Anda di halaman 1dari 22

Arsitektur Nusantara

Arsitektur adalah seni dan ilmu merancangdalam bangunan. Dalam artian yang lebih
luas, arsitektumencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai
hingga arsitekturdarilevelmakroyaituperencanaankota,perancanganperkotaan,lansekap, ke level
mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk.
Nusantara adalah sebuah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa kuno, terdiri dari
kata nusa yangberarti yangpulaudanantara berartilain.Dalam konsepkenegaraan Jawa,istilah
nusantaraberartidi luarpengaruhbudaya Jawa. Dalam penggunaan bahasa istilah modern,
nusantara biasanya meliputi daerah kepulauan AsiaTenggara atau wilayah Austronesia. Disisi
lain, istilah geografis nusantara saat ini sering diartikan sebagai Indonesia, kepulauannegarayang
merupakan . (Sejarah Perkembangan Arsitektur Nusantara, Jadi arsitektur nusantara dapat
diartikan sebagai seni dan ilmu merancang bangunan yang mengacu pada potensi-potensi tradisi
dan
kebudayaan serta kondisi iklim Indonesia sebagai suatu negara kepulauan
Arsitektur adalah ilmuyang timbul dari ilmu -ilmulainnya,Dan di lengkapi denganproses
belajar :dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni . ( Vitruvius)
Arsitektur memiliki makna Guna dan Citra , yaitu bangunan yang tidak sekedar fungsi , namun
juga mengandung citra, nilai - nilai , status, pesan dan emosi yang disampaikannya . ( Romo
Mangun)
Arsitektur adalah karya dan cipta manusia dengan langsung dikendalikan kehadirannya
oleh manusia penciptanya di satu sisi dan dikondisikan kehadirannya oleh tempat saat . ( Josef
Prijotomo) Arsitektur berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani : yaitu arkhe dan tektoon. Arkhe
berarti yang asli ,awal , utama, otentik . Tektoon berarti berdiri, stabil,kokoh , stabil statis . Jadi

arkhitekton diartikan sebagai pembangunan utama , tukang ahli bangunan ( Mangunwijaya


dalam Budihardjo , 1996: 61 ) . Jadi,pengertian arsitektur dapat disimpulkan sebagai senidan
ilmu bangunan, praktik keprofesian, prosesmembangun , bukan sekadar suatu bangunan.
Nusantara adalah sebutan ( nama ) bagi seluruhwilayah kepulauan Indonesia yang
membentang dari Sumatera sampai Papua. Kata Nusantara biasa dipakai sebagai sinonim untuk
kepulauan Indonesia .Sehingga dalam hal ini Arsitektur Nusantara dapat dimaknai sebagai seni
dan ilmu bangun yang berasal dari seluruh wilayah kepulauan Indonesia , mulai darisabang
hingga merauke. Nusantara dalam kajian arsitektur mengalami kontekstualisasi dari sebuah
wilayah politik yang berkonotasi Indonesia menjadi ruang budaya , tergelarluas dari ke Timur
mulai dari negeri- negeri Asia Tenggara daratan , Aceh sampai dengan kepulauan di Timur
Papua, dari Utara ke Selatan mulai dari Kepulauan Jepang sampai kompleks Pulau Rote . Jauh
lebih luas daripada pengertian tradisional batas wilayah politik Indonesia. ( Widjil Pangarsa ,
Galih .2006 . Merah Putih Arsitektur Nusantara .Yogyakarta : Andi )
Arsitektur Nusantara dibangun sebagai sebuahpengetahuan yang dilandaskan dan
dipangkalkan darifilsafat , ilmu dan pengetahuan arsitektur , dan dengandemikian segenap
pengetahuan yangditumbuhkembangkan dan diwarisi dari antropologi ,etnologi dan geografi
budaya diletakkan sebgaipengetahuan sekunder ( atau bahkan tersier) . ( Prijotomo,Joseph.
2004 .Arsitektur Nusantara MenujuKeniscayaan. Cetakan Pertama. Surabaya : Wastu
LanasGrafika )
Arsitektur sebagai produk kebudayaan akanmen cerminkan peradaban masyarakat
setempat. Padakebudayaan yang bertahan karena nilai -nilainya tetapdipegang dan diturunkan
antar

generasi,

akan

tercerminpada

tampilan

arsitektur

lingkungan

binaannya.Wujudfisikkebudayaannya dikenal sebagai arsitektur tradisional . Arsitektur

tradisional kerap dipadankandengan Vernakular Architecture, Indigenous , Tribal( Oliver dalam


Martana,

2006)

Arsitektur

Rakyat,Anonymus

Primitive,

Local

atau

Folk

Architecture( Papanek dalam Wiranto , 1999 ) .Juga disebut sebagai Arsitektur Etnik ( Tjahjono ,
1991) .Menurut Oliver ( 2006 ) arsitektur vernakular ( dalambahasan ini akan disebut sebagai
arsitektur ( tradisional) dibangun oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhankhusus dalam
pandangan hidup masing -masingmasyarakat .
Kebutuhan khusus dari nilai -nilai yangbersifat lokal ini menimbulkan keragaman bentuk
antar daerah . Kekhasan dari masing - masing daerah tergantung dari respon dan pemanfaatan
lingkungan lokalnya yang mencerminkan hubungan erat manusiadan lingkungannya ( man &
enfironment ) . Jadikeragaman arsitektur tradisional mencerminkanbesarnya fariasi budaya
dalam luasnya spektrumhubungan masyarakat dan tempatnya . Karakter kebudayaan dan konteks
lingkungannya menjadi fokusbahasan arsitektur tradisional . Nilai-nilai yang cocokdan dapat
memenuhi kebutuhan dipertahankan danmenjadi tradisi yang diturunkan dari ayah ke anak
.Tradisi ini akan tetap dipertahankan bila mempunyai makna , baik praktis maupun simbolis .
Secara geografis, nusantara beriklim tropis sesuai dengan letaknya yang melintang di
sepanjang garis khatulistiwa. Dataran Indonesia memilikiluasansekitar 1.902.000 km,
terletakantara6 o garis lintang utaradan 11 ogaris lintang selatan serta 95 o dan 140 o garis
bujurtimur.Dataranini terbagimenjadi 4 satuan geografis, yaitu kepulauan Sunda Besar (Sumatra,
Jawa,Kalimantan, Sulawesi), kepulauanSundaKecil (Lombok, Sumba, Sumbawa,Komodo,
Flores, Alor, Sayu, dan Lembata), kepulauan Maluku (Halmahera,Ternate, Tidore, Seram, dan
Ambon), dan Irian Jaya beserta kepulauan Aru.

Indonesia termasuk dalam Negara beriklim tropis lembab dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Suhu udara rata-rata cukup tinggi (18-35 o C)
b. Variasi iklim kecil, perbedaan suhu maksimum dan minimum kecil
c. Radiasi matahari cukup tinggi, langit cenderung berawan
d.

Kelembaban Tinggi (di atas 60%)

e. Kecepatan angin relatif rendah, sebagai contoh kecepatan angin di Jakarta dalam satu
hari berkisar antara 1 m/s 4 m/s.
f. Curah hujan tinggi (1500-5000 mm/thn)
g.

Habitat yang baik florauntuk perkembangbiakan dan fauna (banyak serangga

h. Negara beriklim tropis lembab memiliki beberapa masalah yang umumnya terjadi pada
bangunan antara lain:
i. Panas yang tidak menyenangkan dan hujan yang cukup lebat.
j. Penguapan sedikit karena gerakan udara lambat.
k. Perlu

perlindungan terhadap

radiasi matahari, hujan, serangga,

dan disekitar lautan

perlu perlindungan terhadap angin keras.


Dari masalah-masalahdi atas, maka hal-hal yang perlu diperhatikan
pada bangunan di Negara beriklim tropis lembab adalah:
a. Bangunan sebaiknya terbuka, dengan jarak yang cukup antara masing-masing bangunan
untuk menjamin sirkulasi udara yang baik.
b.

Orientasi utara-selatan, untuk mencegah pemanasan fasad yang lebih lebar.

c. Ruang sekitar bangunan diberi peneduh, tanpa mengganggu sirkulasi udara.


d. Persiapan penyaluran air hujan dari atap dan halaman.
e. Bangunan ringan dengan daya serap panas yang rendah.

f. Teritisan yang lebarpada bangunanguna melindungi penghuni bangunan dari hujan yang
berlangsungsepanjang tahundan juga dariterik matahari yang menyengat.
Iklim secara tidak langsung dapat membentuk kebiasaan hidup masyarakatnya. Dalam
iklim tropis, manusia akan merasa nyaman, baik ketika

beradadi luar maupundi dalam

bangunan.Berbeda dengan negara-negara beriklim dingin. Sehingga masyarakat Indonesia


senang

menikmati

berbincang

denganrekan-rekannya

diluar

bangunan.

Pengaruhiklim

tersebutakan mempengaruhi parancangan ruang dalam dan ruang luar bangunan.Sebagai contoh,
pada rumah tradisional Indonesia umumnya memiliki serambidepan yang terbuka, hal ini
menjawab perilakumasyarakatIndonesia akan kesenangannya dengan ruang terbuka.Keragaman
Arsitektur Tradisional Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 18.018buah pulau tersebar
di sekitar khatulistiwa. Diantara puluhan ribu pulautersebut terdapat5 pulau besar, yaitu Jawa,
Sumatra,Kalimantan,Sulawesidan Irian Jaya. Pulau Jawa merupakan

pulau dengan jumlah

penduduk terpadat, dimana sekitar 65% populasi Indonesia hidup di pulau ini.Banyaknya jumlah
pulau Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki keberagaman etnis, dimana masing-masing
etnis

memiliki

keunikan

adatistiadatdan

kebudayaanyang

direfleksikandalam

keunikanarsitekturlokal.Keberagaman arsitektur lokal merupakan kekayaan yang tiada tara bagi


Indonesia.
Setiap propinsi memiliki cirikhas tersendiri dari rumah adatnya. Ciri tersebut tercermin
dalam pola perkampungan, rumah dan tatanan ruang, serta teknologi bangunan (sistem sturktur
dan bahan bangunan).
a. Pola perkampungan

Tipikal perkampungan di Indonesia pada dasarnyamenggambarkan respon terhadap kondisi


alam,tatanan

sosial,

systembercocok

tanam,

dan

kosmologi

masyarakat

yang

mendiaminya.DiIndonesia terdapat dua tipe tatanan permukiman dan rumah dariperkampungan


tradisional Indonesia, yaitu linear dan konsentris.Kampung-kampung dengan tatanan linear
umumnya terdapat dipesisir pantai Indonesia dan juga di pedalaman Sumatera, Nias,Kalimantan,
Sulawesi, Bali dan beberapa wilayah

di Jawa.

Di Sumatera contohnya adalah pola

masyarakatperkampungan Batakyang berjejer lurus menghadap jalan desa, di Jawa contohnya


adalahpola perkampungan masyarakat Betawi yang rumah-rumahnya berjejer menghadap
sungai. Di Nias, bangunan-bangunan pada kampungnya berjejer lurus saling berhadapan, dimana
diantara barisan bangunan tersebut terdapat ruang bersama untuk berkumpul, kegiatan ritual
keagamaan atau acara kesenian.
Kampung dengan pola linear menggambarkan demokrasi dari distribusi kekuasaan
dengan strata sosial lebih sederhana.Perkampungan dengan pola kosentris terdapat di Flores,
Sumbadan Jawa Tengah. Tatanan perka mpungan seperti ini memiliki bagian tengah yang
dianggap sacral dan penting, misalnya ruang terbuka tempat berkumpul, batu megalith, tugu atau
kuburan para nenekmoyang. Orientasi dari barisan rumah menghadap ke titik tersebut yang
terdiri dari beberapa layer berdasarkan hirarki atau status sosialmasyarakat. Kampung dengan
pola

kosentris menyimbolkan penerapan sistem pemerintahan pada kekuatantunggal yang

memusat.Terdapat strata sosial agak kompleks dengan kekuatan terpusat pada satu orang, grup
atau kelompok.
b. Rumah dan tatanan ruang
Konsep tatanan ruang rumah tradisonal Indonesia di bagimenjadi tatanan horizontal dan
vertikal. Untuk tatanan horizontal,rumah tradisional Indonesian umumnya dibagi menjadi tiga

bagian,yaitu bagian depan (publik), tengah (private), dan belakang (servis).Bagian depan yang
merupakan bagian publik umumnya diwadahi olehserambi depan, bagian tengah terdapat kamarkamar, dan bagian belakang terdapat dapur.
Secara vertikal, pembagian ruang terdiri dari bagian atas,tengah, bawah.Ruang atas
merupakan ruang paling sakral dan privateyang biasa digunakan untuk menyimpan benda-benda
berharga dankeramat, bagian tengah merupakan bagian untuk kehidupan manusia,dan bagian
bawah untukbinatang ternak atau gudang.Dari segi bentuk dan morfologi ruang, umumnya
rumahtradisionalIndonesiaumumnyaberbentukpersegi panjangdan bujur sangkar, seperti rumah
di Aceh, Melayu, Batak, Nias Selatan, Mentawai, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Sumba.
Namun adajuga yang menggunakan bentuk lingkarandan elips, seperti rumah diNias
Utara, Lombok, dan Papua.Bentuk dan organisasi ruang bergantung pada kebiasaan danadat
istiadat setempat. Beberapa rumah tradisional Indonesiamerupakan tipe rumah komunal artinya
terdapat beberapa generasiyang berbeda, tinggal dalam satu rumah besar seperti rumah Batak
Toba, Karo, Minangkabau, Mentawai, Kalimantan, Lio, Sumba.
c. Teknologi bangunan
Salah satu ciri arsitektur tradisional Indonesia adalahmenggunakan bahanyang alami dan
teknik konstruksiyang sederhanadengan penyusunan tiang dan balok atau biasa disebut dengan
strukturrangka. Rumah tradisionalnya umumnya berbentuk panggung, denganjarak dari tanah ke
lantai bangunan bervariasi, sesuai dengankebudayaan masing-masing daerah.Rumah-rumah
tradisional Indonesia dibangun oleh masyarakatsetempat dengan kemampuan akan

konstruksi

dan bahan yangdipelajari secara turun temurun dan didapat dari lokasi setempat. Hasilkarya
rakyat ini merefleksikan sebuah masyarakat yang akrab dengandanalamnya, kepercayaannya,

dengan norma-normanya Bentuk, proporsi, dan yang merupakan dekorasinya simbol-simbol


berarti.
Mereka tidak meletakkan tujuan untuk suatu keindahan tetapimenciptakan ruang dengan
prinsip-prinsip kehidupan menghadirkanbentuk struktur yang telah teruji oleh alam.Bahan
bangunan yang digunakan pada rumah tradisionalIndonesiaumumnyamenggunakanbahan lokal
seperti bambu, kayu,alang-alang untuk atap, nipa, anyaman rotan, dll.
Ciri Arsitektur Nusantara Berdasarkan Pengaruh Iklim dan ArsitekturTradisional
IndonesiaDari keberagamantipe arsitekturtradisional Indonesia, jika ditelusuri terdapat beberapa
persamaan yang dapat dijadikan ciri dari arsitektur Indonesia, antara lain:
- Sebagian besar rumah tradisional Indonesia menggunakan sistem rumah panggung, sebagai
adaptasi terhadap iklim dan geografis.
Iklim dan geografi
- Beranda atau teras yang terdapat pada mayoritas rumah tradisional Indonesia merupakan
ruangperantara

antara

ruang

dalamdanruangluar,cocok

untuk

diterapkan

diIndonesia

yangberiklim tropislembabdan juga pas untuk mewadahi perilaku yangmasyarakatnya senang


berkumpul dan bercengkrama.
- Tatanan massa bangunan di perkampungan Indonesia mayoritas menggunakanpola linear, yang
kini mulai dikombinasikan dengan pola lainnya.
- terutama Mayoritas rumah tradisional Indonesia,di daerah Jawa, tatanan ruang horizontal pada
rumahterbagi menjadi 3 bagianyaitu,bagian kepala (publik), bagian badan (privat) dan bagian
kaki (servis).
Servis (kaki)
Private (badan)

Publik (kepala)
Material - Material yang digunakan pada rumah tradisional Indonesia umumnya
menggunakan bahan-bahan sepertilokal kayu dan bambu.Kesimpulan Mengenai Arsitektur
Nusantara Keragaman budaya yang dimiliki Indonesia serta terpisah-pisahnya rakyat Indonesia
dalam beribu-ribu kepulauan, disatukan dalam satu kesamaan,yaitu iklim iklim tropis yang
cenderungpanas dan lembab.Iklim Tropisakan berpengaruh pada perilaku masyarakat dan bentuk
bangunannya, dimana dari sekian banyak rumah tradisional Indonesia, semuanya menanggapi
iklim tropis lembab Indonesia.
Arsitektur nusantara dapat

disimpulkan sebagai arsitektur yang tanggap akan iklim

tropis lembab nusantara,dan budaya masyarakatnya, sehinggadengan memadukanlokalitas


bangsa Indonesia dan arsitektur masa kini, akan muncul suatu konsep arsitektur yang
beridentitaskan Indonesia.
Berbeda dari kebiasaan dalam memerikan arsitekturtradisional yang diawali dengan
menggelarkan budayadari anak bangsa di Indonesia, saya akan mengawalipenggelaran atas
arsitektur Nusantara ini denganmenggelar alam dan iklim, yakni sebuah lingkunganyang menjadi
tempat bagi munculnya arsitektur.Indonesia adalah Negara kepulauan yang satu pulaudengan
pulau yang lain dihubungkan oleh laut. Lautatau perairan adalah penghubung pulau dan
daratan,bukan pemisah. Jikalau laut dan perairanmenjadipemisah maka keterisolasian dari
masing-masing

pulauakan

dapat

muncul

sebagai

konsekuensinya.

Sebaliknya,dengan

menjadikan perairan dan laut sebagaipenghubung, maka tidak hanya

keterisolasian

itutersisihkan, tetapi komunikasi antara pulau satu denganyang lain akan muncul sebagai
konsekuensinya. Didalam keterhubungan ini pulalah kita masih ingat

penggal nyanyian anak-anak dari tahun 1950-1960-anyang diantaranya berbunyi: nenek


moyangku orangpelaut, gemar mengarung luas samudera, menyadarkankita akan arti dan
makna dari sebutan bangsa kitasebagai bangsa bahari. Kejayaan kita di laut bahkansudah
berlangsung ratusan tahun sebelum Masehi,sebagaimana ditunjukkan misalnya oleh para
ahlilinguistic.
Para ahli bahasa ini telah berhasi lmenemukan pencatatan rempah-rempah dari Pasifik
didalam dinding-dinding piramida di Mesir. Bahkan dalamabad ke-2 Masehi, perairan Nusantara
ini merupakanperairan yang sibuk dengan lalu-lalangnya kapal danperahu dari pasifik hingga
Madagaskar dan dariTaiwan-Cina hingga India dan Arab. Di masa itu, telahpula terbuktikan
bahwa bangsa Nusantara ini bukanhanya penonton, melainkan menjadi pemain; perahu dankapal
nusantara telah mengarungi sejauh Madagaskardan Pasifik.
Keberhasilan mengarungi lautan dan samudera seluasdari Madagaskar hingga Pasifik dan
Cina hanyamungkin terjadi bila teknologi pembuatan perahu kayusangatlah handal. Kehandalan
teknologi pembuatanperahu dari bangsa Nusantara ini sampai membuatpara ahli kapal dan
perahu Cina untuk belajar dari parapembuat perahu di Sulawesi Selatan di tahun 1420an,demikian dikatakan oleh Gavin Menzies dalam bukunyayang berjudul 1423. Mereka itu perlu
belajar tentangteknologi perahu dan kapal karena di tahun 1423 Cinamemulai penjelajahan
melintasi semua samudera didunia ini! Setidaknya ada tujuh armada dikirim olehCina untuk
mengarungi

semua

samudera.

Masing-masing

armada

menjelajah

samudera

yang

berbeda.Kehandalan dalam membuat perahu dan kapal yang darikayu ini dengan langsung
tentunya berimbas padahandalnya teknologi dan pembuatan bangunan kayu.Sebagaimana halnya
teknik konstruksi ikat dalampembuatan perahu yang sudah dikuasai semenjak

duaratus tahun sebelum Masehi, di pedalaman Flores,tepatnya di desa Wae Rebo, kabuparten
Manggarai,telah dapat dihadirkan sebuah bangunan berkonstruksiikat yang memiliki ketinggian
sampai lima lantai, danlantai dasarnya mampu menampung lebih dari seratusorang. Sekali lagi,
desa Wae Rebo bukan desa di pesisirtapi di pedalaman; sehingga dari sini kita dapat dengantepat
mengatakan bahwa pengetahuan tentangkonstruksi ikat itu telah mampu menembus
pedalamandari daratan di pulau-pulau di Nusantara ini. Hal inisekaligus menggugurkan
pandangan yang selama inimengatakan bahwa anak-anakbangsa Nusantara iniberada dalam
keterisolasian.
Lembab
Lautan yang menjadi penghubung antar pulau jugamemberikan kekhususan pada iklim yang ada
di Indonesia. Iklim di Indonesia tidak hanya tropik, tetapijuga lembab, jadi beriklim tropik
lembab.Kelembaban dari iklim ini dipermantap oleh kekayaanhutan hujan tropik yang mengisi
daratan Nusantara.Dengan kelembaban ini pula tubuh menjadi mudahsekali berkeringat serta
udara

berkurangkenyamanannya

karena

menimbulkan

kegerahan.Berhadapan

dengan

kelembaban ini, sebuah penyelesaian yang cemerlang telah berhasil ditemukanoleh anakanakbangsa Nusantara. Pertama, tidakmerasa perlu untuk mengenakan pakaian. Penutup tubuh
yang ada hanyalah penutup kelamin semata, ataulebih diperluas lagi adalah sebatas dari pusar
hinggalutut. Busana seperti itu adalah norma kesopanan yangberlaku, dan itu berarti bahwa
samasekali tidak pornosebagaimana kita sekarang ini menilainya. Dan karenaitu tidaklah
mengherankan bila hingga abad ke 16Masehi kita masih bisa menyaksikan relief candi
yangmenggambarkan sosok manusia dengan busana yangseperti tersebutkan tadi. Dari wayang
kulit di Jawa kitajuga menyaksikan bahwa sebagian terbanyak tokohyang digambarkan
bertelanjang dada. Dihadapkan padaorang-orang yang bertelanjang dada ini orang-orangEropa

yang mengunjungi Nusantara menilainya sebagaitidak beradab (maklum, dalam adat dan budaya
Eropa,ihwal berbusana yang menutup seluruh tubuh adalahsebuah tanda beradab). Dengan
memperhatikankenyataan bahwa bertelanjang dada adalahpenyelesaian atas kelembaban yang
tak dapat dihindari,tentunya dapat dibayangkan bagaimana semestinyabangunan yang didirikan
untuk mewadahi manusiaNusantara. Sebuah ruangan yang memakai dindingserba tertutup
sudah pasti sulit untuk dipahami sebagaipenyelesaian atas kelembaban ini. Betapa tidak,
dalamhal berada di luar bangunan saja sudah tak berpakaian,bagaimana nyaman bila berada
dalam ruangan yangserba berdinding tertutup. Dengan pencermatan sepertiitu, dapat kemudian
dikatakan bahwa bangunan yang mewadahi manusia yang harus berhadapan dengankelembaban
adalah bangunan yang tidak memilikidinding tertutup. Sebuah beranda, serambi (teras)
dankolong bangunan adalah tempat-tempat di bangunanyang dapat mewadahi manusia yang
berkeringat dangerah karena kelembaban. Dangau-dangau di sawahserta warung dan gardu jaga
juga dengan jitu menjadiwujud bangunan yang merupakan penyelesaian ataskelembaban yang
menimbulkan keringat. Apabilaterpaksa harus ada dinding, maka dinding ini adalahberupa kerai
atau kalau mau lebih canggih, dinding yangberukir tembus sepertilazimnya

sekat

berukir.Bagaimana halnya dengan bagian bangunan yangberdinding, bahkan berdinding rapat


tanpa jendela?Keadaan bangunan yang serba tertutup seperti itu akansangat jitu bila digunakan
untuk menyimpan barangserta untuk menghangatkan tubuh bila suhu udaramenjadi dingin.
Kalau tidur di malam hari dianggapsebagai menyimpan badan, maka bagian bangunanyang serba
tertutup itu tidak hanya menyimpan barangtetapi juga menyimpan badan. Dengan demikian,
bagianbangunan yang berdinding tertutup itu asal-muasalnyabukanlah sebuah tempat tinggal,
melainkan tempatpenyimpanan. Bagian dari rumah yang digunakan untukberbagai kegiatan
harian hadir sebagai serambi,beranda, dangau atau gardu serta kolong dari bangunanpanggung.

Kalau dipaksakanuntuk disebut tempat tinggal, maka bagian yang berdinding rapat adalahtempat
untuk tinggal di malam hari sedang di siang hariadalah di beranda, serambi atau kolong.Dengan
gambaran yang berdasar kelembaban seperti didepan, pembacaan denah dari arsitektur
Nusantaraakan menjadi sangat berbeda dari pembacaan denahdari bangunan Erorika. Di
Nusantara, beranda, serambidan kolong adalah tempat melangsungkan aktifitassiang hari. Bilik
yang berdinding tertutup adalah tempatpenyimpanan (termasuk menyimpan badan di
malamhari). Pembagian bangunan dari irisan/potongan bangunan Nusantara juga bukan terdiri
dari kepala-badan-kaki, melainkan terdiri dari atap-bilik-kolong. Bilaantara bilik dengan muka
tanah ada geladak, maka pembagiannya menjadi atap-bilik-geladak-kolong.
Dengan kelembaban maka ketropikan di Nusantaramenjadi berbeda dari ketropikan di Afrika,
misalnya. Daerah-daerah yang bertropik-lembab tentu tidak hanyaIndonesia. Malaysia dan
Philipina, juga segenap daerahkepulauan di Amerika Tengah adalah daerah-daerahyang beriklim
tropik lembab. Di segenap tempat tadi,beranda atau kolong dan ruangan berdinding
tertutupmemang menghadirkan diri, sekaligus mendapatpendayagunaan yang serupa dengan
yang di Nusantara.Yang menjadikan berbeda dariNusantara adalah dalambentukan atap
bangunan. Sebagian banyak bangunan diAmerika Tengah adalah bentukan atap pelana atau
atapperisai; sedang yang di Malaysia dan Philipina umumnyaserupa dengan yang ada di
Nusantara, jadi cukupberragam bentukannya.AnginKita tidak perlu menyangkal betapa
pentingnya angin inibagi pelayaran mengingat adalah angin yang seakanmenjadi motor
bagibergeraknya

kapal

dan

perahu.Dengan

kemampuan

berlayar

par

pelaut

dan

peniagaNusantara hingga Madagaskar di abad-abad sebelumMasehi, tak ayal lagi pengetahuan


akan pola pergerakanangin, dan sudah barang tentu pengetahuan akan aruslaut yang
bergantiganti sepanjang tahun, telah sangatdikuasai. Sebutan mata-angin dapat dipastikan

berawaldari ihwal pelayaran, bukan dari ihwal bercocoktanam.Laut dan gunung dijadikan titik
rujukan bagi mataanginitu, sehingga arah ke laut dalam mataangin orang Balidinamakan kelod,
di Madura dinamakan Laok, sedang diJawa dinamakan Lor. Sementara itu, dalam halmenyusuri
sungai, motor penggerak dari kapal danperahu bukan angin, melainkan dayung dan keraslemahnya arus sungai dari hulu ke hilir, dan karena ituarah hilir dan arah hulu atau udik (mudik)
lebih banyakdigunakan.Angin yang merupakan pergerakan udara dari duatempat yang berbeda
tekanan udaranya juga mampudidayagunakan dengan baik di daratan. Dalam keadaannormal
(bukan dalam masa pancaroba khususnya),angin menjadi sumber utama bagi penyejukan
udara.Angin yang berhembus dari laut akan membawa uap airdan mendatangkan udarayang
lembab. Tetapi,bersamaan dengan angin yang berhembus itu,kepengapan udara dalamruangan
juga akan menjadiberkurang dengan cukup bena (signifikan). Di sini pulakolong, serambi dan
beranda menjadi bagian daribangunan yang dengan cemerlang mampumendayagunakan
hembusan angin guna menghadirkanruangan yang nyaman (comfort). Melalui pembacaanatas
asal

anginberhembus,

bangunan

yang

didirikandiarahkan

agar

dapat

semaksimal

mungkinmemanfaatkan hembusan angin. Tidaklah mengherankan bila kebanyakan bangunan


Nusantaradidirikan dengan arah bubungan atap yang berlawanandengan arah hembusan angin,
seakan menjadipenangkap hembusanangin. Secara umum, arah hadapke laut atau ke gunung
adalah keletakan daribangunan-bangunan Nusantara yang memakai bangunpersegi empat;
bangunan menjadi memanjang danletaknyadibuat menangkap angin yang berhembus.
Olehkarena itulah bangunan-bangunan di pantai utara Jawamemanjang dari timur ke barat dan
menghadap ke kelaut Jawa (utara), sedang di daerahJawa selatan,bangunan dibuat menghadap ke
Samudra Hindia(selatan). Jikalau hubungan antara bangun geometrikdari denah bangunan
menunjukkan adanya kaitanantara bangunan dengan arah angin, maka bangunan-bangunan

dengan denah lingkaran rupanya bertempatpada daerah yang arah anginnya cenderung
memutar,seperti misalnya di daerah lembah atau daerah yangdikelilingi oleh bukit. Selanjutnya,
mengitari sekelompokgugus bangunan maupun sebuah gugus bangunan yangberdiri sendiri,
pepohonan yang ditanam sepanjangpagar tapak lingkungan hunian serta pepohonan yangditanam
di seputar dusun diberi peran untuk menjadipelambat lajunya hembusan angin.Dengan hembusan
angin yang menyejukkan dan dengankelembaban yang dapat ditanggulangi dengan tinggal
diberanda. Serambi atau kolong, maka keberadaan bilik didalam bangunan menjadi nyaris tak
terkunjungi di sianghari. Dimalam hari saja bilik-bilik itu digunakansebagai tempat untuk tidur,
untuk menyimpan badan.Kegiatan harian yang lebih banyak terpusat padasekeliling bagian luar
bangunan memberi kesempatanbagi tampang luar bangunan untuk ditangani dengancitarasa
estetika dan artistika yang mempesona. Tubuh
luar bangunan tidak hanya kaya dengan ukiran (dan dipercandian dielokkan dengan relief-relief),
tetapi jugadengan menggunakan warna yang cerah dan segar. Tidak itu saja, sosok bagian atap
juga menjadi sangatberragam perupaannya. Bagian bilik dan kolong bolehsaja tanpa sentuhan
artistika dan estetika yang menyitaperhatian, tetapi tidak demikian halnya dengan bentukatapnya.
Nampaknya,

demi

penandaan

bagian

yangterpenting

dan

terutama

dari

sesuatu

bangunanNusantara, maka bentukan atap menjadi sangatmencolok penampilannya.


Kemarau dan Penghujan
Iklim tropik memang bukan iklim subtropik bukan pulaiklim yang empat musim. Iklim tropik
hanya mengenalmusim kemarau dan musim penghujan. Kalau maudipaksakan menjadi empat
musim, maka ada tambahandua musim pancaroba, yakni pancaroba menujupenghujan dan
pancaroba menuju kemarau. Salah satupembeda mencolok antara iklim tropik dengan
iklimsubtropik adalah suhu udara. Bagi iklim subtropikrentang suhu udara dapat dipastikan

mencakup suhuudara yang di sekitar nol derajat Celsius, sebuah suhuudara yang dalam iklim
mereka berada dalam cakupanmusim dingin. Suhu yang sangat rendah dalam musimdingin
dengan langsung menjadi ancaman bagikelangsungan hidup manusia yang berdiam di tempatitu.
Dan karena itu tidak mengherankan bila merekamengatakan bahwa iklim adalah ancaman,
bahkanancaman yang mematikan. Artinya, suhu yang rendahberpotensi mengakibatkan
kematian. Dihadapkan padaancaman kematian ini, tak ada jalan lain kecuali harusmelindungi diri
dari ancaman tadi. Di situ pula lalumuncul perumusan bangunan adalah perlindungan,arsitektur
adalah tempat berlindung. Sebuah tindakanberlindung adalah tindaan menyembunyikan diri,
danoleh karena itu lawan yang mengancam sebisa mungkintidak bisa mengetahui di manakah
yang berlindung ituberada. Sebuah ketertutupan di semua sisi lalu menjadijawaban dari pihak
yang berlindung. Sebuah bangunan,karena dijadikan perlindungan adalah buatan manusiayang
disemua sisinya tertutup; yaitu lantai, dinding danatap semuanya serba tertutup. Sekurangnya
tiga bulanlamanya orang harus berdiam di tempat yang serbatertutup, yang serba terpisah atau
terisolasi dari danlingkungan sekitar bangunan dan dunia luar. Perasaanketersendirian yang
dialami lalu membuat penghunibangunan empat musim ini mengenal dengan baik
perbedaannya dari kebersamaan.Bagaimanakah halnya dengan iklim tropik seperti yangada di
Nusantara ini? Musim kemarau maupun musimpenghujan tidak menghasilkan suhu
udarayangselisihnya seekstrim seperti yang empat musim. Suhuudara juga samasekali tidak
mampu menjadi ancamanbagi keselamatan hidup anak-anakbangsa Nusantara.Baik dalam musim
kemarau maupun dalam musimpenghujan orang tetap dapat menikmati hidup denganbusana
yang hanya melingkari dari peerut hingga lutut.Terhadap terik matahari yang menyengat atau
curahhujan yang demikian deras, cukuplah bernaung di bawahpohon yang sangat rindang. Kalau
harus tetapmelakukan perjalanan, orang Nusantara cukup memotong daun pisang atau daun

keladi untuk menaungi kepala dan badan. Kalau mau mengenakanyang buatan sendiri, sebuah
topi yang berdaun lebaratau sebuah payung juga sudah dapat menjadipenyelesaiannya.
Dihadapkan pada keadaan yang duaiklim ini, bukan tindakan berlindung yang diperlukan,tetapi
adalah tindakan bernaung atau berteduh. Dari sinitentunya sudah dapat dibayangkan
bagaimanakahbangunan yang diperlukan bagi tanggapan terhadapiklim kemarau dan penghujan.
Sepotong daun pisangatau keladi, sebuah topi lebar dan sebuah payung dansebuah atap
adalahtanggapan atas iklim tropik. Petikandari naskah kuno di Jawa menggambarkan kebenaran
dari hal itu tiyang sumusup ing griya punika saged kaupamekaken ngaub ing sangandhaping
kajeng ageng
orang yang menyusup ke dalam bangunan itu dapatdiupamakan dengan bernaung/berteduh di
bawah pohonyang rindang.Kebutuhan utama akan bangunan dan arsitektur lalubukan untuk
dijadikan perlindungan sebagaimanadilakukan oleh bangunan di Erorika; yang dibutuhkanadalah
sebuahpernaungan atau perteduhan. Arsitekturlalu bukan sebuah perlindungan; arsitektur
adalahsebuah pernaungan. Itulah yang menjadi pengertiantentang arsitektur di Nusantara. Bagi
kebutuhan sepertiini, yakni akan adanya pernaungan atau perteduhan,maka cukup hadirnya
sebidang atap penaung ataupeneduh yang menjadi jawabannya. Di depan telahdikatakan bahwa
keaneka-ragaman bentukan atap ituberkaitan dengan peran penting dan terhormat daribagian
atap. Melalui peninjauan atas ketropikan yangberisi musim kemarau dan musim penghujan,
tentumenjadi semakin mantap dan nyata bahwa unsurpertama dan utama dari arsitektur
Nusantara adalahatap. Dengan peran dan kedudukan yang utama ini pulalalu struktur bangunan
menjadikan tiang-tiangpenyangga atap sebagai tiang-tiang utama.Sementara itu, dihadapkan
pada musim penghujan yangbasah, permukaan tanah akan dengan langsung menjadibasah bila
hujan tiba. Menanggapi kepastian basahnyatanah ini, sebentang geladak dapat dihadirkan,

danmerentang di atara tiang-tiang yang menopang atap.Geladak ini sudah barang tentu
membentuk jarakdengan muka tanah, membentuk kolong bangunan.Lantai bangunan yang
berupa geladak ini lalu bukanhadir karena takut pada binatang buas, melainkan agardiperoleh
bidang yang tidak becek. Selanjutnya, melihatbahwa kolong geladak ini dapat didayagunakan
pulauntuk berbagai kegiatan manakala musimnya bukan musim penghujan, maka letak geladak
semakinditinggikan dari muka tanah di satu sisi, dan di sisi lain dibangun pula penopangpenopang geladak. Kini konstruksi bangunan tidak lagi hanya berupa tiang-tiang penopang atap
tetapi juga tiang-tiang penopanggeladak.Bangunan Kayu, Gempa dan KonservasiPerbedaan
mencolok antara arsitektur Erorika dariarsitektur Nusantara dapat pula dilihat dari
bahanbangunan yang digunakan. Bila kita membuka bukusejarah arsitektur Eropa kita akan
melihat bahwasemenjak jaman Yunani hingga jaman sekarang ini,bahan bangunan yang dominan
dipergunakan adalahbahan-bahan bangunan yanganorganik. Ini berbeda dari bangunan di
Nusantara yang menggunakan bahanbangunan yang organik, seperti kayu, bambu,alangalang,
rumbia dan rotan. Pemakaian bahan bangunan yang organik ini mengandung sebuahkonsekuensi
langsung yang tidak dapat dihindari yakniaus dan lapuknya bahan itudalam jangka waktu
yangtertentu. Alangalang dan rumbia akan menjadi bahanyang paling cepat aus dan lapuk,
kemudian disusul olehbambu dan rotan, dan akhirnya kayu yang dipakai untuktiang, balok dan
bilah lantai serta bilah dinding sebagaiyang paling lama mengalami keausan dan kelapukan.Bila
ketiga jenis bahan itu dipakai bersamaan di sebuahbangunan, maka akan terjadi saat aus dan
lapukyangberbeda. Untuk mempertahankan bangunan agar tetapdapat didayagunakan, sudah
barang tentu dituntutadanya penggantian bahan bangunan. Tuntutan sepertiini dengan langsung
berkaitan dengan konstruksi yangdigunakan; dituntut konstruksi yang dapat dicopot dandiganti
tanpa harusmerusak atau merubuhkan seluruhbangunan. Konstruksi ikat konstruksi cathokan

serta konstruksi purus dan lubang adalah yang jitu. Di depantelah ditunjukkan bahwa arsitektur
Wae Rebo yanghanya bermodalkan konstruksi ikat dapat menghadirkan diri sebagai bangunan
yang seukuran bangunan setinggilima lantai. Sebuah keberhasilan yang luar biasa!Tidaklah
mengherankan

bila

para

pendatang

Eropageleng-geleng

kepala

dan

terkagum-

kagummenyaksikan kehebatan bangunan Nusantara yangsamasekali tidak menggunakan paku


tapi

bisa

berdiridengan

kokoh.Pemakaian

paku

dalam

mengkonstruksi

bangunan

jugamemperlihatkan perbedaan yang besar dari konstruksiyang tanpa paku. Bangunan yang tidak
menggunakanpaku

akan

menghasilkan

konstruksi

yang

masih

bisabergoyang-goyang.

Kemungkinan bergoyang iniditopang pula dengan penggunaan alat yang belum


memungkinkan untuk menghasilkan presisi yang tinggi,misalnya pada sambungan antara tiang
dengan balok.Lubang pada tiang yang akan dimasuki oleh purus balokbisa saja satu atau dua
sentimeter lebih longgar dariukuran purus balok. Secara keseluruhan, konstruksiyang digunakan
di arsitektur Nusantara menghasilkanbangunan yang bisa bergoyang-goyang. Bahkan,keadaan
yang paling stabil dan kokoh dari bangunan diNusantara itu akan dicapai bila bangunannya
sedikitmiring, tidak tegaklurus terhadap tempatnya berdiri.Dengan adanya kesempatan bagi
bangunan untukbergoyang ke sisi yang satu di saat yang tertentu, lalubergoyang ke sisi lain
dalam kesempatan yang berbeda,maka bangunan Nusantara ini lalu menjadi tak ubahnya dengan
sebuah gubahan yang hidup, mengingat salahsatu dari ciri dari keadaan yang hidup adalah
adanyagerakan dari obyek bersangkutan. Di sini pulapengertian dari pengurip, penghidup, yang
ada disejumlah arsitektur anak bangsa Nusantara itumendapatkan penjelasannya.Dengan
menamakan konstruksi di Nusantara ini sebagaikonstruksi goyang (sebagai lawan dari konstruksi
mati,sebutan bagi konstruksi yang menggunakan paku),kehandalan dari arsitekturNusantara
menjadi semakinterbukti bila dihadapkan dengan gempa. Gempa yangmerupakan gerakan bumi

secara tiba-tiba, dapat berupagerak yang horisontal dan dapat pula hadir dalamgerakan yang
vertikal. Dengan penerapan konstruksgoyang, saat gempa menerpa, bangunan dengan nikmat
mengikuti saja irama dari gempa, apakah horisontalataukah vertikal, ataukah keduanya secara
bergantianatau bersamaan. Pada sebagian banyak bangunanNusantara yang keletakannya tidak
dilakukan denganmenanam tiang ke dalam tanah, maka dapat saja terjadibangunan akan
terguling dan tergolek di tanah di saatgempa berlangsung; bangunan samasekali tidak
remukseperti yang selalu terjadi pada bangunan tembok danbeton. Di sini sebuah kecemerlangan
pengetahuankonstruksi telah ditunjukkan dan dibuktikan olehbangunan Nusantara, yakni
penerapan konstruksi goyang.Gerakan konservasi adalah gerakan melestarikanbangunan agar
mampu bertahan dalam perubahanwaktu (dan ruang). Bagi dunia Erorika, konservasidengan
mempertahankan

keaslian

bangunan

dapatdijalankandengan

tak

banyak

kesulitan.

Maklum,bahan-bahan bangunannya sebagian terbesar adalahbahan bangunan yang anorganik.


jikalau harusmelakukan penggantian bahan, itu dapat dilakukan dengan harus tetap
mengkuatirkan konstruksi daribangunan. mencopot satu bata atau batu bisa sajamengakibatkan
runtuhnya bangunan. Keadaannya akansangat berbeda bagi konservasi di arsitektur
nusantara.Hampir seluruh bangunan Nusantara dalah bangunankayu, bangunan dengan
bahanbangunan yang organik.Naluri dasar dari setiap bahan bangunan organik adalahmengalami
penuaan, lapuk dan runtuh. pemikiran untukmendapat bangunan yang mampu berusia ratusan
tahuntentu tidak ada dalam pemikiran arsitektur Nusantara.yang ada ialah bangunan yang harus
bisa mengalamipenggantian bagian bangunan yang lapuk atau austanpa harus mengakibatkan
bangunan runtuh. Atau,kalau memang harus mengganti seluruh bahanbangunannya, maka
membuat bangunan baru yangsepersis mungkin dengan yang sudah tua dan ausadalah
penyelesaiannya.

Dengan

demikian,

konservasi

diNusantara

adalah

pelestarian

yang

mengharuskanpenggantian. Bongkar dan ganti dengan yang persisdengan yang dibongkar, itulah
tindakan konservasi yangberlaku di Nusantara.
Arsitektur Nusantara
Pencermatan atas arsitektur anak-anakbangsaNusantara yang saya lakukan di depan bertitiktolakatau berlandasan pada kenyataan geoklimatik Indonesia. Kenyataan ini dengan langsung
menjadikanadanyakeniscayaan akan adanya perbedaan darikenyataan geoklimatik Erorika.
Pengertian atauperumusan Erorika yang menjadikan arsitektur sebagaiperlindungan lalu menjadi
berbeda dari pengertian danperumusan yang digunakan di Nusantara yakni arsitektur sebagai
pernaungan atau perteduhan. Dalamhal arsitektur sebagai perlindungan bagian lantai,dinding dan
atap adalah mutlak untuk hadir dibangunan, tidak demikian halnya dengan di Nusantarakarena
hanya memutlakkan hadirnya atap sertamenganjurkan adanya geladak.Selanjutnya, jikalau
paparan itu dicermati, maka ihwal
adat, sistem kepercayaan dan pandangan dunia(worldview), serta budaya dari anakanakbangsaNusantara, hampir-hampir tidak terikutkan dalammemunculkan pengertian sebagai
pernaungan atauperteduhan. Dalam tulisan-tulisan saya yang lain,ihwal-ihwal itu saya cermati
sebagai keping-kepingperekam pengetahuan tentang arsitektur, bukan sebagaisistem budaya
yang dicerminkan oleh arsitektur. Sikapsaya yang menempatkan segenap ihwal itu sebagaikeping
rekaman pengetahuan saya dasarkan padakenyataan bahwa anakbangsa Nusantara inimewariskan
pengetahuannya tidak denganmenggunakan tulisan, melainkan dengan menggunakansegenap
ihwal tadi. Masyarakat Nusantara adalahmasyarakat yang bertradisi tanpatulisan; dan iniberbeda
dari masyarakat Erorika yang bertradisi tulisan.Dengan tatapikir (mindset) tradisi tanpatulisan ini
pulasaya misalnya saja, memahami upacara pemasangankuda-kuda dan bubungan atap di Jawa
adalah sebuahbentuk pemeriksaan dan pengujian kehandalankonstruksi kuda-kuda. Selamatan

yang diselenggarakansebelum pemasangan kuda-kuda itu adalah sebuahwujud pengupahan


tenaga kerja yang dirupakan sebagaibarter antara tenaga dengan makanan yang disajikan.Dari
pencermatan

saya

di

depan,

kita

menjadimemahami

betapa

mengagumkan

kecemerlanganpengetahuan anakbangsa Nusantara ini di bidangarsitektur, dan oleh karena itu


samasekali tak dapatdikatakan sebagai sebuah genius loci atau kearifan lokal(local wisdom)
sebab kedua sebutan ituberlatarbelakang Erorika sebagai inti dan sebagai yangunggul, sedang di
luar Erorika adalah tak ubahnyadengan antah berantah. Sebagai pengganti keduasebutan itu,
saya menggunakan sebutan cerlang-tara,yang adalah singkatan dari kecemerlangan Nusantara.Di
bagian awal dari paparan saya ini saya menjanjikanuntuk menunjukkan bahwa arsitektur
Nusantara ituberbeda dari arsitektur tradisional. Kiranya, melaluipasal yang terakhir ini kita
semua telah dapatmengetahui bahwa arsitektur nusantara itu berbeda dariarsitektur tradisional.
Arsitektur Nusantara mendasarkanpemahamannya atas arsitektur anakbangsa Nusantarapada
pertama, kenyataan geoklimatik (kepulauan dantropik lembab) serta yang kedua adalah
kenyataantradisi tanpatulisan. Di sini ihwal adat hingga upacaradan artefak menjadi rekamanrekaman

pengetahuanarsitektur.

Sementara

itu,

arsitektur

tradisionalmendasarkan

pemahamannya pada arsitektur sebagaicerminanbudaya/kebudayaan, sebuah dasar yang


tanpadisadari ternyata adalah ranah kajian budaya danan tropologi.

Anda mungkin juga menyukai