Cva Ich + RKM
Cva Ich + RKM
Oleh:
RAHMI NURROSYID PRIMADIATI
NIM. 115070201111017
Program
: 2011 A
Ruangan
: R. 26 Stroke
Minggu : 14 - 20 Desember 2015
Jenis Kegiatan
Komunikasi terapeutik
Pengkajian pada pasien akut
Analisa data
Membuat prioritas masalah pada pasien
Waktu
Hari 1
Kriteria hasil
BHSP
Hari 1
Prioritas
masalah
akut.
Menentukan tujuan dan kriteria hasil dari
sesuai
dengan
prioritas
Membuat renpra
Implementasi
masalah
Hari 1
-6
yang
Melakukan
implementasi
sesuai
masalah
diagnostik
Melakukan irigasi gastric
Mengenali suara paru normal
Melakukan pemeriksaan neurologis
Melakukan terapi oksigenasi
Melakukan pencegahan dan perawatan
Hari 16
pasien
Melakukan
tindakan
dengan
yang
sesuai
prosedur
telah
ditetapkan (SOP)
dekubitus
Melakukan ROM aktif dan ROM pasif
Melakukan pemberian obat via IV, drip, dan
NGT
Membantu
melakukan
mobilitas
pada
pasien CVA
Membantu memasukkan diit baik secara
parenteral maupun NGT
Membaca hasil pemeriksaan penunjang
berupa CT Scan, dll
Melakukan personal hygine :
- Memandikan pasien
- Mencuci rambut
- Memotong kuku
- Oral hygine
- Perineal hygine
Melakukan pemeriksaan gula
darah
dengan GD stick
Melakukan terapi insulin melalui pen dan
drip.
Melakukan injeksi SC, IV, IM, IC
Catatan Perkembangan dan Evaluasi
Hari 6
Melakukan catatan
perkembangan
pada
intervensi
yang
dilakukan
sudah
dan
melakukan
evaluasi
tindakan
keperawatan yang
sudah dilakukan
Mengetahui
Preceptor Klinik R.26 S
(..............................................)
(...........................................)
LAPORAN PENDAHULUAN
CVA ICH (Carebrovascular Accident Intracranial Hemorhagic)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Departemen Medikal
di Ruang 26 Stroke Unit RSSA Malang
Oleh:
RAHMI NURROSYID PRIMADIATI
NIM. 115070201111017
LAPORAN PENDAHULUAN
CVA ICH
A. Definisi
Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak
sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala
sesuai dengan daerah otak yang terganggu (WHO, 1989).
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
sistem suplai arteri otak ( Sylvia A. Price, 2006 )
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh
tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga
suplai darah ke otak berkurang (Smltzer & Bare, 2005).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
(Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak sehingga
menyebabkan perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi
saraf (Haryono, 2002)
Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek. Keadan
penderita
stroke
hemoragik
umumnya
lebih
parah.
Kesadaran
umumnya
intraserebral
dua
kali
lebih
banyak
dibanding
perdarahan
disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data Bank (SDB), (Caplan, 2000)
menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan
parenkim otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika
dan orang-orang Cina, Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi
terjadinya PIS.
Angka kejadiannya berkisar antara 12-15 per 100.000 penduduk per tahun dan
lebih sering dijumpai pada laki-laki, usia tua, dan orang Asia Afrika. Dalam suatu studi
populasi yang dilakukan pada 1.041 penderita PIS, 50% pendarahan terjadi di
subkortikal dalam, 35% di substansia alba (lobar), 10% di serebelum, dan 6% di
batang otak. Angka kematian PIS dalam 30 hari setelah serangan stroke mencapai
35-52%. Dari jumlah ini, setengah diantaranya meninggal dalam dua hari pertama
setelah serangan stroke. Sekitar 40% kasus PIS disertai pendarahan intraventrikular.
Keadaan ini mengakibatkan hidrosefalus akut, peningkatan TIK, serta peningkatan
mortalitas dan kecacatan.
Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi
pada dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase
tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, PIS
sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut. Usia lanjut dan hipertensi merupakan
faktor resiko paling penting dalam PIS. Perdarahan intraserebral terjadi sedikit lebih
sering pada pria dibanding wanita dan lebih sering pada usia muda dan setengahbaya pada ras kulit hitam dibanding kulit putih di usia yang sama (Broderick, 1999).
C. Etiologi
Perdarahan serebri
Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat seseorang
sedang aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik volunter karena
perdarahannya biasanya terjadi di arteri dalam (arteri cerebri) yang berdekatan
dengan ganglia basalis dan kapsula interna. Gangguan yang terjadi pada PIS
biasanya adalah paralisis dan kerusakan korteks motorik.
Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS):
1. Perdarahan intracerebrum hipertensif
2. Perdarahan subaraknoid (PSA)
- Ruptura aneorisma sakular (berry)
- Ruptura malformasi arteriovena (MAV)
- Trauma
Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif
beku ini
yang
dapat
terletak
di
mengganggu
sekitar
aliran
cairan
otak. Akibatnya,darah
Aterosklerosis (trombosis)
40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis.
Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri
besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan selsel ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga
lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.
Embolisme
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga
masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung,
jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema).
Setiap batang otak dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan
menyumbat bagian-bagian yang sempit.
Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
Trombosis sinus dura
Diseksi arteri karotis atau vertebralis
Vaskulitis sistem saraf pusat
Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
Kondisi hyperkoagulasi
Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
Miksoma atrium.
Faktor risiko
Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya suatu
penyakit (Fletcher dkk, 1992). Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua, yaitu
faktor-faktor yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah (Bustami, 2007).
Penjabaran faktor risiko tersebut sebagai berikut (Sacco dkk, 1996).
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
Faktor Risiko
Umur
Seks
Keterangan
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda
untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun
Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang
meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan
pada wanita. Tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih
Keturunan,
sejarah stroke
dalam
keluarga
Karotis bruits
Merokok
Peningkatan
hematokrit
Peningkatan
tingkat fibrinogen
dan kelainan
sistem pembekuan
Hemoglobinopathy
Penyalahgunaan
obat
Dapat
mengakibatkan trombosis vena serebral
Obat
yang
telah
berhubungan
dengan
stroke
termasuk methamphetamines, norepinefrin , LSD, heroin, dan
kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis
yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi.
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan
setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia
Diet
Penyakit pembuluh
darah perifer
Infeksi
Homosistinemia
atau homosistinuria
Stres
D. Klasifikasi
1.Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu
a.Stroke Haemorhagi
juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke Haemorhagi
dibagi dua, yaitu:
(a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum.
(b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemi sensorik, afasia, dll) (Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan
selaput
otak
lainnya.
Peningkatam
TIK
yang
mendadak
juga
akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.
Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala
Timbulnya
PIS
Dalam 1 jam
1-2 menit
Nyeri Kepala
Hebat
Sangat hebat
Kesadaran
Menurun
Menurun sementara
Kejang
Umum
Sering fokal
Tanda
rangsangan +/-
PSA
+++
Meningeal.
Hemiparese
++
+/-
+++
E. Manifestasi Klinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas.
Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada.
Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana
peluasan pendarahaan. Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan
perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh.
orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan
kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau
menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah,
serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam
hitungan detik sampai menit.
Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom
yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
membesarnya hematom.
Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
f.
1.
2.
3.
4.
kesadaran.
Perdarahan Mesenchephalon: peningkatan tekanan intrakranial mendadak,
g.
menyebabkan koma.
Perdarahan Pons : koma dalam keadaan tanpa peringatan nyeri kepala dan
kematian.
Prognosis buruk (5P) yaitu:
h.
i.
1. Paralisis
2. Pulsus Parsus
3. Pinpoint pupil
4. Pyreksia
5. Periode respiration
Perdarahan medulla oblongata : Ini jarang terjadi, bila haematoma sub epidermal
dan bila lesi massa akan pulih kembali.
Perdarahan serebellum
Gangguan okulomotor, gangguan keseimbangan
Nistagmus / singulus
Tidak dijumpai hemiparesis dan hemiplegia
Tingkat I : asimptomatik
Tingkat II : nyeri kepala hebat, defisit neurologik, paralysis nervus kranialis.
Tingkat III : somnolent dan defisit ringan
Tingkat IV : stupor, hemiparesis, hemiplegia, rigiditas awal dan gangguan vegetatif.
Tingkat V : koma, rigiditas desebrasi dan meninggal dunia.
F. Patofisiologi
Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi
perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi di
epidural, subdural, dan intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005; Ranakusuma, 2002).
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans
yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus
menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler.
Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik,
sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1
mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya
aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa
mendorong struktur otak dan merembas ke sekitarnya bahkan dapat masuk kedalam
ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan
yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangatn mengiritasi
jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis.
Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak
disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja
enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga.
Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan
kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya ronggarongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Price & Willson,
2002).
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini
menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada
cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan
kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi
robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya
terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal
yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum.
Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam
substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005).
Perdarahan
Kebanyakan
subaraknoid
aneurisma
sering
mengenai
dikaitkan
dengan
sirkulus wilisi.
pecahnya
Hipertensi
atau
aneurisma.
gangguan
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal)
yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta klien
mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya
4. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien mengucapkan ya
bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di
ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.
c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga area
wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang merasakan
sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang
digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke
depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat refleks
menutup mata.
f.
minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah klien dapat
mempertahankan posisi
7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila uvula
terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit,
observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat
klien berbicara.
8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu secara
bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke
kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri
bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan kedua
telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa sekuatkuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk
menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan
kekuatan daya dorong
9. Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi
kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi dengan
ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua pipi dengan
kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain
b.Pemeriksaan Fungsi Motorik
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri,
impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla
spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan
kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai
persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan
berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan
pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
a. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut
kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada
tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan
otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas
klien.
b. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan
terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
c. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan
tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan
diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovetts (memiliki
nilai 0 5)
0
= gerakan kontraksi.
= kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
(kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh
klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan
refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.
d.Pemeriksaan Fungsi Refleks
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks
hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300.
Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks
hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah
ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon
m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian
dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi
pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok dengan
refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi
ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai otototot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus
kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki
dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar.
Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan selaput
otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien
dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara
pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan
fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4. Tanda Kernig
Fleksi
tungkai
atas
tegak
lurus,
lalu
dicoba
Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau
diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi,
ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar
fleksi.
H. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan
pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.
3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
5. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk
mengetahui
adanya
anemia,
trombositopenia
dan
I.
Penatalaksanaan Stroke
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
2. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
5. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan
tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn
E. Doenges, 2000)
(h) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat
kesadaran, penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan sekret
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia,
kerusakan perseptual/kognitif
4. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi
5. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakan sirkulasi serebral, kehilanga tonus otot
fasial ketidakmampuan berbicara
Rencana Intervensi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme
serebral, edema serebral
Kriteria hasil:
-
Intervensi keperawatan
(1) Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya koma atau
menurunnya perfusi jaringan otak.
R/ mempengaruhi intervensi.
(2) Catat status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normal.
R/ mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP.
(3) Pantau tanda-tanda vital.
R/ reaksi mungkin terjadi oleh karena tekanan / trauma serebral pada daerah
vasomotor otak.
(4) Evaluasi pupil: ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya.
R/ reaksi pupil berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik.
Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persyaratan
simpatis dan parasimpatis yang mempersarafinya.
(5) Catat perubahan dalam penglihatan : kebutuhan, gangguan lapang pandang.
R/ gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena dan
mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan.
(6) Kaji fungsi bicara jika pasien sadar.
R/ perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi.
(7) Letakkan kepala engan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.
Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tak adanya
kontraktur.
Intervensi keperawatan
(1)
(2)
(3)
Letakkan pasien pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sehari jika pasien
dapat mentoleransinya.
R/ membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional.
(4)
Latih pasien untuk melakukan pergerakan ROM atif dan pasif untuk semua
ekstremitas.
Gunakan penyangga dengan ketika pasien berada dalam posisi tegak, sesuai
indikasi.
R/ penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya subluksasi lengan.
(6)
(7)
Tindakan Kolaborasi
-
Intervensi Keperawatan
(1)
(2)
Pertahankan dukungan sikap, yang tegas, beri pasien waktu ya cukup untuk
mengerjakan tugasnya.
R/ Pasien akan memerlukan empati tetap perlu untuk mengetahui pemberi asuhan
yang akan membantu pasien secara konsisten.
(3)
dapat
mengontrol
kembali
fungsi
sesuai
perkembangan
proses
penyembuhan.
(4)
Kolaborasi
-
Daftar Pustaka
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC.
Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta
EGC.
Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta, Diknakes.
Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume
II, Jakarta, EGC.
Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4,
Buku II, Jakarta, EGC.