Anda di halaman 1dari 7

Awalnya, tidak ada ekspetasi apapun dari sebuah buku berjudul Mere Christianity.

Yang saya pikirkan adalah sebuah buku dengan gagasan yang kolot tentang Kekristenan yang telah usang ditelan zaman, dan dengan membacanya, saya dituntut setuju dengannya. Tapi, setidaknya ada 4 hal yang menggerakan saya untuk membaca buku ini; Pertama adalah Kewajiban, atau mudahnya tugas kuliah saya, didalam buku itu nilai saya berada. Yang Kedua, C.S Lewis adalah penulisnya. Saya bukan kutu buku, bahkan saya tidak tahu namanama penulis hebat di dunia ini, kecuali yang sering diekspos media akhir-akhir ini, dan salah satunya C.S Lewis. (Kebetulan saya pernah melihat karyanya dalam bentuk layar lebar, The Chronicles of Narnia. Setahu saya film itu bercerita tentang Kristus yang rela mati bagi kita. Sayang sekali (bagi saya) sulit untuk menikmati film tersebut sebagai bentuk kesaksian tentang Kristus. Tetapi saya tetap penasaran dengan C.S Lewis, seorang yang katanya brillian dan termahsyur dengan karya-karya yang telah banyak menjadi kesaksian bagi Kekristenan.) Yang Ketiga, tulisan ..best seller.., saya rasa opini publik cukup fair dalam menilai kualitas sebuah buku. Berarti buku ini layak untuk dibaca. Yang terakhir, belakangan saya tertarik dengan artikel-artikel ataupun buku-buku tentang Kekristenan. Saya sangat diberkati dengan beberapa buku dan artikel akhir-akhir ini saya baca. Baik, cukup panjang lebar dari saya. Mari kita teruskan kearah yang lebih baik daripada sekedar mengoceh tentang saya. Mere Christianity (Kekristenan Asali), sebuah buku yang berisi tentang originalitas dari Kekristenan, ditengah dunia yang meragukan dan berusaha menyangkal (menolak) kebenaran-kebenaran Kristiani. Ditulis oleh C.S Lewis, seorang penulis besar yang diakui dunia dengan karya-karya brilliannya, seorang eks-ateis yang justru pada akhirnya berbalik dan menemukan bahwa kebenaran yang dia cari selama ini sesungguhnya berada dalam Kekristenan. Lewis menyebut karyanya ini sebagai pelayanan dari sebuah pembelaan Kekristenan yang ia hidupi. Disusun berdasarkan kumpulan buku-buku mengenai Iman Kristen lewat siaran radio BBC yang ia bawakan pada masa Perang Dunia II, selama 2 tahun (1942-1944). Buku ini menghadirkan cara pandang segar, terbuka, praktis (namun esensial), terlebih menggugah dan mentransformasi, yang akan membawa pembaca pada pemahaman Kekristenan yang asali.

Bicara soal Kristen, selalu melibatkan berbagai denominasi yang ada, dan masingmasing denominasi memiliki konsepnya sendiri dalam memahami Kekristenan yang mereka percaya. Lewis hanyalah seorang awam dan ia tidak sedang berusaha menanamkan doktrin suatu denominasi Kristen dan mengesampingkan lainnya, bahkan tidak juga berniat

mengecilkan paham ajaran atau kepercayaan yang lain. Ia hanya sedang melakukan panggilannya untuk membantu orang-orang yang tidak percaya dalam membantu mereka memahami hal yang diyakini Kekristenan secara umum, Setidaknya itu yang ia katakan tentang dirinya. Lewis berpendapat, Perdebatan tentang kontroversi doktrin-doktrin dalam Kekristenan sebenarnya tidak perlu dibesar-besarkan, ini hanyalah masalah perbadaan cara pandang. Pada akhirnya perlu dipertanyakan kembali tujuan dari perdebatan itu sendiri, alihalih mencari kebenaran, justru kepentingan masing-masing pihak yang sedang mereka perdebatkan. Suatu hal yang sia-sia. Sekali lagi buku ini tidak sedang menyodorkan doktrinal sebagai sebuah alternatif ataupun paksaan untuk diterima pembacanya. Setelah membacanya, setiap kita dibebaskan merespon buku ini tanpa tuntutan menyetujui isi buku ini. Filosofi Lewis tentang aula, pintu, dan ruangan bisa dijadikan landasan pemikiran yang baik dalam memahamai tujuan penulisan buku ini. Seperti yang telah dijelaskan diatas, buku ini terdiri atas kumpulan buku kotbah Lewis dalam siaran radionya selama 2 tahun. Terdiri atas 4 buku (bagian); Benar dan Salah Sebagai Petunjuk bagi Makna Alam Semesta, Yang Dipercaya Orang-orang Kristen, Perilaku Kristen,dan Melampaui Batas Kepribadian atau Langkah-langkah Pertama dalam Doktrin Tritunggal. Bagian pertama, merupakan dasar dalam pembacaan buku ini, membahas tentang apa yang disebut Benar dan salah. Sulit sekali mendefinisikan Benar dan Salah. Disuatu saat, sesuatu yang benar bisa jadi salah, begitu juga sebaliknya. Disini benar dan salah haruslah sesuatu yang lebih dari sekedar insting atau imajinasi, sesuatu yang nyata, sesuatu yang harus ada untuk memahami benar dan salah itu sendiri. Lewis mendefinisikan Benar dan Salah sebagai Hukum Natur Manusia (Moral). Hukum ini ada pada setiap kita dan kita tidak dapat menolak untuk tidak memilikinya, kita dipaksa untuk menerimanya. Masalahnya tidak satu pun dari kita yang dapat hidup dengan benar-benar benar ataupun benar-benar salah. Hukum tentang Natur Manusia berbicara tentang harus jadi seperti apa manusia, dan juga apa yang seharusnya Manusia lakukan namun tidak ia lakukan. Natur Manusia-lah yang mengharuskan kita berlaku benar, bukan karena kita ingin atau karena kita benar, namun karena bergitulah seharusnya. Hukum ini sifatnya universal, dan manusia sendiri tidak memiliki kuasa untuk berkelit dari hukum ini. Hukum ini tidak mungkin diciptakan manusia sendiri. Pasti ada Oknum, yang lebih daripada manusia itu sendiri, yang telah menanamkan Hukum ini pada setiap manusia. Oknum yang kita tidak pernah tahu seperti apa itu, sampai

Oknum itu sendiri menyatakan dirinya kepada kita. Satu-satunya hal yang dapat merepresentasikan Oknum ini dengan cukup baik, sebagai penerima langsung dari Hukum Moral yang ia ciptakan, itu pastilah Manusia. Bagian kedua, membahas tentang hal-hal yang diyakini oleh Kristen, sebagian besar tentang; konsep Allah, posisi Ciptaan setelah jatuh dalam dosa, dan Pendamaian. Mula-mula, Lewis menjelaskan, orang Kristen percaya bahwa Allah itu adalah mutlak baik dan benar, yang membenci kejahatan. Pada mulanya Allah menciptakan segala sesuatunya baik adanya, termasuk dunia. Namun relasi Allah dengan dunia hanyalah sebatas Pencipta dengan Ciptaannya (dan untuk memudahkan, setelah ini saya gunakan dua analogi itu untuk menjelaskannya). Keadaan yang terjadi pada dunia saat ini, semata-mata karena keinginan (kehendak bebas sebagai Ciptaan) untuk memberontak daripada Allah; bukan karena Allah menciptakan dunia menjadi sedemikian jahatnya. Jadi, inilah pilihan yang diambil, Ciptaan memilih untuk memberontak terhadap Penciptanya, yaitu Allah. Kabar buruknya, Ciptaan itu dirancang untuk bergantung pada Penciptanya. Lewis mengilustrasikannya sebagai mesin yang tidak bisa bekerja tanpa bahan bakar yang tepat, dalam hal ini Allah. Dan tidak ada hal baik yang akan dihasilkan Ciptaan diluar Penciptanya. Iblis memberikan bahan bakar yang salah, seakan-akan itu membuat mesin kita bisa berjalan dengan baik, nyatanya mesin kita rusak akibatnya. Kabar baiknya, Ciptaan hanya sedang rusak oleh pemberontakan, dan masih bisa diperbaiki, tentu saja oleh Penciptanya. Disini, Allah sedang mengusahakan perbaikan dengan memperkenalkan bahan bakar yang tepat pada Ciptaannya. Sampailah kita pada sebuah titik, dimana perbaikan itu dimulai, yang disebut sebagai Pendamaian; Kematian Kristus yang telah membersihkan dosa-dosa kita, dan bahwa dengan kematianNya, Ia telah mengalahkan maut. Itulah inti Kekristenan. Perbaikan itu hanya bisa dilakukan jika manusia yang telah memberontak ini mau menyerahkan diri, mematikan diri, menderita, untuk diperbaiki, menyadari bahwa bahwa ia telah salah dan siap memulainya dari awal lagi. Sikap ini disebut orang-orang kristen sebagai Pertobatan. Perlu seseorang yang dapat menolong kita (yang pasti bukan manusia, yang pada kenyataanya tidak mampu menolong dirinya sendiri). Sesorang itu adalah Allah, hanya Dia yang mampu menolong kita, sama seperti ia sejauh ini telah memampukan kita untuk melakukan berbagai perkara. Masalahnya, Allah tidak bisa melakukan apa yang disebut dengan menyerahkan diri, menderita, mati (didalam naturNya, Ia tidak bisa demikian). Hanya dengan menjadi manusia ia dapat melakukannya, sebab hal-hal itu hanya ada dalam natur manusia. Jadi pada akhirnya Ia harus merendahkan diriNya, menanggung penderitaan kita bahkan mati bagi kita, (sebab

ketidakmampuan kita dalam mengerjakannya) sehingga ia yang harus mengerjakan itu semua bagi kita, sesuatu yang tidak seharusnya Ia tanggung. Namun bukan berarti Dia kalah. Bahkan didalam kemanusiaanNya, ia sanggup mengerjakan itu semua dengan sempurna sehingga maut pun Ia kalahkan, dan kita berbagi kemenangan didalam Dia, kemenangan dosa-dosa kita dan kemenangan akan maut. Setelah itu, kehidupan baru telah dimulai didalam Dia. Bagian ketiga, berbicara banyak tentang apa yang disebut sebagai Moralitas. Lewis membuka bagian ini dengan mengemukakan ide dasar Moralitas sebagai buku pedoman bagi mesin manusia agar berjalan sebagaimana ia diciptakan (lihat pembahasan bagian kedua), yang tertanam secara natural dalam manusia (lihat pembahasan bagian pertama). Ada anggapan bahwa kesempurnaan moral merupakan suatu keadaan yang ideal, dan itu tidak salah. Masalahnya setiap orang memiliki gambaran yang berbeda-beda dengan apa yang ia sebut ideal, sehingga menjadikan moral bukan sebagai sebuah tuntutan yang universal namun sebagai suatu kesukarelaan tiap personal dalam memenuhi apa yang ia sebut sebagai ideal. Selanjutnya Lewis mengungkapkan tentang Tiga Objektif Moralitas (begitu saya menyebutnya); Moralitas sosial, pribadi, dan tujuan. Tiga hal ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, atau moralitas akan menjadi tawar dan tidak bermakna. Pada bagian utama, lewis menjelaskan berbagai macam Moralitas dalam hubungannya dengan Kekristenan; Kebajikan Kardinal (Kebijaksanaan, Penguasaan Diri, Keadilan, Ketahanan), Kehidupan Sosial, Kehidupan Seksual, Pernikahan, Pengampunan, dan sedikit tentang Dosa yang sangat besar (Kesombongan adalah sumber Dosa). Ditutup dengan Pembahasan tentang Tiga Moralitas yang hanya dimiliki Kekristenan, Kemurahan, Pengharapan, dan Iman. Untuk pembahasan Iman, Lewis membaginya dalam dua pengertian. Yang pertama menjelaskan apa yang disebut Iman dalam makna Kepercayaan. Iman bukanlah suatu tindakan dimana kita dituntut untuk percaya pada suatu hal yang belum atau bahkan sulit untuk dipercayai, sebagaimana yang selama ini banyak orang pahami. Iman adalah seni mempertahankan segala sesuatu yang sudah pernah diterima oleh rasio kita, tanpa memperdulikan bagaimana suasana hati anda akan berubah-ubah tak menentu. Dilanjutkan pada bagian kedua, Iman dalam makna mengusahakan diri dalam melakukan kebajikan-kebajikan Kristen, dalam arti memeliharanya senantiasa. Ini bukanlah usaha yang mudah, karena saat anda melakukannya (dan jatuh, dan bangun untuk mencoba, dan jatuh, begitu seterusnya), anda hanya akan mendapati diri anda gagal untuk memenuhinya. Sampai di titik ini anda akan mengetahui bahwa kita tidak mampu melakukan apa pun pada diri kita, lalu menyerahkan diri kita kepada Allah. Bukan menyerah

dalam arti tidak berusaha apa-apa. Tetapi, seperti yang Alkitab katakan Kerjakanlah keselamatanmu dengan takut, sebab Allahlah yang mengerjakan didalam kamu. Bagian keempat, diawali dengan bahasan sekaligus menjawab beberapa hal didalam Kekristenan yang sering dijadikan bahan perdebatan, sebagai contoh: Kristus sebagai Anak Allah, Doktrin Tritunggal, Keberadaan Allah, dan Kita yang menjadi anak-anak Allah. Pada bab Mari Kita Berpura-pura, Lewis ingin berbagi apa yang telah ia didapatkannya didalam Kristus kepada kita. Lewis melakukan langkah persuasif untuk mulai memikirkan apa yang sejauh ini telah dibahas dalam bagian-bagian dan bab-bab sebelumnya, untuk mulai mempertimbangkan kebenaran Kristen, bahkan lebih daripada itu, sebuah ajakan untuk memulai sebuah kehidupan yang lebih bermakna dan benar bersama Kristus. Mematikan manusia lama menggantikannya dengan manusia baru, pribadi berbeda yang didalam keterbatasan kita memiliki jenis kehidupan yang sama dengan Dia, menjadi Kristus kecil. Dan pada dua bab setelahnya, Lewis ingin memberi tahu kita bahwa menjadi Kristen bisa menjadi hal yang mudah dan sulit disaat bersamaan (Tidak ada gunanya mengharapkan kemudahan sekaligus menyerah pada kesulitan), namun yang pasti ujungnya ialah hadiah terindah yang siap diambil, Yaitu Kristus dan itu juga berarti Kita yang baru (Manusia Baru). Selain itu Lewis mengingatkan ada Harga yang harus dibayar untuk menjadi seorang Kristen. Saat kita menyerahkan diri kita, Allah benar-benar memproses kita, dan terkadang itu membuat kita tidak nyaman bahkan meyakitkan. Tapi yang Ia inginkan benar-benar mengerjakan bagiannya dengan sempurna, dan tidak akan berhenti sampai Ia puas dengan kita. Memang terkesan seperti penyiksaan, tapi jangan khwatir, kita sedang disempurnakannya dan itu berarti indah dimataNya, yang berarti juga baik buat kita. Hal ini hanya dapat dikerjakannya saat kita menyerahkan diri kita kedalam Tangan-Nya. Dibagian paling akhir buku ini, sekali lagi Lewis melakukan tindakan persuasif untuk mengajak kita bergabung dengan para Manusia-Manusia Baru yang sebelumnya telah memilih langkah untuk mematikan diri dan mengikut Dia. Dan semakin kita membuang diri kita dan membiarkan Dia menguasai kita, justru semakin menunjukkan diri kita yang sesungguhnya. Kita akan memiliki Kepribadian yang seharusnya ada pada kita. Jati Diri kita tidak akan pernah muncul selama yang kita cari sesungguhnya adalah jati diri itu sendiri, bahkan kita tidak akan mendapatkan apa-apa dari pengejaran itu. Carilah Dia, maka Kita akan mendapatkan Dia, dan segala hal yang lain akan Kita dapatkan didapatkan kembali didalam Dia. Baiklah kita sampai pada akhir dari review Mere Christianity. Jujur, bagian awal buku ini sangatlah berat dan membutuhkan banyak energi untuk memahaminya. Konsep benar dan

salah yang dikemukakan Lewis benar-benar sangat matang. Berbagai sudut pandang sangat menolong dalam kita dalam memahami esensi dari benar dan salah. Salah Satu bagian yang sangat menarik bagi saya adalah tentang filosofi Mesin dalam membahas Manusia dan Kapal dalam membahas Moralitas, sangat mudah dipahami sekaligus menjadi sangat dalam ketika ditelusuri. Lewis benar-benar seorang Intelektual dan pemilik Imajinasi yang tinggi, benar-benar hebat. Favorit saya adalah tentang Iman. Lewis menerangkan ada sesuatu yang kita percayai yang harus dijaga apapun yang terjadi, dan pada kenyataanya kita tidak akan pernah mampu menjaganya. Sesungguhnya, Kita hanya mengerjakan bagian kita dengan baik dan Tuhan yang mengerjakan bagiannya dengan Sempurna. Dalam beberapa hal, Lewis dapat menyelesaikan banyak sekali hal-hal didalam Kekristenan, yang selama ini dijadikan banyak perdebatan oleh banyak orang. Dan Lewis sukses menyajikannya dengan sangat baik dan membahasnya dengan argumen dan gagasannya yang kuat. Namun saya kurang sependapat dengan beberapa Analogi yang dipakai Lewis, seperti menggunakan Evolusi dalam pembahasannya di bagian terakhir. Masalahnya Kekristenan sendiri menyangkal konsep Evolusi dalam pengajarannya. Lagipula, tidak ada banyak analogi yang bisa digunakan secara tepat dalam menggambarkan Allah, sepintas memang mendekati, namun pada akhirnya ada banyak perbedaan yang tidak dapat dijelaskan oleh Analogi tentang Allah. Selebihnya, tidak ada banyak hal yang perlu dikomentari dari buku ini. Jadi, akhirnya saya hanya bisa menjadikan buku ini sebagai salah satu dari buku-buku hebat yang pernah saya baca. Sangat Memberkati. Sekarang saya tahu apa yang orang-orang bilang tentang C.S Lewis itu benar. Tidak berhenti sampai disana kekaguman saya. Terlebih sekarang saya harus lebih mengakui bahwa Allah (yang saya taruh keyakinan saya didalam Dia, yang telah membimbing saya dalam membaca dan memahami buku ini, yang telah mengubahkan dan mengerjakan bagianNya didalam saya selama ini, yang telah menganugrahkan segalanya kepada semua orang yang menaruh segalanya juga pada DiriNya) adalah Benar. Saya merasa menjadi pribadi yang benar-benar beruntung saat ini, sebab saya tahu bahwa Dia didalam saya dan saya ada didalam Dia. Sungguh suatu kelegaan, sekaligus menyadarkan saya bahwa ada harga yang harus dibayar untuk ini semua dan saya tidak dapat bersantai-santai sebab Ia masih ingin mengerjakan bagianNya dalam hidup saya, namun harga yang saya bayar ternyata sebanding dengan apa yang saya dapatkan, Hidupku didalam Dia.

Terakhir, saya merekomendasikan buku ini bagi siapa saja tanpa terkecuali, sebagai sebuah buku yang Wajib Baca. Sedikit saran dari saya; Yang pertama, setelah membaca buku ini, apapun yang anda responi tentang buku ini, konsep Aula, Pintu, dan Ruangan sangat-sangat menolong. Kita akan selalu diingatkan bahwa tidak ada yang terlalu spesial dalam diri kita, namun ada beban bagi kita untuk menjadi penyalur berkat, dan ada beban dalam setiap kita untuk peduli dengan sekitar kita. Yang kedua, bagi saya buku ini cukup menguras otak untuk memahaminya (sungguh, saya tidak melebih-lebihkan). Tapi tidak akan ada yang sia-sia saat kita mampu memahami maksud dari buku ini. Siapkan setidaknya tiga hal; Waktu, Hati, dan Diri. Ada berkat menanti didalamnya.

Anda mungkin juga menyukai