Anda di halaman 1dari 36

Dialog diatas terjadi antara saya dan salah satu kompetitor saya di International Conference of Young Scientists 2009,

Polandia, setelah saya selesai mempresentasikan penelitian fisika saya. Well, you guys might guess, presentasi fisika pasti serius, dan membosankan. Dan faktanya adalah : ya. Saya satu ruangan bersama Idelia Chandra salah satu rekan saya dalam ICYS 2009. Dan jujur saja, kami agak sedikit minder. Wajar saja, kompetitor lain dari berbagai negara maju USA,Germany,Netherlands- membawa tema penelitian yang bahkan baru pertama kali saya dengar. Mereka berjas, berdasi rapi,bermuka bule (hehe), dan membawa penelitian teknik-fisika murni yang luar biasa. Tapi ada yang dapat saya kritisi dari penampilan mereka : cara mereka melaksanakan presentasi. Datar. Dan, terkesan tidak menarik. Itu yang membuat saya dan Idelia yakin, bahwa 15-30 presentasi fisika kami dapat berjalan lancar. Yang membedakan peneliti Indonesia dan negara lain ketika itu adalah presentation style yang berbeda dengan yang lain. Herere some tips : A. Persiapan : Pembuatan Slides

ICYS 09 : Slides making 1 Pelajari materi presentasi. Ya, buku buku tebal yang merupakan bahan dasar materi akan kalian presentasikan WAJIB dibaca (Karya tulis, buku, thesis). Mulai dari hal yang terpenting, dan tidak penting. Pelajari materi secara mendetail, dan fokus. 2 Open your laptop dan buka application powerpoint. Dan yang terpenting, tutup semua page facebook-yahoo-twitter, fokuslah pada Power Point. Selanjutnya, tuliskan hal hal yang kalian anggap penting untuk di presentasikan, secara teratur, slide per slide. Mulai dari Introduction hingga ending. 3 Test and edit Part 1 Perhatikan waktu yang telah ditentukan. Nyalakan timer/stopwatch, dan berlatihlah presentasi (berbicara sendiri tanpa melihat timer). Setelah selesai, bandingkan waktu berbicara dengan batas waktu yang telah ditentukan. Jika kurang, maka coba tambahkan elemen-elemen pembicaraan yang dapat ditambah. Jika melampaui batas waktu, coba copy beberapa bagian slide yang dianggap kurang penting (BUKAN DIHAPUS!) ke file powerpoint baru. Kenapa slide jangan dihapus akan saya jelaskan setelah ini ;) 4 Tentukan design background! Presentator yang baik adalah presentator yang setidaknya memiliki sense of art / design, dan mengetahui penggunaan corel draw / photoshop, haha. Tentukan desain background yang menarik, dan alangkah lebih baik jika desain tersebut merupakan hasil olahan sendiri. Oh ya, jangan lupa hal terpenting : Pengaturan warna. Jika background terang, tulisan wajib gelap, vice versa. Sesuaikan tema background dengan materi presentasi, apakah elegant, fun, etc. Oh ya, salah satu kebiasaan saya dalam setiap desain slide saya adalah dengan menuliskan nama lengkap saya di pojok kanan bawah setiap slide, dengan diikuti posisi saya saat itu, contoh :

Guinandra Luthfan Jatikusumo ICYS 2009 Participant, INDONESIA Dengan demikian slide akan terlihat pribadi, dan terkesan sudah dipersiapkan sejak awal. 5 Konversi ke grafik dan gambar! HAPUS semua tulisan yang ada di slide, dan substitusi tulisan itu dengan gambar atau grafik yang dianggap dapat merepresentasikan tulisan tersebut. Nah lo, hehe. Itu sebabnya saya menyarankan untuk menguasai dasar-dasar teori dan konsep umum isi presentasi. Ingat, penonton tidak tertarik untuk membaca setiap slide tulisan anda yang kecil kecil itu. Mereka lebih cenderung menyukai tampilan slide yang penuh gambar dan menarik. Dan akan lebih menarik lagi jika anda menampilkan video, selain gambar. ;) 6 Test and edit Part 2 Lakukan langkah latihan presentasi seperti halnya langkah 3. Edit, edit dan edit, latihan, latihan dan latihan. Dan ingat, jangan menghapus slide yang dianggap tidak perlu, cukup di copy dan di paste di file powerpoint yang baru. Youll know the secret behind it later. ;) 7 Animasi Tambahkan animasi yang tidak terlalu norak dan heboh pada setiap slide. Tentukan animasi sesuai dengan kebutuhan. 8 Urutan presentasi Tentukan urutan format presentasi. Tapi, kali ini think outside the box! Pikirkan cara berbeda dalam menentukan urutan penyampaian presentasi. Jika biasanya penyampaian presentasi langsung menunjukkan Judul, serta nama presentator, kali ini lakukan hal yang berbeda, tampilkan sesuatu yang menarik perhatian sebelum menunjukkan judul presentasi dan identitas presentator. Example : Sebelum menjelaskan penelitian ilmiahnya tentang Brainwave Synchronizer, Idelia memainkan musik gamelan yang menenangkan pikiran. Saya memulai presentasi tentang Electrostatic Precipitator dengan lebih dahulu menyatakan bahwa saya adalah Mr. Do You Know. lol @aliciakosasih memulai presentasinya tentang pemanfaatan Saccharomyces sp. Dengan menunjukkan video efek polusi secara global. Lydia Limbri dan @cumichelle (pada awalnya berencana) memakan undur-undur secara hidup hidup. Hoek. Hahaha. Nah, intinya, kesimpulan dari presentasi harus berhubungan dengan introduction. Demikian tips mengenai persiapan slides presentation. Part Two insyaallah akan segera saya publish setelah saya melaksanakan kegiatan Latihan Kemasyarakatan Peduli Lingkungan (LKPL), mulai 3 hari kedepan.

Pembiayaan pendidikan dilihat dari manfaat tangible dan intangible Document Transcript

1. Pembiayaan Pendidikan Dilihat Dari Manfaat Tangible dan Intangible Makalah Pembiayaan PendidikanDjadja Achmad Sardjana (0907904@upi.ac.id ), Sekolah Pasca SarjanaUniversitas Pendidikan Indonesia, Program Studi Doktoral Non-Reguler Administrasi Pendidikan 2010 Makalah Pilihan Tugas Mata Kuliah Pembiayaan Pendidikan-AP704 | 1 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA JL. DR. SETIABUDHI NO. 229 BANDUNG 40154 JAWA BARAT - INDONESIA T : +62-22-2013161/4 F : +62-22-2013651 2. Daftar Isi1. Latar Belakang Masalah ............................................................................................................. ..................... 32. Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................................................. ................. 33. Landasan Teori .................................................................................................................. ................................ 44. Pembahasan Masalah ............................................................................................................. ......................... 85. Kesimpulan ........................................................................................................ ............................................... 126. Referensi ........................................................................................................... ................................................ 13 Makalah Pilihan Tugas Mata Kuliah Pembiayaan Pendidikan-AP704 | 2 3. 1 Latar Belakang Masalah OECD mendefinisikan daya saing sebagai tingkatan di mana suatu negara,dalam kondisi pasar yang bebas dan adil, dapat menghasilkan barang dan jasayang berhasil dalam pasar internasional, yang secara simultan juga mampumemelihara dan memperluas pendapatan riil masyarakatnya untuk periode jangkapanjang. Pernyataan dari Laura DAndrea Tyson, Ketua Council of EconomicAdvisors Amerika Serikat dalam kritiknya mengungkapkan bahwa daya saingmerupakan kemampuan menghasilkan barang dan jasa yang berhasil dalampersaingan internasional, dan dalam waktu bersamaan warga negara jugamenikmati suatu standar hidup yang meningkat dan berkelanjutan (sustainable).1 Mustahil kalau suatu negara ingin mempunyai daya saing yang tinggi kalautidak mempunyai sumber daya (resources) yang memadai. Dari sisi PembiayaanPendidikan Dilihat Dari Manfaat Tangible dan Intangible, hal tersebut dapatberupa sumber daya yang dapat dilihat (tangible) dan yang sumber daya yangtidak dapat dilihat (in-tangible). Sumber daya yang tangible, antara lain: sumberdaya pendukung atau sarana dan prasarana seperti kelas, laboratorium, gedungadministrasi, ruang rapat, ruang kerja guru/dosen dan karyawan, ruangperpustakaan, ruang perkuliahan, teknologi audio dan video, komputer daninternet dan dana. Sementara itu yang in-tangible adalah manusia (guru, dosen,tenaga kependidikan), IPR (intellectual property rights), hak monopoli, hakexclusive licenses, sistem/program pendidikan, kurikulum, organisasi dankepemimpinan, strong brands, serta kemampuan bekerjasama. Pada kondisiseperti ini, Pembiayaan Pendidikan akan menjadi lebih kompleks bila kitamemberikan pertimbangan yang matang terhadap Manfaat Tangible danIntangible-nya.2 Tujuan Penulisan Makalah Makalah ini disusun dengan maksud:a) Untuk mengetahui Pengertian Pembiayaan Pendidikan Dilihat Dari Manfaat Tangible dan Intangible.1 Laura Tyson. Whos Bashing Whom: Trade Conflict in High Technology Industries. Washington, D.C.: Institute for International Economics, 2001 Makalah Pilihan Tugas Mata Kuliah Pembiayaan Pendidikan-AP704 | 3 4. b) Untuk Mengetahui Tujuan Pembiayaan Pendidikan agar memberikan Manfaat Tangible dan Intangible.c) Untuk Mengetahui Perkembangan Pembiayaan Pendidikan Dilihat Dari Manfaat Tangible dan Intangible.3 Landasan Teori3.1 Pembiayaan Pendidikan Pembiayaan pendidikan merupakan suatu konsep yang seharusnya adadan tidak dapat dipahami tanpa mengkaji konsep-konsep yang mendasarinya.Ada anggapan bahwa pembicarakan pembiayaan pendidikan tidak lepas daripersoalan ekonomi pendidikan. Morphet (1970:85) Mengemukakan bahwapendidikan itu mempunyai peranan vital terhadap ekonomi dan negara modern.Dikemukakan hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa pendidikanmerupakan kontributor utama terhadap pertumbuhan ekonomi. Secara umumpembiayaan pendidikan adalah sebuah kompleksitas, yang didalamnya akanterdapat saling keterkaitan pada setiap komponen, yang memiliki rentang yangbersifat mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), yang meliputisumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanismepengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam penggunaannya, akutabilitashasilnya yang diukur dari perubahan-perubahan yang terjadi pada semua tataran,khususnya sekolah, dan permasalahan-

permasalahan yang masih terkait denganpembiayaan pendidikan.2 Menurut Adam Smith, Human Capital yang berupa kemampuan dankecakapan yang diperoleh melalui Pendidikan, belajar sendiri, belajar sambilbekerja memerlukan biaya yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan. Perolehanketrampilan dan kemampuan akan menghasilkan tingkat balik Rate of Return yangsangat tinggi terhadap penghasilan seseorang. Berdasarkan pendekatan HumanKapital ada hubungan Lenier antara Investment Pendidikan dengan HigherProductivity dan Higher Earning. Manusia sebagai modal dasar yang diInfestasikan akan menghasilkan manusia terdidik yang produktif danmeningkatnya penghasilan sebagai akibat dari kualitas kerja yang ditampilkan2 Morphet Edgar C. (1983) The Economist & Financing of Education (Fourth Edition). New Jersey: Prentice Hall Inc. Engelwood Cliffs. Makalah Pilihan Tugas Mata Kuliah Pembiayaan Pendidikan-AP704 | 4 5. oleh manusia terdidik tersebut,dengan demikian manusia yang memperolehpenghasilan lebih besar dia akan membayar pajak dalam jumlah yang besardengan demikian dengan sendirinya dapat meningkatkan pendapatan negara. Peningkatan ketrampilan yang dapat mengahasilkan tenaga kerja yangProduktivitasnya tinggi dapat dilakukan melalui Pendidikan yang dalampembiayaannya menggunakan efesiensi Internal dan Eksternal. Dalam upayamengembangkan suatu sistem pendidikan nasional yang berporos pada padapemerataan, relevansi, mutu, efisiensi, dan efektivitas dikaitkan dengan tujuan dancita-cita pendidikan kita, namun dalam kenyataannya perlu direnungkan, dikaji,dibahas, baik dari segi pemikira tioritis maupun pengamatan emperik. Untuk dapat tercapai tujuan pendidikan yang optimal, maka salah satunyahal paling penting adalah mengelola biaya dengan baik sesuai dengan kebutuhandana yang diperlukan. Administrasi pembiayaan minimal mencakup perencanaan,pelaksanaan, dan pengawasan. Penyaluran anggaran perlu dilakukan secarastrategis dan intergratif antara stakeholder agar mewujutkan kondisi ini, perludibangun rasa saling percaya, baik internal pemerintah maupun antara pemerintahdengan masyarakat dan masyarakat dengan masyarakat itu sendiri dapatditumbuhkan. Keterbukaan, partisipasi, akuntabilitas dalam penyelenggaraanpendidikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan menjadi kata-kata kunci untuk mewujutkan efektifitas pembiayaan pendidikan.3.2 Manfaat Pendidikan Secara Tangible dan Intangible Fitrah sebagai seorang manusia adalah menerima segala hal di mukabumi, termasuk juga yang namanya pendidikan yang pada hakikatnya semuamanusia mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pendidikan (education).Pendidikan harus membuat interelasi manusia sebagai subjek dalam duniabeserta isinya. Pendidikan secara esensial berfungsi untuk mempertemukanmanusia dengan jatidirinya kemanusiaannya dalam dunia pendidikan dalamhubungannya dengan dunia sesama manusia dan makhluk lain. Manusia adalahmakhluk yang tumbuh dan berkembang. Ia ingin mencapai kehidupan yangoptimal, kehidupan yang lebih baik secara optimal. Selama manusia berusahauntuk meningkatkan kehidupannya baik dalam meningkatkan dan Makalah Pilihan Tugas Mata Kuliah Pembiayaan Pendidikan-AP704 | 5 6. mengembangkan kepribadian serta kemampuan atau keterampilannya secarasadar atau tidak sadar maka selama itulah pendidikan terus berjalan. Makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara khusus dan luas.Dalam arti khusus pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orangdewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Jadi,pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang dewasa dalammembimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Setelahanak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka pendidikan dianggap selesai.Sedangkan dalam arti luas, merupakan usaha manusia untuk meningkatkankesejahteraan hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikanmerupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan sebagai hasil interaksiindividu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Berlangsung sepanjanghayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkunganmasyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk pengembangan manusia yangterbaik dan intelejen, untuk meningkatkan kesejahteraannya. Secara definitive pendidikan adalah media transformasi antar manusia satudengan manusia lain. Paolo Freire dalam bukunya Pedagogy of the Oppressedmendefinisikan pendidikan sebagai prasarana untuk memanusiakan manusia.Dalam klarifikasinya pendidikan terbagi menjadi 3 bagian, yaitu formal, nonformaldan informal. Secara harfiah sekolah beasal dari kata skhole, scholae atau sehola(bahasa yunani) yang artinya waktu

luang. Pada masa yunani kuno waktu luangyang ada setelah bekerja digunakan untuk mempelajari sesuatu kepada orangahli. Kebiasaan tersebut juga diberlakukan kepada putera-puteri mereka denganmennitipkan dalam waktu tertentu. Disana mereka bermain, berinteraksi danmempelajari apa yang dianggap perlu.3 Pertanyaan mendasar yang terkait dengan Manfaat Pendidikan diuraikanEdward J. Power pada bukunya Philosophy of Education: Studies inPhilosophies, Schooling, and Educational Policies sebagai berikut:43 Freire, Paulo. Pedagogy of the Oppressed. New York: Continuum, 2007,p184 Power, Philosophy of Education: Studies in Philosophies, Schooling, and Educational Policies, 1982, p200 Makalah Pilihan Tugas Mata Kuliah Pembiayaan Pendidikan-AP704 | 6 7. Tabel-1 Fundamental Educational Questions Who? Who is to be educated? The nature and capacity of human beings. Why should human beings be educated? A determination or definition Why? of educational purpose. What means should be used to achieve educational purpose? Building What? or organizing a content a curriculum for education. How should educational means be deployed to obtain superior How? leraning? The problem of method.Sumber: Power (1982: 200) Edward J. Power juga mengatakan bahwa manfaat pendidikan dapatdibedakan menjadi tujuh aspek, seperti yang diuraikan pada tabel di bawah ini:5Tabel-2 - A Summary of Educational Purposes Education should aim principally at forming and Education for strengthening the mental faculties, thus enabling persons to Discipline meet and master the exigencies of life when school days are over. Education should concern itself mainly with the teaching of Education for useful knowledge and skill, which are essential to life in Knowledge society. Using any means at its disposal, including discipline and Education for knowledge, education should seek to form morally Character responsible and socially sensitive human beings. Civility and utility are essential conditions for personal and Education for LIfe social decency and success. Educational should concern itself with the teaching of relevant competencies. Education should supply opportunity for personal growth. It Education for should always aspire the cultivating rather than arresting Growth growth. Education for Happiness is lifes ultimate objective, so education should5 Power, Philosophy of Education: Studies in Philosophies, Schooling, and Educational Policies, 1982, p250 Makalah Pilihan Tugas Mata Kuliah Pembiayaan PendidikanAP704 | 7 8. Personal Fullfilment contain the means to promote personal autonomy, an essential condition to happiness. Education should prepare persons to appreciate beauty in Education for all its various forms and supply standards for making Growth aesthetics judgements.Sumber: Power (1982: 250)4 Pembahasan Masalah Walaupun berbagai upaya Pembiayaan Pendidikan telah dilakukan, namunmasalah besar pendidikan di Indonesia dewasa ini masih terlihat di tiga hal yaitumasalah yang berkaitan dengan (a). peningkatan dan perluasan aksespendidikan, (b). peningkatan kualitas, relevansi dan rendahnya daya saingpendidikan, dan (c). Penguatan manajemen, akuntabilitas kinerja dan citrapublik.Beberapa strategi untuk mencapai kemampuan berkompetisi yang telahdibahas di makalah ini adalah (a). Meningkatkan program yang berkualitas danmempunyai relevansi dengan kebutuhan lapangan kerja (Enhanced ProgramExcellence and Relevance), (b). Meningkatkan efisiensi dan kualitas manajemen(Enhanced Efficiency and Quality Management), (c). Menjamin kelangsungantersedianya anggaran (Ensured Financial Viability), (d). Meningkatkan kerjasama(Strengthen Networking), dan (e). Memperluas pasar dari program dan produkyang dihasilkan (Increased Access to Market the Programs and Output). Kalau kita simak hasil laporan lembaga internasional mengenai masalahpendidikan, pembangunan manusia, dan daya saing Indonesia, maka kita patutprihatin. Indeks pendidikan kita berada di urutan 7, indeks pembangunan manusiaberada di urutan 6 dan indeks daya saing (competitiveness index) kita berada diranking 5 dari 10 negara ASEAN. Terlepas setuju atau tidak dengan ukuran yangdipakai, itulah penilaian lembaga internasional ternama seperti United NationsDevelopment Program (UNDP). Salah satu instrumen kebijakan yang dapatdipakai untuk memperbaiki tiga macam indeks pengukuran di atas adalah denganmemajukan pendidikan. Banyak ahli berpendapat bahwa variabel pendidikaninilah sebenarnya yang dapat dipakai sebagai pemicu (trigger) dalammenggerakkan pembangunan suatu bangsa. Instrumen kebijakan yang dapatditawarkan untuk memicu pembangunan pendidikan, dengan tanpa berangkat dari Makalah Pilihan Tugas Mata Kuliah Pembiayaan PendidikanAP704 | 8

9. nol, adalah dengan cara melakukan revitalisasi sumber daya pendidikan.Revitallisasi pendidikan untuk mencapai keunggulan kompetitif, memberi maknabahwa peran pendidikan itu diyakini sangat penting dan strategis, namun karenapengelolaan sumber dayanya tidak atau kurang baik, maka keunggulan kompetitifpendidikan di Indonesia menjadi rendah. Karena itu solusinya adalah bagaimanamelakukan revitalisasi sumber daya pendidikan tersebut agar kemampuankompetisi (competitiveness) menjadi tinggi.Untuk mengetahui sampai seberapabesar tingkat kompetisi pendidikan di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga ASEAN, maka berikut ini disajikan secara singkat beberapaindikator pembangunan sumber daya manusia (yang erat kaitannya dengankualitas pendidikan) dan pembangunan di sektor pendidikan sebagai berikut:4.1 Pembangunan SDM dan Pendidikan di Indonesia Ada tiga sumber data yang dipakai untuk menjelaskan kemajuanpembangunan manusia dan di sektor pendidikan, yaitu data yang bersumber dariUnited Nations Development Program (UNDP, 2004) yang membandingkankemajuan pendidikan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya; data evaluasipendidikan Indonesia dari BPS, Bappenas, UNDP (2004), dan data dari ProgramPembangunan Nasional (Propenas) Departemen Pendidikan.4.1.1 Human Development Index (HDI): Human Development Index (HDI) adalah parameter yang menunjukkantingkatan kualitas sumber daya manusia yang cara perhitungannya bukan sajamenggunakan variabel pendidikan, tetapi juga variabel ekonomi dan kesehatan.Data di bidang pendidikan yang digunakan juga sebagian saja dari sekian banyakdata pendidikan yang tersedia. Data pendidikan yang digunakan untukmenghitung HDI adalah data melek huruf orang dewasa (usia >15 th) dan dataGross enrolment ratio (Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Lanjutan Pertama danAtas, dan Perguruan Tinggi). Begitu juga variabel kesehatan, hanya dipakai datausia harapan hidup (life expectancy); sedangkan untuk variabel ekonomi, datanyahanya diambil angka Gross Domestik Product (GDP) per kapita. Kemudian daritiga variabel tersebut dihitung HDI. Untuk tahun 2002, HDI Indonesia adalah Makalah Pilihan Tugas Mata Kuliah Pembiayaan Pendidikan-AP704 | 9 10. 0,692. Walaupun angka HDI ini kelihatan rendah (dibandingkan dengan ASEAN),namun untuk setiap tahunnya angka HDI Indonesia mengalami kenaikan yangmeyakinkan. Kalau data Human Development Index (HDI) Indonesia dibandingkandengan negara-negara ASEAN, maka Indonesia menempati urutan (ranking)keenam setelah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand dan Filipina.Walaupun ukuran yang ditetapkan oleh UNDP ini memperoleh banyak kritik dariberbagai pihak, namun karena kurang atau tidak ada lembaga lain yangmelakukan pengukuran HDI, maka hasil HDI yang dihasilkan oleh UNDP inibanyak dipergunakan oleh para ahli, baik para ahli Indonesia maupun ahli asing.Juga angka HDI karya UNDP ini justru banyak dipakai sebagai landasan membuatkeputusan untuk menjelaskan dan membanding kemajuan pembangunan,khususnya pembangunan sumber daya manusia, dari suatu negara. Walaupun variabel yang dipakai untuk mengukur Human DevelopmentIndex (HDI) ini banyak memperoleh kritikan, namun hasil akhir dari angka-angkaHDI di negara-negara ASEAN adalah cukup realistik. Penempatan angka HDIuntuk Indonesia di urutan 6 adalah logis karena kemajuan Indonesiadibandingkan dengan enam negara lainnya memang di sekitar enam tersebut,setelah Brunei Darussalam, Singapore, Malaysia dan Thailand.Juga walaupunangka HDI Indonesia berada di urutan ke-6 di ASEAN, namun kalau dilihat dariperkembangannya sejak tahun 1975 adalah mengalami kenaikan yang signifikan.Kalau tahun 1975 angka HDI sebesar 0,47, maka pada tahun 2002, angka HDIIndonesia sebesar 6,9% per tahun.4.1.2 Indeks Pendidikan: Data yang dipakai untuk mengukur indeks pendidikan juga terbatas padadata melek huruf dan gross enrolment ratio dari Sekolah Dasar, SekolahMenengah dan Perguruan Tinggi (SD, SM dan PT). Terlepas dari setuju atau tidakdengan cara yang dipakai oleh UNDP tersebut, terlihat bahwa indeks pendidikanIndonesia berada di bawah Vietnam, yaitu di urutan 7, sementara Vietnam beradadi urutan 6. Makalah Pilihan Tugas Mata Kuliah Pembiayaan Pendidikan-AP704 | 10 11. 4.2 Masalah Besar Pendidikan Indonesia yang Harus Direspon: Masalah besar pendidikan di Indonesia seperti dituliskan di atas adalahbagaimana (a). Meningkatkan pemerataan dan akses terhadap pendidikan, (b).Meningkatkan kualitas, relevansi dan daya saing pendidikan dan (c).Meningkatkan tata kelola, akuntabilitas kinerja, dan citra publik terhadappenyelenggaraan pendidikan ke arah yang lebih baik.Ketimpangan pemerataanpendidikan bukan saja terjadi di antar wilayah Indonesia kawasan barat dan timur,atau di Jawa dan luar Jawa, tetapi juga terjadi di kawasan perkotaan danpedesaan.

Ketimpangan pemerataan juga terjadi di antar tingkat pendapatanpenduduk dan bahkan juga terjadi di antar gender. Sedangkan kualitas pendidikandi Indonesia dinilai masih memprihatinkan. Menurut dokumen Propenas tahun2000-2004, dituliskan bahwa berdasarkan hasil studi International EducationAchievement diketahui bahwa kemampuan membaca murid Sekolah DasarIndonesia berada di urutan ke-38 dari 39 negara yang diteliti. Sementara itukemampuan Matematika murid Sekolah Lanjutan Menengah Pertama (SLTP)berada di urutan ke-39 dari 42 negara yang diteliti, dan untuk kemampuan IlmuPengetahuan Alam, murid SLTP di Indonesia berada di urutan 40 dari 42 negarayang diteliti. Sementara itu lemahnya manajemen pendidikan lebih banyakdisebabkan oleh kebijakan bidang pendidikan masa lalu dimana manajemenpendidikan nasional secara keseluruhan masih banyak yang bersifat sentralistik,sehingga kurang mendorong terjadinya demokratisasi dan sentralisasipenyelenggaraan pendidikan. Kebijakan yang cenderung sentralistik ini jugamenciptakan adanya kebijakan yang seragam untuk seluruh Indonesia, padahalkebijakan yang demikian hampir dapat dipastikan tidak dapat mengakomodasiperbedaan keragaman dan kepentingan di daerah, di sekolah, dan bahkan dimasing-masing peserta didik. Kebijakan yang sentralistik juga cenderung dapatmematikan partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan serta mendorongterjadinya pemborosan dan ketidak-efisienan pengelolaan sumber dayapendidikan.Bahkan laporan dari World Competitiveness Yearbook menempatkankemampuan pendidikan di Indonesia untuk berkompetisi terus menurun. Padatahun 1977 saat awal masa krisis ekonomi, urutan atau ranking pendidikan diIndonesia berada di urutan 39 kemudian pada tahun 1999 urutan tersebutmenurun menjadi urutan 46 dari 47 negara. Pada tahun 2002 ranking kemampuan Makalah Pilihan Tugas Mata Kuliah Pembiayaan Pendidikan-AP704 | 11 12. berkompetisi dari pendidikan di Indonesia menurun lagi ke urutan 47 dari 49negara yang ada di daftar buku tersebut (Hamid, 2003). Untuk mengatasipermasalahan pendidikan nasional seperti yang diuraikan di atas, masing-masingpenyelenggara pendidikan dituntut untuk melakukan upayaupaya pengelolaansumber daya pendidikan secara efektif dan efisien. Maksudnya agar lembagapendidikan tersebut mampu bertahan dan berkembang ke arah yang lebih majudan seterusnya mampu bertahan dan bersaing dengan penyelenggara pendidikanyang lain yang jumlahnya yang semakin banyak dan mutunya yang semakin baik.4.3 Upaya yang Telah dan Akan Dilakukan: Berbagai upaya memang telah dilakukan untuk membangun manusiaIndonesia dan membangun sektor pendidikan di Indonesia. Bahkan amanatUndang-Undang Dasar 1945 Bab XIII Pasal 31 tentang Pendidikan, menjelaskanbahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistempengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Selanjutnya dalamUndang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989, Bab VIII Pasal33 tentang Sumber Daya Pendidikan dituliskan bahwa pengadaan danpendayagunaan sumber daya pendidikan (termasuk Pembiayaan Pendidikan)dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat dan/atau keluarga pesertadidik.Pemerintah kini terus meningkatkan pembangunan pendidikan di Indonesia.Prioritas pertama yang dikerjakan adalah menetapkan dan melaksanakanUndang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Karena itulah pemerintah terusberupaya meningkatkan anggaran pendidikan dan memperbaiki sistem pendidikanuntuk : (a). Meningkatkan pemerataan dan akses terhadap pendidikan, (b).Meningkatkan kualitas, relevansi dan daya saing pendidikan dan (c).Meningkatkan tata kelola, akuntabilitas kinerja, dan citra publik terhadappenyelenggaraan pendidikan ke arah yang lebih baik.5 Kesimpulan Pendidikan adalah sebuah proses membutuhkan waktu yang panjang.Yaitu pendidikan sepanjang hayat berlangsung mulai pendidikan dalam keluargasekolah formal sampai pendidikan di masyarakat. Pendidikan tersebut bersifat Makalah Pilihan Tugas Mata Kuliah Pembiayaan PendidikanAP704 | 12 13. dinamis dan senantiasa sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuanteknologi dan kemajuan jaman. Manfaat Pendidikan sebenarnya sebagai mediadan pembebasan dari yang semula tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisamenjadi bisa sehingga masyarakat tidak terbelenggu pada paradigma yangdogmatis. Setiap diri manusia memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan tanpamengenal ruang dan waktu, tanpa mengenal usia dan tanpa dibatasi olehbangunan gedung sekolah yang megah yang memisahkan antara si kaya dan simiskin walaupun itu memebutuhkan Pembiayaan Pendidkan yang cukup besar.Falsafah Pendidikan yang memanusiakan manusia (humanize the human being)harus tetap menjadi

pandangan hidup dalam dunia pendidikan sehingga akantercipta pendidikan yang bebas secara politik, sejahtera secara ekonomi, adilsecara hukum dan partisipatif secara budaya.6 Referensi [1] Laura Tyson. Whos Bashing Whom: Trade Conflict in High Technology Industries. Washington, D.C.: Institute for International Economics,2001 [2] Morphet Edgar C. (1983) The Economist & Financing of Education (Fourth Edition). New Jersey: Prentice Hall Inc. Engelwood Cliffs. [3] Freire, Paulo. Pedagogy of the Oppressed. New York: Continuum, 2007 [4] Power, Philosophy of Education: Studies in Philosophies, Schooling, and Educational Policies, 1982 [5] United Nations Development Program (UNDP), Annual Data , 2004 [6] Prof Satryo S. Brodjonegoro, Higher Education Reform in Indonesia, 2004 Makalah Pilihan Tugas Mata Kuliah Pembiayaan Pendidikan-AP704 | 13

Pp 17 tahun 2010 Document Transcript

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (4), Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (4), Pasal 20 ayat (4), Pasal 21 ayat (7), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (7), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (6), Pasal 31 ayat (4), Pasal 32 ayat (3), Pasal 41 ayat (4), Pasal 42 ayat (3), Pasal 43 ayat (3), Pasal 50 ayat (7), Pasal 51 ayat (3), Pasal 52 ayat (2), Pasal 54 ayat (3), Pasal 55 ayat (5), Pasal 56 ayat (4), Pasal 62 ayat (4), Pasal 65 ayat (5), dan Pasal 66 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN. BAB I . . . www.djpp.depkumham.go.id -2- BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. 2. Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. 3. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 4. Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat TK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. 5. Raudhatul . . . www.djpp.depkumham.go.id -3- 5. Raudhatul Athfal, yang selanjutnya disingkat RA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. 6. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. 7. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat. 8. Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada

jenjang pendidikan dasar. 9. Madrasah Ibtidaiyah, yang selanjutnya disingkat MI, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar. 10. Sekolah . . . www.djpp.depkumham.go.id -4- 10. Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI. 11. Madrasah Tsanawiyah, yang selanjutnya disingkat MTs, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI. 12. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat. 13. Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP atau MTs. 14. Madrasah Aliyah, yang selanjutnya disingkat MA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. 15. Sekolah . . . www.djpp.depkumham.go.id -5- 15. Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. 16. Madrasah Aliyah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat MAK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. 17. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang dapat berupa program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. 18. Politeknik adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. 19. Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. 20. Institut adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. 21. Universitas . . . www.djpp.depkumham.go.id -6- 21. Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. 22. Program studi adalah unsur pelaksana akademik yang menyelenggarakan dan mengelola jenis pendidikan akademik, vokasi, atau profesi dalam sebagian atau satu bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga tertentu. 23. Jurusan atau nama lain yang sejenis adalah himpunan sumber daya pendukung program studi dalam satu rumpun disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga. 24. Fakultas atau nama lain yang sejenis adalah himpunan sumber daya pendukung, yang dapat dikelompokkan menurut jurusan, yang menyelenggarakan dan mengelola pendidikan akademik, vokasi, atau profesi dalam satu rumpun disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga. 25. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. 26. Standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang

harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan. 27. Kurikulum . . . www.djpp.depkumham.go.id -7- 27. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. 28. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan pada perguruan tinggi dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 29. Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi. 30. Sivitas akademika adalah komunitas dosen dan mahasiswa pada perguruan tinggi. 31. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. 32. Kelompok belajar adalah satuan pendidikan nonformal yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang saling membelajarkan pengalaman dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya. 33. Pusat kegiatan belajar masyarakat adalah satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat atas dasar prakarsa dari, oleh, dan untuk masyarakat. 34. Pendidikan berbasis keunggulan lokal adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah. 35. Pendidikan . . . www.djpp.depkumham.go.id -8- 35. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. 36. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 37. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain. 38. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. 39. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. 40. Organisasi profesi adalah kumpulan anggota masyarakat yang memiliki keahlian tertentu yang berbadan hukum dan bersifat nonkomersial. 41. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan. 42. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. 43. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional. 44. Pemerintah . . . www.djpp.depkumham.go.id -9- 44. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 45. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota. 46. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional. BAB II PENGELOLAAN PENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum Pasal 2 Pengelolaan pendidikan dilakukan oleh: a. Pemerintah; b. pemerintah provinsi; c. pemerintah kabupaten/kota; d. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; dan e. satuan atau program pendidikan. Pasal 3 Pengelolaan pendidikan ditujukan untuk menjamin: a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang mencukupi, merata, dan terjangkau; b. mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat; dan c. efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan. Pasal 4 . . . www.djpp.depkumham.go.id - 10 - Pasal 4 Pengelolaan pendidikan didasarkan pada kebijakan nasional bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Pasal 5 Menteri bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional serta merumuskan dan/atau menetapkan kebijakan nasional pendidikan. Pasal 6 (1) Kebijakan nasional pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang; b. rencana pembangunan jangka menengah; c. rencana strategis pendidikan nasional; d. rencana kerja Pemerintah; e. rencana kerja dan anggaran tahunan; dan f. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan. (2) Kebijakan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pelaksanaan strategi pembangunan nasional yang meliputi: a. pelaksanaan pendidikan agama

serta akhlak mulia; b. pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; c. proses . . . www.djpp.depkumham.go.id - 11 - c. proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; d. evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; e. peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; f. penyediaan sarana belajar yang mendidik; g. pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; h. penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; i. pelaksanaan wajib belajar; j. pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; k. pemberdayaan peran masyarakat; l. pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan m. pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. (3) Kebijakan nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi: a. Kementerian; b. Kementerian Agama; c. kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan satuan pendidikan; d. pemerintah provinsi; e. pemerintah kabupaten/kota; f. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat; g. satuan atau program pendidikan; h. dewan . . . www.djpp.depkumham.go.id - 12 - h. dewan pendidikan; i. komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis; j. peserta didik; k. orang tua/wali peserta didik; l. pendidik dan tenaga kependidikan; m. masyarakat; dan n. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di Indonesia. (4) Pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel. (5) Pengalokasian anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikonsolidasikan oleh Menteri. Pasal 7 Pemerintah mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan secara nasional. Pasal 8 (1) Menteri menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat nasional. (2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. (3) Dalam . . . www.djpp.depkumham.go.id - 13 - (3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Pasal 9 (1) Menteri menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat nasional yang meliputi: a. antarprovinsi; b. antarkabupaten; c. antarkota; d. antara kabupaten dan kota; dan e. antara laki-laki dan perempuan. (2) Menteri menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus. Pasal 10 (1) Menteri menetapkan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan masing-masing untuk: a. pemerintah daerah; atau b. satuan atau program pendidikan. (3) Standar . . . www.djpp.depkumham.go.id - 14 - (3) Standar pelayanan minimal bidang pendidikan untuk pemerintah daerah merupakan syarat awal yang harus dipenuhi untuk: a. mencapai target tingkat partisipasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 secara bertahap; dan b. menyelenggarakan atau memfasilitasi penyelenggaraan satuan pendidikan sesuai Standar Nasional Pendidikan secara bertahap. (4) Standar pelayanan minimal bidang pendidikan untuk satuan pendidikan ditetapkan sebagai syarat awal yang harus dipenuhi dalam mencapai Standar Nasional Pendidikan secara bertahap dengan menerapkan otonomi satuan pendidikan atau manajemen berbasis sekolah/madrasah. Pasal 11 Menteri menetapkan Standar Nasional Pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 (1) Pemerintah melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan nasional pendidikan dan Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. (3) Akreditasi . . . www.djpp.depkumham.go.id - 15 - (3) Akreditasi dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diselenggarakan dan/atau difasilitasi oleh Pemerintah atau masyarakat didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan. Pasal 13 (1) Pemerintah

mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah memfasilitasi perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional. (3) Pemerintah memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Pemerintah memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 14 (1) Pemerintah melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk . . . www.djpp.depkumham.go.id - 16 - (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang: a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Pemerintah memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 15 Menteri menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi: a. Kementerian; b. Kementerian Agama; c. kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan program dan/atau satuan pendidikan; d. pemerintah provinsi; e. pemerintah kabupaten/kota; f. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat; dan g. satuan . . . www.djpp.depkumham.go.id - 17 - g. satuan atau program pendidikan. Pasal 16 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional, Kementerian mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan nasional berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh jejaring informasi nasional yang terhubung dengan sistem informasi pendidikan di kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan pendidikan, sistem informasi pendidikan di semua provinsi, dan sistem informasi pendidikan di semua kabupaten/kota. (3) Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan. Bagian Ketiga Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi Pasal 17 Gubernur bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di daerahnya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya. Pasal 18 . . . www.djpp.depkumham.go.id - 18 - Pasal 18 (1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang provinsi; b. rencana pembangunan jangka menengah provinsi; c. rencana strategis pendidikan provinsi; d. rencana kerja pemerintah provinsi; e. rencana kerja dan anggaran tahunan provinsi; f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan g. peraturan gubernur di bidang pendidikan. (3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi: a. semua jajaran pemerintah provinsi; b. pemerintah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; c. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di provinsi yang bersangkutan; d. satuan atau program pendidikan di provinsi yang bersangkutan; e. dewan pendidikan di provinsi yang bersangkutan; f. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di provinsi yang bersangkutan; g. peserta didik di provinsi yang bersangkutan; h. orang . . . www.djpp.depkumham.go.id - 19 - h. orang tua/wali peserta didik di provinsi yang bersangkutan; i. pendidik dan tenaga kependidikan di provinsi yang bersangkutan; j. masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan k. pihak lain yang terkait

dengan pendidikan di provinsi yang bersangkutan. (4) Pemerintah provinsi mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di provinsi yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Pasal 19 Pemerintah provinsi mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di provinsi yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. Pasal 20 (1) Gubernur menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat provinsi. (2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. (3) Dalam . . . www.djpp.depkumham.go.id - 20 - (3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Pasal 21 (1) Gubernur menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat provinsi yang meliputi: a. antarkabupaten; b. antarkota; c. antara kabupaten dan kota; dan d. antara laki-laki dan perempuan. (2) Gubernur menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus. Pasal 22 Gubernur melaksanakan dan mengoordinasikan pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 23 (1) Pemerintah provinsi melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan nasional pendidikan dan Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam . . . www.djpp.depkumham.go.id - 21 - (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi berkoordinasi dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. (3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi mengoordinasikan dan memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. Pasal 24 (1) Pemerintah provinsi menyelenggarakan, mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Pemerintah provinsi menyelenggarakan, mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dirintis dan dikembangkan menjadi bertaraf internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Pemerintah provinsi memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Pemerintah . . . www.djpp.depkumham.go.id - 22 - (4) Pemerintah provinsi memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 25 (1) Pemerintah provinsi melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah provinsi menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang: a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Pemerintah provinsi memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 26 . . . www.djpp.depkumham.go.id - 23 - Pasal 26 Gubernur menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi: a. semua jajaran pemerintah provinsi; b.

pemerintah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; c. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di provinsi yang bersangkutan; d. satuan atau program pendidikan di provinsi yang bersangkutan; e. dewan pendidikan di provinsi yang bersangkutan; f. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di provinsi yang bersangkutan; g. peserta didik di provinsi yang bersangkutan; h. orang tua/wali peserta didik di provinsi yang bersangkutan; i. pendidik dan tenaga kependidikan di provinsi yang bersangkutan; j. masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan k. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di provinsi yang bersangkutan. Pasal 27 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional di daerah, pemerintah provinsi mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan provinsi berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. (3) Sistem . . . www.djpp.depkumham.go.id - 24 - (3) Sistem informasi pendidikan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan sesuai kewenangan pemerintah provinsi. Bagian Keempat Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Pasal 28 Bupati/walikota bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di daerahnya dan merumuskan serta menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya. Pasal 29 (1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 17, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang kabupaten/kota; b. rencana pembangunan jangka menengah kabupaten/kota; c. rencana strategis pendidikan kabupaten/kota; d. rencana kerja pemerintah kabupaten/kota; e. rencana kerja dan anggaran tahunan kabupaten/kota; f. peraturan . . . www.djpp.depkumham.go.id - 25 - f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan g. peraturan bupati/walikota di bidang pendidikan. (3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi: a. semua jajaran pemerintah kabupaten/kota; b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; c. satuan atau program pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; d. dewan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; e. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di kabupaten/kota yang bersangkutan; f. peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan; g. orang tua/wali peserta didik di kabupaten/ kota yang bersangkutan; h. pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; i. masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; dan j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan. (4) Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di kabupaten/kota yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Pasal 30 . . . www.djpp.depkumham.go.id - 26 - Pasal 30 Pemerintah kabupaten/kota mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. Pasal 31 (1) Bupati/walikota menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat kabupaten/kota. (2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. (3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Pasal 32 (1) Bupati/walikota menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat kabupaten/kota yang meliputi: a. antarkecamatan atau sebutan lain yang sejenis; b. antardesa/kelurahan atau sebutan lain yang sejenis; dan c. antara laki-laki dan perempuan. (2) Bupati . . . www.djpp.depkumham.go.id - 27 - (2) Bupati/walikota menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang

tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus. Pasal 33 Bupati/walikota melaksanakan dan mengoordinasikan pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 34 (1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan nasional pendidikan, kebijakan provinsi bidang pendidikan, dan Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota berkoordinasi dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. (3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. Pasal 35 . . . www.djpp.depkumham.go.id - 28 - Pasal 35 (1) Pemerintah kabupaten/kota mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal. (3) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 36 (1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik di daerahnya yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk . . . www.djpp.depkumham.go.id - 29 - (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang: a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Pemerintah kabupaten/kota memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota. Pasal 37 Bupati/walikota menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi: a. semua jajaran pemerintah kabupaten/kota; b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; c. satuan atau program pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; d. dewan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; e. komite . . . www.djpp.depkumham.go.id - 30 - e. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di kabupaten/kota yang bersangkutan; f. peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan; g. orang tua/wali peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan; h. pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten/ kota yang bersangkutan; i. masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; dan j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan. Pasal 38 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional di daerah, pemerintah kabupaten/kota mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan kabupaten/kota berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. (3) Sistem informasi pendidikan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan sesuai kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Bagian Kelima . . . www.djpp.depkumham.go.id

- 31 - Bagian Kelima Pengelolaan Pendidikan oleh Penyelenggara Satuan Pendidikan yang didirikan Masyarakat Pasal 39 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan pada tingkat penyelenggara satuan. Pasal 40 (1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, dan Pasal 28, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam peraturan penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat. (3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi: a. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat yang bersangkutan; b. satuan atau program pendidikan yang terkait; c. lembaga representasi pemangku kepentingan satuan atau program pendidikan yang terkait; d. peserta didik di satuan atau program pendidikan yang terkait; e. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang terkait; f. pendidik . . . www.djpp.depkumham.go.id - 32 - f. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan yang terkait; dan g. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang terkait. (4) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional pada tingkat satuan atau program pendidikan yang terkait dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel. Pasal 41 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan satuan atau program pendidikan yang terkait sesuai dengan kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 42 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan, bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, atau peserta didik di daerah khusus. Pasal 43 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menjamin pelaksanaan standar pelayanan minimal pendidikan pada satuan atau program pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 44 . . . www.djpp.depkumham.go.id - 33 - Pasal 44 (1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di satuan atau program pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menyelenggarakan satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan/atau pendidikan menengah bekerja sama dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. (3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. Pasal 45 (1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi, membina, dan melindungi satuan atau program pendidikan yang bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyelenggara . . . www.djpp.depkumham.go.id - 34 - (2) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan satuan atau program pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan atau program pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal. (3) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi akreditasi internasional satuan atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi sertifikasi internasional pada satuan atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 46 (1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi

kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur kompetisi di satuan atau program pendidikan dalam bidang: a. ilmu . . . www.djpp.depkumham.go.id - 35 - a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat. Pasal 47 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi: a. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat yang bersangkutan; b. satuan dan/atau program pendidikan; c. lembaga representasi pemangku kepentingan pendidikan pada satuan dan/atau program pendidikan; d. peserta didik satuan dan/atau program pendidikan; e. orang tua/wali peserta didik di satuan dan/atau program pendidikan; f. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan dan/atau program pendidikan; dan g. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan. Pasal 48 . . . www.djpp.depkumham.go.id - 36 - Pasal 48 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional di satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. (3) Sistem informasi pendidikan penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan dan/atau program pendidikan. Bagian Keenam Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan atau Program Pendidikan Pasal 49 (1) Pengelolaan satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. (2) Pengelolaan . . . www.djpp.depkumham.go.id - 37 - (2) Pengelolaan satuan atau program pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan. Pasal 50 Satuan atau program pendidikan wajib bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di satuan atau program pendidikannya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan sesuai dengan kewenangannya. Pasal 51 (1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah dituangkan dalam: a. rencana kerja tahunan satuan pendidikan; b. anggaran pendapatan dan belanja tahunan satuan pendidikan; dan c. peraturan satuan atau program pendidikan. (3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh perguruan tinggi dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang perguruan tinggi; b. rencana strategis perguruan tinggi; c. rencana kerja tahunan perguruan tinggi; d. anggaran . . . www.djpp.depkumham.go.id - 38 - d. anggaran pendapatan dan belanja tahunan perguruan tinggi; e. peraturan pemimpin perguruan tinggi; dan f. peraturan pimpinan perguruan tinggi lain. (4) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengikat bagi: a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; b. lembaga representasi pemangku kepentingan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; c. peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; d. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; dan f.

pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan. (5) Kebijakan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penjabaran dan selaras dengan: a. kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; b. kebijakan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; c. kebijakan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan d. kebijakan . . . www.djpp.depkumham.go.id - 39 - d. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39. (6) Kebijakan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penjabaran dan selaras dengan: a. kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan b. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39. (7) Satuan atau program pendidikan mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel. Pasal 52 Satuan atau program pendidikan mengelola pendidikan sesuai dengan kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 53 Satuan atau program pendidikan sesuai dengan kewenangannya wajib menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus. Pasal 54 . . . www.djpp.depkumham.go.id - 40 - Pasal 54 Satuan atau program pendidikan wajib menjamin terpenuhinya standar pelayanan minimal bidang pendidikan. Pasal 55 (1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, atau pendidikan menengah bekerja sama dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. (3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengikuti: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. Pasal 56 (1) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat merintis dirinya untuk dikembangkan menjadi satuan atau program pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal. (2) Satuan . . . www.djpp.depkumham.go.id - 41 - (2) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat mengikuti akreditasi dan/atau sertifikasi internasional satuan atau program pendidikan. Pasal 57 (1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satuan dan/atau program pendidikan melakukan secara teratur kompetisi di satuan atau program pendidikan dalam bidang: a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Satuan atau program pendidikan memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan satuan atau program pendidikan. Pasal 58 . . . www.djpp.depkumham.go.id - 42 - Pasal 58 Satuan atau program pendidikan wajib menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat: a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; b. lembaga representasi pemangku kepentingan pendidikan pada satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; c. peserta didik satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; d. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan

yang bersangkutan; dan f. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan. Pasal 59 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan, satuan dan/atau program pendidikan mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan satuan atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. (3) Sistem informasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. BAB III . . . www.djpp.depkumham.go.id - 43 - BAB III PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN FORMAL Bagian Kesatu Umum Pasal 60 Penyelenggaraan pendidikan formal meliputi: a. pendidikan anak usia dini; b. pendidikan dasar; c. pendidikan menengah; dan d. pendidikan tinggi. Bagian Kedua Pendidikan Anak Usia Dini Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 61 (1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. (2) Pendidikan anak usia dini bertujuan: a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab; dan b. mengembangkan . . . www.djpp.depkumham.go.id - 44 - b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan. Paragraf 2 Bentuk dan Jenis Satuan Pendidikan Pasal 62 (1) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat. (2) TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki program pembelajaran 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun. (3) TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan menyatu dengan SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat. Paragraf 3 Penerimaan Peserta Didik Pasal 63 Peserta didik TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. Pasal 64 (1) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. (2) Penerimaan . . . www.djpp.depkumham.go.id - 45 - (2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi satuan pendidikan yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu. (3) Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan. Pasal 65 (1) Satuan pendidikan anak usia dini dapat menerima peserta didik pindahan dari satuan pendidikan anak usia dini lain. (2) Syarat-syarat dan tatacara penerimaan peserta didik pindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. Paragraf 4 Program Pembelajaran Pasal 66 (1) Program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang sederajat dikembangkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat. (2) Program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang sederajat dilaksanakan dalam konteks bermain yang dapat dikelompokan menjadi: a. bermain dalam rangka pembelajaran agama dan akhlak mulia; b. bermain dalam rangka pembelajaran sosial dan kepribadian; c. bermain . . . www.djpp.depkumham.go.id - 46 - c. bermain dalam rangka pembelajaran orientasi dan pengenalan pengetahuan dan teknologi; d. bermain dalam rangka pembelajaran estetika; dan e. bermain dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

PEDOMAN PERTANYAAN SEKSI PROMKES TOLOK UKUR UTAMA PENILAIAN LOMBA PUSKESMAS BERPRESTASI

Jumlah posyandu yang ada ? Strata posyandu Purnama ada berapa?

- Jumlah desa di wilayah puskesmas berapa ? -

Jumlah desa yang punya SK FKD ( Forum Kesehatan Desa ) ada berapa..? Jumlah bidan di desa ada berapa ? Jumlah desa siaga yang dibina setelah dibentuk FKD ada berapa ? Jumlah Kader Desa Siaga / yang dilatih tentang desa Siaga?

3.

Jumlah Sekolah SD/MI yang dilakukan pemeriksaan Kesehatan Khusus Kelas 1 (Satu) / Penjaringan Kesehatan?

4.

- Jumlah Sekolah SD/MI yang melaksanakan pemeriksaan kesehatan khusus kelas 2-6? - Jumlah TK/RA, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK yang dilakukan pemeriksaan kesehatan khusus kelas 1 (satu)?

5.

Jumlah Penyuluhan Narkoba ke SMP/MTs dan SMA/MA/SMK?

6.

Jumlah Penyuluhan dengan tema umum ke sekolah TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/ SMK/MA.?

7.

Jumlah penyuluhan yang dilakuan petugas Puskesmas ke Masyarakat..? Target ( Jumlah Posyandu yg ada x 3 )

8.

Jumlah desa yang telah dilakukan pendataan PHBS dengan cakupan per desanya
55 % ( KK yg disurvei / jumlah KK desa )

9.

Jumlah keseluruhan KK yang disurvei PHBS dibagi jumlah KK sewilayah kerja puskesmas.

Kasie Promkes & PM

H. Saefudin, SKM NIP. 19620929 198603 1 012

Program Keluarga Harapan ( PKH )

Program Keluarga Harapan (PKH)


Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memenuhi kriteria tertentu, dan sebagai syarat atau imbalannya, RTSM penerima program harus dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yaitu pendidikan dan kesehatan anggota keluarganya. PKH bukan pengganti atau kelanjutan dari BLT/SLT, dan bukan salah satu unit kegiatan dari PNPM TUJUAN UTAMA Mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs). TUJUAN KHUSUS

Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM; Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM; Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM; Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi RTSM.

KETENTUAN PENERIMA BANTUAN Penerima bantuan PKH adalah RTSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas. Bantuan tunai hanya akan diberikan kepada RTSM yang telah terpilih sebagai peserta PKH dan mengikuti ketentuan yang diatur dalam program. Bantuan harus diterima oleh ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (dapat nenek, tante/bibi, atau kakak perempuan). Untuk itu, pada kartu kepesertaan PKH akan tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah tangga. SYARAT/KEWAJIBAN PENERIMA BANTUAN

Calon penerima terpilih harus menandatangani persetujuan selama mereka menerima bantuan, mereka akan : 1. Menyekolahkan anak 7-15 tahun serta anak usia 16-18 tahun namum belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar. 2. Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi anak. 3. Untuk ibu hamil, harus memeriksakan kesehatan diri dan janinnya ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi ibu hamil. SYARAT BANTUAN KESEHATAN Sasaran Ibu Hamil Persyaratan (kewajiban peserta) Melakukan pemeriksaan kehamilan (antenatal care) sebanyak minimal 4 kali (K1 di trimester 1, K2 di trimester 2, K3 dan K4 di trimester 3) selama masa kehamilan. Proses kelahiran bayi harus ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih Ibu yang telah melahirkan harus melakukan pemeriksaan atau diperiksa kesehatannya setidaknya 2 kali sebelum bayi mencapai usia 28 hari 0-11 Anak berusia di bawah 1 tahun harus diimunisasi lengkap dan ditimbang secara rutin setiap bulan. 6-11 Mendapat suplemen tablet vitamin A 1-5 Dimonitor tumbuh kembang dengan penimbangan secara rutin setiap 1 bulan; melakukan

Ibu Melahirkan Ibu Nifas

Bayi Usia Bulan Bayi Usia Bulan Anak Usia Tahun

Mendapatkan vitamin A sebanyak 2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus Anak Usia Tahun 5-6 Melakukan penimbangan secara rutin setiap 3 bulan sekali dan/atau mengikuti program pendidikan anak usia dini.

Fasilitas kesehatan yang disediakan adalah:


Puskesmas, Pustu, Polindes, Poskesdes, Pusling, Posyandu. Dokter, Bidan, Petugas Gizi, Jurim, Kader, Perawat Bidan kit, posyandu kit, antropometri kit, imunisasi kit Tablet Fe, Vitamin A, Obat-obatan dan bahan-bahan pelayanan kesehatan ibu & bayi baru lahir. Vaksin BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B, TT ibu hamil Buku register (Kartu Menuju Sehat)

SYARAT BANTUAN PENDIDIKAN Anak penerima PKH Pendidikan yang berusia 7-18 tahun dan belum menyelesaikan program pendidikan dasar 9 tahun harus mendaftarkan diri di sekolah formal atau non formal serta hadir sekurang-kurangnya 85% tatap muka. BESAR BANTUAN Besaran bantuan tunai untuk peserta PKH bervariasi tergantung jumlah anggota keluarga yang diperhitungkan dalam penerimaan bantuan, baik komponen kesehatan maupun pendidikan. Besaran bantuan ini di kemudian hari bisa berubah sesuai dengan kondisi keluarga saat itu atau bila peserta tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan. Skenario Bantuan Bantuan per RTSM per tahun

Bantuan tetap Bantuan bagi RTSM yang memiliki: Anak usia di bawah 6 tahun dan/ atau ibu hamil/menyusui Anak usia SD/MI Anak usia SMP/MTs Rata-rata bantuan per RTSM Bantuan RTSM Bantuan RTSM Catatan:

200.000 800.000

400.000 800.000 1.390.000 600.000 2.200.000

minimum maksimum

per per

Bantuan terkait kesehatan berlaku bagi RTSM dengan anak di bawah 6 tahun dan/atau ibu hamil/nifas. Besar bantuan ini tidak dihitung berdasarkan jumlah anak. Besar bantuan adalah 16% rata-rata pendapatan RTSM per tahun. Batas minimum dan maksimum adalah antara 15-25% pendapatan rata-rata RTSM per tahun.

SANKSI: Calon Peserta PKH yang telah ditetapkan menjadi peserta PKH dan menandatangani komitmen, jika suatu saat melanggar atau tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, baik syarat kesehatan maupun syarat pendidikan, maka bantuannya akan dikurangi, dan jika terus menerus tidak memenuhi komitmennya, maka peserta tersebut akan dikeluarkan dari program. PERAN PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN (PPK) PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Program keluarga harapan bidang kesehatan mensyaratkan peserta PKH (yaitu ibu hamil, ibu nifas dan anak usia < 6 tahun) melakukan kunjungan rutin ke berbagai sarana kesehatan. Oleh karena itu, program ini secara langsung akan mendukung pencapaian target program kesehatan. Di samping itu, PKH juga merupakan bagian yang tidak terlepaskan dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (JPKMM). Setiap anggota keluarga peserta PKH dapat mengunjungi dan memanfaatkan berbagai fasilitas kesehatan. 1. PUSKESMAS Puskesmas diharapkan mampu memberi seluruh paket layanan kesehatan yang menjadi persyaratan bagi peserta PKH Kesehatan termasuk memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar (khususnya puskesmas PONED). 2. PUSKESMAS PEMBANTU DAN PUSKESMAS KELILING Puskesmas pembantu dan Puskesmas keliling, yang merupakan satelit Puskesmas (dan jika dilengkapi dengan tenaga bidan), sangat diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan bayi baru lahir. 3. POLINDES DAN POSKESDES Pondok bersalin desa (dikenal dengan sebutan Polindes) biasanya dilengkapi dengan tenaga bidan desa. Polindes diharapkan mampu memberikan pelayanan

kesehatan dasar bagi ibu selama kehamilan, pertolongan persalinan, dan bagi bayi baru lahir; maupun pertolongan pertama pada kasus-kasus gawat darurat. 4. POSYANDU Posyandu yang dikelola oleh para kader kesehatan dengan bantuan dan supervisi dari Puskesmas, Pustu, serta Bidan desa diharapkan dapat memberikan pelayanan antenatal, penimbangan bayi, serta penhyuluhan kesehatan. 5. BIDAN PRAKTEK Di samping memberikan pelayanan kesehatan di polindes, bidan desa yang melakukan praktek di rumah dapat dimanfaatkan oleh peserta PKH khususnya dalam pemeriksaan ibu hamil, memberikan pertolongan persalinan, maupun memberikan pertolongan pertama pada kasus-kasus kegawatdaruratan. HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN 1. Hak Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Program ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program JPKMM, maka kegiatan PKH kesehatan sepenuhnya dibiayai dari sumber program JPKMM/Askeskin di Puskesmas. Oleh karena itu, hak-hak yang akan diterima oleh PPK sesuai dengan apa yang diatur dalam petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis program JPKMM/Askeskin. 2. Kewajiban Pemberi Pelayanan Kesehatan a. Menetapkan jadwal kunjungan Pada tahap awal pelaksanaan, puskesmas dan posyandu memiliki peran penting dalam menetapkan jadwal kunjungan bagi setiap anggota keluarga peserta PKH ke berbagai fasilitas kesehatan. Prosedur penetapan jadwal kunjungan peserta PKH adalah sebagai berikut: Puskesmas akan menerima formulir jadwal kunjungan peserta PKH kesehatan dari UPPKH Kecamatan (Pendamping). Dalam formulir jadwal kunjungan tersebut sudah tertulis nama anggota keluarga, jenis pelayanan/pemeriksaan kesehatan yang diwajibkan, status pelayanan/pemeriksaan kesehatan, tanggal dan nama/tempat pelayanan kesehatan. Untuk mengisi status pemberian pelayanan kesehatan: 1) Jika calon peserta PKH sudah pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas dan atau jaringan kerja Puskesmas tersebut, maka petugas puskesmas harus mencocokkan dengan register yang tersedia di Puskesmas (yaitu kohor ibu hamil, KMS, buku imunisasi, penimbangan, dll). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari buku register, petugas puskesmas mengklarifikasi status pemberian pelayanan kesehatan yang sudah diberikan kepada setiap anggota keluarga peserta PKH. 2) Jika calon peserta PKH belum pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas dan atau jaringan kerja Puskesmas (ini berarti register calon peserta tersebut tidak tersedia di puskesmas), maka petugas puskesmas harus menanyakan langsung kepada calon peserta PKH pada waktu acara pertemuan awal. Setelah klarifikasi status pemberian pelayanan kesehatan dilakukan, petugas puskesmas menetapkan tanggal dan nama sarana kesehatan/PPK yang harus dikunjungi oleh seluruh anggota keluarga peserta PKH yang disyaratkan. Formulir kunjungan yang sudah terisi akan diambil langsung oleh pendamping PKH di puskesmas (paling telat 1 minggu sebelum acara pertemuan awal). b. Menghadiri pertemuan awal

Perwakilan puskesmas akan diundang untuk menghadiri acara pertemuan awal dengan seluruh calon peserta PKH. Dalam pertemuan ini, petugas puskesmas berkewajiban untuk: Mengklarifikasi status pemberian pelayanan kesehatan dengan calon peserta PKH, khususnya bagi mereka yang datanya tidak tercatat dalam register. Menjelaskan tata cara mendapatkan pelayanan kesehatan serta tempat PPK terdekat yang bisa dimanfaatkan oleh peserta PKH. c. Memberi Pelayanan Kesehatan Petugas kesehatan diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan baik secara aktif maupun pasif kepada semua peserta PKH. Secara aktif, misalnya mengunjungi peserta PKH yang tidak hadir sesuai jadwal yang sudah ditetapkan untuk diberikan pelayanan dan pembinaan. Secara pasif dengan cara memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta yang mendatangi fasilitas kesehatan. Dalam memberikan pelayanan, petugas kesehatan harus mengacu kepada ketentuan dan pedoman pelayanan kesehatan yang berlaku. Penetapan persyaratan PKH kesehatan akan berimplikasi pada peningkatan jumlah kunjungan di fasilitas kesehatan. Oleh karenanya, pemberi pelayanan kesehatan harus menjamin ketersediaan fasilitas kesehatan yang dibutuhkan (seperti, Vitamin A, Vaksin, tenaga kesehatan, dll). d. Memverifikasi Komitmen Peserta PKH Pembayaran bantuan komponen kesehatan pada tahap berikutnya diberikan atas dasar verifikasi yang dilakukan oleh petugas puskesmas. Jika peserta PKH memenuhi komitmennya (yaitu mengunjungi fasilitas kesehatan yang sudah ditetapkan sesuai jadwal kunjungan di atas), maka peserta PKH akan menerima bantuan tunai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Prosedur verifikasi komitmen peserta adalah sebagai berikut:

PPK akan menerima formulir verifikasi komitmen peserta PKH dari PT POS (Form K). Petugas puskesmas (jika diperlukan) mengirim formulir verifikasi tersebut ke setiap PPK yang berada di bawah otoritas puskesmas, seperti Pustu, Polindes, Posyandu. Pengiriman formulir ke setiap PPK ini perlu dicocokan dengan jadwal kunjungan yang telah ditetapkan. Proses verifikasi yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan adalah memeriksa formulir K tersebut dan mengisi bulatan pada nama anak dan atau ibu hamil yang tidak hadir sesuai jadwal kunjungan yang telah ditentukan. Formulir yang telah diperiksa / diverifikasi oleh petugas kesehatan tersebut selanjutnya diambil langsung) oleh petugas puskesmas. Petugas puskesmas selanjutnya merekap/mencatat anak dan atau ibu hamil yang tidak hadir pada jadwal yang telah ditentukan. PT POS akan mengambil hasil catatan ketidakhadiran ini setiap 3 bulan sekali.

Kepala Puskesmas bertanggung jawab dalam mengkoordinir pelaksanaan kegiatan (yaitu semua kewajiban PPK dalam PKH). Ringkasan Hak dan Kewajiban Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dalam PKH Hak PPK Kewajiban PPK

Sesuai aturan yang Mengklarifikasi status pemberian pelayanan kesehatan 1. berlaku dalam petunjuk bagi peserta PKH dan menetapkan jadwal kunjungan bagi pelaksanaan dan petunjuk setiap anggota keluarga peserta PKH (khusus petugas teknis program puskesmas dan atau kader posyandu). JPKMM/Askeskin 2. Menghadiri pertemuan awal dengan calon PKH untuk ikut menjelaskan tata cara mendapatkan pelayanan

kesehatan bagi puskesmas).

peserta

PKH

(khusus

bagi

petugas

3. Memberi pelayanan kesehatan kepada peserta PKH. 4. Memverifikasi komitmen peserta PKH kesehatan. Bantuan tunai yang diberikan kepada RTSM peserta PKH, bukan untuk membiayai/membayar jasa layanan kesehatan atau pendidikan. PERAN PEMBERI PELAYANAN PENDIDIKAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Jenis lembaga pendidikan dasar yang dapat dimanfaatkan oleh anak-anak penerima bantuan PKH terdiri dari : A. Lembaga Pendidikan Formal Sekolah Dasar (SD) Madrasah Ibtidaiyah (MI) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pesantren Salafiyah B. Lembaga Pendidikan Non Formal BPKB (Balai Pengembangan Kegiatan Belajar) SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) PERAN PEMBERI PELAYANAN PENDIDIKAN Lembaga pendidikan tersebut di atas memiliki peranan penting untuk mensukseskan pencapaian tujuan PKH pendidikan. Peran yang dimaksud adalah : 1. Menerima pendaftaran anak peserta PKH di satuan pendidikan Setiap satuan pendidikan diharuskan menerima anak peserta PKH yang mendaftar sesuai ketentuan yang berlaku, dan dibebaskan dari segala bentuk biaya pendidikan 2. Memberikan Pelayanan Pendidikan Sesuai dengan tugas dan fungsinya, institusi pendidikan berkewajiban memberikan pendidikan kepada seluruh peserta didik yang terdaftar. Penyelenggara satuan pendidikan harus memberikan pengajaran kepada peserta didik, termasuk anakanak dari keluarga penerima bantuan PKH pendidikan. Pengajaran harus mengacu kepada kurikulum yang berlaku untuk setiap jenjang dan jalur pendidikan. 3. Melakukan Verifikasi Koimtmen peserta PKH Pendidikan Bantuan tunai PKH komponen pendidikan akan terus diberikan bagi peserta PKH jika anak-anak dari keluarga penerima bantuan PKH memenuhi komitmennya, yaitu menghadiri dan mengikuti proses pembelajaran minimal 85% hari efektif sekolah/tatap muka dalam sebulan selama tahun pelajaran berlangsung. Tingkat kehadiran peserta didik harus diverifikasi oleh para tenaga pendidik di lembaga pendidikan baik formal maupun non formal. Prosedur verifikasi adalah sebagai berikut:

1. Lembaga pendidikan akan menerima formulir verifikasi PI (terlampir) dari PT POS. 2. Sesuai aturan yang berlaku di sekolah, tenaga pendidikan melakukan absensi kehadiran peserta didik di tiap-tiap kelas / kelompok belajar. 3. Untuk keperluan verifikasi komitmen peserta PKH, tenaga pendidik harus merekap absensi kehadiran peserta didik di kelas/kelompok belajar selama satu bulan berjalan (tindak lanjut tahap dua diatas). Selanjutnya tenaga pendidik mencatat nama peserta didik peserta PKH yang tidak hadir/tidak memenuhi komitmen kehadiran yang telah ditentukan, yaitu setidaknya 85% dari jumlah hari efektif sekolah atau ketentuan tatap muka yang berlaku setiap bulannya. Pencatatan dilakukan dengan mengisi bulatan lingkaran dalam formulir verifikasi PI hanya bagi peserta didik yang tidak memenuhi komitmen kehadirannya. 4. Formilir verifikasi PI yang telah diisi / diperiksa oleh tenaga pendidik (sekolah SD/MI, SMP/MTs, pesantren salafiyah, lembaga pendidikan non formal lainnya), dan diketahui oleh kepala sekolah, setiap 3 bulan akan diambil oleh petugas pos untuk diproses lebih lanjut. Pimpinan satuan pendidikan bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pelaksanaan PKH di setiap lembaga pendidikan. Pimpinan satuan pendidikan juga harus menjamin agar ketiga peran tersebut di atas dapat dijalankan dengan optimal. Ringkasan peran lembaga pendidikan 1. enerima pendaftaran anak keluarga penerima bantuan PKH di satuan pendidikan. 2. Memberikan pelayanan pendidikan kepada anak keluarga penerima bantuan. 3. Melakukan verifikasi kehadiran anak keluarga penerima bantuan PKH di tiaptiap kelas/kelompok belajar. Sumber materi:

Pedoman Umum PKH Pedoman Operasional Kelembagaan PKH Daerah Pedoman Operasional PKH bagi Pemberi Pelayanan Kesehatan Pedoman Operasional PKH bagi Pemberi Pelayanan Pendidikan Buku Kerja Pendamping PKH 2007

Disarikan oleh : Husnul Yakin Ali (Pendamping RTSM PKH Kabupaten Subang)

KB ( Keluarga Berencana ) dan Tujuan

KB (KELUARGA BERENCANA) DAN TUJUANNYA


A. Keluarga Berencana Ada dua pengertian tentang KB( KELUARGA BERENCANA ) @Pengertian Keluarga Berencana menurut WHO adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk :

a. Mengatahui kelahiran yang tidak diinginkan. b. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan. c. Mengatur interval di antara kehamilan. d. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami-isteri. e. Menentukan jumlah anak dalam keluarga. Keluarga Berencana Keluarga Berencana (KB) adalah mengatur jumlah anak sesuai kehendak Anda, dan menentukan sendiri kapan Anda ingin hamil. Bila Anda memutuskan untuk tidak segera hamil sesudah menikah, Anda bisa ber-KB.Layanan KB di seluruh Indonesia sudah cukup mudah diperoleh. Ada beberapa metoda pencegahan kehamilan, atau penjarangan kehamilan, atau kontrasepsi, bisa Anda pilih sendiri.

KB ( Keluarga Berencana ) dan Tujuan

KB (KELUARGA BERENCANA) DAN TUJUANNYA


A. Keluarga Berencana Ada dua pengertian tentang KB( KELUARGA BERENCANA ) @Pengertian Keluarga Berencana menurut WHO adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk : a. Mengatahui kelahiran yang tidak diinginkan. b. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan. c. Mengatur interval di antara kehamilan. d. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami-isteri. e. Menentukan jumlah anak dalam keluarga. Keluarga Berencana Keluarga Berencana (KB) adalah mengatur jumlah anak sesuai kehendak Anda, dan menentukan sendiri kapan Anda ingin hamil. Bila Anda memutuskan untuk tidak segera hamil sesudah menikah, Anda bisa ber-KB.Layanan KB di seluruh Indonesia sudah cukup mudah diperoleh. Ada beberapa metoda pencegahan kehamilan, atau penjarangan kehamilan, atau kontrasepsi, bisa Anda pilih sendiri.

Mari Berkenalan Dengan POSYANDU

Pengertian Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga. berencana yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Yang dimaksud dengan nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu dalam peningkat mutu manusia masa yang akan datang dan akibat dari

proses pertumbuhan dan perkembangan manusia ada 3 intervensi yaitu : 1. Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child Survival) yang ditujukan untuk menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan ibu sampai usia balita. Pembinaan perkembangan anak (Child Development) yang ditujukan untuk membina tumbuh/kembang anak secara sempurna, baik fisik maupun mental sehingga siap menjadi tenaga kerja tangguh.

2.

3.

Pembinaan kemampuan kerja (Employment) yang dimaksud untuk memberikan kesem patan berkarya dan berkreasi dalam pembangunan bangsa dan negara.

Intervensi 1 dan 2 dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat dengan sedikit bantuan dan pengarahan dari petugas penyelenggara dan pengembangan Posyandu merupakan strategi yang tepat untuk intervensi ini. Intervensi ke 3 perlu dipersiapkan dengan memperhatikan aspek-aspek Poleksesbud.

Dasar Pelaksanaan Posyandu : Surat Keputusan Bersama: Mendagri/Menkes/BKKBN. Masing-masing No.23 tahun 1985. 21/Men.Kes/Inst.B./IV 1985, 1I2/HK-011/ A/1985 tentang penyelenggaraan Posyandu yaitu : 1. 2. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral untuk menyelenggarakan Posyandu dalam lingkup LKMD dan PKK. Mengembangkan peran serta masyarakat dalarn meningkatkan fungsi Posyandu serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam program - program pembangunan masyarakat desa Meningkatkan fungsi dan peranan LKMD PKK dan mengutamakan peranan kader pembangunan. Melaksanakan pembentukan Posyandu di wilayah/di daerah masing- masing dari melaksanakan pelayanan paripurna sesuai petunjuk Depkes dan BKKBN. Undang-undang no. 23 tahun 1992 pasal 66 , dana sehat sebagai cara penyelenggaraan dan pengelolaan pemeliharaan kesehatan secara paripurna.

3. 4. 5.

Tujuan penyelenggara Posyandu. 1. 2. 3. Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (ibu Hamil, melahirkan dan nifas) Membudayakan NKKBS. Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB Berta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera. Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera, Gerakan Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera.

4.

Pengelola Posyandu. a. Sesuai Inmendagri Nomor 9 Tahun 1990 tentang Peningkatan Pembinaan mutu Posyandu ditingkat desa kelurahan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Penanggungjawab umum Penggungjawab operasional Ketua Pelaksana Tim Penggerak PKK). Sekretaris Pelaksana : Ketua Umum LKMD (Kades/Lurah). : Ketua I LKMD (Tokoh Masyarakat) : Ketua II LKMD/Ketua Seksi 10 LKMD ( Ketua : Ketua Seksi 7 LKMD : Kader PKK, yang dibantu Petugas KB-Kes.

4 Pokjanal Posyandu bertugas :

a. b. c. d. e. f. g.

Menyiapkan data dan kelompok sasaran serta cakupan program. Menyiapkan kader. Menganalisis masalah dan menetapkan aIternatif pemecahan masalah. Menyusunan rencana. Melakukan pemantauan dan bimbingan. Menginformasikan masalah kepada instansi/lembaga terkait. Melaporkan kegiatan kepada Ketua Harian Tim Pembina LKMD.

Kegiatan Pokok Posyandu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. KIA KB lmunisasi. Gizi. Penggulangan Diare. Pembentukan Posyandu.

a. Langkah langkah pembentukan : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Pertemuan lintas program dan lintas sektoral tingkat kecamatan. Survey mawas diri yang dilaksanakan oleh kader PKK di bawah bimbingan teknis unsur kesehatan dan KB . Musyawarah masyarakat desa membicarakan hasil survey mawas diri, sarana dan prasarana posyandu, biaya posyandu Pemilihan kader Posyandu. Pelatihan kader Posyandu. Pembinaan.

b. Kriteria pembentukan Posyandu. Pembentukan Posyandu sebaiknya tidak terlalu dekat dengan Puskesmas agar pendekatan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat lebih tercapai sedangkan satu Posyandu melayani 100 balita.

Kriteria kader Posyandu : 1) Dapat membaca dan menulis. 2) Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan. 3) Mengetahui adat istiadat serta kebiasaan masyarakat. 4) Mempunyai waktu yang cukup. 5) Bertempat tinggal di wilayah Posyandu. 6) Berpenampilan ramah dan simpatik. 7) Diterima masyarakat setempat.

Pelaksanaan Kegiatan Posyandu. Posyandu dilaksanakan sebulan sekali yang ditentukan oleh LKMD, Kader, Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan dari KB. Pada hari buka Posyandu dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 (lima) meja yaitu : Meja I Meja II Meja III Meja IV Meja V Kes : Imunisasi Pemberian vitamin A Dosis Tinggi berupa obat tetes ke mulut tiap Februari dan Agustus. Pembagian pil atau kondom Pengobatan ringan. Kosultasi KB-Kes. Petugas pada Meja I s/d IV dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan Meja V merupakan meja pelayanan paramedis (Jurim, Bindes, perawat dan petugas KB). : Pendaftaran. : Penimbangan : Pengisian KMS : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS. : Pelayanan KB

b. Sasaran Posyandu : Bayi/Balita. Ibu hamil/ibu menyusui. WUS dan PUS.

Peserta Posyandu mendapat pelayanan meliputi : 1) Kesehatan ibu dan anak : Pemberian pil tambah darah (ibu hamil) Pemberian vitamin A dosis tinggi ( bulan vitamin A pada bulan Februarii dan Agustus) PMT lmunisasi. Penimbangan balita rutin perbulan sebagai pemantau kesehatan balita melalui pertambahan berat badan setiap bulan. Keberhasilan program terlihat melalui grafik pada kartu KMS setiap bulan. Keluarga berencana, pembagian Pil KB dan Kondom. Pemberian Oralit dan pengobatan. Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai permasalahan dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja IV dengan materi dasar dari KMS alita dan ibu hamil. Keberhasilan Posyandu tergambar melalui cakupan SKDN

2) 3) 4)

RANGKUMAN :

Posyandu adalah singkatan dari Pos Pelayanan Terpadu yang mengandung makna: suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Tujuan Posyandu untuk menurunkan AKB/AKI, membudayakan NKKBS dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengembangkan kegiatan KB-Kes serta kegiatan pembangunan lainnya untuk mencapai keluarga sejahtera .

Kegiatan Pokok Posyandu mencakup Program KIA, KB, Imunisasi, Gizi dan Penanggulangan Diare. SIP (Sistem Informasi Posyandu) adalah rangkaian kegiatan untuk menghasilkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan secara tepat guna dan tepat waktu bagi pengelola Posyandu. Posyandu mandiri merupakan Posyandu percontohan terbaik dengan ciri sebagai berikut: Kegiatan secara teratur dan mantap. Cakupan program/kegiatan baik. Mempunyai program tambahan. Memiliki dana sehat dan JPKM yang mantap.

MENKES LUNCURKAN PROGRAM PDBK DAN RIFASKES

Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH hari ini (21/4) meluncurkan Program Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK) dan Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) di Jakarta. Penanganan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK) adalah upaya kesehatan terfokus, terintegrasi, berbasis bukti dan dilakukan secara bertahap di daerah yang menjadi prioritas bersama kementerian terkait. Sedangkan Rifaskes adalah upaya untuk memetakan masalah ketersediaan fasilitas kesehatan serta kecukupan, distribusi sumber daya tenaga kesehatan dan indeks kinerja rumah sakit (RS) dan Puskesmas. Rifaskes adalah penelitian berskala nasional yang melibatkan lebih dari 9.000 Puskesmas dan lebih dari 650 RS umum pemerintah sebagai sasaran penelitian. Menurut Menkes, Program PDBK dan Rifaskes merupakan kombinasi antara pendampingan para pemangku kebijakan di tingkat pusat dan provinsi dengan pengamatan yang dilakukan para peneliti. Dengan kombinasi ini diharapkan dapat dirumuskan upaya intervensi yang tepat dan efektif sehingga IPKM daerah tersebut dapat diperbaiki secara bermakna. Hasil dari kedua kegiatan ini akan menjadi masukan guna penyusunan kebijakan pembangunan kesehatan berbasis bukti (evidence-based), ujar Menkes. Kedua kegiatan dilakukan mengingat luasnya wilayah Indonesia dan tantangan yang dihadapi berupa kurangnya fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia kesehatan. Tantangan ini akan makin jelas jika dikaitkan dengan disparitas sosioekonomi masyarakat, geografis, serta kapasitas Pemerintah Daerah. Oleh karena itu diperlukan koordinasi dan dukungan dari jajaran kesehatan tingkat Pusat dan Daerah serta lintas sektor terkait seperti : Kementerian Dalam Negeri, Kementerian terkait lain, TNI-POLRI, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Pemerintah Daerah.

Menurut Menkes, Rifaskes akan melengkapi Riskesdas dengan menghasilkan data dasar fasilitas kesehatan serta indeks kinerja Rumah Sakit (RS) dan Puskesmas. Dengan menyandingkan IPKM hasil Riskesdas dengan Indeks Kinerja RS dan Puskesmas, akan didapat gambaran yang lebih lengkap dan komprehensif tentang situasi kesehatan di daerah. Tujuan Rifaskes untuk mendukung pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010 - 2014, khususnya dalam penerapan strategi mewujudkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, berkeadilan dan berbasis bukti; pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan yang merata dan bermutu; serta penerapan strategi ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat serta alat kesehatan. Selain itu, Rifaskes diharapkan memberikan manfaat dalam mendukung strategi pencapaian Jaminan Kesehatan Semesta atau Universal Coverage; masukan dalam penyusunan kebijakan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan di RS sesuai dengan UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; serta masukan untuk revitalisasi Puskesmas. Dengan membandingkan potret fasilitas kesehatan di daerah hasil Rifaskes dan hasil kegiatan PDBK, dapat diidentifikasi dengan lebih tepat dan berimbang peran Pemerintah Pusat/Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam perencanaan pengembangan fasilitas kesehatan, tambah Menkes. Menkes mengharapkan agar keberhasilan PDBK dan Rifaskes menjadi momentum kebangkitan Badan Litbangkes sebagai lokomotif pembangunan kesehatan berbasis bukti. Dalam pelaksanaan kedua kegiatan strategis ini semua komponen mempunyai peran penting dan tidak ada komponen yang lebih penting dari komponen lainnya. Oleh karena itu, para pelaksana kegiatan PDBK dan Rifaskes; para pendamping, peneliti, teknisi litkayasa, pelaksana administrasi manajemen, dan seluruh jajaran kesehatan di tingkat Pusat dan Daerah agar melaksanakan tugas dengan optimal, cerdas dan tangkas guna mewujudkan tercapainya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-500567, atau alamat email puskom.publik@yahoo.co.id, info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id.

http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1482menkes-luncurkan-program-pdbk-dan-rifaskes.html komentar (0) TOP 23:11

DETEKSI KESEHATAN JIWA DILAKUKAN DI PUSKESMAS

Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, dr. Irmansyah, Sp.KJ (K) menyatakan orang yang berobat ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) tidak selamanya menderita gangguan jiwa. Sebab dalam gangguan jiwa ada beberapa fase yang perlu diketahui masyarakat. Dengan demikian, peran Puskesmas sangat besar dalam melakukan penapisan atau deteksi dini terhadap pasien ganggun jiwa

sebelum

dirujuk

ke

RSJ.

Untuk menggugah kesadaran masyarakat tentang kesehatan jiwa, Kementerian Kesehatan dan Komisi IX DPR-RI menggelar pengobatan gratis dan screening kesehatan jiwa di Kantor Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat (19/4). Pengobatan gratis merupakan cara jitu untuk menarik perhatian masyarakat agar peduli terhadap kesehatan jiwa., ujar Irmansyah Selain pengobatan gratis dan screening kejiwaan, juga dilakukan penyuluhan kepada sekitar 300 kader di wilayah Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Menurut dr. Irmansyah, direktorat yang dipimpinnya mempunyai banyak program diantaranya melatih kader kesehatan jiwa. Saat ini tercatat 45 kader yang telah mengikuti program pelatihan kader yang berasal dari 5 wilayah DKI Jakarta. "Setiap kota admnistrasi mengirim 7 sampai 10 orang kemudian dilatih. Targetnya seluruh Puskesmas mempunyai kader kesehatan jiwa," jelas dr. Irmansyah. Anggota Komisi IX DPR-RI dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ yang hadir pada acara tersebut menyatakan, kesehatan jiwa bukan hanya tugas satu instansi saja melainkan tugas bersama. Upaya promotif dan preventif untuk menangani kasuskasus yang menyangkut masalah kejiwaan, misalnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan pada anak (child abuse), bunuh diri, perlu dilakukan secara intensif oleh berbagai sektor. Upaya serupa juga diperlukan untuk menangani dampak buruk alkohol dan NAPZA, psikososial akibat bencana, kekerasan pada pekerja migran, dan lain-lain. Masalah kesehatan jiwa memang tidak secara langsung menyebabkan kematian tetapi sangat berpengaruh pada kemampuan seseorang, ujar dr. Nova. Gangguan jiwa dan perilaku menurut The World Health Report 2001 dialami kira-kira 25% dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya. Sekitar 30% dari seluruh penderita yang dilayani dokter di pelayanan kesehatan primer (Puskesmas) adalah penderita yang mengalami masalah kesehatan jiwa. Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2007 (Riskesdas), 11,6% untuk gangguan mental emosional diatas 15 tahun dan 0,46% untuk gangguan jiwa berat. Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, 5223002 Call Center: 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id, info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id.

http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1480deteksi-kesehatan-jiwa-dilakukan-di-puskesmas.html komentar (0) TOP 23:08

EROPA DILANDA KEJADIAN LUAR BIASA CAMPAK

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, Eropa dilanda kejadian luar biasa (KLB) Campak atau "Measles outbreaks spread across Europe". Sudah 30 negara melaporkan peningkatan nyata kasus campak (measless) di negara mereka.

Sejauh ini sudah ada 6.500 kasus sepanjang tahun 2011. Diperkirakan kasus ini akan meningkat, karena banyak orang bepergian bertepatan dengan liburan Paskah, ujar Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemkes Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P.(K), MARS. Untuk mengendalian luasnya penyebaran, akan dilakukan European Immunization Week (EIW) pada tanggal 23 - 30 April 2011. Launching EIW akan dilakukan di Brussels, Belgia pada 26 April oleh Her Royal Highness Princess Mathilde of Belgium, kata Dirjen P2PL. Belgia sendiri sampai April 2011, melaporkan 100 kasus campak, sementara sepanjang tahun 2010 hanya terdapat 40 kasus saja, ini menunjukkan peningkatan yang nyata. Menurut Dirjen P2PL, pusat outbreak terjadi di daerah Ghent. Penyakit ini menyerang anak-anak dibawah usia 1 tahun. Kasus terbanyak di Eropa terjadi di Perancis yaitu 4.937 kasus. . Untuk antisipasi awal dan cepat tentang KLB campak di Eropa, Ditjen P2PL Kemkes melakukan koordinasi dengan WHO untuk melakukan pengecekan apakah ada anjuran tertentu yang direkomendasikan, tetapi sejauh ini belum ada travel warning, ungkap Dirjen P2PL. Selain itu, Ditjen P2PL Kemkes telah mengirimkan surat edaran kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) seluruh Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan dan mengikuti perkembangan. Hal ini sesuai dengan Internatioanl Health Regulation (IHR) dan menyiapkan sumber daya kalau diperlukan. Surat Edaran serupa juga ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan seluruh Indonesia untuk memberitahukan KLB Campak di Eropa dan mengambil langkahlangkah yang diperlukan. Masyarakat diminta tetap waspada dan bila mempunyai anak sakit dengan gejala Campak yaitu panas, nyeri tenggorokan, hidung meler, batuk, ruam atau kemerahan di kulit, nyeri otot dan mata merah segera memeriksakan ke tenaga kesehatan terdekat. Bagi para orang tua yang anaknya telah memperoleh imunisasi campak, tidak perlu kawatir karena sudah mempunyai kekebalan dalam tubuhnya. Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon : 021-52907416-9, faks : 52921669, Call Center : 021-500567, 021-500567, atau alamat e-mail : puskom.publik@yahoo.co.id, info@ depkes.go.id, dan kontak@ depkes.go.id.

http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1487eropa-dilanda-kejadian-luar-biasa-campak.html komentar (0) TOP 23:21

Mari Berkenalan Dengan POSYANDU

Pengertian Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh

masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga. berencana yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Yang dimaksud dengan nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu dalam peningkat mutu manusia masa yang akan datang dan akibat dari

proses pertumbuhan dan perkembangan manusia ada 3 intervensi yaitu : 1. Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child Survival) yang ditujukan untuk menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan ibu sampai usia balita. Pembinaan perkembangan anak (Child Development) yang ditujukan untuk membina tumbuh/kembang anak secara sempurna, baik fisik maupun mental sehingga siap menjadi tenaga kerja tangguh. Pembinaan kemampuan kerja (Employment) yang dimaksud untuk memberikan kesem patan berkarya dan berkreasi dalam pembangunan bangsa dan negara.

2.

3.

Intervensi 1 dan 2 dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat dengan sedikit bantuan dan pengarahan dari petugas penyelenggara dan pengembangan Posyandu merupakan strategi yang tepat untuk intervensi ini. Intervensi ke 3 perlu dipersiapkan dengan memperhatikan aspek-aspek Poleksesbud.

Anda mungkin juga menyukai