Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN STUDI KASUS

UPAYA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA


PADA PASIEN DENGAN
CONJUNGTIVITIS

Oleh:
Dedy Murianto (207.121.0020)

Pembimbing:
dr. Farida Rusnianah, M.Kes. (MARS), Dipl.DK.

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS SUMBER PUCUNG KABUPATEN MALANG
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga Laporan Studi Kasus Ilmu Kesehatan
Masyarakat yang berjudul Upaya Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Pasien
dengan Conjungtivitis ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang
diharapkan.
Tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai ujian kasus guna memenuhi
tugas kepaniteraan klinik madya serta melatih keterampilan klinis dan komunikasi
dalam menangani kasus kedokteran keluarga secara holistik dan komprehensif.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing pada
Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. Hj. Farida Rusnianah, M.Kes.
(MARS), Dipl.DK. sebagai pembimbing klinik dan dr.Firmina sebagai
pembimbing lapangan, yang memberikan bimbingan dalam menempuh
pendidikan ini. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak sehingga dalam penyusunanlaporan kasus ini dapat terselesaikan.
Penyusun menyadari bahwa laporan makalah ini belumlah sempurna. Untuk
itu, saran dan kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi
perbaikan laporan ini. Atas saran dan kritik dosen dan pembaca, penyusun
ucapkan terima kasih.
Semoga Laporan Studi Kasus ini bermanfaat bagi dosen, penyusun, pembaca
serta rekan-rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang kedokteran.

Penyusun
Dedy Murianto, S.Ked

BAB I
1.1 PENDAHULUAN
Konjungtivitis adalah keradangan pada selaput lendir yang mengenai bagian putihmata dan
bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagaimacam gejala,
salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus,bakteri, alergi, atau
kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.Beberapa tipe konjungtivitis dan penyebabnya
antara lain adalah oleh bakteri,klamidia, virus, riketsia, penyebab yang berkaitan dengan penyakit
sistemik, jamur, parasit,imunologis, sebab kimia atau iritatif lainnya, penyebab yang tidak diketahui
dan sekunderoleh karena dakriosistitis atau kanalikulitis.
Diantara penyebab-penyebab tersebut, yangpaling sering diketemukan di masyarakat adalah
konjungtivitis disebabkan Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, Neisseria meningitidis, kebanyakan strain adenovirus manusia,
herpes simplex virus tipe 1 and 2, and duapicornaviruses. Dua agen yang ditularkan secara seksual
yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis dan Neisseria
gonorrhoeae. Konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri merupakan konjungtivitis yang
seringdijumpai kedua setelah konjungtivitis viral apabila dibandingkan dengan konjungtivitis tipe
lainnya.
Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, matasangat berair.
Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanyamengenai kedua mata.
Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak,berwarna kuning kehijauan.
Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya,selain mata berwarna merah, mata juga
akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakandihidung. Produksi air mata juga berlebihan
sehingga mata sangat berair. Konjungtivitispapiler raksasa adalah konjungtivitis yang disebabkan
oleh intoleransi mata terhadap lensakontak. Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak
kotoran mata, air mata berlebih,dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus
biasanya tidak diobati,karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Walaupun demikian,
beberapa dokter tetapakan memberikan larutan astringen agar mata senantiasa bersih sehingga
infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan
rasa tidaknyaman di mata.Peradangan pada konjungtiva merupakan penyakit mata yang
paling sering dijumpaidi seluruh dunia. Hal tersebut disebabkan antara lain oleh karena lokasi
anatomisnya yangmenyebabkan konjungtiva sering terekspos oleh berbagai macam
mikroorganisme dan faktorstress lingkungan lainnya. Beberapa mekanisme berfungsi sebagai
3

pelindung permukaanmata dari faktor-faktor eksternal, seperti pada lapisan film


permukaan, komponen akueus,pompa kelopak mata, dan air mata. Pertahanan konjungtiva
terutama oleh adanya tear film pada konjungtiva yang berfungsi melarutkan kotoran dan bahan
yang toksik kemudianmengalirkannya melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior.
Disamping itu tear film juga mengandung beta lysine, lisosim, IgA, IgG yang
berfungsi menghambat pertumbuhankuman. Apabila kuman mampu menembus
pertahanan tersebut maka terjadilah proses infeksipada konjungtiva
1.2 TUJUAN
Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk melatih keterampilan klinis dan
komunikasi dalam menangani kasus penyakit dalam terutama konjungtivitis
dengan

upaya

pendekatan

kedokteran

keluarga

yang

bersifat

holistik,

komprehensif, terpadu dan berkesinambungan.


1.3 MANFAAT
Manfaat penyusunan laporan ini adalah sebagai media pembelajaran dan
evaluasi terhadap aspek kedokteran keluarga dalam penanganan serta pencegahan
kasus penyakit dalam khususnya konjungtivitis

BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
2.2.1 Identitas Pasien
Nama

: An.A

Umur

: 3 tahun

Jenis Kelamin

: perempuan

Pekerjaan

:-

Pendidikan

:-

Agama

: Islam

Alamat

: Jatingui Rt.04, Rw.06

Suku

: Jawa

Tanggal Periksa

: 18 Januari 2016

2.2.2

Keluhan utama : Matamerah

2.2.3

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke IGD Puskesmas Sumber Pucung dengan digendong

ibunya dan diantar oleh ayahnya. Ibu pasien mengatakan bahwa mata kanan
anaknya merah sejak kemarin. Selain itu ibu pasien juga mengeluh bahwa
mata anaknya bengkak, sering keluar air mata (nerocoh), dan pagi hari ketika
bangun tidur terasa lengket karena mengeluarkan kotoran mata (belekan)
berwarna kekuningan, pasien juga sering mengucek-ngucek matanya karena
gatal. Pasien sudah diberi obat tetes mata vision yang dibeli sendiri tetapi
sakit tidak kunjung sembuh.
2.2.4

Riwayat penyakit Dahulu

Riwayat sakit serupa

: Pasien belum pernah menderita penyakit yang serupa


sebelumnya

Riwayat kontak

: Teman bermain pasien ada yang menderita


penyakit Serupa

Riwayat trauma

: Disangkal

Riwayat Alergi

: Pasien mengaku selama ini tidak pernah ada alergi


ketika minum obat, pasien tidak ada alergi dengan makanan

2.2.5

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga sakit serupa : Tidak ada yang mengalami penyakit
yg serupa dalam satu rumah

2.2.6

Riwayat Gizi :
Pasien makan sehari-hari biasanya 3 kali sehari. Berupa nasi sepiring,

sayur, dan lauk pauk. Terkadang dengan telur, tahu, tempe, ikan, ayam dan
daging, yang dipotong kecil-kecil sehingga pasien bisa mudah mengunyah dan
menelan. Pasien sering makan buah-buahan seperti pepaya, dan pisang.
Minum air putih 4 gelas setiap harinya. Nafsu makan pasien semenjak sakit
sedikit menurun.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Baik
Derajatkesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
Nadi
: 100 x/menit, regular, isi tegangan cukup
RR
: 18 x/ menit, kedalaman cukup, reguler
Suhu
: 36,30C peraksila
BB
: 15 kg
-

Kulit
Kulit sawo matang, ikterik (-), venektasi (-),spider nevi (-).

Kepala
Bentuk Normocephal, luka (-).

Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),reflek cahaya (+/+), pupil isokor
(2mm/2mm), sekret (+/+), air mata (+/+)

Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas hidung (-/-)

Mulut
bibirpucat (-), sianosis (-),

Telinga
Daun telinga bentuk normal, sekret (-/-)
6

Tenggorok
Uvula di tengah, faring hiperemis (-), tonsil T1 - T1.

Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak
membesar.

Thoraks
Bentuk

: normochest, retraksi (-/-),

Cor

Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: iktus kordis tidak tampak


: iktus kordis teraba di SIC V LMCS, tidak kuat angkat
:

Batas kiri atas

: SIC II Linea parasternalis Sinistra

Batas kiri bawah

: SIC IV Linea Mid clavicularis sinistra

Batas kanan atas

: SIC II Linea parasternalis Dextra

Batas kanan bawah

: SIC IV Linea parasternalis Dextra

Batas jantung kesan tidak melebar


Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri


Palpasi
: fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
-

Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sama dengan dinding dada, caput medusae (-)
Auskultasi: Bising usus (+) N
Perkusi : Pekak
Palpasi
: Supel,nyeri tekan (-)

Ekstremitas
Akral Dingin
-

Capillary refill time < 2 detik

Oedem
-

Arteri dorsalis pedis teraba kuat


Status Oftalmologi:
7

AV
Kedudukan
Pergerakan

OD
SDE
Simetris
membuka dan menutup mata (+),

OS
SDE
Simetris
membuka dan menutup mata (+),

Palpebra

tertinggal (-)
edema (+), hiperemi (-), hematom

tertinggal (-)
edema (-), hiperemi (-), hematom

(-), benjolan-benjolan (-)


Bleeding(-),injeksi silier (-),injeksi
konjungtiva (+), air mata (+),
secret(+),pterigium(-)

(-), benjolan-benjolan (-)


Bleeding(-),injeksi silier (-),injeksi
konjungtiva
(-),secret(-),pterigium(-)

Kornea

Jernih(+), abrasi(-), sikatrik(-),


keratik presipitat(-), infiltrate(-),
ulkus(-)

Jernih(+), abrasi(-), sikatrik(-),


keratik presipitat(-), infiltrate(-),
ulkus(-)

Bilik mata depan


Iris/pupil

jernih (+)
reflek pupil (+), bulat (2-3mm),

jernih (+)
reflek pupil (+), bulat (2-3mm),

central (+), jernih (+)

central (+), jernih (+)

Jernih (+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Jernih (+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Konjungtiva

Lensa
Vitreus
Retina

2.4 RESUME
Pasien datang ke IGD Puskesmas sumber pucung dengan digendong
ibunya dan diantar oleh ayahnya. Ibu pasien mengatakan bahwa mata kanan
anaknya merah sejak kemarin. Selain itu ibu pasien juga mengeluh bahwa
mata anaknya bengkak, sering keluar air mata (nerocos), dan pagi hari ketika
bangun tidur terasa lengket karena mengeluarkan kotoran mata (belekan)
berwarna kekuningan, pasien juga sering mengucek-ngucek matanya karena
gatal.
Pemeriksaan fisik didapatkan KU: baik, CM, Tanda vital: Nadi:
100x/menit, RR: 18 x/menit, Suhu: 36,50C. Status Oftalmologi: Konjungtiva
OD injeksi konjungtiva (+/-), air mata (+/-), sekret mata (+/-).

2.5 DAFTAR MASALAH


1.
2.
3.
4.
5.

Mata Merah
Mata Bengkak
Keluar air mata
Sekret mata
Gatal

2.6 DIAGNOSIS HOLISTIK


An. A, 3 Th, dengan mata kanan merah, dengan keluarga yang saling
memperhatikan, serta saling mendukung.
2.6.1

Diagnosis Biologis
OD Konjungtivitis Bakterialis

2.6.2

Diagnosis Psikologis
Hubungan antar anggota keluarga cukup baik.Dapat dilihat dari orang tua

pasienyang

sangat

memperhatikan

kesehatan

pasien

dengan

ikut

mengantarkan pasien berobat ke puskesmas.


2.6.3

Diagnosis Sosial Ekonomi


Orang tua An.A memiliki hubungan sosial dengan tetangga yang cukup

bagus. Status ekonomi. Penghasilan keluarga relatif kurang mampu.


Penghasilan didapat dari kedua orang tua pasien yang bekerja sebagai petani.
2.7 PENATALAKSANAAN
2.7.1

Non Medikamentosa
Sering membersihkan kotoran mata dengan menggunakan handuk yang

dibasahi dengan air hangat suam kuku


2.7.2

Medikamentosa
R/ Cloramphenicol ED

No.1

S 3dd gtt I OD
R/ CTM
tab
B1
tab
Mfla pulv
S 3 dd Pulv I
2.7.3

No.IX

KIE

Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita merupakan


penyakit yang dapat disembuhkan, namun dapat menular kepada
orang-orang sekitar.
Menganjurkan pasien untuk tidak menggosok-gosok matanya, setiap
kali pasien memegang mata yang sakit pasien harus mencuci tangan.
Sapu tangan, handuk, dan kain lap sebaiknya digunakan terpisah agar
tidak menularkan ke orang lain.
Penggunaan botol obat tetes digunakan untuk satu orang, jangan
dipakai bersama-sama
Jika mata terasa gatal jangan mengucek-ngucek mata dengan tangan,
tetapi dapat menggunakan tisue basah tanpa kandungan alkohol
ataupun tisue kering, supaya kotoran yang menempel dimata tidak
menggesek-gesek kornea mata dan mencegah bakteri dari tangan
masuk menyebar ke mata.
2.8 PROGNOSIS

Dubia ad bonam

10

BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Dalam Satu Rumah
No

Nama

Status

L/P

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

Pasien

Ket

PKM
1

Tn.R

Suami

30Th

SD

Petani

(KK)
2

Ny. S

Istri

28Th

SD

Petani

An. A

Anak ke 1

3 Th

Conjungtivitis
OD

Sumber : Data Primer, 23 Januari 2016


Kesimpulan :

11

Keluarga pasien merupakan Nuclear Family yang terdiri atas 3 orang. Pasien
adalah An.A, umur 3 tahun, beralamat didesa Kemantren Rt.04, Rw.06. Diagnosa
klinis pasien adalah Conjungtivitis OD. Pasien tinggal bersama dengan orang tua,
ayah (Tn. R, 30th) dan ibu (Ny. S, 28 Th).

3.1 FUNGSI HOLISTIK


3.1.1 Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari ayah (Tn.R, 30 tahun), istri (Ny.S, 28 tahun), anak
pertama (An.A, 3tahun).
3.1.2

Fungsi Psikologis
Penderita tinggal bersama orang tua, yaitu ayah dan ibunya. An.A

adalah seorang anak berumur 3 tahun yang selalu aktif dan lincah bermain
bersama teman-teman sebayanya. Hubungan orang tua An.A cukup terjalin
dengan baik dan saling memperhatikan, walaupun Tn.R dan Ny.S
kesehariannya sibuk bekerja sebagai petani tebu. Meskipun kedua orang
tua pasien sibuk bekerja, tetapi mereka selalu berkumpul bersama. Hal ini
terbukti pada saat pasien berobat ke puskesmas, kedua orang tua pasien
ikut mengantar pasien berobat.
3.1.3

Fungsi Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga An.A hanya sebagai anggota

masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam


masyarakat. Dalam kehidupan sosial keluarga An.A kurang berperan aktif
dalam kegiatan kemasyarakatan.
3.1.4

Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan


Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan kedua orang tua An.A yang

bekerja sebagai petani. Untuk biaya hidup sehari-hari seperti makan, minum
mengandalkan dari penghasilan kedua orang tua pasien.
Kesimpulan :
Dari poin satu sampai empat dari fungsi holistik keluarga kesimpulannya
adalah Keluarga An.A, umur 3 tahun dengan Conjungtivitis bakteri, fungsi
psikologis dan fungsi sosial ekonomi cukup baik.
3.2 FUNGSI FISIOLOGIS
12

Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score


adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut
pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota keluarga
yang lain. APGAR score meliputi :
1.

Adaptasi
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota keluarga
yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota keluarga yang
lain.

2.

Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara anggota
keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut.

3.

Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan
anggota keluarga tersebut.

4.

Affection
Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota keluarga.

5.

Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan waktu
yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.
Terdapat tiga kategori penilaian yaitu: nilai rata-rata 5 kurang, 6-7 cukupdan
8-10 adalah baik.

Tabel 3.APGAR score Tn.R=


APGAR Tn.R Terhadap Keluarga
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah
dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerimadan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan

Sering/
Selalu

Kadangkadang

Jarang/
Tidak

13

merespon emosi saya seperti kemarahan


R Saya puas dengan carakeluarga saya
dansaya membagi waktu bersama-sama

Untuk Tn.R APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :


Adaptation : Saat Tn.Rsedang memiliki masalah biasanya tidak ditanggung
sendiri dan bisa berbagi dengan keluarga karena kedekatan Tn.R dengan
keluarga.
Score : 2
Partnership : Pekerjaan Tn.R yaitu sebagai petani tidak menyebabkan hambatan
dalam berbagi masalah yang dihadapi sehari-hari dengan keluarga.
Score : 2
Growth : Tn.R sering berkumpul dengan keluarga dan berkomunikasi, karena
Tn.R bekerja dekat dengan rumah, sehingga selalu berinteraksi dengan keluarga
Score : 2
Affection : Tn.R jarang mengekspresikan perhatian terhadap keluarga secara
langsung.
Score : 1
Resolve : Waktu yang tersedia untuk berkumpul dengan keluarga sangat cukup.
Score : 2
Tabel 4.APGAR score Ny.S=
APGAR Tn.H Terhadap Keluarga

Sering/
Selalu
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

keluarga saya bila saya menghadapi


masalah.
P Saya puas dengan cara keluarga saya

membahas dan membagi masalah dengan


saya.
G Saya puas dengan cara keluarga saya

menerimadan mendukung keinginan saya


untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru.
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan

Kadang
-kadang

Jarang
/tidak

14

merespon emosi saya seperti kemarahan,


perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan

saya membagi waktu bersama-sama


Untuk Ny.S APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation : Saat Ny.Ssedang memiliki masalah biasanya tidak ditanggung
sendiri dan bisa berbagi dengan keluarga karena kedekatan Ny.S dengan
keluarga.
Score : 2
Partnership : Pekerjaan Ny.S yaitu petani sehingga tidak menyebabkan hambatan
dalam berbagi masalah yang dihadapi sehari-hari dengan keluarga.
Score : 2
Growth : Ny.Ssering berkumpul dengan keluarga dan berkomunikasi, karena Ny.S
bekerja dekat dengan rumah.
Score : 2
Affection : Ny.S jarang mengekspresikan perhatian terhadap keluarga secara
langsung.
Score : 1
Resolve : Waktu yang tersedia untuk berkumpul dengan keluarga sangat cukup.
Score : 2
APGAR score keluarga An.A = (9+9) : 2 = 9
Kesimpulan :Fungsi fisiologis keluarga An.A adalah baik.
3.3 FUNGSI PATOLOGIS
Fungsi patologis dari keluarga An.A dinilai dengan menggunakan alat
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
SCREEM keluarga pasien
SUMBER
Social
Culture
Religious
Economic

PATOLOGIS
Ikut berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungannya
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, dapat dilihat
pada pergaulan mereka yang masih menggunakan bahasa Jawa
sebagai bahasa sehari-hari.
Pemahaman terhadap ajaran agama cukup, demikian juga dalam
ketaatannya dalam beribadah.
Penghasilan keluarga yang relatif stabil

15

KET
-

Tingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga ini kurang, dimana


orang tua An.N, ayah pasien Tn.Mberpendidikan SMP, dan ibu
pasien Ny.S lulusanSD
Keluarga ini cukup mampu membiayai pelayanan kesehatan,
sehingga jika ada anggota keluarga yang sakit akan segera
dibawa ke tenaga medis setempat.

Educational

Medical
Kesimpulan

Keluarga An.A tidak mempunyai fungsi patologis


3.4 POLA INTERAKSI KELUARGA
Diagram 1.Pola interaksi keluarga An.A
Tn. R, 30th

Ny. S, 28 th

An. A, 3 th

Keterangan :
: Hubungan baik
: Hubungan tidak baik
Kesimpulan

: Hubungan antara keluarga An.A baik

3.5 GENOGRAM KELUARGA


Alamat lengkap : Jatingui Rt.04, Rw.06
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Diagram 2. Genogram keluarga An.N
Tn. R

Ny.
S

An.
An.
A
A

Kesimpulan:

Riwayat Conjungtivitis tidak ditemukan pada anggota keluarga lainnya

16

BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
4.1 Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
4.1.1 Faktor Perilaku Keluarga
An.A adalah seorang anak perempuan dengan keluhan mata kanan merah
sejak 1 hari yang lalu, pasien kemudian berobat ke Puskesmas
Sumberpucung. Kedua orang tua pasien bekerja sebagai petani dengan
pendidikan sang ayah lulusan SD, dan ibu pasien lulusan SD sehingga belum
banyak memiliki pengetahuan tentang kesehatan khususnya komplikasi dari
conjungtivitis.
Dari luar, rumah tampak sederhana, perabot rumah ditata dengan rapi.
Keluarga An.A mempunyai sejumlah hewan peliharaan, yaitu kambing dan sapi
yang kandangannya berada di halaman belakang rumah.

17

4.1.2

Faktor Non Perilaku


Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga kurang

mampu .Sumber penghasilan berasal dari kedua orang tua pasien. Rumah yang
dihuni keluarga ini kecil. Pencahayaan ruangan kurang, ventilasi kurang, ada
fasilitas WC dan kamar mandi namun kurang bersih. Fasilitas kesehatan yang
sering dikunjungi oleh keluarga ini jika sakit adalah bidan, karena dekat dengan
tempat tinggal pasien.

Diagram 3. Faktor Perilaku dan Non Perilaku


Lingkungan:
Keluarga Kurang
memahami pentingnya
kebersihan lingkungan
terhadap kesehatan pasien

Pengetahuan :
Keluarga kurang
mengetahui penyakit
pasien
Sikap:
Keluarga cukup
memperhatikan
penyakit pasien

Keluarga An. A

Pelayanan Kesehatan:
Jika sakit An. A berobat ke
bidan setempat

Keterangan:
Faktor Perilaku
Faktor Non perilaku

18

4.2 Identifikasi Lingkungan Rumah


4.2.1 Gambaran Lingkungan
Dinding rumah terbuat dari dari bata sedangkan lantai rumah terbuat dari
semen. Rumah ini terdiri dari empat ruangan yaitu ruang tamu, 2 kamar tidur,
satu dapur dan satu kamar mandi. Rumah ini mempunyai dua pintu untuk
keluar masuk (di bagian depan& belakang). Atap dari genteng.Keluarga ini
sudah mempunyai fasilitas MCK keluarga. Ventilasi udara dan pencahayaan
kurang.

4.2.2

Denah Rumah
5m
Kamar
mandi

Kamar
tidur 2

Kamar
tidur 1

Dapur + ruang makan

Ruang keluarga

10 m

Ruang tamu

Kesimpulan :
Lingkungan rumah kurang memenuhi syarat kesehatan.

19

BAB V
DAFTAR MASALAH
5.1 MASALAH MEDIS :
1. Conjungtivitis bakteri dd Conjungtivitis virus
- Conjungtivitis alergika
5.2 MASALAH NON MEDIS :
1.
Tingkat

pengetahuan

keluarga

An.N

tentang

kesehatan kurang.
2. Kondisi lingkungan dan rumah Tn.M kurang sehat.
5.3 PERMASALAHAN PASIEN
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada
dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
Diagram 5. Permasalahan Keluarga An.A
Kondisi lingkungan dan
rumah Tn.R kurang sehat

An.A 3 th
Conjungtivitis bakteri

Tingkat
pengetahuan
keluarga An.A tentang
kesehatan kurang

5.4 MATRIKULASI MASALAH


Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks. (Azrul, 1996)
Tabel 7.Matrikulasi masalah
20

No
1.

Daftar Masalah
Tingkat

pengetahuan

I
S

SB

IxTxR
9.600

972

Mn

R
Mo Ma

Jumlah

keluarga An.A tentang


kesehatan kurang
Kondisi
lingkungan
dan
rumah
An.A
kurang sehat

2.

Keterangan :
I

: Importancy (pentingnya masalah)

P : Prevalence (besarnya masalah)


S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material(pentingnya masalah)
Kriteria penilaian :
1

: tidak penting

: agak penting

: cukup penting

: penting

: sangat penting

5.5 PRIORITAS MASALAH


Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga
An.A adalah sebagai berikut :
1.

Tingkat pengetahuan keluarga An.A tentang kesehatan kurang.


Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil adalah tingkat pengetahuankeluarga An.A
tentang kesehatan kurang, sehingga mempengaruhi kondisi kesehatannya.

2.

Kesehatan lingkungan rumah An.A kurang

21

Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil adalah kesehatan lingkugan rumahAn.A
kurang bersih, sehingga mempengaruhi kondisi kesehatannya dan kesembuhan
penyakit

22

4.6 HUBUNGAN ANTARA STATUS EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA


DENGAN KASUS KONJUNGTIVITIS An.A
A.

EKONOMI KELUARGA
Kondisi perekonomian keluarga An.A termasuk kurang mampu, namun

demikian keluarga ini masih dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk


pemenuhan kesehatan keluarga An.A tidak memiliki kartu jaminan kesehatan,
walaupun kondisi ekonomi penderita yg kurang, namun bila penderita sakit lebih
sering dibawah ke bidan yang dekat dengan rumah pasien.
B.

HAMBATAN SOSIAL BUDAYA PENANGANAN KONJUNGTIVITIS


Secara garis besar hambatan sosio budaya dalam penanggulangan

konjungtivitistidaklah terlalu besar walaupun pengetahuan pasien kurang, namun


apabila pasien ada masalah pasien dapat mengakses pusat kesehatan terdekat.
Baik faktor kebiasaan, kepercayaan, dan sikap, tidak terlalu bepengaruh
pada penanganan Konjungtivitis.

23

BAB VI
TINAJUAN PUSTAKA
6.1 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini
adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva
terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang
mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan
dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen
kental (Hurwitz, 2009).
Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada
mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan
topical dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien
dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani
terapi imunosupresif (Therese, 2002).

6.2 Anatomi
Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari
membran mukosa tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung
melapisi permukaan bola mata dan berakhir pada daerah transparan pada mata
yaitu kornea. Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 2 bagian yaitu konjungtiva
palpebra dan konjungtiva bulbaris. Namun, secara letak areanya, konjungtiva
ibagi menjadi 6 area yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal.
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan
mukokutan) dan dengan epitel kornea pada limbus.Pada konjungtiva palpebra,

24

terdapat dua lapisan epithelium dan menebal secara bertahap dari forniks ke
limbus dengan membentuk epithelium berlapis tanpa keratinisasi pada daerah
marginal kornea. Konjungtiva palpebralis terdiri dari epitel berlapis tanpa
keratinisasi yang lebih tipis. Dibawah epitel tersebut terdapat lapisan adenoid
yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdiri dari leukosit. Konjungtiva
palpebralis melekat kuat pada tarsus, sedangkan bagian bulbar bergerak secara
bebas pada sklera kecuali yang dekat pada daerah kornea.3
Berikut adalah gambaran anatomi dari konjungtiva 5,6
.
Gambar 2.5. Anatomi Konjungtiva

Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikut i pola arterinya membentuk
jaringjaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe
konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan
bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus
limfatikus yang banyak. 1
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik)
nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. 1,3
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan
kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata,
dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, akt ivitas
lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa
ekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada
mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA 1,2
25

Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua
grup besar yaitu 3,4
1. Penghasil musin
a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
inferonasal.
b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis
superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.
c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.
2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan
kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.
Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun
karena suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai
darah yang rendah menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain
itu, air mata bukan merupakan medium yang baik. 1
6.3 Epidemiologi
Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat
diderita oleh seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Walaupun tidak ada
dokumen yang secara rinci menjelaskan tentang prevalensi konjungtivitis, tetapi
keadaan ini sudah ditetapkan sebagai penyakit yang sering terjadi pada
masyarakat (Chiang YP, dkk, 1995 dalam Rapuano et al, 2005).
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering
dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang tidak Hygiene.

6.4 Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:
a. Konjungtivitis bakteri.
b. Konjungtivitis klamidia.
c. Konjungtivitis viral.
d. Konjungtivitis ricketsia.
26

e. Konjungtivitis jamur.
f. Konjungtivitis parasit.
g. Konjungtivitis alergi.
h. Konjungtivitis kimia atau iritatif (Vaughan, 2008).
6.5 Konjungtivitis Bakterial Akut
Definisi
Peradangan pada konjungtiva yang disebabkan Oleh Streptokokus,
Corynebacterium diptherica, Pseudomonas, neisseria, dan hemophilus. 3

Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan


menahun. Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus,
Pneumococcus, dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh
sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya
penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan memadai. 3
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu
dari sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam
beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau
Neisseria meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati
secara dini, 4

Diagnosis

Hiperemi Konjungtiva
Edema kelopak dengan kornea yang jernih
Kemosis : pembengkakan konjungtiva
Mukopurulen atau Purulen4

Pemeriksaan
27

Pemeriksaan tajam penglihatan


Pemeriksaan segmen anterior bola mata
Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam) untuk

mengindentifikasi bakteri, jamur dan sitologinya. 5


Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan.
Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan
kuman seperti seprei, kain, dll.1,5
Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui
dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas
dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak
neutrofil polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan
mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika
penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas
antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric.
Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat
diteruskan. 6
Terapi
Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama
obat diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari
selama 1 minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah
belekan di pagi hari dan mempercepat penyembuhan1, 3
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai
dengan terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus
dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N
meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi
untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh. 4,6

28

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva


harus dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva.
Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta
memperhatikan secara khusus hygiene perorangan. 1,4
Perjalanan dan Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis
dan memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak
diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva
dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges,
hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4
Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri
dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
Pencegahan

Konjungtivitis

mudah

menular,

karena

itu

sebelum

dan

sesudahmembersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci


tangannya bersih-bersih.

Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani


mata yang sakit.

Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni


rumah lainnya.8

6.6 Konjungtivitis Gonore


Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat disertai dengan sekret
purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat
invasif, sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. 3

29

Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang
pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit tersebut.
Gejala

Konjungtiva yang kaku, dan sakit saat perabaan

Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar di buka.

Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior, sedangkan


konjungtiva bulbi merah.

Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. 3,5.

Pemeriksan dan diagnosis

Pemeriksaan sekret dan pewarnaan metilen blu dimana dapat terlihat


diplokok di dalam sel leukosit.

Pengobatan

Penisilin Salep dn Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama &
hari. 1, 3

6.7 konjungtivitis Angular


Konjungtivitis Angular terutama didapatkan di daerah kantus
interpalpebra. Disebabkan oleh Basil Moraxella Axenfeld. 3
Gejala

Ekskoriasi kulit di sekitar daerah meradang

Sekret mukopurulen

Pasien sering mengedip5,6

Pengobatan
Tetrasiklin dan basitrasin

6.8 Konjungtivitis mukopurulen


Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala
umum konjungtivitis kiataral mukoid yang disebabkan oleh Staphylococcus atau
basil Koch Weeks.3
30

Gejala

Hiperemi konjungtiva

Sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata melekat


terutama saat bangun pagi.

2.5 Konjungtivitis Virus

6.9 Konjungtivitis Folikuler Virus Akut


a). Demam Faringokonjungtival
Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler
sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata
merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah
subepitel. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1

Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3
dan kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa

31

dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini
dapat juga didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody
penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.1,3,6
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada
bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak
daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya
dalam sekitar 10 hari. 1
b). Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada
satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien
merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam
5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai
kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema
palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan
perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk
pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau pembentukan
symblepharon. 1,3,4
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel
terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan
namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar
mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus
seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare. 1, 3

32

Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29,
dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi
dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva
menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran,
juga terdapat banyak neutrofil. 1
Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi
melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau
pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical,
mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari
konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi
sumber penyebaran. 1,3
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai
penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci
tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alatalat yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer
aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas
dengan air steril dan dikeringkan dengan hati-hati. 4,6
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri
harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 1
c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks

33

Tanda dan gejala


Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak
kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah
unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea
tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu
ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik).
Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra
dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah
nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan. 1,3
Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika
pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari
tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea,
jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan
pulasan Giemsa. Ditemukannya sel sel epithelial raksasa multinuclear
mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung
kain kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan
biakan.3
Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus
local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk
ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni
dengan mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan
menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 10
hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali

34

sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes
setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg
lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang
adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 710 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin
memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses
sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3
d). Konjungtivitis Hemoragika Akut
Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic
besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di
Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24.
Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). 5

Tanda dan Gejala


Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air
mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang
terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa
bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar
ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel
konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam,
malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. 1,5

Penyebaran

35

Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh
fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan
terjadi dalam 5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti. 4,5
6.10 Konjungtivitis Imunologik (Alergik)
Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung
6.11 Konjungtivitis Atopik
Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian
palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla
halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis
vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa
pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda
kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi
konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti
dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan
bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. 1,3
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada
pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic
sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan
dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic
berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti
keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah
berusia 50 tahun. 3,4

Laboratorium

36

Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat


sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1
Terapi
Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole
(10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan
sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih
baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada
pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan.
Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan
transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya. 1,3
6.12 Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate,
yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama
dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan
dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak
nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi
penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat
iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada
pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus
conjungtivae. 2,3
Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin,
beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh.
Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang
lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva
menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya setelah
penyebabnya dihilangkan. 5,6

37

6.13 Konjungtivitis Vernalis


suatu inflamasi mata bagian luar yang bersifat musiman dan dianggap
sebagai suatu alergi. 7
Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari sistem kekebalan (mast
sel) yang melepaskan senyawa kimia (mediator) dalam merespon terhadap
berbagai rangsangan (seperti serbuk sari atau debu tungau) . Mediator ini
menyebabkan radang pada mata, yang mungkin sebentar atau bertahan lama.
Sekitar 20% dari orang memiliki tingkat mata merah alergi.7
Diagnosis

Ditemukan adanya tanda-tanda radang konjungtiva

Ditemukan adanya giant papil pada konjungtiva palpebra superior

Ditemukan adanya tantras dot pada limbus kornea

Kadang disertai shield ulcer

Bersifat kumat-kumatan1, 3
Gejal danTanda :

Mata merah (biasanya rekuren)

Kadang disertai rasa gatal yang hebat

Adanya riwayat alergi

Adanya hipertrofi papil difus pada konjungtiva tersal terutama superior

Adanya penebalan limbus dengan tantras dot

Discharge mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi


sekunder4,7
Terapi
Kasus ringan : terapi edukasi (menghindari allergen, kompres dingin,
ruangan sejuk, lubrikasi, salep mata), pemberian antihistamin (topical
levokabastin, emestadine), vasokonstriktor (phenileprine, tetrahidrolozine), mast
cell stabilizer (cromolin sodium 4% alomide)
Kasus sedang-berat : mast cell stabilizer (cromolin sodium 4% alomide),
antiinflamasi steroid topika (ketorolac 0,5%), kortikosteroid topical atau agen
modulator siklosporin. Pada pasien denga sheld ulcer bias diberikan sikloplegik
yang agresif (atropine 1%, homatropin 5%, atau skopolamin 0,25%) dan antibiotic
topikal
Dapat diberikan antihistamin sistemik.8
6.14 Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans

38

Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yangmasuk ke
saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum
adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up,
dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut)
menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut
belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada
efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan
terasa mengganggu secara menahun. 1
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup
kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus
menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung
konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara
konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan
terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama
luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan
blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan. 5,6
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau
larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara
mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum
adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali
sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat
diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan
transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic
terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya
buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai segera, parut
yang terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik. 4,6
5
6
6.4
6.6 Pemeriksaan Laboratorium
39

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapatdiketahui


dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtivayang dipulas
dengan

pulasan

Gram

atau

Giemsa,

pemeriksaan

inimengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear.


Kerokankonjungtiva

untuk

pemeriksaan

mikroskopik

dan

biakan

disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen,
bermembran atauberpseudomembran.Studi sensitivitas antibiotika juga baik,
namunsebaiknya

harus

dimulai

terapi

antibiotika

empiris.Bila

hasil

sensitifitasantibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.


6.7 Komplikasi
Penyakit

radang

mata

yang

tidak

segera

ditangani/diobati

bisa

menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan


komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani
diantaranya:
a. Ulserasi kornea.
b. Membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis).
c. Membaliknya seluruh tepian palpebra (enteropion).
d. Obstruksi ductus nasolacrimalis.
e. Turunnya kelopak mata atas karena kelumpuhan (ptosis) (Vaughan, 2008).
6.8 Penatalaksanaan
Pilihan

manajemen

secara

klinis

pada

conjungtivitis

bisa

menjadi

kompleks.Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus


diajari bagaimana cara menghindari kontraminasi mata yang sehat atau mata
orang lain. Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak
menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci
tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap,
handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit.
Asuhan khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari
penyebaran konjungtivitis antar pasien.

40

Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis


karena bakteri dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau
antibiotika (Gentamycine 0,3 %; chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis karena
jamur sangat jarang sedangkan konjungtivitis karena virus pengobatan terutama
ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, konjungtivitis karena
alergi di obati dengan antihistamin (antazidine 0,5 %, rapazoline 0,05 %) atau
kortikosteroid (misalnya dexametazone 0,1 %). Penanganannya dimulai dengan
edukasi pasien untuk memperbaiki higiene kelopak mata. Pembersihan kelopak 2
sampai 3 kali sehari dengan artifisial tears dan salep dapat menyegarkan dan
mengurangi gejala pada kasus ringan. Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan
steroid topikal atau kombinasi antibiotik-steroid. Sikloplegik hanya dibutuhkan
apabila dicurigai adanya iritis. Pada banyak kasus Prednisolon asetat (Pred forte)
satu tetes cukup efektif, tanpa adanya kontraindikasi.
6.9 Prognosis
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun
jika bila penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan
kerusakan pada mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Keratitis,
Glaukoma, katarak maupun ablasi retina (Barbara C.Long, 1996).

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan

41

Diagnosis Holistik :
An. A,3 tahun, dengan Conjungtivitis bakteri dd Conjungtivitis virus,
Conjungtivitis alergi dengan hubungan antar anggota keluarga cukup baik.
Dapat dilihat dari kedua orang tua pasien yang sangat memperhatikan
kesehatan pasien.
1. Segi Biologis
Conjungtivitis bakteri dd Conjungtivitis virus
- Conjungtivitis alergika
2. Segi Psikologis
Penderita tinggal bersama orang tua, yaitu ayah dan ibunya. An.A
adalah seorang anak berumur 3 tahun yang selalu aktif dan lincah
bermain bersama teman-teman sebayanya. Hubungan orang tua An.A
cukup terjalin dengan baik dan saling memperhatikan, walaupun Tn.R
dan Ny.S kesehariannya sibuk bekerja, pekerjaan orang tua pasien
adalah petani tebu

untuk kebutuhan sehari-hari. Mereka selalu

berkumpul bersama saat malam hari. Hal ini terbukti pada saat pasien
berobat ke puskesmas, kedua orang tua pasien ikut mengantar pasien
berobat.
3. Segi Sosial Ekonomi dan Budaya
a. Status ekonomi keluarga An.A kurang mampu.
b. Penyakit An.A cukup mengganggu aktifitas sehari-hari.
c.Kondisi lingkungan dan rumah yang kurang

memenuhi standar

kesehatan.
d. Kurang berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.

7.2 SARAN
Memberikan pengertian kepada keluarga pasien mengenai pentingnya
berobat bila sakit bertambah parah untuk mencegah komplikasi dari penyakit

42

pasien An.A agar dapat menangani secepat mungkin penyakit yang diderita,
serta edukasi kepada keluarga perilaku hidup bersih sehat.

Menganjurkan pasien untuk tidak menggosok gosok matanya. Setiap kali


pasien memegang mata yang sakit pasien harus mencuci tangan.

Sapu tangan, handuk dan kain lap sebaiknya digunakan terpisah agar tidak
menularkan ke orang lain.

Menggunakan kaca mata untuk melindungi mata dari debu dan angin yang
dapat memperparah gejala.

Penggunaan botol obat tetes digunakan untuk satu orang, jangan dipakai
bersama-sama.

Jika mata terasa gatal jangan mengucek-ngucek mata dengan tangan, tetapi
dapat menggunakan tisue basah tanpa kandungan alkohol ataupun tisue
kering, supaya kotoran yang menempel dimata tidak menggesek-gesek
kornea mata dan mencegah bakteri dari tangan masuk menyebar ke mata.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Vaughan, D.G., et al. Oftalmologi Umum, Edisi 11, Cetakan I, Widya


Medika, Jakarta, 1995: Hal 89-122

2.

Vaughan, D.G. et al. General opthalmologi, Edisi 17, Widya Medika,


Jakarta, 2007: Hal 98-125

3.

James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005

43

4.

Ilyas S. Konjungtivitis. Dalam: Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga.


Jakarta, FKUI: 2005

5.

Ilyas DSM, Sidarta,.Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. Jakarta. 1998

6.

Wijana N. Konjungtiva dalam Ilmu penyakit Mata. Jakarta,


Binarupaaksara: 1996

44

Anda mungkin juga menyukai