Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, kekayaan khazanah kosakata yang idealnya mempunyai jumlah kata yang
tidak terbatas. Ketidakterbatasan merupakan akibat dari entri kamus yang selalu berkembang dan
sangat dinamis. Istilah kamus besar yang menjadi judul kamus bahasa Indonesia ini bukan
semata-mata menyiratkan ukuran atau bobot Iisiknya, melainkan lebih mempunyai makna yang
bersangkutan dengan banyaknya inIormasi yang terkandung di penggalian ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, serta peradaban Indonesia. Bukan persoalan mudah bila kekayaan suatu bahasa
sampai pada waktu tertentu yang disusun dalam lema lengkap dengan segala nuansa maknanya.
Nuansa makna diuraikan dalam bentuk deIinisi, deskripsi, contoh, sinonim, atau paraIrasa.
Pada saat Indonesia menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, kata yang
hendak dipakai untuk 'pernyataan kemerdekaan itu dalam bahasa Indonesia belum ada.
Konsepnya ada, yaitu pernyataan kemerdekaan, tetapi istilah yang akan dipakai untuk itu belum
ada. Peristiwa serperti itu tidak ada dalam bahasa Melayu dan bahasa daerah seluruh Indonesia.
Untuk keperluan tersebut, bahasa Indonesia harus mencari sebuah kata yang dapat mengisi
konsep itu. Kita akhirnya memilih kata proklamasi yang kita serap dari bahasa Inggris,
proclamation. Pemunculan kata proklamasi merupakan hasil kegiatan pengembangan bahasa.
Pengembangan bahasa itu antara lain meliputi penelitian, pembakuan, dan pemeliharaan.
Menurut Samuel Johnson, bapak leksikograIi Inggris dan penyusunn Dictionary of Language
(1755), menyatakan bahwa kamus berIungsi untuk menjaga kemurnian bahasa. Pendapat yang
sama juga dinyatakan oleh Noah Webster, bapak leksikograIi Amerika yang menyusun An
American Dictionary of the English Language (1876), kamus yang menurunkan beberapa
generasi kamus yang memakai nama Webster di Amerika. Pembuatan kamus adalah salah satu
cara pengembangan bahasa dan hasil kodiIikasi bahasa yang menjadi bagian dari pembakuan
bahasa tersebut.
Sejarah bahasa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari studi linguistik di Indonesia. Di
Indonesia, studi linguistik mulai mendapat perhatian pada tahun 1960-an yang ditandai dengan
kegiatan yang intensiI terhadap studi deskriptiI dan studi teoretis. Akan tetapi, pada masa itu
studi historis kurang mendapat perhatian. Karya-karya linguistik sebagaian besar adalah karya
deskriptiI, seperti tata bahasa, semantik, sosiolinguistik, dialektologi, dan sebagainya.
Sejarah kajian bahasa Indonesia berusaha memahami perkembangan konsep tentang
bahasa atau konsep tentang aspek-aspek linguistik sebagaimana dipaparkan dalam karya-karya
para peneliti linguistik. Sejarah kajian bahasa membantu memahami apakah karya seseorang itu
sesuatu yang baru sama sekali atau penerusan saja dari tradisi yang pernah ada. Peneliti berusaha
merekonstruksi masa lampau ilmu bahasa, yaitu tentang apa saja yang telah diungkapkan orang
tentang bahasa atau tentang sektor-sektor bahasa tertentu. Sejarah kajian dibagi ke dalam 8
subkajian, yaitu sejarah tata bahasa, sejarah perkamusan, sejarah pembinaan bahasa, sejarah
pengajaran bahasa Indonesia, sejarah pengaruh tradisi kajian bahasa lain dalam bahasa
Indonesia, bibliograIi, biograIi tokoh-tokoh bahasa Indonesia, dan tinjauan kritis tentang
penyelidikan bahasa Indonesia dan sejarah bahasa Indonesia.
Dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan sejarah perkamusan di Indonesia.
Penjelasan ini diawali dengan penjelasan perkamusan di dunia dan dilanjutkan dengan uraian
mengenai bagaimana latar belakang perkamusan Indonesia, awal mula kamus bahasa Indonesia
dan perkembangannya hingga seperti sekarang.
1.2Rumusan Masalah
a. Mengapa kamus dianggap sebagai suatu media dalam menghimpun kekayaan budaya
bangsa?
b. IdentiIikasi terhadap Iungsi-Iungsi kamus sebelum dan sesudah kemerdekaan
c. Bagaimana ciri kamus sebelum dan sesudah kemersdekaaan?
1.3Tujuan
1. Agar mengetahui sekilas sejarah tentang perkamusan di Indonesia
2. Agar mengetahui Iungsi kamus
3. Agar mengetahui tokoh perkamusan di Indonesia
4. Agar mengetahui peran pemerintah terhadap perkamusan di Indonesia
1.4ManIaat
1. Mengembangkan kemampuan menjelaskan perihal perkamusan di Indonesia.
2. Sebagai sarana dalam metode pembelajaran mandiri
3. Untuk meningkatkan kerjasama dalam kelompok
4. Agar generasi muda tidak lupa pada sejarah masa lampau


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kamus

Kamus merupakan buku atau sumber acuan yang memuat kata atau ungkapan yang
biasanya disusun secara alIabetis dengan keterangan tentang makna, pemakaian, atau
terjemahannya. Idealnya, sebuah kamus memuat perbendaharaan kata yang tidak terbatas
jumlahnya. Kamus memiliki Iungsi dan manIaat praktis bagi berbagai kalangan. Kamus
berIungsi sebagai alat dokumentasi bahasa, yaitu tidak hanya memuat keterangan bila sebuah
lema masuk ke dalam suatu bahasa, tetapi juga menggambarkan makna lema yang ada secara
tuntas termasuk perkembangannya.
Kata kamus berasal dari kata dalam bahasa Arab qamus. Kata Arab itu sendiri berasal
dari kata dalam bahasa Yunani okeanos yang bererti `lautan`. Sejarah kata tersebut
memperlihatkan makna dasar yang terkandung dalam kata kamus, yaitu wadah pengetahuan,
khususnya pengetahuan bahasa, yang tidak terhingga dalam dan luasnya, seluas dan sedalam
lautan. Dalam bahasa Inggris, kata yang mewakili konsep makna `kamus` adalah dictionary yang
berasal dari bahasa Latin, yaitu dictionarium. DeIinisi kamus juga dijelaskan oleh beberapa ahli,
yaitu di antaranya:
a. arimurti Kridalaksana
Kamus adalah buku reIerensi yang memuat daItar kata atau gabungan kata dengan
keterangan mengenai pelbagai segi maknanya dan penggunaannya dalam bahasa; biasanya
disusun menurut abjad (dalam tradisi YunaniRomawi menurut abjad YunaniRomawi),
kemudian menurut abjad bahasa bersangkutan; dalam tradisi Arab menurut urutan jumlah
konsonan.
b. Gorys KeraI
Kamus merupakan sebuah buku reIerensi yang memuat daItar kata-kata yang terdapat
dalam sebuah bahasa, disusun secara alIabetis disertai keterangan cara menggunakan kata
itu.
c. John W.M. Verhaar
Perkamusan adalah karya pengkhazanahan kata-kata dalam bentuk buku yang
sedemikian rupa sehingga setiap kata dapat dicari dalam urutan alIabetis. Perkamusan
termasuk bidang linguistik dan juga bidang sastra karena pentingnya berkas yang tetap dari
perbendaharaan kata di dalam setiap bahasa. Lazimnya dalam kamus memuat juga kata-
kata yang masih dikenal orang sedikitnya secara reseptiI dan yang dipakai secara produktiI.
Dengan demikian kamus yang baik adalah menyumbangkan banyak pada penambahan
diakronik pada leksikon sinkronik.
2.2 Perkamusan di Indonesia
Menurut catatan, karya leksikograIi tertua dalam sejarah studi bahasa di Indonesia adalah
daItar kata Tionghoa-Melayu pada awal abad ke-15. DaItar ini berisi 500 lema. Ada pula daItar
kata Italia-Melayu yang disusun oleh PigaIetta pada tahun 1522. Kamus antarbahasa tertua
dalam sejarah bahasa Melayu adalah $praeck ende woord-boek, Inde Malaysche ende
Madagaskarsche Talen met vele Arabische ende Turcsche Woorden karya Frederick de outman
yang diterbitkan pada tahun 1603. Kamus bahasa Jawa tertua adalah Lexicon Javanum (1706)
yang sekarang tersimpan di Vatikan. Kamus Bahasa Sunda baru ditulis oleh A. de Wilde tahun
1841, dengan judul Nederduitsch-Maleisch en $oendasch Woordenboek. Kamus-kamus yang
ditulis oleh para ahli bahasa asing tersebut biasanya terbatas pada kamus dwibahasa (bahasa
asing-bahasa di Indonesia ataupun sebaliknya).
Kamus ekabahasa pertama di Indonesia merupakan kamus bahasa Melayu yang ditulis
oleh Raja Ali aji, berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-
Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama. Kamus ini terbit pada abad ke-19. Kitab
Pengetahuan Bahasa sebenarnya bukan kamus murni namun merupakan kamus ensiklopedia
untuk keperluan pelajar.
Pada tahun 1930 terbit kamus Bahasa Jawa Baoesastra Dfawa karangan W.J.S
Poerwadarminta, C.S. ardjasoedarma, dan J.C. Poedjasoedira. Boesastra Dfawa merupakan
kamus ekabahasa, seperti juga Kamoes Bahasa $oenda (1948) karangan R. Satjadibrata.
Setelah kemerdekaan penerbitan kamus di Indonesia menjadi lebih merebak. Pusat
Bahasa merupakan penerbit utama kamus Bahasa Indonesia berukuran besar. Selain itu Pusat
Bahasa turut pula menerbitkan puluhan kamus bahasa daerah.
Kamus besar terbitan Pusat Bahasa pertama adalah Kamus Umum Bahasa Indonesia
(1952) yang diselenggarakan oleh W.J.S. Poerwadarminta. Edisi kelima terbit pada tahun 1976.
Kemudian pada tahun 1988 terbit Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksudkan sebagai
kamus baku untuk bahasa Indonesia. Kamus ini merupakan hasil karya tim, dengan pemimpin
redaksi Sri Sukesi Adiwimarta dan Adi Sunaryo, dan penyelia Anton M. Moeliono. Edisi ketiga
Kamus Besar Bahasa Indonesia diterbitkan pada tahun 2002. Kamus edisi ketiga ini memuat
sekitar 78.000 lema.
Selain Pusat Bahasa berbagai pihak lain turut pula menyelenggarakan kamus bahasa
Indonesia. Kamus besar Bahasa Indonesia yang patut disebut di sini adalah Kamus Indonesia
oleh E. St. arahap (cetakan ke-9, 1951), Kamus Besar Bahasa Indonesia (1951), oleh assan
Noel AriIin, Kamus Modern Bahasa Indonesia (1954) oleh Sutan Muhammad Zain.
2.3 Jenis-jenis Kamus
2.31. Berdasarkan penggunaan bahasa
Kamus bisa ditulis dalam satu atau lebih dari satu bahasa. Dengan itu kamus bisa dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Kamus Ekabahasa
Kamus ini hanya menggunakan satu bahasa. Kata-kata(entri) yang dijelaskan dan
penjelasannya adalah terdiri daripada bahasa yang sama. Kamus ini mempunyai
perbedaan yang jelas dengan kamus dwibahasa kerana penyusunan dibuat berasaskan
pembuktian data korpus. Ini bermaksud deIinisi makna ke atas kata-kata adalah
berdasarkan makna yang diberikan dalam contoh kalimat yang mengandung kata-kata
berhubungan. Contoh bagi kamus ekabahasa ialah Kamus Besar Bahasa Indonesia (di
Indonesia) dan Kamus Dewan di (Malaysia).
2. Kamus Dwibahasa
Kamus ini menggunakan dua bahasa, yakni kata masukan daripada bahasa yang
dikamuskan diberi padanan atau pemerian takriInya dengan menggunakan bahasa yang
lain. Contohnya: Kamus Inggris-Indonesia, Kamus Dwibahasa Oxford Fafar (Inggris-
Melayu,Melayu-Inggris)
3. Kamus Aneka Bahasa
Kamus ini sekurang-kurangnya menggunakan tiga bahasa atau lebih. Misalnya, kata
Bahasa Melayu Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin secara serentak. Contoh bagi kamus
aneka bahasa ialah Kamus Melayu-Cina-Inggris Pelangi susunan Yuen Boon Chan pada
tahun 2004
2.3.2 Berdasarkan isi
Kamus bisa muncul dalam berbagai isi. Ini adalah karena kamus diterbitkan dengan
tujuan memenuhi keperluan gologan tertentu. Contohnya, golongan pelajar sekolah memerlukan
kamus berukuran kecil untuk memudahkan mereka membawa kamus ke sekolah.Secara
umumnya kamus dapat dibagi kepada 3 jenis ukuran:
O Kamus Mini
Pada zaman sekarang sebenarnya susah untuk menjumpai kamus ini.Ia juga dikenali
sebagai kamus saku karena ia dapat disimpan dalam saku. Tebalnya kurang daripada 2
cm.
O Kamus Kecil
Kamus berukuran kecil yang biasa dijumpai. Ia merupakan kamus yang mudah
dibawa.Kamus Dwibahasa Oxford Fafar (Inggris-Melayu,Melayu-Inggris)
O Kamus Besar
Kamus ini memuatkan segala leksikal yang terdapat dalam satu bahsaa. Setiap
perkataannya dijelaskan maksud secara lengkap.Biasanya ukurannya besar dan tidak
sesuai untuk dibawa ke sana sini.Contohnya Kamus Besar Bahasa Indonesia.
O Kamus Istilah
Kamus ini berisi istilah-istilah khusus dalam bidang tertentu. Fungsinya adalah untuk
kegunaan ilmiah. Contohnya ialah Kamus Istilah Fiqh
O Kamus Etimologi
Kamus yang menerangkan asal usul sesuatu perkataan dan maksud asalnya.
O Kamus Tesaurus (perkataan searti)
Kamus yang menerangkan maksud sesuatu perkataan dengan memberikan kata-kata
searti (sinonim) dan dapat juga kata-kata yang berlawanan arti (antonim). Kamus ini
adalah untuk membantu para penulis untuk meragamkan penggunaan diksi. Contohnya,
Tesaurus Bahasa Indonesia
O Kamus Peribahasa/Simpulan Bahasa
Kamus yang menerangkan maksud sesuatu peribahasa/simpulan bahasa. Selain daripada
digunakan sebagai rujukan, kamus ini juga sesuai untuk dibaca dengan tujuan keindahan.
O Kamus Kata Nama Khas
Kamus yang hanya menyimpan kata nama khas seperti nama tempat, nama tokoh, dan
juga nama bagi institusi. Tujuannya adalah untuk menyediakan rujukan bagi nama-nama
ini.
O Kamus Terjemahan
Kamus yang menyedia kata searti bahasa asing untuk satu bahasa sasaran. Kegunaannya
adalah untuk membantu para penerjemah.
O Kamus Kolokasi
Kamus yang menerangkan tentang padanan kata, contohnya kata 'terdiri' yang selalu
berpadanan dengan 'dari' atau 'atas'.
2.4 Fungsi Kamus

Fungsi utama kamus adalah sebagai media penghimpun konsep-konsep budaya. Selain
itu, kamus juga berIungsi praktis, seperti sarana mengetahui makna kata, sarana mengetahui laIal
dan ejaan sebuah kata, sarana untuk mengetahui asal-usul kata, dan sarana untuk mengetahui
berbagai inIormasi mengenai kata lainnya.
Kamus bermanIaat dalam kehidupan sehari-hari dan berkaitan dengan urusan pekerjaan,
belajar untuk menjadi seorang yang berprestasi, hidup bertetangga sehingga masyarakat dan
bangsa Indonesia memiliki citra bahasa yang kuat (Dumaria, 2009: 1).
Berdasarkan bahasa sasarannya, kamus dapat dibedakan menjadi kamus ekabahasa
(monolingual), kamus dwibahasa (bilingual), dan kamus aneka bahasa (multilingual). Kamus
ekabahasa merupakan kamus yang bahasa sumbernya (lema/entri) sama dengan bahasa
sasarannya (glos). Kamus dwibahasa merupakan kamus yang bahasa sumbernya (lema/entri)
tidak sama dengan bahasa sasarannya (glos). Kamus aneka bahasa merupakan kamus yang kata-
kata bahasa sumber dijelaskan dengan padanannya dalam tiga bahasa atau lebih.
Berdasarkan ukurannya, kamus dapat dibedakan menjadi kamus besar dan kamus terbatas
(kamus saku dan kamus pelajar). Kamus besar adalah kamus yang memuat semua kosakata,
termasuk gabungan kata, idiom, ungkapan, peribahasa, akronim, singkatan, dan semua bentuk
gramatika dari bahasa tersebut, baik yang masih digunakan maupun yang sudah arkais.
Sementara itu, kamus terbatas adalah kamus yang jumlah katanya dibatasi, begitu juga dengan
makna dan keterangan-keterangan lain dibatasi. Kamus terbatas digolongkan menjadi kamus
saku dan kamus pelajar.
Berdasarkan isinya, kamus dibedakan menjadi kamus laIal (berisi penjelasan pelaIalan
tiap lema), kamus ejaan (berisi lema yang sesuai dengan ejaan), kamus sinonim (penjelasan
makna berupa sinonim), kamus antonim (penjelasan makna berupa antonim), kamus homonim
(mendaItarkan bentuk yang berhomonim dan penjelasannya), kamus ungkapan/idiom (memuat
satuan bahasa berupa ungkapan), kamus singkatan/akronim, kamus etimologi (penjelasan berupa
asal-usul kata dan perkembangannya), dan kamus istilah (memuat istilah dalam bidang tertentu).
Penyusunan sebuah kamus merupakan proses yang panjang. Setiap tahap dalam proses
ini merupakan kumulasi dari penelitian dan analisis serta kegunaan praktis kamus dari hasil
proses sebelumnya. Setiap penerbitan kamus diarahkan pada kecermatan pencatatan bahasa dan
kesempurnaan setinggi-tingginya. Akan tetapi, setiap penerbitan tidak dapat dilepaskan dari
ideologi bahasa dan tiap editor menyesuaikan terbitannya sesuai dengan selera publik
(Departemen Pendidikan Nasional, 2008: xxv).
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, penyusunan kamus tidak dapat terlepas dari
ideologi yang melatarbelakangi penyusunan kamus. Bapak LeksikograIi Inggris, Samuel
Johnson, penyusun kamus Dictionary oI the English Language (1755) mengatakan bahwa kamus
berIungsi menjaga kemurnian bahasa. Konsep inilah yang kemudian memunculkan kamus
preskripitiI, yaitu kamus yang menunjukkan benar dan salah. Konsep ini dikembangkan oleh
Noah Webster, Bapak LeksikograIi Amerika, penyusun kamus An American Dictionary oI
English Language (1828). Konsep ini bertentangan dengan konsep yang melandasi penyusunan
kamus-kamus modern, seperti A New English Dictionary on istorical Principles (1934) atau
Kamus OxIord, dan Webster`s Third New International Dictionary (1961) yang merekam
kosakata secara cermat tanpa mendikte yang benar dan yang salah (Chaer, 2007: 190191).
Selain kamus, ada dua jenis reIerensi lain, yaitu ensiklopedia dan tesaurus. Ensiklopedia
memberikan uraian yang terperinci tentang berbagai cabang ilmu atau bidang ilmu tertentu
dalam artikel-artikel yang terpisah sesuai dengan pengelompokan kategori. Tesaurus merupakan
sarana untuk mengalihkan gagasan ke kata atau sebaliknya. Tesaurus bukan menerangkan makna
kata atau menjelaskan tentang acuan kata, tetapi berisi kata-kata sebagai superordinat (hipernimi)
dengan sejumlah kata-kata yang termasuk dalam superordinat, sebagai bagian dari satu sistem
budaya.

2.5 Tradisi Perkamusan di Indonesia
Keadaan dunia perkamusan di Indonesia tidak sama dengan yang terjadi di negara-negara
maju di dunia. Sejarah leksikograIi di Indonesia dimulai dengan adanya catatan kosakata yang
kurang lebih berjumlah 500 buah lema, DaItar Kata Cina Melayu, yang ditulis pada awal abad
ke-15. Selanjutnya, pada tahun 1522, seorang pakar bahasa yang mengikuti pelayaran
Magelheans mengelilingi dunia bernama PigaIetta menulis DaItar Kata Italia Melayu.
Kamus tertua dalam sejarah leksikograIi Indonesia adalah Spraek ende woor-boek, Inde
Malayshe ende Madagaskarche Taen Met Vele Arabische ende Tursche Woorden (1603)
karangan Frederick de outman dan Vocabularium oIIe Woortboek naerorder vanden Alphabet
in`t Duystch-Maleys Duytch (1623) karangan Casper Wiltens dan Sebastian Danckaerts. Kedua
kamus Melayu tersebut jelas lebih tua daripada Lexicon Javanum (1706) yang disimpan di
perpustakaan Vatikan dan dianggap sebagai kamus Jawa tertua dan lebih tua daripada kamus
Sunda tertua, Nederduitsch-Maleisch en Soendasch Woordenboek (1841) yang ditulis oleh A. de
Wilde. Selanjutnya, ada pula kamus bahasa asing-bahasa Melayu karya R. O. Winstedt, An
Unbridged Malay-English Dictionary (cetakan ke-3, 1960) dan A Malay-English Dictionary
karya R. J. Wilkinson (part I, 1901). Selain itu, disusun pula kamus yang berjudul A Dictionary
oI the Malayan Language yang disusun oleh William Marsden. Kamus ini disusun dalam dua
bagian, yaitu Melayu-Inggris dan Inggris-Melayu.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa perkamusan di Indonesia dimulai
dari kamus-kamus dwibahasa, berbeda dengan di Eropa dan Amerika yang dimulai dari kamus-
kamus ekabahasa. Pada zaman kolonial, kamus dwibahasa yang disusun pada umumnya, yakni
bahasa asing-bahasa Nusantara atau sebaliknya, bahasa Nusantara-bahasa asing. Bahasa
Nusantara tersebut seperti bahasa Jawa, Sunda, Melayu, dan Bali. anya terdapat satu kamus
dwibahasa Nusantara, yaitu kamus yang pertama kali dibuat oleh orang Indonesia, yakni
Baoesastra Melajoe-Djawa (1916) karangan R. Sastrasoeganda.
Kamus ekabahasa yang pertama dibuat oleh orang Indonesia adalah Kitab Pengetahuan
Bahasa, yaitu Kamoes Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga Penggal yang Pertama yang
disusun oleh Raja Ali aji dari Riau. Selain itu, dalam bahasa Jawa terdapat Baoesastra Djawa
(1930) yang disusun oleh W.J.S Poerwadarminta, C.S. ardjasoedarma, dan J.C. Poedjasoedira.
Dalam bahasa Sunda terdapat Kamoes Bahasa Soenda (1948) yang disusun oleh R. Satjadibrata.
Kedua kamus bahasa daerah ini dianggap sebagai pelopor kamus ekabahasa di kedua bahasa
tersebut.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 dan dengan adanya semangat
Sumpah Pemuda 1928, serta dijadikannya bahasa Indonesia dalam UUD 1945 sebagai bahasa
negara, usaha-usaha untuk memantapkan dan menyebarluaskan bahasa Melayu-Indonesia
semakin marak. Ketika itu, banyak diterbitkan baik kamus ekabahasa bahasa Indonesia maupun
buku kamus istilah. Selain itu, juga terbit kamus bahasa daerah-bahasa Indonesia atau kamus
bahasa Indonesia-bahasa daerah. Kamus-kamus yang pernah ada hingga tahun 1976 dapat dilihat
dalam buku BibliograIi Perkamusan Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa tahun 1976.
Perkamusan di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu perkamusan Indonesia
sebagai hasil kerja pribadi, perkamusan Indonesia yang dilaksanakan di luar negeri, dan
perkamusan oleh Pusat Bahasa. Perkamusan Indonesia sebagai hasil kerja pribadi mempunyai
arti penting dalam perkembangan dan pengembangan bahasa Indonesia, baik dalam Iormat kecil
maupun besar. Kamus berIormat besar di antaranya Kamus Indonesia, E. St. arahap (cetakan
ke-9, 1951), Kamus Bahasa Indonesia, asan Noel AriIin (1951), Kamus Modern Bahasa
Indonesia, St. Moh. Zain, dan Kamus Umum Bahasa Indonesia, W. J. S. Poerwadarminta.
Adapun kamus yang berIormat kecil yang disusun dengan tujuan terbatas, antara lain
Logat Kecil Bahasa Indonesia oleh W. J. S. Poerwadarminta (1949), Kamus Bahasaku oleh B.
M. Nur (1954), Kamus Saku Bahasa Indonesia oleh Reksosiswojo, dkk. (1969), Kamus Bahasa
Indonesia untuk Remaja oleh Ali Marsaban, dkk. (1974), Kamus Sinonim Bahasa Indonesia oleh
arimurti Kridalaksana (1974), Kamus Idiom Bahasa Indonesia oleh Abdul Chaer (1982), dan
Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia oleh Abdul Chaer (1997). Muncul pula kamus-kamus
bahasa daerah dengan penjelasan bahasa Indonesia, seperti Kamus Dialek Jakarta oleh Abdul
Chaer (1976), Kamus Jawa Kuno-Bahasa Indonesia oleh L. Mardiwasito (1978), Kamus Bahasa
Bali oleh Sri Reski Anandakusuma (1986), dan Kamus Bahasa Malaysia-Indonesia oleh Abdul
Chaer (2004).
Dengan maraknya penelitian bahasa Indonesia di luar negeri, muncullah kamus-kamus
bahasa Indonesia-bahasa asing atau sebaliknya, bahasa asing bahasa Indonesia. Kamus-kamus
tersebut misalnya Dictionaire Indonesien-Franais (1984) karangan P. Labrouse yang terbit di
Perancis, An Indonesian-English Dictionary (1963) dan An English Indonesian-Dictionary
(1975) karangan John M. Echols dan assan Shadily yang terbit di Amerika, Comtempporary
Indonesian-English Dictionary (1981) karangan A. Edi Schmidgall Tellings dan Alan M.
Stevens, Kamus Baru Bahasa Indonesia-Tionghoa (1989) karangan Liang Liji yang terbit di
Republik Rakyat Cina, Kamus Besar Bahasa Indonesia-Rusia (1990) karangan R.N. Rorigidskiy
yang terbit di Rusia, serta Indonesiech-Nederlands Woordenboek karangan A. Teeuw yang terbit
di Belanda. Selain itu, terbit pula kamus bahasa Melayu di Malaysia yaitu Kamus Dewan (1970)
karya Teuku Iskandar dan Kamus Lengkap (1977) karya Awang Sudjai airul.
Selain kamus-kamus di atas, muncul pula kamus-kamus bahasa daerah. Kamus-kamus
bahasa daerah yang muncul di Indonesia juga ikut mewarnai perkembangan sejarah perkamusan
di Indonesia. Kamus-kamus yang bahasa daerah yang muncul di antaranya dalam bahasa Aceh,
Gayo, Batak, Minangkabau, Rejang, Nias, Madura, Sunda, dan Jawa.
Kamus bahasa Aceh yang terbit pada masa-masa awal perkembangan leksikograIi di
Indonesia adalah Woordenboek der Atjehsche taal (1889) karangan Van Langen, Atjehsch-
Nederlandsch Woordenboek (1934) karangan oesein Djajadiningrat, Kamus Aceh Ringkas
Atjehsch andwoordenboek (1931) karangan Kreemer, Nederlandsch-Atjehsche Woordenlijst
(1906) karangan Veltman, dan sebagainya.
Kamus dalam bahasa Gayo dirintis oleh Snouck urgronje. Berdasarkan catatan tersebut
disusunlah kamus Gayo yang dikembangkan oleh Njaq Poeteh dan Aman Ratoes serta dibantu
oleh dua orang Gayo. asil penelitian dan kerja mereka tersebut menghasilkan Gajosch-
Nederlandsch Woordenboek met Nederlansch-Gajosch Register (1907).
Kamus dalam bahasa Batak diawali oleh .N. van der Tuuk. Kamus yang disusun adalah
kamus bahasa Batak Toba, Batak Dairi, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Van der Tuuk
menyusun kamus berjudul Bataksch-Nederduitsch Woordenboek (1861). Kamus bahasa Batak
yang lainnya adalah kamus yang disusun oleh J. Warneck dan berjudul Tobabataksch-Deutsch
Worterbuch (1906). M. Joustra juga menulis kamus bahasa batak dengan ditulis dengan abjad
Romawi yang berjudul Batak Karo-Nederlandsch Woordenboek (1907) yang kemudian direvisi
oleh J.. Neumann pada tahun 1951.
Kamus bahasa Melayu dan Minangkabau disusun oleh Van der Toorn dengan judul
Minangkabau-Maleisch-Nederlandsch Woordenboek (1891) yang penyusunannya berdasarkan
abjad Melayu-Arab serta menggunakan tulisan Arab dan Romawi. Kamus bahasa Rejang,
menurut catatan Marsden yaitu glosarium yang disusun oleh asselt (1881) dan daItar kata
Maleisch-Redjangsch Woordenlijst (1926) yang disusun oleh Wink.
Kamus bahasa Nias adalah kamus Jerman-Nias Deutsch-Niassisches Worterbuch (1892)
dan kamus Nias-Jerman Niassisch-Deutsches Worterbuch (1905) yang disusun oleh
Sundermann. Selain itu, ada juga kamus Nias-Melayu-Belanda, Niasch-Maleisch-Nederlansch
Woordenboek (1887) yang disusun oleh Thomas dan Teylor Weber.
Kamus bahasa Madura diawali dengan kamus yang disusun oleh Kiliaan yang berjudul
Nederlansch-Madoereesch Woordenboek (1898). Kemudian, Penniga dan endriks menyusun
kamus Madura-Belanda, Practisch Madurees-Nederlandsch Woordenboek (1913). Kamus bahasa
Sunda diawali dengan penerbitan kamus yang disusun oleh Jonathan Rigg pada tahun 1862. Pada
tahun 1887 Oosting menerbitkan kamus Belanda-Sunda, Nederduitsch-Soendasch Woordenboek.
Greedink dan Coolsma melanjutkan perkamusan bahasa Sunda. Greedink menerbitkan kamus
yang terdiri atas 400 halaman dan Coolsma yang didukung oleh Van der Tuuk pada tahun 1944.
Kamus bahasa Jawa tertua adalah Lexicon Javanum (1706) yang tidak diketahui
penyusunnya. Selain itu, ada pula Kamus Jawa yang disusun oleh Roorda, Kamus Kawi-Jawa
yang disusun oleh Winter dan diterbitkan oleh Van der Tuuk, Kamus Kawi-Bali-Belanda yang
disusun oleh Van der Tuuk dan diterbitkan oleh Brander dan Rinkes pada tahun 1912.
Selain kamus-kamus dalam bahasa daerah seperti yang telah dipaparkan di atas, terdapat
pula kamus-kamus yang merupakan buku-buku reIerensi mengenai berbagai macam bidang
kehidupan dan ilmu pengetahuan yang disusun secara alIabetis. Semakin berkembangnya
kehidupan dan ilmu pengetahuan, kamus semacam ini juga semakin banyak beredar di
masyarakat. Kamus-kamus seperti ini misalnya Kamus Istilah Kimia dan Farmasi (1976) oleh
ITB, Kamus Istilah Ilmu dan Teknologi (1976) oleh . Johannes, Kamus Ungkapan Bahasa
Indonesia (1976) oleh J.S. Badudu, Kamus Linguistik Indonesia (1982) oleh arimurti
Kridalaksana, Kamus Peribahasa (1987) oleh Sarwono Pusposaputro, Kamus Singkatan dan
Akronim Baru dan Lama (1991) oleh Ateng Winarno, Kamus Biologi (1999) oleh Mien A. RiIai,
Kamus Kimia (1999) oleh adyana Pudjaatmaka, Kamus Fisika (2000) oleh Liek Wilardjo, dan
sebagainya.

2.6 Peran Pemerintah Dalam Perkamusan Di Indonesia

Perkembangan perkamusan di Indonesia tidak pernah dapat dilepaskan dari peran dan
tanggung jawab sebuah lembaga pemerintah yang mengurusi masalah kebahasaan, yaitu Pusat
Bahasa Republik Indonesia yang pada awalnya merupakan lembaga bahasa di Universiteit van
Indonesia. Ketika masih bernama Lembaga Penyelidikan Bahasa dan Kebudayaan Universitas
Indonesia, Pusat Bahasa berhasil menerbitkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1953) karangan
W. J. S. Poerwadarminta. Kamus ini dianggap sebagai tonggak pertumbuhan leksikograIi
Indonesia. Pada tahun 1966, kamus ini mengalami cetak ulang yang ke-4, dan tahun 1976
mengalami cetak ulang yang ke-5 dengan ejaan yang telah disesuaikan dengan EYD. Cetakan
ke-5 ini disusun dan disesuaikan ejaannya oleh Bidang Perkamusan Pusat Bahasa Republik
Indonesia yang terdiri dari arimurti Kridalaksana (konsultan), Sri Timur Suratman
(koordinator), Sri Sukesi Adiwimarta (koordinator) serta beberapa anggota. Selain itu, pada edisi
kelima, kamus ini juga mengalami penambahan 1.000 kosakata. Pengolahan edisi ini dilakukan
sejak tahun 1972 sampai tahun 1974. ingga tahun 1987, kamus ini telah dicetak ulang sebanyak
sepuluh kali.
Pada tahun 1974 Pusat Bahasaketika itu bernama Lembaga Bahasa Nasional
menyelenggarakan penataran leksikograIi dalam rangka meningkatkan mutu leksikograI
Indonesia. Penataran ini diisi oleh beberapa pengajar leksikograIi dari luar dan dalam negeri.
Pengajar utama dalam penataran ini adalah ProI. Dr. A. Teeuw (Belanda), ProI. Dr. Baker
(Amerika), dan Dr. Jack Prentice (Inggris). Peserta penataran ini adalah perwakilan dari berbagai
perguruan tinggi di Indonesia dan tentu saja staI Pusat Bahasa. Kegiatan ini telah menghasilkan
puluhan tenaga perkamusan yang kemudian menghasilkan kamus-kamus bahasa daerah di
Indonesia.
Pada tahun 1985 Pusat Bahasa kembali mengadakan penataran leksikograIi yang
pesertanya juga merupakan perwakilan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, staI Balai
Bahasa dari berbagai daerah di Indonesia, dan staI Pusat Bahasa. Penataran ini dimaksukan
untuk lebih meningkatkan penyusunan kamus bahasa daerah-bahasa Indonesia sehingga bahasa
Indonesia lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Setelah menerbitkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1953) karangan W. J. S.
Poerwadarminta, Pusat Bahasa kembali menerbitkan apa yang disebut kamus generasi baru
yaitu Kamus Bahasa Indonesia. Kamus ini tidak beredar bebas, tetapi hanya pada kalangan
tertentu saja. Kamus ini dimaksudkan agar menjadi kamus besar dan kamus baku. Akan tetapi,
melihat jumlah lema dan inIormasi yang disajikan di dalamnya, kamus ini belum layak disebut
sebagai kamus besar. Oleh karena itu, Pusat Bahasa membentuk sebuah tim yang bertugas
menyusun sebuah kamus besar. Tim ini dipimpin oleh Anton M. Moeliono yang bertindak
sebagai penyunting penyelia. Kamus yang diberi nama Kamus Besar Bahasa Indonesia ini
diterbitkan pada saat Konggres Bahasa Indonesia V pada tanggal 28 Oktober 1988. Edisi
pertama ini memuat kurang lebih sebanyak 62.000 buah lema.
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi pertama ini dicetak ulang sekaligus mengalami
revisi sebanyak empat kali, yaitu berturut-turut pada tahun 1988, 1989, 1990, dan 1990.
Mengingat banyaknya saran dan kritik dari berbagai pihak, disusun dan direvisilah edisi pertama
ini sehingga terbit Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua pada tahun 1991 yang disusun di
bawah pimpinan asan Alwi. Jumlah lema yang ada dalam edisi ini kurang lebih 72.000. Edisi
kedua ini juga mengalami cetak ulang dan tentu saja revisi sebanyak sepuluh kali, yaitu pada
tahu 1991, 1992, 1994, 1995, 1995, 1996, 1996, 1996, 1997, dan 1999. Edisi kedua ini juga
mengalami perbaikan pula sehingga terbitlah Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga pada
tahun 2001 yang disusun di bawah pimpinan Dendy Sugono. Jumlah lema yang ada dalam edisi
ini kurang lebih 78.000 dan 2.034 peribahasa. Edisi ketiga ini mengalami cetak ulang dan revisi
sebanyak tiga kali, yaitu pada tahun 2001, 2002, dan 2005.
Dalam rangka memperingati Bulan Bahasa Indonesia tahun 2008, Pusat Bahasa kembali
menerbitkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru, yaitu edisi keempat pada bulan
Oktober 2008. Edisi keempat ini tentu saja mengalami peningkatan jumlah lema. Lema yang ada
di edisi keempat ini sebanyak 90.049 lema yang terdiri dari 41.250 buah lema pokok dan 48.799
buah sublema. Selain itu, peribahasa dalam edisi ini juga bertambah dua buah menjadi 2.036
buah peribahasa.
Edisi keempat ini tidak hanya mengalami perkembangan jumlah lema dan sublema, tetapi
juga mengalami perbaikan deIinisi atau penjelasan lema dan sublemanya. Perbaikan tersebut
meliputi penambahan maknaakibat perkembangan pemakaian bahasa, perbaikan untuk
penulisan nama latin hewan dan tumbuhan, perubahan urutan sublema, dan perbaikan isi
lampiran. Pengurutan sublema yang merupakan bentuk derivasi dari lema pokok tidak lagi
didasarkan pada urutan alIabetis, tetapi didasarkan pada paradigma pembentukan kata. Adapun
proses pendeIinisian dilakukan dengan cara mengelompokkan lema berdasarkan kategori yang
sama kemudian digabungkan lagi setelah diperbaiki dan diurutkan kembali secara alIabetis.
Perbaikan-perbaikan ini dilakukan berdasarkan saran dan kritik dari masyarakat yang
disampaikan kepada Pusat Bahasa.
Cara penulisan bentuk derivasi dalam KUBI, KBBI edisi pertama dan edisi ketiga sama,
yaitu menggunakan kriteria verba dulu, baru nomina. Pengurutan verbanya adalah mengguakan
urutan yang diawali dengan ber-, lalu meng-, ter-, dan memper-. Setelah itu baru disusul bentuk
derivasi nomina dan yang berimbuhan ke- atau an yang dapat berupa verba maupun nomina.
Adapun dalam KBBI edisi keempat urutan yang digunakan dalam penyusunan lema tidak
konsisten. Paradigma yang digunakan bermacam-macam, seperti urutan meng-, ter-, ber-; meng-,
peng-, -an; ter-, ber-, ke-/-an; meng-, ter-, ber-, memper-; meng-, ter-, ber-, memper-, ke-/-an;
dan sebagainya.
Dalam tradisi leksikograIi, sebuah kamus setidaknya direvisi dalam waktu lima tahun
sekali karena tidak ada satu pun kamus yang benar-benar lengkap. Oleh karena itu, sebuah
kamus yang hidup adalah kamus yang terus mengikuti perkembangan zaman (Qodratillah, 2009:
2). Bahkan sering kali, sebelum kamus keluar dari percetakan pun, kamus tersebut sudah
tertinggal dari perkembangan sebuah bahasa.

2.7 Tokoh Perkamusan Di Indonesia
Sejarah perkamusan di Indonesia tentu saja tidak dapat dilepaskan begitu saja dari peran
tokoh-tokoh perkamusan di Indonesia. Banyak sekali tokoh yang memiliki peran penting dalam
perkembangan perkamusan di Indonesia. Akan tetapi, dalam tulisan ini hanya akan sedikit
dijelaskan beberapa tokoh perkamusan Indonesia serta perannnya dalam pengembangan dunia
perkamusan di Indonesia.
a. Raja Ali aji
Raja Ali aji merupakan tokoh penting di dunia Melayu. Pengaruh
pemikirannya terhadap perkembangan dunia Melayu sangat terlihat melalui berbagai
karya sastra dan lain-lain yang dijadikan rujukan dalam tradisi penulisan klasik
maupun modern. Ia juga dikenal sebagai ulama yang banyak berpengaruh terhadap
wacana dan tradisi pemikiran di dunia Melayu.
Kamus yang disusun oleh Raja Ali aji yang berjudul, Kamoes Loghat Melayu-
Johor-Pahang-Riau-Lingga Penggal yang Pertama merupakan kamus ekabahasa yang
pertama yang disusun oleh orang Indonesia. Pada masa-masa itu, kamus yang terbit
kebanyakan adalah kamus dwibahasa dan disusun oleh orang-orang asing. Oleh
karena itu, Raja Ali aji dianggap sebagai orang Indonesia pertama yang menyusun
kamus ekabahasa dalam bahasa Indonesia.
b. W.J.S. Poerwadarminta
WilIridus Joseph Sabarija Poerwadarminta (19041968) adalah seorang
leksikograI atau penyusun kamus ternama dari Indonesia. Dia mendapat julukan
sebagai Bapak Perkamusan Indonesia. Karyanya terutama mencakup kamus bahasa
Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Jepang, dan bahasa Latin. Dia tidak pernah belajar
secara Iormal tentang kajian leksikograIi. Akan tetapi, ia terlatih dengan sendirinya
bagaimana menyusun kamus. Kamus Umum Bahasa Indonesia dianggap sebagai
tonggak sejarah perkamusan di Indonesia. Kamus bersiIat sederhana dan praktis serta
merupakan kamus deskriptiI yang lema dan penjelasannya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pada zamannya, KUBI merupakan kamus
yang paling lengkap dengan jumlah entri sebanyak kurang lebih 27.000 buah.
Poerwadarminta layak disebut sebagai peletak dasar leksikograIi di Indonesia
karena ketelitiannya dalam menyusun kamus. Setiap kata yang ia temukan, baik dari
khazanah kontemporer maupun lama, dicatat dalam kartu disertai keterangan
mengenai sumber, batas-batas arti, serta bagaimana penggunaannya. Semua bahan
serta teks-teks yang telah diambil kata-katanya disimpan baik-baik. Langkah
selanjutnya adalah merumuskan makna sebuah kata dan menentukan pilihan di antara
sekian varian bentuk kata. Tanpa rasa segan dan malu-malu, ia bertukar pikiran
dengan orang yang ia pandang lebih ahli, seperti Poerbatjaraka, C. ooykaas, atau A.
Teeuw. Akan tetapi, ketika sampai pada keharusan menetapkan pilihan, ia
mengedepankan otoritasnya sambil tetap berpegang pada prinsip-prinsip ilmu bahasa.
c. St. E. arahap
Jasa Sutan arahap dalam bidang bahasa cukup banyak dan dapat dikatakan
mempelopori. Pada tahun 1914 bersama dengan D. Iken, Sutan arahap membuat
sejenis glosari yang berjudul Kitab Arti Logat Melajoe jilid pertama. Jilid kedua terbit
pada tahun 1917. Kemudian kedua jilid tersebut kembali diterbitkan pada tahun 1923.
Dalam kurun waktu 70 hari, dia berhasil menyusun sebuah kamus yang merupakan
revisi dari Kitab Arti Logat Melajoe yang diubah namanya menjadi Kamus Indonsia
Ketjik.
d. Anton Moedardo Moeliono
Meskipun tidak secara pribadi menyusun sebuah kamus, Anton M. Moeliono
adalah seorang tokoh yang cukup berperan dalam perkembangan perkamusan di
Indonesia khususnya pascakemerdekaan RI. Dia adalah kepala dari proyek
penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi pertama yang berperan sebagai
penyunting penyelia. Dia telah memberikan sumbangan yang besar bagi
perkembangan bahasa Indonesia, terutama ketika menjabat sebagai Kepala Pusat
Bahasa pada tahun 19841989. Dia bekerja di Pusat Bahasa sejak tahun 1960 dan
menjabat antara lain sebagai Kepala Bidang Perkamusan, Ketua Komisi Istilah Seksi
Linguistik, dan Wakil Ketua Komisi Istilah. Pada saat itu, dalam bidang perkamusan
dan peristilahan, dia banyak berguru kepada Poerwadarminta yang ketika itu sedang
menyusun kamus. Dalam penyusunan KBBI edisi keempat, dia juga ikut berperan
sebagai penyumbang data.



















BAB III
SIMPULAN

Kamus merupakan buku atau sumber acuan yang memuat kata atau ungkapan yang biasanya
disusun secara alIabetis dengan keterangan tentang makna, pemakaian, atau terjemahannya.
Idealnya, sebuah kamus memuat perbendaharaan kata yang tidak terbatas jumlahnya.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah perkamusan di Indonesia
dimulai dengan daItas kata Cina-Melayu pada awal abad XV dan daItar kata Italia-Melayu yang
disusun oleh PigaIetta.
Kamus tertua dalam sejarah leksikograIi Indonesia adalah Spraek ende woor-boek, Inde
Malayshe ende Madagaskarche Taen Met Vele Arabische ende Tursche Woorden (1603)
karangan Frederick de outman dan Vocabularium oIIe Woortboek naerorder vanden Alphabet
in`t Duystch-Maleys Duytch (1623) karangan Casper Wiltens dan Sebastian Danckaerts.
Perkamusan di Indonesia dimulai dari kamus-kamus dwibahasa, berbeda dengan di Eropa
dan Amerika yang dimulai dari kamus-kamus ekabahasa. Kamus ekabahasa yang pertama dibuat
oleh orang Indonesia adalah Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamoes Loghat Melayu-Johor-
Pahang-Riau-Lingga Penggal yang Pertama yang disusun oleh Raja Ali aji dari Riau.
Perkamusan di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu perkamusan Indonesia
sebagai hasil kerja pribadi, perkamusan Indonesia yang dilaksanakan di luar negeri, dan
perkamusan oleh Pusat Bahasa. Selain itu, muncul pula kamus-kamus bahasa daerah, seperti
kamus bahasa Aceh, Gayo, Batak, Minangkabau, Rejang, Nias, Madura, Sunda, dan Jawa.
Perkembangan kamus di Indonesia juga tidak dapat dilepaskan dari peran Pusat Bahasa
sebagai lembaga yang mengurusi permasalahan bahasa. ingga saat ini Pusat Bahasa telah
menerbitkan tiga kamus, yaitu Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, dan
Kamus Besar Bahasa Indonesia. KBBI telah diterbitkan dalam empat edisi dan 18 kali cetak
ulang.
adanya peran dari pemerintah, beberapa tokoh juga ikut berperan dalam sejarah
perkembangan perkamusan di Indonesia. Tokoh-tokoh tersebut di antaranya Raja Ali aji,
W.J.S. Poerwadarminta, St. arahap, Anton M. Moeliono, dan sebagainya. Perkamusan di
Indonesia, sebagaimana perkamusan pada umumnya, tidak akan pernah berhenti. Kamus selalu
berkembang sesuai dengan perkembangan bahasa tersebut. Oleh karena itu, dalam bahasa
Indonesia akan selalu muncul kamus-kamus baru baik kamus besar, kamus istilah, maupun
kamus-kamus khusus. al ini terjadi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap
perkembangan bahasa. Seperti apa yang telah dikatakan oleh arimurti Kridalaksana, Iungsi
kamus sebagai dokumentasi bahasa harus disadari sepenuhnya sebagai bangsa Indonesia. Kamus
bukan hanya dituntut untuk memuat keterangan bila sebuah lema masuk ke dalam khasanah kata
bahasa Indonesia, melainkan juga harus menggambarkan makna lema yang ada secara tuntas,
termasuk perkembangannya.



















DAFTAR PUSTAKA

asyim, Munira. 2011. $efarah Pengkafian Bahasa Indonesia. Diakses pada tanggal 24 April
2011.
Verhaar, John W.M. 1995. Peranan Perkamusan dalam Perkembangan Bahasa dan Sastra,
dalam Lingusitik Indonesia: Masyarakat Linguistik Indonesia, Tahun 13, No. 1 dan 2, Juni dan
Desember.

http://primapatriyawhura.blogspot.com/2009/10/sejarah-perkamusan-indonesia.html

http://id-id.Iacebook.com/note.php?noteid340401733061

http://bukucatatan-part1.blogspot.com/2009/07/tahu-sejarah-kamus.html

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim...
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah Sejarah Pengkajian Bahasa Indonesia mengenai ' Sejarah
Perkamusan Indonesia ini tepat pada waktunya dengan kesehatan dan keselamatan yang
diberikan.
Dan tak lupa pula penulis kirimkan salam dan salawat kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, dialah yang telah membawa kita dari masa ketidaktahuan ke masa yang lebih
baik.
Pada kesempatan ini pula penulis tidak lupa menuturkan terima kasih kepada segenap
pihak yang telah membantu dan membimbing penulis sehingga Makalah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kesalahan yang
perlu dikoreksi, maka dari itu penulis mohon kritik dan saran yang siIatnya membangun agar
dalam penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanIaat bagi semua pihak pada masa sekarang
maupun di masa yang akan datang. Amien....



Makassar, 08 Mei 2011

Penulis








SEJAPAH PEM0IAJIAM 8AHASA IMDOMESIA
"SEJAPAH PEPIAMUSAM DI IMDOMESIA"


OLE:

FITRIA (F111 10 252)



SASTPA IMDOMESIA
FAIULTAS ILMU 8UDAYA
UMIVEPSITAS HASAMUDDIM MAIASSAP
Z0II

Anda mungkin juga menyukai