Anda di halaman 1dari 18

Bab I pendahuluan

1. Latar belakang
Anak adalah sebuah harapan bagi sepasang kekasih yang telah terikat oleh
sebuah janji suci yang di namakan pernikahan. Mendambangkan seorang anak
yang sempurna dari segi fisik dan mental layaknya anak-anak normal yang lain
dan sesuai dengan keinginan atau harpan orangtua. Itu semua adalah hal yang
lumrah bagi sepasang suami istri. Dan tugas orang tua adalah menjaga dan
merawat anak semaksimal mungkin agar anaknya dapat hidup dengan
kebutuhan,layak dan mandiri sebagai rasa tanggung jawab mereka.
Anak juga sebagai salah satu sumber kebahagiaan yang dimiliki
orangtua.Namun apa jadinya jika yang di harapkan oleh orangtua tersebut tidak
sesuai dengan kenyataan. Orangtua tersebut bisa jadi kecewa,sedih,putus
harapan,dan juga dapat meninggalkan anaknya tanpa ada rasa tanggung jawab
dan tanpa rasa penyesalan. Salah satu contoh adalah anak down syndrom yang
kurang sempurna dalam segi fisik,mental,akedemis, dan juga sosial.
Anak down syndrom acapkali di pandang sebelah mata oleh masyarat,karena
perbedaan

atau

kelainan

yang

dimiliki

anak

down

syndrom

seperti

fisik,mental,sosial dan kemandirian yang di alami oleh anak down syndrom.


Lingkungan masyarakat juga seringkali mengucilkan anak down syndrom yang
berakibat fatal terhadap psikis anak bahkan orangtua yang memiliki anak down
syndrom.

Anak down syndrom memiliki kemampuan yang di bawah rata-rata di


bandingkan dengan anak normal lainnya, contohnya saja mereka sulit menerima
pembelajaran yang di berikan serta sulit bersosialisasi ,sulit berkonsenstrasi dan
sulit untuk melakukan sesuatu dengan sendirinya,.
Down Syndrome sendiri merupakan kelainan kromosom, yakni terbentuknya
kromosom 21 (trisomy 21). Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang
kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan ini
berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak .
Down syndrome termasuk pada tunagrahita sedang, ini terlihat dari segi
intelegensi dan karekteristik anak down syndrome sama dengan anak
tunagrahita

sedang.

Untuk

semua

mata

pelajaran

anak

down

syndrome,kemampuannya sama dengan anak tunagrahita sedang yaitu sulit


untuk memahami suatu pelajaran.
Penyadang down syndrom di Indonesia pada hasil survei terbaru, sudah
mencapai lebih dari 300.000 orang .

kurangnya perhatian dan metode atau

terapi yang tepat bagi penyandang down syndrome ini dapat membuat
kurangnya kemandirian anak, menurunnya potensi yang di miliki anak down
syndrome, dan sulit untuk berbaur atau bersosialisai terhadap lingkungan
sekitarnya. Oleh sebab itu memberikan perhatian lebih terhadap anak
penyandang down syndrome seperti terapi atau metode bagi anak penyandang
down syndrom dapat membantu, memudahkan menerima pembelajaran,
mengajarkan bersosialisasi,mengoptimalkan potensi dan kemandirian bagi anak.
Orangtua juga sering memberikan pengasuhan kepada guru di Sekolah Luar
Biasa

karena

ketidaktahuannya

mengenai

penanganan

dan

kurang

pengetahuannya kepada anak down syndrom. Namun hal itu tidaklah efektif

karena guru Sekolah Luar Biasa hanya dapat mengajarkan pendidikan formal
yang ada dan kurang mengajarkan kemandirian pada anak down syndrom
Anak down syndrome sering mengalami keterlamabatan belajar dalam proses
pembelajaran, salah satunya tidak bisa mengenal bentuk angka, tetapi anak
bisa menyebutkan angka, sehingga dalam proses pembelajaran terutama pada
mata pelajaran tertentu anak tidak bersemangat dan tidak fokus.
Pada saat mengenalkan pembelajaran , guru masih terpaku dengan buku
paket dan gambar angka yang tersedia di sekolah. guru hanya memberikan
penjelasan di papan tulis dengan menuliskan angka atau huruf dan meminta
anak untuk menyebutkan angka tersebut. Setelah menerangkan pembelajaran
anak diminta untuk mencatat materi pelajaran yang ada dipapan tulis, kemudian
setelah anak selesai mencatat, guru menanyakan angka-angka apa saja yang
ditulis, namun anak penyandang down syndrome tidak mampu menjawabnya
atau dengan kata lain kemampuan anak dalam mengenal bentuk angka atau
huruf bisa dikatakan rendah.
Nadia Murni

(2003 : 824) menjelaskan bshwa hasil pengamatan dan

asesmen yang telah pernah di lakukan dalam membaca kata ,bahwa anak
tunagrahita ringan (x) mengalami masalah dalam membaca kata berpola kv-kvk
yang akan ditunjukkan dan dibacakannya, sehingga kata yang dibaca anak tidak
berdasarkan bacaannya. atau dengan kata lain kemampuan anak dalam
membaca kata anak masih dikatakan kurang baik, atau mencapai standarisasi .
Ridha fajriana (2013 : 609 ) dari hasil penelitian yang telah ia lakukan, bahwa
seorang anak Tunagrahita ringan di SLB Perwari Padang kelas II yang belum
mengenal konsep huruf. Dari hasil asesmen anak hanya mampu membaca
gambar masih belum mampu untuk membaca kata dari gambar tersebut.

Sedangkan huruf anak masih belum mampu untuk menyebutkan dan


menunjukkan. Kalau disuruh menunjukkan huruf dari gambar yang telah
diberikan kepada anak, anak hanya bisa menggelengkan kepalanya, dan ketika
anak diminta untuk menyebutkan huruf yang anak ketahui anak hanya
mehyebutkan huruf [a] saja.
Pendidikan luar biasa sebagai salah satu bentuk pendidikan khusus yang
meliputi tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autis dan
kesulitan belajar. Anak down syndrome salah satunya, secara sadar sekolah
terus meningkatkan pelayanan dengan sebaik- baiknya kepada anak yang
mengalami kelainan.
Anak down syndrom berhak memperoleh layanan pendidikan dan
pengajaran, sehingga dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara
optimal,dan dapat menegerjakan tugastugas akademik seperti dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia dan matematika.

Anak down syndrome memiliki

keterbatasan mental dan akedemik, mengakibatkan dirinya sukar untuk


mengikuti program pendidikan disekolah biasa secara klasikal.
Anak down syndrom juga sering mengalami hambatan dalam melakukan
sesuatu jika dibandingkan dengan anak normal lain, seperti melangkah, tertawa,
menunjukkan sesuatu,menggunakan tangan, duduk, berjalan, berbicara, dan
sulit mengerti atau pekembangan untuk keterampilan tertentu sangat lamban,
sedangkan yang lain agak cepat.
Salah satu perwujudan pertanggungjawaban orangtua terhadap anaknya
adalah pola asuh atau cara mendidik merupakan suatu cara yang dilakukan
dalam mengajarkan,behitung,membaca,dan juga kemandirian anak.

Selain itu, orangtua juga harus mengetahui seutuhnya karakteristik yang


dimiliki oleh anaknya. Peranan orangtua begitu besar dalam membantu anak
agar dapat melakukan aktivitas sehari-hari ,mengenal angka dan huruf sebagai
awal dari pendidikan yang dimilikinya. Sebagai orangtua harus betul-betul
melakukan sesuatu untuk anak tercinta. Namun, jika pola didik atau metode dari
orangtua telah salah, maka akan berdampak tidak baik pada anaknya.
Pembelajaran hendaknya dimulai dari yang kongkrit ke yang abstrak, dari
yang mudah ke yang sulit, dari sederhana ke yang kompleks, disesuaikan
dengan

situasi

dan

kondisi

serta

kemampuan

anak

sehingga

tujuan

pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.


Berdasarkan permasalahan yang telah di jelaskan di atas maka penulis
memberikan saran kepada orangtua yang memiliki anak down syndrom agar
diberikan bekal pelatihan atau pengetahuan dan juga motivasi terhadap
penganangan anak down syndrom.

Judul penelitian : Penerimaan diri orang tua yang memiliki anak down
syndrom

2. Rumusan masalah
a. Bagaiamana penerimaan diri orangtua
Syndrom?.
3. Tujuan penelitian

yang memiliki anak Down

a. Tujuan penelitian ini agar dapat bermanfaat bagi peneliti, orang tua,
dan psikolog. Untuk menegetahui penerimaan diri orangtua yang
memiliki anak Down Syndrom

4. manfaat penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi Psikolog dan tentunya para orang tua
yang memiliki anak down syndrom, khususnya untuk memahami bagaimana
seharusnya merawat serta membantu proses perkembangan anak Down
Syndrom.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, melalui hasil penelitian ini para orang tua yang memiliki anak
down syndrome dapat mengetahui apa yang seharusnya dilakukan serta
bagaimana harus bersikap pada anak tersebut.

BAB II
Tinjauan pustaka

I.

Down syndrome

Asmadi (2013:771), mengemukakan bahwa kata sindroma down merupakan


alih bahasa Indonesia dari bahasa Inggris down syndrome. Down adalah
seorang dokter dari Inggris yang nama lengkapnya adalah Langdon Haydon
Down. Down menemukan seorang individu aneuploidi memiliki kekurangan dan
kelebihan di dalam sel tubuhnya yang dinamai trisomi 21 dan diberi istilah idiot
mongoloid atau mengolisme. Karena kondisi individual dengan trisomi 21
dianggap memiliki ciri-ciri wajah yang menyerupai orang oriental. Kondisi itulah
yang dinyatakan sebagai sindroma down. Dari beberapa pendapat di atas, dapat
dimaknai bahwa anak down syndrome merupakan seseorang yang mengalami
kelainan akibat perpindahan kromosom atau sering disebut trisomi 21.
Nuraeni (2013:771) karakateristik anak down syndrome adalah: bermata sipit,
berbadan gendut, berwajah seperti anak mongoloid, hidung pesek, kaki tangan
agak lain, lidah menonjol, mengalami gangguan jantung dan memiliki usia tidak
lebih dari 20 tahun, IQ 20 50, bersifat ramah dan periang.Maka dapat dimaknai
bahwa
Down Syndrome

merupakan kelainan kromosom, yakni terbentuknya

kromosom 21 (trisomy 21). Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang


kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan ini
berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak .
Down sindrom merupakan bentuk retardasi mental kromosomal yang paling
sering dijumpai, down Sindrom memiliki keterbelakangan perkembangan fisik

dan mental anak yang diakibatkan oleh kelainan kromosom. Kelainan yang
berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak.
Ada pula ciri-ciri anank penyandang down syndrome adalah Bentuk kepala
anak yang relative lebih kecil dari ukuran kepala anak normal, bagian kepala
belakang yang tampak datarUkuran hidung kecil datar (pesek); hal ini
mengakibatkan mereka sulit bernafas.Ukuran mulut kecil, menguncup, dengan
lidah

yang

tebal

dan

pangkal

mulut

yang

cenderung

dangkal,

yang

mengakibatkan ledah sering menjulur keluar.Bentuk mata yang miring dan tidak
punya lipatan di kelopak matanya.letak telinga lebih rendah dari posisi normal
dan ukuran telianga lebih kecil posisi dan ukuran yang tidak normal
menyebabkan rentan terserang inferksi telinga, tangan dan jari kaki yang
pendek,ruas kedua jari kelingking miring atau bahkan tidak ada pada telapak
tangan terdapat garis melintang yang disebut Simian Crease garis tersebut juga
terdapat di kaki mereka, diantara telunjuk dan ibu jari yang jaraknya cenderung
lebih jauh dari pada kaki orang normal, sedangkan pada orang normal memiliki 3
ruas tulang.
Karakteristik mental pada kondisi anak dengan down syndrome adalah
mempunyai kemampuan mental yang relatif rendah sehingga kesulitan
pengolahan pembelajaran dan informasi yang tentu saja lebih lambat
dibandingkan dengan anak-anak lain pada umumnya. kognitif pada anak down
syndrome adalah mereka lebih mudah untuk menyadari yang terjadi di
sekelilingnya namun mempunyai hambatan mengekspresikan respon mereka.
Untuk mengatasinya, anak down syndrome seringkali harus didorong untuk
belajar mengekpresikan respon mereka menggunakan cara lain seperti
menggunakan warna, gambar atau media lain.

karakteristik medis., anak down syndrome juga mempunyai masalah dengan


kondisi medis terutama gangguan pada saluran cerna, masalah pernafasan,
leukemia dan cacat bawaan pada jantung.
II.

Penerimaan diri

Penerimaan diri seseorang mampu menunjukkan perasaan menerima dan


bahagia atas segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya serta
mampu dan bersedia untuk hidup dengan segala karakteristik yang ada dalam
dirinya, tanpa merasakan ketidaknyamanan terhadap dirinya sendiri.
Dian Wijayanti (jurnal,2015) mengatakan penerimaan diri sebagai kemampuan
individu untuk dapat memiliki suatu pandangan positif mengenai siapa dirinya
yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya,
melainkan harus dikembangkan oleh individu.
Orang yang memiliki penerimaan diri, mampu mengenali kelebihan dan
kekurangannya. Ia biasanya memiliki keyakinan diri dan harga diri (self esteem).
Selain itu mereka juga lebih dapat menerima kritik demi perkembangan dirinya.
Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk mengembangkan
diri ini memungkinkan agar seseorang untuk menilai dirinya secara lebih realistis
sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Dengan penilaian yang
realistis terhadap diri, seseorang akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura. Ia
juga mampu membuat penilaian diri yang kritis yang membantunya mengenal
dan mengoreksi kekurangan yang ada pada dirinya. Selain itu yang paling
penting adalah mereka juga merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri tanpa
ada keinginan untuk menjadi orang lain.

III.

Pengaruh penerimaan diri orang tua yang memiliki anak down


syndrom

Kehadiran anak down syndrome akan memberikan pengaruh besar terhadap


keluarga

terutama

orangtua

yang

menjadi

figur

terdekat

anak.

(Dian

Wijayanti,2015) menyatakan, reaksi orangtua yang pertama kali muncul pada


saat mengetahui bahwa anaknya mengalami kelainan adalah perasaan shock,
mengalami kegoncangan batin,terkejut, dan tidak mempercayai kenyataan yang
menimpa anaknya.
Respon negatif yang diberikan lingkungan kepada anaknya yang down
syndrome juga menjadi masalah yang sering ditemui dalam kehidupan seharihari dan merupakan salah satu kekhawatiran orangtua.

Seorang ibu yang

memiliki anak down syndrome, bahkan sering mendapat pandangan negatif


dan ejekan dari masyarakat sekitar terkait dengan keterbatasan yang dimiliki
anaknya.
Penerimaan orangtua

dalam

menerima anak dengan masalah down

syndrome tergantung oleh tingkat kestabilan emosi dalam memecahkan suatu


permasalahan. Tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, struktur dalam
keluarga, budaya dalam keluarga, dan juga faktor lingkungan sekitar sangat turut
melatarbelakanginya. Penerimaan ibu

terhadap

seorang

anak

merupakan

refleksi dari penerimaan dirinya. Ibu yang mempunyai penerimaan diri yang
baik maka dapat dengan mudah menerima kekurangan anaknya, begitupula
sebaliknya.
Hasil penelitian (Dian Wijayanti,2015) individu yang mempunyai penerimaan
diri yang baik menunjukkan sikap menyayangi dirinya dan juga lebih

memungkinkan untuk bisa menyayangi oranglain, sedangkan individu yang


penerimaan dirinya rendah maka cenderung membenci dirinya dan lebih
memungkinkan untuk membenci oranglain.
IV.

Kerangka penelitian

Kerangka pemikiran guna memperoleh jawaban sementara atas permasalahan


yang timbul. Permasalahan penerimaan diri orangtua yang memiliki anak down
syndrom

Orangtua dengan
anak down
syndrom

Melalui proses
penerimaan

Penerimaan

Aspek penerimaan :
a Tidak menolak kondisi
anak
b Memahami kondisi dan
kebutuhan anak
c Ada komunikasi yang
hangat antara ayah dan
anak
d orangtua
memperlakukan sang
anak tanpa
membedakan.

Bab III
Metodelog penelitian

Dalam bab ini akan di jelaskan mengenai pendekatan dan metode


penelitian,variabel

penelitian,populasi

dan

sampel

penelitia,

teknik

pengumpulan data, teknik uji instrumen dan prosedur penelitian.


3.1 Jenis penelitian
3.3.1 Pendekatan dan metode penelitian
Pendekatan dalam penlitian ini adalah pendekatan kuantitatif, pendekatan
kuantitatif yaitu mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek
penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefinisikan dalam bentuk
oprasionalisasi variabel masing-masing(jonathan sarwono ,2006).
Pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menguji teori,membangun
fakta,menunjukkan hubungan antar variabel, memberikan deskriptif statistik,
menaksir dan meramalkan hasilnya.Karena penelitian ini berupaya untuk
menetukan sebab atau alasan adanya perbedaan metode pengajaran untuk
anak down sindrom. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berguna
untuk memudahkan menyampaikan pembelajaran .

3.2 Variabel penilitian

variabel adalah fenomena yang bervariasi dalam bentuk, kualitas,


kuantitas, mutu standar dan sebagainya (jonathan sarwono 2006). Dalam
penelitian ini menggunakan satu variabel yaitu penerimaan diri orangtua yang
memiliki anak down syndrom di salah satu SLB Negeri Makassar.

3.3 Defenisi konseptual dan defenisi operasional variabel


Defenisi konseptual variabel dari penelitian ini adalah penerimaan
diri,ketika seseorang mampu menunjukkan perasaan menerima dan bahagia
atas segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya serta mampu
dan bersedia untuk hidup dengan segala karakteristik yang ada dalam
dirinya, tanpa merasakan ketidaknyamanan terhadap dirinya sendiri. .
Penerimaan diri orangtua yang memiliki anak down syndrom yaitu ketika
orangtua dapat menerima sepenuh hati kondisi sang anak dengan apa
adanya tanpa membeda-bedakannya dengan anak lainnya. Sedangkan
definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah skor yang di peroleh
responden dari skala.
Penerimaan diri : hasil yang di peroleh dari skala penerimaan diri yang di lihat
dari respon orangtua berdasarkan pertanyaan yang telah diberikan : tidak
menolak kondisi anak,memahami kondisi dan kebutuhan anak,ada komunikasi
yang hangat antara orangtua dan anak,orangtua

memperlakukan sang anak

tanpa membedakan, mengupayakan penanganan khusus.


Untuk mengukur perbedaan penerimaan diri pada orangtua yang memiliki
anak down syndrom yang dapat menerima anaknya dengan sepenuh hati dan
yang tidak dapt menerima anaknya dengan sepenuh hati di Sekolah Luar
Biasa (SLB) Negeri Makassar. Dapat di lihat dari skor yang jawaban yang
telah di berikan. Apabila seseorangtersebut memiliki skor yang tinggi dalam
mimilih pernyataan yang mengacu pada indikator penerimaan diri dalam
menerima anaknya , berarti orangtua tersebut dapat di kategorikan bahwa ia

dapat menerima anaknya dengan sepenuh hati dan sebaliknya jika skor
jawaban yang di berikan rendah maka dapat di kategorikan bahwa orangtua
tersebut kurag bisa menerima anaknya yang mengidap down syndrom .
3.4 Populasi dan sampel
3.4.1 Populasi penelitian
Populasi yaitu keseluruhan jumlah subyek yang ingin di teliti. Populasi
adalah wilayah generelisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang di terapkan oleh peneliti untuk di
pelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya (sugiyono,2013). Penelitian di
laksakan pada tanggal 1 Bulan juni tahun 2016. Populasi dalam penelitian ini
adalah orangtua yang memiliki anak down syndrom di Sekolah Luar Biasa
(SLB) Negeri makassar yang berjumlah 20 orang.
3.4.2 Sampel penelitian
Sampel yaitu perwakilan dari populasi yang memiliki karakteristik sama
dan dapat mewakili keseluruhan sampel. Sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki populasi (sugiyono,2013). Dalam penelitian ini,
jumlah sampel yang akan diambil adalah sebanyak 10 orang karena peneliti
hanya mendapatkan izin pada orangtua yang besangkutan.
3.4.3 Teknik pengambilan sampel
Berdasarkan permasalahan yang diteliti penerimaan diri orangtua yang
memiliki anak down syndrom di SLB Negeri Makassar . Desain penelitian
yang

digunakan dalam

penelitian

ini

adalah

desain deskriptif

yang

bertujuan untuk mengetahui penerimaan diri orangtua yang memilki anak


down syndrom. Pengambilan sampel penelitian didasarkan atas ciriciri,sifat,atau karakteristik yang di tentukan peneliti.
3.4.4 Karakteristik sampel
1. Orangtua yang memiliki anak down syndrom
2. Usia 45- 56
3.5 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data.
Instrumen dalam dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner
yaitu skala likert penerimaan diri. Untuk memperoleh data yang dapat diuji
kebenaran dan sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka
metode

pengumpulan

adalah

skala

likert

data
yang

yang digunakan
merupakan

dalam

penelitian

data primer.

Skala

ini

yang

digunakan adalah skala pengukuran zuhud dan skala pengukuran


penerimaan diri. Kategori jawaban yang digunakan dalam skala ini adalah
sebagai berikut :
Tabel skor skala likert

Jawaban
Sangat setuju
Setuju
Tidak setuju
Sagat tidak setuju

Favorable

adalah

Skor favorable
4
3
2
1

pernyataan

yang

Skor unfavorable
4
3
2
1

berisi

hal

yang

positif

dan

mendukung mengenai aspek penelitian. Sedangkan unfavorable adalah

pernyataan sikap yang berisi hal negatif dan bersifat tidak mendukung
mengenai aspek penelitian. Berikut blue print dari penerimaan diri mengacu
pada definisi yang disampaikan oleh (Rizkiana, 2009), individu yang mempunyai
penerimaan diri yang baik menunjukkan sikap menyayangi dirinya dan juga lebih
memungkinkan untuk bisa menyayangi oranglain, sedangkan individu yang
penerimaan dirinya rendah maka cenderung membenci dirinya dan lebih
memungkinkan untuk membenci oranglain.

Tabel. Blue print skala penerimaan diri

Aspek
Meneirma anak
dengan tulus

Indikator
Merawat
anak

Fav
4

Unfav
2

Jml
5

Mendidik anak

Menghentikan
pemikiran
negative

Mengajarkan
kemandirian
Melihat
banyak
hal
dari banyak
aspek

3.6 Teknik uji instrument


Untuk uji instrumen yang telah di buat, pneliti melaksanakannya di
Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Makassar pada penerimaan diri orangtua
yang memiliki anak down syndrom berjumlah 10 orang .
3.6.1

Validitas
Dari tabel penerimaan diri yang berjumlah 5 item diperoleh hasil bahwa

4 item yang valid.


3.6.2

Realibilitas

Uji realibitas dilakukan pada 10 orangtua yang memilki anak down


syndrom. Uji realibilitas skala penerimaan diri ini menggunakan uji statistik
alpha cronbach dengan menggunakan SPSS versi 13.0. oleh karena itu skala
ini dapat di katakan reliabel.

3.7 Prosedur penelitian


3.7.1 Tahap persiapan
Pada tahap ini peniliti melakukan penelususran dan observasi terhadap
orangtua down symdrom yang berda di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan
menemukan pertanyaan-pertanyaan yang ada yaitu bagaiman penerimaan
diri orangtua yang memiliki anak yang mengidap down syndrom.
Selanjutnya mencari buku dan jurnal yang berkaitan dengan metode
penerimaan diri juga mengenai anak yang mengidap down syndrom guna
mendapatkan teori-teori yang berkaitan dengan aspek yang ingin di ukur .
setelah itu penliti meminta izin untuk melaksanakan penelitian kepada pihakpihak yang terkait .
3.7.2

Tahap pelaksanaan

Pada tahap yang terakhir ini peneliti melakukan scoring terhadap hasil
skala yang telah diisi oleh responden, kemudian menghitung dan membuat
tabulasi data yang di peroleh. Selanjutnya peneliti membuat tabel dat dan
terakhir melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik untuk
menguji hipotesis penelitian.
3.7.3

Tahap pengolahan dan analisis data

Analisis data di maksudkan untuk menguji hipotesis yang di ajukan.


Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui perbedaan
penerimaan diri pada orangtua yang memiliki anak down syndrom, metode
statistik yang digunakan adalah t-test dengan taraf signifikan 5%.
Pengolahan data dibantu dengan menggunakan SPSS 13,0 for windows
alasan peneliti menggunakan rumus ini adalah karena untuk mengganti
perbedaan antara rata-rata dua sampel yang tidak berhubungan satu sama
lain . Uji t digunakan khusus untuk menentukan apakah ada perbedaan yang
signifikan rata-rata dari dua kelompok yang diamati.

Anda mungkin juga menyukai