Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam hal pembangunan ekonomi regional dan otonomi daerah, bisa kita lihat pada tingkat makronya, ternyata Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang cukup spektakuler. Keadaan ini ditandai oleh tingkat pendapatan nasional per kapita yang terus meningkat setiap tahun dengan laju pertumbuhan PDB rata-rata per tahun cukup tinggi. Namun, yang menjadi pertanyaan penting yakni, apakah pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi ini telah dinikmati oleh semua provinsi di tanah air? Apakah pembangunan ekonomi nasional selama ini merata ke seluruh pelosok tanah air?, sayangnya kenyataannya tidak demikian. Proses pembangunan ekonomi nasional hingga saat ini masih lebih terpusatkan di kawasan barat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keterbelakangan pembangunan ekonomi dan sosial di banyak daerah atau provinsi di kawasan timur Indonesia, tercermin dalam beberapa aspek, antara lain laju pertumbuhan produk domestik bruto regional di banyak provinsi relatif rendah, jumlah industri sedikit, diversifikasi ekonomi daerah rendah, tingkat pendidikan masyarakat rata-rata rendah, sarana dan prasarana pembangunan terbatas, dan alokasi atau pemakaian sumber-sumber daya alam masih belum semuanya optimal. Keadaan ini terutama akibat kekurangan tenaga kerja terampil yang siap pakai, infrasruktur yang belum baik, serta pasar lokal atau regional yang relatif kecil (walaupun secara potensi tidak demikian) sehingga arus investasi, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri, ke kawasan timur Indonesia relatif masih kecil hingga saat ini. Semua ini akhirnya memperlambat laju pertumbuhan ekonomi di kawasan timur Indonesia, selain itu juga memperbesar kesenjangan ekonomi antara kawasan barat Indonesia dan kawasan timur Indonesia.

Pertanyaan-pertanyaan yang telah tercantum seperti hal di atas sering kali muncul. Mungkin akan lebih banyak lagi pertanyaan yang berkait dengan Pembangunan Ekonomi Regional dan Otonomi Daerah. Namun semua itu adalah bagian dari masalah ekonomi yang nantinya akan menjadi bagian penyelesaian dari kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah untuk negara Indonesia. Adapun penyusun membuat makalah ini tidak hanya sekedar untuk iseng dibaca, tetapi makalah ini tidak lain ditujukan bagi mereka yang sungguh-sungguh ingin belajar dan mampu memahami apa yang dialami negara berkaitan dengan Pembangunan Ekonomi Regional dan Otonomi Daerah.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari pembahasan dalam makalah ini, di antaranya: 1. Bagaimana distribusi PDB menurut provinsi? 2. Bagaimana pertumbuhan dan pergeseran pangsa regional? 3. Bagaimana keterkaitan pembangunan ekonomi dengan kemiskinan dan kesenjangan? 4. Bagaimana kemampuan keuangan daerah berdasarkan kebijakan Otoda? 5. Apa pengaruh format Otoda terhadap anggaran pembangunan daerah? 6. Apa dampak negatif dari Otoda terhadap pendayagunaan SDA? 7. Bagaimana peran Dephan dalam pendayagunaan dan penyelamatan SDA?

1.3 Tujuan
Penyusunan makalah ini memiliki beberapa tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kemajuan mahasiswa STIE PERBANAS. Secara terperinci, tujuan dari penyusunan makalah ini, di antaranya: 1. Mahasiswa sebagai generasi penerus diharapkan dapat memahami permasalahan pembangunan ekonomi regional

2. Mengetahui upaya apa saja yang dilakukan pemerintah dalam menentukan apa yang terbaik dalam pembangunan ekonomi regional dan otonomi daerah 3. Memberikan informasi berbagai hal yang dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi mahasiswa mengenai pembangunan ekonomi.

1.4 Manfaat
Dangan adanya tujuan dalam penyusunan makalah ini, terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh apabila hal-hal yang disampaikan dapat dipahami, dipelajari, dan ditanggapi sesuai dengan kenyaatan yang ada sebagaimana mestinya, di antaranya: 1. Dapat menjadikan mahasiswa menjadi lebih kritis dalam menanggapi berbagai permasalahan yang berhubungan dengan pembangunan ekonomi khususnya pembangunan ekonomi regional dan otonomi daerah 2. Dapat mengetahui hubungan atau timbal balik penduduk atas pembangunan ekonomi di Indonesia 3. Dapat meningkatkan kualitas mahasiswa sebagai sumber daya menusia yang handal dengan memahami perekonomian Indonesia khususnya dalam hal pembangunan ekonomi.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Distribusi PDB Menurut Provinsi
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), dalam menghitung pendapatan regional bruto dipakai konsep domestik. Dimana, seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu wilayah atau provinsi dimasukkan, tanpa memperhatikan pemilikan atas sektor produksi. Dengan demikian, produk domestik regional bruto secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu provinsi dalam menghasilkan pendapatan kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah (provinsi) tersebut.

2.1.1 Relasi antara Pertumbuhan dan Distribusi Pendapatan


Untuk memahami terjadinya perbedaaan dalam pertumbuhan ekonomi atarprovinsi atau antarkawasan di Indonesia, perlu dibahas sedikit mengenai mekanisme pasar output dan pasar input yang secara teori menyebabkan perbedaan tersebut, dengan sendirinya akan terjadi pada waktu tertentu. Perbedaan yang besar dalam laju pertumbuhan regional antarprovinsi dapat mempengaruhi tingkat pendapatan per kapita (tingkat kesejahteraan provinsi) sejak perbedaan laju pertumbuhan tersebut, dengan asumasi mekanisme pasar (output dan input) bebas, mempengaruhi mobilisasi atau alokasi faktor-faktor produksi (seperti barang modal dan tenaga kerja) antar provinsi.

2.1.2 Sumber Perbedaan dalam Laju Pertumbuhan Regional


Secara teoritis, proses pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh suatu kombinasi yang kompleks dari sejumlah faktor ekonomi, sosial (termasuk pendidikan dan ketrampilan), demografi, geografi, politik, kebijakan ekonomi, dan faktor lainnya. Faktor ekonomi sendiri

bisa dibagi menurut lokasi sumbernya menjadi 2 kelompok, yakni internal (domestik) dan eksternal. Selain itu, bentuk proses pembangunan itu sendiri juga sangat dipengaruhi oleh sifat, sikap, tindakan, serta keputusan yang diambil oleh pelaku ekonomi di pasar, terutama pengusaha dan investor, dalam menentukan hal-hal penting, seperti lokasi usaha dan investasi, jenis serta jumlah output yang diproduksi, jumlah serta jenis investasi, jumlah serta jenis faktor produksi, dan input lainnya yang digunakan. Selanjutnya, sikap pelaku ekonomi tersebut sangat dipengaruhi oleh market signals. Dalam teori pertumbuhan ekonomi, fakta yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah bisa dikelompokkan menjadi faktor dari sisi penawaran, seperti progres teknologi, peningkatan SDM, penemuan material baru, dan faktor dari sisi permintaan, seperti peningkatan pendapatan dan perubahan selera konsumen. Fokus teori pertumbuhan ekonomipun dibedakan dalam 3 hal : pola pembangunan jangka panjang, potensi ekonomi jangka panjang, dan alur pertumbuhan.

2.2 Pertumbuhan dan Pergeseran Pangsa Regional


Dalam suatu proses pembangunan ekonomi biasanya terjadi perubahan struktur ekonomi, dan perubahan tersebut juga menimbulkan dampak adanya perbedaan dalam transformasi ekonomi. Dari perbedaan tersebut bisa mengubah location patterns industri antarprovinsi. Demikian halnya dengan kesempatan kerja dan pendapatan. Mengetahui bagaimana proses transformasi ekonomi berlangsung di suatu provinsi dan bisa berbeda antarprovinsi sangat penting. Terutama untuk digunakan sebagai suatu pedoman dalam alokasi antar daerah dengan dana-dana pembangunan terbatas, SDM, teknologi, dan input-input penting untuk produksi.

2.2.1 Model Analisis

Analisis posisi relatif ekonomi suatu daerah atau wilayah dapat dilakukan dengan berbagai peralatan atau metode, salah satu diantaranya dengan analisis shift-share (SS). Analisis SS ini merupakan teknik yang relatif sederhana untuk mengevaluasi posisi relatif dan perubahan struktur suatu perekonomian lokal dalam hubungannya dengan perekonomian acuan (nasional). Metode ini bertitik tolak pada anggapan dasar bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau wilayah dipengaruhi oleh, pertumbuhan nasional, pertumbuhan sektoral, dan pertumbuhan daya saing wilayah. Model analisis sendiri dibedakan menjadi 2 tipe yakni, Analisis Pangsa Regional dan Analisis Pergeseran.

2.3 Kemiskinan dan Kesenjangan


Penurunan proses pembangunan ekonomi dapat merugikan masyarakat umum, sebab hal itu menimbulkan adanya kesenjangan yang mengakibatkan mereka bisa jatuh miskin. Adapun unsur-unsur penting yang mempengaruhi proses perkembangan ekonomi yakni, keterlibatan masyarakat dalam proses tersebut baik sebagai pekerja, pengusaha maupun sebagai investor. Selain itu yakni penerapan sistem pajak oleh pemerintah.

2.3.1 Trend Distribusi Pendapatan Regional


Trend distribusi pendapatan regional jangka panjang adalah hasil dari pertumbuhan output, penduduk dan kesempatan kerja yang bisa berbeda antarprovinsi, serta adanya kebijaksanaan pemerintah yang mempengaruhi setiap provinsi. Dalam kaitan ini, ada 2 hipotesis : convergence dan divergence yang dirumuskan untuk menjelaskan kesenjangan distribusi pendapatan nasional.

2.4

Kemampuan Keuangan Daerah Berdasarkan Kebijakan Otoda

Definisi Otonomi daerah sendiri menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. Dengan otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah (PAD), sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom. Namun dengan adanya otoda, muncul juga kecenderungan Pemda untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dengan cara membuat Perda yang berisi pembebanan pajak-pajak daerah. Hal ini telah mengakibatkan timbulnya ekonomi biaya tinggi (High Cost Economy) sehingga pengusaha merasa keberatan untuk menanggung berbagai pajak tersebut. Dengan demikian pemerintah daerah harus berhati-hati dalam mengeluarkan Perda tentang pajak daerah, sehingga pelarian modal ke daerah lain dapat dihindari, dan harus berusaha memberikan berbagai kemudahan dan pelayanan untuk menarik investor menanamkan modal di daerahnya. Adapun beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian serius dalam pelaksanaan otonomi daerah antara lain pelayanan publik, formasi jabatan, pengawasan keuangan daerah dan pengawasan independent.

2.4.1 Pelayanan Publik

Pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah akan mempengaruhi minat para investor dalam menanamkan modalnya di suatu daerah. Excelent Service harus menjadi acuan dalam mendesain struktur organisasi di pemerintah daerah. Dunia usaha menginginkan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan murah serta tarif yang jelas dan pasti. Pemerintah perlu menyusun Standard Pelayanan bagi setiap institusi (Dinas) di daerah yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat, utamanya dinas yang mengeluarkan perizinan bagi pelaku bisnis. Perizinan berbagai sector usaha harus didesain sedemikian rupa agar pengusaha tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk mengurus izin usaha, sehingga tidak mengorbankan waktu dan biaya besar hanya untuk mengurus perizinan. Deregulasi dan Debirokratisasi mutlak harus terus menerus dilakukan oleh Pemda, serta perlu dilakukan evaluasi secara berkala agar pelayanan publik senantiasa memuaskan masyarakat.

2.4.2 Pengisian Formasi Jabatan


Formasi jabatan di pemerintah daerah Tk. I maupun Tk. II ada yang bertambah akan tetapi ada juga yang berkurang, karena harus disesuaikan dengan kemampuan daerah untuk membiayai perangkat daerah (dinas) sesuai dengan besarnya pendapatan asli daerah yang dimiliki. Menurut Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah menyatakan otonomi daerah sering menimbulkan berbagai gejolak biasanya terkait dengan proses pemilihan kepala daerah dan pertanggung jawaban kepala daerah. Di era Demokrasi ini menuntut adanya sikap dewasa dan rasional serta sanggup untuk menerima adanya perbedaan pendapat termasuk kekalahan dari calon atau partai yang didukungnya. Selain itu untuk pengisian formasi jabatan karir pemda hendaknya juga mengedepankan profesionalisme sehingga tidak

terjebak pada fanatisme sempit berupa kesukuan, sebab bila hal ini yang ditonjolkan oleh pemda maka selain merugikan pemda sendiri, juga akan mengusik rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang telah sejak lama dibangun dan diperjuangkan bahkan jauh sebelum kemerdekaan RI.

2.4.3 Pengawasan Keuangan di Daerah


Seiring meningkatnya jumlah anggaran yang dikelola di daerah perlu dibarengi dengan peningkatan kemampuan pengawasan keuangan di daerah. Sebab membengkaknya anggaran di pemda bila tidak diikuti dengan pengawasan keuangan yang memadai tidak tertutup kemungkinan akan menyuburkan praktek KKN di daerah. Guna meningkatkan kualitas dan kemampuan pengawasan keuangan di daerah agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, diperlukan pendistribusian aparat pengawasan (Itjen dan BPKP) ke daerah tingkat I maupun TK II. Namun Pengawasan keuangan di daerah tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada DPRD sebab DPRD bersifat politis dan tidak semua anggota DPRD memiliki staf ahli yang mampu dan menguasai seluk beluk pelaksanaan keuangan daerah.

2.4.4 Lembaga Pengawasan Independen


Kewenangan yang cukup besar yang dimiliki oleh DPRD saat ini dapat saja disalahgunakan untuk kepentingan para anggota DPRD sendiri, sementara itu kepentingan rakyat tetap saja terabaikan. Tugas dari lembaga pengawas independen ini adalah untuk menekan praktek-praktek politik yang kolusif yang dilakukan oleh DPRD dan Kepala Daerah. Pada saat penyusunan RAPBD dan penyampaian Laporan Pertangungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD, adalah saat yang kritis dan perlu mendapat perhatian serius dari segenap lapisan masyarakat agar tidak terjadi persekongkolan politik yang merugikan kepentingan masyarakat. Lembaga pengawasan Independen ini beranggotakan para tokoh masyarakat, kalangan perguruan tinggi dan LSM yang konsen

terhadap Clean Government, sehingga perlu mengawal ketat pelaksanaan otonomi daerah di seluruh Indonesia, agar otonomi daerah benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, tanpa dibarengi dengan meningkatnya KKN di seluruh daerah.

2.5 Pengaruh Otoda terhadap Anggaran Pembangunan Daerah


Pelaksanaan pembangunan daerah tentu saja tidak terlepas dari ketersediaan dana untuk pembiayaannya. Pembiayaan bagi pelaksanaan pembangunan daerah dituangkan dalam anggaran pembangunan. Selama ini anggaran pembangunan daerah terbagi atas anggaran pembangunan yang termasuk dalam APBD dan anggaran pembangunan yang dikelola oleh instansi vertikal di daerah. Anggaran pembangunan daerah pada umumnya bersumber dari bantuan pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Bantuan pembangunan yang diberikan oleh pusat kepada daerah terdiri atas bantuan umum dan bantuan khusus. Bantuan umum pada prinsipnya merupakan dana yang diserahkan penggunaannya kepada daerah dalam rangka pembangunan daerah, sedangkan bantuan khusus penggunaannya ditetapkan oleh pemerintah melalui Inpres. Dalam pelaksanaan bantuan umum tersebut pada kenyataannya pemerintah pusat memberlakukan dua ketentuan yaitu diarahkan dan ditetapkan. Ditetapkan maksudnya penggunaan dana tersebut telah ditetapkan khusus oleh pemerintah pusat sehingga daerah hanya melaksanakan sesuai ketetapan tersebut. Sedangkan pada penggunaan yang diarahkan, pusat menetapkan ketentuan dan batasan yang harus diikuti daerah dalam penggunaan dana tersebut. Melalui tumpang tindih. Anggaran pembangunan tersebut diharapkan dapat mengatasi terjadinya pemborosan sebagai akibat program pembangunan yang

10

2.6 Dampak Negatif dari Otoda terhadap Pendayagunaan SDA Era Otda tidak disikapi baik oleh aparat Pemda, DPRD maupun warga masyarakat dengan kematangan berfikir, bersikap dan bertindak. Masing-masing elemen masyarakat lebih menonjolkan hak dari pada kewajiban dalam mengatur dan mengurus sesuatu yang menjadi kepentingan umum. Dengan kata lain, masing-masing lebih mengedepankan egonya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Pemahaman terhadap Otda yang keliru, baik oleh aparat maupun oleh warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan Otda menyimpang dari tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan sejahtera. Oleh sebab itu muncul dampak negatif akibat kesalahan tersebut, bisa digambarkan dengan terjadinya percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh wilayah tanah air, bahkan untuk Pulau Jawa dan Bali sejak tahun 1995 telah mengalami defisit air karena kebutuhan air jauh di atas ketersediaan air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali juga telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak terhadap punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro organisme yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam. Dan masih banyak lagi dampak negatif yang ditimbulkan atas kekeliruan terhadap pemahaman Otoda. Guna mengatasi hal tersebut, diperlukan penerapan otonomi daerah yang efektif dengan memiliki beberapa syarat, sekaligus sebagai faktor yang sangat berpengaruh, yaitu: a. Manusia selaku pelaksana harus berkualitas b. Keuangan sebagai biaya harus cukup dan baik c. Prasarana, sarana dan peralatanharus cukup dan baik d. Organisasi dan manajemen harus baik Dari semua faktor tersebut di atas, faktor manusia yang baik adalah faktor yang paling penting karena berfungsi sebagai subjek dimana faktor yang lain bergantung pada faktor manusia ini. SDM yang tidak/belum

11

berkualitas inilah yang menyebabkan penyelenggaraan Otonomi daerah tidak berjalan sebagaimana mestinya, penuh dengan intrik, konflik dan carut-marut serta diwarnai oleh menonjolnya kepentingan pribadi dan kelompok. 2.7 Peran Dephan dalam Pendayagunaan dan Penyelamatan SDA Dalam era otonomi daerah, Dephan dituntut memiliki peran yang strategis pro-aktif, terutama dalam hal pengelolaan dan penyelamatan sumber daya alam yang makin parah. Namun hingga saat ini Dephan tidak memiliki aparat di daerah, kecuali Kodam selaku pelaksana tugas dan fungsi (PTF) Dephan. Sejalan dengan tuntutan reformasi TNI, Kodam tidak lagi memiliki kewenangan menangani urusan pemerintahan. TNI Kodam sangat sibuk dengan tugas pokoknya pembinaan dan operasional satuan TNI di daerah. Dalam hal pembinaan wilayah (Binwil) yang sekarang dinyatakan sebagai wilayah tugas dan tanggung jawab pemerintah/Pemda, Kodam/Kodim diposisikan sebagai peran pembantu. Namun demikian dihadapkan dengan kerawanan dan ancaman disintegrasi bangsa, keberadaan Kodam/Kodim masih sangat diperlukan di era transisi reformasi dan demokratisasi ini. Pengelolaan Pertahanan Negara (hanneg) merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara yang tidak diotonomikan. Di sisi lain pengelolaan hanneg ini merupakan tanggung jawab bersama segenap instansi pemerintahan dan seluruh komponen bangsa. Oleh karena itu, Dephan selaku lembaga pemerintah pemegang otoritas pengelolaan hanneg menghadapi tugas yang sangat luas dan berat, karena masing-masing daerah memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya sesuai dengan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatnya dengan fokus tujuan utama mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran (ekonomi) yang sebesar-besarnya sehingga dengan demikian tujuan dan sasaran mengenai pertahanan kurang mendapat perhatian publik.

12

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan

13

Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, maka penyusun menarik kesimpulan yang secara terperinci dapat ditarik kesimpulankesimpulan sebagai berikut: 1. Produk domestik regional bruto secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu provinsi dalam menghasilkan pendapatan kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah (provinsi) tersebut. 2. Secara teoritis, proses pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh suatu kombinasi yang kompleks dari sejumlah faktor ekonomi, sosial, demografi, geografi, politik, kebijakan ekonomi, dan faktor lainnya. 3. Definisi Otonomi daerah sendiri menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. 4. Guna meningkatkan kualitas dan kemampuan pengawasan keuangan di daerah agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, diperlukan pendistribusian aparat pengawasan (Itjen dan BPKP) ke daerah tingkat I maupun TK II. 5. Pemahaman terhadap Otda yang keliru, baik oleh aparat maupun oleh warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan Otda menyimpang dari tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan sejahtera. 6. Dephan dituntut memiliki peran yang strategis pro-aktif, terutama dalam hal pengelolaan dan penyelamatan sumber daya alam yang makin parah.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penyusun kemukakan, diantaranya: 1. Diharapkan mahasiswa dapat memahamipembangunan ekonomi regional dan otoda.

14

2. Diharapkan apa yang menjadi kebijaksanaan pemerintah dapat terwujud sebagaimana yang sudah menjadi tujuan awal. 3. Agar apa yang telah disusun dalam makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya, mahasiswa selayaknya benar-benar mempelajari berbagai hal menyangkut usaha pemerintah sehingga mampu menanggapi berbagai kasus menyangkut kebijakan otoda.

15

Anda mungkin juga menyukai