Anda di halaman 1dari 7

Zen Budhisme

ZEN BUDHISME :

Dec 3, '07 9:55 PM for everyone

FAKTOR EKSTRA ESTETIS DALAM SENI LUKIS KONTEMPORER JEPANG

Nilai estetis suatu karya seni terdiri dari dua factor yakni factor intra estetis dan ekstra estetis. Lingkup dari factor intra estetis ; Hal-hal yang berkaitan dengan visualisasi karya seni yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat seperti selera, gaya, identitas, status social, kepribadian serta mentalitas. Lingkup dari factor ekstra estetis ; Gejala dari luar karya seni yang mempengaruhi proses penciptaan karya seni seperti kebudayaan, agama, pendidikan, norma-norma, social politik, ideology, pola berpikir dan tehnologi.

A.

Zen Budhisme di Jepang Zen Jepang tidak hanya memperkaya khasanah kerohanian , melainkan membawa pengaruh besar terhadap kehidupan militer., karya seni dan dalam kehidupan social budaya orang Jepang.

Pengaruh ajaran Zen bagi masyarakat Jepang antara lain ; menanamkan kedisiplinan pada diri sendiri dalam mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan yakni dengan jalan berlatih (zazen) sehingga menemukan satori (berkah pencerahan) atau jalan keluar, berupa keahlian atau intuisi.

Menyebarnya ajaran Zen pada kehidupan masyarakat Jepang membawa pengaruh yang kuat dan perubahan besar terhadap perkembangan seni dan kebudayaan Jepang.

B. Hakikat Zen budhisme dalam Estetika Wabi-Sabi Zen pada hakikatnya mempunyai pengertian suatu pengalaman sejati yang tidak dapat dijelaskan melalui kata-kata atau dengan pendekatan yang tepat, kata-kata dapat menciptakan suatu kepalsuan. Menurut Suzuki Daisetsu Zen bukan petunjuk untuk mencapai suatu tujuan yang berupa teori atau serentetan kata-kata, tetapi suatu pengalaman yang dapat digunakan sebagai medium menuju kesuatu tujuan.

Pendekatan Zen terhadap realitas tidak sering dengan pendekatan ilmiah yakni menghindarkan penalaran logis, karena penalaran logis mengakibatkan kerangka pemikiran hidup mendua artinya suatu pemikiran yang selalu bertentangan antara subjek dengan objek atau berorientasi pada adanya dua prinsip kehidupan yang saling bertentangan.

Nilai ajaran Zen digunakan oleh orang Jepang sebagai konsep pemahaman terhadap alam dan isinya, yakni tidak terlepas dari kewajaran atau bersifat alami antara lain ; (1) kesederhanaan, (2) ketidak-sempurnaan, dan (3) ketidak-abadian. Nilai nilai tersebut terekspresi dalam konsep dasar pemahaman estetika wabi-sabi.

Bagi orang jepang ajaran Zen Budhisme diekspresikan melalui konsep estetika wabi-sabi yang digunakan sebagai acuan dalam berpedoman, menatur dan juga sebagai pengendali dalam mencipta maupun memahami suatu karya seni. Makna dari wabi-sabi itu sendiri adalah kepasrahan (seijaku) dan ketulusan dalam menghadapi pergantian waktu, sehingga rasa ketulusan dan kepasrahan tersebut bagi orang Jepang diekspresikan ke dalam karya seninya dengan melukiskan situasi keadaan hening, tenang dan diam.

1. Karakteristik Zen Budhisme dalam Prinsip Seni Jepang

Wabi-sabi sebagai system estetik yang komprehensif, telah mempunyai jangkauan ruang lingkup yang luas antara lain ; ajaran moral, spiritual, methaphisik, ekspresi dan kualitas benda. Menurut hizamatsu Shinishi prinsip-prinsip ajaran zen telah digunakan sebagai acuan dalam menentukan kaidah-kaidah estetis termasuk unsure-unsur dan prinsip seni Jepang. Karakteristik estetika Jepang tersebut adalah fukinsei (asimetri), kanzo (sederhana), kokou (esensi). Shizen (kewajaran), yuugen (bermakna), datsuzoku (bebas dari ikatan) dan seijaku (hening).

a.

Fukinsei (asimetri, ketidakteraturan) y Merupakan prinsip utama dalam menciptakan karya seni untuk menampilkan kesan dinamis. y Falsafah fukinsei, membuang nafsu duniawi kehidupan bukan saja berorientasi pada kesempurnaan, suatu kesempurnaan yang sempurna adalah sesuatu yang tidak sempurna atau sebaliknya

b.

Kanso (sederhana) y Kesederhanaan yang bernilai tinggi, sesuatu yang dapat mencerminkan dan mewakili sifat benda secara utuh, yang diekspresikan melalui garis, warna atau unsure-unsur lainnya. y Bentuk yang sederhana adalah bentuk yang tidak banyak variasi.

c.

Kokou (esensi) y y Kokou merupakan perwujudan dari proses distorsi dan deformasi. Diperoleh dengan melalui proses pemahaman atau pencerahan yang diekspresikan melalui kesadaran tinggi, tidak terlepas dari unsure kesengajaan.

d.

Shizen (kewajaran)

Merupakan sesuatu yang terjadi dengan apa adanya secara wajar dan apa adanya.

y y e.

Tanpa pamrih, tidak diawali dengan pemikiran dan tujuan tertentu. Bukan naf dan bukan artificial.

Yuugen (bermakna) y Kesan atau makna yang ditangkap oleh manusia terhadap keadaan alam yang ada diluar penalarannya, misalnya suasana gelap pada umumnya memberikan kesan seram. y Makna Yuugen, untuk menumbuhkan konsentrasi dan menciptakan suasana hening dan cerah

f.

Datsuzoku (kebebasan yang tidak terikat) y Suatu kebebasan yang tidak terikat pada pola-pola, patokan,rumus, kebiasaan dan sebagainya. y Rumusan atau peraturan akan menjadikan penghalang aktivitas dan kreativitas. Kreativitas akan muncul jika manusia mampu melepaskan diri dari patokan. y Dasar untuk memperoleh kebebasan manusia dalam berimajinasi dan berkreasi dalam menuangkan ide-ide.

g.

Seijaku (hening) y Suatu ketenangan yang bersifat dinamis, ketenangan itu diekspresikan dalam keadaan yang diam tetapi mempunyai bentuk yang bergerak. Makna gerak dalam diam alam raya senantiasa bergerak menjalin kekuatan menuju ketiadaan dan setelah ketiadaan itu hadir akan muncul kembali sesuatu yang baru untuk berkembang dan bergerak menuju ketiadaan kembali (circle live).

2. Unsur garis dalam Kebudayaan Zen Garis/sapuan kuas (youhitsu) Hal paling utama yang harus dilakukan sebelum membuat garis atau

menggoreskankuas adalah menyeleksi materi atau pbjek lukisan lewat kesensitifan perasaan. Disamping itu penguasaan teknik tinta China (sumi) kuas dan kertas sebagai medium untuk mengekspresikan ide-idenya lewat goresan garis.

Beberapa jenis goresan dalam seni lukis Jepang antara lain : y Tessen-byo : garis seperti kawat baja yaitu bersifat lentur, berukuran sama mempunyai kesan anggun serta mencerminkan karakteristik keabadian. y Koko-yushi-byo : garis yang lembut menyerupai benang dan memberikan kesan ulet, supel, tanpa ketenangan dan kontras. y Chikuyo-byo : garis yang berbentuk lancip dan tajam menyerupai daun bamboo, garis ini terdiri dari beberapa jenis yaitu Ryuu-byo yaitu garis sempit dan lancip dan setsuro-byo yaitu garis patah dan panjang seperti daun alang-alang, masing-masing garis tersebut memiliki karakter yang mengekspresikan sesuatu unsure emosi. y Bako-byo : garis yang mempunyai bentuk yang tegas dan patah seperti kaki kudaatau serangga (walang) bersifat gesit dan ekspresif dan kosai-byo adalah garis tumpul dan patah, yang dalam hal tertentu dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan berat dan sesak. y Teito-sabi-byo dan Koun-ryusuri-byo. Teito-sabi-byo adalah garis yang mempunyai ketebalan bernuansa lancip seperti ujung kuku harimau atau berbentuk seperti ekor tikus, sedangkan Koun-ryusuri-byo adalah garis lengkung yang ekspresif yang memberikan kesan gerakan-gerakan wajar alami seperti pada gerakan awan atau gelombang air.

3. Kualitas Material y Wabi-sabi mengutamakan material berorientasi ke dalam, mempunyai kecenderungan mudah disentuh, akrab dan mempunyai ukuran yang kecil. Secara psikis menginspirasikan kedekatan jarak antara benda dan manusia atau antara benda dengan benda lainnya y Karakteristik material/benda lebih utama daripada nilai intrinsiknya sehingga kreatifitas pengolahan benda/material yang dilakukan penciptanya merupakan bagian yang sangat penting. Nilai suatu benda tidak mengenal jaminan status atau pengesahan budaya pasar, missal walaupun emas mempunyai harga lebih tinggii daripada besi tetapi bukan berarti emas lebih berguna daripada besi. y Karakteristik material ketika terkena dampak perjalanan waktu dan perlakuan nuansa missal tekstur dari serat kayu yang rusak, tekstur logam yang berkarat dll. y Kusam/temaram artinya material dalam wabi-sabi mengutamakan kualitas batasan yang tidak jelas antara terang dan gelap pada batasan garis tepi, sehingga lebih cenderung memilih jalan yang berada ditengah missal penggunaan sinar temaram pada seni arsitektur yang bertujuan untuk memperoleh kesan teduh, Zen dalam wabi-sabi tidak memilih kesan gelap atau kesan terang-benderang seperti yang diperoleh dari cahaya sinar. y Tidak teratur, material dalam bab ini berorientasi pada segala sesuatu yang tidak memperdulikan keteraturan seperti layaknya selera umum. Wabi-sabi lebih mengutamakan efek kebetulan atau memanfaatkan unsure ketidak-sengajaan. y Kesederhanaan yang merupakan inti dari wabi-sabi, dalam hal ini kesederhanaan tidak hanya bertautan dengan materi ataubahkan melainkan menyangkut masalah moral dan rasa. Kesederhanaan disini adalah kerendahan hati, perasaan yang hangat, dan perasaan yang tidak pernah dingin.

IKHTISAR

Religi merupakan salah satu bagian dari factor ekstra estetis yang mendorong terjadinya perubahan corak dalam seni lukis kontemporer Jepang. Nilai-nilai Zen budhisme, yang digunakan sebagai pedoman dan acuan untuk mengatur tingkah laku kehidupan social dan berkesenian masyarakat jepang telah membawa pengaruh kental terhadap hasil karya seni lukis kontemporer.

Di sisi lain wabi-sabi sebagai system estetik yang komprehensif mengacu pada ajaran zen budhisme, telah mempunyai jangkauan runga lingkup yang luas antara lain ; ajaran moral, nilainilai spiritual, dasar methaphisik, ekspresi dan kualitas benda. Selain itu nilai-nilai ajaran Zen Budhisme terhadap estetika wabi-sabi sebagai factor internal telah berkaitan dengan kaidahkaidah yang digunakan sebagai pedoman dalam menciptakan karya seni, dan nilai-nilai tersebut juga berpengaruh terhadap factor eksternal yang berfungsi sebagai penunjang dalam mewujudkan karya seni, seperti material dan teknik.

Menurut Hizamatsu Shinichi ada tujuk karakteristik ajaran Zen diwujudkan kedalam prinsip seni atau dalam kaidah-kaidah estetis wabi-sabi. Kaidah tersebut telah digunakan sebagai acuan dasar untuk menciptakan maupun mengapresiasi karya-karya seni,termasuk seni lukis. Ketujuh karakteristik tersebut antara lain adalah ; fukinsei (asimetri), kanzo (sederhana), kokou (esensi). Shizen (kewajaran), yuugen (bermakna), datsuzoku (bebas dari ikatan) dan seijaku (hening).

Seni lukis sebagai salah satu bentuk perwujudan dalam berkesenian mempunyai fungsi untuk memenuhi kebutuhan integrative yakni suatu kebutuhan manusia yang berkaitan dengan pengungkapan rasa keindahan, bersifat universal dan tidak mengenal status, waktu, serta tempat. Dengan demikian berarti manusia tidak hanya dihadapkan pada tantangan untuk memenuhi kebutuhan spiritual biologis semata, melainkan ia juga harus menaggapi kebutuhan spiritual, lewat berkesenian dan keindahan seperti juga yang terjadi pada masyarakat Jepang.

Anda mungkin juga menyukai