Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

Secara historis pendidikan di Indonesia telah mengalami proses semenjak era dimulainya peradaban Nusantara. Demikian pula era kolonial, walaupun ketika itu pendidikan formal di masa kolonial bisa dibilang cukup terlambat atau tertinggal dibanding dengan negara lain. Kita memang untuk masalah pendidikan kurang beruntung dijajah Belanda. Namun bukan pula berarti bahwa pendidikan di colonial belanda ini sangat menggantungkan pada policy penjajah. Kenyataannya, banyak lembaga pendidikan formal maupun non formal yang pada akhirnya secara swadaya diusahakan oleh pribumi. Kita dapat melihat keberadaan taman siswa, muhammadiyah, al irsyad, maupun nahdlatul ulama. Ini membuktikan, bahwa sesungguhnya semangat bangsa Indonesia untuk menjadi warga negara-dunia yang terpelajar dan berpengetahuan sungguh sangat besar. Amat disadari pula, bahwa dengan hanya pendidikanlah bangsa Indonesia diharapkan dapat merebut kemerdekaan, menata negara dan mewujudkan cita-cita bersama. Kebodohan dan keterbelakangan sudah terbukti merupakan sasaran empuk bagi munculnya penjajahan, penindasan dan perilaku yang tidak berprikemanusiaan. Sampai saat ini, issu pendidikan masih mendapat porsi wacana yang cukup besar diperbincangkan oleh warga bangsa. Hal ini tentu adalah merupakan implikasi dari keinginan yang dinamis seluruh warga bangsa untuk senantiasa menginginkan pelaksanaan pendidikan dapat mewujud dalam cita-cita bangsa sebagaimana termuat dalam mukaddimah UUD 1945. Issu-issu pendidikan yang terkait dengan: pengajaran agama, akses untuk mendapatkan pendidikan, tiadanya diskriminasi, pembiayaan pendidikan, kurikulum, layanan pendidikan, manajemen satuan pendidikan, infrastruktur pendidikan, prestasi atas profesional pendidikan, maupun luaran pendidikan senantiasa menjadi perbincangan yang hangat. Semua terkemas dalam issu nasional maupun issu lokal. Ketidakpuasan demi ketidakpuasan atas sistem pendidikan ini versus pihak lain yang menyatakan bahwa sistem yang berlaku sudah baik dan benar menjadikan dinamika pendidikan menjadi semakin menarik untuk kita amati bersama. Kemudian didorong untuk perbaikan di masa yang akan datang.

PEMBAHASAN
Meninjau apa yang terjadi dalam sistem pendidikan nasional, tentu tidak dapat dilepaskan dari politik hukum pendidikan yang diberlakukan. Oleh karenanya menjadi relevan apabila potret pendidikan kita harus dilihat dalam bentuk das Sein dan das Sollen. Bagaimana teori, bagaimana pula kenyataannya. Secara yuridis (sebagai landasan kebijakan), sistem pendidikan nasional telah diatur dalam berbagai ketentuan konstitusional. Baik dalam UUD 1945 maupun dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan. Di dalam mukaddimah UUD 1945, di sana telah disebutkan mengenai cita negara dibidang pendidikan yakni, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Demikian pula, di dalam batang tubuh UUD 1945 akan dapat ditemukan mengenai kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan nasional di satu sisi dan pada sisi lain pendidikan merupakan hak warga negara. Mengenai kewajiban negara: Pasal 31 ayat (2)-(5) berbunyi, (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Demikian pula mengenai hak warga negara, tercantum dalam Pasal 31 ayat (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Juga, Pasal Pasal 28C (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan koalitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pula, Pasal 28E (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Landasan konstitusi tersebut masih dijabarkan lagi dalam UU No 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, UU No 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta berbagai peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan peraturan daerah. Di antara beberapa aturan tersebut, yang terjadi adalah: pertama, ada aturan yang secara normatif sudah bagus namun implementasinya yang buruk atau belum optimal; kedua, terdapat kontradiksi substansi norma antar peraturan perundangan; ketiga, substansi norma yang kurang bagus sehingga tidak implementasif atau implementasi di lapangan menjadi tidak bagus pula. Misalnya, kalau konstitusi telah lama menentukan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN maupun APBD, tapi berkali-kali UU APBN telah melanggarnya. Juga, ketika konstitusi menjamin bahwa pemerintah yang menyelenggarakan dan

mengusakan sistem pendidikan nasional, namun masih cukup dirasakan bahwa pembiayaan semakin mahal dan banyak warga negara yang masih kesulitan mendapatkan pendidikan. Demikian pula, mengenai jaminan tunjangan profesi guru dan dosen sebagaimana diamanatkan dalam UU Guru dan Dosen, sampai saat ini pun masih belum dapat segera terealisasi. Seringkali di negara ini UU disimpangi secara berjamaah hanya argumentasi masih proses dan dana negara tidak cukup. Ini sekedar contoh. Ini tentu amat paradoks dengan kondisi bangsa yang boros, dihinggapi korupsi dimana-mana. 20 tahun yang lalu, Sumitro Djojohadikusumo menyatakan bahwa anggaran negara 30% dikorup. Terbukti saat ini, dengan keberadaan KPK, maka ternyata banyak oknum pejabat negara dan penegak hukum tersangkut korupsi. Padahal mereka juga banyak mendengungkan tentang pentingnya pendidikan. Kembali ke Konstitusi Untuk memperbaiki kondisi peraturan yang secara substantif tidak sesuai dengan cita negara dan peraturan yang tumpang tindih. Tentu yang harus dilakukan adalah kembali kepada norma UUD 1945. Sebagai zeit geist bangsa semua aturan harus menyesuaikan dengan UUD 1945. Termasuk implementasinya. UU Sisdiknas Pasal 2 telah menyatakan bahwa Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. sedangkan mengenai fungsi pendidikan, Pasal 3 menyatakan Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Demikian pula, pengelolaan pendidikan harus dikembangkan melalui 10 prinsip utama penyelenggaraan pendidikan yakni: nirlaba, otonom, akuntabel, transparan, penjaminan mutu, layanan prima, akses yang berkeadilan, keberagaman, keberlanjutan, partisipasi atas tanggung jawab negara. Selain itu, konsep penyelenggaraan pendidikan yang berlaku global yakni LRAISE, yang meliputi Leadership, Relevance, Academic Atmosphere, Internal Management, Sustaniability, Efficiency, effectivity and Productivity harus senantiasa ditingkatkan untuk menuju keberhasilan daya saing dunia (world class). Penutup Pendidikan adalah arus utama dunia. Bilamana ada negara yang lebih unggul pendidikannya maka dipastikan ia akan menguasai dunia. Era Romawi dan Yunani pernah menguasai dunia, dengan ilmu. Islam pernah memimpin peradaban dunia, dengan ilmu. China pernah berkuasa, dengan ilmu. Maka kenapa kita tunda lagi waktu untuk memperbaiki pendidikan kita?, tidak ada kata terlambat.

KOMPETENSI PEDAGOGIK
Oleh : Danang Hidayatullah I. Pendahuluan Mutu pendidikan yang baik dapat mendorong terciptanya masyarakat yang berkualitas, kreatif dan produktif. Salah satu ciri dari mutu pendidikan yang baik adalah terciptanya proses pembelajaran yang baik pula (mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi). Sebagai dampaknya Guru yang merupakan peran sentral dalam proses pembelajaran sudah sewajarnya dituntut untuk lebih professional dalam menjalankan fungsinya. Selain hal tersebut, perubahan dan perkembangan

masyarakat yang semakin maju juga menuntut profesi guru menyesuaikan diri dengan perubahan dan kebutuhan masyarakat. Seiring dengan hal diatas komitmen pemerintah untuk menciptakan pendidikan yang lebih bermutu dan berkualitas ditandai dengan lahirnya UU No 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No 14 Th 2005 tentang UU Guru dan Dosen, dan PP No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam UU dan PP tersebut dinyatakan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan kompetensi sesuai dengan bidangnya.

II. Pembahasan
A. Kompetensi Guru. Pentingnya guru professional yang memenuhi standar kualifikasi diatur dalam pasal 8 Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen (UUGD) yang menyebutkan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya menurut Pasal 1 ayat (1) UUGD tersebut, kompetensi yang dimaksud memiliki arti sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Lebih dalam lagi pada pasal 10 ayat (1) UUGD dan Pasal 28 ayat 3 PP 19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kompetensi guru yang dimaksud meliputi: a. Kompetensi pedagogik; b. Kompetensi kepribadian; c. Kompetensi profesional; dan d. Kompetensi sosial. B. Kompetensi Pedagogik Dalam Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pada bab penjelasan pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Lebih lanjut pada Bab Penjelasan Pasal 28 ayat 3 PP 19tahun 2005 tentang SNP yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi: 1. Pemahaman terhadap peserta didik, 2. Perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, 3. Evaluasi hasil belajar, dan 4. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Berikut akan dijabarkan mengenai dimensi-dimensi dari kompetensi pedagogik tersebut: 1. Pemahaman terhadap peserta didik. Secara umum pemahaman peserta didik dapat berarti kemampuan guru dalam memahami kondisi siswa (baik fisik maupun mental) dalam proses pembelajaran. Sehingga dengan begitu diharapkan dapat tercipta interaksi yang baik antara guru dan

peserta didik dalam rangka menciptakan kegiatan belajar mengajar yang kondusif. Dalam arti guru mengetahui seluk beluk peserta didik yang diajar, menentukan metode pengajaran, bahan dan alat yang tepat sehingga memungkinkan peserta didik untuk dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui interaksi dan pengalaman belajar. Mulyasa (2008:79) menyebutkan sedikitnya ada empat hal yang harus dipahami guru dari peserta didiknya, yaitu tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat fisik dan perkembangan kognitif. a. Tingkat Kecerdasan Dalam bukunya Psikologi Pendidikan, Alisuf Sabri menyimpulkan arti dari kecerdasan (intelegensi) sebagai berikut [1]: - kemampuan umum mental individu yang tampak dalam caranya bertindak atau berbuat atau dalam memecahkan masalah atau dalam melaksanakan tugas. - suatu kemampuan mental individu yang ditunjukan melalui kualitas kecepatan, ketepatan dan keberhasilannya dalam bertindak/berbuat atau memecahkan masalah yang dihadapi. Dari pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa selain ditentukan berdasakan hasil tes IQ, ternyata tinggi atau rendahnya tingkat kecerdasan seseorang dapat dilihat dari kecepatan, ketepatan dan keberhasilan seseorang dalam bertindak atau dalam memecahkan masalah. Adanya perbedaan IQ atau tingkat kecerdasan tiap peserta didik sudah barang tentu menunjukkan adanya perbedaaan kemampuan pula. Perbedaaan kemampuan ini sangat mempengaruhi peserta didik dalam menerima dan menyerap pelajaran, menyelesaikan tugas-tugas, kualitas prestasi hasil belajar, maupun aktifitas lain. Perbedaan-perbedaan seperti inilah yang perlu disadari oleh seorang guru. Sehingga dalam menjalankan fungsinya seorang guru dapat melayani perbedaan tersebut dengan sikap yang tepat. Diantaranya dengan memberikan kegiatan belajar yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Hingga hasilnya setiap peserta didik diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan segala masalah yang dihadapi sesuai dengan tingkat kemampuannya. b. Kreativitas Seperti halnya pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik, guru juga diharapkan dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang memberikan kesempatan peserta didik untuk dapat mengembangkan potensi dan kreativitasnya. Berdasarkan penelitiannya, Gibbs (Mulyana 2008:88) menyimpulkan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberikan kepercayaaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Apa yang dikemukakan Gibbs diatas tentunya juga harus didukung dengan kreativitas guru itu sendiri dalam menggunakan pendekatan/metode pengajaran. Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kreativitas peserta didik Bahri dan Zain (2006:160) menyebutkan ada tiga aspek keterampilan guru dalam mengadakan variasi dalam proses belajar mengajar, yaitu variasi dalam gaya mengajar, dalam menggunakan media/bahan pengajaran serta variasi dalam interaksi antara guru dan siswa. Salah satu contoh metode pengajaran yang kini sering digunakan di banyak sekolah adalah metode inquiry (inkuiri), yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk mengeksplorasi sesuatu sesuai dengan persepsi dan kreativitas peserta didik.

c. Cacat fisik Dalam bagian ini guru dituntut untuk dapat memahami kondisi fisik peserta didik yang memiliki keterbatasan atau kelainan (cacat). Dalam rangka membantu perkembangan pribadi mereka, sikap dan layanan yang berbeda dapat dilakukan sesuai dengan kondidi fisik yang dialami peserta didik. Misalkan jenis alat bantu/media yang berbeda bagi penyandang cacat tuna netra, mengatur posisi duduk bagi tuna rungu ataupun perlakuan khusus seperti membantu duduk bagi peserta didik yang mengalami lumpuh kaki. d. Pertumbuhan dan perkembangan kognitif Pada dasarnya proses belajar mengajar bertujuan menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan (pertumbuhan dan perkembangan) struktur kognitif siswa. Dalam ranah kognitif ini terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang yang terendah sampai jenjang paling tinggi,yaitu:[2] 1. Pengetahuan/hafalan/ingatan. 2. Pemahaman. 3. Penerapan. 4. Analisis. 5. Sintesis. 6. Penilaian. Pertumbuhan dan perkembangan aspek kognitif tersebut merupakan kolaborasi antara potensi bawan dan lingkungan. Salah satu lingkungan yang mempengaruhi struktur kognitif siswa adalah pada saat terjadinya interaksi belajar mengajar. Proses pertumbuhan dan perkembangan kognitif siswa yang menuju kematangan inilah yang harus terus dipantau dan dipahami guru. Sehingga guru benar-benar dapat memahami tingkat kesulitan yang dihadapi dengan menerapkan pembelajaran yang efektif sebagai solusinya. e. Perancangan pembelajaran. Perancangan pembelajaran merupakan kegiatan awal guru dalam rangka mengidentifikasi dan menginventarisasi segala komponen dasar yang akan digunakan pada saat pelaksanaan pembelajaran. Sedikitnya ada tiga kegiatan yang mendukung perancangan pembelajaran ini, yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran.[3] 1. Identifikasi kebutuhan Tahap ini merupakan tahap dimana guru melibatkan peserta didik dalam rangka mengidentifikasi kebutuhan belajar, sumber-sumber yang mendukung kegiatan belajar, hambatan yang mungkin dihadapi serta hal lainnya. Identifikasi kebutuhan bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa memilikinya. Berdasarkan identifikasi terhadap kebutuhan belajar tersebut kemudian akan dirumuskan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai peserta didik. 2. Perumusan kompetensi dasar. Kompetensi merupakan komponen utama yang harus dirumuskan dalam pembelajaran. Kompetensi yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran serta dalam memberi petunjuk penilaian. Dengan dirumuskannya kompetensi yang akan dicapai peserta didik, diharapkan penilaian pencapaian kompetensi yang kelak

akan dilakukan bersifat objektif, berdasarkan kinerja peserta didik, dengan mengacu pada penguasaan mereka terhadap suatu kompetensi sebagai hasil belajar[4] 3. Penyusunan program pembelajaran. Kegiatan ini merupakan tahap selanjutnya sebelum menyusun Rencana Pelaksanan Pembelajaran (RPP). RPP itu sendiri adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas.[5] Berdasarkan RPP inilah seorang guru diharapkan bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram. Supaya RPP yang disusun bisa efektif dan efisien maka perlu dilakukan kegiatan yang mendukung berikut[6]: - Melakukan pemetaaan kompetensi per unit. - Melakukan analisis alokasi waktu, dan - Menyusun program tahunan dan semester. 4. Pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor eksternal maupun faktor internal.Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku pembentukan kompetensi peserta didik. Umumnya pembelajaran menyangkut tiga hal: pre tes, proses, dan post tes , sebagai berikut[7]: 1. Pre tes (tes awal). Pre tes memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, yang berfungsi antara lain: - Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, dengan pre tes maka pikiran mereka terfokus pada soal yang harus dikerjakan. - Untuk mengetahui kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan, dengan cara membandingkan hasil pre tes dengan post tes. - Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai kompetensi dasar yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran. 2. ProsesProses adalah sebagai kegiatan inti dari pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan efektif apabila seluruh pesera didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik maupun sosial. Kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran disamping menunjukkan gairah belajar yang tinggi, nafsu belajar yang besar dan tumbuhnya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dan prilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya setidak-tidaknya sebagian besar (75%). Proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan. 3. Post Test Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post test, post test memiliki banyak kegunaan terutama dalam melihat keberhasilan pembelajaran. Fungsi post test antara lain :

a. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok. b. Untuk mengetahui kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai anak didik dan tujuan-tujuan yang belum dikuasai anak didik. Bagi anak yang belum menguasai tujuan pembelajaran perlu diberikan pengulangan (remedial teaching). c. Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial maupun yang perlu diberikan pengayaan. d. Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik yang telah dilaksanakan. f. Evaluasi hasil belajar. Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan dan pembentukan kompetensi peserta didik , yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, dsb. g. Pengembangan peserta didik. Pengembangan peserta didik dapat dilakukan oleh guru melalui berbagai cara, antara lain kegiatan ekstrakurikuler, pengayaan dan remedial, serta bimbingan konseling (BK). III. PENUTUP Demikianlah akhir dari makalah ini semoga dari apa yang diuraikan diatas kita mendapatkan sedikit banyak pengetahuan, pencerahan ataupun keinginan untuk dapat menerapkan kompetensi pedagogik dalam rangka menjadi seorang guru yang qualified.

DAFTAR PUSTAKA - Mulyasa E., Dr., M.Pd., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Jakarta:PT Rosda Karya, 2008. - Muslich, Masnur, KTSP:Dasar Pemahaman dan Pengembangan, Jakarta: Bumi Aksara,2007 - Sabri, Alisuf, psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,2007 - Bahri Jamarah, Syaiful, Drs. dan Drs. Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta,2006 - Kunandar, S.Pd, M.Si, Guru professional Implementasi Tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, rajawali Press, 2007. - Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, 1996 - Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi Ketiga, 2000 - UU No.14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen - UU No 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional - PP No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. *Catatan Kaki [1] Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,2007, hal.117 [2] Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, 1996, h.49. [3] Dr, E Mulyasa, M.Pd, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Jakarta:PT Rosda

Karya, 2008,hal.100. [4] Ibid, hal.102. [5] Masnur Muslich, KTSP:Dasar Pemahaman dan Pengembangan (Jakarta: Bumi Aksara,2007), hal.45. [6] Ibid, hal.41 [7] Dr, E Mulyasa, M.Pd, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Jakarta:PT Rosda Karya, 2008, hal.103

"Sistem Pendidikan Nasional"


Diposkan oleh kulingetik Jumat, 2009 Juni 12
PENDAHULUAN Berbicara soal pendidikan dari dulu sampai sekarang tidak ada habisnya, apalagi mewujudkan system pendidikan nasional yang notabene untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Pendidikan dalam hal ini dapat dilihat sebagai pengupayaan manusia sejatinya, disengaja, terarah, dan tertata sedemikian rupa menuju pembentukan manusia yang ideal bagi kehidupannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan penyediaan kondisi yang baik untuk menjadikan perilaku potensial yang dianugerahkan kepada manusia tidak lagi sebatas kecenderungan manusia tetapi benar-benar actual dalam realita kehidupannya. Sedemikian berartinya pendidikan bagi manusia maka sudah semestinya pendidikan di tata dan dipersiapkan sebaik-baiknya untuk mewujudkan cita-cita pemerintah ( system pendidikan nasional ). UU RI NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan bangsa yang merupakan salah satu tujuan Negara Indonesia.

Gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hubungannya dengan pendidikan, prinsip-prinsip tersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada kandungan, proses, dan manajemen system pendidikan. Selain itu, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan memunculkan tuntutan baru dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam system pendidikan. Tuntutan tersebut menyangkut pembaharuan system pendidikan, di antaranya pembaharuan kurikulum, yaitu diversifikasi kurikulum untuk melayani peserta didik dan potensi daerah yang beragam, diversifikasi jenis pendidikan yang dilakukan secara professional, penyusunan standar kompetensi tamatan yang berlaku secara nasional dan daerah menyesuaikan dengan kondisi setempat. Penyusunan standar kualifikasi pendidik yang sesuai dengan tuntutan pelaksanaan tugas secara professional; penyusunan standar pendanaanpendidikan untuk setiap satu pendidikan sesuai prinsip-prinsip pemerataan dan keadilan; pelaksanaan manajemen pendidikan berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi; serta penyelenggaraan pendidikan dengan system terbuka dan multimakna. Pembaharuan system pendidikan juga meliputi penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang dikelola masyarakat, serta pembedaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum. Pembaharuan system pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya system pendidikan sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa untukmemberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut : 1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; 2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar. 3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; 4. Meningkatkan koprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standarnasional dan global; dan 5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalamkonteks Negara Kesatuan RI.

DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL - Dasar dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 adalah pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, - Fungsi dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban. - Sedangkan tujuan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN - Pendidikan diselenggaran secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai kegamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa. - Sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan system terbuka dan multimakna. - Sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. - Memberi keteladanan,membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. - Diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. - Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. ANALISIS SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 1. Apakah kebijakan tersebut menimbulkan masalah? Jawaban : Bila melihat peristiwa yang belum lama terjadi di Indonesia, misalnya kasus tukar guling SMP Negeri 56 Jakarta serta kasus Kampar adalah sebongkah cerminan dari kondisi pendidikan di Indonesia, dimana kalangan pendidikan dan kepentingan pendidikan masihlah sangat jauh dari sebuah kepentingan dan kebutuhan bersama, dimana pendidikan masih menjadi korban dari penguasa. Sementara di berbagai daerah, pendidikanpun masih berada dalam kondisi keprihatinan. Mulai dari kekurangan tenaga pengajar, fasilitas pendidikan hingga sukarnya masyarakat untuk mengikuti

pendidikan karena permasalahan ekonomi dan kebutuhan hidup. Pada beberapa wilayah, anak-anak yang memiliki keinginan untuk bersekolah harus membantu keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup karena semakin sukarnya akses masyarakat terhadap sumber kehidupan mereka. Belum lagi bila berbicara pada kualitas pendidikan Indonesia yang hanya berorientasi pada pembunuhan kreatifitas berpikir dan berkarya serta hanya menciptakan pekerja. Kurikulum yang ada dalam system pendidikan Indonesia saat ini sangat membuat peserta didik menjadi pintar namun tidak cerdas. Pembunuhan kreatifitas ini disebabkan pula karena paradigma pemerintah Indonesia yang mengarahkan masyarakatnya pada penciptaan tenaga kerja untuk pemenuhan kebutuhan industri yang sedang gencar gencarnya ditumbuhsuburkan di Indonesia. System pendidikan nasional yang telah berlangsung hingga saat ini masih cenderung mengeksploitasi pemikiran peserta didik. Indicator yang dipergunakanpun cenderung menggunakan indicator kepintaran, sehingga secara nilai di dalam rapor maupun ijazah tidak serta merta menunjukkan peserta didik akan mampu bersaing maupun bertahan di tengah gencarnya industrialisasi yang berlangsung saat ini. Pendidikan juga saat ini telah menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual beli gelar, jual-beli ijazah hingga jual-beli nilai. Belum lagi menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi. Ironinya, ketika ada inisiatif untuk membangun wadah-wadah pendidikan alternative, sebagian besar dipandang sebagai upaya membangun pemberontakan. Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya piker dan daya nalar serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. System pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut hanylah akan menciptakan keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap berjajah dan tetap di bawah ketiak bangsa asing. 2. Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai dan apa bentuk hasil tersebut? Jawab : Belum, kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan dasar pun hingga saat ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Masih terlalu banyak penduduk Indonesia yang belum tersentuh pendidikan. Selain itu, layanan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan bermutupun masih hanya di dalam

angan. Lebih jauh, anggaran untuk pendidikan (di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan) di dalam APBN maupun APBD hingga saat ini masih dibawah 20% sebagaimana amanat pasal 31 ayat 4 UUD 1945 dan pasal 49 UU No. 20/2003, bahkan hingga saat ini hanya berkisar diantara 2-5%. 3. Apa usaha yang diperlukan untuk mencapai hasil yang di inginkan Jawab : Bila merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945, tersebutkan dalam pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan dan pada ayat 2 disebutkan bahwa setiap warga Negara Wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dan dalam UU No. 20/2003 pasal 5, bahwa setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, atau social berhak memperoleh pendidikan khusus, warga Negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adapt yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus, warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus serta setiap warga Negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Pemerintah senantiasa mengawasi jalannya pendidikan di Indonesia. Meningkatkan mutu sampai meningkatkan anggaran (20%) dan kesejahteraan guru/dosen. 4. Seberapa jauh hasil yang di inginkan memecahkan masalah Jawab : Peran masyarakat dalam pendidikan nasional, terutama keterlibatan di dalam perencanaan hingga evaluasi masih di pandang sebagai sebuah kotak keterlibatan pasif. Inisiatif aktif masyarakat masih dipandang sebagai hal yang tidak dianggap penting. Padahal secara jelas di dalam pasal 8 UU No. 20/2003 disebutkan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Peran serta masyarakat saat ini hanyalah dalam bentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dimana proses pembentukan komite sekolahpun belum keseluruhannya dilakukan dengan proses yang terbuka dan partisipatif. Pemerintah sangat memahami permasalahan-permasalahan pendidikan di daerah-daerah, oleh karena itu, pemerintah membuat kebijakan tentang adanya mata pelajaran muatan local (seperti bahasa melayu/arab melayu) dan adanya otonomi pendidikan bagi perguruan tinggi. Sehingga dengan demikian kebutuhan daerah bisa terpenuhi Pemerintah, para toko pendidikan senantiasa melakukan perbaikanperbaikan dan peningkatan baik mutu, system dan program pendidikan di tanah air. Namun tidak semua kebijakan berjalan mulus seperti yang diharapkan. Oleh karena pihak, karena seperti kita maklumi, bahwa Indonesia sangat luas dan setiap daerah berbeda budayanya, corak,

dan cara berfikir sehingga tidak heran kalau kebijakan-kebijakan yang telah digulirkan tidak berjalan dengan baik. 5. Peraturan apakah biaya dan manfaat distribusinya merata? Jawab : Undang-undang pendidikan, dan kebijakan pemerintah pusat berlaku untuk nasional (seluruh Indonesia) dan di tambah kebijakan kebijakan / peraturan-peraturan daerah tentang pendidikan di daerah masingmasing. Namun dengan kondisi geografis, Indonesia yang begitu luas dan banyak daerah terpencil yang banyak kendala-kendala, hambatanhambatan yang menyebabkan peraturan-peraturan dijalankan dengan toleran (tidak bisa dilaksanakan seutuhnya) di daerah terpencil tidak heran kalau biaya pendidikan kesejahteraan guru yang sering terlambat bahkan nihil. 6. Apakah hasil/tujuan yang diinginkan benar-benar berguna (bernilai) Jawab : Hari Pendidikan Nasional yang diperingati pada tanggal 2 Mei setiap tahunnya telah menjadi momentum untuk memperingatkan segenap negeri akan pentingnya arti pendidikan bagi anak negeri yang sangat kaya ini. Di tahun 2003, telah dilahirkan pula Undang-Undang tentang System Pendidikan Nasional melalui UU No. 20 tahun 2003 yang menggantikan UU No. 2 tahun 1989. Tersurat jelas dalam UU tersebut bahwa system pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataankesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntuan perubahan kehidupan local, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana system pendidikan di Indonesia menciptakan anak bangsa yang memiliki sensitifitas terhadap lingkungan hidup dan krisis sumber-sumber kehidupan, serta mendorong terjadinya sebuah kebersamaan dan keadilan hak. System pendidikan harus lebih dilanjutkan agar terjadi keseimbangan terhadap ketersediaan sumberdaya alam serta kepentingan-kepentingan ekonomi dengan tidak meninggalkan system social dan budaya yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Hari pendidikan Nasional tahun ini di tengah-tengah pertarungan politik Indonesia sudah selayaknya menjadi sebuah tonggak bagi bangkitnya bangsa Indonesia dari keterpurukan serta lepasnya Indonesia dari pejajahan bangsa asing. Sudah saatnya Indonesia berdiri di atas kaki sendiri dengan sebuah kesejahteraan sejati bagi seluruh masyarakat Indonesia.

http://www.scribd.com

Anda mungkin juga menyukai