Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Analisis kritis (atau berpikir kritis) adalah suatu cara untuk mencoba
memahami fakta, peristiwa (kejadian), situasi, benda, orang, dan pernyataan di balik
makna yang jelas atau langsung. Analisis kritis membutuhkan sikap yang berani untuk
mempertanyakan apa yang dikatakan atau disajikan oleh pihak-pihak yang lebih
berkuasa - pengusaha, pemerintah dan lembaga. Analisis kritis menantang asumsi.
Analisis kritis dapat digunakan untuk mempertanyakan perilaku atau praktik
seseorang, atau untuk menganalisis aktivitas serikat pekerja atau gerakan sosial, atau
untuk menantang dan menantang kekuatan dominan dalam komunitas dan masyarakat.
Analisis kritis menentukan kemungkinan realitas baru, kesepakatan yang lebih
baik, masyarakat yang lebih baik sebagai “langkah” dalam memperbaiki realitas atau
situasi yang dianalisis. Selain itu, "situasi baru" dapat dievaluasi melalui analisis kritis.
Alat yang paling penting untuk analisis kritis adalah "pertanyaan". Namun, analisis
kritis bukanlah serangkaian langkah atau pertanyaan yang mengarah dari ketidaktahuan
menuju pencerahan.
Ada beberapa elemen penting yang dapat digunakan sebagai kerangka analisis
kritis. Pertama, analisis kritis memerlukan penemuan fakta dan karakteristik situasi
atau realitas yang ingin dipahami. Analisis kritis mengkaji situasi atau peristiwa atau
pernyataan yang berubah. "Bagaimana situasi ini terjadi? Seberapa permanen
situasinya? Pilihan apa yang ada untuk mengubah situasi? Apa alasan dari perubahan
ini?
Analisis kritis mengkaji situasi atau peristiwa dari perspektif holistik. Anda
harus mencari kontradiksi atau kontras dalam situasi tersebut. Jadi, ketika melihat
situasi baru atau serangkaian keadaan, muncul pertanyaan: "Apa yang terjadi dengan
situasi lama yang tidak berubah? Apa yang terjadi dengan situasi positif/negatif?"
Misalnya, "keadilan sosial" dapat dipahami dan dicapai hanya dengan memahami
"ketidakadilan sosial" dan penyebabnya.

1
Menganalisis sebuah kurikulum berarti kita akan mengkritisi komponen-
komponen yang ada dalam kurikulum tersebut yang mencakup Tujuan, Isi, (SK,KD),
Strategi (metode), dan evaluasi (Penilaian Hasil SKL).
Sebagaimana amanah Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional bahwa sekolah harus menyusun kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) yang terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan KTSP, Kalender Pendidikan, dan silabus densgan cara melakukan
penjabaran dan penyusaian Standar Isi yang ditetapkan dengan Permendiknas Nomor
22 Tahun 2006 dan Standar Kompetensi Kelulusan yang ditetapkan dengan
permendiknas nomor 23 Tahun 2006.
Dalam beberapa analisis yang telah dilakukan, bahwa kurikulum pendidikan
islam belum cukup memberi bekal kapada peserta didik untuk merespon
perkembangan zman yang menuntut kualitas lebih terutama masalah kehidupan dunia
yang serba canggih, tidak cukup dengan materi Al Quran yang menonjolkan pada cara
membaca (tajwid). Aqidah yang hanya menyentuh aspek keimanan dalam batin, belum
pada penginternalisasian diri dan lain sebagainya.
Sebenanrnya Kurikulum Pendidikan Islam tingkat menengah sudah merespon
kebutuhan-kebutuhan peserta didik setingkat usianya. Tetapi karena pesatnya
perkembangan yang terjadi di masyarakat seolah-olah agama hanya menjadi kebutuhan
sesaat. Belum lagi jika pengajarnya tidak bisa menggunakan pendekatan dan metode
mengajar dengan baik.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apakah Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam?
2. Bagaimana Telaah Kurikulum Pendidikan Islam?
3. Bagaimana Analisis Kritis Kurikulum Pendidikan Islam d Indonesia?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
Adapun tujuan pembahasan dari makalah ini adalah :

2
1. Untuk mengetahui Bagaimana Pengertian Kurikulum Pendidikan Agama
Islam.
2. Untuk mengetahui bagaimana Telaah Kurikulum Pendidikan Islam
3. Untuk mengetahui bagaimana Analisis Kritis Kurikulum Pendidikan
Islam di Indonesia.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum
Dalam dunia Pendidikan, kurikulum menjadi hal yang sangat penting. Tanpa
adanya Kurikulum yang tepat, para peserta didik tak akan memperoleh target
pembelajaran yang sesuai. Seiring berkembangnya zaman Kurikulum dalam dunia
pendidikan pun terus mengalami perubahan. Semuanya disesuaikan dengan kebutuhan
peserta didik di eranya masing-masing. Kurikulum berisi sekumpulan rencana, tujuan,
dan materi pembelajaran. Termasuk cara mengajar yang akan menjadi pedoman bagi
setiap pengajar supaya bisa mencapai target dan tujuan pembelajaran dengan baik. Jika
dilihat secara etimologis, Kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu “curir” yang
berarti pelari, serta “curere” yang berarti tempat berpacu. Dulu, istilah ini dipakai
dalam dunia olahraga. Jadi, Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah jarak yang mesti
ditempuh seorang pelari supaya mendapat medali atau penghargaan lainnya.
Kemudian, istilah Kurikulum tersebut diadaptasi dalam dunia pendidikan. Jadi
pengertian Kurikulum dalam dunia pendidikan kemudian menjadi sekumpulan mata
pelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh peserta didik supaya mendapatkan
ijazah atau penghargaan.
Menurut Prof. Dr. S. Nasution dalam bukunya yang berjudul Kurikulum dan
Pengajaran menyatakan, kurikulum adalah serangkaian penyusunan rencana untuk
melancarkan proses belajar mengajar. Adapun rencana yang disusun tersebut berada di
bawah tanggung jawab lembaga pendidikan dan para pengajar di sana.1
Kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang di rencanakan
melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi
selain kegiatan kurikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal.

Sedang dalam buku yang berjudul Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum


di Sekolah karya Dr. Nana Sudjana disebutkan, pengertian kurikulum adalah kumpulan

1
Prof. Dr. S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta, Bumi Aksara, 1999, hlm. 5

4
niat dan harapan yang tertuang dalam bentuk program pendidikan yang kemudian
dilaksanakan dan diterapkan oleh guru di sekolah bersangkutan.2

Dari dua pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kurikulum ialah
suatu patokan rencana-rencana dalam hal penyelenggaran pembelajaran yang memiliki
tujuan dan cita-cita tertentu yang berlandaskan pada pengalaman-pengalaman
pembelajaran sebelumnya, yang bersifat flexible (dapat mengalamimengalami
perbaikan) dan didesain oleh sekolah agar murid-murid itu memiliki representasi
fungsi langsung di masyarakat. Dalam hal ini saya lebih setuju bahwa kegiatan
pembelajaran yang dilakukan sekolah itu tidak harus dilakukan di sekolah, dan tidak
terbatas pada akademis semata, pendidikan karakter, watak, dan tingkah laku juga
seharusnya masuk dalam kurikulum. Seperti ada sekolah yang mengadakan program
terjun langsung ke masyarakat, dengan menginap beberapa hari di pedesaan terpencil,
penggemblengan kepribadian dengan studi wisata ke laut dengan kerjasama pihak
marinir yang didalamnya mengandung pendidikan watak, tingkah laku, dan agamais,
serta pesantren ketika ramadhan yang didesain tidak mem-BT-kan tetapi justru
menyenangkan. Selain itu hendaknya ada bagian pengembangan kurikulum di setiap
sekolah yang benar-benar berkonsentrasi mengembangkan kurikulum hingga
terciptanya tujuan pendidikan. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

B. Telaah Kurikulum Pendidikan Islam


Telaah adalah penyelidikan; kajian; pemeriksaan; penelitian. 3 Kurikulum
adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar
nasional, materi yang perlu dipelajari. dan pengalaman belajar yang harus dijalani
untuk mencapai kemampuan tersebut dan evaluasi yang perlu pencapaian kemampuan

2
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung, Sinar Baru
Algensindo, 2005, hlm.1-2
3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
2015), hlm. 160.

5
peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar
peserta didik dalam mengambangkan potensi dirinya pada satuan. 4
Selama ini pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsung di sekolah masih
mengalami banyak kelemahan. Mochtar Bucjari menilai pendidikan agama masih
gagal. Kegagalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatikan
aspek kognitif semata dari pertumbuhan semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai
(agama), dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan
dan tekad untuk mengamlkan nilai-nilai ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjangan
antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai
agama. Atau dalam praktik pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama,
sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal intisari dari
pendidikan agama adalah pendidikan moral .5
Kurikulum selain mengacu pada karakteristik peserta didik, perkembangan
ilmu dan teknologi pada zamannya juga mengacu kepada kebutuhan-kebutuhan
masyarakat.6 Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum Pendidikan Islam
ternyata mengalami perubahan–perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal
tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini
dapat dicermati dari fenomena berikut: (1) perubahan dari tekanan pada hapalan dan
daya ingat tentang teks-teks dari ajaran-ajaran Agama Islam, serta disiplin mental
spritual sebagaimana pengaruh dari Timur Tengah, kepada pemahaman tujuan, makna
dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran Pendidikan Islam ;
(2) perubahan dari cara berpikir tekstual, normatif, dan absolutis kepada cara berpikir
historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan
nilai-nilai agama Islam; (3) perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran
keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinga sehingga
menghasilkan produk tersebut; dan (4) perubahan pada pola pengembangan kurikulum
Pendidikan Islam yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan

4
Oemar Hamalik, Manajemen pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2016), hlm. 91.
5
Nasution, Harun, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 2015), hlm. 17
6
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), hlm. 100.

6
menyusun isi kurikulum Pendidikan Islam kearah keterlibatan yang luas dari para
pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidensifikasi tujuan Pendidikan Islam
dan cara-cara mencapainya.7
Timbulnya krisis akhlak atau moral bukan hanya disebabkan karena
kegagalan pendidikan agama. Dengan bertolak dari suatu pandangan bahwa kegiatan
pendidikan merupakan suatu proses penanaman dan pengembangan seperangkat nilai
dan norma yang implisit dalam setiap bidang studi sekaligus gurunya, maka tugas
mendidik akhlak yang mulia sebenarnya bukan hanya menjadi tanggung jawab guru
Pendidikan Islam. Apalagi iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan
persyaratan utama bagi setiap guru/dosen.
Jika krisis akhlak atau moral merupakan pangkal dari krisis multi dimensional,
sedangkan pendidikan agama Islam banyak menggarap masalah akhlak, maka perlu
dikritisi apa yang menjadi penyebab titik lemah dari pendidikan agama tersebut.
Melalui kajian tersebut diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi para pelaksana
pendidikan agama Islam, dan bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan,
sekaligus sebagai wacana pengembangan pendidikan agama Islam yang perlu diteliti
lebih lanjut oleh para ilmuan dan pemerhati pendidikan agama Islam akibat terus
berubahnya kurikulum yang ada di indonesia.

C. Analisis Kritis Kurikulum Pendidikan Islam di Indonesia


Realitas pendidikan Islam saat ini sedang menghadapai persoalan mendasar,
yaitu: (a).Problem lack of vision, (b). Praktek pendidikan yang terfokus pada kesalehan
individual dan berakibat ketertinggalan teknologi, (c). Problem efistemologis yang
berakhir dengan dikotomi ilmu. (d). Masalah tradisi berpikir normatif-deduktif.
Berbagai upaya pembaharuan dilakukan oleh para tokoh, ulama, dan
cendekiawan melalui rethinking dan tajdid baik dalam bentuk karya ilmiah maupun
gerakan sosial-keagamaan dan kelembagaan. Namun demikian, meskipun pendekatan
sosial, politik, budaya, hukum, ekonomi, dan pendidikan, telah sekian lama dilakukan

7
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafido
Persada, 2017), hlm. 10-11

7
dan akan terus dilakukan, peradaban Islam saat ini, sejujurnya masih mengalami
ketinggalan dan kemunduran.
Pendidikan Islam merupakan program pokok yang sangat trategis dalam
meaksanakan gerakan pembaharuan dalam Islam. Fungsi pendidikan dalam hal ini
kiranya bukan hanya untuk menghilangkan buta huruf atau membentuk watak suatu
asyarakat . Lebih dari itu, melalui pendidikan Islam diharapkan terjadi perubahan-
perubahan dalam segala bidang , oleh karena itu tak jarang sebuah gerakan pembaruan
selalu menjadikan bidang pendiidkan sebagai target utamanya. Keberhasilan dalam
bidang ini akan menentukan keberhasilan modernisasi dalam bidang-bidang lainnya.

Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi pendidikan Agama Islam


merupakan elemen yang sangat penting dalam suatu lembaga pendidikan, untuk
mencapai tujuan pendidikan maka standar kompetensi lulusan maupun standar isi harus
ditelaah secara kritis untuk pengembangan kurikulum pendidikan Agama Islam,
sehingga visi, misi dan tujuan sebuah lembaga pendidikan akan tercapai.
Didalam era modern yang lebih maju seperti sekarang ini diharapkan sebuah
lembaga pendidikan Islam dapat mendesain kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
yang dikembangkan dari standar isi agar hasilnya sesuai yang diharapkan dan mencapai
standar kompetensi lulusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan Islam. Oleh
karena itu, dengan persaingan yang begitu ketat dalam dunia pendidikan, maka
pendidikan Islam harus mempunyai terobosan-terobosan baru yang bersifat inovatif
sehingga tidak kalah dengan lembaga pendidikan pada umumnya.
Seorang guru harus dapat mengukur sejauh mana standar isi itu dapat
dikembangkan menjadi sebuah kurikulum untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh
lembaga pendidikan Islam.
Selama ini pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsung di sekolah masih
mengalami banyak kelemahan, pendidikan agama masih gagal. Kegagalan ini
disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata
dari pertumbuhan semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama), dan
mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan dan tekad

8
untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjangan antara
pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama.
Atau dalam praktik pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga
tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal intisari dari pendidikan
agama adalah pendidikan. Maka dari itu analisisi kurikulum pendidikan islam harus
diperhatikan dengan baik dan mengarah agar tujuan dan maksud pendidikan nasional
khususnya Pendidikan Islam tercapai sebagaimana yang diharapkan.
Faktor lain yang mempengaruhi kegagalan pendidikan agama Islam dan
pendidikan secara umunya adalah dari faktor menejemen, sumber daya manusia, sarana
dan prasarana, dualisme penyelenggaraan pendidikan di negara kita dan lain
sebagainya yang menuntut segera dicarikan solusi dan mengubah dari segala tantangan
di atas menjadi peluang, agar pendidikan di negara kita menjadi berkualitas yang akan
berimbas pada kemajuan bangsa dan negara, sebagiamana dinyatakan bahwa setiap
reformasi dan pembaharuan dalam Islam harus dimulai dengan pendidikan.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menganalisis sebuah kurikulum berarti kita akan mengkritisi komponen-


komponen yang ada dalam kurikulum tersebut yang mencakup Tujuan, Isi, (SK,KD),
Strategi (metode), dan evaluasi (Penilaian Hasil SKL).
Sebagaimana amanah Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional bahwa sekolah harus menyusun kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) yang terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan KTSP, Kalender Pendidikan, dan silabus densgan cara melakukan
penjabaran dan penyusaian Standar Isi yang ditetapkan dengan Permendiknas Nomor
22 Tahun 2006 dan Standar Kompetensi Kelulusan yang ditetapkan dengan
permendiknas nomor 23 Tahun 2006.
Pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsung disekolah masih mengalami
banyak kelemahan. Mochtar Bucjari menilai pendidikan agama masih gagal.
Kegagalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatikan aspek
kognitif semata dari pertumbuhan semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai
(agama), dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan
dan tekad untuk mengamlkan nilai-nilai ajaran agama.

Didalam era modern yang lebih maju seperti sekarang ini diharapkan sebuah
lembaga pendidikan Islam dapat mendesain kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
yang dikembangkan dari standar isi agar hasilnya sesuai yang diharapkan dan mencapai
standar kompetensi lulusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan Islam.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini,
terima kasih.

10
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:


Balai Pustaka, 2015)
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta,
2014)
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafido Persada, 2017)

Nasution, Harun, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press,


2015)
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah,
Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2005
Oemar Hamalik, Manajemen pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2016)

S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta, Bumi Aksara, 1999.

11

Anda mungkin juga menyukai