Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI (F41.2)
II.1 DEFINISI
Gangguan campuran ansietas dan depresi merupakan gejala kecemasan dan
depresi yang bermakna secara klinis tetapi tidak memenuhi kriteria untuk gangguan
mood spesifik atau gangguan kecemasan spesifik.1
Kecemasan (ansietas / anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affective)
yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing
Ability / RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu
tetapi masih dalam batas normal.(3)
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya
kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing
Ability / RTA, masih baik), kepribadian tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi
dalam batas-batas normal.(3)
II.2 EPIDEMIOLOGI
Keberadaan ganggguan depresif berat dan gangguan panik secara bersamaan
lazim ditemukan. Dua pertiga pasien dengan gejala depresif memiliki gejala ansietas
yang menonjol, dan dua pertiganya dapat memenuhi kriteria diagnostik ganguan
panik. Peneliti telah melaporkan bahwa 20 sampai 90 persen pasien dengan
ganggguan panik memiliki episode gangguan depresif berat. Data ini mengesankan
bahwa keberadaan gejala depresif dan anxietas secara bersamaan, tidak ada di
antaranya yang memenuhi kriteria diagnostik gangguan depresif atau ansietas lain
dapat lazim ditemukan. Meskipun demikian, sejumlah klinisi dan peneliti
memperkirakan bahwa pravelensi gangguan ini pada populasi umum adalah 10 persen
dan di klinik pelayanan primer sampai tertinggi 50 persen, walaupun perkiraan
konservatif mengesankan pravelensi sekitar 1 persen pada populasi umum.(2)
II.3 STESSOR PSIKOSOSIAL

Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan


perubahan dalam kehidupan seseorang; sehingga orang itu terpaksa mengadakan
adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Namun, tidak semua orang
mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor tersebut, sehingga timbullah
keluhan-keluhan antara lain berupa cemas dan depresi.(3)
Dari sekian banyak jenis stressor psikososial yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, para pakar memberikan beberapa contoh antara lain sebagai berikut :(3)
1

Perkawinan
Terjadinya ketidaksetiaan berupa perselingkuhan.

Orang Tua
Masalah orang tua yakni kondisi tatanan sosial dan ekonomi, masalah anak
yakni kenakalan remaja, pergaulan bebas, kehamilan di luar nikah, aborsi, atau
penyalahgunaan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif)

Hubungan Interpersonal (Antar Pribadi)


Hubungan antar sesama (perorangan/individual) yang tidak baik dapat
merupakan sumber stres. Misalnya hubungan yang tidak serasi, tidak baik atau
buruk dengan kawan dekat atau kekasih, antara sesama rekan, antara atasan dan
bawahan, pengkhianatan, dan sebagainya.

Pekerjaan
Kehilangan pekerjaan pada pengangguran akan berdampak pada gangguan
kesehatan bahkan bisa sampai pada kematian. Sebaliknya dengan pengangguran,
maka terlalu banyak beban pekerjaan sementara waktu yang tersedia sangat sempit
dapat menyebabkan stres pula.
Tekanan dalam pekerjaan yang banyak dan persaingan yang ketat juga dapat
menyebabkan stres.

Keuangan
Masalah keuangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata merupakan salah satu
stressor utama. Misalnya, pendapatan lebih kecil dari pengeluaran, terlibat hutang,
kebangkrutan usaha, soal warisan dan lain-lain.

Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber stres.
Misalnya, tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain sebagainya.

Perkembangan
Yang dimaksudkan disini adalah tahapan perkembangan fisik maupun mental

seseorang. Misalnya masalah remaja, masa dewasa, menopause, usia lanjut dan lain
sebagainya.
8

Penyakit Fisik
Berbagai penyakit fisik terutama yang kronis dan atau cidera yang
mengakibatkan invaliditas dapat menyebabkan stres pada diri seseorang.

Faktor Keluarga
Anak dan remaja dapat pula mengalami stres yang disebabkan karena kondisi
keluarga yang tidak harmonis. Sikap orang tua terhadap anak yang dapat
menimbulkan stres antara lain:

Hubungan kedua orangtua yang tidak harmonis

Kedua orang tua jarang dirumah dan tidak ada waktu untuk bersama dengan
anak-anak

Komunikasi antara orang tua dan anak tidak serasi

Kedua orang tua bercerai atau berpisah

Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa atau kelainan kepribadian

Orang tua dalam mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras, otoriter dan
lain sebagainya.

10 Trauma
Seseorang yang mengalami bencana alam, kecelakaan transportasi, kebakaran,
kerusuhan, peperangan, kekerasan, penculikan, perampokan, perkosaan dan lain
sebagainya, merupakan pengalaman yang traumatis yang pada gilirannya yang
bersangkutan dapat mengalami stres (stres pasca trauma).

II.4 MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala cemas :(1)

Tanda Fisik

Gejala Psikologik

Gemetar. Renjatan, rasa goyah

Rasa takut

Nyeri punggung dan kepala

Sulit konsentrasi

Ketegangan otot

Hypervigilance/siaga berlebih

Nafas pendek, hiperventilasi

Insomnia

Mudah lelah

Libido turun

Sering kaget

Rasa mengganjal di tenggorok

Hiperaktivitas autonomik:

Rasa mual di perut

- Wajah merah dan pucat


-

Takikardia, palpitasi

Berpeluh

Tangan rasa dingin

Diare

Mulut kering

Sering kencing

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Edisi ke-3


(PPDGJ III), gejala depresi antara lain :(4)

Gejala utama :
1

Afek depresi

Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

Berkurangnya energi sehingga mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah
kerja yang sedikit) dan menurunnya aktivitas

Gejala lainnya dapat berupa :


1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan berkurang.
II.5 DIAGNOSIS
Untuk diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV halaman 435,
300.02) ditegakkan bila terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung
lebih dari 6 bulan; biasanya tahunan dengan gejala bertambah dan kondisi melemah)
dan termasuk gejala seperti respons otonom (palpitasi, diare, ekstremitas lembab,
berkeringat, sering buang air kecil), insomnia, sulit berkonsentrasi, rasa lelah, sering
menarik nafas, gemetaran, waspada berlebihan, atau takut akan sesuatu yang akan
terjadi.2,3, 4
Diagnosis

gangguan cemas

menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan

berdasarkan :5
Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya
free floating atau mengambang).
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
berkonsentrasi, dsb)
2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan

3. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebardebar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas
Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif (F.32.-), gangguan anxietas fobik (F.40.-), gangguan panik (F42.0), atau
gangguan obsesif-kompulsif (F.42.-) 3,4,7
Kriteria diagnostik untuk gangguan depresi berat secara terpisah dari kriteria
diagnostik untuk diagnosis yang berhubungan dengan depresi ringan dan sedang serta
depresi berulang.3
Pada PPDGJ III pedoman diagnostik gangguan depresi berat dibagi secara
terpisah yaitu gangguan depresi berat tanpa gejala psikotik dan gangguan depresi berat
dengan gejala psikotik. 3,4,5
Episode depresif berat tanpa gejala psikotik :

Semua gejala depresi harus ada : afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan

serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.


Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya : konsentrasi dan perhatian
berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah
dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimis, gagasan atau
perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan

berkurang.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok,
maka mungkin pasien tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap

episode depresif berat masih dapat dibenarkan.


Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk

menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.


Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas. 3,4,5

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik :

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria diatas.


Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa
bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi audiotorik atau olfaktorik biasanya berupa
suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk.

Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor.


Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai waham atau
halusinasi yang serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent). 3,4,5

Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi


Pedoman diagnostik
Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak
terus-menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.
Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas fobik.
Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut dikemukakan,
dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal
hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus diutamakan.
Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas,
maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.

II.6 PENATALAKSANAAN
Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat
dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obatobatan (farmakoterapi). Angka-angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada

kasus-kasus dengan diagnosis dini. Psikoterapi yang sederhana sangat efektif,


khususnya dalam konteks hubungan pasien dengan dokter yang baik, sehingga dapat
membantu mengurangi farmakoterapi yang tidak perlu.1,6, 8
Sedangkan pada gangguan depresif, pertimbangkan penggunaan obat-obatan
maupun psikoterapi. Anti depresan yang baru, venlafaksin XR, tampaknya cukup
efektif dan aman untuk pengobatan gangguan cemas menyeluruh. Gunakan
benzodiazepin dengan tidak berlebihan(diazepam, 5 mg per oral, 3-4 kali sehari atau
10 mg sebelum tidur) untuk jangka pendek(beberapa minggu hingga beberapa bulan);
biarkan

penggunaan

obat-obatan

untuk

mengikuti

perjalanan

penyakitnya.

Pertimbangkan pemberian buspiron untuk pengobatan awal atau untuk pengobatan


kronis (20-30 mg/hari dalam dosis terbagi). Pasien tertentu yang telah terbiasa dengan
efek cepat benzodiazepin akan merasakan kurangnya efektivitas buspiron. Anti
depresan trisiklik, SSRI, dan MAOI bermanfaat terhadap pasien-pasien tertentu
(terutama bagi mereka yang disertai dengan depresi). Sedangkan pasien dengan gejala
otonomik akan membaik dengan -bloker (misal, propanolol 80-160 mg/hari). 4, 8
Sedangkan bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf
hebatnya gejala depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan
dengan bijkasana dan penderita sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan
pikiran-pikiran bunuh diri kepada orang yang memahami masalahnya, tetapi pada
beberapa penderita ada yang tidak memberitahukan keinginan bunuh dirinya kepada
pemeriksa karena takut di cegah. Bila sering terdapat pikiran-pikiran atau rancangan
bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi
elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti depresan.4
Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi dan
farmakoterapi adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi berat.
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi interpersonal dan
terapi perilaku, telah diteliti tentang manfaatnya di dalam pengobatan gangguan
depresi berat. Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan
dibagi dalam beberapa golongan yaitu :
1. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan
opipramol.
2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.
3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine
Oxsidase-A), seperti : moclobemide.
4. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.

5. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline,


paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek
klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam serta
waktu paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari). Ada lima proses dalam
pengaturan dosis, yaitu :
1. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu I.
Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III dan
IV, 100 mg/hari pada hari V dan VI.
2. Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif
kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari selama 7
sampai 15 hari (miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan minggu IV 300
mg/hari.
3. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan.
Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai
dosis pemeliharaan.
4. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis
pemeliharaan dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari.
5. Tapering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating
dosage. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari 100 mg/hari selama 1 minggu, 100
mg/hari 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg/hari 50 mg/hari selama 1 minggu,
50 mg/hari 25 mg/hari selama 1 minggu.
6. Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau kemudian
sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.
7. Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose
one hour before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan
SSRI diberikandosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan. 4
II.7 Prognosis
Prognosis gangguan campuran anxietas dan depresi sukar untuk untuk diperkirakan.
Nemun demikian beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset
gangguan ini. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas
meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat
ringannya gangguan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H., Sadock, Benjamin. 1997. Gangguan Kecemasan dalam
Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7
Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hal. 29-32.
2. Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 3-11 dan 17-22.
3.

16

17

Anda mungkin juga menyukai