Anda di halaman 1dari 18

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI SUATU SISTEM

A. Pendahuluan
Sebelum masuknya istilah filsafat dan filosof dalam dunia Islam, umat
Islam belum mengenal istilah “al-Hikmah” dan usaha untuk mencari “al-
Hikmah”, yang mempunyai pengertian dasar yang sama dengan filfasat. Dan
sebenarnya dalam Pendidikan Islam kata filsafat itu tidak dikenal, yang
dimaksud dengan kebenaran yang dikehendaki oleh filsafat itu dalam Islam
disebut “hikmat” yang bernilai “ilahiyat” bukan kebenaran seperti
dikemukakan filsafat (umum) yang lebih berkonotasi kepada kemampuan
daya nalar manusia.
Menurut Jalaludin dan Usman Said hikmat itu tidak tergantung dari
tingkatan akademis yang diperoleh seseorang, tetapi dapat dimiliki oleh
mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan akademis secara
formal. Hikmat dapat dianugerahkan kepada mereka yang memiliki
kematangan pandangan, pemikiran yang jauh, dan pengamatan yang
mendalam.

B. Seputar Filsafat Pendidikan Islam


Arifin (1992 : xi), Filsafat Pendidikan Islam pada hakekatnya adalah
konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumberkan ajaran Islam tentang
hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta
dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh
ajaran Islam, serta mengapa manusia harus dibina menjadi hamba Allah swt.
yang berkepribadian demikian. Sarana dan upaya apa sajakah yang dapat
mengantarkan pencapaian cita-cita demikian, dan sebagainya.
Sementara itu, Abudin Nata (1997 : 15), Filsafat Pendidikan Islam itu
merupakan kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat
dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Quran dan al-Hadits
sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosofis
muslim, sebagai sumber sekunder. Selain itu Filsafat Pendidikan Islam di atas

1
dapat diketahui bahwa perbedaan di antara keduanya terletak pada sumber
yang diambil dalam kegiatan berpikirnya. Kalau filsafat pendidikan secara
umum, hasil pemikirannya berupa kebenaran ilmiah yang didasarkan pada
kemampuan rasio dan fakta, yang kebenaran pemikirannya sangat tergantung
pada ruang dan waktu karena sifatnya spekulatif. Sedangkan Filsafat
Pendidikan Islam hasil pemikirannya berupa kebenaran agama sebagai hasil
pemikiran filosofis yang bersumber dari wahyu Ilahi, yang kebenarannya
bersifat mutlak tidak tergantung pada kondisi ruang dan waktu.
Hasan Langgulung (1992 : 41), Filsafat Pendidikan Islam adalah
sejumlah prinsif kepercayaan dan premis yang diambil dari ajaran Islam atau
sesuai dengan semangatnya dan mempunyai kepentingan terapan dan
bimbingan dalam usaha pendidikan.
Ahmad D. Marimba (1989 : 24), Filsafat Pendidikan Islam adalah
perenungan-perenungan mengenai apa sesungguhnya Pendidikan Islam itu dan
bagaimana usaha-usaha pendidikan dilaksanakan agar berhasil sesuai dengan
hukum-hukum Islam.
Adapun pengertian Filsafat Pendidikan Islam menurut hemat penulis,
sebagai hasil rumusan dari beberapa pendapat di atas adalah suatu ilmu yang
mengkaji, mencari, menganalisa, membahas secara filosofis tentang hakikat
pendidikan islam, baik secara konseptual, maupun operasional, serta
menggunakan jasa filosofis dala mencari alternatif paling efektif bagi
pemecahan problema pendidikan islam yang berdasar dan bersandar pada
sistem kebenaran yang mutlak yaitu al-Qur'an dan al-Hadits serta pandangan
filosofis muslim sehingga dapat memberikan perbaikan dan pengembangan
terhadap pendidikan Islam.

C. Fungsi, dan Metode Filsafat Pendidikan Islam


1. Fungsi Filsafat Pendidikan Islam

2
Fungsi secara umum dari Filsafat Pendidikan Islam dikemukakan
oleh beberapa ahli:
a) Muzayyin Arifin, fungsi
filsafat pendidikan Islam merupakan pemikiran mendasar yang
melandasi dan mengarahkan proses pendidikan Islam, memberikan
gambaran tentang sampai di mana proses tersebut direncanakan dan
dalam ruang lingkup serta dimensi bagaiman proses tersebut
dilaksanakan (1997: 19).
b) Hasan Langgulung (1992:11),
fungsi Filsafat Pendidikan Islam adalah sebagai polisi lalu lintas untuk
mngecek dan mengontrol arus teori dan aliran mana yang harus masuk
dan mana yang harus keluar dari bidang pendidikan.
c) Abidin Nata (1997 : 19),
fungsi Filsafat Pendidikan Islam adalah mengarahkan dan memberikan
landasan pemikiran yang sistematik, mendalam, logis, universal, dan
radikal terhadap berbagai masalah yang beroperasi dalam bidang
pendidikan yang menempatkan al-Qur'an sebagai dasar acuannya.
d) H.M. Arifin dan Supardi
(1992 : 2), fungsi Filsafat Pendidikan Islam adalah sebagai landasan
strategi dan kompas jalannya pendidikan Islam. Kemungkinan yang
menyimpang dari tujuan pendidikan Islam akan dapat diperkecil dan
sebaliknya kemampuan dan kedayagunaan pendidikan Islam dapat
lebih dimantapkan dan diperbesar karena hambatan, gangguan, serta
rintangan yang bersifat spiritual serta teknis operasional akan dapat
diatasi atau dapat disingkirkan dengan lebih mudah.
e) Ahmad D. Marimba, fungsi
Filsafat Pendidikan Islam adalah menjadi pegangan pelaksanaan
pendidikan yang menghasilkan generasi-genrasi baru yang
berkeperibadian muslim, yang akan mengembangkan usaha-usaha
pendidikan dan mungkin mengadakan penyempurnaan dan
penyusunan kembali filsafat yang mendasari usaha-usaha pendidikan

3
itu sehingga membawa hasil yang lebih besar. (Abudin Nata, 1997 :
118).
f) Fungsi Filsafat Pendidikan
Islam secara rinci dikemukakan oleh Jalaludin dan Usaman Said (1996
: 25) :
1. Sebagai proses awal dari pemikiran tentang dasar
dari sistem pendidikan Islam.
2. Memberi landasan bagi pelaksanaan dan sistem
pendidikan yang kedalamannya mencakup tujuan yang akan
dicapai, materi yang diberikan, metode yang digunakan, alat yang
dibutuhkan, cara-cara penilaian, administrasi dan faktor-faktor lain
yang menyangkut masalah pendidikan.
3. Memberi landasan dasar yang bersumber pada
wahyu sebagai nilai kebenaran yang tertinggi.
4. Sebagai peletak dasar bagi kerangka (blue print)
dari sistem pendidikan.
Fungsi Filsafat Pendidikan Islam seperti dikemukakan oleh para
ahli di atas, menurut penulis pada dasarnya sama, tetapi belum mengarah
kepada fungsi yang khusus. Mereka lebih banyak mengemukakan secara
garis besarnya bahwa fungsi Filsafat Pendidikan Islam adalah proses awal
dari landasan pemikiran mendasar yang beracuan kepada al-Qur'an dan al-
Hadits yang memberikan petunjuk, arah, gambaran dan landasan nagi
proses pendidikan Islam, jadi lebih menunjuk pada arah tujuan sistem
pendidikan Islam secara keseluruhan tanpa dirinci komponen-komponen
dari sistem tersebut.
Akan tetapi dari beberapa pendapat di atas, hanya ada satu
pendapat yang lebih mengkhususkan fungsi Filsafat Pendidikan Islam ini,
yaitu pendapat yang dikemukakan Hasan Langgulung. Beliau lebih
mengkonsentrasikan bahwa fungsinya pada pengecekan dan pengontrolan
teori yang harus masuk dan keluar dari bidang pendidikan. Namun jika
dikonsntrasikan pada masalah teori, akan memberi konsekuensi bahwa ada

4
kemungkinan teori yang telah ada dengan terpaksa harus keluar dari
bidang pendidikan. Padahal, menurut pengetahuan penulis, teori-teori,
wawasan-wawasan, dan sebagainya yang telah ada jangan dianggap salah
sama sekali dan harus keluar, tetapi diusahakan lebih disempurnakan dan
diberi kerangka acuan yang bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadits.
Selain fungsi yang dikemukakan oleh Hasan Langgulung seperti di
atas, beliau juga memberikan fungsi-fungsi Filsafat Pendidikan Islam
secara lebih rinci sebagai berikut:
1. Untuk memahami sistem pengajaran;
2. Menganalisis konsep-konsep dan istilah-istilah;
3. mengeritik asumsi-asumsidan fakta-fakta;
4. Membimbing asas-asas pendidikan;
5. Menerima perubahan-perubahan dasar;
6. Membimbing sikap guru;
7. Membangkitkan dialog dan persoalan;
8. Menghilangkan pertentangan pendidikan;
9. Mengusulkan rencana-rencana baru.
Dari uraian mengenai fungsi Filsafat Pendidikan Islam dari
berbagai pendapat para ahli di atas, penulis cenderung berkesimpulan
bahwa Filsafat Pendidikan Islam adalah sebagai dokternya Pendidikan
Islam. Melakukan pemeriksaan dan mendiagnosa secara teliti, sistematik,
mendalam, logis, universal dan radikal terhadap penyakit pendidikan Islam
beserta komponen-komponennya, kemudian memberikan petunjuk, arah,
gambaran, dan landasan yang bersumber kepada al-Qur'an dan al-Hadits
mngenai resep obat berupa pemikiran mendasar bagi kelancaran
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam.

2. Metode Filsafat Pendidikan Islam


Cara atau metode merupakan syarat untuk efisiensinya usaha atau
pekerjaan demi tercapai tujuan, juga merupakan syarat suatu ilmu. Bahkan

5
cara atau metode adalah suatu ciri pekerjaan atau ilmu yang baik (valid).
Tanpa metode tertentu, maka arah pekerjaan itu tidak menjamin
tercapainya tujuan (Moh. Noor Syam, 1987:24).
Secara teknis, Runes menerangkan seperti dikutip Moh. Noor
Syam, 1897 : 24), metode berasal dari perkataan Yunani Methodus. 1)
sesuatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan; 2) sesuatu
teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan
dari suatu materi tertentu; 3) suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan
dari suatu prosedur.
Dalam dunia Islam, filsafat menimbulkan pada garis besarnya dua
sistem filsafat, yaitu 1) Madzhab tradisional yang sistem filsafatnya
berpegang teguh pada nash al-Qur'an dan Sunnah Rasul, yang tentunya
tidak bisa dipisahkan dengan aliran madzhab yang pernah berkembang
dalam dunia Islam. Mereka disebut Ahlu Al-Sunnah, Ahlu Al-Naqli. 2)
Madzhab rasional yang banyak menggunakan akal dalam ijtihadnya tetapi
tidak berarti meninggalkan al-Qur'an dan Hadits Nabi. Mereka
menggunakan ta'wil bila terjadi pertentangan antara akal dan nash.
Disamping menggunakan metode-metode Filsafat Pendidikan Islam yang
telah berkembang dalam dunia Islam, juga menggunakan metode filsafat
pendidikan pada umumnya, dan mereka disebut ahli ar-ra'yi dan ahlu al-
aqli (Zuhairini, 1992 : 131).
Masih menurut Zuhairini (1992 : 131)
Kedua madzhab filsafat dalam Islam tersebut, telah menggunakan cara
atau metode ijtihadnya seperti sistem filsafat Islam. Metode-metode ijtihad
seperti ijma', Qiyash, Istihsan, Maslahah Mursalah, Al-'Adah
Muhakkamah, semuanya adalah berdasarkan penggunaan akal. Cara
penafsiran al-Qur'an dan ta'wil, merupakan dasar dari analisa bahasa
(linguistik analisis) dalam sistem filsafat modern. Penggunaan Hadits dan
Atsar sahabat sebagai sumber secara rasional, tidak lain kecuali analisa
histories (histortical analisis) dalam filsafat khusus masa kini. Metode

6
analisis kritis, ilmiah rasional, empiris sampai kepada yang bersifat
eksperimental pun sudah dikenal oleh filsafat Islam dalam sejarahnya.
Selanjutnya penulis akan menguraikan mengenai multi metode
yang digunakan dalam filsafat pendidikan Islam.
a) Metode Memahami Filsafat Pendidikan Islam
Pada garis besarnya ada dua metode pokok dalam mempelajari
Filsafat Pendidikan Islam, yaitu :
1) Pendekatan terhadap wahyu
Metode ini bertitik tolak dari keyakinan terhadap kebenaran wahyu
dengan maksud untuk mencari pemahaman terhadap kebenaran mutlak
yang terkandung dalam wahyu tersebut, yang menggunakan ayat-ayat
Tuhan sebagai premis, baik sumber al-Qur'an maupun sunnah rasul.
Kebenaran itu sendiri dicari dalam batas-batas kemampuan akal manusia,
dengan cara merenungkan, menggali, menafsirkan, memperbandingkan,
menghubungkan serta mentakwilkan informasi yang terkandung dalam
wahyu. Dari kajian itu kemudian dapat konsep pemikiran dasar tentang
konsep pendidikan Islam walaupun tidak mencapai tingkat kebenaran
mutlak wahyu (Jalaludin dan Usman Said, 1996 : 28).
2) Metode Histori-Kritis
Yaitu memahami hakikat pendidikan Islam melalui proses sejarah
Islam yang dilalui umat Islam dari sejak lahir, sekarang, dan yang akan
datang. Metode ini dibagi dua, yaitu:
1. Metode histori rasional murni, yaitu melalui pemahaman sejarah
pemikiran ulama-ulama muslim dan interpretasi-interpretasi nash
secara utuh menurut konsep yang islami.
2. Metode histori rasional, yaitu melalui pemahaman ulama-ulama
muslim dengan dikomparasikan dan direlevansikan dengan pendidikan
lain dalam menjawab berbagai problema pendidikan (Adang Hambali,
1996 : 16)
b) Metode Filsafat Pendidikan Islam

7
Dalam memecahkan problema pendidikan Islam (problema
pendidikan yang dihadapi oleh umat Islam) dapat menggunakan metode
antara lain :
1. Metode Spekulatif dan Komtemplatif
Menurut Runes yang dikutip oleh Moh. Noor Syam (1987 : 23),
“Contemplation atau perenungan dalam epistimology modern adalan
pengetahuan dari objek yang berlawanan dengan menikmati, melainkan
sebagai kesadaran jiwa kearah kesadaran sendiri.
Menurut Moh. Noor Syam sendiri, merenung adalah suatu cara
yang sesuai dengan watak filsafat, yaitu memikirkan segala sesuatunya
sedalam-dalamnya, tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan
objeknya. Prosesnya berlangsung lama, dalam keadaan tenang dan hening
sungguh-sungguh, dalam kesendirian atau kapan dan dimanapun.
Objeknya bisa apa saja. Sedangkan spekulatif yang juga berarti
perenungan atau merenung yaitu melakukan perenungan terhadap segala
objek filsafat yang tak terbatas, yang tujuannya untuk mengetahui segala
sesuatu secara lebih mendalam dengan pikiran kritis piker murni
(reflective thinking), cenderung menganalisa, menghubungkan antar
masalah berulang-ulang secara mantap.
Metode spekulatif dan kontemplatif dalam sistem filsafat Islam
menurut Zuhairini (1992 : 131) disebut tafakkur dan merupakan metode
utama dalam setiap cabang filsafat. Keduanya adalah berpikir secara
mendalam dalam situasi yang tenang, sunyi, untuk mendabatkan
kebenaran tentang hakekat sesuatu yang dipikirkan, yang berkaitan dengan
masalah-masalah yang abstrak seperti hakikat hidup menurut Islam,
hakikat iman, dan sebagainya.

2. Metode atau Pendekatan Normatif


Norma artinya nilai juga berarti aturan atau hokum-hukum. Norma
menunjukkan keteraturan suatu sistem, baik buruk, berguna dan tidak
bergunanya sesuatu dan menunjukkan arah geraknya sesuatu aktivitas,

8
Dalam filsafat Islam, disebut pendekatan syar’iyah, diamksudkan adalah
mencari dan menetapkan aturan-aturan dalam kehidupan nyata tentang apa
yang boleh dan tidak boleh menurut syari’at Islam. Obyeknya berkaitan
dengan tingkah laku dan amal perbuatan (Zuhairini, 1992 : 132).
3. Metode Analisa Konsep dan Analisa Bahasa
Konsep berarti ungkapan atau pengertian seseorang terhadap suatu
obyek, kata-kata, kalimat dan bahasa pada hakikatnya merupakan
kumpulan pengertian-pengertian dari konsep-konsep. Pengertian seseorang
terhadap suatu obyek yang dirumuskan dalam bentuk definisi yang selalu
menggunakan bahasa atau kalimat tertentu untuk mengungkapkan
pengertian tersebut (Zuhairini, 1992 : 132). Oleh karena itu pendekatan ini
dimaksudkan sebagai usaha memahami konsep-konsep filosofis dalam
ajaran Islam tentang hidup dan kehidupan manusia, seperti iman, ihsan,
dan seterusnya. Kedua metode ini menurut Arifin (1994 : 23) dipandang
oleh hamper semua ahli filsafat sebagai fungsi pokok yang syah dari
filsafat. Karena filsafat itu sendiri dipandang sebagai analisa logis dari
bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan konsep. Maka metode
pengungkapan permasalahannya pun menggunakan analisa bahasa dan
analisa konsep. Kedua metode analisa ini tidak dapat dipisahkan karena
merupakan hakikat dari analisa filosofis. Analisa bahasa digunakan untuk
mengetahui arti sesungguhnya dari sesuatu. Sedangkan analisa konsep
adalah analisa kata-kata yang dianggap kunci pokok yang mewakili
gagasan dan konsep.
4. Pendekatan Historis
Yaitu mebambil pelajaran dari peristiwa dan kejadian masa lalu.
Dalam sistem pemikiran filsafat, pengulangan sejarah (sistem sejarah)
yang sesungguhnya tidak mungkin terjadi, sedang dalam pandangan
kesejarahan suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi karena hubungan
sebab akibat dan terjadi dalam setting, situasi dan waktunya sendiri-
sendiri. Peristiwa sejarah berguna untuk memberikan petunjuk dalam
membina masa depan, termasuk memberikan banyak manfaat untuk

9
pendidikan. Banyak ayat-ayat al-Quran yang menganjurkan untuk
mengambil pelajaran dari sejarah (Arifin, 1994 : 133)
5. Metode Deduktif
Yaitu melakukan pemikiran yang dimulai dari realita yang bersifat
umum, guna mendapat kesimpulan tertentu yang khusus. Filsafat selalu
men-chek dan re-chek atas kesimpulan-kesimpulannya. Hal ini tidak
berarti filsafat tidak mempergunakan mempergunakan metode induktif.
Dalam batas tertentu, filsafat menggunakan metode ilmiah, termasuk
induktif. Hal itu merupakan pelengkap bagi kesimpulan-kesimpulan
filsafat, untuk mendapatkan kebenaran yang valid, melalui checking re-
checking dan cross checgking (Moh. Noor Syam, 1987 : 26)
6. Pendekatan Ilmiah terhadap Masalah Aktual
Pada hakikatnya pendekatan ini merupakan pengembangan dan
penyempurnaan dari pola pikir rasional empiris dan eksperimental yang
telah berkembang pada masa jayanya filsafat dalam Islam. Problema
pokok filsafat pendidikan Islam masa sekarang adalah pendidikan, yang
pada hakikatnya adalah usaha untuk mengubah dan mengarahkan keadaan
atau nasib (Zuhairini, 1992 : 133). Dengan menggunakan metode-metode
ilmiah, dapat dideskripsikan dan kemudian dipahami permasalahan-
permasalahan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dan dalam
proses pendidikan serta aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan
pendidikan. Pendekatan ini merupakan realisasi dari al-Qur'an, surat ar-
Ra'du ayat 11 (Adang Hambali, 1996 : 18). Firman Allah swt.

     ...


 
 
  
   
    
Artinya:

10
"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka
tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia." (Depag RI, 1990 : 370)
7. Metode Analisis-Sintetis
Yaitu suatu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan
logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif dan deduktif secara
analisa ilmiah. Sistem berpikir induktif dan deduktif merupakan metode
berpikir rasional dan logis yang belum analisis sintetis. Oleh karena itu,
dalam menemukan hakikat problematika kependidikan pada khususnya,
diperlukan analisa dan sintesa yaitu mengurai sasaran pemikiran filosofis
sampai unsur-unsur sekecil-kecilnya kemudian memadukan
(mensenyawakan) kembali unsur-unsur sebagai sebuah kesimpulan hasil
studi (Arifin, 1994 : 23)
8. Pendekatan yang Sifatanya Komprehensip dan Terpadu
Yaitu antara sumber naqli, aqli dan imani, yang pernah pula
berkembang sistem filsafat Islam. Sebagaimana yang dikembangkan al-
Ghazali bahwa untuk mencapai kebenaran yang benar-benar diyakini
harus melalui perjalanan yang merasakan. Pendekatan ini lebih mendekati
pola berpikir yang empirik dan intuitif (Zuhairini, 1992 : 34)

c) Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam


Menurut Abudin Nata (1997 : 20) dalam pengembangan filsafat
Pendidikan Islam memerlukan empat metode, yaitu:
1. Bahan-bahan yang akan digunakan untuk pengembangan
filsafat pendidikan, baik berupa bahan tertulis yaitu al-Qur'an dan al-
Hadits yang diserta pendapat para ulama serta para filosof dan lailnnya

11
dan bahan yang diambil dari pengalaman empirik dalam praktek
kependidikan.
2. Metode pencarian bahan, yaitu melalui studi kepustakaan
dan studi lapangan yang masing-masing-masing prosedurnya telah
diatur sedemikian rupa.
3. Metode pembahasan, yaitu dengan melalui metode analisis
sitesis. Untuk menggali hakikat kependidikan dalam masyarakat dapat
dilakukan dengan menggunakan metode berfikir induktif. Cara ini
tepat sekali digunakan untuk membahas bahan-bahan yang didapat dari
hasil pengalaman. Di samping itu, dapat pula digunakan metode
berfikir deduktif, cara ini dapat digunakan untuk membahas bahan-
bahan kajian yang bersumber dari bahan tertulis.
4. Pendekatan, yang biasanya diperlukan dalam analisa dan
berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih
untuk mengetahui fenomena tertentu pula. Ia semacam paradigma
(cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu
fenomena yang selanjutnya erat dengan disiplin keilmuan. Adapaun
pendekatan yang digunakan untuk mengkaji masalah filsafat
pendidikan Islam adalah perpaduan dari ketiga disiplin ilmu tersebut,
yaitu filsafat, ilmu pendidikan dan ilmu tentang keislaman yang
dilakukan secara logis, sistematis, radikal, mendalam, dan universal.

D. Filsafat Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem


Menurur Ryan (1982:63-64) sistem adalh sejumlah elemen (objek,
orang, aktivitas, rekaman, informasi dan lain-lain) yang saling berkaitan
dengan proses dan struktur secara teratur, dan merupakan kesatuan organisasi
yang berfungsi mewujudkan hasil yang dapat diamati (dapat dikenal
wujudnya) sedangkan tujuan tercapai. Sedangkan menurut Sanafiah Faisal

12
(1981:25), istilah sistem menuju kepada totalitas yang bertujuan dan tersusun
dari rangkaian unsur dan komponen.
Sistem adalah suatu kesatuan dari komponen-komponen yang masing-
masing berdiri sendiri tetapi saling terkait satu dengan yang lain, sehingga
terbentuk suatu kebulatan yang utuh dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Komponen-komponen yang berada dalam sistem pendidikan sangat
beragam. Noeng Muhadjir mensistemasi komponen tersebut dalam tiga
kategori, yaitu:
1. Bertolak dari loma unsur dasar pendidikan, meliputi
yang meberi, yang menerima, tujuan, cara/jalan, dan konteks positif.
2. Bertolak dari empat komponen pokok pendidikan,
meliputi kurikulum, subjek didik, personifikasi, dan konteks belajar
mengajar.
3. Bertolak dari tiga fungsi pendidikan, meliputi
pendidikan kretifitas, pendidikan moralitas dan pendidikan produktivitas.
Selanjutnya, Ramayulis (2002:4-5) membagi sistem pendidikan atas empat
unsur, yaitu:
1. Kegiatan pendidikan yang
meliputi: pendidikan diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, pendidikan
seseorang terhadap orang lain.
2. Binaan pendidikan,
mencakup: jasmani, akal, dan qalbu.
3. Tempat pendidikan,
mencakup: rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.
4. Komponen pendidikan,
mencakup: dasar, tujuan pendidikan, peserta didik, materi, metode, media
dan evaluasi.
Filsafat pendidikan Islam tidak akan terlepas dari sistem pendidikan
Islam. Sistem pendidikan Islam memiliki sistem tersendiri yang berbeda
dengan sistem pendidikan lain. Berikut di bawah sistem pendidikan Islam
yang jauh berbeda dengan pendidikan lain.

13
4. Sistem Ideologi
Islam memiliki ideologi tauhid yang bersumber dari al-Quran dan
Sunnah. Apabila ide pokok ideologi Islam berupa al-tauhid, maka setiap
tindakan sistem pendidikan Islam dan filsafat pendidikan Islam harus
berdasarkan al-Tauhid. Makna al-Tauhid bukan hanya mengesakan Tuhan
seperti yang dipahami oleh kaum monteis, melainkan juga meyakinkan
kesatuan penciptaan, kesatuan kemanusiaan, kesatuan tuntutan hidup.
Dengan kerangka dasar al-Tauhid ini maka pendidikan Islam tidak akan
ditemui tindakan yang dualisme, dikotomis bahkan sekularis.
5. Sistem Nilai
Pendidikan Islam bersumber dari nilai al-Quran dan al-Sunnah.
Formulasi ini relevan dengan uraian di atas, sebab dalam ideologi Islam itu
bermuatan nilai-nilai dasar al-Quran dan Sunnah, sebagai sumber asal dan
ijtihad sebagai sumber tambahan. Ketiga nilai tersebut dipindahkan dari
satu generasi ke generasi lainnya.
6. Orientasi Pendidikan
Pendidikan Islam berorientasi pada duniawi dan ukhrawi, karena di
dalam Islam antara dunia dan akhirat merupakan kelanjutan dari dunia,
bahkan suatu mutu akhirat konsekuensi dari mutu kehidupan dunia. Segala
perbuatan muslim dalam bidang apapun memiliki kaitan dengan akhirat.
Islam sebagai agama universal berisi ajaran-ajaran yang dapat
membimbing manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan diakhirat.
Prinsip-prinsip pendidikan Islam di atas memiliki perbedaan dengan
prinsip-prinsip pendidikan Barat yang bertitik tolak dari filsafat pragmatisme,
yaitu mengukur kebenaran menurut kepentingan waktu, tempat dan situasi,
dan berakhir pada garis hajat. Filsafat ilmunya adalah kegunaan/utilitas.
Fungsi pendidikan tidaklah sampai untuk menciptakan manusia yang dapat
menempuh kehidupan yang indah di akhirat, akan tetapi terbatas pada
kehidupan duniwiyah saja.

E. Penutup

14
Demikian disampaikan makalah tentang filsafat pendidikan Islam
sebagai sebuah sistem, harapan penulis mudah-mudahan makalah ini menjadi
sebuah khazanah ilmu pengetahuan dan tambahan wawasan dalam memahami
pendidikan Islam dan filsafat pendidikan Islam.

15
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Langgulung, Hasan. 1992. Manusia dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka al-Husna


Baru.

Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: al-


Ma’arif.

Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

16
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke Dzat Ilahi Rabbi yang telah memberikan
kekuatan lahir dan bathin kepada kita. Shalawat dan salam semoga tetap
dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw.
Dalam rangka melaksanakan tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam,
di Institut Agama Islam Cipasung Tasikmalaya, maka disusunlah makalah ini,
dengan judul “Filsafat Pendidikan Islam sebagai Suatu Sistem”
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari sepenuhnya masih
banyak sekali kekurangan dan kekhilafan, baik mengenai rangkaian kata ataupun
dalam menyusun kalimat, sehingga masih perlu perbaikan dari berbagai pihak.
Kritik dan saran adalah suatu solusi terbaik bagi penulis untuk dapat
menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya. Semoga Allah swt. meridhai kita semua. Amiin.

Cipasung, Mei 2009

Penulis

17
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
SEBAGAI SUATU SISTEM

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pokok
Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Disusun oleh:
Nama : Iis Sumiati
Tk. / Smt. : II.B / IV
Fak. / Jur. : Tarbiyah / PAI

INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG


SINGAPARNA TASIKMALAYA
2009

18

Anda mungkin juga menyukai