Anda di halaman 1dari 24

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Analisis Internal

Analisis internal perusahaan, merupakan analisis lanjutan setelah dilakukan analisis

industri dan persaingan, dimaksudkan untuk mengetahui apa yang menjadi kekuatan (strengths)

dan kelemahan (weaknesses) perusahaan. Analisis internal mencakup aspek visi dan misi,

functional capability, rantai nilai (value chain), dan relative positions.

1. Visi dan Misi

Menurut Colis dan Montgomery (2005) corporate vision is a wellarticulated idea about

how the company as a whole intends to create value. Sedangkan Pearce dan Robinson (2003)

visi yang disebut sebagai strategic intent adalah an articulation of a simple creterion or

characterization of what the company must become to establish and sustain global leadership.

Pengertian misi menurut Thompson and Strickland (2008) a strategic mission is a roadmap of

company’s future – providing specifies about technology and customer focus, the geographical

and product market to be pursued, the capabilities it plans to develop and the kind of company

that management is trying to create. Sedangkan menurut Pearce and Robinson (2003) the

mission of a company is the unique purpose that sets it apart from other companies of its type

and identifies the scope of its operation.

Dari pengertian tersebut diatas maka dapat diketahui bahwa:

5
 Visi merupakan ide bagaimana perusahaan secara keseluruhan menciptakan nilai, yang

berupa kriteria atau karakteristik yang sederhana dalam mana perusahaan didirikan.

 Misi merupakan jalan untuk menujuh kondisi perusahaan di masa mendatang, yang lebih

spesifik tentang teknologi, pelanggan, pasar produk yang ditujuh, dan yang bersifat unik

bagi suatu perusahaan serta berbeda dengan perusahaan lain.

2. Functional Capability

Functional Capabilities atau kapabilitas fungsional merupakan suatu hal yang perlu di

cermati dan pada akhirnya perlu di analisis untuk mengetahui kemampuan atau performance

yang dimiliki oleh perusahaan dalam menjalankan proses bisnis yang digelutinya.

Menurut Hax dan Majluf (1996) kapabilitas merupakan resources that are converted into

capabilities when the firm develops the necessary organizational routines to use then effectively.

Artinya kapabilitas ataupun kemampuan tersebut merupakan sumber daya yang dimiliki

perusahaan yang digunakan secara efektif dan rutin dalam rangka pengembangan usaha

perusahaan. Dengan menggunakannya secara efektif maka perusahaan dapat menciptakan atau

mengembangkan strategik dan kompetensi yang unik atau paling tidak kapabilitas yang

kompetitif atau bersaing dengan para kompetitornya.

Fungsi-fungsi dalam perusahaan yang digunakan menjadi suatu kapabilitas bagi perusahaan

adalah sebagai berikut :

1. Financial

Keuangan adalah analisa pokok dalam keseluruhan usaha firma. Keuangan adalah area

yang paling Utama. Pertanggungan jawaban akhir tidak dapat dihindari terletak pada

CEO. Keputusan kunci sperti obtain dan alokasi sumber keuangan dan keseimbangan

porto folio dari bisnis.

6
2. Personnel

Ada dua analisa focus yang relevan segmentasi tenaga kerja dan SBU. Kategori khusus

dalam tenaga kerja; manager, professional, pekerja, dan pekerja harian, tetapi ada yang

lebih special yang diperlukan oleh beberapa firma. Perpektif SBU adalah membedakan

unit usaha yang berbeda dalam sumber daya manusia yang mereka perlukan.

3. Technology

Teknologi merupakan analisa pokok, disini termasuk keahlian, disiplin ilmu yang

diterapkan ke produk khusus atau proses pengalaman keperluan pasar spesifik. Mengenal

semua yang relevan dengan teknologi dari perusahaan adalah tugas yang paling kritis

dalam pengembangan dari strategi teknologi.

4. Manufacturing

Merupakan gabungan bersama antara cost, kualitas, dapat dipertanggung jawabkan,

fleksibilitas, dan inovasi produk.

5. Procurement

Ada dua focus yang relevan Manufacturing dan SDM. Manufacturing penting ketika

transaksi dengan pembuat/pembeli dan persoalan procurement lain berhubungan dengan

tingkat integrasi vertikal dari perusahaan.

6. Marketing and Distribution

Pemasaran ditetapkan dari presfektif pasar, baik berupa produk atau penawaran service.

3. Rantai Nilai (Value Chain)

Keunggulan bersaing berasal dari banyak aktivitas berlainan, yang dilakukan oleh

perusahaan dalam mendesain, memproduksi, memasarkan, menyerahkan, dan mendukung

7
produknya. Masing-masing aktivitas ini dapat mendukung posisi biaya relatif perusahaan dan

menciptakan dasar untuk diferensiasi (Porter, 1997).

Cara sistematik untuk memeriksa semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dan

bagaimana semua aktivitas ini berinteraksi diperlukan untuk menganalisis sumber keunggulan

bersaing. Sebagai alat untuk menganalisisnya maka digunakan analisis mata rantai (value chain)

yang menguraikan perusahaan menjadi aktivitas-aktivitas yang relevan secara strategik untuk

memahami perilaku biaya dan sumber diferensiasi yang sudah ada dan yang potensial.

Perusahaan memperoleh keunggulan bersaing dengan melaksanakan aktivitas-aktivitas

yang penting secara strategis ini dengan lebih murah atau lebih baik dibandingkan pesaing

(Kotler, 2006). Setiap perusahaan merupakan kumpulan aktivitas yang dilakukan untuk

mendesain, memproduksi, memasarkan, menyerahkan, dan mendukung produknya dan semua

aktivitas ini dapat digambarkan dengan menggunakan rantai nilai gambar berikut ini.

Marketing Sales Products Trans-


Funding Investment Services actions
Advertisin Acquisitio Deposits Credits Acct. Payments
g
Branding n
Offering Securitizati Securities Mgmt.
Asset Trading
on
Credits Fin. Mgmt.
Issuance/I
Sales Multichann Clearing
el Products
Corp. MPO
&A &
Support Manageme Invest. Custody
Other Advis.
nt assets Serv.
Other Settleme
Serv. nt
Risk Management
Technology Development
Human Resources
Firm Infrastructure

Gambar 2.1. Value Chain


Sumber : Lammers (2004)

Berlawanan dengan rantai nilai industri manufaktur dari Porter, rantai nilai industri

perbankan dikembangkan dari sisi pelanggan. Produk akan ditawarkan ke pasar, dijual, diberikan

8
kepada pelanggan dan pelanggan akan menentukan apakah akan bertransaksi atau tidak. Sebagai

tambahan dalam rantai nilai perbankan adalah adanya aktivitas manajemen risiko sebagai

aktivitas pendukung (Lammers, 2004).

Dalam menghantarkan nilai bagi kepuasan pelanggang maka perusahaan dalam

melaksanakan setiap aktivitas nilai berupaya merancang, menghasilkan, memasarkan,

menghantarkan dan mendukung produknya dalam memberikan nilai lebih kepada pelanggan

sehingga pada akhirnya kepuasan pelanggan dapat tercapai. Keberhasilan perusahaan

menerapkan rantai nilia ini adalah pada saat perusahaan dalam melakukan aktivitas-aktivitas

nilainya dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan yaitu ketika tingkat perasaan seseorang

setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya

(Kotler, 2006).

Untuk mencapai keuntungan melalui kepuasan pelanggan maka perlu diperhatikan pula

mengenai Marketing Philosophy atau konsep yang berwawasan pemasaran yang berpendapat

bahwa kunci untuk mencapai tujuan suatu organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan

keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan

efisien daripada saingannya.

Konsep ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pasar sasaran, kebutuhan pelanggan,

pemasaran terkoordinatif yaitu pemasaran yang terkoordinir oleh fungsi-fungsi pemasaran,

wiraniaga, iklan, manajemen produk, penelitian pemasaran serta pemasaran yang juga harus

terkoordinir dengan bagian-bagian lainnya, dan faktor yang terakhir adalah keuntungan melalui

kepuasan pelanggan (Kotler, 2006).

Dalam rantai nilai perusahaan, aktivitas nilai perusahaan dapat dibagi menjadi dua jenis,

yaitu aktivitas primer dan aktivitas pendukung. Aktivitas primer adalah aktivitas-aktivitas yang

9
terlibat dalam penciptaan fisik produk dan penjulannya serta transfer ke pembeli dan juga

bantuan purna jual. Aktivitas ini dapat dibagi menjadi lima kategori generik yang diperlukan

dalam bersaing di dalam industri apa pun, yaitu (Thompson, Strickland, and Gamble, 2008)

1. Supply Chain Management, aktivitas yang dihubungkan dengan penerimaan,

penyimpanan, dan penyebaran masukan produk, seperti penanganan bahan, pengudangan,

pengendalian persediaan, penjadwalan kendaraan, dan pengembalian barang kepada

pemasok.

2. Operations, aktivitas yang berhubungan dengan pengubahan masukan menjadi bentuk

akhir, seperti permesinan, pengemasan, perakitan, pemeliharaan peralatan, pengujian,

percetakan, dan pengopersian fasilitas.

3. Distribution, aktivitas yang berhubungan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan

pendistribusian fisik produk kepada pembeli, seperti penggudangan barang jadi,

penanganan bahan, operasi kendaraan pengirim, pemrosesan pesanan, dan penjadwalan.

4. Sales and Marketing, aktivitas yang berhubungan dengan pemberian sarana yang dapat

digunakan oleh pembeli untuk membeli produk dan mempengaruhi mereka untuk

membeli, seperti iklan, promosi, tenaga penjual, penetapan kuota, seleksi penyalur,

hubungan penyalur, dan penetapan harga.

5. Service, aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan pelayanan untuk meningkatkan

atau mempertahankan nilai produk, seperti pemasangan, reparasi, pelatihan, pasokan

suku cadang, dan penyesuaian produk.

Sedangkan Aktivitas pendukung adalah aktivitas yang mendukung aktivitas primer dan

mendukung satu sama lain dengan memberikan masukan yang dibeli, teknologi sumber daya

manusia, dan berbagai fungsi diseluruh perusahaan.

10
Aktivitas pendukung ini, meliputi :

1. Product R&D, Technology, and System Development, setiap aktivitas nilai mengandung

teknologi berupa pengetahuan , prosedur, atau teknologi yang terkandung di dalam

perlatan proses.

2. Human Resources Management, terdiri atas aktivitas yang terlibat dalam perekrutan,

pengangkatan, pelatihan, pengembangan, dan kompensasi untuk semua jenis personel.

Manajemen SDM ini medukung semua aktivitas baik primer maupun pendukung dan

keseluruhan rantai nilai.

3. General Administration, terdiri atas beberapa aktivitas termasuk manajemen umum,

perencanaan, keuangan, akuntansi, hukum, urusan pemerintah, dan manajemen mutu.

Aktivitas nilai ini merupakan balok pembangun tersendiri dari keunggulan bersaing.

Bagaimana masing-masing aktivitas dilaksanakan digabungkan dengan keekonomisannya akan

menentukan apakah suatu perusahaan berbiaya tinggi atau rendah dibandingkan pesaing.

Bagaimana masing-masing aktivitas dilaksanakan juga menentukan kontribusinya pada

kebutuhan pembeli dan dengan demikian juga pada difrensiasi.

Keberhasilan perusahaan dalam menerapkan strategi tidak terlepas dari bagaimana

perusahaan tersebut menerapkan competitive strategy (dalam tingkat level bisnis unit) yaitu

upaya yang dilakukan perusahaan dalam menciptakan serta mempertahankan keunggulan

bersaing dimana perusahaan tersebut bersaing (Porter, 1997).

4. Formulasi Strategi

Hax dan Majluf (1996) menyatakan bahwa dalam memformulasikan strategi bisnis,

perusahaan harus melaksanakan semua analisis seperti misi bisnis, analisis lingkungan untuk

11
menetapkan daya tarik industri, dan pemahaman internal perusahaan untuk mengidentifikasikan

kekuatan daya saing (the mission of the businesses, the environmental scan to determine industry

attractiveness, and the internal scrutiny to identify competitive strengths).

Untuk memformulasikan strategi maka Pearce & Robinson (2003) menyampaikan

beberapa alternatif, yaitu :

1. Generic strategies: cost leadership, differentiation, and focus.

2. Grand strategies: concentrated growth, market development, product development,

innovation, horizontal integration, vertical integration, concentric diversification,

turnaround, divestiture, liquidation, bankruptcy.

3. Corporate combinations: joint ventures, strategic alliances, and consortia, keiretsu, and

chaebol.

4. Selection of long-term objective and grand strategy sets.

5. Sequence of objective and strategy selection.

B. Strategi Spin Off

Strategi spin off adalah termasuk dalam strategi divestasi, selain alternatif

divestasi lain yaitu cell-off dan equity carveout (Weston, Mitchel and Mulherin, 2004).

Divestasi dibedakan menjadi :

1. Divestasi yang diinginkan (voluntary divestiture)

2. Divestasi yang diharuskan (involuntary divestiture)

Divestasi yang diinginkan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan karena alasan

ekonomis, sedangkan divestasi yang diharuskan oleh hukum dilakukan karena pelanggaran

hokum, biasanya terjadi di negara-negara yang memiliki Undang-undang Anti Monopoli.

12
Divestasi dilakukan oleh motif-motih tertentu, antara lain adalah :

1. Untuk keuntungan efisiensi

2. Pengaruh informasi

3. Transfer kekayaan

4. Alasan perpajakan

5. Kebutuhan kas

Dalam spin off unit bisnis tidak ditujukan untuk kas, tetapi biasanya sahamnya

diterbitkan untuk pemegang saham perusahaan induk. Perusahaan yang melakukan spin off

kemudian akan sepenuhnya terpisah dari induknya dan dapat terdaftar secara terpisah pada

bursa efek, bila perusahaan tersebut sudah go public.

Biasanya spin off ini dimaksudkan untuk memaksimalisasi divisi yang mengelola

asset tertentu di perusahaan dengan menyerahkan pengelolaannya secara professional

kepada perusahaan afiliasi atau pihak lain.

Ada beberapa alasan kenapa spin off dilakukan, antara lain karena dengan berdiri

sebagai perusahaan yang mandiri, maka manajemen anak perusahaan akan memiliki struktur

insentif yang sepenuhnya berdasarkan pada kinerja perusahaan tersebut.

Alasan yang lain yaitu transfer kekayaan dari pemberi hutang kepada pemegang saham,

dalam hal ini anak perusahaan yang di-spin off tidak akan ikut menjamin hutang yang ada

pada induk perusahaan, sehingga risiko peegang hutang induk perusahaan akan bertambah.

Dengan demikian nilai hutang akan menurun dan penurunan ini akan menjadi klaim

pemegang saham.

Menurut Adiwarman A. Karim (2008) ada 3 (tiga) hal yang periu dicermati dalam spin off,

yaitu :

13
1. Ketepatan waktu dan kesiapan bank syariah melaksanakan spin off.

Spin off bisa dilakukan ketika bank syariah siap dengan konsekuensi yang muncul,

seperti pengembangan organisasi, sumber daya manusia (SDM), dan teknologi informasi

(TI). Bank syariah membutuhkan tambahan tenaga untuk mengisi pos-pos yang

sebelumnya di back-up bank induk, seperti fungsi tresuri, fungsi legal, fungsi audit,

fungsi human resources dan fungsi manajemen risiko.

Tenaga yang telah ada pun perlu mendapat suntikan atmosfer baru. Dari atmosfer sebuah

divisi menjadi sebuah bank. Karena itu, dibutuhkan pula satu perubahan manajemen. Di

bidang TI juga membutuhkan sebuah unit yang berdiri sendiri sehingga memerlukan

biaya investasi. Ini tantangan yang harus dijawab oleh bank syariah.

2. Aspek regulasi yang terkait dengan rencana spin off. Bank Indonesia telah menerbitkan

Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah

menyebutkan bahwa untuk mendirikan Bank Umum Syariah modal minimumnya harus

Rp. 1 triliun dan akan diturunkan menjadi Rp. 500 milyar untuk pendirian melalui spin

off.

3. Pilihan strategi dalam mengimplementasikan spin off. Pelaksanaan spin off membutuhkan

pilihan strategi sehingga dapat diwujudkan dengan baik. Ada tiga alternative pilihan

strategi, yaitu :

- Alternative awal yang mengemuka ketika ide spin off ini berkembang adalah bank

induk melakukan spin off terhadap unit usaha syariah ketika sudah mencapai suatu

jumlah asset atau pangsa pasar tertentu.

- Alternatif kedua pilihan strategi lain yang bisa dikembangkan adalah melakukan

konversi asset bank induk dan membeli bank kecil untuk dikonversi. Pilihan untuk

14
melakukan terhadap eksisting asset bank induk konvensional akan mempercepat

proses spin off yang akan dilakukan. Proses ini membutuhkan dorongan kuat dari

bank induk sehingga proses konversi asset dapat dilaksanakan dengan baik.

- Alternatif ketiga dalam melaksanakan spin off adalah membeli suatu bank kecil

untuk dikonversi menjadi bank syariah yang nanti akan digabungkan dengan unit

usaha syariah bank induk.

C. Analisis Lingkungan Eksternal

Analisis lingkungan eksternal dilakukan dalam upaya mengidentifikasikan faktor-

faktor ekstenal yang berada diluar kendali perusahaan dan diperkirakan berpengaruh nyata

terhadap kelangsungan hidup bisnis perusahaan.

1. Karakteristik Industri

Karakteristik Industri dimana perusahaan melakukan kegiatan bisnisnya merupakan

faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis strategi perusahaan. Hal ini disebabkan

karena karakteristik industri mempengaruhi kegiatan bisnis perusahaan, tingkat persaingan, dan

lain sebagainya. Thompson, Strickland dan Gamble (2008) mensyaratkan bahwa untuk

mengetahui karakteristik pesaing perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu:

a. Market Size and grow rate

1. Seberapa besar industrinya dan seberapa cepat tumbuh?

2. Dalam posisi apa industri tersebut di lihat dari Business life cycle dalam hal prospek

pertumbuhan industri?

b. Scope of competitive ribalry

15
1. Apakah perusahaan berkompetisi pada area lokal, nasional, multinasional atau

global?

2. Apakah berkompetisi dalam pasar bebas menjadi penting bagi rencana jangka

panjang yang kompetitif dan sukses bagi perusahaan?

c. Number of rivals

1. Apakah industri terdiri dari banyak perusahaan kecil atau di dominasi oleh beberapa

perusahaan besar?

2. Apakah industri akan berkonsolidasi menjadi sejumlah kecil competitor sejalan

dengan waktu?

d. Buyer needs and industri requirement

1. Apakah yang akan di cari konsumen, apa yg menjadi keunggulan sehingga konsumen

membeli salah satu produk di banding produk pesaing?

2. Apakah konsumen mengharapkan perubahan dari produk?

e. Production Capacity

1. Apakah kapasitas berlebih membuat harga dan keuntungan menurun?

2. Apakah industri di penuhi oleh kompetitor yang banyak?

f. Face of technology change

1. Apakah yang menjadi aturan main dalam pengembangan teknologi dalam suatu

industri?

2. Apakah upgrade dari fasilitas/perlengkapan di perlukan sebagai akibat dari

meningkatnya teknologi dalam proses produksi?

3. Apakah industri punya/perlu kapabilitas tehnologi yang kuat?

g. Vetikal Integration

16
1. Apakah beberapa kompetitor secara penuh atau secara parsial terintegrasi?

2. Apakah ada perbedaaan biaya yg mencolok dalam perusahaan yang terintegrasi

secara penuh atau parsial?

3. Apakah ada keunggulan kompetitif atau ketidakunggulan kompetitif menyertai

dengan menjadi terintegrasi penuh atau parsial?

h. Product Innovation

1. Apakah industri berkarakteristik dengan inovasi produk yang tinggi dan product life

cyle yang pendek?

2. Seberapa penting R&D dan inovasi produk?

3. Apakah ada kesempatan untuk mengungguli kompetitor dengan menjadi yang

pertama memproduksi produk baru.

i. Degree of Product Differentiation

1. Apakah produk pesaing menjadi sangat berbeda atau memiliki sedikit perbedaan?

2. Apakah meningkatnya produk yang mirip dari pesaing menyebabkan tingginya

harga?

j. Scale Economics

1. Apakah industri berkarakter secara skala ekonomis dalam pembelian, produksi,

periklanan, dan distribusi?

2. Apakah perusahaan besar punya keunggulan biaya di banding perusahaan skala kecil?

k. Learning and experience curve effects

1. Apakah beberapa aktivitas industri menjadi berkarakter dengan pembelajaran yang

baik dan serta belajar dari pengalaman?

17
2. Apakah perusahaan memiliki keunggulan biaya yang signifikan akibat dari

pengalaman mereka di beberapa aktifitas industri?

2. Kekuatan Bersaing (Five Forces)

Esensi dari formulasi strategi bersaing adalah hubungan antara sebuah perusahaan

dengan lingkungannya. Meskipun lingkungan yang relevan sangat luas, yang meliputi

lingkungan ekonomi dan sosial, tetapi aspek utama dari lingkungan perusahaan adalah industri

dimana perusahaan tersebut bersaing. Struktur suatu industri mempunyai pengaruh yang kuat

dalam menentukan aturan permainan persaingan, selain juga strategi yang secara potensial

dijalankan oleh perusahaan.

Kekuatan-kekuatan di luar industri mempengaruhi semua aktivitas perusahaan yang ada

dalam suatu industri, oleh karena itu kunci keberhasilan terletak pada kemampuan yang

berlainan di antara perusahaan-perusahaan yang bersangkutan untuk menanggulanginya.

Intensitas persaingan dalam industri berakar pada struktur ekonomi dan perilaku pesaing yang

ada. Bentuk persaingan dalam suatu industri bergantung pada lima kekuatan persaing pokok

(Porter, 1980) seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.1.

Kelima kekuatan persaingan kenyataan bahwa persaingan dalam suatu industri tidak

hanya terbatas pada para “pemain” yang ada dalam industri tersebut. Pelanggan, pemasok,

produk pengganti serta pendatang baru yang potensial semuanya merupakan pesaing bagi

perusahaan, yang kesemuanya tergantung pada situasi tertentu. Persaingan dalam arti luas ini

disebut extended rivalry (persaingan yang diperluas) [Porter, 1980]. Kelima kekuatan persaingan

tersebut secara bersama-sama menentukan intensitas persaingan dan profitabilitas dalam industri,

18
dan kekuatan yang paling besar akan menentukan serta menjadi paling penting dari sudut

pandang formulasi strategi.

Gambar 2.2. Forces Driving Industry Competition


Sumber: Thompson, Stricland dan Gamble (2008)

Lima kekuatan yang mempengaruhi persaingan dalam suatu industry terdiri dari: (Porter, 1980)

a. Analisis persaingan pada industri komponen (The Rivalry Among Competing Sellers)

Rivalitas di antara pesaing yang ada untuk mendapatkan posisi, dengan menggunakan

taktik seperti persaingan harga, perang iklan, peluncuran produk dan peningkatan pelayanan atau

jaminan bagi pelanggan. Rivalitas terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya

tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Pada kebanyakan industri, gerakan

persaingan oleh satu perusahaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pesaingnya, dan akan
19
mendorong perlawanan atau usaha untuk menandingi gerakan tersebut yang berarti bahwa

perusahaan-perusahaan saling bergantung satu sama lain (muttualy dependent). Intensitas

persaingan merupakan hasil dari sejumlah faktor structural yang saling berinteraksi, yaitu

mengenai:

1. Rivalry among competing sellers intensifies the more frequently and more that industry

members making fresh move to boost market standing and business performance.

2. Rivalry is usually stronger when demand for the product is growing slowly, weaker when

faster.

3. Rivalry is more intense when industry conditions tempt competitors to use price cuts or

other ways to boost volume.

4. Rivalry is stronger when customers costs to switch brand are low

5. Rivalry is stronger when one or more competitors are dissatisfied with their market

position and launch moves to bolster their standing at rivals.

6. Rivalry increases in proportion to the size of the payoff from a successful strategic move

7. Rivalry tends to be more vigorous when it costs more to get out of business than to stay

in and compete.

8. Rivalry becomes more volatile and unpredictable the more diverse competitors are in

terms of their vision, strategic intents, objectives, resources and countries of origin.

9. Rivalry increases when strong companies outside the industry acquire weak firms in the

industry and launch aggressive, well-funded moves to transform their newly acquired

competitors into major market contenders.

b. Ancaman dari pendatang baru (The Potential entry Of New Competitors)

20
Ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri tergantung pada rintangan masuk

(barriers to entry) yang ada, yang dikombinasikan dengan reaksi para pesaing. Jika rintangan ini

besar dan/atau pendatang baru dapat memperkirakan akan adanya perlawanan yang keras dari

pesaing yang ada, maka ancaman masuknya pendatang baru akan rendah. Sumber-sumber utama

rintangan masuk adalah:

1. Economics Of Scale; Menunjukkan seberapa jauh penurunan biaya per unit yang

merupakan akibat dari peningkatan volume absolut per periode.

2. Product Differentiation: Menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai identitas tersendiri

terhadap produknya, merek serta layanan terhadap konsumennya.

3. Capital Requirement: Persyaratan untuk menginvestasikan sumber daya keuangan yang

besar merupakan resiko yang tinggi bagi perusahaan untuk bersaing dalam industri.

4. Switching Cost: Biaya yang dikeluarkan oleh pembeli untuk mengalihkan produk, dari

satu produsen ke produsen lain.

5. Access to Distribution Channels: Akses terhadap saluran distribusi perlu dimiliki oleh

pemain baru agar tetap dapat bersaing.

6. Cost Disadvantages Independent of Scale: Pemain baru harus menghadapi perusahaan

yang secara skala ekonomi telah mapan, dan keunggulan tersebut tidak dapat ditiru.

7. Government Policies: Kebijakan pemerintah dapat membatasi masuknya pemain baru.

Dalam kondisi tertentu, bahkan pemerintah dapat menutup masuknya pemain baru dalam

suatu industri.

c. Analisis ketersediaan produk substitusi pada industri komponen (Competitive Pressures

From The Sellers Of Substitute Products)

21
Kekuatan kompetitif produk subtitusi mempunyai peranan sebagai berikut, pertama yaitu

menimbulkan kondisi kompetitif dalam pasar. Kedua, produk subtitusi lemah jika sulit bagi

pembeli untuk beralih ke produk subtitusi, sehingga semakin rendah switching cost pelanggan

maka semakin intens tekanantekanan kompetitif yang dilontarkan pada produk subtitusi tersebut.

Perusahaan-perusahaan dalam suatu industri bersaing dengan industriindustri yang menghasilkan

produk penggantinya. Produk pengganti membatasi laba potensial dari suatu industri dengan

menetapkan sebuah plafon harga (ceiling price) yang dapat diberikan oleh perusahaan dalam

industri. Makin menarik alternatif harga yang ditawarkan oleh produk pengganti, maka makin

ketat pembatasan laba industri. Mengenali produk-produk pengganti adalah persoalan mencari

produk lain yang dapat menjalankan fungsi yang sama seperti produk dalam industri. Produk

yang perlu mendapat perhatian besar adalah produk-produk yang :

1. Mempunyai kecenderungan untuk memiliki harga atau kinerja (price performance trade

off) yang lebih baik dibanding produk industri.

2. Dihasilkan oleh industri yang berlaba tinggi. Produk pengganti seringkali dengan cepat

ikut berpengaruh pada industri jika terjadi perkembangan tertentu, yang meningkatkan

persaingan dalam industrinya sendiri dan dapat menyebabkan penurunan harga atau

peningkatan kinerja.

d. Analisis kekuatan pemasok pada industri komponen (Competitive Pressures From Supplier

Bargaining And Supplier Seller Collaboration)

Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar-menawar terhadap partisipan dalam suatu

industri dengan mengancam akan menaikkan harga atau mengurangi kualitas dari barang atau

jasa yang dibeli. Pemasok yang kuat dapat menekan profitabilitas suatu industri yang tidak

22
mampu untuk mengimbangi kenaikan harga produknya. Semakin ketat atau langka pasokan bagi

industri, semakin kuat kekuatan penawaran si pemasok, tetapi akan melemah jika banyak pilihan

bagi perusahaan dalam menentukan pemasok. Kelompok pemasok memiliki kekuatan tawar-

menawar yang tinggi jika :

1. Para pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan, dan lebih terkonsentrasi

dibandingkan industri dimana para pemasok menjual produknya

2. Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada industry

3. Industri tidak merupakan pelanggan yang penting bagi kelompok pemasok

4. Produk pemasok merupakan input penting bagi bisnis pembeli

5. Produk kelompok pemasok terdiferensiasi atau pemasok telah menciptakan switching

cost yang tinggi

6. Kelompok pemasok memperlihatkan ancaman yang meyakinkan untuk melakukan

integrasi ke hilir (foward integration).

e. Analisis kekuatan pembeli pada industri komponen (Competitive Pressures From Buyer

Bargaining And Seller-Buyer Collaboration)

Pembeli bersaing dengan industri melalui cara menekan harga turun, tawar menawar

kualitas yang lebih tinggi atau pelayanan yang lebih baik, serta berperan sebagai pesaing satu

sama lain dengan mengorbankan profitabilitas industri. Kekuatan dari tiap-tiap kelompok

pembeli yang penting dalam industry tergantung pada sejumlah karakteristik situasi pasar, dan

pada kepentingan relative pembelian dari industri dibandingkan dengan keseluruhan bisnis

pembeli.

Kelompok pembeli mempunyai kekuatan tawar-menawar yang tinggi jika :

23
1. Kelompok pembeli terkonsentrasi atau membeli dalam jumlah besar relative terhadap

penjualan pihal penjual

2. Produk yang dibeli dari industri merupakan bagian terbesar dari pembelian atau biaya

pembeli

3. Produk yang dibeli dari industri adalah produk standar dan tidak terdiferensiasi

4. Switching cost rendah

5. Pembeli memperoleh laba kecil

6. Pembeli menunjukkan ancaman yang meyakinkan untuk melakukanbintegrasi ke hulu

(backward integration)

7. Produk industri tidak penting bagi kualitas produk atau jasa pembeli

8. Pembeli memiliki informasi yang lengkap.

Kekuatan tawar menawar pembeli ditentukan apabila semakin besar pembeli maka

semakin besar jumlah yang dibeli, semakin kuat tekanan kompetitif yang dibuatnya. Pembeli

juga mempunyai kekuatan jika switching cost untuk beralih ke produk lain yang rendah.

3. Kekuatan Penentu (Driving Forces)

Dalam melakukan analisis terhadap kondisi persaingan dan industri maka perlu diketahui

kekuatan-kekuatan yang dominan yang dapat menciptakan insentif atau tekanan perubahan.

Menurut Thompson, Strickland dan Gamble (2008) kekuatan penentu dalam industri are the

major nunder-lying causes of changing industry and competitive conditions, yang biasanya tidak

lebih dari tiga atau empat factor dari kekuatan penentu umum. Thomson dan Strickland (2008)

menyampaikan

24
bahwa kekuatan penentu yang paling umum adalah sebagai berikut :

a. Growing use of the internet and emerging new internet technology applications.

b. Increasing globalization of the industry.

c. Changes in long-term Industry growth rate.

d. Changes in who buys the product and how they use it.

e. Product Innovation.

f. Technological change and manufacturing process innovation.

g. Marketing innovation.

h. Entry or exit of major firms.

i. Diffusion of technical know-how across more companies and more countries.

j. Changes in cost and efficiency.

k. Growing buyer preferences for differentiated products instead of standardized

commodity products.

l. Reductions in uncertainty and business risk.

m. Regulatory influences and government policy changes

n. Changing societal concern, attitudes and lifestyles.

4. Factor Kunci Sukses (Key Success Factors)

Untuk memahami lebih mendalam karakteristik industri dimana perusahaan melakukan

usahanya dan untuk mengetahui factor-faktor apa yang menjadi penentu keberhasilan bisnis,

maka berikut diuraikan pula faktor kunci sukses dalam suatu industri komponen. Thompson,

Strickland dan Gamble (2008) menyampaikan bahwa Key Success Factors are those things that

most affect industry member’s ability to prosper in the market place, particularly strategy

25
elements, products attributes, resources, competencies capabilities and business outcomes that

spell the difference between profit and loss and ultimately competitive success of failures.

Konsep dasar Key Success factors adalah menitik-beratkan pada atribut produk,

kompetensi, kapabilitas persaingan dan pencapain pasar yang dapat mencapai keuntungan

perusahaan yang paling baik, yang apabila ingin mengetahui Key Success Factors maka harus

dapat dilakukan dengan menjawab tiga pertanyaan berikut ini :

1. On what basis do customers choose between the competing brands of sellers? What

product attributes are crucial?

2. What resources and competitive capabilities does a seller need to have to be

competitively successful?

3. What does it take for sellers to achieve a sustainable competitive advantage?

Perusahaan dituntut dapat secara tepat mendiagnosa faktor kunci sukses untuk

berkompetisi dalam suatu industri. Hal tersebut akan memudahkan perusahaan untuk membuat

dan menetapkan strategik yang tepat untuk dapat bersaing dalam industri tersebut serta dapat

memiliki KSF yang secara jelas lebih baik dari pada pesaingnya. Faktor-faktor yang

berhubungan dan merupakan KSF dari suatu industri meliputi ; teknologi, manufaktur, distribusi,

pemasaran, ketrampilan dan kemampuan serta hal lainnya seperti, biaya, lokasi, pelayanan

terhadap pelanggan, kondisi keuangan yang baik dan hak patent atau proteksi terhadap produk.

5. Strategic Group Maps

Menurut Porter (1980) strategic groups are the group of firms in an industry following

the same or similar strategy along the strategic dimensions. The map is a very useful way to

graphically display competition in an industry and to see how industry changes or how tends

might affect it. Sedangkan menurut Hax dan Majluf (1996) strategic groups is groups

26
correspond to aggregation of firms that include in a unique set those competitors that follow a

common or similar strategy along well-defined dimensions. Strategic mapping is useful tool

that can be guide the separation of strategic groups in an industry.

Secara ringkas peta group strategic dapat dilihat dalam gambar 2.2. Berikut ini :

Gambar 2.3. Peta Grup Strategik


Sumber : Thompson, Strickland (2008)

Menurut Thompson, Strickland dan Gamble (2008) strategic group mapping is a technique for

displaying the different market or competitive positions that rivals firms occupy in the industry.

Prosedur untuk membuat atau membuat peta group _trategic adalah sebagai berikut :

a. Identify the competitive characteristics that differentiate firms in the industry.

b. Plot the firms into two-variable map using pairs of these differentiating characteristics.

c. Assign firms that fall in about the same strategy space to the same strategic group.

27
d. Draw circles around each strategic group, making the circles propotional to the size of

the group’s share of total industry sales revenues.

28

Anda mungkin juga menyukai