Anda di halaman 1dari 3

Pengantar pameran

Perkembangan Senirupa Riau


(Sebuah Catatan Ringan)
oleh Dantje S Moeis *
Periodisasi sejarah dan perkembangan senirupa Riau, setakat ini dapat saya bagi hanya
menjadi dua tahapan zaman, yang keduanya berkait-kelindan dengan kondisi sosial budaya
sesuai dengan zamannya, bentuk dan kecenderungan peruntukan karya, serta jangkauan
pengaruh dari zaman ke zaman.
Zaman kejayaan senirupa tradisional
Sesuai makna kata tradisional. Senirupa tradisional Melayu Riau, adalah karya-karya
senirupa unggulan dan terpilih berdasarkan seleksi yang bersifat alami, sangat dekat dengan
kecenderungan rasa yang dimiliki masyarakat hingga senirupa pada masa-itu mampu
bertahan dari masa ke masa hingga kini dan memberikan sumbangan besar bagi pembentukan
identitas kultur Melayu Riau.
Karya-karya senirupa tradisional Melayu Riau, merupakan sebuah karya komunitas dan
bersifat anonimous (penciptanya menjadi tidak dikenal secara individu) walau pada awalnya
peran individu-individu tentulah ada. Disinilah letak kebesaran jiwa manusia-manusia masa
lalu, karena pada wilayah pembangunan budaya, kepentingan komunal jauh lebih penting
bagi mereka, daripada kepentingan orang-per-orang. Apalagi sampai kepada hal-hal yang
berbau komersial. Sehingga karya-karya tradisional ini hampir-hampir jauh dari
permasalahan yang berkaitan dengan sengketa bersifat intellectual property right and law
atau hukum hak atas kekayaan intelektual, kecuali kalau sudah sampai kepada hal-hal atau
sengketa yang bersifat pada pengakuan kepemilikan atau hak cipta.
Karya-karya senirupa Melayu Riau, sama seperti halnya dengan karya-karya senirupa
tradisional di kawasan lain, lebih bersifat applied art, seni-guna, seni-pakai atau seni
peruntukan. Faktor inilah yang menjadi penentu bertahannya seni ini dari masa ke masa
karena disamping perannya sebagai salah satu bentuk local genius/kepiawaian lokal sekaligus
bermuatan kearifan (local wisdom) yang menjadi ciri etnik, suku atau puak. Senirupa jenis ini
mempunyai peran bagi kepentingan upacara-upacara budaya yang tak lapuk karena hujan
dan tak lekang karena panas. Hal ini dapat dibuktikan pada helat budaya dan perilaku
keseharian serta banyak hal lain yang membuktikan bahwa senirupa tradisional ini mampu
bertahan bahkan memberikan nilai pemartabatan tersendiri bagi pengguna senirupa jenis ini.
Di samping kesadaran masyarakat masa lalu akan pentingnya seni sebagai salah satu bentuk
penentu identitas budaya sebuah bangsa, peran penguasa dalam hal ini istana kerajaan
Melayu di Riau masa lalu tidaklah dapat di pandang sebelah mata. Istana di samping
berfungsi sebagai sentrum pemerintahan/penguasa di Riau masa lalu, juga merupakan pusat
pelestarian, pengembangan budaya dan pusat penciptaan produk kesenian tertapis yang
kemudian menjadi karya-karya unggul yang bertahan hingga kini.
Senirupa Riau di era kebimbangan menghadapi kecenderungan senirupa modern
berorientasi Eropa
Pada awal-awal kemerdekaan hingga ke era konflik vertikal antara pemerintah pusat dan
daerah yang bermuara pada pemberontakan PRRI, hingga terbentuknya provinsi Riau,

menjelang tahun enam-puluhan, terjadi hambatan pembacaan sejarah aktifitas dan


perkembangan senirupa di kawasan Riau yang menjadi bahagian provinsi Sumatera-Tengah
masa itu.
Namun angin segar di segala lini kehidupan terlihat, setelah terbentuknya provinsi Riau. Dan
dari sinilah dapat dimulai kembali pembacaan dan sejarah perkembangan senirupa Riau.
Kemunculan perupa Riau yang mulai beradaptasi dengan perkembangan baru (modern), yang
utama untuk di catat tentulah yang berorientasi pada karya ciptaan, walau pada masa itu
bermunculan penggambar-penggambar pesanan yang berkemampuan lumayan menyalin
bentuk-bentuk karya populer masa itu dan sangat european style. Lalu cukup banyak pula
jumlahnya penggambar-penggambar pendatang yang nota-bene mengkhususkan diri
menggambar potret di atas kertas dengan pinsil conte dan bubuk charcoal dengan
transparent layering putih telur sebagai pelapis.
Perupa Riau di era senirupa modern yang berorientasi pada penciptaan, sejauh pengamatan
saya untuk kota Pekanbaru jumlahnya tidaklah terlalu banyak, namun selalu ada dan begitu
juga di kota-kota lain di Riau, yang karena berbagai faktor belum terpantau.
Minimnya kemampuan pemantauan ini tentulah memiliki sebab. Faktor utama yang saya
rasakan adalah, bahwa mereka-mereka pelaku awal senirupa di Riau ini sangatlah tidak
berorientasi ekonomi sehingga promosi, pemberitaan yang meluas dalam bentuk apapun tidak
dilakukan.
Seni merupakan kebutuhan batiniah yang wajib dipenuhi dan bukan untuk pemenuhan
kebutuhan lahiriah. Namun sejalan dengan perkembangan, pendapat seperti ini mulai
meluntur pada generasi perupa berikutnya. Ditambah lagi dengan fasilitas dan dukungan yang
dilakukan oleh berbagai pihak, baik lembaga-lembaga yang mengurusi kesenian secara
formal maupun pihak swasta sebagai partisipan aktif, yang terus menerus mengupayakan
agar karya-karya senirupa dari para perupa Riau, dapat tampil sejajar dengan karya-karya
perupa dari luar Provinsi Riau pada skala Nasional. Terutama karya-karya yang berasal dari
sentrum-sentrum penghasil karya senirupa potensial seperti Jogyakarta, Jakarta, Bandung,
Bali, Solo dan beberapa kota lainnya di luar pulau Jawa.
Riau selama ini, dalam perpetaan senirupa (fine art) pada kenyataannya secara jujur
disampaikan barulah setakat titik kecil yang sukar ditilik keberadaanya secara nasional.
Walau aktifitas berkarya secara kontinuitas tetap ada dan keadaan ini dapat ditandai dengan
berbagai pameran (bersifat lokal) yang dilakukan dan ditaja oleh institusi formal seperti
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Riau, Dewan Kesenian Riau, atau secara independen oleh
individu perupa maupun komunitas-komunitas yang ada. Namun, kegiatan-kegiatan yang
bersifat lokal tersebut, disadari belumlah memadai untuk dijadikan sebagai alat pemetaan
atau pengakuan akan eksistensi perupa Riau secara nasional.
Memang pernah ada, kegiatan-kegiatan yang bertujuan mengupayakan pengakuan
keberadaan perupa Riau, pada bidang kanvas senirupa nasional. Seperti keikut-sertaan
perupa Riau pada pameran-pameran bersama daerah lain di berbagai kota. Namun aktifitas
tersebut dilakukan dengan kontinuitas yang kurang terjaga, sehingga keberadaannya dengan
segala kondisi kultur budaya, problematika sosial dan kedalaman yang disampaikan sebagai
muatan karya tak selalu tampak (timbul-tenggelam).
Namun hal yang cukup menggembirakan bahwa pemahaman lama yang masyarakat miliki,
bahwa kerap terjadi pengulangan-pengulangan proses, minim pemaknaan, miskinnya
kreatifitas. Namun kini perupa Riau saat tampil di setiap pameran selalu membawa kita pada
ujud-ujud @ suguhan menu yang selalu baru. Konsekuensinya, mungkin saja kita akan
menemui berbagai hambatan penikmatan, karena apa yang selama ini sudah kita pahami
tentang karya-karya perupa Riau terdahulu, jauh berbeda dengan tampilan karya-karya yang
tersuguhkan kini. Karya-karya yang mulai jauh dari bayangan kita, karena pokok bahasan,
rupa-kias dan kerangka acuan yang digunakan oleh setiap individu dalam berkarya mulai

menampakkan indentitas diri masing-masing. Naturalisme dan realisme yang ditampilkan


telah mengalami pergeseran cara dan karakter. Untuk itu, penting kiranya jika di dalam proses
penyimakan saat ini, ditawarkan semacam ajakan untuk menggeser pula cara pandang
terhadapnya. Istilah kaji-ulang sekonyong menjadi penting. Ia akan membimbing kita untuk
memasuki wilayah kesadaran cara pandang baru para perupa Riau di dalam kerangka
membangun keseimbangan peradaban. Kaji-ulang yang berarti di dalamnya terkandung
makna perubahan sikap dan pengetahuan yang dipersiapkan untuk menghadapi sesuatu yang
terus berubah.
Sekali lagi, upaya perimbangan ini hanyalah suatu ajakan menurut sebuah alternatif versi. Di
luar ajakan tersebut, bisa saja siapa pun dapat mengembangkan cara dan proses pembacaan
yang kiranya dianggap lebih tepat.
Sebagai penutup tulisan pengantar pameran ini, tentu kita berharap pameran kali ini bukan
hanya sekedar helat yang bersifat sesaat, namun dapat dipetik manfaatnya bagi berbagai
kalangan terutama bagi para perupa Riau, sebuah daerah yang konon kaya namun tak
memiliki sebuahpun lembaga pendidikan senirupa.
Terutama dan yang pasti adalah manfaat dari terbangunnya Persahabatan Seni dan
perluasan wawasan yang akan memperkaya khasanah senirupa nasional. Semoga...***
* Dantje S Moeis adalah seorang perupa,
penulis kreatif dan pengajar pada
Sekolah Tinggi Seni Riau (STSR).

Anda mungkin juga menyukai