Anda di halaman 1dari 8

IDENTIFIKASI PROFIL PROTEIN SARCOPTES SCABIEI PADA

KAMBING DENGAN ANALISIS SDS-PAGE


Identification Of Protein Profile Of Sarcoptes scabiei On Goats By
SDS-PAGE Analysis
Nunuk Dyah Retno Lastuti 1), Freshinta Jellia Wibisono 2), Romziah Sidiq B. 3)
1)Bagian Parasitologi, 2)Mahasiswa, 3)Bagian Produksi Ternak
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga.

ABSTRACT
The objective of the experiment is to study the protein profile of Sarcoptes
scabiei mites, based on molecule weight. Sarcoptes scabiei protein have an
antigenic effect, therefore it can be use as diagnostic substances for controlling
scabies diseases which is caused by Sarcoptes scabiei mites. This research method
was started by isolation of Sarcoptes scabiei mites from goat that infected by
scabies. By scraping of goat skin until blood spot appearance. Sarcoptes scabiei
isolates was analysed by SDS-PAGE 12% to detect of whole protein on sarcoptes
which is measuring in relative moleculer weight (kDa). Results of the experiment
showed the whole protein of Sarcoptes scabiei was identified of 12 bands of
protein, and range about 26.7 kDa to 208.4 kDa with detail as follow as: 208.4
kDa, 187.4 kDa, 128.9 kDa, 98.2 kDa, 79.9 kDa, 58.5 kDa, 49.9 kDa, 43.9 kDa,
40.6 kDa, 35.0 kDa, 28.2 kDa, and 26.7 kDa. Several bands of protein which
appeared bold are: 208.4 kDa, 58.5 kDa, 49.9 kDa and 40.6 kDa.

Key words: Sarcoptes scabiei, SDS-PAGE, Protein Profile, Molecule Weight,


Goats.
Pendahuluan
Scabies atau kudis adalah penyakit kulit yang gatal dan menular pada
mamalia domestik maupun mamalia liar yang disebabkan oleh ektoparasit jenis
tungau (mite), Sarcoptes scabiei (Soulsby, 1986). Di Australia dapat ditemukan
pada anjing Australia (Canis dingo), srigala liar (Vulpes vulpes) dan wombat pada
umumnya (Vombatus ursinus). Kematian secara luas terjadi pada srigala dan
wombat yang terkena Sarcoptes scabiei (Kemp et al., 2002).
Ektoparasit tersebut disebabkan oleh jenis tungau yang sama dan
strukturnya identik, tetapi secara fisiologis berbeda (Walton et al., 1999 yang
dikutip oleh Lastuti dkk., 2006). Berdasarkan analisis sekuens daerah ribosomal
RNA menunjukkan adanya perbedaan diantara spesies (Soulsby, 1986).
Berdasarkan eksperimental tidak terjadi penularan scabies dari anjing ke tikus,
marmut, domba, dan kambing, hal tersebut menunjukkan Sarcoptes scabiei
mempunyai induk semang spesifik (Arlian et al., 1994). Tiap induk semang hanya
berbeda dalam ukurannya sedangkan morfologinya sulit dibedakan (Hungerford,
1975).
Menurut McCarthy et al. (2004) Sarcoptes scabiei ini ditemukan hampir
di seluruh dunia. Penularan Sarcoptesscabiei dapat terjadi jika melakukan kontak
langsung secara sengaja dengan larva, nimfa dan tungau betina fertil baik dari
permukaan kulit secara langsung atau dari bendabenda yang terinfeksi Sarcoptes
scabiei (Sasmita dkk., 2005). Prevalensi scabies pada manusia di negara yang
belum berkembang sebesar 4% sampai 27% (Guldbakke, 2006), sedangkan
prevalensi pada ternak cukup tinggi seperti pada babi sebesar 20% sampai 80%
(Damriyasa et al., 2004).
Prevalensi scabies pada populasi kambing lebih fluktuatif, mulai kurang
dari 5% sampai mendekati 100% dan mortalitas cukup tinggi antara 67%-100%
pada kambing berumur muda dan sekitar 11% pada kambing dewasa (Tarigan,
2004). Prevalensi kudis scabies yang cukup tinggi juga dilaporkan di Malaysia
(Dorny et al., 1994), di Libya (Gabay et al., 1992). Kejadian scabies pada babi
tampaknya juga cukup tinggi sebesar 33,7% (Gutierrez et al., 1996), dan di
Tanzania sebesar 88% (Kambarage et al., 1990). Scabies merupakan penyakit
kulit yang bersifat zoonosis dengan menimbulkan kegatalan yang hebat serta
gejala kudis yang berkerak dan sangat mengganggu dalam aktivitasnya yang
berakibat menurunnya produktivitas daging dan kulit (Ralph et al., 1985).
Scabies umumnya disebut “itch mite” merupakan penyakit yang
menyebabkan gatal sehingga menyebabkan depresi dan kelelahan (Kemp et al.,
2002). Prevalensi scabies pada manusia tinggi, para ahli dermatologi
memperkirakan bahwa lebih dari 300 juta kasus scabies pada manusia terjadi
setiap tahun di dunia (Arlian et al., 1994). Tungau sarkoptik terdiri dari spesies
Sarcoptes scabiei yang bersembunyi di dalam kulit dan menyebabkan kudis
sarkoptik (Noble and Noble, 1989).
Sarcoptes scabiei mempunyai banyak varietas sesuai dengan induk
semangnya yaitu Sarcoptes scabiei var.humani pada manusia, var.canis pada
anjing, var.suis pada babi, var.ovis pada biri-biri, var.caprae pada kambing,
var.equi pada kuda dan var.bovis pada sapi (Levine, 1994). Walaupun penyakit ini
diketahui seribu tahun yang lalu, namun belum ada alat diagnostik yang praktis
dan kontrol pencegahan yang tersedia.
Studi tentang biologi molekuler untuk scabies masih terbatas, mengingat
kesulitan dalam mengisolasi parasit (Schumann et al., 2001). Penelitian lain
tentang karakterisasi protein Sarcoptesscabiei stadium dewasa menunjukkan
bahwa hasil SDS-PAGE terlihat dari 33 pita (band) yang berkisar 15 - 225 kDa,
tetapi hanya ada 18 pita (band) yang potensial (Arlian et al., 1994). Pengendalian
penyakit scabies selama ini menggunakan antiparasit yang dapat menimbulkan
resistensi dan residu pada produk ternak sehingga diperlukan bahan biologis untuk
pengendaliannya (Karthikeyan, 2004).
Diagnosa scabies yang dilakukan saat ini masih didasarkan pada gejala
klinis dan pemeriksaan mikroskopis dengan membuat kerokan kulit (scraping)
daerah yang menunjukan gejala krusta, dan terjadi allopesia. Tungau tidak selalu
mudah ditemukan dan umumnya dengan kerokan ditemukan positif sekitar 30%-
50% (Soulsby, 1986).
Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dikembangkan cara
diagnosis yang tepat dan akurat melalui penelitian awal dengan cara
mengidentifikasi whole protein dari Sarcoptes scabiei yang diisolasi dari kambing
dengan metode analisis SDSPAGE, sehingga hasil penelitian nanti bisa
dilanjutkan untuk mendapatkan antigen spesifik yang akan digunakan untuk
pengembangan kit diagnostik (Lastuti dkk., 2006).

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik, yaitu suatu
penelitian yang dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana
profil protein antigen tungau Sarcoptes scabiei var.caprae.
Penelitian ini menggunakan bahan dasar tungau Sarcoptes scabiei
var.caprae dewasa. Bahan kimia yang digunakan pada penelitian berupa: PBS,
acrylamide, Tris HCl pH 8,8, SDS 10%, aquadest, TEMED, APS, buthanol, Tris
HCl pH 6,8, Laemmli buffer, electrophoresis buffer, methanol, acetic acid,
glutaraldehyde 10%, AgNO3, NaOH 0,36%, NH3, Formaldehyde, Zitronensaure.
Koleksi dan Isolasi tungau Sarcoptes scabiei dimulai dengan proses scraping pada
bagian keropeng scabies menggunakan pisau scalpel hingga terdapat bintik-bintik
darah, hal ini untuk mendapatkan tungau Sarcoptes scabiei yang berada di
terowongan lapisan tanduk, kemudian diletakkan pada petridish (Lastuti dkk.,
2006). Hasil scraping keropeng tersebut dimasukkan dalam tabung konikel
berukuran 10 ml dan dilarutkan dalam PBS 10% kemudian disentrifus dengan
kecepatan 2.000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan debris dan tungau.
Supernatan hasil sentrifus dikumpulkan, sedangkan endapan yang berisi
kerak dilarutkan kembali dengan PBS 10% dan disentrifus lagi untuk
mendapatkan supernatan yang banyak mengandung sarcoptes. Supernatan
diperiksa, diletakan di petridish dan dilakukan preparasi di bawah mikroskop
disecting dengan perbesaran 40 kali dan sarcoptes yang terlihat diambil satu
persatu dengan menggunakan pipet kemudian dimasukkan dalam tabung berisi
PBS 10% (Lastuti dkk., 2006).
Sebagian isolat dicuci dengan PBS 10% dan disentrifus dengan kecepatan
3.000 rpm selama 10 menit. Pencucian tersebut dilakukan tiga kali. Endapan yang
terbentuk berupa pellet disimpan dalam freezer -80°C yang siap digunakan untuk
elektroforesis protein sarcoptes. Kemudian dilakukan teknik sonikasi. Isolat
dilarutkan dalam satu ml PBS dan disonikasi pada 30 kHz, diulang sebanyak 16
kali, masing-masing selama 4 menit dengan waktu istirahat 2 menit. Larutan hasil
sonikasi disentrifus dengan kecepatan 16.000 rpm selama 5 menit, kemudian
supernatan yang dihasilkan siap digunakan sebagai sampel protein untuk SDS-
PAGE dan didiamkan semalam sebelum digunakan dan konsentrasinya diukur
menggunakan spektrofotometer (Lastuti dkk., 2006).
Karakterisasi protein dilakukan melalui elektroforesis whole protein
dengan menggunakan teknik SDSPAGE. Menurut Rantam (2003) adapun cara
kerja dari SDS-PAGE sebagai berikut:
a. Mencetak running gel 12% Bahan-bahan running gel 12% dicampur
sampai homogen (acrylamide 2,5 ml, Tris HCl (pH 8,8) 1,2 ml, SDS 10%
1,2 ml, aquadest 1,1 ml, TEMED 5 μl, APS 10% 30 μl) kemudian
campuran tersebut dimasukkan dalam gelas plate melalui dindingnya agar
tidak terbentuk gelembung, sampai kira-kira satu cm dari atas. Buthanol
ditambahkan di atasnya sampai penuh (lebih kurang 1 ml) dan dibiarkan
selama 25 menit pada suhu kamar agar gel membeku, selanjutnya sisa
buthanol dibuang dan dibersihkan dengan PBS lalu dikeringkan.
b. Mencetak stacking gel 5% Cara pembuatan stacking gel sama seperti
mencetak running gel. Bahanbahan stacking gel 5% dicampur hingga
homogen (acrylamide 0,66 ml, Tris HCl (pH 6,8) 0,8 ml, SDS 10% 0,8 ml,
aquadest 0,8ml, TEMED 4 μl, APS 10% 20 μl) kemudian campuran
tersebut dimasukkan di atas running gel yang telah mengeras hingga
penuh. Comb dimasukkan dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 15-
25 menit sampai stacking gel mengeras. Langkah terakhir yaitu melepas
serta mencuci stacking gel dengan electrophoresis buffer.
c. Persiapan sampel Sampel sebanyak 15 μl dicampur dengan Laemmli
buffer dengan perbandingan 2:1lalu dimasukkan ke dalam appendorf yang
telah di lubangi tutupnya dengan jarum ½ tusukan (3 lubang). Campuran
tersebut dipanaskan dengan waterbath pada suhu 100°C selama 5menit.
d. Elektroforesis dimulai dengan memasang gelas plate dan dirangkai dengan
frame dari bio-Rad.. Sampel dan marker yang telah dibuat dimasukkan ke
dalam lubang comb. Marker yang digunakan adalah protein dengan berat
molekul 14.4 – 200 kDa. Elektroforesis dijalankan dengan kecepatan 125
V dan kuat arus 40 mA. Proses ini dihentikan setelah warna biru turun
(Laemmli turun) kurang lebih tiga sampai empat jam.
e. Pencucian terhadap hasil running Gel hasil elektoforesis dimasukkan ke
dalam petridish dan dilakukan 4 kali pencucian. Pencucian pertama
menggunakan methanol 25 ml, acetic acid 3,75 ml, aquadest. Pencucian
kedua menggunakan methanol 2,5 ml, acetic acid 3,75 ml, aquadest.
Pencucian ketiga menggunakan glutaraldehyde 10 %. pencucian keempat
menggunakan aquadest 100 ml sebanyak 3 kali pencucian. Masing-
masing pencucian selama 30 menit.
f. Pewarnaan Silver Gel hasil elektroforesis yang telah mengalami proses
pencucian kemudian di masukkan ke dalam petridish yang berisi larutan
AgNO3 0,8 gram dan 4 ml aquadest, NaOH 0.36% 21 ml, NH3 1,4 ml,
tambahkan aquadest 73,5 ml. Goyang dengan kecepatan 42 rpm selama
30 menit. Buang larutan dan dilanjutkan pencucian menggunakan
aquadest sebanyak 3 kali, masing-masing selama 2 menit.
g. Pengembang Warna Pita Protein Gel dimasukkan larutan pengembang
warna yang terdiri dari 100 μl zitronensaure 5%, 50 μl formaldeyide 37%,
100 ml aquadest dan goyang hingga timbul pita proteinnya.
h. Stop Reaksi Setelah semua pita proteinnya terlihat, kemudian stop reaksi
menggunakan larutan acetic acid 10%, selanjutnya gel disimpan dalam
larutan gliserin 10%.
i. Analisis Hasil Perhitungan berat molekul dilakukan membandingkan
standart marker.

Hasil dan Pembahasan


Isolasi tungau Sarcoptes scabiei var.caprae diperoleh dari kambing yang
menderita scabies parah yang diperoleh dari kabupaten Lamongan, desa Mantub,
dengan menunjukkan gejala klinis tampak kulit tebal dan berlipat serta tertutup
krusta pada daerah moncong, sekitar mata, telinga luar, leher, serta punggung, hal
tersebut karena iritasi akibat tungau aktif membentuk terowongan sehingga ternak
lebih cenderung menggaruk dan menggigit karena gatal yang hebat sehingga
mengakibatkan pembengkaan disertai eksudat membeku dan membentuk krusta
pada permukaan kulit, selanjutnya terjadi keratinisasi dan proliferasi jaringan ikat
yang berakibat kulit menjadi tebal dan berlipat serta kehilangan bulu dan
berakibat perluasan daerah terjadinya infestasi Untuk mengetahui berat molekul
protein dari Sarcoptes scabiei var.caprae dilakukan preparasi protein dengan
teknik SDS-PAGE. Pada penghitungan, jumlah sample protein yang dimasukkan
pada lubang comb adalah sebanyak 15 μl.
Penghitungan analisis protein Sarcoptes scabiei var.caprae dalam
penelitian ini menggunakan formula regresi quadratic. Penghitungan dilakukan
pada marker yang menghasilkan persamaan yaitu y=5.465 – 2.576 x + 1.582 x2.
Persamaan regresi quadratic tersebut selanjutnya akan digunakan untuk
penghitungan berat molekul dari protein ekstrak Sarcoptes scabiei var.caprae.
Sampel yang dikarakterisasi sebagai protein spesifik adalah Sarcoptes scabiei
var.caprae dari kambing sejumlah lebih kurang 1000-1200 tungau. Adapun hasil
elektroforesis protein pada Sarcoptes scabiei var.caprae pada kambing dengan
SDS-PAGE 12% menunjukkan bahwa profil protein Sarcoptes scabiei yang
teridentifikasi 12 pita (band) protein, yang berkisar antara 26,7 kDa sampai 208,4
kDa dengan rincian sebagai berikut: 208,4 kDa, 187,4 kDa, 128,9 kDa, 98,2 kDa,
79,9 kDa, 58,5 kDa, 49,9 kDa, 43,9 kDa, 40,6 kDa, 35,0 kDa, 28,2 kDa, dan 26,7
kDa. Beberapa pita protein tampak tercat tebal yaitu 208,4 kDa, 58,5 kDa, 49,9
kDa, dan 40,6 kDa. Pita protein yang teridentifikasi tersebut beberapa diantaranya
memang protein Sarcoptes scabiei var.caprae yang berasal dari beberapa organ
sarcoptes seperti kutikula atau organ interna dari tungau dewasa, hal tersebut
sesuai dengan pemeriksaan Sarcoptes scabiei secara imunohistokimia
menunjukkan bahwa alergen M-177 adalah apolipoprotein yang terlokalisir di
sekitar organ interna dan kutikula serta telur dari tungau pada verietas hominis
(Harumal et al., 2003) dan protein lainnya bisa berasal dari kerak kulit induk
semang hasil scraping. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1 Hasil karakterisasi protein


Sarcoptes scabiei var. caprae dengan
SDS-PAGE 12% dengan pewarnaan
silver (AgNO3)

Pada penelitian ini identifikasi profil protein Sarcoptes scabiei var.caprae


berdasarkan berat molekul relatifnya telah dilakukan preparasi protein
menggunakan teknik SDS-PAGE dengan menentukan perbedaan letak pita pada
gel dibandingkan dengan marker protein, yang diperkirakan berat molekul relatif
protein berkisar antara 20.000-200.000 Dalton maka digunakan SDS 12%
(Sutiman dkk.,1989).
Penelitian yang dilakukan Tarigan (2004) menunjukkan hasil karakterisasi
pada kambing yang diinfestasi dengan Sarcoptes scabiei menggunakan analisis
imunoblot teridentifikasi paling sedikit lima antigen yang dikenal oleh Ig G yaitu
dengan berat molekul 220 kDa, 135 kDa, 116 kDa, 43 kDa dan 38 kDa.
Menurut Kusnoto (2003) bahwa pada penghitungan dengan menggunakan
regresi linier akan terdapat kemungkinan perbedaan relatif dalam menentukan
jarak pita protein maupun panjang dan awal pengukuran gel, maka kemungkinan
ada beberapa pita protein yang memiliki sedikit perbedaan dengan peneliti lain,
tetapi sebenarnya yang dimaksud adalah pita protein yang sama. Hasil penelitian
dengan SDS-PAGE tersebut harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengkarakterisasi protein antigenik maupun yang imunogenik dengan western
blotting untuk pengembangan metode diagnostik yang akurat.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil karakterisasi dengan SDS-PAGE 12%, profil protein
dari tungau Sarcoptes scabiei var.caprae yang diisolasi dari hewan kambing yang
terinfeksi scabies menunjukkan telah teridentifikasi 12 pita (band) protein, yang
berkisar antara 26,7 kDa sampai 208,4 kDa dengan rincian sebagai berikut: 208,4
kDa, 187,4 kDa, 128,9 kDa, 98,2 kDa, 79,9 kDa, 58,5 kDa, 49,9 kDa, 43,9 kDa,
40,6 kDa, 35,0 kDa, 28,2 kDa, dan 26,7 kDa. Beberapa pita protein tampak tercat
tebal yaitu 208,4 kDa, 58,5 kDa, 49,9 kDa, dan 40,6 kDa.

Ucapan Terima kasih


Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:Ibu Nunuk Dyah Retno Lastuti, M.S., drh. Selaku dosen
pembimbing pertama dan Ibu Prof. Romziah Sidik B., PhD., drh sebagai dosen
pembimbing kedua. Serta Ibu Ririn Ngesti Wahyuti, M.kes. drh., selaku ketua
penguji, Ibu Dr. Rahaju Ernawati, M.Sc. drh., selaku sekretaris penguji dan Bapak
Dr. Bimo A.H.P., M.kes. drh., selaku anggota penguji.

Daftar Pustaka
Arlian, L.G., M.S. Morgan, D.L. Vyszenski-Moher, and B.L. Stemmer. 1994.
Sarcoptes scabiei: the circulating antibody respone and induced immunity to
scabies. Exp.Parasitol.78:37-50
Damriyasa, I.M., Failing., R Volmer., H.Zahner and C.Bauer. 2004. prevalence,
risk factor and economic importance of infestations with Sarcoptes scabiei
and Haematopinus suis in sows of pig breeding farms in Hesse, Germany.
Medical and Veterinary Entomology 18:361-367
Dorny, P.T.V., Wyngaarden, J.Vercruysse, C.Symeons, and A.Jalia,A. 1994.
survey on the importance of mange in the aetiologi of skin in goats in
peninsular Malaysia. Trop.Mad.Parasitol 26:81-86
Gabay, M.M.,W.N.Beesley and M.A.Awan. 1992. A survey on farm animals in
Libya. Ann.Trop.Med.Parasitol.86;537-542
Guldbakke, K.K. 2006. Crusted scabies: a clinical review journal of drugs in
dermatology. (http://findaricles.com/p/articles/ mi_mOPDE).
Gutierrez., J.F., J.Mendez De Vigo, J.Castella, E. Munoz and D. Ferrer. 1996.
Prevalence of sarcoptic mange in fatening pigs sacrifieced in a
sleughterhouse of northeasthern spain. Vet.Parasitol.61:145-149
Harumal, P., M.Morgan., S.F Walton., D.C. Holt., J. Rode., L.G. arlian., B.J.
Currie and D.J. Kemp. 2003. Identification of homologue of a house dust
mite allergen in cDNA library from Sarcoptes scabiei var.hominis and
evaluation of its vaccine potential in Sarcoptes scabiei var.canis.
Am.J.Trop.Med.Hyg.68(1):54-60
Hungerford, T.G. 1975. Disease of Livestock. 8th ed. Mc.Graw-Hill Book
Company. Sydney. 894-895
Karthikeyan, K. 2004. Treatment of scabies: never prespectives. Postgraduate
medical Jornal 2005:81:7-11.
Kambarage, D.M., P.Msolla and J.Falmer-Hansen, 1990. Epidemiological studies
of Sarcoptes mange in Tazmanian pig herds. Trop.anim.Health.22:226-230
Kemp, D.J, Shelley F Walton, Pearly Harumal and Bart J Currie. 2002. The
Scourge of scabies (http:// www.google.com/TheScourgeofScabies/pdf)
Kusnoto, 2003. Isolasi dan Karakterisasi Protein Immunogenik Larva stadium II
Toxocara cati Isolat lokal. Tesis. Progam Pascasarjana Universitas
Airlangga. Surabaya.
Lastuti, N.D.R., Kadek R., Ririen N.W. 2006. Karakterisasi Protein Antigenik
Sarcoptes scabiei untuk pengembangan kit diagnostik pada kambing.
Laporan Penelitian Proyek Due Like Batch III. Universitas Airlangga.
Surabaya.
Levine, N.D. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner (terjemahan). Gajah
Mada University Press. Yogyakarta. 325-327
McCarthy, J.S, D.J. Kemp, S.F Walton and B.J. Currie. 2004. Scabies more than
just an irritation. Poatgraduate Medical Journal 2004;80:382-387
Noble, E.R and G.A. Noble. 1989. Parasitologi : the Biology of animals Parasites
5th ed. Lea and Febiger. Philadelphia. 785-786
Ralph, E.W., Robert D Hall, Alberto B. Bruce, philip J. Scholl. 1985. livestock
Entomology. A Wiley Interscience Publication. Texas.265-267
Rantam, Fedik A. 2003. Metode Immunologi. Airlangga University Press.
Surabaya. 145-155
Sasmita, R., Poedji H., Agus S. Dan Ririen N.W. 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Arthropoda Veteriner. Laboratorium Entomogi dan Protozoologi.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga. Surabaya.
Schumann, R.J., Morgan, M.S., Glass R. And Arlian L.G. 2001. Charakterization
of House dust mite and scabies mite allergens by use of canine serum
antibodies. American Journal of Veterinary vol 62 no 9 pp 1344-1348
Sutiman, B. Sumitro, Sri Rahayu, Fatiyah, Sri Widyarti Esti. 1989. Diktat Kuliah
dan Praktikum. Kursus Teknik-teknik dasar Analisis Protein dan DNA.
Soulsby, E.J.L. 1986. Helmint, Arthropods And Protozoa of Domesticated
Animal. 7th ed.
Bailliere Tindall. W.B. Sounders. England. 482-486
Tarigan, S. 2004. Antibody responses in naive and sensitised goats infested by
Sarcoptes scabiei. JITV.7(4):265-271
Urquhart, G.M., Armour, J.L., Duncan, A.M. Dunn and F.W. Jennings. 1989.
Veterinary Parasitology. Departement of Veterinary Parasitology. The
Faculty of Veterinary Medicine The University of Glasgow. Scotland. 184-
187
Wongsosupantio, S. 1989/1990. pedoman kuliah Elektroforesis Gel Protein. Pusat
Antar Universitas- Bioteknologi. Universitas Airlangga. Yogyakarta. 29

Anda mungkin juga menyukai