Anda di halaman 1dari 13

PENDERITAAN DALAM IMAN KRISTEN

Bacaan Alkitab : Ayub 1:1-22


"Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke
dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayub
1:21)
Kita mengetahui bahwa keadaan di jaman sekarang ini sudah sangat jauh berbeda dengan 10 atau
20 tahun yang lalu. Semuanya serba sulit, baik ekonomi, pekerjaan, karir, pendidikan, kehidupan
rumah tangga dan yang lainnya. Tidak sedikit umat Tuhan yang jatuh bangun dalam usaha
maupun pekerjaan. Berbagai macam penderitaan dan masalah yang kita hadapi saat ini.
Tapi kita sebagai orang yang percaya kepada Kristus harus tetap kuat dan punya pengharapan.
Jangan pernah biarkan masalah dan penderitaan itu sebagai alasan untuk tidak percaya kepada
Tuhan atau bahkan meninggalkan Tuhan. Kita harus mampu dan mau melihat sisi positif dari
setiap penderitaan kita. Memang benar bahwa cobaan dan penderitaan itu bukan berasal dari
Tuhan, namun kita harus ingat bahwa terkadang Tuhan juga mengijinkan semua itu terjadi
kepada kita.
Tentu kita sudah mengetahui kisah tentang Ayub. Dia adalah seorang hamba Tuhan yang sangat
taat. Selama hidupnya, Ayub tidak pernah mengalami tantangan dan masalah dari manapun. Ini
terjadi karena Tuhan selalu menyertai dan memberkati setiap hal yang dikerjakannya. Di dalam
kondisi yang serba aman, hidup enak, usahanya diberkati dan nyaris semua hal yang dijalaninya
berjalan dengan baik, rasanya tidak terlalu sulit untuk hidup di dalam ucapan syukur dan terus
setia kepada Tuhan. Karena tidak ada yang membuat Ayub meragukan kuasa Tuhan. Tapi iman
itu sekarang diuji dengan penderitaan. Tuhan mengijinkan iblis untuk mencobai Ayub dan kita
dapat melihat bahwa semua yang Ayub punyai hilang dalam waktu sekejap.
Dari kisah Ayub ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa penderitaan itu di ijinkan oleh
Tuhan dengan beberapa maksud dan tujuan.
1. Penderitaan Untuk Menguji Iman.
Dengan semua musibah yang dialami Ayub, kita tahu bahwa Ayub tetap setia kepada Tuhan.
Ayub berhasil dengan baik melewati ujian terhadap imannya. Terbukti ia tetap memuji Tuhan dan
menyadari bahwa semua yang ia miliki adalah semata-mata titipan dari Tuhan. Sehingga kapan
saja Tuhan mau mengambilnya Ayub sudah mempersiapkan mentalnya.
Tuhan selalu ingin menguji kualitas iman kita. Ujian yang dipakai Tuhan bermacam-macam.
Kita melihat bagaimana Allah menguji iman Ayub dengan harta, kesuksesan dan rasa aman.
Kemudian Allah menguji iman Ayub dengan mendatangkan malapetaka dan musibah beruntun.
Dengan musibah yang dialaminya, apakah Ayub meninggalkan Tuhan? Tidak, Ayub justru

menyembah Tuhan dengan sikap sujud. Di dalam penderitaan yang dialaminya, iman Ayub tidak
goyah.
Banyak orang MAMPU BERTAHAN ketika dicoba dengan segala macam kesuksesan,
kemewahan dan juga rasa aman, tetapi TIDAK MAMPU BERTAHAN dengan kondisi sulit.
Hanya orang-orang yang sungguh-sungguh dekat dengan Tuhan yang dapat mempercayakan
hidupnya ke dalam tangan Tuhan.
Saat ini kita sering melihat banyak orang yang sombong dengan harta dan pekerjaannya. Disaat
usaha dan karirnya maju pesat, terkadang lupa dengan kebaikan Tuhan sehingga waktunya
dihabiskan untuk mengurus hartanya. Dan yang paling parah, ia lupa untuk beribadah kepada
Tuhan. Setiap hari sibuk dengan berbagai macam urusan dan bisnis. Kita mungkin sering
mendengar dan menyaksikan sendiri bahwa dering HP lebih penting dari firman Tuhan yang
sedang diberitakan. Tidak sedikit orang yang menjadi kaya kemudian merasa hidupnya tidak
membutuhkan Tuhan.
Ternyata Ayub bukanlah orang yang gila harta, ia tetap sadar bahwa Tuhan adalah segalagalanya, jauh di atas kekayaannya.
Bagaimana dengan kita? Ketika hidup kita aman, nyaman, dan nyaris semua hal yang kita
kerjakan sukses, apakah kita mampu untuk tetap setia mengikut Tuhan atau justru mulai
mengesampingkan Tuhan?
2. Penderitaan Untuk Mempermalukan iblis.
Pekerjaan iblis selalu mendatangkan berbagai macam penderitaan bagi manusia. Iblis mendustai
manusia, mendakwa manusia dengan dosa, mendiami, dan merasuki seseorang.
Di dalam kisah Ayub ini, ketika terjadi dialog antara iblis dengan Allah, menurut iblis Ayub
menjadi orang yang setia karena pertolongan Tuhan dalam beberapa hal seperti berikut:
Pertama: Rasa Aman (Ayub 1:10). Di dalam pandangan iblis adalah wajar jika Ayub teguh
beriman kepada Tuhan, karena Tuhan yang melindungi dan memagari rumahnya dari berbagai
macam marabahaya. Ayub dapat hidup dengan tenang, aman, dan tanpa gangguan apapun dari
pihak luar. Iblis meminta kepada Tuhan untuk tidak lagi memberikan rasa aman, dan iblis dengan
sangat yakin bahwa Ayub akan meninggalkan Tuhan.
Kedua: berkat di dalam pekerjaan (Ayub 1:10). Argumentasi kedua dari iblis yaitu Ayub bertahan
dan setia kepada Tuhan karena hidup dan pekerjaannya diberkati oleh Tuhan. Dengan kata lain
jika Tuhan tidak memberkati hidupnya, Ayub tidak akan menyembah Tuhan.
Dengan kedua alasan itu, iblis kemudian meminta Tuhan untuk mencabut berkat-Nya dari
kehidupan Ayub dan tidak lagi memberi perlindungan, maka Ayub pasti akan meninggalkan
Tuhan. Kita melihat bahwa ternyata iblis selalu berusaha untuk menjatuhkan iman dari setiap
anak-anak Tuhan.

Akihrnya kita melihat bahwa Tuhan kemudian mengijinkan iblis menjalankan rencananya untuk
mendatangkan penderitaan bagi Ayub. Tetapi satu hal yang harus kita pegang teguh bahwa iblis
sama sekali tidak berkuasa atas nyawa Ayub. Apa yang diperbuat iblis di dalam hidup Ayub
terjadi karena ijin Tuhan. Sepintas kita melihat bahwa iblis sukses menghancurkan semua yang
Ayub miliki yaitu harta, keluarga serta tubuh Ayub sendiri.
Di dalam kejadian ini kita melihat bahwa Tuhan memakai iblis untuk menguji iman Ayub. Itu
berarti semua kekuasaan ada di tangan Tuhan. Termasuk pekerjaan setan pun dikendalikan oleh
Tuhan. Namun pada akhirnya apa yang disampaikan oleh iblis tidak terjadi. Setelah iblis
menghancurkan kehidupan Ayub, ternyata Ayub tetap memegang iman percayanya kepada
Tuhan. Ini dapat kita lihat dari sikap Ayub : Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya,
dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: "Dengan telanjang
aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya.
TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" Dalam
kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut
(Ayub 1:20-22).
Kemenangan ada dipihak anak Tuhan yang tetap setia, sekalipun hidupnya hancur, sekalipun
secara manusia sangat menderita, sekalipun semua yang dipunyainya hilang dengan cara yang
sangat menyakitkan.
Allah kemudian MEMPERMALUKAN iblis dengan menunjukkan bahwa Ayub tetap tegar dan
terus berdiri teguh di dalam imannya. Tuhan selalu berpihak kepada anak-anakNya dan tidak
akan membiarkan iman kita digoyahkan oleh pekerjaan iblis. Di dalam penderitaan yang kita
alami saat ini, TETAPLAH SETIA kepada Tuhan, maka iblis dipermalukan.
3. Penderitaan Untuk Menyatakan Kuasa-Nya
Prinsip kebenaran berikutnya adalah bahwa di dalam penderitaan yang dialami oleh Ayub justru
semakin NYATA kuasa dan pemeliharaan Allah. Iblis hanya dapat menghancurkan hal-hal yang
lahiriah tetapi tidak dapat mengganggu iman dan nyawa yang diberikan Allah. Di dalam
penderitaan yang Ayub alami, nyawa dan keselamatan Ayub sama sekali tidak terancam, tetapi
semakin aman di dalam perlindungan Allah.
Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Rasul Paulus dalam Roma 8:35-39 berikut ini:
Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau
penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis:
"Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai
domba-domba sembelihan." Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang
menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup,
baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang
akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu

makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus,
Tuhan kita.
Hidup di dalam Tuhan berarti kita berjalan di dalam anugrah berlimpah. Walau pun kita
menderita oleh berbagai macam hal tetapi Allah tidak membiarkan kita melangkah sendirian.
Semakin kita menderita maka semakin nyata kuasa Allah yang kita rasakan. Allah tidak
meninggalkan Ayub sendirian. Ia hadir, Ia menopang, Ia menguatkan bahkan senantiasa
menghibur.
Tentu kita semua pernah diperhadapkan dengan berbagai macam masalah dan penderitaan.
Bukankah di saat-saat seperti itu kita benar-benar merasakan bahwa Tuhan itu sungguh teramat
baik dan selalu hadir di hidup kita?
ALLAH MEMPUNYAI RIBUAN CARA UNTUK MENOLONG DAN MEMELIHARA
HIDUP KITA. TETAPLAH MEMUJI TUHAN DAN HIDUP DI DALAM UCAPAN SYUKUR.
KEHENDAK DAN CARA KERJA TUHAN ADALAH YANG TERBAIK BAGI HIDUP KITA.

Terpujilah Nama Tuhan

Print this

Renungan GEMA 2005


01 March 2005 Ayub 1:1-22
Manusia tidak selalu bisa menduga situasi hidup yang akan dia hadapi. Kesusahan dan
kesenangan kadang-kadang datang silih berganti. Dua peristiwa yang kontras terjadi dalam
kehidupan Ayub. Ia dan keluarganya diberkati Tuhan dengan harta dan kemakmuran yang luar
biasa, yang membuat ia menjadi orang yang terkaya di sebelah Timur (1:2-4). Akan tetapi, tanpa
diduga sebelumnya, terjadilah peristiwa yang membuat ia kehilangan seluruh harta benda dan
anak-anaknya; lembu sapinya dirampok orang-orang Syeba, kambing dombanya disambar api
dari langit, dan anak-anaknya mati tertimpa rumah yang roboh karena tiupan angin ribut (1:1319).
Iman tidak bergantung pada situasi dan kondisi hidup. Malapetaka tidak membuat Ayub berbuat
dosa (1:22). Walaupun amat sedih, Ayub menanggapi kehilangan seluruh miliknya dengan
mengatakan, "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (1:21).
Ayub tidak mencari kambing hitam! Perkataan tersebut merupakan ungkapan iman yang amat
istimewa. Suatu saat dalam hidup Anda, ketika kesenangan dan kesusahan hadir silih berganti,
dapatkah Anda berkata seperti Ayub, "...terpujilah nama Tuhan". [LS]

Terpujilah Nama Tuhan

Print this

Renungan GEMA 2005


01 March 2005 Ayub 1:1-22
Manusia tidak selalu bisa menduga situasi hidup yang akan dia hadapi. Kesusahan dan
kesenangan kadang-kadang datang silih berganti. Dua peristiwa yang kontras terjadi dalam
kehidupan Ayub. Ia dan keluarganya diberkati Tuhan dengan harta dan kemakmuran yang luar
biasa, yang membuat ia menjadi orang yang terkaya di sebelah Timur (1:2-4). Akan tetapi, tanpa
diduga sebelumnya, terjadilah peristiwa yang membuat ia kehilangan seluruh harta benda dan
anak-anaknya; lembu sapinya dirampok orang-orang Syeba, kambing dombanya disambar api
dari langit, dan anak-anaknya mati tertimpa rumah yang roboh karena tiupan angin ribut (1:1319).
Iman tidak bergantung pada situasi dan kondisi hidup. Malapetaka tidak membuat Ayub berbuat
dosa (1:22). Walaupun amat sedih, Ayub menanggapi kehilangan seluruh miliknya dengan
mengatakan, "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (1:21).
Ayub tidak mencari kambing hitam! Perkataan tersebut merupakan ungkapan iman yang amat
istimewa. Suatu saat dalam hidup Anda, ketika kesenangan dan kesusahan hadir silih berganti,
dapatkah Anda berkata seperti Ayub, "...terpujilah nama Tuhan". [LS]

PELAJARAN DARI KESALEHAN AYUB


BELAJAR DARI KESALEHAN AYUB
Ayub 1:1-22
(khotbah di GMIT AGAPE, 07-07-13
Pada awal abad 17 sampai abad 18 ada sebuah gerekan kesalehan yang muncul
dalam gereja Lutheran yaitu Gerakan Pietisme. Pietisme adalah aliran yang yang
menekankan kesalehan dan penghayatan iman. Pietisme diprakarsai oleh Philipp
Jacob Spener pada tahun 1669, hal ini dilakukan bukan untuk memisahkan diri dari
gereja atau memegang satu doktrin tertentu melainkan dilakukan untuk menjawab
kesuaman rohani dalam gereja pada saat itu. Gerakan ini muncul oleh karena
kekecewaan terhadap gereja yang tampak menjadi semakin melembaga, semakin
menjadi gereja-negara, serta semakin baku dan kaku dengan ajarannya yang
sangat bersifat intelektualistis. Gerakan Pietisme mempunyai tujuan kembali pada

kehangatan persaudaraan, pengalaman rohani dan persekutuan langsung dengan


Allah, kesederhanaan pemahaman terhadap Alkitab, serta pemahaman nilai-nilai
moral dan kesucian hidup. Maka dengan demikian dalam pelaksanaannya gerakan
pietis ini membentuk kelompok-kelompok kecil dalam gereja tanpa harus keluar
dalam gereja. Dalam kelompok kecil seperti inilah mereka dapat menjalankan
kehidupan kesalehan seperti yang dimaksudkan oleh Spener. Gerakan ini banyak
memberikan kontribusi yang baik buat gereja seperti pengembangan pekabaran
injil, Alkitab/Firman Tuhan menjadi pusat dari kehidupan dan mengembalikan nilainilai kesalehan yang telah hilang dari Gereja.
Pertanyaan adalah apakah gerakan ini baik buat kita? Jawabannya ada dua yaitu
baik sekali dan buruk sekali. Baiknya adalah kita dapat kembali kepada keinginan
Allah yakni mempraktekan kehidupan yang dekat dengan Allah, buruknya adalah
ketika kita melihat orang lain disekeliling kita dengan sebelah mata artinya bahwa
karena begitu mempraktekan tindakan kesalehan maka kita akan gampang
menghakimi orang yang tidak bisa mempraktekan kesalehan itu sendiri. Itu adalah
bahwa yang sering terjadi pada dunia kita hari ini. Banyak orang menganggap
hidup begitu saleh dan dekat dengan Tuhan tetapi lupa bahwa masih hidup di dunia
dan bertemu dengan orang-orang dunia yang blum bisa bahkan tidak bisa
mempraktekan kesalehan itu sendiri lalu kita menjudge mereka memakai standar
kesalehan kita. Ini sebuah masalah yang harus kita tangani saat ini, karena kalau
tidak maka Amanat Agung yang diberikan kepada kita tidak akan bisa terlaksana
oleh karena kita melihat diri kita begitu saleh dan dunia serta manusia didalamnya
begitu kotor sehingga kita beranggapan tidak layak untuk bersekutu dengan
mereka. Saat ini perlu kita merenung sejenak kita ini sapa, meskipun kita begitu
saleh namun kita masih ada didunia, kedagingan masih mempengaruhi kita, lalu
apakah layak kita menghakimi orang lain?
Berkaitan dengan pembacaan kita pagi hari ini maka disini kita belajar apa
sesungguhnya kesalehan itu? Apa sesungguhnya hidup saleh itu? Ayub pasal satu
memberikan jawaban yang singkat bagi kita. Kesalehan itu adalah hidup takut akan
Allah dan menjauhi kejahatan (ay 1) kedua bagian ini tidak bisa dipisahkan satu
dengan yang lain. Keduanya harus tetap berjalan bersama-sama, karena tidak
mungkin seseorang mengatakan bahwa dia hidup saleh dengan takut akan Allah
tetapi tidak bisa hidup jujur (tidak menjauhi kejahatan), hidup jujur atau menjauhi
kejahatan adalah implementasi dari takut akan Allah, orang yang takut akan Allah
pasti hidup jujur dan menjauhi kejahatan. Sama halnya juga orang tidak bisa
mengatakan dirinya saleh dengan menjauhi kejahatan tanpa takut akan Allah.
Menjauhi kejahatan dimulai dari Takut akan Allah, mempunyai gaya hidup jujur
dimulai dari takut akan Allah. Dalam Amsal 1:7 mengatakan bahwa takut akan Allah
adalah permulaan pengetahuan. Pengetahuan untuk apa, pengetahuan untuk
mengenal mana yang baik yang berkenan kepada Allah, mengetahui mana yang
tidak baik yang tidak berkenan kepada Allah, mengetahui mana yang harus
dilakukan dan mana yang tidak harus dilakukan dihadapan Allah. Inilah yang
dipraktekan Ayub selama hidupnya, Dia adalah orang yang saleh yang takut akan
Allah, hidup jujur dan menjauhi kejahatan. Maka dari pada itu saya ingin
mengatakan kepada kita semua bahwa hidup saleh itu bukan sebuah tindakan

(banyak melakukan kegiatan rohani) melainkan sebuah sikap hidup. Jika kesalehan
itu hanya sebuah tindakan maka lama-kelamaan kita akan bosan dan tidak lagi bisa
hidup saleh bahwakan menjadi orang yang tidak bisa buat apa-apa sama sekali,
tetapi jika kesalehan itu menjadi sikap hidup (gaya hidup) maka mau sampai
kapanpun kita akan menjadi orang hidup dalam kesalehan. Dan inilah yang
dipraktekan oleh Ayub, kesalehan merupakan sikap hidup dari pada Ayub, sehingga
meskipun tantangan hidup begitu berat menghantap Ayub, pengaruh begitu luar
biasa, dia tetap dikatakan Dalam semuanya itu Ayub tidak berbuat dosa.
Kesalehan Ayub dapat kita liat dalam beberapa realita yang terjadi. Hal ini sekaligus
menjadi pembelajaran penting bagi kita sebagai pengikut Kristus
1.

Kesalehan Ayub dapat terlihat secara kasat mata (ay 1, 8, 10, 2:3)
Dari jenis penulisan kitab ini maka kita temukan bahwa yang menulis kitab ini
bukanlah Ayub sendiri tetapi ada orang lain yang mengenal Ayub dengan baik. Ada
sebuah tradisi mengatakan bahwa ada orang Israel yang tidak dikenal namanya
menulis surat Ayub dengan bantuan ilham Ilahi menuangkannya menjadi surat
kanonik. tidak terlepas dari itu maka disini kita mengenal beberapa pihak yang
mengenal kesalehan Ayub

a.

Manusia (penulis kitab Ayub)


Catatan pertama tentang Ayub di dalam Alkitab langsung menunjuk pada
pribadinya yang saleh. Ini sesuatu yang sangat tidak biasa mengenai pribadi orang
di dalam Alkitab. Ayub 1:1 mencatat seperti ini, Ada seorang laki-laki di tanah
Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi
kejahatan. Penulis kitab Ayub lebih menekankan kesalehan Ayub daripada
kekayaan. Kesalehan Ayub merupan nomor satu dibangingkan dengan
kekayaannya. Baru setelah kesalehan dijelaskan maka baru kekayaan
dinomerduakan. Ini memberikan indikasi bahwa memang Ayub adalah seorang yang
dikenal baik oleh karena kesalehannya bukan karena kekayaannya. Pengungkapan
pada bagian awal tentang pribadi Ayub yang saleh merupkan sebuah pernyataan
identifikasi. Artinya, di antara banyak laki-laki di tanah Uz, ada satu laki-laki
bernama Ayub yang secara khusus disorot dan patut diperhatikan karena, jika
dibandingkan dengan laki-laki lain dalam lingkup geografis yang sama, Ayub punya
keunggulan dibandingkan yang lain. Keunggulan itu terletak pada cara hidupnya
yang saleh, jujur, menjauhi kejahatan dan takut akan Allah. Sesuatu yang
diidentifikasikan biasanya beranjak dari hasil observasi dan perbandingan. Dari
sanalah terlihat bahwa Ayub adalah pribadi yang sangat berbeda, dan karakter
menduduki peringkat nomor satu dalam menentukan bahwa ada seorang laki-laki
ditanah Us. Disini kita tahu bahwa kesalehan ayub dikenal oleh orang-orang pada
zaman itu. Ini merupakan pembelajaran penting bagi kita hari ini. Bukti nyata dari
kesalehan hidup kita perlu dilihat dan disaksikan oleh orang lain. Acapkali kesalehan
pada masa ini hanya sebuah trend saja, kenapa saya katakana trend? Karena
banyak orang yang mengaku saleh atau rohani tapi dalam kenyataannya tidak
seperti itu, bahkan hidup orang yang mengatakan saleh itu lebih hancur daripada
orang yang tidak mengerti apa2. Perlu kita pikirkan hal ini. Saya kuatir kita selama
ini terjebak dalam situasi dimana kita mengatakan diri kita begitu rohani tetapi

sebenarnya kita jauh dari kerohanian itu, dan ini akan terpancar dalam kehidupan
sehari, dalam berbagai hal. Mari kita renungkan seperti apa diri kita sebenarnya.
b.

Allah
Bukan hanya manusia saja yang kenal bahwa Ayub itu adalah orang saleh, tetapi
Allah juga mengetahui bahwa Ayub itu saleh. Jika kita memperhatikan percakapan
Allah dengan Iblis maka disana ada dua kali Allah mengatakan bahwa Ayub adalah
pribadi yang saleh dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan Ayub 1:8 Lalu
bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub?
Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan
jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." Ayub 2:3 Firman
TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab
tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang
takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya,
meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa
alasan." Kalo cuma manusia yang berkata bahwa Ayub itu adalah orang yang saleh
maka kita mungkin bisa mengatakan bahwa itu hanya kasat mata saja, tetapi belum
tentu dalam hati. Tetapi ini adalah Allah yang mengetahui sampai kedalaman hati
manusia memberikan pernyataan bahwa Ayub adalah seorang yang saleh dan jujur,
takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Di luar dan di dalam kehidupan Ayub
adalah bener2 saleh. Allah berani memberi satu kesimpulan yang sangat luar biasa
tentang Ayub sebagai satu-satunya di muka bumi, manusia yang setia kepada Allah,
baik hati (selalu tanpa prasangka), punya hubungan intim dengan Tuhan yang
konsisten dan perilakunya jauh dari kejahatan. Kalau sampai demikian penilaian
Allah, maka perilaku Ayub tersebut adalah satu acuan karakter yang patut kita
teladani. Sangat jarang di dalam Alkitab kita jumpai tokoh sekaliber Ayub yang
karakternya langsung dinilai oleh Allah dan bahkan dijamin sedemikian rupa, tidak
tergoyahkan. Maka dari pada itu jikalau kita mempunyai sikap yang saleh kita harus
pastikan bahwa Allah mempunyai penilaian bahwa kita saleh, jangan hanya terlihat
diluar saja menjadi orang yang aktif melakukan hal-hal rohani padahal Allah tidak
memperhitungkan apapun. Jika tidak perkataan dalam Matius 7:22 Pada hari
terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami
bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan
banyak mujizat demi nama-Mu juga? 23 Pada waktu itulah Aku akan berterus
terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah
dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" berlaku atas kita. Kita mungkin
menganggap banyak berbuat hal, tetapi Allah tidak pernah memperhitungkan sama
sekali. Maka dari itu kita periksa diri kita masing-masing dalam hal ini.

c.

Setan
Bukan hanya manusia dan Allah saja yang mengetahui bahwa Ayub itu adalah
orang yang saleh, jika kita perhatikan perbincangan antara Allah dan Iblis maka
disana kita menemukan bahwa Ayub diberkati Tuhan Allah (Ayub 1:10 Bukankah
Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang
dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya
makin bertambah di negeri itu.) oleh karena Ayub mempunyai hubungan yang baik

dengan Allah, sehingga apapun yang miliki oleh Ayub tidak bisa disentuh oleh Iblis
oleh karena Allah memberikan perlindungan kepada Ayub. Oleh karena Ayub
mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan, maka si Iblis tidak bisa
mendekatkan diri kepada Ayub. Iblis tau betul kehidupan dari pada Ayub
Maka daripada itu saudara, kehidupan yang saleh yang bener-bener saleh,
kehidupan yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan harus bener-bener
dipastikan bahwa 3 pihak ini mengetahuinya dalam realita hidup kita. Orang tidak
bisa berkata bahwa dia bisa saleh dihadapan Tuhan tetapi dalam kenyataan hidup
sehari-hari bersama-sama dengan manusia lain tidak pernah tercermin bahwa kita
adalah orang saleh, kita juga tidak bisa mengatakan kepada orang lain atau
sesamanya kita bahwa kita adalah orang saleh dengan kita melakukan aktifitas
rohani padahal apa yang kita lakukan tidak pernah kita pastikan bahwa Allah
menerima itu semua. Saudara, pastikanlah saat ini bahwa kita adalah orang-orang
percaya yang bener-benar percaya dihadapan manusia dan Allah, dan beritahu
kepada si Iblis itu melalui tindakan-tindakan bahwa kita adalah orang yang takut
akan Tuhan maka dia tidak akan mengganggu kita.
2.

Kesalehan Ayub berdampak pada kehidupan keluarga (4-5)


Salah satu celah kejatuhan dari pada Ayub adalah kehidupan keluarganya. Dengan
kekayaan yang sangat banyak anak-anak Ayub sering melakukan pesta. Bahkan
dikatakan ketujuh anak laki-laki Ayub melakukan pesta secara bergilir. Ketujuh
anak laki-laki Ayub mempunyai kebiasaan untuk mengadakan pesta di rumah
masing-masing secara bergilir. Pada pesta itu ketiga anak perempuan Ayub juga
diundang, lalu mereka semua makan dan minum bersama-sama. (Ayub 1:4).
Alkitab mencatat bahwa anak-anak Ayub punya kebiasaan pesta. Artinya telah
menjadi sebuah gaya hidup mereka untuk berpesta dengan segala berkat materi
yang diterima oleh orang tua mereka. Tentu saja Ayub bersedih hati dengan solah
tingkah anak-anaknya. Itu sebabnya di dalam ayat berikutnya, Ayub selalu berdiri di
hadapan Tuhan atas nama anak-anaknya jikalau dengan gaya hidup semacam itu
telah melukai hati Tuhan. Sehabis setiap pesta, Ayub selalu bangun pagi-pagi dan
mempersembahkan kurban untuk tiap-tiap anaknya supaya mereka diampuni
TUHAN. Sebab Ayub berpikir, boleh jadi anak-anaknya itu sudah berdosa dan
menghina Allah tanpa sengaja. (Ayub 1:5). Dalam hal ini Ayub dapat dikategorikan
gagal mendidik anak-anaknya menjadi orang-orang yang takut Tuhan sama seperti
dirinya. Dia pasti sangat bergumul untuk anak-anaknya ini, mereka -- dengan
segala semangat orang muda, lingkup pergaulan luas dan dukungan finansial yang
memadai -- akan menganggap bahwa perilaku takut akan Tuhan justru tindakan
yang tidak populer di kalangan lingkup pergaulan mereka sendiri. Itu sebabnya,
Ayub senantiasa terlihat bersyafaat di hadapan Allah untuk kepentingan anakanaknya. Jika kita bandingkan dengan keluarga Imam Eli (1 Samuel 2:11-26) sangat
bertolak belakang dengan tindakan Ayub, Eli dalam menjalan tugas imam tidak
pernah melakukan apa yang dilakukan oleh Ayub padahal Eli tahu dengan jelas
bahwa apa yang dilakukan oleh anak-anaknya adalah sebuah kesalahan. Sedangkan
Ayub hanya berpikir dan tidak tahu dengan jelas apa yang terjadi dengan anakanaknya. Dalam hal inilah kita mengenal konsep Ayah atau orang tua sebagai Imam
dalam keluarga. Dalam beberapa bagian dikitab perjanjian baru peran seorang ayah

sangat kental dibicarakan bahkan itu menjadi salah satu jalan masuk anugrah Allah
dalam keluarga contoh: Lukas 19:8-9 8 Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada
Tuhan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan
sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali
lipat."9 Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada
rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Kenapa bisa terjadi keselamatan
untuk keluarga Zakheus, oleh karena gebrakan yang dia lakukan mempengaruhi
seluruh keluarganya. Inilah yang dilakukan oleh Ayub. Ayub tidak mau anakanaknya terjebak dalam kejahatan, Ayub mau hidup anak-anaknya sesuai dengan
kehidupannya yang takut akan Allah, saleh, jujur dan menjauhi kejahatan.
Dalam dunia kita hari ini ada 3 masalah besar dalam hal ini
a.

Banyak orang menyatakan diri sebagai orang yang begitu rohani, dikenal orang
banyak melalui kebaikan-kebaikan tetapi di dalam rumah tidak pernah ada yang
namanya kerohanian itu yang ada malah yang lain. Kehidupan diluar rumah, di
gereja begitu saleh dan alim, tetapi sampai di rmh tidak pernah membawa yang
namanya damai sejahtera. saya memberitahukan kepada kita semua bahwa
kehidupan saleh seperti ini adalah kehidupan yang semu, tidak memberikan
pengaruh apa-apa dalam hidup berumah berkeluarga. Keluarga adalah bagian
penting yang tidak boleh dilupakan dalam kehidupan kerohanian saya dan saudara.
Keluarga merupakan bagian yang harus merasakan pengaruh dari kehidupan
kerohanian saya dan saudara.
b. Banyak orang (khususnya orang tua-orang tua, dan pembelajaran bagi yang akan
menjadi orang tua) menyuruh anaknya untuk berbakti, beribadah dan ke gereja,
sedangkan mereka sendiri tidak pernah melakukan apa yang mereka katakan.
Orang tua adalah guru bagi anak dan keluarga, jika orang tua (ayah ibu adalah
orang yang rajin kegereja maka anaknya akan menjadi anak yang rajin ke gereja,
jika orang tuanya adalah orang yang malas ke gereja maka jangan salahkan anakanak jika mereka juga tidak ke gereja). Jika guru kencing berdiri maka jangan salah
murid akan kencing berlari bahkan lompat.
c. Ada banyak orang mereka tidak tahu harus berbuat apa untuk mendidik anak-anak
dan keluarga yang lain karena mereka tidak punya dasar seperti apa yang harus
dilakukan.
Maka dari pada itu saudara, kesalehan Ayub memberikan pembelajaran bagi kita,
bahwa kepala keluarga ataupun orang tua mempunyai peranan penting bagi
kehidupan keluarga masing-masing. Perbaiki diri sendiri maka dengan sendirinya
keluarga saya dan saudara akan mengalami perubahan. Seorang yang bernama
Anthoni de Mello pernah berkata jika anda ingin merubah dunia anda, maka
terlebih dahulu anda harus merubah diri sendiri) jika anda ingin membawa keluarga
anda ke perubahan yang baik maka terlebih dahulu rubahlah diri sendiri.
Kerohanian saya dan saudara akan memberikan pengaruh yang baik untuk keluarga
saya dan saudara. (video anak meniru apa yang dilakukan orang tua)
3.

Kesalehan Ayub terlihat dalam sikap menghadapi penderitaan


Kebangkrutan Ayub dalam sekejap merupakan ujian yang bisa saja menggoyahkan
kesalehannya sekaligus sebagai ujian untuk menaikan level kehidupan daripada

Ayub. Jika dia goyah maka dia akan mengalami turun level dan jika di bertahan dia
akan naik level. Penderitaan yang dialami oleh Ayub sangat amat mengenaskan,
saya akan memaparkanya kepada kita semua mulai dari ayat 14-20 dan dilanjutkan
dengan 2:7-8
Musuh menyerang dan merampok lembu, sapi dan keledai Ayub,
penjaganya
terbunuh
datanglah seorang pesuruh kepada Ayub dan berkata: "Sedang lembu sapi
membajak dan keledai-keledai betina makan rumput di sebelahnya, datanglah
orang-orang Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya
dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat
memberitahukan
hal
itu
kepada
tuan."
(ayat
14-15)
Kambing domba dan penjaganya di sambar api
Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Api telah
menyambar dari langit dan membakar serta memakan habis kambing domba dan
penjaga-penjaga. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan
hal
itu
kepada
tuan."
(ayat
16)
Unta dirampas musuh dan penjaganya terbunuh
Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Orang-orang
Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya
serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput,
sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan." (ayat 17)
Semua anak Ayub meninggal akibat bencana alam saat sedang berpesta
Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Anak-anak tuan
yang lelaki dan yang perempuan sedang makan-makan dan minum anggur di
rumah saudara mereka yang sulung, maka tiba-tiba angin ribut bertiup dari
seberang padang gurun; rumah itu dilandanya pada empat penjurunya dan roboh
menimpa orang-orang muda itu, sehingga mereka mati. Hanya aku sendiri yang
luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan." (ayat 18-19)
Bahkan di pasal yang kedua penderitaannya semakin kompleks ketika tubuhnya
sendiri mengalami penyakit
Ayub diserang penyakit barah yang busuk
7 Kemudian Iblis pergi dari hadapan TUHAN, lalu ditimpanya Ayub dengan barah
yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya. 8 Lalu Ayub mengambil
sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya, sambil duduk di tengah-tengah
abu.(2:7-8)

Coba kita bayangkan, ketika kita dengan susah payah membangun sebuah bisnis
atau usaha, di mulai dari nol, di tengah di mana kita sedang menanjak dan
menikmati semua itu, semuanya runtuh di dalam sekejab. Apa yang semula kita
miliki tiba-tiba terlepas dengan cara yang amat tragis yang tidak pernah kita
pikirkan. Pasti respon kita adalah, mengapa hal ini terjadi? dan kalimat kedua

yang akan meluncur dari mulut kita adalah, mengapa Allah membiarkan semua ini
terjadi? Bagaimana dengan Ayub? Pasti Ayub mengalami kepedihan yang sangat
luar biasa dengan deretan kehilangan yang memuncak dan beruntun. Alkitab
memberitahukan (Ayub 1:20), Ayub berdiri dari kursinya, mengoyak jubah bagusnya
yang sedang ia kenakan, dan mencukur kepalanya sebagai tanda perkabungan dan
kehilangan yang sangat mendalam. Ayub pasti sedih dan menangis menyikapi
perubahan yang demikian cepat yang sama sekali tidak terpikirkan. Kira-kira
apakah tindakan anda sewaktu kita yang berada di dalam posisi Ayub waktu itu?
Diantara sejumlah respon manusia atas penderitaan, kelompok-kelompok yang
menyalahi Allah akan melepaskan argumentasi dan memperlihatkan sikap yang :
Menyesali Allah dan menyalahkanNya
Larut di dalam dukacita dan kesedihan
Mencari pelampiasan dengan cara-cara duniawi
Kecewa terhadap Tuhan
Meninggalkan Tuhan
Menyalahkan orang lain

Bukan hanya harta dan anak saja yang hilang, bahkan tubuhnya sendiri menjadi
objek dari penderitaan itu sendiri. Inilah yang namanya sudah jatuh tertimpa
tangga.

Pertanyaan adalah bagaimana dengan Ayub? Pertanyaan ini sangat penting untuk
mengetahui sejauh mana kesalehan Ayub dan sejauh mana Ayub tekun dalam
kedekatan dengan Tuhan sekaligus menjadi pembelajaran penting buat kita pada
masa ini. Sungguh luar biasa. Ayub berkata dengan lantang, "Dengan telanjang
aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke
dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama
TUHAN!" (Ayub 1:21), Tetapi jawab Ayub kepadanya: "Engkau berbicara seperti
perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau
menerima yang buruk?"(ayub 2:10). Ini sebuah karakter yang luar biasa akibat
kedalaman hubungan dengan Allah. Penderitaan bukan masalah yang berarti dalam
membangun hubungan dengan Tuhan. Kebangkrutan bukan perusak hubungan
antara Allah dan Ayub. Dari jawaban ini juga muncul konsep bahwa:
o apapun yang dimiliki adalah pemberian Tuhan maka daripada itu Allah berhak
mengambil kembali apapun yang dimilikiNya, Allah cuma mempercayakan kepada
manusia segala sesuatu
o Allah punya kedaulatan yang penuh memberikan apapun kepada orang yang
percaya kepadaNya.
o berharap kepada berkat-berkat Tuhan akan mendatangkan kekecewaan, tetapi
berharap kepada Tuhan akan mendatangkan kebaikan dan kesejahteranan.

Setelah semuanya terjadi, penulis memberikan keterangan yang sangat penting


bagi kita hari ini. Ditengah-tengah penderitaan yang di alami, kesalehan Ayub tidak
tergoyahkan Ayub 1:22 Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak
menuduh Allah berbuat yang kurang patut. 2:10b Dalam kesemuanya itu Ayub
tidak berbuat dosa dengan bibirnya.
Kisah ini memberikan pelajaran penting bagi kita hari ini. Ayub sama seperti kita,
dia manusia biasa, tetapi dalam kehidupannya dia mampu bertahan dalam segala
keadaan bahkan keadaan sangat berat oleh karena kedekataannya dengan Tuhan
memberikannya kekuatan dan sekaligus memberikan kesadaran bahwa ada kuasa
yang memampukan dia untuk melewati semuanya itu. Filipi 4:13 Segala perkara
dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Konsep ini
sudah dimulai dari kehidupan Ayub dan diulang lagi kepada kita hari ini.

Saudara kesalehan atau istilah kita hari ini kedekatan dengan tuhan, atau
kerohanian kita tidak hanya berbicara sesuatu yang tidak kelihatan, kesalehan
benar-benar sesuatu yang real yang dapat dilihat oleh manusia, Allah, Iblis,
memberikan pengaruh yang baik bagi keluarga saya dan saudara, dan terlebih
kesalehan kita akan teruji ketika penderitaan (pergumulan dan tantangan) ada
bersama kita. Karena dalam penderitaan itulah Allah menguji orang yang
percaya kepadaNya, dan sebagai batu pijak untuk memasuki kehidupan dilevel
yang lebih tinggi. Itulah yang dialami oleh Ayub, ketika dia berhasil melewati
semuanya Allah memberikan keberhasilan dua kali lipat dari kehidupan yang
sebelumnya. Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan
tidak ada rencana-Mu yang gagal. (Ayub 42:2) Ayub sadar dengan betul bahwa
Allah adalah Allah yang sanggup melakukan sesuatu diluar dari pikirannya. Allah
menguji orang benar dan orang benar harus memberikan respon yang
benar. Jika ujian itu terjadi, orang benar itu takkan goyah selama-lamanya.
Tuhan memberkati

Anda mungkin juga menyukai