Arsitektur adalah seni dan ilmu merancangdalam bangunan. Dalam artian yang lebih
luas, arsitektumencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai
hingga arsitekturdarilevelmakroyaituperencanaankota,perancanganperkotaan,lansekap, ke level
mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk.
Nusantara adalah sebuah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa kuno, terdiri dari
kata nusa yangberarti yangpulaudanantara berartilain.Dalam konsepkenegaraan Jawa,istilah
nusantaraberartidi luarpengaruhbudaya Jawa. Dalam penggunaan bahasa istilah modern,
nusantara biasanya meliputi daerah kepulauan AsiaTenggara atau wilayah Austronesia. Disisi
lain, istilah geografis nusantara saat ini sering diartikan sebagai Indonesia, kepulauannegarayang
merupakan . (Sejarah Perkembangan Arsitektur Nusantara, Jadi arsitektur nusantara dapat
diartikan sebagai seni dan ilmu merancang bangunan yang mengacu pada potensi-potensi tradisi
dan
kebudayaan serta kondisi iklim Indonesia sebagai suatu negara kepulauan
Arsitektur adalah ilmuyang timbul dari ilmu -ilmulainnya,Dan di lengkapi denganproses
belajar :dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni . ( Vitruvius)
Arsitektur memiliki makna Guna dan Citra , yaitu bangunan yang tidak sekedar fungsi , namun
juga mengandung citra, nilai - nilai , status, pesan dan emosi yang disampaikannya . ( Romo
Mangun)
Arsitektur adalah karya dan cipta manusia dengan langsung dikendalikan kehadirannya
oleh manusia penciptanya di satu sisi dan dikondisikan kehadirannya oleh tempat saat . ( Josef
Prijotomo) Arsitektur berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani : yaitu arkhe dan tektoon. Arkhe
berarti yang asli ,awal , utama, otentik . Tektoon berarti berdiri, stabil,kokoh , stabil statis . Jadi
generasi,
akan
tercerminpada
tampilan
arsitektur
lingkungan
2006)
Arsitektur
Rakyat,Anonymus
Primitive,
Local
atau
Folk
Architecture( Papanek dalam Wiranto , 1999 ) .Juga disebut sebagai Arsitektur Etnik ( Tjahjono ,
1991) .Menurut Oliver ( 2006 ) arsitektur vernakular ( dalambahasan ini akan disebut sebagai
arsitektur ( tradisional) dibangun oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhankhusus dalam
pandangan hidup masing -masingmasyarakat .
Kebutuhan khusus dari nilai -nilai yangbersifat lokal ini menimbulkan keragaman bentuk
antar daerah . Kekhasan dari masing - masing daerah tergantung dari respon dan pemanfaatan
lingkungan lokalnya yang mencerminkan hubungan erat manusiadan lingkungannya ( man &
enfironment ) . Jadikeragaman arsitektur tradisional mencerminkanbesarnya fariasi budaya
dalam luasnya spektrumhubungan masyarakat dan tempatnya . Karakter kebudayaan dan konteks
lingkungannya menjadi fokusbahasan arsitektur tradisional . Nilai-nilai yang cocokdan dapat
memenuhi kebutuhan dipertahankan danmenjadi tradisi yang diturunkan dari ayah ke anak
.Tradisi ini akan tetap dipertahankan bila mempunyai makna , baik praktis maupun simbolis .
Secara geografis, nusantara beriklim tropis sesuai dengan letaknya yang melintang di
sepanjang garis khatulistiwa. Dataran Indonesia memilikiluasansekitar 1.902.000 km,
terletakantara6 o garis lintang utaradan 11 ogaris lintang selatan serta 95 o dan 140 o garis
bujurtimur.Dataranini terbagimenjadi 4 satuan geografis, yaitu kepulauan Sunda Besar (Sumatra,
Jawa,Kalimantan, Sulawesi), kepulauanSundaKecil (Lombok, Sumba, Sumbawa,Komodo,
Flores, Alor, Sayu, dan Lembata), kepulauan Maluku (Halmahera,Ternate, Tidore, Seram, dan
Ambon), dan Irian Jaya beserta kepulauan Aru.
Indonesia termasuk dalam Negara beriklim tropis lembab dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Suhu udara rata-rata cukup tinggi (18-35 o C)
b. Variasi iklim kecil, perbedaan suhu maksimum dan minimum kecil
c. Radiasi matahari cukup tinggi, langit cenderung berawan
d.
e. Kecepatan angin relatif rendah, sebagai contoh kecepatan angin di Jakarta dalam satu
hari berkisar antara 1 m/s 4 m/s.
f. Curah hujan tinggi (1500-5000 mm/thn)
g.
h. Negara beriklim tropis lembab memiliki beberapa masalah yang umumnya terjadi pada
bangunan antara lain:
i. Panas yang tidak menyenangkan dan hujan yang cukup lebat.
j. Penguapan sedikit karena gerakan udara lambat.
k. Perlu
perlindungan terhadap
f. Teritisan yang lebarpada bangunanguna melindungi penghuni bangunan dari hujan yang
berlangsungsepanjang tahundan juga dariterik matahari yang menyengat.
Iklim secara tidak langsung dapat membentuk kebiasaan hidup masyarakatnya. Dalam
iklim tropis, manusia akan merasa nyaman, baik ketika
menikmati
berbincang
denganrekan-rekannya
diluar
bangunan.
Pengaruhiklim
tersebutakan mempengaruhi parancangan ruang dalam dan ruang luar bangunan.Sebagai contoh,
pada rumah tradisional Indonesia umumnya memiliki serambidepan yang terbuka, hal ini
menjawab perilakumasyarakatIndonesia akan kesenangannya dengan ruang terbuka.Keragaman
Arsitektur Tradisional Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 18.018buah pulau tersebar
di sekitar khatulistiwa. Diantara puluhan ribu pulautersebut terdapat5 pulau besar, yaitu Jawa,
Sumatra,Kalimantan,Sulawesidan Irian Jaya. Pulau Jawa merupakan
penduduk terpadat, dimana sekitar 65% populasi Indonesia hidup di pulau ini.Banyaknya jumlah
pulau Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki keberagaman etnis, dimana masing-masing
etnis
memiliki
keunikan
adatistiadatdan
kebudayaanyang
direfleksikandalam
sosial,
systembercocok
tanam,
dan
kosmologi
masyarakat
yang
di Jawa.
memusat.Terdapat strata sosial agak kompleks dengan kekuatan terpusat pada satu orang, grup
atau kelompok.
b. Rumah dan tatanan ruang
Konsep tatanan ruang rumah tradisonal Indonesia di bagimenjadi tatanan horizontal dan
vertikal. Untuk tatanan horizontal,rumah tradisional Indonesian umumnya dibagi menjadi tiga
bagian,yaitu bagian depan (publik), tengah (private), dan belakang (servis).Bagian depan yang
merupakan bagian publik umumnya diwadahi olehserambi depan, bagian tengah terdapat kamarkamar, dan bagian belakang terdapat dapur.
Secara vertikal, pembagian ruang terdiri dari bagian atas,tengah, bawah.Ruang atas
merupakan ruang paling sakral dan privateyang biasa digunakan untuk menyimpan benda-benda
berharga dankeramat, bagian tengah merupakan bagian untuk kehidupan manusia,dan bagian
bawah untukbinatang ternak atau gudang.Dari segi bentuk dan morfologi ruang, umumnya
rumahtradisionalIndonesiaumumnyaberbentukpersegi panjangdan bujur sangkar, seperti rumah
di Aceh, Melayu, Batak, Nias Selatan, Mentawai, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Sumba.
Namun adajuga yang menggunakan bentuk lingkarandan elips, seperti rumah diNias
Utara, Lombok, dan Papua.Bentuk dan organisasi ruang bergantung pada kebiasaan danadat
istiadat setempat. Beberapa rumah tradisional Indonesiamerupakan tipe rumah komunal artinya
terdapat beberapa generasiyang berbeda, tinggal dalam satu rumah besar seperti rumah Batak
Toba, Karo, Minangkabau, Mentawai, Kalimantan, Lio, Sumba.
c. Teknologi bangunan
Salah satu ciri arsitektur tradisional Indonesia adalahmenggunakan bahanyang alami dan
teknik konstruksiyang sederhanadengan penyusunan tiang dan balok atau biasa disebut dengan
strukturrangka. Rumah tradisionalnya umumnya berbentuk panggung, denganjarak dari tanah ke
lantai bangunan bervariasi, sesuai dengankebudayaan masing-masing daerah.Rumah-rumah
tradisional Indonesia dibangun oleh masyarakatsetempat dengan kemampuan akan
konstruksi
dan bahan yangdipelajari secara turun temurun dan didapat dari lokasi setempat. Hasilkarya
rakyat ini merefleksikan sebuah masyarakat yang akrab dengandanalamnya, kepercayaannya,
antara
ruang
dalamdanruangluar,cocok
untuk
diterapkan
diIndonesia
Publik (kepala)
Material - Material yang digunakan pada rumah tradisional Indonesia umumnya
menggunakan bahan-bahan sepertilokal kayu dan bambu.Kesimpulan Mengenai Arsitektur
Nusantara Keragaman budaya yang dimiliki Indonesia serta terpisah-pisahnya rakyat Indonesia
dalam beribu-ribu kepulauan, disatukan dalam satu kesamaan,yaitu iklim iklim tropis yang
cenderungpanas dan lembab.Iklim Tropisakan berpengaruh pada perilaku masyarakat dan bentuk
bangunannya, dimana dari sekian banyak rumah tradisional Indonesia, semuanya menanggapi
iklim tropis lembab Indonesia.
Arsitektur nusantara dapat
pulauakan
dapat
muncul
sebagai
konsekuensinya.
Sebaliknya,dengan
keterisolasian
itutersisihkan, tetapi komunikasi antara pulau satu denganyang lain akan muncul sebagai
konsekuensinya. Didalam keterhubungan ini pulalah kita masih ingat
semua
samudera.
Masing-masing
armada
menjelajah
samudera
yang
berbeda.Kehandalan dalam membuat perahu dan kapal yang darikayu ini dengan langsung
tentunya berimbas padahandalnya teknologi dan pembuatan bangunan kayu.Sebagaimana halnya
teknik konstruksi ikat dalampembuatan perahu yang sudah dikuasai semenjak
duaratus tahun sebelum Masehi, di pedalaman Flores,tepatnya di desa Wae Rebo, kabuparten
Manggarai,telah dapat dihadirkan sebuah bangunan berkonstruksiikat yang memiliki ketinggian
sampai lima lantai, danlantai dasarnya mampu menampung lebih dari seratusorang. Sekali lagi,
desa Wae Rebo bukan desa di pesisirtapi di pedalaman; sehingga dari sini kita dapat dengantepat
mengatakan bahwa pengetahuan tentangkonstruksi ikat itu telah mampu menembus
pedalamandari daratan di pulau-pulau di Nusantara ini. Hal inisekaligus menggugurkan
pandangan yang selama inimengatakan bahwa anak-anakbangsa Nusantara iniberada dalam
keterisolasian.
Lembab
Lautan yang menjadi penghubung antar pulau jugamemberikan kekhususan pada iklim yang ada
di Indonesia. Iklim di Indonesia tidak hanya tropik, tetapijuga lembab, jadi beriklim tropik
lembab.Kelembaban dari iklim ini dipermantap oleh kekayaanhutan hujan tropik yang mengisi
daratan Nusantara.Dengan kelembaban ini pula tubuh menjadi mudahsekali berkeringat serta
udara
berkurangkenyamanannya
karena
menimbulkan
kegerahan.Berhadapan
dengan
kelembaban ini, sebuah penyelesaian yang cemerlang telah berhasil ditemukanoleh anakanakbangsa Nusantara. Pertama, tidakmerasa perlu untuk mengenakan pakaian. Penutup tubuh
yang ada hanyalah penutup kelamin semata, ataulebih diperluas lagi adalah sebatas dari pusar
hinggalutut. Busana seperti itu adalah norma kesopanan yangberlaku, dan itu berarti bahwa
samasekali tidak pornosebagaimana kita sekarang ini menilainya. Dan karenaitu tidaklah
mengherankan bila hingga abad ke 16Masehi kita masih bisa menyaksikan relief candi
yangmenggambarkan sosok manusia dengan busana yangseperti tersebutkan tadi. Dari wayang
kulit di Jawa kitajuga menyaksikan bahwa sebagian terbanyak tokohyang digambarkan
bertelanjang dada. Dihadapkan padaorang-orang yang bertelanjang dada ini orang-orangEropa
yang mengunjungi Nusantara menilainya sebagaitidak beradab (maklum, dalam adat dan budaya
Eropa,ihwal berbusana yang menutup seluruh tubuh adalahsebuah tanda beradab). Dengan
memperhatikankenyataan bahwa bertelanjang dada adalahpenyelesaian atas kelembaban yang
tak dapat dihindari,tentunya dapat dibayangkan bagaimana semestinyabangunan yang didirikan
untuk mewadahi manusiaNusantara. Sebuah ruangan yang memakai dindingserba tertutup
sudah pasti sulit untuk dipahami sebagaipenyelesaian atas kelembaban ini. Betapa tidak,
dalamhal berada di luar bangunan saja sudah tak berpakaian,bagaimana nyaman bila berada
dalam ruangan yangserba berdinding tertutup. Dengan pencermatan sepertiitu, dapat kemudian
dikatakan bahwa bangunan yang mewadahi manusia yang harus berhadapan dengankelembaban
adalah bangunan yang tidak memilikidinding tertutup. Sebuah beranda, serambi (teras)
dankolong bangunan adalah tempat-tempat di bangunanyang dapat mewadahi manusia yang
berkeringat dangerah karena kelembaban. Dangau-dangau di sawahserta warung dan gardu jaga
juga dengan jitu menjadiwujud bangunan yang merupakan penyelesaian ataskelembaban yang
menimbulkan keringat. Apabilaterpaksa harus ada dinding, maka dinding ini adalahberupa kerai
atau kalau mau lebih canggih, dinding yangberukir tembus sepertilazimnya
sekat
Kalau dipaksakanuntuk disebut tempat tinggal, maka bagian yang berdinding rapat adalahtempat
untuk tinggal di malam hari sedang di siang hariadalah di beranda, serambi atau kolong.Dengan
gambaran yang berdasar kelembaban seperti didepan, pembacaan denah dari arsitektur
Nusantaraakan menjadi sangat berbeda dari pembacaan denahdari bangunan Erorika. Di
Nusantara, beranda, serambidan kolong adalah tempat melangsungkan aktifitassiang hari. Bilik
yang berdinding tertutup adalah tempatpenyimpanan (termasuk menyimpan badan di
malamhari). Pembagian bangunan dari irisan/potongan bangunan Nusantara juga bukan terdiri
dari kepala-badan-kaki, melainkan terdiri dari atap-bilik-kolong. Bilaantara bilik dengan muka
tanah ada geladak, maka pembagiannya menjadi atap-bilik-geladak-kolong.
Dengan kelembaban maka ketropikan di Nusantaramenjadi berbeda dari ketropikan di Afrika,
misalnya. Daerah-daerah yang bertropik-lembab tentu tidak hanyaIndonesia. Malaysia dan
Philipina, juga segenap daerahkepulauan di Amerika Tengah adalah daerah-daerahyang beriklim
tropik lembab. Di segenap tempat tadi,beranda atau kolong dan ruangan berdinding
tertutupmemang menghadirkan diri, sekaligus mendapatpendayagunaan yang serupa dengan
yang di Nusantara.Yang menjadikan berbeda dariNusantara adalah dalambentukan atap
bangunan. Sebagian banyak bangunan diAmerika Tengah adalah bentukan atap pelana atau
atapperisai; sedang yang di Malaysia dan Philipina umumnyaserupa dengan yang ada di
Nusantara, jadi cukupberragam bentukannya.AnginKita tidak perlu menyangkal betapa
pentingnya angin inibagi pelayaran mengingat adalah angin yang seakanmenjadi motor
bagibergeraknya
kapal
dan
perahu.Dengan
kemampuan
berlayar
par
pelaut
dan
berawaldari ihwal pelayaran, bukan dari ihwal bercocoktanam.Laut dan gunung dijadikan titik
rujukan bagi mataanginitu, sehingga arah ke laut dalam mataangin orang Balidinamakan kelod,
di Madura dinamakan Laok, sedang diJawa dinamakan Lor. Sementara itu, dalam halmenyusuri
sungai, motor penggerak dari kapal danperahu bukan angin, melainkan dayung dan keraslemahnya arus sungai dari hulu ke hilir, dan karena ituarah hilir dan arah hulu atau udik (mudik)
lebih banyakdigunakan.Angin yang merupakan pergerakan udara dari duatempat yang berbeda
tekanan udaranya juga mampudidayagunakan dengan baik di daratan. Dalam keadaannormal
(bukan dalam masa pancaroba khususnya),angin menjadi sumber utama bagi penyejukan
udara.Angin yang berhembus dari laut akan membawa uap airdan mendatangkan udarayang
lembab. Tetapi,bersamaan dengan angin yang berhembus itu,kepengapan udara dalamruangan
juga akan menjadiberkurang dengan cukup bena (signifikan). Di sini pulakolong, serambi dan
beranda menjadi bagian daribangunan yang dengan cemerlang mampumendayagunakan
hembusan angin guna menghadirkanruangan yang nyaman (comfort). Melalui pembacaanatas
asal
anginberhembus,
bangunan
yang
didirikandiarahkan
agar
dapat
semaksimal
dengan denah lingkaran rupanya bertempatpada daerah yang arah anginnya cenderung
memutar,seperti misalnya di daerah lembah atau daerah yangdikelilingi oleh bukit. Selanjutnya,
mengitari sekelompokgugus bangunan maupun sebuah gugus bangunan yangberdiri sendiri,
pepohonan yang ditanam sepanjangpagar tapak lingkungan hunian serta pepohonan yangditanam
di seputar dusun diberi peran untuk menjadipelambat lajunya hembusan angin.Dengan hembusan
angin yang menyejukkan dan dengankelembaban yang dapat ditanggulangi dengan tinggal
diberanda. Serambi atau kolong, maka keberadaan bilik didalam bangunan menjadi nyaris tak
terkunjungi di sianghari. Dimalam hari saja bilik-bilik itu digunakansebagai tempat untuk tidur,
untuk menyimpan badan.Kegiatan harian yang lebih banyak terpusat padasekeliling bagian luar
bangunan memberi kesempatanbagi tampang luar bangunan untuk ditangani dengancitarasa
estetika dan artistika yang mempesona. Tubuh
luar bangunan tidak hanya kaya dengan ukiran (dan dipercandian dielokkan dengan relief-relief),
tetapi jugadengan menggunakan warna yang cerah dan segar. Tidak itu saja, sosok bagian atap
juga menjadi sangatberragam perupaannya. Bagian bilik dan kolong bolehsaja tanpa sentuhan
artistika dan estetika yang menyitaperhatian, tetapi tidak demikian halnya dengan bentukatapnya.
Nampaknya,
demi
penandaan
bagian
yangterpenting
dan
terutama
dari
sesuatu
mencakup suhuudara yang di sekitar nol derajat Celsius, sebuah suhuudara yang dalam iklim
mereka berada dalam cakupanmusim dingin. Suhu yang sangat rendah dalam musimdingin
dengan langsung menjadi ancaman bagikelangsungan hidup manusia yang berdiam di tempatitu.
Dan karena itu tidak mengherankan bila merekamengatakan bahwa iklim adalah ancaman,
bahkanancaman yang mematikan. Artinya, suhu yang rendahberpotensi mengakibatkan
kematian. Dihadapkan padaancaman kematian ini, tak ada jalan lain kecuali harusmelindungi diri
dari ancaman tadi. Di situ pula lalumuncul perumusan bangunan adalah perlindungan,arsitektur
adalah tempat berlindung. Sebuah tindakanberlindung adalah tindaan menyembunyikan diri,
danoleh karena itu lawan yang mengancam sebisa mungkintidak bisa mengetahui di manakah
yang berlindung ituberada. Sebuah ketertutupan di semua sisi lalu menjadijawaban dari pihak
yang berlindung. Sebuah bangunan,karena dijadikan perlindungan adalah buatan manusiayang
disemua sisinya tertutup; yaitu lantai, dinding danatap semuanya serba tertutup. Sekurangnya
tiga bulanlamanya orang harus berdiam di tempat yang serbatertutup, yang serba terpisah atau
terisolasi dari danlingkungan sekitar bangunan dan dunia luar. Perasaanketersendirian yang
dialami lalu membuat penghunibangunan empat musim ini mengenal dengan baik
perbedaannya dari kebersamaan.Bagaimanakah halnya dengan iklim tropik seperti yangada di
Nusantara ini? Musim kemarau maupun musimpenghujan tidak menghasilkan suhu
udarayangselisihnya seekstrim seperti yang empat musim. Suhuudara juga samasekali tidak
mampu menjadi ancamanbagi keselamatan hidup anak-anakbangsa Nusantara.Baik dalam musim
kemarau maupun dalam musimpenghujan orang tetap dapat menikmati hidup denganbusana
yang hanya melingkari dari peerut hingga lutut.Terhadap terik matahari yang menyengat atau
curahhujan yang demikian deras, cukuplah bernaung di bawahpohon yang sangat rindang. Kalau
harus tetapmelakukan perjalanan, orang Nusantara cukup memotong daun pisang atau daun
keladi untuk menaungi kepala dan badan. Kalau mau mengenakanyang buatan sendiri, sebuah
topi yang berdaun lebaratau sebuah payung juga sudah dapat menjadipenyelesaiannya.
Dihadapkan pada keadaan yang duaiklim ini, bukan tindakan berlindung yang diperlukan,tetapi
adalah tindakan bernaung atau berteduh. Dari sinitentunya sudah dapat dibayangkan
bagaimanakahbangunan yang diperlukan bagi tanggapan terhadapiklim kemarau dan penghujan.
Sepotong daun pisangatau keladi, sebuah topi lebar dan sebuah payung dansebuah atap
adalahtanggapan atas iklim tropik. Petikandari naskah kuno di Jawa menggambarkan kebenaran
dari hal itu tiyang sumusup ing griya punika saged kaupamekaken ngaub ing sangandhaping
kajeng ageng
orang yang menyusup ke dalam bangunan itu dapatdiupamakan dengan bernaung/berteduh di
bawah pohonyang rindang.Kebutuhan utama akan bangunan dan arsitektur lalubukan untuk
dijadikan perlindungan sebagaimanadilakukan oleh bangunan di Erorika; yang dibutuhkanadalah
sebuahpernaungan atau perteduhan. Arsitekturlalu bukan sebuah perlindungan; arsitektur
adalahsebuah pernaungan. Itulah yang menjadi pengertiantentang arsitektur di Nusantara. Bagi
kebutuhan sepertiini, yakni akan adanya pernaungan atau perteduhan,maka cukup hadirnya
sebidang atap penaung ataupeneduh yang menjadi jawabannya. Di depan telahdikatakan bahwa
keaneka-ragaman bentukan atap ituberkaitan dengan peran penting dan terhormat daribagian
atap. Melalui peninjauan atas ketropikan yangberisi musim kemarau dan musim penghujan,
tentumenjadi semakin mantap dan nyata bahwa unsurpertama dan utama dari arsitektur
Nusantara adalahatap. Dengan peran dan kedudukan yang utama ini pulalalu struktur bangunan
menjadikan tiang-tiangpenyangga atap sebagai tiang-tiang utama.Sementara itu, dihadapkan
pada musim penghujan yangbasah, permukaan tanah akan dengan langsung menjadibasah bila
hujan tiba. Menanggapi kepastian basahnyatanah ini, sebentang geladak dapat dihadirkan,
danmerentang di atara tiang-tiang yang menopang atap.Geladak ini sudah barang tentu
membentuk jarakdengan muka tanah, membentuk kolong bangunan.Lantai bangunan yang
berupa geladak ini lalu bukanhadir karena takut pada binatang buas, melainkan agardiperoleh
bidang yang tidak becek. Selanjutnya, melihatbahwa kolong geladak ini dapat didayagunakan
pulauntuk berbagai kegiatan manakala musimnya bukan musim penghujan, maka letak geladak
semakinditinggikan dari muka tanah di satu sisi, dan di sisi lain dibangun pula penopangpenopang geladak. Kini konstruksi bangunan tidak lagi hanya berupa tiang-tiang penopang atap
tetapi juga tiang-tiang penopanggeladak.Bangunan Kayu, Gempa dan KonservasiPerbedaan
mencolok antara arsitektur Erorika dariarsitektur Nusantara dapat pula dilihat dari
bahanbangunan yang digunakan. Bila kita membuka bukusejarah arsitektur Eropa kita akan
melihat bahwasemenjak jaman Yunani hingga jaman sekarang ini,bahan bangunan yang dominan
dipergunakan adalahbahan-bahan bangunan yanganorganik. Ini berbeda dari bangunan di
Nusantara yang menggunakan bahanbangunan yang organik, seperti kayu, bambu,alangalang,
rumbia dan rotan. Pemakaian bahan bangunan yang organik ini mengandung sebuahkonsekuensi
langsung yang tidak dapat dihindari yakniaus dan lapuknya bahan itudalam jangka waktu
yangtertentu. Alangalang dan rumbia akan menjadi bahanyang paling cepat aus dan lapuk,
kemudian disusul olehbambu dan rotan, dan akhirnya kayu yang dipakai untuktiang, balok dan
bilah lantai serta bilah dinding sebagaiyang paling lama mengalami keausan dan kelapukan.Bila
ketiga jenis bahan itu dipakai bersamaan di sebuahbangunan, maka akan terjadi saat aus dan
lapukyangberbeda. Untuk mempertahankan bangunan agar tetapdapat didayagunakan, sudah
barang tentu dituntutadanya penggantian bahan bangunan. Tuntutan sepertiini dengan langsung
berkaitan dengan konstruksi yangdigunakan; dituntut konstruksi yang dapat dicopot dandiganti
tanpa harusmerusak atau merubuhkan seluruhbangunan. Konstruksi ikat konstruksi cathokan
serta konstruksi purus dan lubang adalah yang jitu. Di depantelah ditunjukkan bahwa arsitektur
Wae Rebo yanghanya bermodalkan konstruksi ikat dapat menghadirkan diri sebagai bangunan
yang seukuran bangunan setinggilima lantai. Sebuah keberhasilan yang luar biasa!Tidaklah
mengherankan
bila
para
pendatang
Eropageleng-geleng
kepala
dan
terkagum-
bisa
berdiridengan
kokoh.Pemakaian
paku
dalam
mengkonstruksi
bangunan
jugamemperlihatkan perbedaan yang besar dari konstruksiyang tanpa paku. Bangunan yang tidak
menggunakanpaku
akan
menghasilkan
konstruksi
yang
masih
bisabergoyang-goyang.
secara tiba-tiba, dapat berupagerak yang horisontal dan dapat pula hadir dalamgerakan yang
vertikal. Dengan penerapan konstruksgoyang, saat gempa menerpa, bangunan dengan nikmat
mengikuti saja irama dari gempa, apakah horisontalataukah vertikal, ataukah keduanya secara
bergantianatau bersamaan. Pada sebagian banyak bangunanNusantara yang keletakannya tidak
dilakukan denganmenanam tiang ke dalam tanah, maka dapat saja terjadibangunan akan
terguling dan tergolek di tanah di saatgempa berlangsung; bangunan samasekali tidak
remukseperti yang selalu terjadi pada bangunan tembok danbeton. Di sini sebuah kecemerlangan
pengetahuankonstruksi telah ditunjukkan dan dibuktikan olehbangunan Nusantara, yakni
penerapan konstruksi goyang.Gerakan konservasi adalah gerakan melestarikanbangunan agar
mampu bertahan dalam perubahanwaktu (dan ruang). Bagi dunia Erorika, konservasidengan
mempertahankan
keaslian
bangunan
dapatdijalankandengan
tak
banyak
kesulitan.
Dengan
demikian,
konservasi
diNusantara
adalah
pelestarian
yang
mengharuskanpenggantian. Bongkar dan ganti dengan yang persisdengan yang dibongkar, itulah
tindakan konservasi yangberlaku di Nusantara.
Arsitektur Nusantara
Pencermatan atas arsitektur anak-anakbangsaNusantara yang saya lakukan di depan bertitiktolakatau berlandasan pada kenyataan geoklimatik Indonesia. Kenyataan ini dengan langsung
menjadikanadanyakeniscayaan akan adanya perbedaan darikenyataan geoklimatik Erorika.
Pengertian atauperumusan Erorika yang menjadikan arsitektur sebagaiperlindungan lalu menjadi
berbeda dari pengertian danperumusan yang digunakan di Nusantara yakni arsitektur sebagai
pernaungan atau perteduhan. Dalamhal arsitektur sebagai perlindungan bagian lantai,dinding dan
atap adalah mutlak untuk hadir dibangunan, tidak demikian halnya dengan di Nusantarakarena
hanya memutlakkan hadirnya atap sertamenganjurkan adanya geladak.Selanjutnya, jikalau
paparan itu dicermati, maka ihwal
adat, sistem kepercayaan dan pandangan dunia(worldview), serta budaya dari anakanakbangsaNusantara, hampir-hampir tidak terikutkan dalammemunculkan pengertian sebagai
pernaungan atauperteduhan. Dalam tulisan-tulisan saya yang lain,ihwal-ihwal itu saya cermati
sebagai keping-kepingperekam pengetahuan tentang arsitektur, bukan sebagaisistem budaya
yang dicerminkan oleh arsitektur. Sikapsaya yang menempatkan segenap ihwal itu sebagaikeping
rekaman pengetahuan saya dasarkan padakenyataan bahwa anakbangsa Nusantara inimewariskan
pengetahuannya tidak denganmenggunakan tulisan, melainkan dengan menggunakansegenap
ihwal tadi. Masyarakat Nusantara adalahmasyarakat yang bertradisi tanpatulisan; dan iniberbeda
dari masyarakat Erorika yang bertradisi tulisan.Dengan tatapikir (mindset) tradisi tanpatulisan ini
pulasaya misalnya saja, memahami upacara pemasangankuda-kuda dan bubungan atap di Jawa
adalah sebuahbentuk pemeriksaan dan pengujian kehandalankonstruksi kuda-kuda. Selamatan
saya
di
depan,
kita
menjadimemahami
betapa
mengagumkan
pengetahuanarsitektur.
Sementara
itu,
arsitektur
tradisionalmendasarkan