Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS PANJANG

SEORANG ANAK DENGAN DHF GRADE II


Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSUD dr. H. Soewondo Kendal

Disusun oleh:
Fahmi Henggar P.
01.211.6385
Pembimbing :
Dr .Dewi Laksmi, Sp. A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS PANJANG


SEORANG ANAK DENGAN DHF GRADE II
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSUD dr. H. Soewondo Kendal

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal :

Mei 2016

Disusun oleh :
Fahmi Henggar P.

Kendal,

Mei 2016

Dosen Pembimbing

dr. Dewi Laksmi, Sp. A

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, dan tidak lupa sholawat dan salam yang senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya serta sahabatsahabatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus Panjang
dengan judul SEORANG ANAK DENGAN DHF GRADE II.
Laporan Kasus Panjang ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah dr. H.
Soewondo Kendal. Sebagai penghargaan, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada dr. Dewi Laksmi,
Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan Laporan Kasus Panjang ini.
Kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya berbagai kekurangan
yang masih jauh dari kesempurnaan. Akhir kata, semoga Laporan Kasus
Panjang ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Waalaikumsalam wr.wb

Semarang, Mei 2016

Penulis

BAB I
LAPORAN KASUS PANJANG
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. G

Umur

: 9 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Tanjungmojo RT 3/3, Kec. Kangkung, Kab. Kendal.

Pekerjaan

: Palajar kelas 5 SD

Agama

: Islam

No. CM

: 164520

Bangsal

: DAHLIA Kelas III

Tanggal Masuk : 16 Mei 2016


Tanggal Keluar : 21 Mei 2016
IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah
Umur
Pekerjaan

: Tn. K
: 42 tahun
: Swasta

Nama Ibu
Umur
Pekerjaan

: Ny. S
: 39 tahun
: Ibu Rumah Tangga

B. DATA DASAR
1. Anamnesis (Autoanamnesis &Alloanamnesis)
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis
dengan Ayah dan ibu pasien pada tanggal 16 Mei 2016 pukul 13.00 WIB di
Bangsal Anak Dahlia RSUD dr. H. Soewondo- Kendal dan didukung catatan
medis.
Keluhan Utama : Demam
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
6 Hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (6 HSMRS)
Pasien demam (+) tanpa sebab yang jelas, badan lemas (+), menggigil
(-), mimisan (+) 5 hari sebelum masuk RS, gusi berdarah (-), batuk (-),
pilek (-), mual / muntah (-/+) sebanyak 2 kali dalam sehari dan
sebanyak 1,5 2 gelas beimbing setiap kalinya, BAK (+), nyeri waktu
4

kencing (-), BAB (+), cair (-), ampas (+), warna kuning (+), lendir (-),
darah (-) , perut sakit (-), makan (<), minum (+), keringat malam hari
(-). Keluhan pasien belum diobati atau diperiksakan ke dokter.
1 Hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (1HSMRS)
Pasien demam (+) tanpa sebab yang jelas, diberi obat dari dokter panas
turun, lemas (+), badan menggigil (-), mimisan (-), batuk (+), pilek (-)
mual / muntah (-/+) sebanyak 1 kali dalam sehari dan sebanyak 0,5
gelas beimbing, perut sakit (-), BAK (+), nyeri waktu buuang air kecil
(-), BAB (+), cair (-), ampas (+), lendir (-), darah (-) warna kuning (+),
makan (<), minum (+), keringat malam hari (-).

Hari Setelah Masuk Rumah Sakit (HMRS).


Pasien masih panas nglemeng (+), lemas (+), badan menggigil (-),
mimisan (-), batuk (-), pilek (-), mual/muntah (-/+) sebanyak 1 kali dan
sebanyak 0,5 gelas beimbing, perut sakit (-), BAK (+), nyeri waktu
buang air kecil (-), BAB (+), cair (-), ampas (+), lendir (-), darah (-)
warna kuning (+), makan (<), minum (+), keringat malam hari (-).

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat menderita keluhan serupa sebelumnya disangkal.

Riwayat jajan sembarangan disangkal.

Riwayat berpergian jauh disangkal.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Anggota keluarga tidak ada yang mengalami seperti keluhan pasien.

Anggota keluarga tidak ada yang mengalami gejala infeksi, demam


berdarah, malaria.

d. Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah penderita bekerja sebagai karyawan swasta


Ibu penderita adalah ibu rumah tangga.
Pasien tinggal bersama ayah, ibu. Biaya pengobatan ditanggung

sendiri.
Kesan sosial ekonomi : cukup
5

e. Riwayat pemeliharaan prenatal

Pemeriksaan selama kehamilan

: 1x/bulan selama hamil di Bidan

Penyakit selama kehamilan

: Disangkal

Pendarahan selama kehamilan

: Disangkal

Riwayat trauma saat hamil

: Disangkal

Obat diminum selama kehamilan

: vitamin dan tablet penambah

darah
Kesan : Riwayat pemeliharaan prenatal baik
f. Riwayat kelahiran

Anak laki-laki lahir dari ibu G1P0A0 hamil 38 minggu, lahir secara
spontan. Persalinan ditolong oleh bidan, anak lahir langsung menangis.

BB lahir
: 2800 gram.
PB lahir
: 49 cm
LK & LD saat lahir : Ibu Lupa
Kesan : neonatus aterm, sesuai masa kehamilan, lahir secara spontan

g. Riwayat Imunisasi
BCG

: 1x umur 1 bulan

DPT

: 4x (2,4,6,18) bulan

Polio

: 5x (0,2,4,6,18) bulan

Hepatitis B

: 3x umur (0,1,6) bulan

Campak

: 1x umur 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap tepat bulan


h. Riwayat Gizi
ASI

: Diberikan sejak lahir sampai usia 1 tahun lebih 3 bulan

Susu Formula

: Diberikan susu SGM mulai umur 6 bulan

MP Asi

: Bubur susu usia 6-8 bulan, bubur nasi sejak 8-12 bulan,
dan makanan padat biasa (sayur, buah dan lauk pauk)
sejak 1,5 tahun sampai sekarang

Status Gizi menurut BMI


Berat Badan

: 37 Kg
6

Tinggi badan

: 138 cm

Usia

: 9 tahun

BMI = BB (Kg) x 100%


TB (m)2
= 37 Kg
(1,38 m)2
= 37 Kg = 19,47 (normal)
1,9 m

Kesan : Status gizi baik, dengan perawakan baik.


i.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak

Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2800 gram, panjang badan lahir tidak ingat, berat
badan sekarang 37 kg, tinggi badan sekarang 138cm.

Perkembangan :
o Usia 2 bulan

: senyum, mengangkat kepala

o Usia 3 bulan

: miring

o Usia 4 bulan

: tengkurap

o Usia 5 bulan

: duduk dengan dibantu, bicara satu suku

kata
o Usia 6 bulan

: merangkak

o Usia 7 bulan

: berdiri dibantu

o Usia 9 bulan

: berdiri

o Usia 12 bulan

: bicara kata-kata pendek, berjalan pelan

o Usia 14 bulan

: berjalan pelan, mengucap kata pendek

o Usia 18-24 bulan

menyusun

kata,

bersosialisasi,

mengucap kata membentuk kalimat runtut


o Usia 2-3 tahun

: belajar meloncat, memanjat, menyusun

kalimat.

Kesan : Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan dalam batas


normal sesuai dengan usia.
2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 16 Mei 2016 pukul 11.00 WIB di Bangsal Dahlia.
Status Present
Jenis kelamin

: Laki-laki

Usia

: 9 tahun

Berat badan

: 37 kg

Tinggi badan

: 138 cm

Tanda vital

: Nadi = 92 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup.


: RR

= 22 x/menit, reguler, thoracoabdominal

:t

= 37,2o C (aksila)

KU/Kesadaran

: Lemah / Komposmentis

Kepala

: Mesosephal, bentuk dan ukuran normal

Rambut

: Hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: Conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

Telinga

: discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik (-/-),

Hidung

: Simetris, nafas cuping (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)

Mulut

: Sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-).

Leher

: Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-),

Kulit

: Ptechie (-).

Thorak : Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus kordis teraba di sela iga IV, linea mediclavikula


sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat

Perkusi

: Redup
Batas atas

: ICS II linea parasternal sinistra

Pinggang

: ICS III linea parasternal sinistra

Batas kiri bawah : ICS IV linea midclavicularis sinistra


Batas kanan

: ICS IV linea sternalis dextra


8

Auskultasi

: Suara jantung I dan II normal, Suara tambahan (-)

Thorax : Paru-paru
Inspeksi

: Hemithorax sinistra dan dextra simetris dalam statis dan


dinamis, tidak ada retraksi

Palpasi

: Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler. Suara tambahan : wheezing (-/-),


ronki basah kasar (-/-)

Abdomen :
Inspeksi

: permukaan datar

Auskultasi

: bising usus

Palpasi

: supel, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan lepas (-),


turgor cukup, hepar dalam batas normal.

Perkusi

: timpani di seluruh kuadran, pekak alih (+) normal, pekak


sisih (+) normal, tes undulasi (+) normal

Ekstremitas :
Superior

Inferior

Sianosis

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

Oedem

-/-

-/-

Capillary refill

< 2

< 2

Petechie

-/-

-/-

3. Pemeriksaan penunjang
Tanggal : 16 Mei 2016

Pemeriksaan Darah Rutin


Darah Rutin
Hb
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Kesan :

Hasil
11,0 gr/dl
2,8 x

Nilai Rujukan
11,5 16,5 gr/dl

/ul

4,0 10,0 x 103 /ul

47 x 103 /ul
35,3%
Trombositopenia

150 500 x 103 /ul


35,0 49,0 %

Tanggal : 17 Mei 2016

Pemeriksaan Darah Rutin


Darah Rutin
Hb
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Kesan :

Hasil
11,5 gr/dl
2,7 x

Nilai Rujukan
11,5 16,5 gr/dl

/ul

4,0 10,0 x 103 /ul

35 x 103 /ul
37,4 %
Trombositopenia

150 500 x 103 /ul


35,0 49,0 %

Tanggal : 18 Mei 2016

Pemeriksaan Darah Rutin


Darah Rutin
Hb
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Kesan :

Hasil
11,6 gr/dl
2,8 x

Nilai Rujukan
11,5 16,5 gr/dl

/ul

4,0 10,0 x 103 /ul

26 x 103 /ul
35,3 %
Trombositopenia

150 500 x 103 /ul


35,0 49,0 %

Tanggal : 19 Mei 2016

Pemeriksaan Darah Rutin


Darah Rutin
Hb
Leukosit

Hasil
11,2 gr/dl
3,6 x

/ul

Nilai Rujukan
11,5 16,5 gr/dl
4,0 10,0 x 103 /ul
10

Trombosit
Hematokrit
Kesan :

34 x 103 /ul
34,4 %
Trombositopenia

150 500 x 103 /ul


35,0 49,0 %

Tanggal : 20 Mei 2016

Pemeriksaan Darah Rutin


Darah Rutin
Hb
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Kesan :

Hasil
11,6 gr/dl
3,9 x

Nilai Rujukan
11,5 16,5 gr/dl

/ul

4,0 10,0 x 103 /ul

93 x 103 /ul
36,0 %
Trombositopenia

150 500 x 103 /ul


35,0 49,0 %

Tanggal : 21 Mei 2016

Pemeriksaan Darah Rutin


Darah Rutin
Hb
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Kesan :

Hasil
11,2 gr/dl
3,2 x

Nilai Rujukan
11,5 16,5 gr/dl

/ul

4,0 10,0 x 103 /ul

128 x 103 /ul


34,4 %
Trombositopenia

150 500 x 103 /ul


35,0 49,0 %

C. RESUME
I.

II.

Pemeriksaan Subyektif
1) Demam (6 hari sebelum pemeriksaan) tanpa sebab yang jelas
diamana demamnya tidak tinggi / subfebris.
2) Mimisan (+) 6 hari sebelum pemeriksaan
3) Penurunan nafsu makan
4) muntah (+) 4x dalam seminggu terakhir,
5) Riwayat bepergian jauh disangkal
6) Riwayat jajan sembaranagan disangkal
7) Anak tampak lesu tidak seaktif biasanya.
Pemeriksaan Obyektif
- Didapatkan T : 37,2 C (aksila)
11

- Keadaan Umum : pasien tampak lesu


Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Darah Rutin : trombositopenia

III.

D. DIAGNOSA BANDING
- Demam Malaria
- Demam Tifoid
- Demam Chikungunya
E. DIAGNOSA SEMENTARA
-

DHF Grade II

F. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Infus RL 20 tpm
Injeksi cefotaxime 3 x 500 mg
Injeksi ranitidine 3 x ampul

P.O
Paracetamol

tab

3 x 250 mg

Ondancetron

tab

2 x 2 mg

b. Edukasi
Anjurkan anak tirah baring selama masih demam.
Bila perlu, anjurkan kompres air hangat.
Perbanyak asupan cairan per oral: air putih, oralit.
Nasehati orang tua anak untuk memonitor keadaan umum dan suhu.
Segera panggil dokter atau perawat bila anak gelisah, lemas, muntah terus
menerus, tidak sadar, tangan / kaki teraba dingin, atau timbul perdarahan.
G. PROGNOSA
Qua ad vitam

: ad bonam

Qua ad sanam

: ad bonam

Qua ad fungsionam

: ad bonam
12

H. PERJALANAN PENYAKIT
Waktu

Hari ke-1 perawatan

Hari ke-2 perawatan

Tanggal

16 Mei 2016

17 Mei 2016

Keluhan : demam (-),BAB &

Keluhan : demam (-),BAB & BAK

BAK normal, ma/mi (+/+),

normal,

batuk (-), pilek (-), kejang (-),

batuk (-), pilek (-), kejang (-), sesak

sesak (-), mual (+), muntah (+)

(-), mual (-), muntah (-)

PF : t : 37,2 N : 104x/menit,

PF : t : 37 N : 112 x/menit, RR : 20

RR : 24 x/menit

x/menit

KU

: Baik

KU

nafsu

makan

menurun,

: Baik
13

Kesadaran : composmentis

Kesadaran

: composmentis

Kepala

: mesocephale

Kepala

: mesocephale

Mata

: CA (-/-) SI (-/-)

Mata

: CA (-/-) SI (-/-)

Mulut

: dbn

Mulut

: dbn

leher

: dbn

leher

: dbn

Thorax

: simetris (+)

Thorax

: simetris (+)

Abdomen : BU (+),

Abdomen

: BU (+),

Ekstremitas : akral dingin (-)

Ekstremitas : akral dingin (-)

Assesment : DHF Grade II.

Assesment : DHF Grade II.

Px Darah Hb : 11,0 gr/dl


rutin

Terapi

Hb : 11,5 gr/dl

Leukosit : 2,8 x 103 /ul

Leukosit : 2,7 x 103 /ul

Trombosit : 47 x 103 /ul

Trombosit : 35 x 103 /ul

Hematokrit : 35,3 %
Infus RL 20 tpm

Hematokrit : 37,4 %
Infus RL 20 tpm

Injeksi cefotaxime 3 x 500


mg

Injeksi ranitidine 3 x

Injeksi cefotaxime 3 x 500 mg

Injeksi ranitidine 3 x ampul

Paracetamol tab 3 x 250mg

P.O

ampul
P.O

Paracetamol tab

3 x 250

mg

Ondancetron tab

2x2

mg
Waktu

Hari ke-3 perawatan

Hari ke-4 perawatan

Tanggal

18 Mei 2016

19 Mei 2016

14

Keluhan : demam (-), BAB &

Keluhan : demam (-),BAB & BAK

BAK normal, nafsu makan

normal, ma/mi (+/+), batuk (-), pilek

menurun, batuk (-), pilek (-),

(-), kejang (-), sesak (-), mual (-),

kejang (-), sesak (-), mual (-),

muntah (-)

muntah (-)

PF : t : 37,0 N : 104x/menit,

Terapi

32 x/menit

RR : 28 x/menit

KU

KU

Kesadaran : composmentis

Kesadaran : composmentis

Kepala

: mesocephale

Kepala

: mesocephale

Mata

: CA (-/-) SI (-/-)

Mata

: CA (-/-) SI (-/-)

Mulut

: dbn

Mulut

: dbn

leher

: dbn

leher

: dbn

Thorax

: simetris (+)

Thorax

: simetris (+)

Abdomen : BU (+),

Abdomen : BU (+),

Ekstremitas: akral dingin (-)

Ekstremitas: akral dingin (-)

Assesment : DHF Grade II.

: Baik

Assesment : DHF Grade II.


Px Darah Hb : 11,6 gr/dl
rutin

PF : t : 37,1 N : 100 x/menit, RR :


: Baik

Hb : 11,2 gr/dl

Leukosti : 2,8 x 103 /ul

Leukosit : 3,6 x 103 /ul

Trombosit : 26 x 103 /ul

Trombosit : 34 x 103 /ul

Hematokrit : 35,3 %

Infus RL 20 tpm

Hematokrit : 34,4 %

Infus RL 20 tpm

Injeksi cefotaxime 3 x 500

mg

Injeksi

Injeksi cefotaxime 3 x 500 mg

ranitidine

3x

P.O

ampul

Injeksi ranitidine 3 x ampul

Paracetamol tab 3 x 250mg

P.O

Waktu

Paracetamol tab 3 x 250 mg

Hari ke-4 perawatan

Hari ke-5 perawatan

15

Tanggal

20 Mei 2016

21 Mei 2016

Keluhan : demam (-),BAB &

Keluhan : demam (-),BAB (+) BAK

BAK normal, ma/mi (+/+),

normal, nafsu makan baik, batuk (-),

batuk (-), pilek (+), kejang (-),

pilek (+), kejang (-), sesak (-), mual

sesak (-), mual (-), muntah (-)

(-), muntah (-)

PF : t : 36,5 N : 108 x/menit,

PF : t : 36,5 N : 100 x/menit, RR :

RR : 28 x/menit

22 x/menit

KU

KU

Kesadaran : composmentis

Kesadaran : composmentis

Kepala

: mesocephale

Kepala

: mesocephale

Mata

: CA (-/-) SI (-/-)

Mata

: CA (-/-) SI (-/-)

Mulut

: dbn

Mulut

: dbn

leher

: dbn

leher

: dbn

Thorax

: simetris (+)

Thorax

: simetris (+)

Abdomen : BU (+),

Abdomen : BU (+),

Ekstremitas: akral dingin (-)

Ekstremitas: akral dingin (-)

: Baik

Assesment : DHF Grade II.


Px Darah Hb : 11,6 gr/dl
rutin

Terapi

: Baik

Assesment : DHF Grade II.


Hb : 11,2 gr/dl

Leukosit : 3,9 x 103 /ul

Leukosit : 3,2 x 103 /ul

Trombosit : 93 x 103 /ul

Trombosit : 128 x 103 /ul

Hematokrit : 36,0 %
Infus RL 20 tpm

Hematokrit : 34,4 %
P.O

Injeksi cefotaxime 3 x 500

Paracetamol tab 3 x 250 mg

mg

Cefixime

Injeksi ranitidine

tab 2 x 100 mg

3 x

ampul
P.O

Paracetamol tab 3 x 250 mg

16

BAB II
PEMBAHASAN
1.

Definisi
Penyakit Dangue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus

(arthropadborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes


albopictuse dan Aedes aegypti). Sampai sekarang dikenal ada 4 jenis virus dangue
yang dapat menimbulkan penyakit, baik demam dangue maupun demam berdarah.
Demam Berdarah Dangue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dangue I, II,
II, dan IV yang

ditularkan

oleh nyamuk

Aedes Aegypti

dan

Aedes

Albocpitus(Soegijanto, 2004).

17

2.

Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan

Karibia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita
DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya
meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya,
yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah
kasus meninggal sebanyak 871 penderita (Depkes, 2014).
3.

Etiologi
Penyebab penyakit demam berdarah dangue pada seseorang adalah virus

dangue termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe,
yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke empat serotip ini ada di Indonesia,
dan dilaporkan bahwa serotip virus DEN-3 sering menimbulkan wabah
(Syahruman, 1988). Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relative labil
terhadap suhu dan faKtor kimiawai lain serta masa viremia yang pendek. Virus
DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi
oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung 2 protein yaitu selubung protein E
dan protein membrane M.
4.

Patofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas

vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,


sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat. (Gubler, 1998). Jika
penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan
DSS melibatkan 3 faktor, yaitu perubahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan
koagulasi (Soegijanto, 2004).
5.

Patogenesis
Virus dangue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes

aegypty atau Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ hepar, nodus
limfaticus, sumsum tulang belakang, dan paru. Dalam peredaran darah, virus
18

tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup
dan mengadakan multifikasi dalam sel tersebut. Infeksivirus dangue dimulai dengan
menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel
sel, genom virus membentuk komponen-komponenya. Setelah terbentuk, virus
dilepaskan dari sel. Proses perkembangbiakan sel virus DEN terjadi di sitoplasma
sel. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap
serotype tersebut tetapi tidak ada cross protectif terhadap serotip virus yang lain
(Kurane & Francis, 1992).
Beberapa teori mengenai terjadinya DBD dan DSS antara lain adalah:
a. Teori Antigen Antibodi
Virus dangue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan
antibody, membentuk virus antibody kompleks (komplek imun) yang akan
mengaktifasi komplemen. Aktifasi ini akan menghasilkan anafilaktosin C3A
dan C5A yang akan merupakan mediator yang mempunyai efek farmakologis
cepat dan pendek. Bahan ini bersifat fasoaktif dan prokoagulant sehingga
menimbulkan kebococran plasma (hipovolemik syok dan perdarahan.
(Soewandoyo, 1998).
b. Teori Infection Enhancing Antibody
Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuclear merangsang
terbentuknya antibody nonnetralisasi. Antigen dangue lebih banyak didapat
pada sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian ini
antibody nonnetralisasi berupaya melekat pada sekeliling permukaan sel
makrofag yang beredar dan tidak melekat pada sel makrofag yang menetapdi
jaringan. Makrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat
opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi.
Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan sitokin
yang memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi. Bahan-bahan mediator
tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan
system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan
perdarahan. (Wang, 1995).
c. Teori mediator
19

Teori mediator didasarkan pada beberapa hal:


1) Kelanjutan dari teori antibody enhancing, bahwa makrofag yang terinfeksi
virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan mekanismme sitokin
kerja adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh
rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi,
proliferasi dan diferensiasi limfosit, sebagai activator sel inflamasi
nonspesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan deferensiasi lekosit
matur (Khana, 1990).
2) Kejadian masa krisis pada DBD selama 48-72 jam, berlangsung sangat
pendek. Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat, dan praktis
tidak ada gejala sisa.
3) Dari kalangan ahli syok bacterial, mengambil perbandingan bahwa pada
syok septic banyak berhubungan dengan mediator.
Menurut Suvatte (1977) patogenesis DBD dan DSS adalah masih merupakan
masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan DSS
adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau
hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung
bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus
dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita
DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus
lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi
yang kemudian berikatan dengan reseptor dari membran sel leokosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh
tubuh

sehingga

akan

bebas

melakukan

replikasi

dalam

sel

makrofag.

Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE),

suatu

proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Suvatte, 1977).
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan

terjadi dalam waktu

beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan


20

menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus
dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah banyak.
kompleks antigen-antibodi

Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus


(virus antibody compleks) yang selanjutnya akan

mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi
C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular (Suvatte,
1977).
Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih
dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti
dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak
ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat
berakhir fatal. Oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah
kematian (Suvatte, 1977).
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang
lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu.

Virus

mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh

nyamuk.

Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai
potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai
kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar (Suvatte, 1977).
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi
selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada

DBD. Agregasi

trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada


membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat),
sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan

oleh

RES

(reticulo

endothelial

system)

sehingga

terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet


faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi
21

intravaskular

deseminata),

ditandai

dengan

peningkatan

FDP (fibrinogen

degredation product) sehingga terjadi penurunan factor pembekuan. Agregasi


trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun
jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi factor Hageman sehingga terjadi aktivasi
sistem kinin sehingga memacu peningkatan

permeabilitas kapiler yang dapat

mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
trombosit, dankerusakan

dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan

mempercepat syok yang terjadi (Suvatte, 1977).


6. Klasifikasi
WHO (1997) membagi DBD menjadi 4 (Vasanwala dkk, 2011):
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala
klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan
spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti
mimisan, muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar
mulut, hidung dan jari (tanda-tandadini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
7. Manifestasi Klinis
a. Demam
Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang mendadak
tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari
(Bagian Patologi Klinik, 2009). Naik turun dan tidak berhasil dengan
pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3 dan ke-7
dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan hidung teraba
dingin dan lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5. Demam akut (38-40 C)

22

dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta seperti ,
anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.

Gambar: Kurva suhu pada DHF


b. Perdarahan
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam.
Bentuk perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan
fraglita kapiler meingkat (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kondisi seperti ini
juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll. Perdarahan
tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan perdarahan gusi,
hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika terdapat lebih dari 20 ptekie
dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.
c. Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai
ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4
cm di bawah lengkungan iga kanan (Bagian Patologi Klinik, 2009). Derajat
pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri tekan
pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.
d. Renjatan (Syok)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-7
sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya mempunyai
prognosa buruk (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kegagalan sirkulasi ini
ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai penurunan tekanan

23

nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan tekanan darah kurang
dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien terlihat gelisah.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) ( 100000/I)
2) Hematokrit meningkat 20%, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti
pada

DBD

dengan

dua

kriteria

tersebut

ditambah

terjadinya

trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi


hemaglutnasi (Brasier, Ju, Garcia, Spratt, Forshey, Helsey, 2012).

Gambar: Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan DHF


3) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.
4) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga
5) Masa perdarahan memanjang
6) Protein rendah (hipoproteinemia)
7) Natrium rendah (hiponatremia)
8) SGOT/SGPT beisa meningkat
9) Asidosis metabolic
10) Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
b. Urine
Kadar albumine urine positif (albuminuria) (Vasanwala, Puvanendran, Chong,
Ng, Suhail, Lee, 2011).
c. Foto thorax

24

Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi
lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.

d. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai
pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan dapat
diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan
pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan

sebagai alat menentukan

diagnose penyakit yang mungkin muncul lebih berat misalnya dengan melihat
ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pancreas.
e. Diagnosis Serologis
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitive
namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama sekali (>48 tahun)
sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi-epidemioligi. Untuk
diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut
atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesen daianggap
sebagai presumtif (+) atau di dugan keras positif infeksu dengue yang baru
terjadi (Vasanwala dkk, 2011).
2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan
butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan
beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
3) Uji neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya memamkai
cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu berdasarkan
adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Anti body neutralisasi dapat
dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibody HI tetapi lebih cepat
dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8 tahun). Prosedur
uji ini rumit dan butuh waktu lama sehingga tidak rutin digunakan
(Vasanwala dkk, 2011).
4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
25

Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus
dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila IgM
negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM msih negative
maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam darah samapi
2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa sedikit di
bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu
serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI (Vasanwala
dkk, 2011).
5) Identifikasi Virus
Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase chain
reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap serotype
tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini
dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari darah,
jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitifitas PCR sama dengan isolasi
virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan specimen
yang kurang baik bahkan adanya antibody dalam darah juga tidak
mempengaruhi hasil dari PCR (Vasanwala dkk, 2011).
9. Penatalaksanaan
a.Pre Hospital
Penatalaksanaanprehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu
pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah.
DinasKesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan
meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan
memberantas jentik ditempat perkembangbiakan dengan cara 4M Plus:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi / WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali.
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain.
3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan.
4) Menghindari gigitan nyamuk.

26

Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan


nyamuk dengan cara:
1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit
dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau
Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali dengan
takaran

10

gram

Abate

sendok

makan

peres)

untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( 1/4 sendok
makan peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat diperoleh di
puskesmas atau di apotik.
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.


Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk
Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar
Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus
positif DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah
tersebut ditemukan banyak jentik nyamuk.
Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya mengalami

demam tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh kekurangan


cairan karena penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai adalah muntah
atau intake tidak adekuat (tidak mau minum), akhirnya jatuh dalam kondisi
dehidarasi.

Pertolongan

pertama

yang

dapat

diberikan

adalah

mengembalikan cairan tubuh yaitu meberikan minum 2 liter/hari (kira


kira 8 gelas) atau 3 sendok makan tiap 15 menit. Minuman yang diberikan
sesuai selera misalnya air putih, air teh manis, sirup, sari buah, susu, oralit,
shoft drink, dapat juga diberikan nutricious diet yang banyak beredar saat
ini. Untuk mengetahui pemberian cairan cukup atau masih kurang,
perhatikan jumlah atau frakuensi kencing. Frekuansi buang air kecil
minimal 6 kali sehari menunjukkan pemberian cairan mencukupi (IDAI,
2009).
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit, tapi
butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah sebagai
berikut (WHO, 1999):
27

1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari


(lebih banyak lebih baik)
2) Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas.
Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih
dari 4 kali sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen,
sebab dapat menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.
3) Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan
( pocari sweet )
4) Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan
trombosit
5) Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas
yang banyak
6) Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut
ini :
a) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
b) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Jenis

minuman yang di rekomendasikan bagi penderita DBD

merupakan sebagian dari obat demam berdarah yang dimaksudkan


untuk menghindari pasien dari kekurangan cairan, antara lain :
a) Jus Buah
Untuk mengatasi kekurangan cairan karena demam berdarah
dapat memberikan banyak cairan berupa air jus. Tidak selalu harus
jus jambu biji, bisa memberikan jus buah lain seperti jus pepaya,
jeruk, atau jus mangga. Dengan kadar air dalam buah berhitung
tinggi antara 65 sampai 92 persen, sehingga bisa mensuplai atau
menutupi kekurangan cairan akibat merembesnya plasma darah
keluar dari pembuluh.
b) Air Kelapa Muda
28

Air kelapa muda banyak megandung mineral kalium, sodium,


klorida, dan magnesium. Zat-zat ini adalah elektrolit yang
dibutuhkan tubuh untuk membantu mengatasi ancaman syok pada
kondisi kekurangan cairan. Selain kalium, juga mengandung gula,
vitamin B dan C dan protein. Komposisi gula dan mineral yang
terdapat dalam air ini begitu sempurna, sehingga memiliki
keseimbangan yang mirip dengan cairan tubuh manusia.
c) Air Heksagonal
Air heksagonal merupakan air yang banyak mengandung
oksigen, air telah banyak dikembangkan untuk membantu
metabolisme tubuh sehingga bisa menjaga stamina dan vitalitas,
termasuk bagi yang menderita demam berdarah.
d) Alang-Alang
Dalam

kandungan

Alang-alang

terdapat

manitol,

glukosa,

sakharosa, malic acid, citric acid, coixol, arundoin, cylindrin,


fernenol, simiarenol, anemonin, asam kersik, damar, dan logam
alkali. Dilihat dari kandungan-kandungan tersebut, alang-alang
bersifat antipiretik (menurunkan panas), diuretik (meluruhkan
kemih),

hemostatik

(menghentikan

perdarahan),

dan

menghilangkan haus.
Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka
perlu diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan
akibat demam tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang
pada anak sehingga harus diberikan obat penurun panas. Untuk
menurunkan demam, berilah obat penurun panas. Untuk jenis obat penurun
panas ini harus dipilih obat yang berasal dari golongan parasetamol atau
asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal atau aspirin oleh karena
dapat merangsang lambung sehingga akan memperberat bila terdapat
perdarahan lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita
demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan
kompres dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak
29

menggigil. Sebagai tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang


demam disamping obat penurun panas dapat diberikan obat anti kejang
(IDAI, 2009).
IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik
karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka
akan menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi
perdarahan hebat penderita akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok
terjadi dalam waktu yang lama, penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak
syok dapat menyebabkan semua organ tubuh akan kekurangan oksigen dan
akhirnya menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu
penderita harus segera dibawa kerumah sakit bila terdapat tanda gejala
dibawah ini:
1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Muntah terus menerus


Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran
Kejang
Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
Nyeri perut hebat
Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat,
seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus,

kencing berkurang atau tidak ada sama sekali


8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah atau
penurunan jumlah trombosit
Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk membantu
dalam menangani penyakit demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota
Denpasar mengarahkan apabila ada penderita yang terkena demam
berdarah maka harus segera melaporkan Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau
sarana pelayanan kesehatan terdekat bila ada anggota masyarakat yang
terkena DBD.
Penelitian oleh Kandou, Grace D (2006) pelatihan uji tourniquet bagi
kader kesehatan sebagai salah satu cara deteksi dini demam berdarah
dengue memberikan gambaran bahwa setelah diberikan penyuluhan dan
30

simulasi pemeriksaan uji tourniquet terjadi perubahan yang bermakna


dimana para kader menjadi tahu dan paham tentang penyakit demam
berdarah Dengue serta cara deteksi dini sederhana yang dapat dilakukan
sebelum merujuk penderita ketempat pelayanan kesehatan.
b.Intra Hospital di Unit Gawat Darurat
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan
pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain
adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan
perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD
sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik,
hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana
DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu
turun (the time of defervescence) yang merupakan ease awal terjadinya
kegagalan

sirkulasi,

dengan

melakukan

observasi

klinis

disertai

pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD


terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat
diketahui dari peningkatan kadar hematokrit (DepKes RI, 2005).
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2
trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan
hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit
20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi
untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai
cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat
ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan
hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit <
50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di

31

Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah
sakit kelas B danA (DepKes RI, 2005).
1) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana
DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk
mencegahdehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh
karena tidak mauminum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan,
maka cairan intravenarumatan perlu diberikan. Antipiretik kadangkadang diperlukan, tetapi perludiperhatikan bahwa antipiretik tidak
dapat

mengurangi

lama

demam

padaDBD.

Parasetamol

direkomendasikan untuk pemberian atau dapat disederhanakan seperti


tertera pada Tabel 1.Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul
sebagai akibat demam tinggi,anoreksia danmuntah. Jenis minuman
yang dianjurkan adalah jus buah, airteh manis, sirup, susu, serta larutan
oralit. Pasien perlu diberikan minum 50ml/kg BB dalam 4-6 jam
pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasianak diberikan cairan
rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayiyang masih
minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bilaterjadi
kejang

demam,

disamping

antipiretik

diberikan

antikonvulsif

selamademam (DepKes RI, 2005).

Tabel 1
Dosis Parasetamol Menurut umur
Umur (Tahun)

Parasetaol (tiap kali pemberian)


Dosis (mg)
Tablet (1 tab = 500
mg)
32

<1
1-3
4-6
7-12

60
60-125
125-250
250-500

1/8
1/8-1/4
1/4-1/2
1/2-1

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin


terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada
umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit
berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
kebocoran

plasma

danpedoman

kebutuhan

cairan

intravena.

Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan


tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal
satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila
sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin
dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif.
Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai
Ht = 3 x kadar Hb (DepKes RI, 2005).
a) Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi
pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok)
maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma
yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus
diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal
dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok
mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28
jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar
hematokrit, danjumlah volume urin (DepKes RI, 2005).
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin
mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan
intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak
33

mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan


minum

per oral, ditakutkan

terjadinya

dehidrasi

sehingga

mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung


meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan
tergantung

dari

derajat

dehidrasi

dankehilangan

elektrolit,

dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila


terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB
intravena bolus perlahan-lahan (DepKes RI, 2005).
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.
Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk
dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan +
defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini
(DepKes RI, 2005).
Tabel 2
Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang
(defisit cairan 5 8 %)
Berat Badan waktu masuk

Jumlah cairan Ml/kg berat

RS ( kg )
<7
7-11
12-18
>18

badan per hari


220
165
132
88

Pemilihan

jenis

danvolume

cairan

yang

diperlukan

tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajat


kehilangan

plasma,

hemokonsentrasi.

Pada

yang

sesuai

dengan

derajat

anak

gemuk,

kebutuhan

cairan

disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang


sama (DepKes RI, 2005).
2) Sindrom Syok Dengue
Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah
pengobatan yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan
34

volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syek dansembuh


kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan
tensi tak terukur dantekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan
kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok
teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB (DepKes RI, 2005).
a) Penggantian Volume Plasma Segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20
ml/kg BB. Tetesandiberikan secepat mungkin maksimal 30 menit.
Pada anak dengan berat badanlebih, diberi cairan sesuai berat BB
ideal danumur 10 mm/kg BB/jam, bila tidakada perbaikan
pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila
syokbelum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid
dengan tetesan 10ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop
pemberian kristaloid danberi cairankoloid (dekstran 40 atau plasma)
10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberiankoloid tidak melebihi
30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari,sebaiknya
tidak

diberikan

pada

saat

perdarahan.

Setelah

pemberian

cairanresusitasi kristaloid dankoloid syok masih menetap sedangkan


kadarhematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka
dianjurkanpemberian

transfusi

darah

segar.

Apabila

kadar

hematokrit tetap > tinggi,maka berikan darah dalam volume kecil


(10 ml/kg BB/jam) dapat diulangsampai 30 ml/kgBB/ 24 jam.
Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infusedikurangi bertahap
sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit (DepKes RI, 2005).
b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital
telah membaikdankadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera
diturunkan menjadi 10ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan
tergantung dari kehilangan plasmayang terjadi selama 24-48 jam.
Pemasangan CVP yang ada kadangkala padapasien SSD berat, saat
ini tidak dianjurkan lagi.Cairan intravena dapat dihentikan apabila
35

hematokrit telah turun,dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah


urin/ml/kg BB/jam atau lebihmerupakan indikasi bahwa keadaaan
sirkulasi membaik (DepKes RI, 2005).
Pada umumnya,cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam
syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang
berlebih pada saat terjadi reabsorpsiplasma dari ekstravaskular
(ditandai dengan penurunan kadar hematokritsetelah pemberian
cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemiadengan
akibat edema paru dangagal jantung. Penurunan hematokrit pada
saatreabsorbsi

plasma

ini

jangan

dianggap

sebagai

tanda

perdarahan, tetapidisebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat,


tekanan darah normal, dieresiscukup, tanda vital baik, merupakan
tanda terjadinya fase reabsorbsi (DepKes RI, 2005).
c) Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien
DBD/SSD, makaanalisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu
diperiksa pada DBD berat.Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan
memacu terjadinya KID, sehinggatatalaksana pasien menjadi lebih
kompleks.Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma
diberikan secepatnya dandilakukan koreksi asidosis dengan natrium
bikarbonat, maka perdarahansebagai akibat KID, tidak akan tejadi
sehingga heparin tidak diperlukan (DepKes RI, 2005).

d) Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua
pasien

syok.

Dianjurkan

pemberian

oksigen

dengan

mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak


seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen
(DepKes RI, 2005).
e) Transfusi Darah

36

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan


pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan
(prolonged shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada
keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk
mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila
disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit(misalnya dari 50%
me.njadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan
cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan.
Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan
karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor
pembesar trombosit (DepKes RI, 2005).
Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien
dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok
berat dan menyebabkan perdarahan masif

sehingga dapat

menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu


tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation
products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi
terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan hematologis
tersebut juga menentukan prognosis (DepKes RI, 2005).
f) Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi
secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada monitoring adalah:
-

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat


setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai


keadaan klinis pasien stabil.

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai


jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah
cairan yang diberikan sudah mencukupi.

Jumlah dan frekuensi dieresis

37

Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa


penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi
dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang
jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda
overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka
selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan
jumlah diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus dilakukan.
Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya
syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamia
perlu dipertimbangkan (Depkes RI, 2005).
Gejala Klinis
Demam 2-7 hari
Uji Tourniquet (+) atau perdarahan spontan
Laboratorium: Ht tidak meningkat,
Trombositopenia ringan

Pasien tidak dapat minum

Pasien masih dapat minum


Beri Minum banyak 1-2 liter/ hari
atau 1 swndok makan tiap 5 menit
Jenis minum: air putih, teh manis,
jus buah, susu, oralit
Bila suhu > 380 C beri Paracetamol
Jika kejang beri anti convulsi

Alur Tersangka DBD


Monitor gejala klinis dan
laboratorium
Perhatikan tanda syok
Palpasi nadi perifer
Ujur diuresis
Awasi perdarahan
Periksa Hb,Ht dan trombosit tiap 612 jam

Pasang Infus NaCl 0,9%: dektrose


5%(1:3)
Tetesan rumatan sesuai Berat badan
Periksa Ht, Hb, tiap 6 jam,
trombosit tiap 6-12 jam

Tersangka DBD

HT naik dan / atau trombosit turun

Infus ganti RL (tetesan disesuaikan)

Perbaikan klinis dan laboratorium:


10.
11.
Pulang
(Kriteria memulangkan pasien)
Tidak
12. demam selama 24 jam tanpa
antipiretik
13.
Nafsu makan membaik, secara klinis
tampak perbaikan
Hematokrit stabil, jumlah > 50.000/uL
3 hari setelah syock teratasi, tidak
dijumpai distress nafas

38

Cairan Awal
RL/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl +
D5 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor Tanda Vital / nilai Ht dan


Trombosit tiap 6 jam

Tidak ada perbaikan


Gelisah
Distress pernapasan
Frekuensi nadi meningkat
HT tetap tinggi / naik
Tekanan nadi < 20 mmHg
Diuresis kurang/tidak ada

Perbaikan
Tidak gelisah
Nadi kuat
Tekadan Darah stabil
Diuresis Cukup
HT turun (2x pemeriksaan)

Gambar: Alur Tersangaka DBD (Sumber: Depkes RI, 2005)


Tanda vital memburuk
PenatalaksanaanHtDBD
Derajat I dan II
meningkat

Tetesan dikurangi 5
ml/kgBB/jam

Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kg BB/jam

Perbaikan

Perbaikan
Sesuaikan tetesan
3 ml/kg BB/jam

IVFD stop setelah 24-48 jam


Apabila tanda vital dan Hb
stabil, diuresis cukup
14.
15.

Evaluasi 12-24 jam

Tanda vital tidak stabil

Distress nafas
Ht naik
Tekanan nadi < 20 mmHg

HT turun

Koloid 20-30 ml/kgBB/


Tranfusi darah segar 10
ml/kgBB
Indikasi tranfusi:
Syok belum teratasi
39
Perdarahan masif

Perbaikan

Oksigenasi (O2 2-4 lt/mnt)


Penggantian volume plasma segera (cairan
kristaloid isotonis): RL/NaCl 0,9% 20 ml/kgBB
secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit apakah syock teratasi?


Syock teratasi:
Syock teratasi:
Kesaaran menurun
Kesadaran membaik
Tekanan nadi < 20 mmHg
Tekanan nadi > 20 mmHg
Distress nafas/sianosis
Tidak sesak nafas/tidak
Dingin
sianosis
Periksa kadar gula
Ekstremitas hangat
Diuresis cukup 1
ml/kgBB/jam
Lanjutkan cairan 15-20
ml/kgBB/jam
Gambar: Penatalaksanaan DBD derajat I dan II (Sumber:
Depkes RI,
Tambahkan
Penatalaksanaan DBD Derajat II
dan III
koloid/plasma
dekstran /FFP 10-20
Cairan & tetesan disesuaikan
(max 30 ml/kgBB)
10 ml/kgBB/jam
DBD Derajat III dan IV
Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam
Evaluasi ketat
Tanda vital
Tanda Perdarahan
Diuresis
Pantau Hb, Ht, trombosit

Stabil dalam 24 jam


Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Hb stabil alam 2 x periksa

2005)

Syock belum teratasi

Syok teratasi

Ht menurun

Ht tetap tinggi/ meningkat


Koloid 20 ml/kgBB

Tetesan 3 ml/kgBB/jam

40
Infus stop tidak lebih 48 jam
Setelah syok teratasi

Gambar: Penatalaksanaan DBD derajat II dan III (Sumber: Depkes RI, 2005)
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, F.U. 2010. Manajemen demam berdarah berbasis wilayah. Buletin jendela
epidemiologi. 2 (1): 1 3
Bagian Patologi Klinik. (2009). Peran pemeriksaan laboratorium dalam diagnose
Demam Berdarah Dengue. RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Barakah, V. F. 2012. Demam Berdarah tidak ada obatnya, Hanya andalkan cairan.
Detik

Health.

Retrieved

from:

http://health.detik.com/read/2012/06/15/143241/1942274/763/ 18 April 2013


Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S. (2012). A
three-component biomarker panel for prediction of dengue hemorraghic fever.
Am. J. Trop. Med. Hyg. 86(2): 341-348.

41

CDC (Centers for Disease and Prevention). (2010). Dengue Branch.Caada


SanJuan,PuertoRico.From:http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html
diakses 20 April 2013
Danny, Wiradharma. 2009. Diagnosis cepat demam berdarah dengue. Jurnal
Kedokteran Trisakti., 18 (2): 78 79
Depkes, RI., (2005). Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Depkes, RI., (2014). http://www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demamberdarah-biasanya-mulai-meningkat-di-januari.html
Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Waspadalah penyakit demam berdarah dengue.
Retrieved from www.denpasarkota.go.id. 18 april 2013.
Gubler D.J., 1998. The Global Pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever
Current Status and Prospect for the Future. Dengue in Singapore. Technical
Monograph Series No. 2 WHO.
IDAI,
2009.
Apa
itu

demam

berdarah

dengue.

http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel. 18 April 2013


Khana M., Chaturvedi UC, Sharma MC, Panday VC, Mathur A., 1990. Increased
Capillary Permeability Mediated by A Dangue Virus Induced Limphokine.
Immunology Mart, 69;33:449-53
Khie Chen., Herdiman, T., Pohan., Robert., 2009. Diagnosis dan terapi cairan pada
demam berdarah dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. RS Dr.
Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 22. (1): 5 6
Kurane I, Ennis E Francis, 1992. Immunity and Immunopathologi in Dangue Virus
Infection. Seminar Imunology vol 4; 121-127.
Mujida, A.M., Ridwan, A. 2009. Pemetaan dan analisis kejadian demam berdarah
dengue di kaupaten bantaeng.
Phanmeesuk, Y., and Suksin, W. (2009). Nursing Care of Dengue Shock Syndrome
(Case study). Medical Journal of Srisake Surinam Buriram Hospital Vol 24
No.2.
Soegijanto Soegeng, 2004. Demam Berdarah Dangue. Tinjauan dan Temuan Baru di
Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya.
Soewandoyo, E. 1997. Demam Berdarah Dangue pada Orang Dewasa. Gejala Klinik
dan Penatalaksanaannya. Folia Medika Indonesia XXXIII. Juli-September.
Suvatte V. Immunological Aspect of Dangue Haemorrhagic Fever Studies in Thailand.
South East asian J. Trop Med. Pub Haealth, 1987; 1:312-5.
42

Syahruman A., 1998. Beberapa Lahan Penelitian untuk Penanggulangan Demam


Berdarah Dangue. Mikrobiologi Klinik Indonesia. Vol:3:3:87-89.
Vasanwala. F. F., Puvanendran. R., Chong. S. F., Ng. J. M., Suhail. S. M., Lee. K. H.
(2011). Could peak proteinuria determine whether patient with dengue fever
develop dengue hemorraghic/dengue shock syndrome/- A prospective cohort
study. BMC Infectious Diseases.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intrevensi NIC
dan kriteria hasil NOC. EGC. Jakarta.
World Health Organization (WHO). (1999). Guidelines for treatment of dengue
fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi.

43

Anda mungkin juga menyukai