PENDAHULUAN
II-2
BAB II
METODOLOGI RESPONSI
Dalam bab 2 yang berisi metodologi responsi akan dibagi menjadi 2 sub bab
yaitu peralatan responsi dan flowchart responsi.
2.1.1 Biomekanika
Peralatan responsi yang dibutuhkan pada pengambilan data
biomekanika adalah :
1. Dynamometer
2. Penggaris busur
3. Observation sheet
II-3
Peralatan responsi yang dibutuhkan pada pengambilan data Manual
Material Handling
adalah sebagai berikut :
1. Beban angkat.
2. Rak bertingkat
3. Kamera
4. Calculator
5. Observation sheet
2.2 Flowchart
2.2.1 Gambar Flowchart
II-4
START
BASIC
ERGONOMIC
MANUAL
PHYSIOLOGICAL
BIOMEKANIKA MATERIAL
PERFORMANCE
HANDLING
REKAP REKAP
DATA DATA
PERHITUNGAN
RWL
PERHITUNGAN REKAP
PENGGAMBARAN
RECOVERY TIME DATA
POSISI
PENGHITUNGAN
REKAP
WAKTU ISTIRAHAT
DATA
PERHITUNGAN
TABEL REKAP LI
BIOMEKANIKA DATA
PENGHITUNGAN
SEGMEN
PENGHITUNGAN
REKAP SOFTWARE ERGO
DATA INTELEGENCE
ANALISA DAN
INTERPRETASI
DATA
KESIMPULAN &
STOP
SARAN
II-5
ergonomi, yaitu Biomekanika,Physical Performance dan Manual Material
Handling.
2.2.2.1 Penjelasan Flowchart Biomekanika
Pada Anthropometri pengumpulan data diambil melalui
pengukuran tangan dan kaki. Untuk penghitungan, terdapat
empat posisi, yaitu
1. Posisi 1 : Arm Lift
2. Posisi 2 : High Far Lift
3. Posisi 3 : Leg Lift
4. Posisi 4 : Floor Lift
Lalu semua data yang telah diperoleh direkap, kemudian
data yang telah didapat, diproses dengan MS Visio dan juga
digambar pada setiap posisinya, lalu data direkap di dalam table
biomekanika, setelah itu, data dihitung sesuai panjang dan berat
segmen serta dihitung juga momen yang terjadi pada tiap
segmen, setelah didapat datanya, direkap kembali ke table dan
kemudian semua hasil data yang diperoleh di analisa dan di
interpretasikan dan membuat kesimpulan dan saran.
II-6
BAB III
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
3.1 Biomekanika
3.1.1 Definisi biomekanika dan aplikasinya
Biomekanika adalah bidang ilmu yang memadukan antara bidang ilmu
biologi dan mekanika. Biomekanika menggunakan hukum – hukum fisika,
mekanika teknik, biologi, dan prinsip fisiologi untuk menggambarkan
kinematika dan kinetik yang terjadi pada anggota tubuh manusia. Mekanika
digunakan sebagai penyusun konsep, analisa, dan desain dalam sistem
biologi makhluk hidup. Dalam biomekanika, ada suatu teori yang menjelaskan
bahwa terdapat 2 macam gaya yang bekerja pada saat melakukan akivitas.
Yang pertama yaitu gaya isometris/statis, yaitu gaya yang dikeluarkan tanpa
menghasilkan suatu kerja. Contoh dari kerja statis adalah memegang benda
dengan tangan, menyangga beban tubuh pada satu kaki sedangkan kaki
yang lain mengoperasikan pedal, mendorong/menarik beban berat, dll. Dan
yang kedua yaitu gaya isotonis/dinamis, adalah memanjang dan
memendeknya otot dengan melakukan suatu kerja. Contoh dari aplikasi
biomekanika pada kehidupan sehari – hari di antaranya adalah alat
penyangga untuk beban berat, kaki palsu bagi penyandang cacat, klep
jantung mekanik, alat pengisi air otomatis pada restoran cepat saji, dll.
II-7
Panjang seg
Segmen tubuh
...% * tinggi b
3.1.3 Perhitungan Panjang dan Berat Segmen Tubuh
Operator 2
Nama : Izzudin
Tinggi badan : 164 cm
Berat badan : 71 kg
Operator 3
Nama : Ferrizal
Tinggi badan : 172 cm
Berat badan : 81 kg
II-8
3.1.4 Perhitungan Momen Segmen Tubuh untuk Setiap Posisi
3.1.4.1 Posisi 1 : Arm Lift
Lengan bawah
D2
FB D1
AB
B A
FAB
FA
WAB
WA
Gambar 3.1 Posisi lengan bawah pada Arm Lift
Keterangan :
wA : Berat beban pada tangan (kg)
wAB : Berat segmen (kg)
FA : Gaya pada pergelangan tangan (N)
FAB : Gaya pada pusat massa segmen lengan bawah (N)
FB : Gaya pada siku (N)
θ : Sudut antara lengan bawah dengan bidang horisontal
D1 : Jarak antara siku dengan pusat massa segmen lengan bawah
(m)
D2 : Panjang segmen lengan bawah (m)
MB : Momen pada siku (Nm)
∑Fx =0
Karena tidak ada gaya yang bekerja pada sumbu x, maka Fx = 0
∑Fy =0
− F A / 2 − F AB + FB = 0
FB =FA / 2 +FAB
FB = FA / 2 . D2 . cos θ - FAB . D1 . cos θ
= 20,93 N
∑M =0
− FA / 2 D2Cos θ − FAB D1Cos θ + M B = 0
II-9
FA
MB = D 2 Cos θ + F AB D1 Cos θ
2
Lengan atas
FC
90° C
D3
D4
BC
FBC
WBC 90
°
B
FB
Gambar 3.2 Posisi lengan atas pada Arm Lift
Keterangan :
wBC : Berat segmen lengan atas (kg)
FB : Gaya pada segmen lengan bawah (N)
FBC : Gaya pada pusat massa segmen lengan atas (N)
FC : Gaya pada bahu (N)
θ : Sudut antara segmen lengan atas dengan bidang horisontal
D3 : Jarak antara bahu dengan pusat massa segmen lengan atas (m)
D4 : Panjang segmen lengan atas (m)
MB : Momen pada segmen lengan bawah (Nm)
MC : Momen pada bahu (Nm)
II-10
∑Fx =0
Karena tidak ada gaya yang bekerja pada sumbu x, maka Fx = 0
∑Fy = 0
− FB − FBC + FC = 0
FC = FB + FBC
FFcC ==FB20,93
+ w BC .g+ [ WBC . g ]
= 20,93 + [ 2,548 . 10 ]
= 20,93 + 25,48
= 46,41 N
∑M = 0
− FB .D 4. cos θ − FBC .D3. cos θ + M B + M C = 0
M C = FB .D 4. cos θ + FBC .D3. cos θ − M B
MC = { 20,93 . 0,28372 . cos 90° } + { 25,48 . 0,1361856 . cos 90° } – [-
3,934096985 ]
= 0 + 0 + 3,934096985
= 3,934096985 Nm
Punggung
FC
90° C
D5
D6
CD
FCD
WCD 90
°
D
FD
Gambar 3.3 Posisi Punggung pada Arm Lift
II-11
Keterangan :
WCD : Berat segmen punggung (kg)
FC : Gaya pada segmen lengan atas (N)
FCD : Gaya pada pusat massa segmen punggung (N)
FD : Gaya pada segmen punggung (N)
θ : Sudut antara segmen punggung dengan bidang horisontal
D5 : Jarak antara pinggul dengan pusat massa segmen punggung
(m)
D6 : Panjang segmen punggung (m)
MC : Momen pada segmen lengan atas (Nm)
MD : Momen pada pinggul (Nm)
∑Fx =0
Karena tidak ada gaya yang bekerja pada sumbu x, maka Fx = 0
∑ Fy = 0
− 2FC − FCD + FD = 0
FD = 2FC + FCD
FD = 2FC + w CD.g
FD = 2 . 46,41 + 53,144 . 10
= 92,82 + 531,44
= 624,26 N
∑M = 0
− 2FC .D6.cosθ − FCD.D5. cosθ + MC + M D = 0
M D = 2FC .D6. cos θ + FCD.D5. cosθ − MC
MD = { 2 . 41,46 . 0,49824 . cos 90° } + { 531,44 . 0,2291904 . cos 90° }
- 3,934096985
= 0 + 0 - 3,934096985
= - 3,934096985 Nm
II-12
D2 D1 A
AB FA
FB FAB
WA
WAB
40°
B
Gambar 3.4 Posisi lengan bawah pada High Far Lift
Keterangan :
wA : Berat beban pada tangan (kg)
wAB : Berat segmen (kg)
FA : Gaya pada pergelangan tangan (N)
FAB : Gaya pada pusat massa segmen lengan bawah (N)
FB : Gaya pada siku (N)
θ : Sudut antara lengan bawah dengan bidang horisontal
D1 : Jarak antara siku dengan pusat massa segmen lengan bawah
(m)
D2 : Panjang segmen lengan bawah (m)
MB : Momen pada siku (Nm)
∑Fx =0
Karena tidak ada gaya yang bekerja pada sumbu x, maka Fx = 0
∑Fy =0
− FA / 2 − FAB + FB = 0
FB =FA / 2 +FAB
FB = { WA . g / 2 } + { WAB . g }
= { 0 . 10 / 2 } + { 2,093 . 10 }
= 0 + 20,93
= 20,93 N
∑M =0
− FA / 2 D2 Cos θ − FAB D1Cos θ + M B = 0
II-13
2.667012
Ferrizal 18.63 179
Lengan atas
FC
120 C
° D3
D
B
4
C
FBC
WBC
120°
B
FB
Gambar 3.5 Posisi lengan atas pada High Far Lift
Keterangan :
wBC : Berat segmen lengan atas (kg)
FB : Gaya pada segmen lengan bawah (N)
FBC : Gaya pada pusat massa segmen lengan atas (N)
FC : Gaya pada bahu (N)
θ : Sudut antara segmen lengan atas dengan bidang horisontal
D3 : Jarak antara bahu dengan pusat massa segmen lengan atas (m)
D4 : Panjang segmen lengan atas (m)
MB : Momen pada segmen lengan bawah (Nm)
MC : Momen pada bahu (Nm)
∑Fx =0
Karena tidak ada gaya yang bekerja pada sumbu x, maka Fx = 0
∑Fy = 0
− FB − FBC + FC = 0
FC = FB + FBC
FFcC ==FB20,93
+ w BC .g+ [ WBC . g ]
= 20,93 + [ 2,548 . 10 ]
= 20,93 + 25,48
= 46,41 N
II-14
∑M = 0
− FB .D 4. cos θ − FBC .D3. cos θ + M B + M C = 0
M C = FB .D 4. cos θ + FBC .D3. cos θ − M B
MC = { 20,93 . 0,28372 . cos 120° } + { 25,48 . 0,1361856 . cos 120° } -
3,013693134
= { 5,9382596 . [-0,5] } + { 3,470009088 . [-0,5] } -
3,013693134
= [-2,9691298] + [-1,735004544] – 3,013693134
= -7,717827478 Nm
Punggung
FC
90 C
°
D5
D6 C
FD
C
WCD 90
D
°
D
FD
Keterangan :
WCD : Berat segmen punggung (kg)
FC : Gaya pada segmen lengan atas (N)
II-15
FCD : Gaya pada pusat massa segmen punggung (N)
FD : Gaya pada segmen punggung (N)
θ : Sudut antara segmen punggung dengan bidang horisontal
D5 : Jarak antara pinggul dengan pusat massa segmen punggung
(m)
D6 : Panjang segmen punggung (m)
MC : Momen pada segmen lengan atas (Nm)
MD : Momen pada pinggul (Nm)
∑Fx =0
Karena tidak ada gaya yang bekerja pada sumbu x, maka Fx = 0
∑ Fy = 0
− 2FC − FCD + FD = 0
FD = 2FC + FCD
FD = 2FC + w CD.g
FD = 2 . 46,41 + 53,144 . 10
= 92,82 + 531,44
= 624,26 N
∑M = 0
− 2FC .D6.cosθ − FCD.D5. cosθ + MC + M D = 0
M D = 2FC .D6. cos θ + FCD.D5. cosθ − MC
MD = { 2 . 41,46 . 0,49824 . cos 90° } + { 531,44 . 0,2291904 . cos 90° }
- [ -7,717827478 ]
= 0 + 0 + 7,717827478
= 7,717827478 Nm
II-16
FB
260°
B
D1
D2
AB
FAB
WAB
A
FA
WA
Gambar 3.7 Posisi lengan bawah pada Leg Lift
Keterangan :
wA : Berat beban pada tangan (kg)
wAB : Berat segmen (kg)
FA : Gaya pada pergelangan tangan (N)
FAB : Gaya pada pusat massa segmen lengan bawah (N)
FB : Gaya pada siku (N)
θ : Sudut antara lengan bawah dengan bidang horisontal
D1 : Jarak antara siku dengan pusat massa segmen lengan bawah
(m)
D2 : Panjang segmen lengan bawah (m)
MB : Momen pada siku (Nm)
∑Fx =0
Karena tidak ada gaya yang bekerja pada sumbu x, maka Fx = 0
∑Fy =0
− FA / 2 − FAB + FB = 0
FB =FA / 2 +FAB
FB = { WA . g / 2 } + { WAB . g }
= { 62,6 . 10 / 2 } + { 2,093 . 10 }
= 313 + 20,93
= 333,93 N
∑M =0
− FA / 2 D2 Cos θ − FAB D1Cos θ + M B = 0
Lengan atas
FC
260°
C
D3
D4
BC
FB
W
C
BC
B
260°
FB
Gambar 3.8 Posisi lengan atas pada Leg Lift
Keterangan :
wBC : Berat segmen lengan atas (kg)
FB : Gaya pada segmen lengan bawah (N)
FBC : Gaya pada pusat massa segmen lengan atas (N)
FC : Gaya pada bahu (N)
θ : Sudut antara segmen lengan atas dengan bidang horisontal
D3 : Jarak antara bahu dengan pusat massa segmen lengan atas (m)
D4 : Panjang segmen lengan atas (m)
MB : Momen pada segmen lengan bawah (Nm)
MC : Momen pada bahu (Nm)
∑Fx =0
Karena tidak ada gaya yang bekerja pada sumbu x, maka Fx = 0
∑Fy = 0
− FB − FBC + FC = 0
FC = FB + FBC
FC = FB + w BC .g II-18
Fc = 333,93 + [ WBC x g ]
= 333,93 + [ 2,548 x 10 ]
= 333,93 + 25,48
= 359,51 N
∑M = 0
− FB .D 4. cos θ − FBC .D3. cos θ + M B + M C = 0
M C = FB .D 4. cos θ + FBC .D3. cos θ − M B
MC = { 333,93 . 0,28372 . cos 90° } + { 25,48 . 0,1361856 . cos 90° }
– (-24,08452)
= 0 + 0 + 24,08452
= 24,08452 Nm
Punggung
D5 65°C
FC
D6
CD
FD FCD
65 W
CD
°
D
Gambar 3.9 Posisi punggung pada Leg Lift
Keterangan :
WCD : Berat segmen punggung (kg)
FC : Gaya pada segmen lengan atas (N)
FCD : Gaya pada pusat massa segmen punggung (N)
FD : Gaya pada segmen punggung (N)
θ : Sudut antara segmen punggung dengan bidang horisontal
II-19
D5 : Jarak antara pinggul dengan pusat massa segmen punggung
(m)
D6 : Panjang segmen punggung (m)
MC : Momen pada segmen lengan atas (Nm)
MD : Momen pada pinggul (Nm)
∑Fx =0
Karena tidak ada gaya yang bekerja pada sumbu x, maka Fx = 0
∑ Fy = 0
− 2FC − FCD + FD = 0
FD = 2FC + FCD
FD = 2FC + w CD.g
FD = 2 . 359,51 + 53,144 . 10
= 1250,46 N
∑M = 0
− 2FC .D6.cosθ − FCD.D5. cosθ + MC + M D = 0
M D = 2FC .D6. cos θ + FCD.D5. cosθ − MC
MD = {2 . 359,51 . 0,49824 . cos 65°} + {531,44 . 0,2291904 . cos 65°}
- 24,08452
= - 443.0170988 Nm
Posisi 3
operat
or FD (N) MD (Nm)
-
443.01709
Yanuar 1250,46 88
-
Izzudin 1057.06 347.66035
506.17256
Ferrizal 1105.66 34
II-20
3.1.4.4 Posisi 4 : Floor Lift
Lengan bawah
FB
B
D1
D2
AB
FAB
WAB 90
°
A
FA
WA
Keterangan :
wA : Berat beban pada tangan (kg)
wAB : Berat segmen (kg)
FA : Gaya pada pergelangan tangan (N)
FAB : Gaya pada pusat massa segmen lengan bawah (N)
FB : Gaya pada siku (N)
θ : Sudut antara lengan bawah dengan bidang horisontal
D1 : Jarak antara siku dengan pusat massa segmen lengan bawah
(m)
D2 : Panjang segmen lengan bawah (m)
MB : Momen pada siku (Nm)
∑Fx =0
Karena tidak ada gaya yang bekerja pada sumbu x, maka Fx = 0
∑Fy =0
− FA / 2 − FAB + FB = 0
FB =FA / 2 +FAB
FB = { WA . g / 2 } + { WAB . g }
= { 20,3 . 10 / 2 } + { 2,093 . 10 }
= 122,43 N
II-21
∑M =0
− FA / 2 D2 Cos θ − FAB D1Cos θ + M B = 0
Lengan atas
FC
100 C
° D3
D
B
4
C
FBC
WBC
100°
B
FB
Gambar 3.11 Posisi lengan atas pada Floor Lift
Keterangan :
wBC : Berat segmen lengan atas (kg)
FB : Gaya pada segmen lengan bawah (N)
FBC : Gaya pada pusat massa segmen lengan atas (N)
FC : Gaya pada bahu (N)
θ : Sudut antara segmen lengan atas dengan bidang horisontal
D3 : Jarak antara bahu dengan pusat massa segmen lengan atas (m)
D4 : Panjang segmen lengan atas (m)
MB : Momen pada segmen lengan bawah (Nm)
MC : Momen pada bahu (Nm)
II-22
∑Fx =0
Karena tidak ada gaya yang bekerja pada sumbu x, maka Fx = 0
∑Fy = 0
− FB − FBC + FC = 0
FC = FB + FBC
FFcC ==FB122,43
+ w BC .g + [ WBC . g ]
= 122,43 + [ 2,548 . 10 ]
= 122,43 + 25,48
= 147,91 N
∑M = 0
− FB .D 4. cos θ − FBC .D3. cos θ + M B + M C = 0
M C = FB .D 4. cos θ + FBC .D3. cos θ − M B
MC = { 122,43 . 0,28372 . cos 100° } + { 25,48 . 0,1361856 . cos 100° }
–0
= -6,634376 Nm
Punggung
C
75°
D5
FC
D6
CD
FD FCD
75° WCD
D
Gambar 3.12 Posisi punggung pada Floor Lift
Keterangan :
WCD : Berat segmen punggung (kg)
FC : Gaya pada segmen lengan atas (N)
FCD : Gaya pada pusat massa segmen punggung (N)
II-23
FD : Gaya pada segmen punggung (N)
θ : Sudut antara segmen punggung dengan bidang horisontal
D5 : Jarak antara pinggul dengan pusat massa segmen punggung
(m)
D6 : Panjang segmen punggung (m)
MC : Momen pada segmen lengan atas (Nm)
MD : Momen pada pinggul (Nm)
∑Fx =0
Karena tidak ada gaya yang bekerja pada sumbu x, maka Fx = 0
∑ Fy = 0
− 2FC − FCD + FD = 0
FD = 2FC + FCD
FD = 2FC + w CD.g
FD = 2 . 147,91 + 53,144 . 10
= 827 N
∑M = 0
− 2FC .D6.cosθ − FCD.D5. cosθ + MC + M D = 0
M D = 2FC .D6. cos θ + FCD.D5. cosθ − MC
MD = {2 . 147,91 . 0,49824 . cos 75°} + {531,44 . 0,2291904 . cos 75° }
– (-6,634376)
= 76,305953 Nm
3.2.2 Rekap Data Heart Rate normal, saat dan Setelah Aktivitas
Tabel 3.20 Rekap Data Heart Rate normal dan berat badan operator
O perator B
erat(kg) H
RNormal
Z aki 66,5 110
Hendrick 50 101
Dim asW P 50 98
Hesti 41 103
Santi 49 101
D ew i 60 97
O p e ra to Br e ra t (K g)
1 2 3 4 5 6 7
Za k i 6 6 ,5 1 9 01 8 41 7 31 6 81 6 31 6 31 6 3
Tabel 3.22 Rekap Data Heart Rate saat aktivitas
H e n d rick 5 0 1 4 21 2 41 2 41 2 41 2 41 2 41 2 4
H R Sa at A ktivita s
O pe rat o rBe ra t (Kg)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Zaki 66,5 110110123135163168168178184184173170189195190196196183163159159159159 199202 196 202202 202 202
D im a s W P 5 0 1 1 81 0 61 1 81 6 91 7 31 7 31 6 4
H e ndr ick 50 96 96 96 96 95 95 104144147151141121137148167142122108104 87 86 93 110 129 137 151 148 173 184 145
D im as W P 50 123126131121108112108 94 94 99 96 93 II-25
96 99 10310010499 105106107121121 107 105 114 129 118 113 114
H e sti 41 149140147134118110113128128147137117101107103103106108108 99 94 100 99 111 108 109 120 137 128 109
Sant i 49 145157162167193176171159146161166181176157157142146139142127125144159 142 142 127 127 136 139 142
H e sti
Dew i
41
60
9 6 9 3 9 7 1 0 91 6 31 7 61 6 6
110122131147147140118136132133132136120114120128133131131120111128120 115 136 115 125 130 115 115
3.2.3 Rekap Data Berdasarkan Kategori Jenis Kelamin dan Berat
Tabel 3.23 Rekap Data Berdasarkan kategori Jenis Kelamin dan Berat
Operator Berat (kg) Jenis Kelamin Kategori Berat
Zaki 66,5 Laki-Laki 66-80
Hendrick 50 Laki-Laki 35-50
Dimas WP 50 Laki-Laki 35-50
Hesti 41 Perempuan 35-50
Santi 49 Perempuan 35-50
Dewi 60 Perempuan 51-65
Gambar 3.13 Grafik Heart Rate Terhadap Waktu Berdasarkan Jenis Kelamin
II-26
Gambar 3.14 Grafik Heart Rate Terhadap Waktu Berdasarkan Kategori Berat Badan Pria
Gambar 3.15 Grafik Heart Rate Terhadap Waktu Berdasarkan Kategori Berat Badan Perempuan
10 detik ke- HR
128 −173
110 −173
18 −14 =
x −14
14 173
45 x = 630 + 252
x = 19,6
18 128
Tabel 3.25 Rekap Data Recovery Time
x
Operator
II-27 110
HR Normal
Zaki 110
3.2.6 Perhitungan Waktu Istirahat
Setelah melakukan aktivitas treadmill, maka dilakukan penghitungan
pengeluaran energi dengan menggunakan persamaan astuti. Perhitungan
dilakukan dua kali untuk memperoleh energi pada saat istirahat (Y1) dan
energi pada saat aktivitas (Y2).
Y(1,2) = 1,804 – 0,0229 X(1,2) + 4,717.10-4 X(1,2)2
Ket: Y1 = Energi pada saat istirahat
Y2 = Energi pada saat aktivitas
X1 = Heart Rate Normal
X2 = Heart Rate Aktivitas tertinggi
Sebagai contoh:
Pada Operator Zaki, diketahui HR Normal = 110 dan HR saat aktivitas
tertinggi = 190, maka:
Y1 = 1,804 – 0,0229 (110) + 4,717.10-4 (110)2
Y1 = 1,804 – 2,519 + 5,71
Y1 = 4,995 kilokalori per menit
KE = Et – Ei
Ket: KE = Konsumsi Energi
Et = Y2 = Pengeluaran energi pada saat waktu kerja tertentu (kilokalori
per menit)
Ei = Y1 = Pengeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori permenit)
Sebagai contoh:
Pada Operator Zaki, diketahui Et=16,425 dan Ei=4,995, maka:
KE = 16,425 – 4,995
KE = 11,43 kilokalori per menit
HR
Operator
II-28 Aktivitas Normal
Zaki 202 110
Setelah mendapatkan nilai Konsumsi Energi untuk masing-masing operator,
maka dilakukan perhitungan waktu istrirahat agar sejalan dengan beban
kerja, yaitu dengan menggunakan persamaan Murrel:
T ( W −S )
R=
W −1,5
Ket: R = Waktu istirahat ayng dibutuhkan (menit)
T = Total waktu kerja
W = KE = konsumsi energy rata-rata untuk bekerja (kilokalori per menit)
S = Pengeluaran energy rata-rata yang direkomendasikan
Sebagai contoh:
Pada operator zaki, diketahui KE=8,156, maka:
R = 5 (11,43 – 5)
11,43 – 1,5
R = 5 (6,43)
9,93
R = 32,15 = 3,238 menit
9,93
Waktu isti
Operator
(Menit
3.2.7
Zaki
Grafik Konsumsi Energi terhadap Heart Rate:
3,238
Hendrick 2,743
Dimas WP -10,78
Hesti 0,696
SantiII-29
3,634
Dewi 0,982
Gambar 3.16 Grafik Hubungan KE dengan HR Normal Untuk Pria Kategori Berat Badan
II-30
Gambar 3.17 Grafik Hubungan KE dengan HR Normal Untuk Perempuan Kategori Berat Badan
II-31
3.3 Manual Material Handling
3.3.1 Definisi dan deskripsi Aktivitas Manual Material Handling
Manual Material Handling adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang secara manual yang bisa berakibat cedera di bagian tubuh
dikarenakan posisi kerja yang tidak baik. Dari alasan tersebut, maka
dilakukan penelitian agar pada suatu proses kerja tidak terjadi cedera pada
pekerja akibat posisi yang tidak mendukung dalam proses tersebut. Manual
Material Handling berfokus kepada pengangkatan suatu beban. Apabila suatu
beban pada proses pengangkatanya tidak sesuai dengan standard yang telah
ditentukan, dianjurkan kepada pekerja untuk tidak melakukan proses
pengangkatan agar tidak terjadi cedera. Maka dari itu, ditemukan metode
yang digunakan untuk membantu suatu proses pengangkatan beban yang
membantu mencegah atau mengurangi terjadinya low back pain dan injuries (
cedera tulang belakang bagian bawah ) bagi pekerja dalam melakukan
aktivitas pengangkatan beban secara manual.Metode ini dinamakan NIOSH
Lifting Index, yang terdiri dari RWL yaitu nilai beban angkat yang dianjurkan
secara teoritis untuk Manual Material Handling, dan LI yaitu nilai estimasi dari
tingkat tegangan dalam suatu kegitan Manual Material Handling. Dan pada
penelitian kali ini, nilai LI yang diteliti apabila nilai LI yang didapatkan lebih
daripada satu ( LI > 1 ) maka pada proses pengangkatan beban tersebut
terjadi kesalahan yang berakibat cedera dan perlu perbaikan, begitu juga
sebaliknya apabila LI kurang daripa satu ( LI < 1 ) maka proses pengangkatan
beban tersebut sudah benar
II-32
• JSI adalah metode untuk mengistimasi resiko terjadinya
kecelakaan/sakit pada pergelangan tangan dan tangan yang
berdasarkan pada berat, frekuensi dan durasi pembebanan.
Analisa mekanik adalah analisa mengenai tiga jenis gaya yang
bekerja pada tubuh manusia menurut Winter, yaitu:
Gaya gravitasi: gaya yang melalui pusat massa dari segmen tubuh manusia
dengan arah ke bawah.
Gaya reaksi: gaya yang terjadi akibat beban pada segmen tubuh atau berat
segmen tubuh itu sendiri.
Gaya otot: gaya yang terjadi pada bagian sendi, baik akibat gesekan sendi
atau akibat gaya pada otot yang melekat pada sendi. Gaya ini
menggambarkan besarnya momen otot.
RWL = LC * HM * VM * DM * AM * FM * CM
II-33
Gambar 3.19 Tabel RWL
II-34
Rumus perhitungan RWL :
RWL = LC * HM * VM * DM * AM * FM * CM
RWL Origin :
RWL Destination :
LI = L / RWL
LI = 11 / 34.15
= 0.322
LI = 11 / 53.92
= 0.204
II-35
Gambar 3.20 Software REBA
Job REBA
Categories
Factors Score
Wrist > 15 1
Upper
46 to 90 2
Arms
Upper
Arm is supported -1
Arms
Lower
60-100 1
Arms
Neck > 20 1
Trunk Neutral 2
Legs/feet well-
Legs 1
supported
Force >10 kg 0
Coupling Poor 1
Muscle
Repeated+4times/min 1
Use
II-36
Arm+Wrist 1 1 2
BAB I V
ANALISA DAN INTERPRETASI DATA
4.1 Biomekanika
4.1.1 Analisa Hubungan Tiap Segmen Tubuh pada Tiap Posisi dengan
Daya Angkat
Berdasarkan data yang didapat, pada :
1. Posisi 1 lengan bawah memberikan gaya yang lebih kecil daripada
lengan atas yang keduanya diimbangi dengan gaya yang dihasilkan
oleh punggung. Sedangkan momen yang terjadi yaitu lengan bawah
menghasilkan momen positif yang sama dengan lengan atas, dan
punggung juga menghasilkan momen dengan nilai sama akan tetapi
berlawanan arah. Kondisi ini jelas tidak aman karena momen tidak
seimbang antara lengan bawah dan atas dengan punggung.
Kemungkinan operator akan jatuh ke belakang karena tidak
seimbangnya momen yang dihasilkan.
2. Posisi 2 gaya yang dihasilkan pada lengan bawah tetap lebih kecil
daripada lengan atas yang kemudian diimbangi oleh punggung. Akan
tetapi memiliki perbedaan sedikit pada bagian momen. Lengan bawah
menghasilkan momen positif ke arah operator begitu juga punggung.
Tapi pada lengan atas dihasilkan momen yang negatif dan
menyebabkan tidak seimbang momennya. Kemungkinan ini akan
menyebabkan operator jatuh ke belakang.
3. Posisi 3 perbandingan gaya yang dihasilkan di tiap segmen tetap,
punggung menghasilkan gaya terbesar. Sedangkan momen yang
terjadi, punggung juga menghasilkan momen terbesar dan tidak
seimbang sehingga membahayakan operator karena kemungkinan
akan jatuh ke depan.
4. Posisi 4 kurang lebih sama perbandingan gaya seperti posisi
sebelumnya, punggung mempunyai gaya terbesar untuk menopang
tubuh. Sedangkan momennya punggung mempunyai nilai terbesar dan
jika diperhitungkan, operator ada kemungkinan jatuh ke belakang
karena tidak seimbangnya momen yang dihasilkan.
4.1.2 Analisa Posisi Optimum
Posisi yang memiliki daya angkat optimum adalah posisi yang memiliki
nilai FD / MD terbesar. Untuk operator Yanuar, memiliki daya angkat
optimum pada posisi 4,yaitu Floor Lift. Pada posisi ini, operator
menggunakan berat badan sebagai tumpuan tenaga untuk mengangkat
beban, oleh sebab itu, dikarenakan operator memiliki berat badan yang
cukup besar, yaitu 91 kg, mampu mengangkat beban dengan daya
angkat optimum yang cukup besar dibandingkan posisi lainnya yang
menggunakan tumpuan lain. Dan dengan menggunakan punggung
II-37
sebagai penopang tubuh, dalam posisi ini operator dapat dengan mudah
mengangkat beban, tetapi, dengan posisi ini juga, operator memiliki
kekurangan dalam posisi ini, yaitu jika operator tidak dalam keadaan
seimbang dengan posisinya, operator memiliki kemungkinan untuk jatuh
ke arah belakang karena operator dalam posisi jongkok dan tentu saja
posisi ini rawan untuk terjadi kecelakaan dan juga membuat operator
lebih cepat lelah dibandingkan posisi yang lainnya.
4.1.3 Analisa Posisi Maksimum
Posisi yang memiliki daya angkat maksimum adalah posisi yang
memiliki nilai FD terbesar. Dari operator Yanuar, untuk posisi maksimum,
yaitu posisi 3, Leg Lift. Pada posisi ini, tubuh menggunakan punggung
sebagai tumpuannya, ditambah pula dengan berat badan sebagai
sumber tenaga untuk mengangkat beban, sehingga menghasilkan momen
yang lebih besar daripada segmen yang lainnya. Selain menggunakan
punggung sebagai tumpuan, kaki operator juga memiliki kegunaan untuk
tumpuan badan sehingga operator lebih seimbang untuk posisi belakang
tubuh, akan tetapi, untuk bagian depan tubuh, keseimbangan operator
masih kurang karena dalam posisi ini, operator sedikit membungkuk ke
arah depan, sehingga jika operator kurang hati – hati, bisa mengakibatkan
operator jatuh ke arah depan.
4.2.4 Analisa Pengaruh Berat Badan dan Jenis Kelamin terhadap Heart
Rate
Berdasarkan hasil pengamatan, berat badan dan jenis kelamin
berpengaruh terhadap intensitas heart rate. Dari data yang didapat, ada
dua kelompok berat badan, yakni 33-50 dan 66-80 untuk pria, serta 35-50
dan 51-65 untuk wanita.
Praktikan pria yang memiliki berat antara 35-50 Kg, memiliki heart rate
normal yang lebih kecil dibandingkan praktikan pria dengan berat badan
66-80 Kg. Begitupula praktikan wanita yang memiliki berat badan antara
35-50 Kg, memiliki heart rate lebih kecil dibandingan praktikan wanita
dengan berat badan 51-65 Kg. Dari segi jenis kelamin, praktikan pria
memilki kisaran heart rate antara 98-110, sedangkan praktikan wanita
antara 97-103. Jadi, praktikan pria cenderung memiliki heart rate normal
yang lebih tinggi dibandingkan praktikan wanita.
Hal ini disebabkan karena semakin tinggi berat badan manusia, maka
semakin tinggi pula laju metabolismenya. Laju metabolisme itu sendiri
ada kaitannya dengan heart rate yang mereka miliki. Kebutuhan akan
energy yang lebih besar, membuat jantung bekerja lebih ekstra pada
kondisi normal. Perbedaan jenis kelamin antara pria dan wanita juga
membuat perbedaan heart rate, karena pria dan wanita memilki ukuran
organ, aktifitas, dan dimensi tubuh yang berbeda. Pria memiliki rata-rata
dimensi tubuh yang lebih besar, serta aktifitas harian yang lebih berat
dibandingkan wanita. Sehingga, laju heart rate pria, menjadi cenderung
lebih besar.
II-39
4.2.5 Analisa Pengaruh Berat Badan dan Jenis Kelamin terhadap
Konsumsi Energi
Berat badan dan jenis kelamin juga mempunyai pengaruh yang serupa
pada konsumsi energi. Dari hasil pengamatan, praktikan pria dengan
berat badan 35-50 Kg memliki konsumsi energi yang lebih rendah
dibandingkan praktikan dengan berat badan 66-80 Kg dalam margin 2-8.
Sedangkan konsumsi energi pada praktikan wanita yang memilki berat
badan antara 35-50 Kg cenderung lebih besar dibandingkan praktikan
dengan berat badan 51-65 Kg.
Dari segi jenis kelamin, praktikan pria memiliki kisaran konsumsi energi
antara 2,6-11,4. Sementara konsumsi energi praktikan wanita berada
pada kisaran antara 4,4-10,6. Jadi, praktikan pria cenderung memiliki
konsumsi energi yang lebih tinggi, namun lebih variatif dibandingkan
praktikan wanita. Perbedaan berat badan terhadap konsumsi energi tidak
lepas dari heart rate yang dimiliki. Karena, rumus yang digunakan untuk
menghitung konsumsi energi membutuhkan data heart rate. Sehingga
logikanya, manusia dengan heart rate yang tinggi akan mempunyai
konsumsi energi yang besar pula. Berat badan juga mencerminkan porsi
kebutuhan energi tubuh. Dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
berat badan yang lebih besar, cenderung membutuhkan energi yang lebih
besar pula untuk metabolisme tubuh.
Pada praktikan wanita, kelompok berat badan 51-65 Kg memilki
konsumsi energi yang lebih rendah karena disebabkan variasi heart rate
maksimal dan normal yang lebih kecil. Hal ini sedikit berbeda dengan
teori karena pada saat pengamatan, banyak faktor yang mempengaruhi,
seperti kesehatan praktikan. Selain itu, kelompok berat badan ini hanya
diwakilkan oleh satu praktikan saja. Perbedaan jenis kelamin dapat
mempengaruhi konsumsi energi karena pria cenderung membutuhkan
energi yang lebih besar dibandingkan wanita, karena postur tubuh yang
lebih besar. Namun variasi konsumsi energi pria pada pengamatan lebih
besar dibandingkan wanita. Hal ini disebabkan karena pada saat
pengamatan, banyak faktor yang tidak diukur, salah satunya kesehatan
praktikan, serta kebiasaan (pola hidup). Yang membuat perbedaan
konsumsi energi semakin bervariasi.
II-40
4.3 Manual Material Handling
4.3.1 Analisa RWL
Telah dilakukan uji RWL pada operator, dan diperoleh data dari
percobaan dan perhitungan tersebut. Data yang diperoleh terdapat dua
jenis data yang berbeda, yaitu data RWL Origin dan data RWL Destination.
Faktor penting yang membuat perbedaan pada data tersebut adalah jarak
VM (Vertikal) dan HM (Horizontal) pada posisi origin maupun destination
berbeda. Sedangkan pada data yang lain seperti LC, DM, AM, CM dan FM
tetap sama, ini dikarenakan pada posisi origin maupun destination
memiliki banyak kesamaan pada data tersebut seperti besar sudut putar
dan tingkat genggaman. tingkat genggaman yang didapat pada
percobaan kali ini adalah fair. Ini dikarenakan beban yang diangkat, tidak
memiliki suatu pegangan yang nyaman, dimana suatu pegangan pada
beban akan meningkatkan tingkat genggaman menjadi good. Begitu juga
sebaliknya, apabila beban tidak mempunyai pegangan dan ada gangguan
yang menghambat pegangan, tingkat pegangan tesebut akan bersifat
poor. Setelah melakukan proses perhitungan dengan menggunakan
rumus yang telah ditetapkan NIOSH Lifting Index, ditemuan nilai RWL
origin sebesar dan RWL destination sebesar . Nilai RWL sangat
berpengaruh kepada nilai LI yang didapatkan nanti. Karena jika harga
suatu nilai RWL besar mendekati harga nilai beban (L), maka nilai LI yang
didapatkan akan semakin kecil dan itu akan berakibat baik. Begitu juga
sebaliknya apabila harga nilai RWL yang didapatkan kecil, menjauhi nilai
beban (L), maka nilai LI yang didapatkan akan semakin besar, dan itu
akan berakibat buruk. Jadi, jika nilai RWL makin besar, itu akan menjadi
lebih baik. Dan sebaliknya jika RWL makin kecil itu akan berakibat buruk.
4.3.2 Analisa LI
LI (Lifting Index) adalah menyatakan nilai estimasi dari tingkat
tegangan dalam suatu kegiatan pengangkatan material secara manual.
Perhitungan LI dibagi menjadi dua yakni pada saat mengangkat dan
meletakkan beban. Semakin mendekati nilai 1, maka semakin maksimal
tingkat tegangan yang dialami oleh pekerja. Sedangkan apabila angka
tersebut melebihi dari 1, maka artinya beban yang diangkat sudah
melewati dari batas berat yang direkomendasikan (RWL). Nilai LI
destination memiliki nilai lebih daripada 1 ( LI > 1 ) juga berarti posisi
pengangkatan masih memiliki potensi yang menyebabkan cedera yang
lebih besar daripada posisi origin. Jadi, di kedua posisi pengangkatan baik
origin dan destination masih salah dan masih perlu perbaikan agar tidak
terjadi cedera
Nilai LI pada saat mengangkat lebih kecil dibandingkan pada saat
meletakkan karena nilai RWL saat mengangkat lebih tinggi. Atau dengan
kata lain, beban maksimum yang mampu diangkat pada saat awal lebih
tinggi. Artinya, estimasi tingkat tegangan pada saat meletakkan beban
lebih besar dibandingkan saat mengangkat.
II-41
4.3.3 Analisa REBA
Berdasarkan running REBA dengan menggunakan software ERGO
Intelligence, nilai REBA yang didapat adalah 3. Dan kegiatan yang
dianalisa memiliki resiko kecelakaan yang rendah. Perbaikan sistem
mungkin untuk dilakukan. Perbaikan baru diperlukan ketika nilai reba yang
didapatkan di atas 4.
Dari nilai REBA yang didapat pada setiap bagian tubuh, maka dapat
diidentifikasi bahwa posisi lengan atas, dan posisi badan mendapat nilai 2,
bagian ini memerlukan adanya perbaikan.
II-42
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan dari hasil praktikum modul 2 adalah sebagai berikut:
1. Posisi 1 lengan bawah memberikan gaya yang lebih kecil daripada lengan
atas yang keduanya diimbangi dengan gaya yang dihasilkan oleh
punggung. Posisi 2 gaya yang dihasilkan pada lengan bawah tetap lebih
kecil daripada lengan atas yang kemudian diimbangi oleh punggung.
Posisi 3 perbandingan gaya yang dihasilkan di tiap segmen tetap,
punggung menghasilkan gaya terbesar. Posisi 4 kurang lebih sama
perbandingan gaya seperti posisi sebelumnya, punggung mempunyai
gaya terbesar untuk menopang tubuh.
2. Posisi yang memiliki daya angkat optimum adalah posisi yang memiliki
nilai FD / MD terbesar. Untuk operator Yanuar, memiliki daya angkat
optimum pada posisi 4,yaitu Floor Lift. Posisi paling aman yaitu posisi yang
memiliki nilai MD (momen pada pinggul) terkecil. Dari operator Yanuar,
untuk posisi aman, yaitu menggunakan posisi 1, Arm Lift. Posisi back
injury yaitu posisi yang memiliki nilai MD (momen pada pinggul) terbesar.
Untuk operator Yanuar, posisi yang dapat mengakibatkan Back Injury yaitu
pada posisi 4,yaitu Floor Lift.
3. Heart rate praktikan sebelum aktifitas dan sesudah aktifitas cenderung
meningkat. Peningkatan tersebut berkisar antara 31-92.
II-43
4. Berdasarkan data hasil pengamatan, recovery time praktikan cukup
bervariasi. Dari 10 detik ke-1,63 hingga 10 detik ke-26,45. Sedangkan
perhitungan waktu istirahat berkisar antara -10,78 hingga 3,634 menit.
5. Semakin tinggi berat badan seseorang, maka konsumsi energinya akan
semakin tinggi pula. Serta, pria memiliki tingkat konsumsi energi yang
lebih besar dibandingkan wanita.
6. Semakin tinggi berat badan seseorang, maka tingkat heart rate akan
semakin tinggi pula. Serta, pria memiliki tingkat heart rate yang lebih
besar dibandingkan wanita..
7. Dari hasil pengamatan, semakin tinggi konsumsi energi praktikan, maka
akan berbanding lurus dengan tingkat heart rate yang dimiliki..
8. Nilai LI (Lifting Index) yang didapatkan ada dua, yakni saat mengangkat
beban dan saat meletakkan beban. LI pada saat mengangkat beban
adalah 0.204, sedangkan LI saat meletakkan beban adalah 0.322.
5.2 Saran
Saran dari kelompok kami untuk praktikum modul 2 adalah:
• Pada saat praktikum menggunakan treadmill, sebaiknya disiapkan
handuk untuk mengusap keringat. Karena selama praktikum, praktikan
mengeluarkan banyak keringat, dan memerlukan waktu istirahat lebih
lama dari yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
II-44