrin salicylas
Apomorphini HCl
Aprobarbital
Aqua Laurocerasi
artificialis
Arseni trioksid
Atropini sulfat
Barbitalum
Barbitalum Natricum
Belladon tct
Belladonnae ext
Belladonnae Herba
Benzhexolii HCl
Betamethason
Biperiden lactas
Bisacodyl
Bromevalum
Bromisovalum
Bromoform
Buformini HCl
Busulphan
Butobarbital
Calcii Bromidum
Calcii Chloridum
Calcii Lactas
Calcii pantothenat
Camphora monobromata
Cantharis
Carbachol
Carbachol
Carbamazepin
Carbarzonum
Carbinoxamin maleat
Carbromalum
Carcacholum
Carcacholum
Cephalexin
Chloral hydrat
Chlordiazepoxide
Chlordiazepoxide HCl

200

600
1500
3000
1500
1500
300
3000
10000
1000
750

EFI
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 2
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3
EFI
EFI

200
100
1000
1000

40
4000
4000
1000
300
3000
3000

FI 3
FI 3
FI 3
EFI
EFI
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1

oral
oral
oral
oral

2000

6000

300
2000

600
10000

FI 1 vol 1
FI 3
EFI
FI 1 vol 1

oral
oral, sk
oral
oral, im
oral
oral
oral
oral
oral
im
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
sk
oral
oral
oral
oral
oral
sk
oral
oral, rektal
oral
oral

5
1
1000
1000
2000
20
250

15
3
1000
1000
4000
80
500
15
8,4
8
30
3000
3000
1500
300
6
600
3750
8000
15000
50
1000
100
6
1
1200
500
8
3000

1000
500
500
30
1000
500
250
20

1500
1500
500
6
300
1250
2000

250
25
4
0,5
250
1000
4
0,5
1000
2000

4000
8000
100
100

EFI
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3
EFI
EFI
EFI
FI 3
FI 2
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 2
EFI
EFI
EFI
FI 3
FI 3
EFI
FI 1 vol 1
EFI
EFI
EFI
FI 3
FI 3
EFI
EFI
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3

Chlorotrianisenum
Chlorpheniramin maleat
Chlorpromazin HCl
Chlorpropamidum
Cocain HCl
Cochici tct
Codein HCl
Codein phosphas
Codeinum
Coffein
Coffein citras
Coffein natrii benzoat
Coffein natrii salicylat
Colchicinum
Colocynthidis ext
Cortison asetat
Cotarnin Chloridum
Cyclobarbital
Cyproheptadin HCl
Dapson
Dexamethason natrii

oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral, sk
oral, sk
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
im, iv

phosphas
Dexamphetamin sulfat
Dextromoramid tartras

oral
oral, im,

Dextromoramin bitartras

rektal
oral, im,

Dextropropoxyphen HCl
Diaethylstilboestrolum
Diazepam
Dichlorophenamid
Dicyclomin HCl
Dienestrolum
Digitalis Folium
Digitalis injectio
Digitalis sol
Digitalis Tct
Digitoxin
Digoxin
Dihydralazin sulfas
Diiodohydroxyquinolinum
Dimercaprolum
Diphenhidramin HCl
Diphenhidramin teoclas
Doxycyclin
Doxycyclin HCl
Emetin HCl
Ephedrin
Ephedrin HCl
Ephedrin sulfas
Ephedrin sulfas
Epinephrin
Epinephrin bitartras
Ergometrin Maleat
Ergometrin Maleat
Ergometrin Maleat
Ergotamin tartras
Erophonii Chloridum
Erythromycin

rektal
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
im
oral
oral
oral
oral
sk
oral
oral
oral
sk
sk
sublingual
oral
im, iv
sk
oral
iv
oral

50
40
1000
750
300
5000
300
300
270
1500
3000
3000
3000
6
150
400
300
1000

EFI
FI 3
FI 3
FI 3
FI 2
FI 1 vol 1
FI 3
FI 3
FI 1 vol 1
FI 3
FI 3
EFI
EFI
FI 1 vol 2
FI 1 vol 1
FI 3
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 3
FI 3
EFI

20
20

40
20

FI 3
EFI

20

20

FI 2

300
25
40
300
120
1500
1000
5 ml
10000
6000
1
2
300
2000
1500
250
250
600
600
100
120
150
150
120
4
5
3
1,5
1,5
6
30
4000

EFI
FI 3
FI 3
EFI
FI 3
EFI
FI 3
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 3
FI 3
FI 3
FI 2
FI 3
FI 1 vol 2
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3
FI 2
EFI
FI 3
EFI
EFI
FI 1 vol 1
EFI
FI 3
FI 2
FI 2
FI 3
EFI
FI 3

250
60
1000
60
60
90
500
1000
1000
1000
2

150
100
500
20
400 seminggu 2x
50

30

5 ml
3000
0,5
1,5
1000
300
100
100
100
100
100
40
50
50
40
1
1
1
0,5
0,5
2
30
500

Erythromycin stearat
Fibrinogen
Filicis aethereum ext
Flourouracilum
Fluphenazin HCl
Glycerilis trinitras
Glycerylis trinitratis sol
Griseovulvin
Haloperidol
Heptobarbital
Hexamin
Hexamin maleat
Hexobarbital
Hexylresorcinol
Histamin phosphas
Homatropin HCl
Hydralazin HCl
Hydrargyri Chloridum
Hydrargyri Iodidum rubrum
Hydrastidis ext
Hydrochlorthiazid
Hydrocodoni bitartras
Hydrocodoni bitartras
Hydrocodoni HCl
Hydrocortison
Hydrocortison acetas

oral
oral
oral
iv
oral
oral
sublingual
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
sk
oral
oral
ophtalmic
oral
oral
oral
oral
sk
sk
oral
intraartikule

Hydromorphin HCl
Hyoscyami Ext
Hyoscyami Herba
Hyoscyni HBr
Hyoscyni HBr
Hyoscyni KBr
Hyoscyni KBr
Hyoscyni Methylbromid
Imipramin HCl
Indomethacin
Ipecacuanhae Tct
Ipececuanhae Pulv/Radix
Isoniazid
Isoprenalin HCl
Isoprenalin HCl
Isoprenalin HCl
Isoprenalin sulfat
Isoprenalin sulfat
Isoprenalin sulfat
Kalii Arsenitis sol
Kalii benzylpenicillin
Kalii Bromidum
Kalii Iodidum
Kalii sulfaguaiacolat
Kreosot
Kreosot Karbonas
Lanatosid C
Levodopa
Levomepromazin
Lobelin HCl
Lobelin HCl
Menadion

r
oral, sk
oral
oral
oral
sk
oral
sk
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
sublingual
inhalasi
oral,
sublingual
inhalasi
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral, rektal
sk
iv
oral

0,5

5
1000
100
20
15
15
100
100

20
4000
200
60
45
45
200
200

FI 3
EFI
FI 1 vol 1
EFI
FI 3
FI 1 vol 2
FI 3
FI 3
EFI
FI 1 vol 1
FI 3
EFI
FI 1 vol 1
EFI
EFI
FI 3
FI 3
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 3
EFI
EFI
FI 1 vol 1
FI 2
FI 3

5
125
400
1
0,5
1
0,5
5

15
500
1200
3
1
3
1
15
300
200
25000
2000
10/kg
60
60
30
60
60
60
500
2 juta UI
6000
6000
3000
1500
3000
1
8000
800
50
20
10

FI 3
FI 3
FI 3
EFI
EFI
FI 3
FI 3
EFI
FI 3
FI 3
FI 1 vol 2
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3
EFI
EFI
EFI
EFI
FI 3
FI 2
FI 2
FI 3
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 1 vol 2
FI 3
FI 2
EFI
EFI
FI 1 vol 2

8000
8000
1000
6
1
20
1000
15
1000
4000
4000
2000
1000
2
3
200

8000
0,5
0,25
2

500
1000
1000
1000
1
1
<>

25000
2000
500
15
15
10
15
15
15
100
2000
2000
1000
500
1000
1

20
6
2

Mepacrin HCl
Mepenzolii Bromidum
Meprobamatum
Mepyrami maleat
Mersalyl
Methadon HCl
Methanthelini Bromidum
Methimazol
Methotrexatum
Methylamphetamin HCl
Methylphenobarbital
Methylthiouracilum
Metoilasin HCl
Minocyclin Hcl
Morphin HCl
Morphin sulfat
Nalorphin HCl
Naphtolum
Natrii Arsenas
Natrii Bromidum
Natrii Cacodylas
Natrii Citrat
Natrii Cloxacilin
Natrii Dioctysulfasuccinat
Natrii Iodidum
Natrii Levothyroxin
Natrii Methicillin
Natrii Methicillin
Natrii Methylarsonas
Natrii Nafcillin
Natrii Oxacillin
Natrii Paraminosalicylat
Natrii Salicylat
Natrii Sulfobromphtalein
Neoarsphenamin
Neoarsphenazin
Neomycin sulfat
Neomycin sulfat
Neostigmin Bromidum
Neostigmin Methylsulfa
Neostigmin Methylsulfa
Nicethamid

oral
oral
oral
oral
im
oral
oral
oral
oral, im, iv
oral
oral
oral
oral
oral
oral, sk
oral
oral
obat luar
oral
oral
oral, sk
iv
oral, im, iv
oral
oral
oral
im
iv
oral, sk
oral, im, iv
oral, im, iv
oral
oral
iv
iv
iv
im
iv
oral
iv
im, sk
oral, sk, im,

Nicotinamid
Nitrofurantoin
Nitroglycerin Spirituosa sol
Noraethysteron
Noscapinum
Oleum Chenopodii
Opialum
Opialum
Opii aquosum ext
Opii ext
Opii pulv
Opii Pulvis Compositum
Opii tct
Opii Tct Aromatica
Opium
Opium Concentratum

iv
oral
oral
oromucosal
oral
oral
oral
oral
sk
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral

200
50
800
50
200
15
100

20
500
200
8
20
20
500
10
2000
100
80/kg

2000

100
1500
3000
2000
2/kg
900
500
5/kg
15/kg
30

500
500
300
100
60
500
45
30
100
100
200
1500
1500
2000
150
45

1000

6000
500
6000
1 ml
8000
16000
200
6000
12000
15000
18000
5/kg
900
500
15/kg
30/kg
90
5
5
2000

EFI
EFI
FI 3
FI 3
EFI
FI 3
EFI
EFI
FI 3
FI 2
FI 1 vol 1
EFI
FI 3
FI 3
FI 3
FI 1 vol 2
FI 3
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 3
FI 1 vol 1
FI 3
EFI
FI 3
EFI
FI 3
EFI
EFI
EFI
EFI
EFI
FI 3
FI 3
FI 3
EFI
FI 1 vol 1
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3

1000
600
1000
40
250
1500
150
150
300
250
500
5000
5000
5000
500
150

FI 3
FI 3
FI 1 vol 1
FI 3
EFI
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3
FI 1 vol 1

2400
200
200
45
60
10
40
1000
600
32
300
50
50
1000
30
6000
200

Opium Concentratum
Ouabain ??
Oxyphenisatin acetas
Papaverin Hcl
Pentetrazolum
Pentobarbital
Petidin HCl
Petidin HCl
Petidin HCl
Phenacetin
Phenazon
Phenobarbital
Phenobarbital Na
Phenol
Phenoxymethylpenicillin
Phenyl salicylas
Phenylbutazon
Phenylephrin HCl
Phenylephrin HCl
Phenylephrin HCl
Phenytoin
Phenytoin Na
Phenytoin Na
Pholcodin
Physostigmin salicylas
Physostigmin sulfat
Picrotoxin
Pilocarpin HCl
Pilocarpin Nitras
Pilocarpin Nitrat
Piperazin adipas
Piperazin phospat
Pituitari posterius
Podophylli resina
Podophylli rhizoma
Prednisolon asetas
Prednisolon Natrii phospat
Prednisolon pivalas

sk
iv
oral
oral
sk, im, iv
oral, iv
oral
sk, im
rektal
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
sk
oral
iv
oral
oral
iv
oral, rektal
oral
oral
iv
oral
lokal
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
im, iv
intraartikule

Prednison asetas
Primaquin diphosphas
Primidonum
Procain benzilpenicillin
Procain HCl
Procain HCl
Procain HCl

r
oral
oral
oral
im
sk
intrathecal
anestesi

infiltrasi
Promethazin HCl
oral
Promethazin HCl
im, iv
Promethazin Teoclas
oral
Propanolol HCl
oral
Propanthelin Bromidum
oral
Propoxyphen HCl
oral
Propylthiouracilum
oral
Pulv Bellad Herba standard oral
Pulv Hyoscyami Herba 0,05 oral
%
Pulv Stramonii Herba 0,25

oral

30
0,5
25
200
200
500
200
200
200
500
1000
300
300
100
500
1000
200
10
25
0,5
400
400
50
60
1
2,5
3
20
20
20
4500
4500
20
50
1250

150
1
50
600
500
1000
600
600
600
1500
4000
600
600
300
1500
5000
600
75
800
800
800
120
3
6
50
50
50
4500
4500
60
100
2500
100
100
100

100
30
50
30
50
300.000-1.200.000 UI
250
250
150
150
500
500
50
50
50
320
30

150
150
150

FI 1 vol 1
EFI
EFI
FI 3
FI 3
EFI
FI 3
FI 3
FI 3
FI 3
FI 2
FI 3
FI 3
FI 1 vol 2
EFI
EFI
FI 3
FI 3
EFI
EFI
FI 3
FI 3
FI 3
EFI
FI 3
FI 1 vol 2
EFI
FI 3
EFI
FI 3
EFI
EFI
EFI
EFI
EFI
EFI
EFI
EFI
EFI
FI 3
FI 3
FI 3
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1

250
150
500

150
520
600
500
1500

FI 3
FI 3
EFI
FI 3
EFI
FI 3
FI 3
FI 1 vol 2
FI 1 vol 2

250

1000

FI 1 vol 2

%
Pulv Strychni Seminis

oral

100

300

FI 1 vol 2

standard
Pyridostigmin Bromidum
Quinidin HCl
Quinidin sulfat
Quinin bisulfat
Quinin HCl
Quinin sulfat
Quiniophon
Reserpin
Salicylamid
Santonin
Secale Cornuti tct
Secale Cornutum
Secale Cornutum

oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral

180
500
1000
500
500
500
1
1000
100
10000
1000
650

450
2000
3000
2000
2000
2000
750
5
8000
300
30000
3000
2000

FI 3
FI 2
FI 3
EFI
FI 3
FI 3
EFI
FI 3
FI 3
FI 2
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1

desoleatum
Secalis cornuti ext
Secalis cornuti pulv
Spironolakton
Stibii et Natrii tartras
Stramonii pulvis
Strophanti tct
Strychni ext
Strychni tct
Strychnin nitrat
Sulfadiazin
Sulfarsphenamin
Teobromin
Teobromin Na et

oral
oral
oral
iv
oral
oral
oral
oral
oral, sk
oral
im
oral
oral

1000
650
50
120
250
500
50
4000
5
2000
500
1000
2000

3000
2000
400
200
1000
1500
100
8000
10
8000
500
4000
4000

FI 3
FI 3
FI 3
FI 1 vol 2
EFI
FI 1 vol 2
FI 1 vol 1
FI 1 vol 1
FI 3
FI 3
FI 1 vol 1
EFI
FI 1 vol 1

Na.Salicylas
Tetrachloramethylen
Theophyllin
Thiabendazol
Thiopropazati HCl
Thyroid
Tripelenamin HCl
Urethanum
Viomycin sulfat

oral
oral, rektal
oral
oral
oral
oral
oral
im

5000
500
1500
30
150
150
1000
2 mega UI

5000
1000
3000
100
300
450
6000

EFI
FI 3
EFI
EFI
FI 3
FI 3
EFI
EFI

PILOKARPIN
NAMA GENERIK
Pilokarpin
NAMA KIMIA
(3S,4R)-3-ethyldihydro-4-[1-methyl-1-H-imidazol-5-yl]methyl]furan-2(3H)-one
SIFAT FISIKOKIMIA
Pilokarpin HCl :;Hablur tidak berwarna, agak transparan, tidak berbau, rasa agak pahit, higroskopis dan
dipengaruhi oleh cahaya, bereaksi asam terhadap kertas lakmus, sangat mudah larut dalam air, mudah
larut dalam etanol, ;sukar larut dalam kloroform, tidak larut dalam eter. ;Pilokarpin Nitrat : ;Hablur
putih, mengkilat, stabil diudara, dipengaruhi oleh cahaya, mudah larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan eter

SUB KELAS TERAPI


Obat Mata
FARMAKOLOGI
Onset kerja pada pemberian obat tetes mata : 10-30 menit, ;Penurunan tekanan intraokuler : 1 jam.
STABILITAS PENYIMPANAN
Stabil pada pH asam, namun pernah dilaporkan terjadinya hidrolisis pada pH lebih tinggi. Simpan
dalam wadah tertutup rapat dan hindari dari cahaya.
KONTRA INDIKASI
Hipersensitif terhadap pilokarpin atau komponen lain dalam sediaan; inflamasi akut pada ruang anterior
mata, kondisi konstriksi pupil seperti iritis akut, anterior evetis dan glaukoma sekunder tertutup
EFEK SAMPING
Sakit kepala pada pengobatan 2-4 minggu, ;Pada mata : rasa terbakar, pucat, penglihatan buram,
kongesti vaskuler , perubahan lensa, pendarahan, dan hambatan pada pupil
INTERAKSI OBAT
Tidak dapat bercampur dengan benzalkonium klorida
PARAMETER MONITORING
Tekanan intra okuler, tes visual
BENTUK SEDIAAN
Tetes Mata 2%, 4%
PERINGATAN
Pastikan jenis glaukoma sebelum penggunaan. Bola mata yang berpigmen tua memerlukan konsentrasi
miotika lebih besar atau dengan fekuensi lebih sering. Diperlukan perawatan pada gangguan
kunjungtiva dan kornea. ;Hati hati pada penderita sakit jantung, hipertensi, asma, tukak lambung,
gangguan saluran urin dan penyakit parkinson
INFORMASI PASIEN
Sampaikan kepada dokter atau apoteker kalau anda pernah alergi dengan obat ini. Pada saat akan
memakai obat bersihkan tangan, buka mata dan teteskan obat, biarkan 1-2 menit. Jangan sentuh ujung
penetes untuk menjaga kebersihan.
MEKANISME AKSI
Membuka saluran pengeringan yang tidak efektif dalam trabeculer meshwork melalui kontraksi otot
siliari, menurunkan tekanan intraokuler (dengan menurunkan resistensi aliran pada aqueous humor).
MONITORING
Pengamatan terhadap tekanan intraokuler

enter email address

Umumnya digunakan untuk glaukoma akut, mengontrol tekanan intraokuler pada simple
glaucoma, dapat digunakan sendiri sebelum operasi mendadak atau sebelum pemakaian
carbonic anhidrase inhibitor.

Anda mungkin juga menyukai