Oleh :
Dyna Ratnasari P
Rombongan
Kelompok
B1J013203
: B3
:V
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bunga merupakan alat perkembangbiakan generatif pada tumbuhan biji.
Bunga akan membentuk tanaman baru yang diawali dari perubahan bunga yang
tumbuh menjadi buah dan buah tersebut berisi biji kemudian biji tersebut dapat
tumbuh menjadi tanaman baru. Hibiscus rosa-sinensis atau bunga sepatu dengan
family myrtaceae memiliki bunga jantan dan bunga betina pada satu individu
(monoecious) (Tjitrosoepomo, 2005).
Walker (1999) menyatakan bahwa serbuk sari merupakan alat penyebaran dan
perbanyakan generatif dari tumbuhan berbunga. Secara sitologi, serbuk sari
merupakan sel dengan tiga nukleus, yang masing-masing dinamakan inti vegetatif,
inti generatif I, dan inti generatif II. Sel dalam serbuk sari dilindungi oleh dua lapisan
(disebut intine untuk yang di dalam dan exine yang di bagian luar), untuk
mencegahnya mengalami dehidrasi.
Berbagai variasi polen dapat digunakan untuk mengetahui arah evolusi suatu
tumbuhan (Moore et al., 1991), sifat polen yang mudah melekat pada berbagai benda
membantu dalam penyelidikan kriminal, sedangkan kandungan protein, karbohidrat
dan zat-zat lainnya yang tinggi mempengaruhi kualitas madu (Bhojwani dan
Bhatnagar, 1978). Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa polen adalah penyebab
utama alergi pernafasan. Oleh karena itu data tentang polen diperlukan untuk
menunjang berbagai disiplin ilmu diantaranya taksonomi, sejarah vegetasi dan
evolusi flora (Moore et al., 1991). Selain itu juga dapat menunjang beberapa data
antara lain kriminologi, medis dan melittopalinologi yaitu studi kandungan polen
dalam madu (Bhojwani dan Bhatnagar, 1978).
Metode yang digunakan dalam pembuatan preparat polen bunga oleh
praktikan adalah metode asetolisis. Asetolisis adalah salah satu metode pembuatan
preparat serbuk sari yang menggunkan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari
dengan asam asetat glasial serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan. Hal ini
bertujuan untuk mendapatkan hasil amatan morfologi dinding serbuk sari
ornamentasi dari serbuk sari tersebut. Serbuk sari yang digunakan dalam pembuatan
preparat ini haruslah merupakan serbuk sari yang matang. Serbuk sari yang matang
ini dapat ditandai dengan sudah tidak ada air dalam serbuk sari tersebut (Suntoro,
1983).
Suatu larutan fikasasi (fiksatif) yang baik akan mematikan serta mengawetkan
semua isi sel dalam ukuran serta posisi semula dalam sel. Akan tetapi bila ditangani
secara kasar, bahan akan rusak sebelum dimasukkan ke dalam larutan pengawet
(Berlyn & Miksche, 1976).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui cara pembuatan preparat organ
tumbuhan berupa irisan tipis organataubagian organ tersebut dan untuk mengamati
struktur dalam sel maupun jaringan penyusunnya.
A. Materi
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung reaksi, silet, batang
pengaduk, kaca benda dan kaca penutup, sentrifuge, dan mikroskop cahaya.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah polen bunga Hibiscus rosasinensis, asam asetat glasial, asam sulfat, gliserin, akuades, safranin 1% dan alkohol
70%.
B. Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:
1. Polen bunga Hibiscus rosa-sinensis diambil dari antera dengan menggunakan
silet.
2. Polen bunga Hibiscus rosa-sinensis dikumpulkan dalam tabung reaksi yang telah
berisi asam asetat glasial dan dibiarkan selama 24 jam.
3. Tabung reaksi yang berisi polen ditambahkan asam sulfat melalui dinding tabung
reaksi kemudian dipanaskan di water bath hingga berwarna coklat lalu
didinginkan selama 15 menit.
4. Tabung reaksi kemudian disentrifugasi dengan 30 putaran untuk satu kali
sentrifugasi.
5. Supernatan dibuang dan diganti dengan akuades dengan 3 kali ulangan setiap
sentrifugasi.
6. Akuades dibuang kemudian ditambah dengan gliserin gel yang merupakan
campuran dari gliserin, safranin 1% dan alkohol 70%.
7. Diamati dibawah mikroskop.
B. Pembahasan
Asetolisis adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari yang
menggunkan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari dengan asam asetat glasial
serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan hasil amatan morfologi dinding serbuk sari ornamentasi dari serbuk
sari tersebut. Serbuk sari yang digunakan dalam pembuatan preparat ini haruslah
merupakan serbuk sari yang matang. Serbuk sari yang matang ini dapat ditandai
dengan sudah tidak ada air dalam serbuk sari tersebut, jika serbuk sari dipatahkan
maka hanya akan seperti tepung saja (Suntoro, 1983).
Metode asetolisis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, serbuk sari
bunga Hibiscus rosa-sinensis diambil dan dimasukkan kedalam botol sampel yang
berisi asam asetat glasial dan fiksasi dilakukan selama kurang lebih 24 jam. Tujuan
fiksasi adalah untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan, sehingga
serbuk sari tetap pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun
ukuran dengan media kimia sebagai fiksatif. Fiksasi umumnya memiliki kemampuan
untuk mengubah indeks bias bagian-bagian sel dan untuk membuat jaringan mudah
menyerap zat warna sehingga bagian- bagian dalam sel tersebut mudah terlihat di
bawah mikroskop. Proses fiksasi ini dilakukan dengan tujuan untuk menghentikan
proses metabolisme dengan cepat, mengawetkan elemen sitologis dan histologis,
mengawetkan bentuk yang sebenarnya, mengeraskan atau memberi konsistensi
material yang lunak
glasial
tersebut
di
waterbath
di
atas
lampu
spirtus
hingga
mendidih. Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi yang terjadi
pada serbuk sari. Pemasanan dan penambahan H2SO4 tersebut berfungsi untuk
melisiskan selulosa pada dinding serbuk sari, sehingga ketika dibuat preparat maka
secara morfologi ciri-ciri alami eksin serbuk sari akan terlihat lebih jelas
dibandingkan dengan sebelum asetolisis. Selain itu, juga berfungsi agar struktur sel
serbuk sari tetap utuh seperti keadaan hidupnya ketika mendapat perlakuan (Hayati,
2010).
Setelah mendidih, kemudian tabung berisi serbuk sari tersebut didinginkan,
pendinginan berfungsi agar serbuk sari lebih terpisah dengan larutan karena setelah
pemanasan ada kemungkinan serbuk sari tersebut bercampur merata dengan larutan.
Setelah dingin kemudian disentrifuge kembali, hal ini bertujuan untuk mendapatkan
serbuk sari yang terpisah dari larutan asam asetat glasial dan H 2SO4 dengan
membentuk endapan. Kemudian larutan dibuang dan dicuci menggunakan akuades
sebanyak 3 kali serta setiap pencucian disentrifuge kembali, hal ini bertujuan agar
serbuk sari yang didapatkan benar-benar bersih dari larutan fiksatif agar sisa larutan
fiksatif tersebut tidak berpengaruh pada hasil ketika perlakuan selanjutnya (Berlyn &
Miksche, 1976).
Tahap selanjutnya yaitu pewarnaan menggunakan safranin 1 %,yang
pelarutnya menggunakan air karena lebih sesuai dengan pewarnanya sehingga dapat
menciptakan kondisi yang sama. Safranin merupakan pewarna (dye) yang
memudahkan pengamatan karena menyerap panjang gelombang tertentu dari cahaya.
Safranin berbentuk cair dan larut di dalam air, serta memiliki afinitas kimia. Tujuan
dari pewarnaan adalah untuk memudahkan melihat serbuk sari dengan mikroskop,
memperjelas bentuk dan ukuran serbuk sari, serta meningkatkan kontras serbuk
sari dengan sekitarnya.Waktu yang berlebih pada suatu tahap pengecatan akan
mengakibatkan suatu warna menjadi terlalu gelap (Suntoro, 1983).
Setelah pewarnaan, serbuk sari diletakkan di atas gelas benda yang diatasnya
diberi gliserin gel yang padat. Preparat ditutup dengan menggunakan gliserin
gel karena sifatnya yang juga polar. Gliserin gel berfungsi untuk media pengamatan
dibawah mikroskop supaya awet sekaligus sebagai perekat. Perekat menggunakan
gliserin gel karena preparat ini digunakan untuk dalam jangka waktu yang agak lama.
Selain itu, dalam penentuan medium ini, harus dipilih yang indeks refraksinya
berbeda dari indeks refraksi serbuk sari (1,55 - 1,60). Gliserin memiliki indeks
refraksi 1,4, dan baik digunakan untuk preparat semi permanen seperti serbuk
sari bunga Hibiscus rosa-sinensis ini. Setelah diberi gliserin gel, preparat ditutup
dengan cover glass secara perlahan-lahan dan dipanaskan di atas lampu spiritus
dengan melintaskannya dilakukan secara hati-hati agar tidak ada gelembung udara
yang terjebak. Jika terdapat gelembung udara akan menjadikan preparat tidak
representatif untuk pengamatan maupun menghalangi pengamatan. Selanjutnya
preparat diberi nama menggunakan label, kemudian diamati dibawah mikroskop,
dievaluasi dan didokumentasikan. Hasil preparat pollen pada bunga Hibiscus rosasinensis dengan menggunakan metode asetolisis adalah tampak jelas dengan bentuk
pollen seperti bola yang memiliki tanduk (Hayati, 2010).
DAFTAR REFERENSI
Berlyn, G.P. and J.P. Miksche. 1976. Botanical Microtechnique and Cytochemistry.
The Iowa State University Press. Ames. Iowa.
Bhojwani, S.S and S.P. Bhatnagar. 1978. The Embryologi of Angiosperms. Third
Revised Edition. Vikas Publishing Hous, PVT, LTD.
Hayati,
Moore, P.D., J.A. Webb and M. E. Collinson. 1991. Pollen Analysis. Oxford :
Blackwell Scientific Publication Oxford.
Suntoro, Handari. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Fakultas
Biologi UGM, Yogyakarta.
Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Cetakan ke-15. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Walker, D. 1999. Studying Pollen Available. http://www.geo.arizona.edu/
palvnology/pol_pix.html. Diakses pada tanggal 6 Juni 2015.