Anda di halaman 1dari 11

Menjawab Tuduhan Bahwa Al-Qur'an

Mengatakan Bumi Itu Datar


Para kafir harby sering kali menuduh Ayat Alquran
tidak ilmiah berkaitan dengan anggapan bahwa menurut
Alquran bumi itu datar. Berikut ini dalil Alquran yang
biasa mereka pakai:
ARGUMEN PERTAMA:
firman Allah Subhanahu Wa Taala dalam Al-Quran
surat Al-Hijr: 19, Dan Kami (Allah) telah
menghamparkan bumi.. Nah lihatlah, kata mereka,
bukankah ayat ini dengan gamblang telah menjelaskan
bahwa bumi itu terhampar, dan tidak dikatakan bulat!
Kemudian mereka pun dengan enteng mengkafirkan
semua orang yang berseberangan faham dengan mereka.
ARGUMEN KEDUA:
adalah firman Allah pada surat Al-Baqarah: 22, Dialah (Allah) yang telah menjadikan bumi
itu sebagai hamparan (firasy) bagimu.
ARGUMEN KETIGA:
adalah firman Allah pada surat Qaf:7, Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan
padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman
yang indah dipandang mata
ARGUMEN KEEMPAT:
adalah firman Allah pada surat An-Naba 78: 6-7, Bukankah Kami telah menjadikan bumi
itu sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak?
ARGUMEN KELIMA
adalah firman Allah pada surat Al-Ghasyiyah : 20, Dan bumi bagaimana dihamparkan ?
Memang secara tekstual, bunyi ayat-ayat di atas mengatakan bahwa bumi ini terhampar,
seumpama firasy, karpet, atau tempat tidur. Namun, apakah sesederhana itu sajakah
memahamkan ayat Al-Quran.? Apakah memahamkan al-Quran yang agung cukup secara
tekstual saja, kemudian mengabaikan arti kontekstualnya? Kalau demikian, yakni AlQuran hanya difahamkan secara tekstual saja, maka pasti akan hilanglah kehebatan dan
keagungan Al-Quran itu. Padahal ada banyak ayat suci Al-Quran dan hadis yang
mendudukkan derajat orang-orang berpengetahuan berada beberapa tingkat di atas orang
awam. Dalam hal ini, pemahaman kontekstual jelas memerlukan daya nalar yang lebih tinggi
dibandingkan sekedar pemahaman tekstual saja. Dengan demikian, pantaslah kiranya jika
Allah dalam Al-Quran dan Nabi dalam banyak hadis beliau, memuji dan menyatakan bahwa
orang yang berilmu pengetahuan, yang memakai akal dan nalar, memiliki derajat yang tinggi
jauh berbeda dengan orang awam.

JAWABAN
Pada surat Al-Hijr ayat 19 dikatakan bahwa Allah telah menghamparkan bumi. Disitu tidak
ada dikatakan bagian yang dihamparkan adalah bagian bumi tertentu, tetapi yang terhampar
adalah bumi secara mutlak. Sehingga dengan demikian, jika kita berada di suatu tempat di
bagian manapun dari pada bumi itu (selatan, barat, utara, dan timur), maka kita akan melihat
bahwa bumi itu datar saja, SEOLAH-OLAH TERHAMPAR di hadapan kita. Kemudian jika
kita berjalan dan terus berjalan dengan mengikuti satu arah yang tetap, maka bumi itu akan
terus menerus kita dapati terhampar di hadapan kita sampai suatu saat kita kembali ke tempat
semula saat awal berjalan. Hal ini telah jelas membuktikan bahwa justru bumi itu bulat
adanya. Sebaliknya, jika saja bumi itu berbentuk kubus, misalnya, maka pasti hamparan itu
suatu saat akan terpotong, dan kita akan menuruni suatu bagian yang menjurang, menurun,
TIDAK LAGI TERHAMPAR..!
Selanjutnya, jika bumi itu adalah sebuah hamparan seperti karpet atau tikar, maka jika ada
orang yang melakukan perjalanan lurus satu arah secara terus menerus, maka orang itu pada
akhir perjalanannya akan sampai pada ujung bumi yang terpotong, dan tidak akan pernah
kembali ke tempatnya semula, di mana dia memulai perjalanannya yang pertama dulu.
Penelitian dan pengalaman manusia telah membuktikan bahwa perjalanan yang dilakukan
secara terus menerus ke satu arah tertentu tidak pernah menemukan ujung dunia yang
terpotong, melainkan terus menerus yang ditemukan hanyalah hamparan demi hamparan di
tanah yang dilalui, untuk kemudian perjalanan itu berakhir pada tempat semula saat
perjalanan pertama dimulai. Hal ini tidak mungkin dapat terjadi jika saja bumi itu tidak bulat
keberadaannya.
Penjelasan yang lebih gamblang adalah pada surat Al-Baqarah ayat 22: Dia (Allah) yang
telah menjadikan bumi itu firasy (hamparan, kapet) BAGIMU Perhatikan kata-kata
bagimu. Al-Quran dalam hal ini, tidak sekedar mengatakan bahwa bumi itu hamparan
umpama karpet saja, kemudian berhenti pada kalimat itu, tapi ada kata tambahan lain yaitu
bagimu. Artinya, bagi kita manusia yang tinggal di atas permukaan bumi ini, bumi terasa
datar. Walaupun, bumi itu pada kenyataannya adalah tidak datar. Hanya TERASA DATAR
bagi kita manusia. Terasa datar bukan berarti benar-benar datar, bukan.?
Penjelasan kata karpet (firasy) bagimu bukankah bisa diartikan sebagai sesuatu yang
berfungsi untuk diduduki atau dipakai tidur, dengan aman dan nyaman?. Kata firasy dalam
bahasa Indonesia dapat diartikan karpet, atau ranjang adalah sesuatu yang nyaman dan aman
dan dipakai untuk tidur. Nampaknya arti seperti ini dapat dipakai, sebab keberadaan struktur
bumi ini memang berlapis-lapis. Bagian intinya sangat panas dengan suhu ribuan derajat
celcius yang mematikan. Namun demikian, pada bagian LAPISAN YANG PALING ATAS,
ada sebuah lapisan keras setebal 70 kilometer, disebut lapisan kerak bumi yang paling aman
dan nyaman, dengan suhu yang aman pula bagi kehidupan. Seolah-olah lapisan bumi bagian
atas itu adalah karpet atau ranjang yang terbentang luas dan melindungi manusia serta
seluruh makhluk Allah yang berada di atasnya, aman dari bahaya lapisan bumi bagian dalam
yang cair, yang sangat panas lagi mematikan itu.
Kemudian dalam QS.Qaf:7, Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya
gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang
indah dipandang mata

Perhatikan gambaran bumi dalam ayat lainnya:


waal-ardha bada dzaalika dahaahaa
[79:30] Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.
tejemahan bahasa Indonesia kembali menyaakan kata ini dengan hamparan.
Lalu ketika Al-Quran menyebut kata al-ardha atau al-ardhi yang diterjemahkan menjadi
bumi, bisa juga merujuk kepada permukaan bumi atau lapisan bumi paling luar tempat
kita berpijak, lihat ayat ini :
walakum fii al-ardhi mustaqarrun wamataaun ilaa hiinin
[2:36] dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu
yang ditentukan.
wa-idzaa tawallaa saaa fii al-ardhi liyufsida fiihaa wayuhlika alhartsa waalnnasla
waallaahu laa yuhibbu alfasaada
[2:205] Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak
menyukai kebinasaan
Ayat-ayat tersebut merupakan sinyal-sinyal ilmiah dari Al-Quran tentang proses
pembentukan kulit bumi, tempat kita berpijak, disitu ada indikasi terjadinya proses yang
berangsur-angsur, mulai dari sedikit lalu meluas menjadi seperti permukaan bumi yang ada
sekarang, ibarat orang menggelar/menghamparkan permadani..
Kata farsya juga diartikan sebagian para ulama dengan alas atau tunggangan. Sebagian
ulama tafsir mengartikan sebagai yang disembelih, dalam hal ini adalah terkait dengan
kambing, domba dan sapi (lihat Tafsir Al-Mishbah Quraish Shihab). Ini menjelaskan bahwa
hewan yang diembelih tersebut bisa dimanfaatkan, misalnya kulitnya sebagai alas untuk
tempat duduk.
wamina al-anaami hamuulatan wafarsyan
[6:142] Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang
untuk disembelih.
Ini dijelaskan dalam ayat Al-Quran yang lain :
waallaahu jaala lakum min buyuutikum sakanan wajaala lakum min juluudi alanaami buyuutan tastakhiffuunahaa yawma zhanikum wayawma iqaamatikum
wamin ashwaafihaa wa-awbaarihaa wa-asyaarihaa atsaatsan wamataaan ilaa hiinin
[16:80] Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia
menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu
merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan
(dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga
dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).
Maka lagi-lagi kata farasy dalam ayat tersebut tidak mengandung unsur datar melainkan
alas tempat duduk. Tentu saja suatu yang dihamparkan/digelar/dibentangkan akan
membentuk sesuai tempat dimana dia dihamparkan, hamparan akan berbentuk melengkung

kalau dasar tempatnya juga melengkung, hamparan akan berbentuk datar kalau dasar
tempatnya juga datar..
Kata tersebut juga dipakai dalam ayat lain :
muttaki-iina alaa furusyin bathaa-inuhaa min istabraqin wajanaa aljannatayni daanin
[55:54] Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutera. Dan buahbuahan di kedua syurga itu dapat (dipetik) dari dekat.
wafurusyin marfuuatin
[56:34] dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
Ayat tersebut juga tidak menyinggung tentang suatu bidang yang datar, tapi mengenai suatu
benda yang dibentangkan untuk tempat duduk-duduk atau istirahat.
alfarasyi dalam ayat ini diartikan sebagai anai-anai/laron yang baru lahir sehingga posisi
mereka bertumpuk-tumpuk bergerak makin lama makin meluas, maka kata ini diikuti dengan
al-mabtsuutsi = bertebaran, menyebar makin lama makin luas, dalam kalimat ini juga tidak
ada korelasi antara kata faraasyi dengan datar, melainkan menjelaskan sesuatu yang
berkembang meluas. Bisa dilihat dalam ayat ini :
yawma yakuunu alnnaasu kaalfaraasyi almabtsuutsi
[101:4] Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran,

Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buahbuahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allah, padahal kamu mengetahui.
alladzii jaala lakumu al-ardha firaasyan
[2:22] Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu
Farasya = fa-ra-syin
Kata tersebut berasal dari kata farasya yang berarti : to spread out, extend, stretch forth,
furnish = menghampar, mempunyai kata turunan : furusy (berbentuk jamak, bentuk
tunggalnya :firasy). Kata firasy berarti : hamparan yang biasanya digunakan untuk duduk
atau berbaring. Dari situ kata tersebut juga bisa diartikan : permadani, kasur atau ranjang.
Dalam kalimat ini tidak ada kaitan sesuatu yang terhampar dengan datar.
Ketahuilah wahai saudaraku seiman, bahwa bumi yang kita tempati ini berbentuk bulat
menurut kesepakatan para ulama. Hal ini mereka nyatakan jauh-jauh hari sebelum para
ilmuwan barat menyatakan hal ini. Berkata Imam Ibnu Hazm dalam Al-Fishal fil Milal wan
Nihal (2/97) : Pasal penjelasan tentang bulatnya bumi. Tidak ada satupun dari ulama kaum
muslimin semoga Allah meridlai mereka- yang mengingkari bahwa bumi itu bulat, dan tidak
dijumpai bantahan atau satu kalimat pun dari salah seorang dari mereka, bahkan al-Quran dan
as-Sunnah telah menguatkan tentang bulatnya bumi.
Hal senada pernah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengan menukil perkataan
Imam Abul Husain Ahmad bin Jafar bin Munadi salah seorang ulama Hanabillah yang sangat

masyhur di zamannya- berkata : Demikianlah juga para ulama sepakat bahwasanya bumi
dengan segala gerakannya, baik di darat maupun di laut itu bulat [Lihat Majmu Fatawa
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 25/159] Dan Syaikhul Islam pun menukil adanya ijma para
ulama mengenai hal ini dari Imam Ibnu Hazm dan Abul Faraj Ibnul Jauzi. [Lihat Majmu
Fatawa 6/586]
Berkata Imam Ibnu Hazm : Kita katakan kepada orang yang tidak memahami masalah ini :
Bukankah Allah mewajikan kepada kita untuk shalat Dzuhur apabila matahari telah bergeser
ke arah barat (zawal)? Pasti dia akan menjawab : Ya. Lalu tanyakan kepadanya tentang
makna bergesernya matahari ke arah barat, pasti jawabannya adalah bahwa matahari telah
berpindah dari tempat pertengahan jarak antara waktu terbitnya dengan waktu tenggelamnya,
dan ini terjadi di semua waktu dan semua tempat. Maka orang yang mengatakan bahwa bumi
itu datar dan tidak bulat dia harus mengatakan bahwa orang yang tinggal di daerah bumi
paling timur harus shalat Dhuhur saat matahari barusan terbit, juga orang yang tinggal di
daerah paling barat tidak menjalankan shalat Dhuhur kecuali di pengunjung siang dan ini
adalah sesuatu yang sudah keluar dari ketetapan syariat Islam [Lihat Al-Fishal 2/87 dengan
diringkas)
Adapun firman Allah. Artinya : Dan bumi bagaimana dihamparkan? {Al-Ghasyiyah [88] :
20] Ayat ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa bumi itu datar, karena sebuah benda yang
bulat kalau semakin besar, maka akan semakin tidak kelihatan bulatnya dan akan nampak
seperti datar. [Lihat Hidayatul Hairan Fi Masalatid Daurah oleh Syaikh Abdul karim AlHumaid hal. 56]
Berkata Syaikh Bin Baz : Keberadaan bumi itu bulat tidak bertentangan dengan bahwa
permukaan bumi itu datar yang layak untuk dijadikan tempat tinggal, sebagaimana firman
Allah Taala. Artinya : Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan [Al-Baqarah [2] ; 22]
Juga firmanNya. Artinya : Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan dan
gunung-gunung sebagai pasak? [An-Naba [78] : 6-7] Artinya : Dan bumi bagaimana
dihamparkan ? [Al-Ghasyiyah [88] : 20]
Kesimpulannya, bumi itu bentuknya bulat namun permukaannya datar agar bisa dijadikan
tempat tinggal dan dimanfaatkan oleh manusia. Dan saya tidak menemukan dalil naqli dan
hissi yang menentang masalah ini [Lihat Al-Adilah An-Naqliyah wal Hissiyah oleh Syaikh
Ibnu Baz hal. 103]
LANGITPUN BULAT
Adapun mengenai keberadaan bahwa langit itu bulat, maka ini pun sesuatu yang telah
disepakati oleh para ulama Islam. Berkata Imam Ibnu Katsir : Imam Ibnu Hazm, Ibnul
Munadi dan Ibnu Jauzi serta para ulama lainnya telah menukil adanya ijma bahwa langit itu
bulat [Lihat Al-bidayah wan Nihayah 1/69 tahqiq DR Abdullah At-Turki, lihat juga Al-Fishal
1/97-100]
Dan ini pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : Telah kami jelaskan bahwa
langit itu bulat menurut para ulama dari kalangan sahabat dan tabiain, bahkan tidak hanya
satu orang ulama yang mana mereka adalah orang paling mengetahui tentang riwayat
menyatakan bahwa langit itu bulat, seperti Abul Husain bin Munadi, Ibnu Hazm dan Ibnul
Jauzi [Majmu Fatawa 25/195]

Dalil mengenai masalah ini sangat banyak, di antaranya adalah firman Allah Artinya :
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului
siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya [Yasin [36] : 40] Berkata Hasan AlBashri bahwa maksudnya adalah berputar, berkata Ibnu Abbas : Berputar pada falak seperti
falkah mighzal Falkah mighzal adalah kayu berbentuk bulat yang digunakan untuk menenun
kain. Juga firman Allah. Artinya : Dan Kami jadikan langit itu sebagai atap yang terjaga [AlAnbiya : [21] : 32]
Keberadaan langit sebagai atap bumi, sedangkan bumi itu bulat maka langit pun bulat.
Berkata Syaikhul Islam ibnu Taimiyah : Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
mengkhabarkan bhawa Arsy itu seperti kubah, dan ini adalah sebuay isyarat bahwa langit itu
bulat. Kemudian setelah ini, pahamilah wahai saudaraku, bahwa bumi kita ini adalah pusat
alam semesta. Dia berada persis di tengah-tengah lingkaran langit. Hal ini adalah sesuatu
yang disepakati oleh para ulama sebagaimana dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
dalam beberapa tempat dalam Majmu Fatawa beliau. Beliau berkata : Bahwasanya bumi
terletak di tengah bulatan langit. Yang menunjukkan hal ini adalah bahwasanya semua benda
langit itu terlihat dari bumi di segala penjuru langit dalam jarak yang sama, ini semua
menunjukkan bahwa jauhnya antara bumi dan langit itu sama dari segala sisi, dan ini dengan
tegas menunjukkan bahwa bumi itu terletak persis di tengah-tengah [Lihat Majmu Fatawa
25/195]
Ilmuan Eropa, Galileo Galilei (1546-1642) mengatakan dengan tegas bahwa bumi berbentuk
bulat. Pernyataannya ini oleh otoritas Gereja dianggap menyimpang sehingga dia harus
dihadapkan pada hukuman mati.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebenaran pernyataan
Galileo tersebut pun semakin jelas. Belakangan, tak sedikit orang yang beranggapan bahwa
dialah orang pertama yang menemukan teori bulatnya bumi.
Bagaimana Pendapat Ulama Islam?
Sebenarnya jauh-jauh sebelum Galileo, sudah banyak ulama dan ilmuan yang mengatakan
bahwa pelanet bumi ini berbentuk bulat.
Lebih jelasnya mari kita lihat beberapa perkataan ulama Islam berikut ini:Ilmuan Islam, Ibnu
Khaldun (1332 1406 M / 732H 808 H): Ketahuilah, sudah jelas di kitab-kitab para
ilmuan dan peneliti tentang alam bahwa bumi berbentuk bumi. (Muqaddimah Ibnu
Khaldun, Kairo).
Ulama Islam, Ibnu Taimiyah (1263-1328 M): Ketahuilah, bahwa mereka (para ulama)
sepakat bahwa bumi berbentuk bulat. Yang ada di bawah bumi hanyalah tengah. Dan paling
bawahnya adalah pusat. (Al-Jawab Ash-Shahih li Man Baddala Din Al-Masih).
Bagi Qazuaini (seorang ilmuan), salah satu bukti bumi berbentuk bulat adalah bintangbintang dan planet-planet yang berbentuk bulat (Atsar Al-Bilad wa Akhbar Al-Bilad).
Selain mereka, masih banyak ilmuan dan ulama Islam klasik yang menyebutkan di dalam
bukunya bahwa bumi berbentuk bulat. Di antara buku tersebut adalah:

1. Muruj Al-Dzahab wa Maadin Al-Jauhar, oleh Masudi Ali Husain Ali bin Husain (w. 346
H).
2. Ahsan Taqasim fi Marifah Al-Aqalim, oleh Al-Maqdisi (w. 375 H)
3. Kitab Shurah Al-Ardh, oleh Ibnu Hauqal
4. Al-Masalik wa Al-Mamalik, oleh Al-Ishthikhry
5. Ruh Al-Maani, oleh Imam Al-Alusi (ulama tafsir Al-Quran)
6. Mafatih Al-Ghaib, oleh Fakhru Ar-Razi (ulama tafsir Al-Quran)
Dan lain-lain.
Apakah Pendapat Mereka Bertentangan dengan Al-Quran?
Tentu saja tidak. Justru Dr. Hadi bin Mari dalam bukunya Mausuah Al-Ilmiyah fi Ijaz AlQuranul Karim (Penerbit Attawfiqiah, Kairo) mengambil dalil bumi berbentuk bulat dari
isyarat Al-Quran. Demikian juga para ahli tafsir lainnya.
Ada satu ayat Al-Quran lagi yang patut kita perhatikan sebagai tambahan penjelasan
masalah ini, inilah jawaban telak tentang tuduhan bumi itu datar menurut
Alquran:surat Az-Zumar ayat 5













Dia (Allah) menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar. Dia
memasukkan malam atas siang dan memasukkan siang atas malam dan menundukan
matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan.
Ingatlah! Dialah Yang Maha Mulia, Maha Pengampun. (QS.Az-Zumar:5)
Kata at-takwir artinya adalah menggulung. Pada ayat di atas dengan jelas Allah berfirman
bahwa malam menggulung siang dan siang menggulung malam. Kalau malam dan siang
dapat saling menggulung, pastilah karena keduanya berada pada satu TEMPAT YANG
BULAT secara bersama-sama. Bagaimana keduanya dapat saling menggulung jika berada
pada tempat yang datar.? Kalau saja kejadian itu pada tempat yang datar, mestinya akan
lebih tepat jika dipakai kata MENIMPA atau MENINDIH.
Dari keterangan ayat di atas juga dapat diperoleh gambaran bahwa pada permukaan bumi ini
setiap saat, separuh permukaannya senantiasa malam, dan separuh lagi permukaannya adalah
siang hari. Hal ini dapat digambarkan dari keterangan ayat, dimana seolah-olah bagian kepala
dari sang malam itu menggulung bagian ekor dari sang siang, namun pada saat yang sama
bagian kepala dari sang siang sedang menggulung pula bagian ekor dari sang malam.
Sebanyak bagian siang yang digulung malam, maka pada saat yang bersamaan, sebanyak itu
pula bagian malam yang sedang digulung oleh sang siang. Sekali lagi, keterangan ini
menggambarkan bahwa terjadinya hal menakjubkan tersebut di atas bumi, hanya jika
permukaan BUMI ITU BULAT adanya!
Ajaibnya, keterangan-keterangan ini ditulis dalam ayat-ayat Al-Quran pada 14 abad yang
lalu, disaat orang-orang Eropa dan Amerika masih primitif, dan masih menganggap bumi ini
datar serta menganggapnya sebagai pusat bagi jagad raya ini.
Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.

Wallahualam bishowab.
Sumber: answeringkristen.wordpress.com

Al Quran Tidak Menyebut Bumi Bulat Penuh


Pada awalnya, orang percaya bahwa bumi itu datar. Selama berabad-abad, orang-orang tidak
pernah pergi menjelajahi bumi terlalu jauh, karena mereka takut jatuh dari tepi bumi.

Mari kita mulai dari beberapa penemuan yang mengungkapkan bahwa bumi itu bulat.
Tahun 1597 = Sir Francis Drake adalah orang pertama yang membuktikan bahwa bumi ini
bulat,ia berlayar sekitar tahun 1597.

Tahun 1600 : Giordano Bruno, seorang filsuf Italia, mengungkapkan teori yang mengatakan
bahwa bumi itu bulat. Namun, sayangnya ia justru harus dihukum dibakar hidup-hidup oleh
gereja roma, karena otoritas gereja takut akan ide yang diungkapkannya.

Lalu bagaimanakah Al-Quran menjelaskan tentang bentuk bumi ? Mari simak ayat berikut
mengenai silih bergantinya siang dan malam:

29. tidakkah kamu memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah memasukkan malam ke


dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan

masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.[Q.S. Luqman 31:29]
Di sini dapat disimpulkan bahwa malam secara perlahan dan bertahap berubah ke siang
dan sebaliknya. Fenomena ini hanya dapat terjadi jika bumi bentuknya bulat.
Jika bumi itu datar, akan ada perubahan mendadak dari malam ke siang dan dari siang ke
malam.
Dan ayat ini menyempurnakan bahwa Bumi tidak persis bulat seperti bola, tapi geo-spherical
yang lonjong dibagian kutub. Ayat berikut berisi deskripsi bentuk bumi:

30. dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. [Q.S. An-Naziat 79:30]


Kata Arab dakhaha, disini jika menurut translasi Indonesia Depag artinya
adalah dihamparkan. Namun, dilain sisi, ternyata kata arab dakhaha juga bisa berarti
telur burung unta. Yang mana
bentuk telur burung unta menyerupai bentuk geo-spherical bumi.
Telur burung unta

Bentuk bumi yang sebenarnya

Demikianlah Al-Quran menjelaskan tentang bentuk bumi, wallahu a'lam.

Anda mungkin juga menyukai