Pertanyaan-pertanyaan yang telah tercantum seperti hal di atas sering kali muncul. Mungkin akan lebih banyak lagi pertanyaan yang berkait dengan Pembangunan Ekonomi Regional dan Otonomi Daerah. Namun semua itu adalah bagian dari masalah ekonomi yang nantinya akan menjadi bagian penyelesaian dari kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah untuk negara Indonesia. Adapun penyusun membuat makalah ini tidak hanya sekedar untuk iseng dibaca, tetapi makalah ini tidak lain ditujukan bagi mereka yang sungguh-sungguh ingin belajar dan mampu memahami apa yang dialami negara berkaitan dengan Pembangunan Ekonomi Regional dan Otonomi Daerah.
1.3 Tujuan
Penyusunan makalah ini memiliki beberapa tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kemajuan mahasiswa STIE PERBANAS. Secara terperinci, tujuan dari penyusunan makalah ini, di antaranya: 1. Mahasiswa sebagai generasi penerus diharapkan dapat memahami permasalahan pembangunan ekonomi regional
2. Mengetahui upaya apa saja yang dilakukan pemerintah dalam menentukan apa yang terbaik dalam pembangunan ekonomi regional dan otonomi daerah 3. Memberikan informasi berbagai hal yang dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi mahasiswa mengenai pembangunan ekonomi.
1.4 Manfaat
Dangan adanya tujuan dalam penyusunan makalah ini, terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh apabila hal-hal yang disampaikan dapat dipahami, dipelajari, dan ditanggapi sesuai dengan kenyaatan yang ada sebagaimana mestinya, di antaranya: 1. Dapat menjadikan mahasiswa menjadi lebih kritis dalam menanggapi berbagai permasalahan yang berhubungan dengan pembangunan ekonomi khususnya pembangunan ekonomi regional dan otonomi daerah 2. Dapat mengetahui hubungan atau timbal balik penduduk atas pembangunan ekonomi di Indonesia 3. Dapat meningkatkan kualitas mahasiswa sebagai sumber daya menusia yang handal dengan memahami perekonomian Indonesia khususnya dalam hal pembangunan ekonomi.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Distribusi PDB Menurut Provinsi
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), dalam menghitung pendapatan regional bruto dipakai konsep domestik. Dimana, seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu wilayah atau provinsi dimasukkan, tanpa memperhatikan pemilikan atas sektor produksi. Dengan demikian, produk domestik regional bruto secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu provinsi dalam menghasilkan pendapatan kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah (provinsi) tersebut.
bisa dibagi menurut lokasi sumbernya menjadi 2 kelompok, yakni internal (domestik) dan eksternal. Selain itu, bentuk proses pembangunan itu sendiri juga sangat dipengaruhi oleh sifat, sikap, tindakan, serta keputusan yang diambil oleh pelaku ekonomi di pasar, terutama pengusaha dan investor, dalam menentukan hal-hal penting, seperti lokasi usaha dan investasi, jenis serta jumlah output yang diproduksi, jumlah serta jenis investasi, jumlah serta jenis faktor produksi, dan input lainnya yang digunakan. Selanjutnya, sikap pelaku ekonomi tersebut sangat dipengaruhi oleh market signals. Dalam teori pertumbuhan ekonomi, fakta yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah bisa dikelompokkan menjadi faktor dari sisi penawaran, seperti progres teknologi, peningkatan SDM, penemuan material baru, dan faktor dari sisi permintaan, seperti peningkatan pendapatan dan perubahan selera konsumen. Fokus teori pertumbuhan ekonomipun dibedakan dalam 3 hal : pola pembangunan jangka panjang, potensi ekonomi jangka panjang, dan alur pertumbuhan.
Analisis posisi relatif ekonomi suatu daerah atau wilayah dapat dilakukan dengan berbagai peralatan atau metode, salah satu diantaranya dengan analisis shift-share (SS). Analisis SS ini merupakan teknik yang relatif sederhana untuk mengevaluasi posisi relatif dan perubahan struktur suatu perekonomian lokal dalam hubungannya dengan perekonomian acuan (nasional). Metode ini bertitik tolak pada anggapan dasar bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau wilayah dipengaruhi oleh, pertumbuhan nasional, pertumbuhan sektoral, dan pertumbuhan daya saing wilayah. Model analisis sendiri dibedakan menjadi 2 tipe yakni, Analisis Pangsa Regional dan Analisis Pergeseran.
2.4
Definisi Otonomi daerah sendiri menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. Dengan otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah (PAD), sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom. Namun dengan adanya otoda, muncul juga kecenderungan Pemda untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dengan cara membuat Perda yang berisi pembebanan pajak-pajak daerah. Hal ini telah mengakibatkan timbulnya ekonomi biaya tinggi (High Cost Economy) sehingga pengusaha merasa keberatan untuk menanggung berbagai pajak tersebut. Dengan demikian pemerintah daerah harus berhati-hati dalam mengeluarkan Perda tentang pajak daerah, sehingga pelarian modal ke daerah lain dapat dihindari, dan harus berusaha memberikan berbagai kemudahan dan pelayanan untuk menarik investor menanamkan modal di daerahnya. Adapun beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian serius dalam pelaksanaan otonomi daerah antara lain pelayanan publik, formasi jabatan, pengawasan keuangan daerah dan pengawasan independent.
Pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah akan mempengaruhi minat para investor dalam menanamkan modalnya di suatu daerah. Excelent Service harus menjadi acuan dalam mendesain struktur organisasi di pemerintah daerah. Dunia usaha menginginkan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan murah serta tarif yang jelas dan pasti. Pemerintah perlu menyusun Standard Pelayanan bagi setiap institusi (Dinas) di daerah yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat, utamanya dinas yang mengeluarkan perizinan bagi pelaku bisnis. Perizinan berbagai sector usaha harus didesain sedemikian rupa agar pengusaha tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk mengurus izin usaha, sehingga tidak mengorbankan waktu dan biaya besar hanya untuk mengurus perizinan. Deregulasi dan Debirokratisasi mutlak harus terus menerus dilakukan oleh Pemda, serta perlu dilakukan evaluasi secara berkala agar pelayanan publik senantiasa memuaskan masyarakat.
terjebak pada fanatisme sempit berupa kesukuan, sebab bila hal ini yang ditonjolkan oleh pemda maka selain merugikan pemda sendiri, juga akan mengusik rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang telah sejak lama dibangun dan diperjuangkan bahkan jauh sebelum kemerdekaan RI.
terhadap Clean Government, sehingga perlu mengawal ketat pelaksanaan otonomi daerah di seluruh Indonesia, agar otonomi daerah benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, tanpa dibarengi dengan meningkatnya KKN di seluruh daerah.
10
2.6 Dampak Negatif dari Otoda terhadap Pendayagunaan SDA Era Otda tidak disikapi baik oleh aparat Pemda, DPRD maupun warga masyarakat dengan kematangan berfikir, bersikap dan bertindak. Masing-masing elemen masyarakat lebih menonjolkan hak dari pada kewajiban dalam mengatur dan mengurus sesuatu yang menjadi kepentingan umum. Dengan kata lain, masing-masing lebih mengedepankan egonya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Pemahaman terhadap Otda yang keliru, baik oleh aparat maupun oleh warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan Otda menyimpang dari tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan sejahtera. Oleh sebab itu muncul dampak negatif akibat kesalahan tersebut, bisa digambarkan dengan terjadinya percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh wilayah tanah air, bahkan untuk Pulau Jawa dan Bali sejak tahun 1995 telah mengalami defisit air karena kebutuhan air jauh di atas ketersediaan air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali juga telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak terhadap punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro organisme yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam. Dan masih banyak lagi dampak negatif yang ditimbulkan atas kekeliruan terhadap pemahaman Otoda. Guna mengatasi hal tersebut, diperlukan penerapan otonomi daerah yang efektif dengan memiliki beberapa syarat, sekaligus sebagai faktor yang sangat berpengaruh, yaitu: a. Manusia selaku pelaksana harus berkualitas b. Keuangan sebagai biaya harus cukup dan baik c. Prasarana, sarana dan peralatanharus cukup dan baik d. Organisasi dan manajemen harus baik Dari semua faktor tersebut di atas, faktor manusia yang baik adalah faktor yang paling penting karena berfungsi sebagai subjek dimana faktor yang lain bergantung pada faktor manusia ini. SDM yang tidak/belum
11
berkualitas inilah yang menyebabkan penyelenggaraan Otonomi daerah tidak berjalan sebagaimana mestinya, penuh dengan intrik, konflik dan carut-marut serta diwarnai oleh menonjolnya kepentingan pribadi dan kelompok. 2.7 Peran Dephan dalam Pendayagunaan dan Penyelamatan SDA Dalam era otonomi daerah, Dephan dituntut memiliki peran yang strategis pro-aktif, terutama dalam hal pengelolaan dan penyelamatan sumber daya alam yang makin parah. Namun hingga saat ini Dephan tidak memiliki aparat di daerah, kecuali Kodam selaku pelaksana tugas dan fungsi (PTF) Dephan. Sejalan dengan tuntutan reformasi TNI, Kodam tidak lagi memiliki kewenangan menangani urusan pemerintahan. TNI Kodam sangat sibuk dengan tugas pokoknya pembinaan dan operasional satuan TNI di daerah. Dalam hal pembinaan wilayah (Binwil) yang sekarang dinyatakan sebagai wilayah tugas dan tanggung jawab pemerintah/Pemda, Kodam/Kodim diposisikan sebagai peran pembantu. Namun demikian dihadapkan dengan kerawanan dan ancaman disintegrasi bangsa, keberadaan Kodam/Kodim masih sangat diperlukan di era transisi reformasi dan demokratisasi ini. Pengelolaan Pertahanan Negara (hanneg) merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara yang tidak diotonomikan. Di sisi lain pengelolaan hanneg ini merupakan tanggung jawab bersama segenap instansi pemerintahan dan seluruh komponen bangsa. Oleh karena itu, Dephan selaku lembaga pemerintah pemegang otoritas pengelolaan hanneg menghadapi tugas yang sangat luas dan berat, karena masing-masing daerah memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya sesuai dengan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatnya dengan fokus tujuan utama mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran (ekonomi) yang sebesar-besarnya sehingga dengan demikian tujuan dan sasaran mengenai pertahanan kurang mendapat perhatian publik.
12
13
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, maka penyusun menarik kesimpulan yang secara terperinci dapat ditarik kesimpulankesimpulan sebagai berikut: 1. Produk domestik regional bruto secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu provinsi dalam menghasilkan pendapatan kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah (provinsi) tersebut. 2. Secara teoritis, proses pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh suatu kombinasi yang kompleks dari sejumlah faktor ekonomi, sosial, demografi, geografi, politik, kebijakan ekonomi, dan faktor lainnya. 3. Definisi Otonomi daerah sendiri menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. 4. Guna meningkatkan kualitas dan kemampuan pengawasan keuangan di daerah agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, diperlukan pendistribusian aparat pengawasan (Itjen dan BPKP) ke daerah tingkat I maupun TK II. 5. Pemahaman terhadap Otda yang keliru, baik oleh aparat maupun oleh warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan Otda menyimpang dari tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan sejahtera. 6. Dephan dituntut memiliki peran yang strategis pro-aktif, terutama dalam hal pengelolaan dan penyelamatan sumber daya alam yang makin parah.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penyusun kemukakan, diantaranya: 1. Diharapkan mahasiswa dapat memahamipembangunan ekonomi regional dan otoda.
14
2. Diharapkan apa yang menjadi kebijaksanaan pemerintah dapat terwujud sebagaimana yang sudah menjadi tujuan awal. 3. Agar apa yang telah disusun dalam makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya, mahasiswa selayaknya benar-benar mempelajari berbagai hal menyangkut usaha pemerintah sehingga mampu menanggapi berbagai kasus menyangkut kebijakan otoda.
15