Anda di halaman 1dari 21

GINJAL

------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002

Anatomi
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak pada rongga
retroperitoneal. Bentuk ginjal seperti kacang, dengan bagian yang cekung
menghadap ke medial, dimana pada sisi ini terdapat hillus renalis, tempat masuk dan
keluarnya sitem arteri, vena, pembuluh limfatik, sistem saraf dan ureter. Ukuran
ginjal pada orang dewasa bervariasi, panjangnya sekitar 11-14 cm, lebar 5-7 cm
dengan tebal 2.5-3 cm dan memiliki berat sekitar 115-170 g.
Terletak pada kedua sisi collumna vertebralis, ginjal memiliki axis sejajar musculus
psoas dan terletak di sebelah lateralnya. Secara topografis, ginjal berbatasan dengan
beberapa organ abdomen seperti hepar, gaster, duodenum, jejunum, colon dan lien
pada sisi anterior. Pada sisi posterior, ginjal menempel pada musculus psoas dan
quadratus lumborum. Letak ginjal kanan relatif lebih rendah 2-3 cm dari ginjal kiri,
karena adanya hepar. Masing-masing ginjal pada sisi posterior dibatasi oleh kosta
keduabelas, diafragma, muskulus psoas dan lumborum. Saraf ilioinguinal dan
iliohipogastrika secara oblig menyilang disebelah ventral muskulus quadratus
lumborum. Hilus ginjal berdekatan dengan ujung prosesus transversus vertebra
lumbal teratas.
Ginjal kiri terletak dorsal dari lien, kauda pancreas, fleksura lienalis kolon dan kolon
desenden. Sebelah ventral ginjal kanan terdapat kolon asenden dan duodenum pars
II. Sebelah medial ginjal kanan terdapat vena cava, sementara sebelah medial ginjal
kiri terdapat aorta. Ginjal terletak sepanjang tepi muskulus psoas, sehingga terletak
oblig. Posisis hepar menyebabkan ginjal kanan lebih rendah dibanding ginjal
kiri..Berat ginjal dewasa sekitar 150 gram. Kedua ginjal disokong lemak perirenal
(yang berada pada fasia perirenal), pedikel pembuluh ginjal, tonus otot abdomen,
serta gumpalan visera abdomen. Variasi faktor-faktor tersebut diatas menyebabkan
variasi derajat mobilitas ginjal. Pada posisi tegak , rata-rata penurunan kedua ginjal
saat inspirasi adalah 4-5 cm.Kehilangan mobilitas menunjukkan kemungkinan
adanya fiksasi abnormal seperti perinefritis, walaupun adanya mobilitas ekstrem
tidak selalu menunjukkan hal yang patologis.
Masing-masing ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis mengkilat, yang disebut
true capsule (kapsula fibrosa), di sebelah luarnya terdapat jaringan lemak perirenal.
Bersama-sama dengan kelenjar adrenal dan lemak perirenal, ginjal dibungkus oleh
fascia Gerota. Pada sisi luar fascia gerota, terdapat jaringan lemak pararenal Pool
atas ginjal kiri berada pada pertengahan vertebra thorakal 12 , sedang pool inferior
setinggi vertebra lumbal ke-3 dan secara umum ginjal kanan setengah vertebra lebih
rendah daripada ginjal kiri .
Posisi ini sangat bervariasi pada masing-masing individu. Sebagai organ yang
mobile, posisinya bervariasi selama gerakan diafragma saat insiprasi dan ekspirasi.

Demikian juga posisinya bervariasi saat berdiri, berbaring atau posisi trendelenburg
Secara normal, pergerakan ginjal pada saat inspirasi atau perubahan posisi dari
berbaring ke posisi berdiri ginjal akan turun sekitar 4-5 cm atau satu corpus vertebra
Agar tetap dalam posisinya, ginjal disokong oleh lemak perirenal yang dibungkus
oleh fascia perirenal, pedikel, tonus musculus abdominalis dan viscera abdominis
yang bersinggungan .
Adanya variasi dari faktor-faktor jaringan penyokong, dapat menyebabkan ginjal
kurang terfiksir, sehingga dapat bergerak dengan derajat yang bervariasi pula. Hal
ini harus dibedakan dengan ectopic kidney, dimana posisi ginjal yang abnormal baik
pada posisi berbaring maupuna posisi berdiri, tetapi tidak bergerak seperti pada
nephroptosis. Pada nephroptosis panjang ureter normal dan dapat terjadi kingkin
pada saat berdiri, sedangkan pada congenital ectopia, ureternya pendek
Ginjal mendapatkan suplai darah dari arteri renalis, cabang dari aorta abdominalis
setinggi vertebra lumbal ke-2, dan aliran baliknya melalui vena renalis menuju vena
cava inferior Arteri renalis merupakan cabang aorta yang masuk hilus renalis lewat
diantara pelvis dan vena renalis. Seorang ahli bedah yang pernah melakukan operasi
ginjal tidak akan lupa betapa kaya aliran darah pada ginjal. Kedunya menerima
darah 1/5 dari total cardiac output. Hal ini sangat penting untuk hampir semua
operasi diginjal, pastikan akses untuk mengontrol arteri renalis. Ada 5 cabang utama
dari masing-masing arteri renalis yang bila digambarkan mirip dengan posisi ibu
jari dan jari-jari pada tangan. Masing-masing segmen mendarahi parenkim sesuai
dengan wilayah geografinya dan tidak ada anastomosis diantaranya. Sehingga saat
merencanakan operasi ginjal yang memerlukan pemotongan parenkim, incisi harus
dibuat paralel atau diantara arteri segmental ( sangat mudah untuk melakukan
maping durante operasi dengan Doppler probe Tidak seperti arteri renalis yang
masing-masing mempunyai kompartemen yang jelas, vene-vena renalis saling
behubungan. Hal ini mempunyai keuntungan apabila beberapa cabang vena diikat
akan tetap aman tanpa menimbulkan resiko infark ginjal. Darah vena dialirkan
melalui vena renalis yang bermuara kedalam vena cava inferior. Saraf pada ginjal
berasal dari pleksus renalis yang bersama vasa renalis menuju parenkim. Sementara
aliran limfe dari ginjal menuju limfonodi lumbalis.

Gambar 1.
untuk
mengingat
cabangcabang arteri renalis, silangkan
kedua tangan di depan anda.
Ibu jari menunjukkan cabang
segmen posterior tunggal,
sedangkan keempat jari-jari
menunjukkan keempat cabang
segmental. (Blandy, 1985)

Vaskularisasi

Gambar 2.
Segmen-segmen ginjal, masingmasing diperdarahi oleh satu arteri.
( Blandy, 1985)

Ginjal menerima aliran darah secara langsung dari aorta melalui arteri renalis,
biasanya hanya tunggal tetapi dapat juga lebih dari satu yang muncul dari sisi lateral
aorta tepat di kaudal dari arteri mesenterika superior. Sifat dari arteri renalis adalah
end-arteri sehingga makin proksimal arteri ini mengalami oklusi maka makin besar
jaringan ginjal yang rusak. Arteri terletak posterior dari vena renalis dan anterior
dari pelvis renalis.
Sebelum memasuki hillum renalis, arteri ini bercabang menjadi :
1. Anterior, yang bercabang lagi menjadi 4 segmen yaitu :
a. Arteri segmental Apikal
b. Arteri segmental Upper
c. Arteri segmental Midle
d. Arteri segmental Lower Anterior
2.

Ginjal ada sepasang, berwarna coklat kemerahan dan berbentuk seperti kacang
kedelai yang terletak retroperitoneal, lateral dari muskulus psoas. Posisinya
melintang, dengan kutup bawah ginjal bergeser ke lateral muskulus. Pada laki-laki
dewasa berat ginjal kira-kira 150 gram dengan ukuran panjangnya kira-kira 11,5
cm, lebarnya 6 cm, dan tebalnya 2,5-3 cm. Pada bagian medial ginjal terdapat
hillum, yang mana dilewati oleh pembuluh darah, saraf , limfatik dan pelvis renalis.
Bagian Inferior dari ginjal terdapat ruangan yang disebut sinus renalis yang terdiri
dari sistem kolekting renal utama, kaliks mayor, kaliks minor, pelvis renalis,
pembuluh darah dan lemak.
Ginjal, kelenjar adrenal dan lemak perirenal dibungkus oleh jaringan ikat
retroperitoneal yang menebal disekeliling ginjal yang disebut fascia Gerota, diluar
fascia ini terdapat jaringan lemak yang disebut lemak pararenal atau paranefrik.
Posterior dari ginjal, lapisan lemak ini menebal sedangkan anterior dari ginjal,
lapisan ini relatif lebih tipis.
Pengetahuan yang baik mengenai hubungan antara ginjal dan organ organ lain yang
terletak di anterior maupun di posterior adalah penting secara klinik. Lobus kanan
hepar, descending duodenum, dan fleksura hepatika kolon, berdekatan dengan sisi
kanan ginjal. Lambung, limpa, fleksura lienalis kolon, pankreas dan jejenum
berdekatan dengan sisi kiri ginjal, sedangkan dibagian posterior, ginjal dilindungi
oleh otot-otot punggung yang kuat serta kosta XI dan XII. Jika ginjal dipotong
secara sagital, maka terlihat bahwa ginjal dibungkus oleh kapsul renal yang tebal
yang ditembusi oleh pembuluh darah kapsular. Substansi ginjal dibagi menjadi
korteks dan medulla. Bagian korteks yang meluas sampai sinus renal antara pyramid
disebut collum of Bertin . Medula terdiri dari piramid piramid yang berakhir di
papil yang bermuara di kaliks minor atau masuk ke pelvis renalis.

Posterior : tidak ada percabangan sampai memasuki ginjal dan mensuplai


segmen posterior ginjal.

Bidang intersegmental yang divaskularisasi oleh arteri segmental anterior dan arteri
segmental posterior adalah bidang yang benar-benar hipovaskuler yang disebut
Brodel avasculer line , terletak kira-kira 5 mm posterior dari permukaan terbesar
cembung ginjal.
Di dalam ginjal, arteri segmentalis berjalan sepanjang sinus renalis dan kemudian
bercabang menjadi :
a. Arteri lobaris
: yang kemudian bercabang lagi dan masuk ke dalam
parenkim ginjal sebagai ;
b. Arteri interlobaris : arteri ini berjalan radial kearah luar sepanjang hubungan
antara piramida renalis dan kolumna dari Bertin. Karena
letaknya berdekatan dengan infundibula dari kaliks
minor terutama pada kutup atas dan kutup bawah ginjal
maka arteri ini dapat cedera karena pembedahan yang
mengenai sistem kolekting ginjal perifer. Kemudian arteri
ini bercabang menjadi ;
c. Arteri Arkuata
: berjalan sesuai kontur ginjal sepanjang hubungan kortiko
medular dan kemudian bercabang menjadi ;
d. Arteri Interlobaris : merupakan arteriole afferent ke glomerolus.
Pembuluh darah vena biasanya mengikuti arteri, dan berbeda dengan arteri vena
saling berhubungan sehingga bila terjadi ligasi vena intra renal, drainase vena akan
menuju vena yang lain. Vena renalis kiri bersifat unik karena menerima darah dari
dua cabang vena yang berbeda. Pada sisi kranial menerima darah dari kelenjar
adrenal kiri dan bagia kaudal menerima darah dari vena ovarium kiri atau vena
spermatika kiri.

The vascular segments of the left kidney, as shown in anterior and posterior
projections, and the corresponding segmental arterial supply to each segment.
Aliran Limfe
Terdapat dua jalan utama aliran limfatik ginjal, yang pertama terletak sepanjang
pembuluh darah utama dan yang kedua berasal dari subkapsuler, keduanya
kemudian bergabung ke hilum dan mengalir menuju kelenjar limfa para aorta.
Terjadi juga hubungan dengan limfonodi yang terletak pada bagian inferior vena
kava dan kelenjar limfe dari daerah lumbar.
Inervasi
Inervasi ginjal berasal dari pleksus renalis yang merupakan sisitem saraf autonom,
berjalan melewati aorta tepat pada bagian kranial dari arteri renalis, berasal dari
serabut-serabut preganglionik dari T 12 dan segmen lumbar bagian atas. Serabutserabut ini bersama-sama dengan arteri renalis masuk ginjal melalui hillum dan
melanjutkan diri mengikuti percabangan arteri. Sinaps terjadi dalam ganglion renal.
Inervasi parasimpatik berasal dari n. Vagus.

Bivalve Nephrolithotomy

--------------- RD-Collection

2002

Menurut catatan arkeologi batu dalam saluran kencing telah ada sejak dahulu,
dengan ditemukannya batu dalam mumi bangsa mesir pada tahun 4800 SM.
Hippocrates sampai saat ini dikenal sebagai orang yang pertama kali melakukan
prosedur pembedahan pada ginjal dengan melakukan insisi di daerah flank untuk
abses perinefrik. Laporan pertama untuk operasi ginjal, dilakukan oleh Cardan dan
Milan yaitu pada tahun 1550, dengan jalan membuka abses lumbal dan
mengeluarkan 18 batu pada seorang gadis. Tanggal 8 Oktober 1872 Dr. William
Ingalls di Boston City Hospital menerapkan prosedur nefrolitotomi pada seorang
perempuan berumur 31 tahun dengan melakukan drainase abses perirenal lebih
dahulu. Pada tahun 1902 Max Brdel menggambarkan suatu bidang yang relatif
avaskuler yang berjarak 5 mm posterior dari permukaan cembung ginjal, yang
kemudian dikenal sebagai Brdel white line.
Perkembangan yang penting mengenai operasi membuka ginjal ialah Pielolitotomi
yang dioerluas( extended pielolithotomy ) yang dilakukan oleh Gil-vernet pada
tahun 1965 karena dapat diaplikasi secara luas dan mempunyai morbiditas yang
minimal, maka teknik ini menjadi pilihan dalam sebagian besar batu di pelvis
renalis. Bivalve Nephrolithotomy atau Anatropik Nefrolitotomi ( ANL ) pertama
kali diperkenalkan oleh Smith dan Boyce pada tahun 1967, dengan teknik ini ahli
bedah dapat melakukan nefrotomi longitudinal melalui Brdel line antara batas
vaskuler arteri segmental anterior dan posterior, sehingga memberikan paparan yang
sangat luas pada sistem kaliks intra renal. Modifikasi dari ANL juga telah
dilakukan, misalnya yang dikembangkan oleh Nicholas D dari General Hospital of
Athens yang di tulis dalam jurnal urologi Skandinavia tahun 2002, dengan tidak
melakukan kalikorafi maupun kalikoplasti seperti yang digambarkan oleh Smith dan
Boyce, tetapi hanya melakukan aproksimasi dari kolekting sistem , serta
penggunaan U tube nefrostomi.
Diseluruh dunia termasuk Negara-negara berkembang, Insidensi batu dalam traktus
urinarius menunjukan angka-angka yang hampir sama dengan di Amerika yaitu 2 %
- 3 % dari jumlah penduduk per tahun hal ini membutuhkan biaya yang sangat
besar untuk menanggulanginya dan di Amerika 1,83 miliar dolar dihabiskan per
tahunnya. Walaupun pesatnya perkembangan ESWL dan teknik minimal invasive
seperti PCNL untuk operasi batu ginjal, tetapi karena belum tersedia alat-alat
tersebut di seluruh Indonesia dan kurangnya ahli Urologi maka operasi Bivalve
Nephrolithotomy atau ANL masih tetap relevan untuk diterapkan pada
penanganan batu cetak ( staghorn calculus ) terlebih pada daerah daerah yang
masih terpencil.

Batu Staghorn ( Batu Cetak )


Batu Staghorn adalah batu ginjal yang bercabang yang memenuhi pelvis renalis dan
paling tidak menempati sedikitnya dua sistem kaliseal. Nyeri kolik akut jarang
terjadi, sebagian besar memberi gejala infeksi dan hematuria. Kira-kira 75 % batu
staghorn terdiri dari struvite-carbonate-apatite matrix atau disebut juga batu struvite
atau batu triple phosphat, batu infeksi, atau batu urease.
Batu struvit
berhubungan erat dengan infeksi saluran kencing, yang terutama disebabkan oleh
adanya bakteri-bakteri peghasil urease terutama yang paling sering ialah proteus,
juga ureoplasma urealyticum, stafilokokus, kleibsela, providensia, dan
pseudomonas. Bakteri-bakteri ini menyebabkan hidrolisis urea menjadi amonium
dan ion hidroksil, akibatnya pH urine akan menjadi alkalis (pH > 7,2) sehingga
terjadi kristalisasi magnesium amonium phosfat (MgNH4PO46H2 ) dan carbonat
apatite ( CaPO46CO3 ).
Konversi urea menjadi ammonia dan ammonia menjadi ammonium dan mengalami
pengasaman oleh karbon dioksida adalah sbb :
H2NCONH2 + H2O

2NH3 + CO2
2NH3 + H2O

2NH4 + 2OH ( meningkatkan pH > 7,2 )


CO2 + H2O

H + + HCO3
2 H + + CO3 2Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan pada operasi batu struvite yaitu harus
dilakukan pengangkatan seluruh batu, hal ini berhubungan dengan sifat dari batu
sruvite yaitu :
a. Batu infeksi umumnya tumbuh secara cepat, bila ada sisa batu yang tertinggal
dapat merupakan nidus yang akan menjadi pencetus terbentuknya batu
berikutnya.
b. Angka rekurensi berkisar 10 % bila masih ada fragmen batu yang tertinggal.
c. Pada pengobatan batu struvite yang asimptomatik, dulu dilakukan dengan
konservatif, tetapi penelitian membuktikan bahwa 30 % penderita yang diobati
dengan konserfvatif akan meninggal karena gagal ginjal atau karena pyelonefritis
atau sepsis.
Persiapan Preoperatif
Evaluasi menyeluruh sebelum pembedahan ginjal sangat penting, karena diperlukan
posisi khusus selama pembedahan dan kemungkinan adanya gangguan sistemik
sebagai akibat dari infeksi dan gangguan fungsi ginjal. Fungsi jantung dan paru-paru
dievaluasi untuk mendapatkan kemungkinan adanya riwayat penyakit jantung, nyeri
dada, dan sesak nafas. Elektrokardiogram, foto thoraks dan pemerikasaan darah
lengkap diwajibkan untuk semua pasien. Posisi flank dengan fleksi lateral dari
vertebra telah diketahui dapat menyebabkan penurunan kapasitas ventilasi, dan
hipotensi dapat terjadi sebagai akibat berkurangnya aliran balik vena. Oleh
karena itu pendekatan operasi melalui insisi daerah flank merupakan alternatif pada
penderita penderita dengan gangguan fungsi paru.

Evaluasi laboratorium yang lengkap termasuk hitung jenis sel, waktu prothrombin,
dan waktu partial thromboplastin teraktivasi, serum elektrolit, dan kreatinin adalah
penting karena :
a. Pasien dengan anemia kronik memerlukan penentuan golongan darah untuk
rencana tranfusi.
b. Sangat penting untuk dilakukan urinalisis dan kultur urine beberapa hari sebelum
dilakukan pembedahan dan antibiotik yang spesifik sebaiknya diberikan 24 jam
sebelum operasi.
c. Karena kira-kira 50 % batu infeksi berhubungan dengan kelainan metabolik
maka evaluasi metabolik sangat penting. Untuk itu dianjurkan pemeriksaan urine
tampung dua puluh empat jam untuk kalsium, oksalat, fosfat, sitrat, asam urat,
magnesium, natrium, volume total, pH dan juga pengukuran serum kalsium,
asam urat, elektrolit dan fosfat. Jika terjadi kenaikan serum kalsium, harus
dilakukan pemeriksaan terhadap serum hormon paratiroid.
d. Jika pasien, sebelumnya telah dilakukan operasi pengangkatan batu, maka
informasi mengenai jenis batu sangatlah penting.
Foto polos abdomen digunakan menentukan besar dan lokasi dari batu,
sedangkan anatomi dari sistem kalises dinilai dengan menggunakan Intravenous
pyelografi, walaupun penggunanan CT scan non kontras dan kontras telah lebih
sering digunakan. Ultrasenografi digunakan untuk menilai adanya hidronefrosis,
sedangkan MRI tidak diperlukan.
Iskemia Ginjal Intraoperatif
Oklusi sementara arteri renalis adalah penting untuk berbagai operasi pada ginjal
seperti, nefrektomi, rekonstruksi arteri renalis, anatropik nefrolitotomi dan trauma
ginjal karena tidak hanya mengurangi perdarahan intra operatif tetapi juga
memberikan akses yang baik pada struktur dalam ginjal. Pengetahuan yang baik
terhadap respon ginjal pada iskemia hangat ( warm ischemia ) adalah sangat penting
pada operasi ginjal, karena sesaat setelah oklusi dari arteri renalis ATP yang kaya
energi pada ginjal akan berubah menjadi monofosfat nukleotida sebagai sumber
energi untuk mempertahankan struktur dan integritas sel. Tetapi bila sumber energi
ini terus menerus berkurang maka kematian sel akan terjadi. Penelitian yang
dilakukan oleh Canine menunjukan bahwa iskemia hangat yang kurang dari 30
menit masih dapat ditoliler oleh sel-sel ginjal sehingga perbaikan sel-sel ginjal
dapat kembali tercapai dengan sempurna sebaliknya bila lebih dari 30 menit akan
terjadi kerusakan permanen sel ginjal.
Pencegahan kerusakan ginjal oleh iskemia akibat oklusi sementara arteri ginjal dapat
dicapai dengan hidrasi yang cukup sebelum dan pada saat operasi, mencegah
hipotensi selama periode anastesia, mencegah manipulasi yang tidak penting pada
arteri renalis dan pemberian manitol 5 sampai 10 menit sebelum oklusi arteri renalis.
Manitol akan memberikan manfaat karena akan terjadi peningkatan aliran plasma
ginjal, menurunkan tahanan vaskuler intrarenal, mengurangi edema intraseluler dan
merangsang suatu diuresis osmotik bila sirkulasi renal kembali normal.

Bila diperkirakan operasi akan melebihi dari 30 menit maka harus dilakukan
tindakan pencegahan kerusakan permanen ginjal. Hal ini dapat dicapai dengan
melakukan hipotermia lokal pada ginjal dengan pendinginan permukaan ( surface
Cooling ) menggunakan butiran es ( ice slush ) sehingga dapat dicapai suhu 20
sampai 25 derajat celsius. Pada tingkat suhu ini akan terjadi penurunan konsumsi
energi, penurunan pemakaian oksigen dan mencegah perubahan ATP ke monofosfat
nukletide sehingga akan memberikan proteksi terhadap iskemia ginjal selama 3 jam.

TEKNIK OPERASI
A. Teknik Operasi Untuk Mencapai Ginjal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan insisi yang tepat pada operasi ginjal
yaitu, macam operasi yang akan dilakukan, jenis kelainan ginjal, operasi
sebelumnya, kelainan diluar ginjal yang akan dioperasi bersama-sama, dibutuhkan
untuk operasi ginjal bilateral, dan bentuk tubuh.
Untuk operasi ginjal dikenal 4 macam pendekatan teknik operasi :

1. Pendekatan insisi flank ekstraperitoneal


Pendekatan teknik operasi ini memberikan akses yang luas untuk parenkim
ginjal dan kolekting sistem. Teknik ini merupakan suatu pendekatan
ekstraperitoneal yang memberikan akses langsung ke ginjal dan paling kecil
menyebabkan kerusakan atau gangguan viscera, keuntungan lain ialah tidak
adanya kontaminasi dengan cairan peritoneal dan kemudahan untuk memasang
drainase ruangan perinefrik, juga kecil kemungkinan terjadinya hernia
incisional. Teknik ini tidak cocok dilakukan pada eksplorasi trauma ginjal oleh
karena tidak langsung mencapai pedikel. Teknik irisan pada pendekatan flank
yang sering dipakai ialah insisi yang melalui dasar kosta 11 atau 12. Kosta
mana yang dipilih tergantung dari posisi ginjal dan letak dari lesi pada ginjal,
apakah di kutup atas atau bawah.
- Dalam keaadan anestesi posisi pasien dimiringkan ( posisi lateral ) dengan
bagian punggung bebas. Tungkai pada sisi bawah dalam keadaan fleksi 90 0
sedangkan tungkai sisi atas tetap lurus. Letakkan bantal diantara kedua lutut
dan karet busa pada aksila untuk mencegah kompresi arteri dan saraf.
Fiksasi penderita pada meja operasi dengan cara memasang plester 3 inci
pada meja operasi melewati trokhanter mayor. Lengan atas dalam posisi
ekstensi dengan fleksi pada siku . Meja operasi di bengkokkan tepat
didaerah lumbal sedemikian rupa sehingga bagian dada sedikit miring ke
depan dan pelvis sedikit miring ke belakang. ( gambar 102-6 )
- Insisi flank dimulai dengan irisan diatas kosta 12 mulai dari sisi lateral
muskulus sakrospinalis memotong m. Latisimus dorsi sampai m. obliqus
eksternus. ( gambar 102-7 )
- Periosteum kosta dua belas dibuka dengan pisau dan elevator periost.

Figure 1026. Position of the patient for the flank approach. Note the axillary pad.
The kidney rest may be elevated if further lateral extension is needed.
-

Irisan dilanjutkan ke anterior dengan memotong fascia lumbalis sampai


ujung kosta, kemudian masukkan dua jari kedalam ruang perirenal untuk
mendorong peritoneum ke anterior, lipatan peritoneum disisihkan ke
anterior dan potong m. obliqus eksternus dan m. obliqus internus sambi
kontrol perdarahan yang terjadi. Bila direncanakan untuk reseksi kosta,
maka elevasi periost dilakukan sampai ke proksimal mungkin dan reseksi
dilakukan seproksimal mungkin.
Pasang hak pada kedua sisi luka operasi maka akan tampak fascia gerota.
Untuk memaparkan ginjal, suatu irisan dibuat di bagian posterior fascia
Gerota untuk mencegah kerusakan peritoneum, kemudian lakukan diseksi
tajam dan tumpul untuk memisahkan lemak perinefrik dari kapsul ginjal.
Kadang-kadang suatu irisan subkostal diperlukan untuk pembedahan pada
kutup bawah ginjal atau ureter bagian atas, penempatan suatu selang
nefrostomi atau drainase perinefrik abses. Irisan ini dimulai dari angulus
kostovertebralis pada sisi lateral m. sakrospinalis menyusur satu jari dari
tepi kosta 12 terus kearah anterior.
Setelah sampai pada linea aksilaris media sedikit dibengkokkan ke kaudal
sampai tepi lateral m. rectus abdominis. Iris lemak subkutan dan potong m.
latisimus dorsi, potong juga m. obliqus eksternus dan internus dengan hatihati agar tidak memotong n. subkostalis.
Kemudian secara tumpul lakukan spliting m. transversus abdominis diatas
atau dibawah nervus subkostalis. Setelah kontrol perdarahan pasang
retraktor maka akan tampak fascia gerota.

2. Pendekatan insisi lumbotomi dorsal

Figure 1027. A, Left flank incision. Anterior edge of the latissimus dorsi muscle
overlies the posterior edge of the external oblique muscle. B, The relationship of the
12th rib to the overlying muscles.

Teknik ini paling sering digunakan untuk pengangkatan ginjal yang kecil,
bilateral nefrektomi pada penderita gagal ginjal stadium akhir , pieloplasti,
pielolitotomi, ureterolitotomi ureter bagian atas. Tidak seperti pada insisi
flank, pada teknik ini tidak ada otot yang dipotong, ginjal dapat dicapai dengan
insisi pada fascia posterior. Irisan yang dibuat lebih cepat, Luka operasi dapat
ditutup dengan kuat dengan nyeri pascaoperasi yang minimal, dan kurangnya
pembengkakan anterolateral abdomen seperti yang biasanya terjadi pada insisi
flank. Kekurangan dari teknik ini ialah akses yang terbatas pada ginjal dan
pembuluh darah ginjal, yang bisa menjadi masalah intra operaif bila terjadi
migrasi batu atupun kerusakan pedikel ginjal.
- Posisi penderita lateral, meja operasi difleksikan tepat pada daerah lumbal
untuk memperluas medan operasi. Bantalan pasir diletakkan antara perut
dan meja operasi sebagai penyangga untuk menekan ginjal ke belakang. (
gambar 102-15 ) Bila direncanakan akan membuka kedua ginjal secara
bersama-sama maka posisi penderita diatur terlungkup.
- Irisan dimulai dari sudut kostovertebralis pada pertemuan antara sisi lateral
m. sakrospinalis dengan sisi bawah kosta 12. Irisan diarahkan kekaudal
sedikit melengkung kearah lateral sampai diatas SIAS.

- Muskulus latisimus dorsi dan aponeurosisnya dipotong mengikuti sisi lateral


m. sakrospinalis dan tepi bawah m.seratus inferior posterior sampai pada tepi
bawah kosta 12.
- Tepi lateral dari irisan ditarik dengan klem Allis, identifikasi fascia lumbalis
yang membungkus m. sakrospinalis dan muskulus quadratus lumborum, insisi
pada tepi m. sakrospinalis sisi lateral untuk memaparkan m. quadratus
lumborum, ruang perirenal dapat dipaparkan dengan menarik m.quadratus
lumborum ke medial. Medan operasi dapat diperluas dengan memotong
ligamentum kostovertebralis pada sisi atas irisan, dan akan tampak fascia
Gerota.

3. Pendekatan insisi abdominal


Pendekatan ini terutama ditujukan bila diperlukan waktu yang cepat untuk
mencapai pedikel ginjal seperti trauma ginjal atau tumor ginjal. Irisan vertikal
lebih mudah, lebih cepat, baik pada waktu membuka maupun pada
menutupnya kembali, akan tetapi resiko untuk hernia insisional dan dehisensi
cukup besar. Irisan transversal ditujukan untuk eksplorasi masa pada ginjal dan
berguna bila ada kesulitan dalam pemaparan ginjal akibat adanya adhesi atau
kolateralisasi pembuluh pembuluh darah yang timbul misalnya pada suatu
tumor ginjal. Insisi subkosta unilateral dapat diperluas melewati garis tengah,
seperti Chevron insisi untuk memberikan akses yang lebih luas bila tumor
ginjal telah melewati garis tengah atau untuk operasi ginjal tapal kuda. Insisi
Chevron memberikan paparan yang sangat baik untuk ekplorasi tumor ginjal
bilateral, eksplorasi anterior pada glandula adrenal atau repair arteri ginjal
bilateral. Pendekatan abdominal ini dapat dilakukan melalui, insisi median,
paramedian, subkostal anterior, dan insisi Chevron transversal.

4. Pendekatan insisi torakoabdominal)


Biasanya teknik ini digunakan untuk radikal nefrektomi pada keganasan ginjal,
juga merupakan pilihan untuk parsial nefrektomi pada tumor ginjal besar yang
berasal dari kutup atas ginjal. Teknik ini banyak memakan waktu dan
berpotensi besar menyebabkan gangguan pada paru-paru sehingga lebih baik
dihindari.

B. Teknik Operasi Bivalve Nephrolithotomy atau ANL Menurut Smith


dan Boyce
Teknik ini diindikasikan untuk batu cetak, atau bila pecahan batu tidak dapat
dikeluarkan melalui pendekatan intrasinusal yang diperluas, juga pada penderita
yang sebelumnya telah dilakukan pyelolitotomi dan kemudian menderita batu cetak
ginjal. Setelah ginjal dipaparkan melalui irisan flank biasanya menggunakan insisi
interkostal antara kosta 11 dan 12, identifikasi ureter dan diseksi dilanjutkan keatas
untuk memaparkan pelvis renalis. Ginjal seluruhnya dimobilisasi dengan dengan
menggunakan diseksi tajam dan tumpul, pasang pita umbilikal mengelilingi ginjal
yang berfungsi sebagai pegangan, identifikasi arteri renalis dengan palpasi dan
bebaskan dari jaringan sekitarnya untuk memudahkan bila akan diklem. Identifikasi
arteri segmentalis posterior dan anterior melalui diseksi pada sisi lateral sepanjang
arteri renalis berikan manitol 12,5 mg secara IV, 5 menit sebelum arteri renalis
diklem. Dengan pita umbilikal sebagai pegangan, tempatkan suatu kantong
mengelilingi ginjal sebagai tempat meletakkan butiran-butiran es untuk pendinginan
permukaan( surface cooling ). (gambar 64-12 )

Figure 64-12. Cooling the kidney with ice slush


Klem arteri renalis dengan klem Bulldog, dan segera ginjal dibungkus degan butiran
butiran es sampai suhu inti ginjal mencapai 10 sampai 15 derajat Celsius, biasanya
dapat dicapai dengan pendinginan selama 15 menit. Lakukan insisi longitudinal pada
kapsul ginjal pada permukaan posterior tepat pada garis Brder yang berjarak kirakira 0,5 cm posterior dari permukan terluas cembung ginjal .
Irisan ini tidak dianjurkan melewati segmen apikal maupun basilar ginjal, tetapi bila
dibutuhkan, insisi dapat diperluas ke masing-masing kutup ginjal sehingga akhirnya
ginjal akan terbelah menjadi dua. ( gambar 2.87 ), (gambar 64-13 )

Figure 64-14. The Proper approach to the posterior calyces of the kidney between
the segment blood suplly of the anterior and posterior portions of the kidney.
Kapsul ginjal kemudian dibebaskan dari parenkim ginjal dengan diseksi tumpul
kemudian parenkim ginjal dibelah secara tajam sesuai garis insisi kapsul ginjal,
kaliks posterior yang berisi batu staghorn di identifikasi dengan palpasi , kemudian
dibuka pada permukaan anteriornya, insisi kemudian diperluas sampai ke pelvis
renalis, insisi dilanjutkan ke kaliks anterior melalui insisi pada permukaan posterior
dari kaliks anterior, maka berangsur angsur seluruh batu staghorn dapat dipaparkan.
Sebelum ekstraksi batu, uretero pelvic jungtion diklem untuk mencegah fragmen
fragmen batu turun ke ureter. Cuci seluruh medan operasi dengan NaCl sampai
bersih, tempatkan kateter kecil melalui ureter ke vesika urinaria.
Roentgenogram intraoperatif dilakukan untuk menjamin bahwa semua batu telah
diambil. Fragmen-fragmen batu yang kecil bila ada, dapat diambil dengan nerve
hook, dan bila sisa batu terdapat pada parenkim ginjal dan dapat dipalpasi, suatu
radiar nefrotomi dapat dilakukan . Rekonstruksi internal dari kolekting sistem adalah
bagian yang terpenting pada operasi ini. Bila mungkin lakukan kalikorafi dengan
menjahit tepi-tepi dari kaliks mayor yang berdekatan secara bersama-sama dengan
menggunakan kromik 5-0. ( Gambar 64-17 )

Figure 64-13. Complete dissection of the


kidney from surrounding tissue except for
renal pedicle and ureter.

2.87 the Kidney is completely the


unfolded

Insisi yang tepat pada ginjal dapat dicapai dengan mengklem arteri segmentalis
anterior dan membiarkan a. segmentralis posterior tetap terbuka, injeksikan secara IV
20 ml methylene blue, maka segmen posterior dari parenkim ginjal akan berwarna biru
sehingga bidang antara segmen anterior dan posterior mudah diidentifikasi. Sangatlah
penting mencapai kaliks posterior melalui bidang yang tepat sesuai garis Brdel seperti
yang ditunjukan pada gambar 64-14.

Figure 64-17. The internal reconstruction of the collecting system after removal of a
staghorn calculus.

Kemudian dilanjutkan dengan kalikoplasti ( gambar 64-18 ).

Figure 64-18. Calicoplasty.


Pasang double J stend dengan ujung atas berada pada kaliks mayor kutup bawah
ginjal, fiksasi double J stend pada pelvis renalis dengan jahitan kromik lima nol
Lepaskan klem bulldog beberapa detik untuk identifikasi adanya sumber
perdarahan dan untuk mengetahui hemostasis yang telah dicapai.
Nefrostomi longitudinal ditutup dengan jahitan kromik 4-0 dimulai dengan
jahitan kontinyu pada ujung-ujung dari kolekting sistem sedangkan bagian
sentral dijahit dengan memasang jahitan belum diikat pada beberapa tempat
untuk menjamin aproksimasi yang tepat dari kolekting sistem kemudian jahitan
diikat satu demi. Gambar 64-20.

C.

Modifikasi Bivalve Nephrolithotomy atau Anatropik Nefrolitotomi

Menurut Nicholas D. Melissourgos.


Pasien dalam posisi lateral dekubitus, lakukan insisi flank melalui ruang interkostal
11 dan 12, buka fascia gerota secara longitudinal kemudian lemak perinefrik dibuka,
ginjal kemudian dimobilisasi dari jaringan sekitarnya sehingga seluruh parenkim
ginjal terpapar. Identifikasi ureter proksimal, dan diikat dengan pita umbilical untuk
mencegah migrasi fragmen batu. Pedikel ginjal diklem menggunakan klem vaskuler
dan pendinginan permukaan ( surface cooling ) dilakukan dengan guyuran larutan
NaCl dingin bersuhu 7 derajat Celsius. Kapsul renalis kemudian diinsisi melalui
Brdel line dilanjutkan ke parenkim ginjal. Setelah kolekting sistem dibuka dan batu
dipaparkan, permukaan epitel dari kolekting sistem dengan hati-hati dipisahkan dari
batu untuk mencegah laserasi dari epitel, kemudian batu dikeluarkan. Eksplorasi
kaliks minor untuk melihat sisa batu yang tertinggal, cuci seluruh medan operasi
dengan NaCl sampai bersih, klem pada a. renalis dilepaskan beberapa detik untuk
melihat tititk-titik perdarahan, bila ada perdarahan, jahitan angka 8 dengan
menggunakan dexon 3-0 dapat dilakukan.
Aproksimasi struktur kolekting, pasang U tube nefrostomi, parenkim ginjal ditutup
dengan dexon 2-0, kapsul ginjal ditutup dengan jahitan kontinyu dengan benang
diserap 4-0. Pasang drain perirenalis, tutup luka operasi lapis demi lapis.
Perbedaan yang terpenting pada modifikasi ANL ini dibandingkan dengan yang
dilakukan oleh Smith dan Boyce ialah bahwa :
1. Untuk menentukan irisan pada batas avaskuler antara arteri segmental anterior
dan posterior, tidak menggunakan injeksi methylene blue maupun oklusi arteri
segmentalis anterior dengan klem, tetapi langsung pada bidang tersebut dengan
alasan bahwa suplai darah dari arteri segmental ke ginjal adalah konstan tidak
dipengaruhi oleh jumlah dari arteri renalis, akibatnya manipulasi yang tidak
perlu dari arteri segmentalis ini akan meminimalkan bahaya spasme a. renalis.
2. Struktur dari kolekting sistem tidak dijahit total ( kalikorafi maupun kalikoplasti
) tetapi hanya diaproksimasi saja karena, jahitan yang terlalu erat akan
mengganggu aliran darah akibat terikatnya pembuluh darah disekitar
infundibulum.
3. Tidak menggunakan double J stend, tetapi menggunakan U tube nefrostomi,
suatu sistem drainase tertutup dengan irigasi kontinyu menggunakan NaCl
sampai urine menjadi jernih.

Figure 64-20. Closure of the collectiong system after performance of an anatrophic


nephrolithotomy.
Figure 64-21. Closure of the renal capsule with either running or interrupted sutures.
Kapsul ginjal ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan kromik Tiga nol
seperti pada gambar 64-21.
Lepaskan klem bulldog dari a. renalis, kemudian ginjal dihangatkan dengan cairan
irigasi, pasang drain di ruang retroperitoneal, luka operasi ditutup lapis demi lapis. (

4. Pemakaian manitol IV tidak bermakna dalam merubah waktu iskemia ginjal


sehingga tidak perlu dipakai.

Nephroptosis Ren

------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002

Patofisiologi
Pada nephroptosis, perubahan posisi ginjal lebih dari 2 corpus vertebra 3 corpus
vertebra atau lebih dari 5 cm . Kasus nephroptosis sering asimptomatik. Pada yang
simptomatik, keluhan utama biasanya adalah nyeri di daerah abdomen atau
pinggang. Akibat perubahan posisi ginjal, menyebabkan tarikan pada pedikel,
sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri akibat iskemi. Hal lain yang dapat muncul
akibat kondisi patologis ini adalah obstruksi aliran ureter,yang ditandai dengan
dilatasi dari collecting sistem . Pada kasus yang berat dapat muncul nyeri kolik,
mual, demam, takikardi, oliguri dan hematuri atau proteinuri sesaat, yang disebut
krisis Dietl

Diagnosis dan Penanganan


Diagnosis nephroptosis ditegakkan dengan pemeriksaan urogram atau renal
scanning Pada pemeriksaan ini, dibandingkan posisi ginjal saat berbaring dengan
posisi berdiri. Nephroptosis ditegakkan apabila terdapat perbedaan posisi lebih dari
5 cm atau sejauh 2 3 vertebra .Pemeriksaan penujang yang lain adalah
pemeriksaan Aortografi, Color Doppler Imaging (CDI) dan pemeriksaan Isotope
Nephrography (ING). Dengan pemeriksaan ini, dapat diketahui adanya penurunan
aliran darah ginjal
Kebanyakan kasus nephroptosis asimptomatik. Pada kasus yang simptomatik, perlu
dipertimbangkan tindakan operasi, setelah sebelumnya disingkirkan causa yang lain.
Selain itu, tindakan operasi dapat mencegah terjadinya stenosis pembuluh darah
lebih lanjut. ..Adanya dokumentasi radiologi yang menunjukkan perubahan posisi ke
arah bawah sejauh 2 3 corpus vertebrae atau lebih dari 5 cm dan tanda obstruksi
atau berkurangnnya aliran yang simptomatik digunakan sebagai dasar untuk
dilakukan tindakan bedah

Tehnik Operasi
Sampai saat ini, banyak teknik bedah yang dapat digunakan pada kasus
nephroptosis, dari teknik bedah terbuka sampai dengan laparoskopik. Secara garis
besar, fiksasi pada nephropexy digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Fikasi ginjal menggunakan jaringan fibrous atau kapsul lemak dan parenkim.
2. Fiksasi menggunakan material buatan.
3. Fiksasi menggunakan fascial flap atau muscle bundle.

Prinsip yang perlu diperhatikan adalah :


1. Ginjal harus dapat kembali ke posis normalnya, dengan pole inferior miring ke
arah lateral. Tidak ada manfaatnya menempatkan ginjal lebih tinggi dari posisi
normal.
2. Segala bentuk kelainan pembuluh darah atau adanya jeratan yang
menimbulkan obstruksi pada pelvis atau uretero pelvical junction harus
dihilangkan, karena akan menimbulkan iskemia.
3. Axis ginjal harus disesuaikan dengan posisi ginjal.
4. Hindari adanya tension.
Dari sekian banyak teknik, metode operasi Albarron-Marion banyak disukai.
Karena dengan metode deckapsulasi betul-betul dapat memfiksir ginjal, sedangkan
metode rein atau sling hanya bersifat sementara. Pada metode Albarron-Marion
ini,dibuat flap dari kapsul ginjal, yang selanjutnya difikasasikan pada costa ke-10
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah perawatan pascaoperasi. Hendaknya
pasien tidak melakukan mobilisasi sampai dengan hari ke- 10-14. Perawatan yang
baik sangat diperlukan dalam kasus ini. Untuk mencegah timbulnya emboli, dapat
diberikan antikoagulan pada hari pertama pascaoperasi. Drain operasi dapat dilepas
pada hari ke 4-6
Salah satu komplikasi operasi nephropexy adalah terjadinya pneumothorak. Untuk
mengevaluasi hal tersebut, dilakukan pemeriksaan radiologik dada beberapa jam
setelah operasi Evaluasi selanjutnya adalah tentang keluhan pasien dan perlunya
pemeriksaan radiologi 6-8 minggu pascaoperasi, untuk mengevaluasi hasil operasi.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah metode Albarron-Marrion, dengan
membuat 4 flap dari kapsul ginjal yang selanjutnya difiksasikan ke costa ke-10.
Pemeriksaan rntgen dada pascaoperasi tidak menunjukkan adanya pneumothorak,
sebagai salah satu komplikasi yang mungkin muncul pada operasi nephropexy.

Trauma Ginjal

------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002

Trauma ginjal terjadi sekitar 3% dari seluruh trauma yamg ada(Geehan,2003),


bahkan mencapai 5% pada daerah urban(Brandes,2003). Trauma ginjal terjadi
sekitar 10% dari seluruh trauma abdomen( Geehan,2003., Seidman,2003). Dari
seluruh trauma sistem genitourinaria, trauma ginjal menduduki angka tertinggi
sekitar 50% tidak membedakan ginjal kiri atau kanan(Brandes,2003). Trauma
biasanya disebabkan oleh karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, pukulan, olah raga,
tusukan atau senjata api.(dos Santos Vieira, 2003).

Patologi Trauma ginjal


Ginjal yang terletak pada rongga retroperitoneal bagian atas hanya terfiksasi oleh
pedikel pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal melayang bebas dalam
bantalan lemak yang berada dalam fascia Gerota. Fascia Gerota sendiri yang efektif
dalam mengatasi sejumlah kecil hematom , tidak sempurna dalam
perkembangannnya. Kantong fascia ini meluas kebawah sepanjang ureter ,meskipun
menyatu pada dinding anterior aorta serta vena cava inferior, namun mudah untuk
sobek oleh adanya perdarahan hebat sehingga perdarahan melewati garis tengah
dan mengisi rongga retroperitoneal.(Guerriero, 1984).

Trauma yang menyebabkan robekan kapsul sehingga menimbulkan perdarahan pada


kantong gerota perlu lebih mendapat perhatian dibanding trauma yang tidak
menyebabkan robekan pada kapsul.
Vena renalis kiri terletak ventral aorta sehingga luka penetrans didaerah ini bisa
menyebabkan trauma pada kedua struktur. Karena letaknya yang berdekatan antara
pankreas dan pole atas ginjal kiri serta duodenum dengan tepi medial ginjal kanan
bisa menyebabkan trauma kombinasi pada pankreas, duodenum dan ginjal.. Anatomi
ginjal yang mengalami kelainan seperti hidronefrosis atau tumor maligna lebih
mudah mengalami ruptur hanya oleh adanya trauma ringan.(McAninch,2000).

Mekanisme Trauma
Mekanisme trauma pada ginjal perlu diperhatikan benar oleh klinisi. Berikut adalah
mekanisme yang umumnya terjadi pada trauma ginjal.( Geehan,2003)
1.Trauma tembus
2.Trauma tumpul
3. Iatrogenik
4.Intraoperatif
5.Lain-lain
80-85% trauma ginjal disebabkan trauma tumpul yang secara langsung mengenai
abdomen, pinggang atau punggung. Trauma tersebut disebabkan karena kecelakaan
lalu lintas, perkelahian, jatuh dan olahraga kontak. Tabrakan kendaraan pada
kecepatan tinggi bisa menyebabkan trauma pambuluh darah utama karena
deselerasi cepat. Luka karena senjata api dan pisau
merupakan luka tembus
terbanyak yang mengenai ginjal sehingga bila terdapat luka pada pinggang harus
dipikirkan trauma ginjal sampai terbukti sebaliknya. Pada luka tembus ginjal, 80%
berhubungan dengan trauma viscera abdomen. (Geehan , 2003; McAninch , 2000).

Gambar 3. Fasia Gerota, proyeksi


anterior-posterior. (Guerriero, 1984)
Gambar 4. Trauma tumpul yang
merusak ginjal sering menyebabkan
fraktur iga bawah dan prosesus
transverses
vertebra
lumbal.
(Blandy,1985)
Karena miskinnya fiksasi, ginjal mudah mengalami dislokasi oleh adanya akselerasi
maupun deselerasi mendadak, yang bisa menyebabkan trauma seperti avulsi
collecting system atau sobekan pada intima arteri renalis sehingga terjadi oklusi
parsial maupun komplet pembuluh darah. Sejumlah darah besar dapat terperangkap
didalam rongga retroperitoneal sebelum dilakukan stabilisasi. Keadaan ekstrem ini
sering terjadi pada pasien yang datang di ruang gawat darurat dengan kondisi stabil
sementara terdapat perdarahan retroperitoneal. Korteks ginjal ditutupi kapsul tipis
yang cukup kuat.

3. Trauma vaskuler
Terjadi sekitar 1% dari seluruh trauma ginjal. Trauma vaskuler pada pedikel
ginjal ini memang sangat jarang dan biasanya karena trauma tumpul. Bisa
terjadi total avulsi arteri dan vena atau avulsi parsial dari cabang segmental
vasa ini. Regangan pada arteri renalis utama tanpa avulsi menyebabkan
trombosis arteri renalis.

Gambar 5.
Mekanisme trauma ginjal.
Kiri: Hantaman langsung
pada abdomen. Gambar
kecil menunjukkan gaya
yang berjalan dari hilus
renalis.
Kanan:
Jatuh
terduduk dari ketinggian
(contrecoup of kidney).
Gambar
kecil
memperlihatkan gayadari
arah
cranial
merobek
pedikel ginjal.(McAninch,
2000)

Grading Trauma Ginjal

Gambar 6.
A.Luka tembus peluru.
B.Luka tusuk. (Guerriero,
1984)

Untuk mengelola trauma ginjal dengan baik perlu terlebih dahulu menetapkan
grading secara akurat. The American Association for the surgery of Trauma
membagi trauma ginjal menjadi 5 grade:(Brandes , 2003)
1.derajat I : kontusio ginjal atau hematom subkapsuler yang tidak meluas tanpa
disertai laserasi parenkim.
2.derajat II : hematom perirenal yang tidak meluas atau laserasi korteks < 1 cm
tanpa ekstravasasi urine.
3.derajat III : laserasi korteks > 1 cm tanpa ekstra vasasi urine
4.derajat IV: laserasi korteks meluas ke collecting system( terlihat adanya
ekstravasasi kontras ), atau cedera arteri atau vena segmental(terlihat
adanya infark parenkim segmental) atau cedera arteri atau vena
utama yang tertutup oleh hematom
5.derajat V : shattered kidney, avulsi pedikel ginjal atau trombosis arteri utama.
Gambar 7. Klasifikasi trauma ginjal.
A.grade I: hematuria gross atau
mikroskopik, gambaran radilogis normal,
kontusio atau hematom subkapsuler
terlokalisisr tanpa laserasi parenkim.
B.Grade II: hematom perirenal tak meluas
atau laserasi korteks kurang dari 1 cm
dalamnya tanpa disertai ekstravasasi
urine. (McAninch, 2000)

Iatrogenik disebabkan oleh prosedur endourologi, Extracorporeal Shock Wave


Lithotripsy(ESWL), biopsi renal dan prosedur ginjal perkutan. Pada intraoperatif
terjadi pada Diagnostic Peritoneal Lavage(DPL). Penyebab lain trauma ginjal
adalah karena rejeksi transplantasi ginjal serta proses kelahiran.

Klasifikasi Patologi trauma Ginjal


Menurut Moore et al , trauma ginjal dibagi menjadi:(McAninch,2000)
1. Trauma minor
Merupakan 85% kasus. Kontusio maupun ekskoriasi renal paling sering terjadi.
Kontusio renal kadang diikuti hematom subkapsuler. Laserasi korteks superfisial
juga merupakan trauma minor.
2. Trauma mayor
Merupakan 15% kasus.Terjadi laserasi kortikomeduler yang dalam sampai
collecting system menyebabkan ekstravasasi urine kedalam ruang perirenal.
Hematom perirenal dan retroperitoneal sering menyertai laserasi dalam ini.
Laserasi multiple mungkin menyebabkan destruksi komplit jaringan ginjal.
Jarang terjadi laserasi pelvis renalis tanpa laserasi parenkim pada trauma tumpul.

Gambar 8. Klasifikasi trauma ginjal.


C: Grade III, laserasi parenkim > 1 cm
kedalam korteks tanpa ekstravasasi
urine. D: grade Iv, laserasi meluas ke
corticomedullary junction dan ke
dalam collecting system. (McAninch,
2000)

Tanda
Gambar
9. E: grade IV,
trombosis
arteri
renalis
segmental
tanpa
laserasi
parenkim. Tampak adanya
daerah iskemia segmental. F:
gradeV, trombosis arteri renalis
utama. (McAninch, 2000)

Perlu diperhatikan adanya syok atau tanda-tanda kehilangan darah masiv karena
perdarahan retroperitoneal. Cermati adanya ekimosis pada pinggang atau kuadran
atas abdomen. Juga adanya patah tulang iga bagian bawah. Mungkin ditemukan
nyeri abdomen difus pada palpasi yang merupakan tanda akut abdomen karena
adanya darah pada cavum peritonei. Distensi abdomen mungkin ditemukan dengan
bising usus yang menghilang. Masa yang palpable menandakan adanya hematom
retroperitoneal besar atau suatu ekstravasasi urin. Namun jika retroperitoneum
robek, darah bebas masuk ke cavum peritonei tanpa ditemukan masa palpable pada
pinggang.

Laboratorium

Gambar 10. G: grade V, laserasi multiple


mayor menyebabkan suatu shattered
kidney. H: grade V, avulsi vasa utama.
(McAninch, 2000)

Biasanya didapatkan adanya hematuri baik gross maupun mikroskopis. Beratnya


hematuri tidak berbanding lurus dengan beratnya kerusakan ginjal. Pada trauma
minor bisa ditemukan hematuri yang berat, sementara pada trauma mayor bisa hanya
hematuri mikroskopis. Sedangkan pada avulsi total vasa renalis bahkan tidak
ditemukan hematuri. Awalnya hematokrit normal namun kemudian terjadi
ppenurunan pada pemeriksaan serial. Temuan ini menandakan adanya perdarahan
retroperitoneal persisten yang menyebabkan terjadinya hematom retroperitoneal
yang besar. Perdarahan yang persisten jelas memerlukan tindakan operasi.
.(McAninch ,2000)

Imaging

Diagnosis
Kecurigaan adanya trauma ginjal patut dicermati pada keadaan dibawah ini:
1. Trauma didaerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian
atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah tersebut.
2. Hematuri
3. fraktur kosta sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus transversus
vertebra.
4. Trauma tembus pada daerah pinggang dan abdomen.
5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu
lintas.
Derajat trauma ginjal tidak berhubungan dengan derajat hematuri, karena gross
hematuria bisa terjadi pada trauma ginjal minor sedangkan hematuria ringan terjadi
pada trauma ginjal mayor.(Purnomo,2003)

Gejala
Nyeri terlokalisasi pada satu pinggang atau seluruh perut. Trauma lain seperti ruptur
visera abdomen atau fraktur pelvis multiple juga menyebabkan nyeri abdomen akut
sehingga mengaburkan adanya trauma ginjal. Kateterisasi biasanya menunjukkan
adanya hematuria. Perdarahan retroperitoneal bisa menyebabkan distensi abdomen,
ileus, nausea serta vomitus.

1. Plain Photo
Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom retroperitoneaal atau
ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada tulang tampak fraktur
prosesus transversalis vertebra atau fraktur iga.(Donovan , 1994)
2 .Intravenous Urography(IVU)
Pada trauma ginjal, semua semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan
hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus dilakukan
single shot high dose intravenous urography(IVU) sebelum eksplorasi ginjal.
Single shot IVU ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar 60% ionic atau non ionic
yang disuntikkan intra vena, diikuti satu pengambilan gambar abdomen 10 menit
kemudian. Untuk hasil yang baik sistol dipertahankan diatas 90 mmHg. Untuk
menghemat waktu kontras dapat disuntikkan pada saat resusitasi awal.
Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah tak bisa mengetahui luasnya trauma.
Dengan IVU bisa dilihat fungsi kedua ginjal, adanya serya luasnya ekstravasasi
urin dan pada trauma tembus bisa mengetahui arah perjalanan peluru pada ginjal.
IVU sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya trauma ginjal. Namun untuk
staging trauma parenkim, IVU tidak spesifik dan tidak sensitive. Pada pasien
dengan hemodinamik stabil, apabila gambaran IVU abnormal dibutuhkan
pemeriksaa lanjutan dengan Computed Tomography (CT) scan.

Bagi pasien hemodinamik tak stabil, dengan adanya IVU abnormal memerlukan
tindakan eksplorasi.
3. CT Scan
Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT scan. Teknik
noninvasiv ini secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan ekstravasasi
urin, mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran dan lokasi
hematom retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable serta cedera terhadap
organ sekitar seperti lien, hepar, pancreas dan kolon.(Geehan , 2003; Brandes ,
2003) CT scan telah menggantikan pemakaian IVU dan arteriogram.Pada
kondisi akut, IVU menggantikan arteriografi karena secara akurat dapat
memperlihatkan cedera arteri baik arteri utama atau segmental. Saat ini telah
diperkenalkan suatu helical CT scanner yang mampu melakukan imaging dalam
waktu 10 menit pada trauma abdomen. .(Brandes , 2003)
4. Arteriografi
Bila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya dikerjakan, maka arteriografi
bisa memperlihatkan cedera parenkim dan arteri utama. Trombosis arteri dan
avulsi pedikel ginjal terbaik didiagnosis dengan arteriografi terutama pada ginjal
yang nonvisualized dengan IVU. Penyebab utama ginjal nonvisualized pada IVU
adalah avulsi total pedikel, trombosis arteri, kontusio parenkim berat yang
menyebabkan spasme vaskuler. Penyebab lain adalah memang tidak adanya
ginjal baik karena kongenital atau operasi sebelumnya.(MC Aninch , 2000)
5. Ultra Sonography(USG)
Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat mengidentifikasi adanya
laserasi ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG adalah ketidakmampuan
untuk
membedakan darah segar dengan ekstravasasi urin, serta
ketidakmampuan mengidentifikasi cedera pedikel dan infark segmental. Hanya
dengan Doppler berwarna maka cedera vaskuler dapat didiagnosis. Adanya
fraktur iga , balutan, ileus intestinal, luka terbuka serta obesitas membatasi
visualisasi ginjal.(Brandes SB, 2003)

Penatalaksanaan

2. Eksplorsi
a. Indikasi absolut
Indikasi absolut adalah adanya perdarahan ginjal persisten yang ditandai oleh
adanya hematom retroperitoneal yang meluas dan berdenyut. Tanda lain adalah
adanya avulsi vasa renalis utama pada pemeriksaan CT scan atau arteriografi.
b. Indikasi relatif
b.1.Jaringan nonviable
Parenkim ginjal yang nekrosis lebih dari 25% adalah indikasi relatif untuk
dilakukan eksplorasi.
b.2.Ekstravasasi urin
Ekstravasasi urin menandakan adanya cedera ginjal mayor. Bila ekstravasasi
menetap maka membutuhkan intervensi bedah.
b.3.Incomplete staging
Penatalaksanaan nonoperatif dimungkinkan apabila telah dilakukan
pemeriksaan imaging untuk menilai derajat trauma ginjal. Adanya incomplete
staging memerlukan pemeriksaan imaging dahulu atau eksplorasi /rekonstruksi
ginjal.
Pada pasien dengan kondisi tidak stabil yang memerlukan tindakan
laparotomi segera, pemeriksaan imaging yang bisa dilakukan hanyalah one
shot IVU di meja operasi. Bila hasil IVU abnormal atau tidak jelas atau adanya
perdarahan persisten pada ginjal harus dilakukan eksplorasi ginjal.
b.4.Trombosis Arteri
Cedera deselerasi mayor menyebabkan regangan pada arteri renalis dan akan
menyobek tunika intima, terjadi trombosis arteri renalis utama atau cabang
segmentalnya yang akan menyebebkan infark parenkim ginjal. Penegakan
diagnosis yang tepat serta timing operasi sangat penting dalam penyelamatan
ginjal. Renal salvage dimungkinkan apabila iskemia kurang dari 12 jam.
Jika ginjal kontralateral normal, ada kontroversi apakah perlu revaskularisasi
atau observasi.Jika iskemia melebihi 12 jam, ginjal akan mengalami atrofi.
Nefrektomi dilakukan hanya bila delayed celiotomy dilakukan karena adanya
cedera organ lain atau jika hipetensi menetap pasca operasi. Trombosis arteri
renalis bilateral komplit atau adanya ginjal soliter dibutuhkan eksplorasi segera
dan revaskularisasi.

1. Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan
observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan adanya
penambahan masa di pinggang, adanya pembesaran lingkar perut, penurunan kadar
hemoglombin dan perubahan warna urin pada pemeriksaan urin serial.(Purnomo ,
2003) Trauma ginjal minor 85% dengan hematuri akan berhenti dan sembuh secara
spontan. Bed rest dilakukan sampai hematuri berhenti.(McAninch, 2000)

b.5.Trauma tembus
Pada trauma tembus indikasi absolut dilakukan eksplorasi adalah perdarahan
arteri persisten. Hampir semua trauma tembus renal dilakukan tindakan bedah.
Perkecualian adalah trauma ginjal tanpa adanya penetrasi peluru
intraperitoneum Luka tusuk sebelah posterior linea aksilaris posterior relatif
tidak melibatkan cedera organ lain.(Brandes, 2003)

Tenik Operasi
A. Approach
Dilakukan transperitoneal karena dapat mengenali dan menanggulangi trauma
intraabdominal lain serta dapat melakukan isolasi pembuluh darah ginjal
sebelum melakukan eksplorasi ginjal.
B. Isolasi pembuluh darah ginjal(Prosedur MCAninch)
Dimaksudkan untuk mengendalikan perdarahan waktu dilakukan eksplorasi
ginjal sebelum tamponade hematom retroperitoneal dibuka. Usus halus dan
kolon disingkirkan ke lateral dan cranial. Buat insisi pada peritoneum posterior
sebelah medial dan sejajar dengan vena mesentrika superior. Insisi berada di
ventral aorta dan dengan meneruskan insisi ke cranial akan didapat vena renalis
kiri yang berjalan melintang di ventral aorta. Vena renalis kiri merupakan tanda
yang penting karena relatif mudah ditemukan, sementara di kraniodorsal akan
didapat arteri renalis kiri. Vena renalis kanan bermuara pada vena kava lebih
kaudal disbanding vena renalis kiri dan di cranial vena renalis kanan akan
dijumpai arteri renalis kanan.Pada saat pembuluh darah dijerat untuk
mengendalikan perdarahan tapi wrm ischaemic time tidak boleh lebih dari 30
menit. Bila diperlukan lebih lama ginjal didinginkan dengan es. Dengan teknik
ini di RSCM dapat diturunkan angka nefrektomi dari 635 menjadi 36%. Setelah
prosedur ini, eksplorasi ginjal dilakukan dengan membuat irisan peritoneum
parakolika.(Taher A, 2003).

Setelah membuka fascia gerota maka ginjal harus terpapar seluruhnya. Pada saat
inilah biasanya terjadi perdarahan yang dapat dikendalikan dengan melakukan
oklusi sementara pembuluh darah ginjal. Selanjutnya dilakukan debridemen fasia
dan jaringan ginjal diikuti hemostasis sebaik mungkin. Bila dijumpai perdarahan
pada leher kaliks, dilakukan penjahitan dengan benang absorabel kecil dan jarum
atraumatik. Defek pelviokalises memerlukan penjahitan yang kedap air. Setelah
itu baru dilakukan penjahitan parenkim sekaligus kapsulnya dengan jahitan
matras menggunakan benang kromik 2-0. Lemak omentum dapat digunakan
untuk menutup defek parenkim yang luas. Jaringan nonviable pada kutub atas
maupun bawah yang luas memerlukan nefrektomi pasrsial. Cara guillotine
merupakan cara yang mudah, namun penting untuk menyisakan kapsul ginjal
agar dapat dipakai untuk menutup defek parenkim ginjal. Sebagai penggantinya
dapat dipakai free graft peritoneum. Nefrektomi biasanya dilakukan pada
robekan scattered atau mengenai daerah hilus. Laserasi luas pada bagian tengah
ginjal dan mengenai pelviokalises sering berakhir dengan nefrektomi.
Repair pembuluh darah perlu diusahakan dan cedera yang mengenai sekaligus
a/v ginjal umumnya berakhir dengan nefrektomi. Di USA dari semua cedera
arteriil hanya 44% kasus yang berhasil direpair. Ureter harus dikenali dan bila
terdapat bekuan darah di ureter maupun pielum, pemasangan nefrostomi harus
dilakukan dengan kateter foley 16F. Sebelum menutup rongga retroperitoneum
dilaskukan pemasangan pipa drain. (Taher , 2003)

Komplikasi
A. Komplikasi Awal Komplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera.
1. Urinoma
Terjadi < 1% kasus trauma ginjal. Jika kecil dan noninfeksius maka tidak
membutuhkan intervensi bedah. Bila besar perlu dilakukan pemasangan tube
ureter atau nefrostomi perkutan /endoskopik.
2. Delayed bleeding
Terjadi dalam waktu 2 minggu cedera. Bila besar dan simtomatik dilakukan
embolisasi.
3. Urinary fistula
Terjadi karena adanya urin yang tidak didrain atau infark segmen besar
parenkim gunjal.
4. Abses
Terdapat ileus, panas tinggi dan sepsis. Mudsah didrainase perkutan.
5. Hipertensi
Pada periode awal pasca operasi biasanya karena rennin mediated, transient
dan tidak membutuhkan tindakan .
B.Komplikasi Lanjut
Hidronefrosis, arteriovenous fistula, pielonefritis. Kalkulus, delayed hipertensi

Gambar 11. Isolasi pembuluh darah utama ginjal. (McAninch, 2003)


C. Rekonstruksi

Scarring pada daerah pelvis renis dan ureter pasca trauma bisa menyebabkan
obstruksi urine yang menyebabkan terbentuknya batu dan infeksi kronik. Fistula
arteriovenosa sering terjadi setelah luka tusuk yang ditandai dengan delayed
bleeding. Angiografi akan memperlihatkan ukuran dan posisi fistula.Pada sebagian
besar kasus mudah dilakukan penutupan fistula dengan embolisasi. Hipertensi
delayed pasca cedera ginjal karena iskemi ginjal merangsang aksis reninangiotensin.
Ginjal sangat terlindungi oleh organ-organ disekitarnya sehingga diperlukan
kekuatan yang cukup yang bisa menimbulkan cedera ginjal. Namun pada kondisi
patologis seperti hidronefrosis atau malignansi ginjal maka ginjal mudah ruptur oleh
hanya trauma ringan. Mobilitas ginjal sendiri membawa konsekuensi terjadinya
cedera parenkim ataupun vaskuler. Sebagian besar trauma ginjal adalah trauma
tumpul dan sebagian besar trauma tumpul menimbulkan cedera minor pada ginjal
yang hanya membutuhkan bed rest.
Diagnosis trauma ginjal ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Pada pemeriksaan fisik digali mekanisme trauma serta kemungkinan
gaya yang menimpa ginjal maupun organ lain disekitarnya. Pemeriksaan fisik
diperlukan untuk menilai ABC nya trauma, local ginjal maupun organ lain yang
terlibat. Pada pasien ini mungkin ditemukan hematuria gross ataupun mikroskopis
atau mungkin tanpa hematuria.Bila kondisi tidak stabil walau dengan resusitasi
maka tidak ada pilihan kecuali eksplorasi segera . Pada pemeriksaan penunjang
plain photo bisa ditemukan patah tulang iga bawah, prosesus transversus vertebra
lumbal yang menunjukkan kecurigaan kita terhadap trauma ginjal. Pada
pemeriksaan IVU akurasinya 90% namun pada pasien hipotensi tidak bisa
diharapkan hasilnya. IVU juga tidak bisa menilai daerah retroperitoneal serta sangat
sulit melakukan grading. Pada kondisi tak stabil, maka hanya dilakukan one shot
IVU yang bisa menilai ginjal kontralateral. Pemeriksaan dengan CT scan merupakan
gold standard karena dengan alat ini bisa melakukan grading dengan baik. Bagianbagian infark ginjal terlihat, serta seluruh organ abdomen serta retroperitoneum juga
jelas. Pemeriksaan angiografi sangat baik dilakukan pada kecurigaan cedera
vaskuler. Dilakukan arteriografi apabila CT scan tidak tersedia. Kerugiannya
pemeriksaan ini invasif.
Prinsip penanganan trauma ginjal adalah meminimalisasi morbiditas dan mortalitas
serta sedapat mungkin mempertahankan fungsi ginjal. Hanya pasien dengan indikasi
jelas dilakukan nefrektomi. Keselamatan jiwa pasien tentunya lebih penting dari
pada usaha peyelamatan ginjal namun jiwa melayang. Teknik operasi saat ini
memegang peranan penting dalam penyelamatan ginjal. Dengan kontrol pembuluh
darah ginjal maka terjadi penurunan angka nefrektomi. Kontrol pembuluh darah
dilakukan diluar fasia Gerota sebelum masuk zona trauma. Tanpa isolasi arteri dan
vena , dekompresi hematom ginjal yang dilakukan durante operasi meningkatkan
insidensi nefrektomi.

Kista Ginjal

----------------------------------------------------------------------------------------------- RD-Collection 2002

Kista ginjal adalah lesi tumor jinak ginjal yang paling sering dijumpai (70% dari
tumor ginjal yang asimptomatik). Kista bisa tunggal / simple ataupun multiple, dapat
unilateral maupun bilateral . Angka insiden kista simpel pada usia di bawah 18 tahun
sekitar 0.1 0.45 % dengan insiden rata-rata 0.22 %. Pada orang dewasa, frekwensi
meningkat sejalan dengan usia. Pada usia di bawah 40 tahun, angka insiden 20 %,
dan setelah 40 tahun meningkat menjadi 33 % Kebanyakan penelitian menunjukkan
tidak ada predileksi khusus pada perbedaan jenis kelamin. Tetapi pada 2 penelitian
oleh Bearth-Steg (1977) dan Tada dkk (1983), menunjukkan bahwa pada pria lebih
sering daripada wanita . Kista simple atau soliter merupakan kelainan non genetik .
Karena kasus ini lebih sering didapatkan pada orang dewasa, diduga kista soliter
ginjal adalah kelainan yang didapat Biasanya kista ginjal asimptomatik dan tidak
dijumpai tanda-tanda klinis yang signifikan (1). Kista yang simple sering ditemukan
secara kebetulan pada pemeriksaaan ultrasonografi, CT-Scan atau urografi karena
suatu problem lain pada abdomen (a). Meskipun demikian, kadang-kadang kista
menimbulkan keluhan. Keluhan yang mungkin dirasakan pasien adalah adanya
massa atau nyeri pada abdomen. Mungkin juga muncul hematuri karena ruptur kista
ke dalam collecting system, hipertensi karena iskemi segmental atau adanya
obstruksi

Histopatologi
Kista simple ginjal adalah suatu lesi tunor jinak (5). Berbentuk Blue-Dome, dengan
ukuran bervariasi, mulai dari 1 10 cm. Yang paling sering adalah dengan diameter
kurang dari 2 cm. Dinding kista merupakan satu lapis epitel gepeng atau kuboid.
Memiliki dinding fibrous yang tipis, terdiri dari sel epitel gepeng atau kuboid, dan
mungkin terdapat area calsifikasi. Kista tidak memiliki struktur pembuluh darah dan
tidak memiliki hubungan dengan nephron. Kista mengandung cairan jernih
kekuningan. Pada 5% kasus mengandung cairan yang hemoragis Kista simple ginjal
biasanya tunggal dan unilateral. Kadang-kadang multiple, multilokuler, dan lebih
jarang lagi kasus yang bilateral (5). Pada ginjal, kista terletak superfisial, dan tidak
berhubungan dengan pelvis renalis. 5-8 % kista ginjal mengandung tumor ganas
McHugh dkk (1991) berpendapat bahwa ukuran kista tidak berkembang sejalan
dengan waktu, sedang ahli yang lain (Bearth and Steg, 1977) pada penelitiannya
mendapatkan ukuran kista yang bertambah besar sejalan dengan usia .

Patogenesis
Kista simple ginjal biasanya asimptomatik dan sering ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaaan ultrasonografi, CT-Scan atau urografi karena suatu problem lain
pada abdomen Jika ukuran kista soliter bertambah besar, dapat menekan dan
merusak parenkim ginjal. Tetapi kerusakan parenkim yang ditimbulkan tidak begitu
luas, sehingga jarang sekali menimbulkan gangguan fungsi ginjal secara langsung

Kista yang menimbulkan keluhan, rata-rata berukuran lebih dari 10 cm (b). Keluhan
yang mungkin dirasakan pasien adalah adanya massa atau nyeri pada abdomen.
Mungkin juga muncul hematuri karena ruptur kista ke dalam collecting system,
hipertensi karena iskemi segmental atau adanya obstruksi Kista simple pada ginjal
letaknya superfisial, dan tidak berhubungan dengan pelvis renalis. Posisinya sering
menempati pole bawah ginjal, tetapi dapat juga menempati suatu posisi sedemikian
hingga terjadi penekanan pada ureter atau pelvis, sehingga menimbulkan obstruksi,
yang melanjut menjadi hidronefrosis Jika terjadi perdarahan ke dalam kista dan
menimbulkan distensi dinding kista, nyeri yang ditimbulkan cukup berat. Demikian
juga jika terjadi infeksi, akan menimbulkan nyeri dan disertai demam.

Diagnosis
Pemeriksaan fisik biasanya normal. Kista yang sangat besar, pada palpasi mungkin
terraba sebagai massa pada daerah ginjal. Apabila dijumpai nyeri tekan,
kemungkinan terjadi infeksi Evaluasi laboratorium fungsi ginjal dan urinalisa
biasanya normal. Hematuri mikroskopis sangat jarang dijumpai
Pada foto polos abdomen, mungkin terlihat suatu bayangan massa yang menumpuk
dengan bayangan ginjal. Dengan pemeriksaan urogram menggunakan cairan
radioopaq, pada 2-3 menit pertama, parenkim ginjal akan terlihat putih, sedang pada
bayangan kista tidak, karena kista bersifat avaskuler. Pengambilan gambar obliq dan
lateral akan sangat membantu diagnosis. Jika massa kista berada pada pole inferior,
gambaran ureter akan terdesak ke arah vertebra. Apabila dengan pemeriksaan rutin
tersebut opasitas parenkim ginjal tidak dapat dicapai signifikan, dapat dilakukan
nephrotomografi, untuk meningkatkan gambaran kontras antara parenkim dengan
kista
Sebagai pemeriksaan yang noninvasif, USG ginjal dapat membedakan antara kista
dengan suatu massa solid. Dan apabila ada gambaran kista, dengan panduan USG
dapat dilakukan aspirasi. Diagnosis kista simple ginjal menggunakan pemeriksaan
ultrasonografi, dengan kriteria
a. Tidak didapatkan internal echoes.
b. Berbatas tegas dan tipis, dengan tepi yang halus dan tegas.
c. Transmisi gelombang yang bagus melalui kista, dengan peningkatan bayangan
akustik di belakang kista.
d. Bentuk oval ramping atau sferis.
Apabila 4 kriteria tersebut dapat ditemukan, kemungkinan keganasan dapat
diabaikan. Apabila beberapa kriteria tidak didapatkan, misalnya ditemukan adanya
septa, dinding yang ireguler, calsifikasi atau adanya area yang meragukan, perlu
pemeriksaan lanjutan CT-Scan, MRI atau aspirasi Pemeriksaan CT-Scan pada kista
simple ginjal sangat akurat.. Dengan pemberian kontras, akan terlihat perbedaan
parenkim ginjal dengan kista. Densitas parenkim ginjal lebih meningkat, sedangkan
gambaran kista tidak terpengaruh. Menggunakan CT-Scan dapat dibedakan antara
kista dengan gambaran tumor. Gambaran kista akan menunjukkan densitas yang
mirip dengan cairan, sedangkan tumor mirip dengan parenkim ginjal.

Perbedaan lain, dinding kista akan terlihat tipis dan berbatas tegas dengan parenkim,
sedangkan dinding tumor tidak
Kriteria pemeriksaan menggunakan CT-Scan hampir sama dengan kriteria USG,
a. Batas yang tegas dengan dinding yang tipis dan tegas.
b. Bentuk yang ovel ramping atau sferis.
c. Isi yang homogen, dengan densitas mirip air dan tidak nampak peningkatan
densitas dengan pemberian zat kontras intravena

Diagnosis Banding
Pada kista ginjal, perlu pemeriksaan teliti untuk membedakan dengan hidronefrosis,
ginjal polikistik dan keganasan. Kasus hidronefrosis dapat memberikan tanda dan
gejala yang sama dengan kista soliter, tetapi pada pemeriksaan urogram sangat
berbeda. Pada keganasan sering didapatkan hematuri dan pada gambaran radiologis
biasanya tumor menempati posisi yang lebih dalam, sehingga dapat menimbulkan
gambaran calyces yang terdistorsi. Pemeriksaan tentang adanya tanda-tanda
metastase sangat diperlukan. Dengan pemeriksaan nefrotomogram, aortogram atau
echogram hal ini sangat membantu membedakan dengan tumor, meskipun ada
kalanya diagnosis banding ini akan sulit tanpa dilakukan pengangkatan ginjal
Ginjal polikistik pada pemeriksaan urografi hampir selalu bilateral, pada kista soliter
tunggal dan unilateral. Pada ginjal polikistik akan diikuti gangguan fungsi ginjal,
sedangkan kista soliter tidak menimbulkan gangguan fungsi ginjal

Kompliksasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi, meskipun sangat jarang, atau
kadang-kadang terjadi perdarahan ke dalam kista. Hal ini akan dirasakan sebagai
nyeri pada daerah pinggang yang cukup berat. Apabila kista menekan atau menjepit
ureter. dapat terjadi hidronefrosis, dan dapat berlanjut menjadi pyelonefritis akibat
stasis urin

Penanganan
Karena kista soliter sangat jarang memberikan gangguan pada ginjal,
penetalaksanaan kasus ini adalah konservatif, dengan evaluasi rutin
menggunakanUSG Apabila kista sedemikian besar, sehingga menimbulkan rasa
nyeri atau muncul obstruksi, dapat dilakukan tindakan bedah . Sementara ada
kepustakaan yang menyatakan bahwa meskipun kista ginjal asimptomatik, apabila
ditemukan kista ginjal yang besar merupakan indikasi operasi, karena beberapa kista
yang demikian cenderung mengandung keganasan
Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada kista adalah Aspirasi percutan
1. Bedah terbuka
a. Eksisi
b. Eksisi dengan cauterisasi segmen yang menempel ke parenkim
c. Drainase dengan eksisi seluruh segmen eksternal kista
d. Heminefrektomi

2. Laparoskopik
Pada tindakan aspirasi percutan harus diingat bahwa kista merupakan suatu
kantung tertutup dan avaskuler, sehingga teknik aspirasi harus betul-betul steril,
dan perlu pemberian antibiotik profilaksis. Karena apabila ada kuman yang
masuk dapat menimbulkan abses. Seringkali kista muncul lagi setelah dilakukan
aspirasi, meskipun ukurannya tidak sebesar awalnya .

Biasanya hidronefrosis merupakan kelainan yang paling awal ditemukan pada kasus
stenosis ureter, dimana seharusnya urin dialirkan dari pelvis ginjal ke ureter
terhambat. Dari diagnosis awal tersebut kemudian ditelusuri penyebab terjadinya
hidronefrosis sampai didapatkan secara pasti penyebabnya. Penanganan yang
terbaik pada kasus ini adalah dilakukan tindakan operatif pada daerah yang
menyumbat atas dasar indikasi.

Pemberian injeksi sclerosing agent, dapat menekan kemungkinan kambuhnya kista.


Tetapi preparat ini sering menimbulkan inflamasi, dan sering pasien mengeluh nyeri
setelah pemberian injeksi
Yang perlu diperhatikan adalah apabila terjadi
komplikasi. Jika terjadi infeksi kista, perlu dilakuka drainase cairan kista dan
pemberian antibiotik. Pada komplikasi hidronefrosis akibat obstruksi oleh kista,
dapat dilakukan eksisi kista untuk membebaskan obstruksi
Pemberian antibiotik pada pyelonefritis akibat stasis urin karena obstruksi oleh kista
akan lebih efektif apabila dilakukan pengangkan kista, yang akan memperbaiki
drainase urin
Perawatan pascaoperasi harus baik. Drainase harus lancar. Setelah reseksi kista yang
cukup besar, cairan drainase sering banyak sekali, hingga beberapa ratus mililiter per
hari. Hal ini dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sebaiknya draininase
dipertahankan sampai sekitar 1 minggu pascaoperasi

Stenosis subpelvik telah lama diketahui sebagai penyebab terbanyak kelainan


hidronefrosis pada anak-anak namun dapat saja muncul pada usia yang lebih lanjut.
Istilah subpelvik dikemukakan oleh karena biasanya terjadi stenosis pada hubungan
pelvio-ureter. Secara umum menggambarkan adanya gangguan aliran urin dari
pelvis ginjal ke ureter. Angka kejadian kasus ini pada anak-anak dari 500 kasus
pelebaran saluran kemih yang ditemukan dengan alat ultrasonografi hanya 1 kasus
yang mempunyai masalah dibidang urology, manifestasinya dapat tampak pada
dekade ke 4. Ratio antara pria dibandingkan wanita adalah 2-4 : 1. Kelainan pada
ginjal kiri lebih sering ditemukan sekitar 60% kasus dibanding dengan ginjal kanan,
sedangkan 10-40% kasus terjadi bilateral.
Penyebab kelainan ini lebih sering karena faktor bawaan atau intrinsik, dimana tidak
didapatkannya gerakan peristalsis pada ureter . Secara histopatologis serabut spiral
yang normalnya ada digantikan oleh serabut longitudinal yang abnormal atau
jaringan ikat sehingga timbul gangguan gerakan peristalsis untuk membawa urin
dari pelvis ginjal ke ureter.. Dalam keadaan normal gerakan peristalsis ini dipicu
oleh aliran listrik konduksi yang berasal dari sel-sel pacemaker di kaliks ginjal.
Kelainan bawaan yang agak jarang ditemukan adalah gangguan rekanalisasi ureter.
Pada perkembangan embriologis hubungan pelvio-ureter terbentuk pada usia 5
minggu kehamilan, pada usia 10-12 minggu mulai terjadi kanalisasi dari tunas ureter
sedangkan daerah hubungan pelvio-ureter yang terakhir mengalami kanalisasi.
Gangguan kanalisasi pada daerah ini yang menyebabkan terjadinya sumbatan
hubungan pelvio-ureter yang dapat berupa striktur ureter, katup mukosa ureter atau
polip ureter. Penyebab didapat yang sering ditemukan adalah sumbatan mekanik
yang berasal dari pembuluh darah aberan/tambahan dari ginjal yang menyilang pada
daerah hubungan pelvio-ureter. Kelainan ini ditemukan pada 33% kasus sumbatan
hubungan pelvio-ureter dimana pembuluh darah arteri masuk melalui bagian bawah
ginjal pada bagian posterior dari ureter. Pembuluh darah arteri ini berasal dari
percabangan arteri renalis atau aorta abdominalis. Penyebab lain adalah batu saluran
kemih, infeksi saluran kemih, striktur ureter pascaoperasi, striktur ureter pasca
peradangan, metastasis tumor ganas pada ureter.
Keluhan orang dewasa berupa nyeri pinggang yang hilang timbul sebagai akibat
bendungan berkala pelvis ginjal. Nyeri juga berhubungan dengan banyaknya orang
tersebut minum atau penggunaan obat-obat diuresis dengan meningkatnya produksi
urin. Disamping nyeri dapat pula timbul keluhan infeksi saluran kemih yang
berulang, nyeri perut, mual atau muntah.

Prognosis
Kista soliter dapat didiagnosis dengan cukup akurat menggunakan pemeriksaan
sonografi atau CT-Scan. Belakangan ini, USG direkomendasikan sebagai metoda
untuk melakukan follow up kista, meliputi ukuran, konfigurasi dan konsistensi.
Sangat sedikit dari kista soliter ini akan menimbulkan penyulit dikemudian hari

Stenosis Subpelvik

----------------------------------------------------------------------------------------------- RD-Collection 2002

Stenosis subpelvik merupakan kasus yang jarang, pada kasus ini terjadi hambatan
aliran urin dari pelvis ginjal ke ureter. Pada anak-anak merupakan penyebab
kelainan hidronefrosis bawaan, tapi kasus ini juga dapat ditemukan pada orang
dewasa. Penyebab kelainan ini biasanya bawaan/kongenital, namun dapat saja
kelainan ini didapat dalam perkembangan hidup manusia. Pada kelainan bawaan
penyebab tersering adalah gangguan motilitas hubungan pelvio-ureter sehingga
peristalsis dari pelvis ginjal ke ureter terhambat. Sedangkan penyebab yang didapat
berupa batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, striktur ureter pascaoperasi,
striktur pasca peradangan, metastasis tumor ganas.

Hidronefrosis merupakan kelainan yang paling awal ditemukan pada kasus stenosis
subpelvik, dapat ditemukan secara pemeriksaan fisik berupa massa yang teraba pada
daerah pinggang ataupun dengan alat sonografi berupa pelebaran pelvis ginjal dan
kaliks ginjal. Dalam keadaan normal tekanan dalam pelvis ginjal nol dengan
meningkatnya tekanan yang disebabkan oleh sumbatan atau aliran balik pelvis
ginjal dan kaliks akan melebar. Derajat hidronefrosisi bergantung pada lama,
tingkatan dan tempat sumbatan. Makin tinggi sumbatan akan makin berat efek yang
dapat timbul pada ginjal.
Penegakan diagnosis stenosis subpelvik dapat dilakukan dengan menggunakan
ultrasonografi, pielografi intravena, pielografi retrograd, voiding cystourethrogram,
CT Scan, angiografi dan MRI.
Indikasi penanganan adalah timbulnya gejala-gejala yang berhubungan dengan
sumbatan, gangguan kedua ginjal, gangguan salah satu ginjal yang progresif,
pembentukan batu saluran kemih dan infeksi. Tujuan penanganan adalah untuk
memperbaiki drainase ginjal dan fungsi ginjal. Penanganan kasus terbagi atas
penanganan endourologis yang kurang invasif dan penanganan dengan operasi
terbuka. Penanganan endourologis seperti: Endopielotomi perkutan, Endopielotomi
dengan balon kauter/Cautery Wire Balloon Endopyelotomy, Endopielotomi
ureteroskopis dan Pieloplasti laparoskopis. Pada penanganan dengan operasi terbuka
terbagi atas operasi dengan reseksi ureter seperti: metode Dismembered Pyeloplasty,
dan operasi tanpa reseksi ureter seperti metode flap Foley V-Y plasti, metode flap
spiral Culp-DeWeerd, flap vertical Scardino-Prince, metode Bonino dan Allemann,
metode Fenger,metode Hryntschack Penangan operasi terbuka pada pertama kali
dilakukan oleh Trendelenburg pada tahun 1886 namun tidak berhasil. Pada tahun
1891 Kuster berhasil melakukan operasi dengan memisahkan ureter kemudian
menyambungkan kembali ureter dengan pelvis ginjal untuk yang pertama kalinya,
ditahun 1949 Andersen dan Hynes melakukan modifikasi dari tehnik operasi Kuster
dengan melakukan anastomosis ureter dengan sisi bawah pelvis ginjal setelah
membuang bagian yang melebar.
Secara embriologis perkembangan ureter mulai terbentuk pada usia kehamilan 4
minggu sebagai suatu penonjolan yang disebut tunas ureter. Tunas ini akan
menembus jaringan metenefros dan melebar membentuk piala ginjal sederhana.
Piala ginjal akan terbagi menjadi bagian kranial dan kaudal, yang akan menjadi
kaliks mayor. Tiap kaliks akan membentuk 2 tunas baru dan seterusnya hingga
terbentuk kaliks minor. Pada minggu ke 10-12 kehamilan, ureter akan mengalami
kanalisasi sampai terbentuk ureter yang normal .
Pada kasus ini keluhan pasien pada awal kunjungan adalah nyeri pada perut bagian
bawah dan pinggang sebelah kanan yang kemungkinan disebabkan dari
hidronefrosis ginjal kanan. Dalam kepustakaan keluhan yang paling sering diderita
oleh pasien adalah nyeri yang hilang timbul pada pinggang atau pada perut kurang
lebih pada 50% pasien, keluhan benjolan di pinggang pada 50% pasien dan infeksi
salurang kemih berulang pada 30% pasien. Keluhan nyeri pinggang terutama saat
berdiri perlu diwaspadai jika disertai dengan mual, menggigil, takikardia, oliguria

dan hematuria dengan kemungkinan ren mobilis atau nephroptosis terutama pada
wanita usia lanjut dengan postur tubuh yang kurus.
Pemeriksaan radiologis penunjang pada kasus ini dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi ginjal kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan pielografi intravena
dan pielografi retrograd setelah diketahui fungsi ginjal pada pasien masih baik.
Ultrasonografi dapat digunakan sebagai pemeriksaan awal adanya hidronefrosis
namun tidak dapat untuk menentukan letak sumbatan. Sehingga penggunaanya
sebatas untuk skrining dan monitoring hidronefrosis. Pemeriksaan pielografi
intravena digunakan menilai fungsi dan anatomi dari parenkim ginjal dan sistim
pengumpul. Keuntungan pemeriksaan dengan pielografi intravena pada kasus ini
dapat terlihat pelebaran dari kaliks dan pelvis ginjal yang berbentuk corong sampai
bagian yang menyempit. Disamping itu pemeriksaan ini juga dapat dibedakan antara
stenosis subpelvik dengan kelainan insersi ureter letak tinggi. Kekurangannya
pemeriksaan ini tidak dapat digunakan pada ginjal yang fungsinya jelek. Adakalanya
pemeriksaan pielografi intravena pada kecurigaan kasus stenosis subpelvik memberi
gambaran ureter yang normal sehingga perlu dilakukan pemeriksaan tambahan atau
alternatif yang disebut pemeriksaan renografi diuresis atau renografi hidrasi yang
mulai luas digunakan untuk menilai pelebaran sistim pengumpul. Dengan
pemeriksaan ini pasien dilakukan hidrasi cairan sebelum pemeriksaan kemudian
diberi Furosemid 0,3-0,5 mg/kgBB intravena dengan harapan terjadi diuresis karena
cairan banyak dikeluarkan sehingga pada pemeriksaan akan tampak peristalsis dari
ureter dan pada lokasi mana peristalsis tidak dapat berlangsung. Pielografi retrograd
secara detil dapat menampakkan letak sumbatan pada kasus stenosis subpelvik
terutama pada pasien-pasien dengan fungsi ginjal yang jelek sehingga tidak dapat
dilakukan pemeriksaan pielografi intravena. Kekurangan pada pemeriksaan ini
kadang diperlukan tindakan anastesi untuk mengurangi nyeri pada saat pemeriksaan.
. Kombinasi dua pemeriksaan antara pielografi intravena dan pielografi retrograd
pada pasien memberikan informasi yang cukup untuk mendiagnosis stenosis
subpelvik.1,2,3 Pemeriksaan angiografi sebaiknya dilakukan sebelum operasi untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya pembuluh darah yang menyilang atau
pembuluh darah tambahan/aberan yang menyebabkan sumbatan ekstrinsik.
Penanganan kasus ini dilakukan operasi terbuka dengan Pieloplasti metode
Andersen-Hynes. Metode ini digunakan dengan alasan merupakan yang paling
sering digunakan oleh para ahli urologi, memberikan hasil secara anatomis dan
fungsi yang paling baik dan angka keberhasilan operasi yang cukup tinggi diatas
95%.3,5 . Pada perawatan pascaoperasi kasus ini pemeriksaan pielografi antegrad
untuk menilai hasil penyambungan dilakukan pada hari ke 10 sebelum dilakukan
pelepasan bidai ureter. Dari kepustakaan sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah
bidai ureter dilepas dan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi atau kebocoran dari
hasil penyambungan, sehingga dapat terlihat ureter dalam keadaan normal tanpa
adanya bidai. Kekhawatiran adanya kebocoran setelah dilepasnya tabung nefrostomi
juga menyebabkan drain retroperitoneal agak lambat dilepas, dari kepustakaan yang
ada sebaiknya dilepas setelah hari ke 10 pacaoperasi setelah diyakini tidak ada
kebocoran.

Sarkoma Ginjal ------------------------------------------- RD-Collection 2002

Sarkoma ginjal adalah tumor ganas ginjal pada orang dewasa yang jarang dijumpai
(1-2 % dari semua keganasan pada ginjal, tetapi insiden meningkat dengan
bertambahnya usia. Menurut definisi, sarkoma ginjal merupakan keganasan yang
berasal dari mesenkim pada ginjal, yang biasanya terdapat pada jaringan otot,
lemak dan jaringan ikat. Perjalanan klinis sarkoma bervariasi tergantung pada
subtipe dan stadium histologisnya. Tumor ini lebih sering ditemukan pada
perempuan daripada laki-laki yaitu 2:1, dan sangat sulit atau tidak mungkin
dibedakan dengan renal sel karsinoma.
Dari klasifikasi tumor mesenkim pada ginjal, leiomyosarkoma adalah tumor yang
paling banyak yaitu sebesar 50- 60%. Pada pemeriksaan CT Scan abdomen, tumor
ini biasanya ditemukan terletak di tepi dan tampak keluar dari kapsul ginjal atau
jaringan otot polos pada dinding pelvis renalis. Biasanya leiomyosarkoma pada
ginjal, gejala dan tanda klinis yang penting sama dengan renal sel karsinoma yaitu
nyeri pinggang (40-50%), hematuria (60%) dan massa di pinggang (30%).
Jarangnya kasus leiomyosarkoma pada ginjal, ditambah dengan luasnya subtipe
histologis, mempengaruhi kita akan tumor ini dan memperlambat pengembangan
terapi yang efektif.
HISTOPATOLOGI
Sarkoma pada ginjal diyakini berasal dari sel stem mesenkim yang ada di jaringan
otot, lemak dan jaringan ikat. Asal dari sel stemnya sendiri belum jelas, dan kadang
bahkan asal mesenkimalnya juga tidak jelas (seperti sarkoma neuron atau myelin,
sarkoma stroma gastrointestinal). Dua teori yang berpengaruh bahwa sel mesenkim
ditemukan di jaringan setempat atau meningkat dari sumsum tulang. Kira-kira
setengah dari sarkoma pada ginjal adalah stadium yang sudah lanjut. Subtipe
histologis sarkoma pada ginjal yang sering ditemui selain leiomyosarkoma adalah
liposarkoma, fibrosarkoma, rhabdomyosarkoma.
Mikroskopis leiomyosarkoma ginjal ditentukan oleh gambaran kepadatan seluler
dengan adanya sel-sel datia anaplastik bentuk tidak menentu (bizarre) dan gambaran
mitosisnya.
DIAGNOSIS
Leiomyosarkoma pada ginjal hampir selalu muncul sebagai massa abdomen, sering
kali tanpa gejala. Meskipun median usia pasien rata-rata adalah 50 tahun,
leiomyosarkoma pada ginjal bisa muncul pada umur berapa pun dan angka
kejadiannya lebih banyak pada perempuan dari pada laki-laki. Pada sebagian besar
kasus, leiomyosarkoma yang lebih kecil dari 5 cm jarang selaki terlihat karena
leiomyosarkoma seukuran ini biasanya tidak diperhatikan pasien sampai ukurannya
menjadi lebih besar.

Bila ada, gejalanya akan terkait dengan efek massa tumor atau dengan invasi
setempat (lokal). Sumbatan atau perdarahan saluran cerna, pembengkakan
ekstremitas bawah, atau nyeri merupakan gejala-gejala pertama yang berujung pada
ditemukannya leiomyosarkoma pada ginjal.
Pemeriksaan CT-Scan abdomen merupakan sarana terbaik untuk mengevaluasi
leiomyosarkoma ginjal. CT-Scan tidak hanya melihat lokasi tumor dan hubungannya
dengan organ-organ di sekitar, tapi juga mengidentifikasi lesi metastasis di hepar
atau di rongga peritoneum. Juga, CT-Scan abdomen mampu mengetahui tumor
perlemakan maupun metastasis intraabdomen. Untuk pelvis, semua kelebihan
pemeriksaan CT ini sangat relevan sifatnya, selain mampu menentukan invasi pada
tulang.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terinci dapat membantu dan mengarahkan
kita pada pemeriksaan lanjutan yang diperlukan. Pemeriksaan testis, ultrasonografi
dan pengukuran serum -hCG, harus dilakukan bila ada dugaan kanker testis dengan
metastasis retroperitoneal. Pada pasien dengan limfedenopati, kita bisa memakai
biopsi eksisi atau jarum pada limfonodus yang membesar untuk mencari tahu ada
tidaknya limfoma. Bila tumor sepertinya berasal dari lambung, pancreas atau
duodenum, maka sebagai test diagnostiknya dapat dilakukan endoskopi saluran
cerna atas dengan biopsi. Bila diagnosis-diagnosis ini bisa disingkirkan atau
kemungkinannya dianggap kecil maka sarkoma merupakan diagnosis yang paling
mungkin.
PENANGANAN
1. Radikal Nefrektomi
Leiomyosarkoma pada ginjal memberikan tantangan tersendiri yang
membedakannya dari bentuk sarkoma jaringan lunak lain pada ekstremitas.
Kesulitan dalam manajemen leiomyosarkoma ginjal diakibatkan oleh ukurannya
yang besar dan rumitnya anatomi retroperitoneum. Tindakan radikal nefrektomi
merupakan pilihan pada leiomyosarkoma ginjal.
2. Terapi radiasi
Beberapa peneliti telah mengkaji berbagai metode untuk menurunkan insidensi
kegagalan lokal yang terjadi setelah radikal nefrektomi. Kalau dilihat dari bukti yang
mendukung perbaikan control lokal penyakit dengan pemakaian radioterapi untuk
sarkoma pada badan dan ekstremitas, terapi radiasi digunakan secara luas sebagai
pelengkap operasi leiomyosarkoma pada ginjal.
3.Kemoterapi
Manfaat kemoterapi dalam terapi leiomyosarkoma pada ginjal masih kontroversial,
sementara bukti-bukti yang ada masih beragam mutunya (tidak konsisten). Sebagian
besar laporan studi yang telah diterbitkan masih terfokus pada tumor yang muncul di
ekstremitas. Dalam studi-studi yang memasukkan juga leiomyosarkoma ginjal hanya
menempati sebagian kecil proporsi dari total jumlah tumor yang diterapi.

Doxorubicin, ifosfamide dan dacarbizine telah diketahui memiliki aktivitas sebagai


obat tunggal yang signifikan untuk terapi leiomyosarkoma ginjal. Sementara laporan
tentang kombinasi obat yang tersedia menunjukkan kalau kombinasi lebih baik
dibanding obat tunggal, masih sedikit sekali bukti dari studi acak prospektif yang
mendukung argumen ini.
PANDUAN SURVEILANS
Ada beberapa pertimbangan yang muncul ketika kita mau memutuskan rencana
surveilans (pengawasan) yang tepat untuk pasien setelah terapi leiomyosarcoma
ginjal. Pengaruh deteksi dini rekurensi terhadap terapi dan outcome bervariasi sesuai
dengan lokasi anatomis dari penyakit yang rekuren tersebut. Untuk leiomyosarkoma
pada ginjal kegagalan biasanya terjadi dalam abdomen dan di hepar, dan rekurensi
tambahan sebesar 20 - 30% melibatkan paru-paru. Maka strategi pengawasan harus
mencakup pemeriksaan fisik, CT abdomen, dan rontgen toraks.
Insidensi rekurensi leiomyosarkoma ginjal paling tinggi di awal masa pascaoperasi,
dan perlu disiapkan jadwal evaluasi. Panduan terbaru dari National Comprehensive
Cancer Network untuk surveilans leiomyosarkoma ginjal menganjurkan agar pasien
dengan penyakit stadium awal menjalani pemeriksaan fisik dengan CT
toraks/abdomen/pelvis setiap 3 sampai 6 bulan selama 2 sampai 3 tahun, dan
selanjutnya tiap tahun. Untuk pasien dengan stadium tinggi, mereka harus menjalani
pemeriksaan fisik dengan CT toraks/abdomen/pelvis setiap 3 sampai 4 bulan selama
3 tahun, lalu tiap 6 bulan selama 2 tahun, dan selanjutnya tiap tahun.
Sesuai dengan kepustakaan, pada kasus leiomyosarkoma pada ginjal, hampir selalu
muncul sebagai massa abdomen sering tanpa gejala. Dan ditemukan adanya kelainan
pada ginjal secara tidak sengaja pada intra operatif oleh bedah digestif.
Kemungkinan karena proses yang berjalan lambat dan sangat lama, meskipun
menimbulkan benjolan di perut kanan atas, tidak nyeri, tidak didapatkan keluhan
adanya hematuria, tetapi berak bercampur darah, sehingga pada saat masuk rumah
sakit, tidak langsung rawat bersama dengan bedah urologi. Manifestasi sistemik juga
tidak muncul, karena fungsi ginjal masih baik.
Penanganan selanjutnya adalah melakukan laparotomi eksplorasi oleh bedah
digestif, dan durante operasi, dikonsulkan ke bedah urologi untuk melakukan radikal
nefrektomi.

Anda mungkin juga menyukai