Anda di halaman 1dari 3

KURIKULUM TERSEMBUNYI

Oleh. Wahidmurni
A. Pendahuluan
Dalam dunia pendidikan, guru mempunyai peranan yang sangat penting; ia mempunyai peran
sebagai orang tua kedua bagi para peserta didik, setelah orang tua mereka. Hal ini
dikarenakan waktu peserta didik banyak dihabiskan di sekolah/madrasah setelah mereka
banyak menghabiskan waktu di lingkungan keluarga. Pada kesempatan lain mungkin peran
guru dapat menempati posisi utama oleh karena tuntutan kehidupan menuntut orang tua
meninggalkan rumah atau keluarga dengan alasan memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Lebih-lebih pada sekolah/madrasah yang menerapkan model pendidikan full day school.
Oleh karena posisinya yang demikian menuntut guru di samping harus proIessional dalam
bidang keilmuan dan pengajaran, ia dituntut dapat mengambil peran mereka sebagai pendidik
dalam artian melaksanakan pekerjaan mendidik (bukan sekedar mengajar yang hanya
dimaknai sebagai kewajiban mengajar di dalam kelas yang dibatasi oleh suatu ukuran
kuantitas, misalnya 24 jam pelajaran setiap minggunya), namun lebih dari itu yakni dapat
menjadikan peserta didik memiliki moral atau kepribadian yang baik, di samping menguasai
ilmu yang dipelajari.
Hal demikian sesungguhnya telah dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa 'anak-anak yang
dilahirkan oleh ibu itu bersih seperti kapas, maka terpulanglah kepada ibu bapaknya untuk
menjadikan mereka menjadi Yahudi, Nasrani, Majusi atau Islam. Oleh karena itu
sesungguhnya tugas dan tanggungjawab orang tua adalah berat, karena merekalah turut
menentukan hitam putihnya (coretan-coretan) lembaran kertas (kapas) itu. Situasi yang sama
juga berlaku pada para guru, sebagai pengganti orang tua di sekolah ia juga harus
bertanggung jawab dalam proses pembentukan diri seorang peserta didik.
Proses pembentukan pribadi seorang peserta didik yang dilakukan oleh guru sebenarnya
sudah dan dapat dilakukan sesuai dengan arah dan tujuan program pendidikan yang telah
dijabarkan dalam kurikulum. Oleh karena itu keberhasilan dan kegagalan guru dalam
menterjemahkan, merancang dan mengembangkan program pembelajaran akan sangat
menentukan proses pembentukan kepribadian peserta didik. Lebih-lebih dalam kurikulum
2006 yang disebut dengan KTSP secara tersurat mengungkapkan prinsip pelaksanaan
kurikulum bahwa 'pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan
yang bersiIat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap
perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan
pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan,
dan moral (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006).
Dalam konteks demikian, sebagai pendidik, guru mata pelajaran apapun dituntut
menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kehidupan
sehari-hari di samping tetap menjalankan tugasnya sebagai pengajar. Guru sebagai pengajar
seringkali hanya dimaknai sebagai sebagai penyampai isi kurikulum. Masalah moral (aspek
aIektiI) seringkali hanya dibebankan pada guru tertentu, misalnya guru mata pelajaran Agama
dan guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan; sedangkan guru mata pelajaran lain
bertugas untuk menyampaikan masalah isi ilmu masing-masing mata pelajaran (aspek
kognitiI) dan ketrampilan (aspek psikomotor). Dengan demikian, jika terjadi masalah
kegagalan moral anak (siswa) seringkali yang menjadi tudingan kesalahan adalah guru yang
mengajar mata pelajaran Agama dan guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
.....
. Hakikat Kurikulum Tersembunyi
Terdapat dua terminologi mengenai kurikulum, yakni terminologi kurikulum eksplisit
(tertulis) dan implisit (tidak tertulis) atau kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Apa
yang kita bahas sebelumnya lebih banyak terkait dengan kurikulum yang bersiIat tertulis;
yakni sebuah upaya pecapaian tujuan pendidikan dengan berbagai aktivitasnya yang telah
didokumentasikan (direncanakan) dengan baik. Sementara itu, untuk pencapaian tujuan
pendidikan terdapat hal-hal yang tidak terdokumentasikan/direncanakan/diprogramkan atau
siIatnya tidak tertulis dan hal ini sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan
itu sendiri, hal-hal inilah yang disebut dengan kurikulum tersembunyi.
Hal demikian sebagaimana yang diungkapkan oleh Dewey (dalam Marsh dan Willis,
1999:9) bahwa kurikulum adalah seluruh pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik di
bawah bimbingan pihak sekolah, baik pengalaman yang direncanakan maupun yang tidak
direncanakan. Sejumlah pengalaman yang kita kenal dengan hidden curriculum atau
kurikulum tersembunyi merupakan pengalaman yang tidak direncanakan/diprogramkan
seperti mematuhi peraturan-peraturan sekolah, menjalankan ritual/acara keagamaan,
mematuhi peraturan-peraturan lainnya.
Razali (2008) menyebut kurikulum tersembunyi 'kerana aktiviti yang terlibat di
dalam kurikulum ini tidak berstruktur, atau dengan kata lain tidak dirancang. Kebanyakan
aktiviti kurikulum jenis ini berlaku di tempat pertemuan pelajar seperti pusat sukan, asrama,
kantin, perpustakaan. Kurikulum tersembunyi ini dikenali sebagai soft skils atau kemahiran
insaniah. Elemen-elemen di dalam kurikulum ini dizahirkan dan mempunyai suatu sistem dan
struktur yang sistematis dan proIessional. Antara nilai atau kualiti yang dikategorikan sebagai
kemahiran insaniah di sini adalah kualiti kepemimpinan, kualiti pembuatan keputusan dan
penyelesaian masalah, kualiti daya pembelajaran, kualiti diri murni (tepat masa, hadir ke
kelas, hantar tugasan tepat janji dan lain-lain) dan kualiti kerja berpasukan.
Pelaksanaan kurikulum tersembunyi dalam KTSP dapat digolongkan dalam aktivitas
pengembangan diri yang pelaksanaannya tidak terprogram. Dalam panduan KTSP untuk
pengembangan diri tentang bentuk-bentuk pelaksanaan pengembangan diri dinyatakan
bahwa,
Bentuk-bentuk pelaksanaan pengembangan diri mencakup:
1. Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan perencanaan
khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara
individual, kelompok dan atau klasikal melalui penyelenggaraan: (a) layanan dan
kegiatan pendukung konseling, dan (b) kegiatan ekstra kurikuler;
2. Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai
berikut, (a) rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera,
senam, ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan
kesehatan diri; (b) spontan, adalah kegiatan yang tidak terjadwal dalam kejadian
khusus seperti: pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada
tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran); dan (c) keteladan, adalah
kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti: berpakaian rapi, berbahasa yang
baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat
waktu (Tim Pustaka Yustisia, 2007:208).
Diposkan oleh Mediaku di 20:55

Anda mungkin juga menyukai