Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PUSTAKA

ANESTESI UMUM

OLEH
Maria Victoria Seran, S.Ked
Rico Rotinggo, S.Ked
Yurinda K. Rambu Sori, S.Ked

Pembimbing :
Dr. Budi Yulianto Sarim, Sp.An

SMF / BAGIAN ILMU ANESTESI FK UNDANA


RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes

KUPANG
MEI 2012

ANESTESI UMUM (GENERAL ANESTESI)

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthtos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr
pada tahun 1846.
Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran

dan

bersifat

reversible.

Anestesi

umum

yang

sempurna

menghasilkan

ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari
pasien.
I.

TEORI ANESTESI UMUM


Ada beberapa teori yang membicarakan tentang kerja anestesi umum, diantaranya :
a. Meyer dan Overton (1989) mengemukakan teori kelarutan lipid (Lipid Solubity Theory).
Obat anestetika larut dalam lemak. Efeknya berhubungan langsung dengan kelarutan dalam
lemak. Makin mudah larut di dalam lemak, makin kuat daya anestesinya. Ini hanya berlaku
pada obat inhalasi (volatile anaesthetics), tidak pada obat anestetika parenteral.
b. Ferguson (1939) mengemukakan teori efek gas inert (The Inert Gas Effect). Potensi
analgesia gas gas yang lembab dan menguap terbalik terhadap tekanan gas gas dengan
syarat tidak ada reaksi secara kimia. Jadi tergantung dari konsentrasi molekul molekul
bebas aktif.
c. Pauling (1961) mengemukakan teori kristal mikrohidrat (The Hidrat Micro-crystal Theory).
Obat anestetika berpengaruh terutama terhadap interaksi molekul molekul obatnya
dengan molekul molekul di otak.
d. Trudel (1963) mengemukakan molekul obat anestetika mengadakan interaksi dengan
membrana lipid meningkatkan keenceran (mengganggu membran).
Obat anestesi yang diberikan akan masuk ke dalam sirkulasi darah yang selanjutnya
menyebar ke jaringan, yang pertama kali terpengaruh adalah jaringan yang banyak
vaskularisasinya seperti otak, yang mengakibatkan kesadaran dan rasa sakit hilang. Kecepatan

dan kekuatan anestesi dipengaruhi oleh faktor respirasi, sirkulasi, dan sifat fisik obat itu
sendiri.
II.

TUJUAN ANESTESI UMUM


Tujuan anestesi umum adalah hipnotik, analgesik, relaksasi dan stabilisasi otonom.

III.

SYARAT, KONTRAINDIKASI DAN KOMPLIKASI ANESTESI UMUM


Adapun syarat ideal dilakukan anestesi umum adalah :
Memberi induksi yang halus dan cepat.
Timbul situasi pasien tak sadar atau tak berespons
Timbulkan keadaan amnesia
Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernapasan.
Hambatan persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tindakan operasi.
Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO yang berlangsung lama.

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis derajat III IV,
AV blok derajat II total (tidak ada gelombang P). Kontraindikasi Relatif berupa hipertensi
berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM tak terkontrol, infeksi akut, sepsis, GNA.
Tergantung pada efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan. Pada pasien
dengan gangguan hepar, harus dihindarkan pemakaian obat yang bersifat hepatotoksik. Pada
pasien dengan gangguan jantung, obat obatan yang mendepresi miokard atau menurunkan
aliran koroner harus dihindari atau dosisnya diturunkan. Pasien dengan gangguan ginjal, obat
obatan yang diekskresikan melalui ginjal harus diperhatikan. Pada paru, hindarkan obat yang
memicu sekresi paru, sedangkan pada bagian endokrin hindari obat yang meningkatkan kadar
gula darah, obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada penyakit diabetes basedow
karena dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah.
Sedangkan komplikasi kadang kadang tidak terduga walaupun tindakan anestesi telah
dilakukan dengan sebaik baiknya. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anestesi
ataupun kondisi pasien sendiri. Komplikasi dapat timbul pada waktu pembedahan ataupun
setelah pembedahan. Komplikasi kardiovaskular berupa hipotensi dimana tekanan sistolik
kurang dari 70 mmHg atau turun 25 % dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan
tekanan darah pada periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat
membahayakan khususnya pada penyakit jantung karena jantung bekerja keras dengan
kebutuhan kebutuhan miokard yang meningkat yang dapat menyebabkan iskemik atau infark
apabila tidak tercukupi kebutuhannya. Komplikasi lain berupa gelisah setelah anestesi, tidak
sadar , hipersensitifitas ataupun adanya peningkatan suhu tubuh.
3

IV.

PERSIAPAN UNTUK ANESTESI UMUM


Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum pasien

menjalani suatu tindakan operasi. Pada saat kunjungan, dilakukan wawancara (anamnesis)
sepertinya menanyakan apakah pernah mendapat anestesi sebelumnya, adakah penyakit
penyakit sistemik, saluran napas, dan alergi obat. Kemudian pada pemeriksaan fisik, dilakukan
pemeriksaan gigi geligi, tindakan buka mulut, ukuran lidah, leher kaku dan pendek.
Perhatikan pula hasil pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai dengan penyakit yang
sedang dicurigai, misalnya pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa pendarahan, masa
pembekuan), radiologi, EKG.
Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan dengan status
anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA).
ASA I
: Pasien dalam keadaan normal dan sehat.
ASA II
: Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena
penyakit bedah maupun penyakit lain. Contohnya : pasien batu ureter dengan hipertensi sedang
terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan lekositosis dan febris.
ASA III
: Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan
karena berbagai penyebab. Contohnya: pasien appendisitis perforasi dengan septisemia, atau
pasien ileus obstrukstif dengan iskemia miokardium.
ASA IV
: Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam
kehidupannya. Contohnya : Pasien dengan syok atau dekompensasi kordis.
ASA V
: Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau
tidak. Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik karena
ruptur hepatik.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda
darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE
Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi lambung karena
regurgutasi atau muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan lambung dilakukan dengan
puasa : anak dan dewasa 4 6 jam, bayi 3 4 jam. Pada pembedahan darurat pengosongan
lambung dapat dilakukan dengan memasang pipa nasogastrik atau dengan cara lain yaitu
menetralkan asam lambung dengan memberikan antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis
reseptor H2 (ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong sehingga boleh perlu

dipasang kateter. Sebelum pasien masuk dalam kamar bedah, periksa ulang apakah pasien atau
keluarga sudah memberi izin pembedahan secara tertulis (informed concent).
Premedikasi sendiri ialah pemberian obat - 1 jam sebelum induksi anestesia dengan
tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, menghilangkan rasa
khawatir,membuat amnesia, memberikan analgesia dan mencegah muntah, menekan refleks
yang tidak diharapkan, mengurasi sekresi saliva dan saluran napas.
Obat obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain :
Gol. Antikolinergik
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual dan muntah,
melemaskan tonus otot polos organ organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Dosis

0,4 0,6 mg IM bekerja setelah 10 15 menit.


Gol. Hipnotik sedatif
Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital). Diberikan untuk sedasi dan mengurangi
kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau IM. Dosis dewasa
100 200 mg, pada bayi dan anak 3 5 mg/kgBB. Keuntungannya adalah masa pemulihan
tidak diperpanjang dan efek depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi

serta jarang menyebabkan mual dan muntah.


Gol. Analgetik narkotik
Morfin. Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan menjelang operasi. Dosis
premedikasi dewasa 10 20 mg. Kerugian penggunaan morfin ialah pulih pasca bedah
lebih lama, penyempitan bronkus pada pasien asma, mual dan muntah pasca bedah ada.
Pethidin. Dosis premedikasi dewasa 25 100 mg IV. Diberikan untuk menekan tekanan
darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Pethidin juga berguna mencegah dan

mengobati menggigil pasca bedah.


Gol. Transquilizer
Diazepam (Valium). Merupakan golongan benzodiazepine. Pemberian dosis rendah
bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 0,2 mg/kgBB
IM.

V.

METODE PEMBERIAN ANESTESI UMUM


Obat obat anestesi umum bisa diberikan melalui Perenteral (Intravena, Intramuscular),

perektal (melalui anus) biasanya digunakan pada bayi atau anak-anak dalam bentuk
suppositoria, tablet, semprotan yang dimasukan ke anus. Perinhalasi melalui isapan, pasien
disuruh tarik nafas dalam kemudian berikan anestesi perinhalasi secara perlahan.
VI.

STADIUM ANESTESI
5

Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa analgesia sampai kehilangan
kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan stdium 4 sampai henti napas dan henti jantung.
Stadium I
Stadium I (St. Analgesia/ St. Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai
hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat
analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan
biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh
hilangnya reflekss bulu mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata).
Stadium II
Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan
pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+), pergerakan bola mata
tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya reflekss
menelan dan kelopak mata.
Stadium III
Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya pernapasan
spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan spontan, hilangnya reflekss kelopak
mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah.
Stadium IV
Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera diikuti kegagalan
sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien sebaiknya tidak mencapai
stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang berlebihan.
TANDA REFLEKS PADA MATA
Refleks pupil
Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila anestesinya dangkal, midriasis
ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/ stadium yang paling baik untuk
dilakukan pembedahan, midriasis maksimal menandakan pasien mati.
Refleks bulu mata
Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi. Apabila saat dicek refleks
bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada stadium 1.
6

Refleks kelopak mata


Pengecekan refleks kelopak mata jarang dilakukan tetapi bisa digunakan untuk memastikan
efek anestesi sudah bekerja atau belum, caranya adalah kita tarik palpebra atas ada respon
tidak, kalau tidak berarti menandakan pasien sudah masuk stadium 1 ataupun 2.
Refleks cahaya
Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak respon saat kita beri
rangsangan cahaya.
VII.
TEKNIK ANESTESI UMUM
a. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan
Indikasi :
Tindakan singkat ( - 1 jam)
Keadaan umum baik (ASA I II)
Lambung harus kosong
Prosedur :

Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)

Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang) efek
sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll

Induksi

Pemeliharaan

b. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan


Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube)
kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi ; operasi lama, sulit mempertahankan airway
(operasi di bagian leher dan kepala)
Prosedur :
1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat)
2. Intubasi setelah induksi dan suksinil
3. Pemeliharaan
Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:
S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope
T = Tubes. Pipa trakea. Usia > 5 tahun dengan balon (cuffed)
7

A = Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang digunakan
untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan napas
T = Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
I = Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan
C = Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia
S = Suction. Penyedot lendir dan ludah
Teknik Intubasi
1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap
2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin fasikulasi (+)
3. Bila fasikulasi (-) ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit
ekstensi mulut membuka
5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit,
menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri
6. Cari epiglotis tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat
epiglotis ( pada bilah lurus )
7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )
8. Temukan pita suara warnanya putih dan sekitarnya merah
9. Masukan ET melalui rima glottis
10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas ( alat resusitasi )
Klasifikasi Mallampati :
Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati :

c. Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol)


Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol pernafasanya
dengan kita memberikan ventilasi 12 - 20 x permenit. Setelah operasi selesai pasien

dipancing dan akhirnya bisa nafas spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya.
Teknik sama dengan diatas
Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)
Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya.

VIII.

OBAT OBAT DALAM ANESTESI UMUM


Jenis obat anestesi umum diberikan dalam bentuk suntikan intravena atau inhalasi.
1. Anestetik intravena
Penggunaan
:
Untuk induksi
Obat tunggal pada operasi singkat
Tambahan pada obat inhalasi lemah
Tambahan pada regional anestesi
Sedasi
Cara pemberian :
Obat tunggal untuk induksi atau operasi singkat
Suntikan berulang (intermiten)
Diteteskan perinfus
Obat anestetik intravena meliputi :
a. Benzodiazepine
Sifat : hipnotik sedative, amnesia anterograd, atropine like effect, pelemas otot
ringan, cepat melewati barier plasenta.
Kontraindikasi : porfiria dan hamil.

Dosis : Diazepam : induksi 0,2 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi : 0,15 0,45
mg/kg IV.
b. Propofol
Merupakan salah satu anestetik intravena yang sangat penting. Propofol dapat
menghasilkan anestesi kecepatan yang sama dengan pemberian barbiturat secara
inutravena, dan waktu pemulihan yang lebih cepat. Dosis : 2 2,5 mg/kg IV.
c. Ketamin
Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic. Indikasi
pemakaian ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan napas yang sulit,
prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi dan asma. Dosis
pemakaian ketamin untuk bolus 1- 2 mg/kgBB dan pada pemberian IM 3 10
mg/kgBB.
d. Thiopentone Sodium
Merupakan bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi
larutan 2,5%atau 5%. Indikasi pemberian thiopental adalah induksi anestesi umum,
operasi singkat, sedasi anestesi regional, dan untuk mengatasi kejang.
Keuntungannya :induksi mudah, cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas. Dosis 5
mg/kg IV, hamil 3 mg/kg IV.
2. Anestetik inhalasi
a. N2O
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk
cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar 50
atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O
dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk
mendapatkan efek analgesic maksimum 35% . gas ini sering digunakan pada
partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit
hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi
untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara
intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan
Pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam
kombinasi dengan zat lain
b. Halotan

10

Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak
mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan
perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut
dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian
obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan
lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman
waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4
volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
c. Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip
dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam
sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena
penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik
stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan
bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi.
Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi
jantung

terhadap

ketokolamin.

Peningkatan

frekuensi

nadi

dan

takikardiadihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil


narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia
diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur
dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP
seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada
kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan
tekanan intracranial.
d. Sevofluran
Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk
induksi inhalasi.

IX. SKOR PEMULIHAN PASCA ANESTESI


Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang
menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk
11

menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi
di ruang Recovery room (RR).
A. Aldrete Score
Nilai Warna
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0
Pernapasan
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoea atau obstruksi, 0
Sirkulasi
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi, 2
Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Tidak berespons, 0
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
B. Steward Score (anak-anak)
Pergerakan
Gerak bertujuan 2
Gerak tak bertujuan 1
Tidak bergerak 0
Pernafasan
Batuk, menangis 2
Pertahankan jalan nafas 1
Perlu bantuan 0
Kesadaran
Menangis 2
Bereaksi terhadap rangsangan 1
Tidak bereaksi 0
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

12

REFERENSI
Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 2009.
Omuigui . The Anaesthesia Drugs Handbook, 2nd ed, Mosby year Book Inc, 1995.
Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi FK UI.
Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai