Anda di halaman 1dari 23

BAB I LAPORAN KASUS 1.1. Waktu Pengambilan Data a. Pasien masuk IGD tanggal b.

Pasien masuk instalasi rawat inap c. Pengambilan data pasien 1.2 Identitas Pasien No. RM Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Pekerjaan Agama Pendidikan Status Perkawinan 1.3. : 01148092 : Ny. SA : Perempuan : 62 tahun : Jl. Waru jati barat Rt.012/009 Pancoran Jaksel : Ibu rumah tangga : Islam : Tidak sekolah : Kawin : 14 Mei 2012 : 15 Mei 2012 : 17 Mei 2012

Anamnesis (Alloanamnesis) Keluhan Utama Kejang seluruh tubuh sejak 5 jam SMRS. Riwayat penyakit sekarang 5 jam SMRS, saat sedang duduk santai pasien tiba-tiba kejang seluruh tubuh dengan kepala menoleh ke arah kanan, mata pasien mendelik keatas, mulut tidak berbusa selama 2 jam, pasien tidak sadar. Pasien juga mempunyai keluhan mulut mencong, kelemahan sisi tubuh sebelah kanan, dan bicara pelo (stroke 2009). Pasien menyangkal adanya keluhan sakit kepala, pandangan kabur / double, rasa baal, dan tersedak. Ketika masih kejang, pasien dibawa ke RSF. Kemudian diberi obat kejang hilang

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah mengalami kejang serupa satu kali pada Desember 2011, tetapi tidak pernah berobat. Pasien mempunyai riwayat stroke sumbatan tahun 2009 dan hipertensi tetapi tidak rutin minum obat. Riwayat DM dan jantung disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga tidak ada yang mengalami hal serupa. Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi. Riwayat DM dan sakit jantung disangkal.

Riwayat kebiasaan dan sosial Pasien tidak pernah merokok dan jarang berolahraga. 1.3 Pemeriksaan Fisik 14 Mei 2012 IGD Onset hari ke 1 Keadaan Umum: tampak sakit berat Kesadaran: Dalam pengaruh obat (Serenase 1 amp) Tekanan darah: 150/90 mmHg Nadi: 80x/menit Pernapasan: 20 x/menit Suhu: 38,3oC Mata: konjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/Leher: JVP tidak meningkat Thorax Jantung: S1 S2 reguler, murmur -, gallop Paru: bunyi nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen: supel, datar, hepatomeegali - , splenomegali Ekstremitas: akral hangat, edema -/-, hemiparese dextra Ekstremitas Atas Proksimal Distal : 2222 - 5555 Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 1111 - 5555

Skor Skore Siriraj (2,5 x kesadaran) + ( 2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0.1 x tekanan diastolic) ( 3 x penanda ateroma) -12 : Interpretasi > 1 =stroke hemoragik <-1 = stroke infark >-1 x <1 meragukan, perlu pemeriksaan CT Scan (2,5 x 1) + ( 2 x 0) + (2x0) + (0,1x 90) (3x1) 12 = -3,5 ( stroke iskemik ) 17 Mei 2012 ruang rawat inap, Onset hari ke 4

A.

Keadaan Umum: tampak sakit sedang Kesadaran: komposmentis/ GCS:E4M6V5 = 15 Sikap: Berbaring Koperasi: kooperatif Keadaan gizi: kesan kurang Tekanan darah: 160 / 100 mmHg Nadi: 120 x/menit Pernapasan: 28 x/menit Suhu: 36,8oC

B.

Keadaan Lokal a. Traumata stigmata: tidak ada b. Pulsasi arteri carotis: reguler, equal kanan-kiri c. Perdarahan perifer: capillary refill time < 2 detik d. KGB: Tidak teraba pembesaran. e. Columna vertebralis: Lurus di tengah. Pemeriksaan Kepala Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/Pemeriksaan Leher JVP: 5-2 cmH2O Pemeriksaan Jantung Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat 3

Palpasi Perkusi

: Ictus cordis teraba di ICS 5 MCL sinistra : Batas kanan : ICS 4 PSL dekstra Batas kiri : ICS 5 1 jari medial MCL sinistra Pinggang jantung: ICS 3 PSL sinistra

Auskultasi : S1 S2 Normal reguler, murmur (-), galllop (-) Pemeriksaan Paru : Inspeksi Palpasi Perkusi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis : Vokal fremitus sama di kedua lapang paru : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : Suara napas vesicular, rhonki -/-, wheezing -/-. Pemeriksaan Abdomen: Inspeksi Palpasi Perkusi : Datar, luka (-), bekas luka (-), benjolan (-), perubahan warna (-), memar (-), spider nevi (-) : Supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-) : Timpani di seluruh lapangan abdomen

Auskultasi : BU (+) normal Pemeriksaan Ekstremitas: Atas: Akral hangat, edema Bawah: Akral hangat, edema 1.4 Pemeriksaan Neurologi A. Kiri Kaku Kuduk Laseque Laseque Menyilang Kernig Brudzinski I Brudzinski II B. : : : : : : > 70 (-) > 135 (-) (-) (-) > 70 (-) > 135 (-) (-) Rangsang Selaput Otak Kanan , clubing finger -/, clubing finger -/-

Peningkatan Tekanan Intrakranial : Tidak diperiksa

Papil edema

C. N. I N.II

Saraf-saraf Kranialis : Kanan : : : Tidak diperiksa Kanan : : : : : : : : : : : : Bulat, 3 mm (+) (+) (+) (+) Kanan : : : : Ortofori (+) (+) (+) (+) (+) (+) (-) (-) (-) Isokhor Bulat, 3 mm (+) (+) (+) (+) Kiri Kiri Ortofori (+) (+) (+) (+) (+) (+) (-) (-) (-) Sama dengan pemeriksa Tidak ada kelainan membedakan warna Normosmia Kiri

Acies Visus Melihat Warna Funduskopi N. III, IV, VI

Kedudukan Bola Mata Pergerakan Bola Mata Ke Nasal Ke Temporal Ke Nasal Atas Ke Nasal Bawah Ke Temporal Atas Ke Temporal Bawah Eksopthalmus Ptosis Nistagmus Pupil Bentuk

Refleks Cahaya Langsung : Refleks Cahaya Konsensual : Akomodasi Konvergensi N. V Cabang Motorik Cabang Sensorik Optahalmik Maxilla Mandibularis N. VII Motorik Orbitofrontal : :

Dapat menggerakkan rahang dengan baik Baik Baik Baik Kanan simetris Baik Baik Baik Kiri

: Mengangkat alis dan mengerutkan dahi

Motorik Orbicularis oculi : Motorik Orbicularis oris Menyeringai Mengembangkan pipi Pengecap Lidah N. VIII Vestibular Vertigo Nistagmus Cochlear Tuli Konduktif : Tidak diperiksa Tuli Perspeptif : Tidak diperiksa N. IX, X Motorik Sensorik N. XI Mengangkat bahu : Menoleh N. XII Pergerakan Lidah Atrofi Fasikulasi Tremor D. : Baik : (-) : (-) : (-) : : (-) : (-)

Menutup mata sempurna Baik Baik Baik

: Plica nasolabial berkurang : : Baik Baik

: Tidak ada deviasi uvula, arcus faring simetris : Refleks muntah (+), refleks menelan (+) Kanan Baik Baik Kiri Baik Baik

Sistem Motorik : 1111 - 5555 : 1111 - 5555

Ekstremitas Atas Proksimal Distal Ekstremitas Bawah Proksimal Distal Hemiparese dextra E. Tremor Chorea Atetose Mioklonik Gerakan Involunter : (-) : (-) : (-) : (-)

Tics F. G. H.

: (-) Trofik : Eutrofik Tonus : Normotonus Sistem Sensorik : hemihipestesi dextra : hemihipestesi dextra

Proprioseptif Eksteroseptif

I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi Ataxia Tes Rhomberg Disdiadokinesia Jari-Jari Jari-Hidung Tumit-Lutut Rebound Pheomenon Hipotoni J.Fungsi Luhur Astereognosia Apraksia Afasia K. Miksi Defekasi Sekresi keringat L. Kiri Bisep : (+3) (+3) : (-) : (-) : (-) Fungsi Otonom : terpasang cateter : Baik : Baik Kanan : (-) : Tidak diperiksa : Tidak diperiksa : Tidak diperiksa : Tidak diperiksa : Tidak diperiksa : (-) : (-)

Refleks-refleks Fisiologis

Trisep Radius Dinding Perut Otot Perut Lutut Tumit Cremaster Sfingter Ani M. Kiri Hoffman Tromner Babinsky Chaddock Gordon Gonda Schaeffer Klonus Lutut Klonus Tumit N. Demensi 1.5 A. :

: : : : : :

(+3) (+3) (+) (+) (+1) (+1)

(+3) (+3) (+) (+) (+2) (+2)

: Tidak diperiksa : Tidak diperiksa Kanan (-) (-) : : : : : : (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Refleks-refleks Patologis :

Keadaan Psikis : Baik : (-)

Intelegensia

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium 14 Mei 2012 Pemeriksaan Hematologi Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit VER/HER/KHER/RDW VER Nilai Rujukan 11,7-15,5 g/dl 33-45% 5,0-10,0 ribu/Ul 150-440 ribu/Ul 3,8-5,2 juta/Ul 80-100 fl Hasil 12,4 39 13,4 349 4,08 94,6 8

HER KHER RDW Kimia Klinik Fungsi Hati SGOT SGPT Fungsi Ginjal Ureum darah Creatinin darah Diabetes Glukosa Darah Sewaktu Elektrolit Natrium Kalium Klorida Analisa Gas Darah pH pCO2 pO2 BP HCO3 O2 saturasi BE Total CO2 Sero imunologi Golongan darah B. Foto rontgen thorax Foto rontgen thorax 14 Mei 2012

26-34 pg 32-36 g/dl 11,5-14,5 % 0-34 u/l 0-40 u/l 20-40 mg/dl 0,6-1,5 mg/dl 70-140 mg/dl 135-147 mmol/l 3,10-5,10 mmol/l 95-108 mmol/l 7.37-7.44 35-45 mmHg 83-108 mmHg 21-28 mmol/L 95-99.1 % -2.5-2.5 mmol/L 19-24 mmol/L

30,4 32,2 14,2 22 11 28 0,9 136 144 4,52 104 7.356 36.9 199.0 749.0 20.2 99.3 -4.7 21.3 B/ Rh (+)

Intepretasi: Foto kekuatan cukup

C.

Posisi simetri Tulang dan jaringan lunak normal Sudut costofrenikus kanan dan kiri lancip, diafragma datar Pada lapang tengah sampai bawah paru kanan dan lapangan atas sampai bawah paru kiri terdapat peningkatan corakan bronkovasikular Jantung CTR >50 %, apex down ward, elongasi aorta, elongasi pulmonal

CT Scan kepala CT scan kepala pada tanggal 14 Mei 2012:

Interpretasi hasil: Tampak lesi infark cerebri pada kedua basal ganglia, thalamus kanan, dan periventrikel lateralis, dan oksipitalis kiri Periventrikel tampak lesi encelophalopathy Sulkus dan fisura sylvii melebar Ventrikel lateral & III prominent sisterna ambiens tidak menyempit Tak tampak pergeseran garis tengah Serebellum dan pons baik Tulang-tulang kepala baik

10

Kesan: infark serebri pada kedua basal ganglia, thalamus kanan, ventrikel lateralis bilateral, dan oksipitalis kiri. Periventrikuler encephalopathy. Atrofi serebri ringan. 1.6 Resume Ny. SA 60 th ejang seluruh tubuh sejak 5 jam SMRS. saat sedang duduk santai pasien tiba-tiba kejang seluruh tubuh dengan kepala menoleh ke arah kanan, mata pasien mendelik keatas, mulut tidak berbusa selama 2 jam, pasien tidak sadar. Pasien juga mempunyai keluhan mulut mencong, kelemahan sisi tubuh sebelah kanan, dan bicara pelo. Menyangkal adanya keluhan sakit kepala, pandangan kabur / double, rasa baal, dan tersedak. Pernah mengalami kejang serupa satu kali pada Desember 2011, tetapi tidak pernah berobat. Riwayat stroke sumbatan (+) tahun 2009 dan hipertensi tetapi tidak rutin minum obat. Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi. Pasien tidak pernah merokok dan jarang berolahraga. Pemeriksaan Fisik: Keadaan Umum: tampak sakit sedang Kesadaran: komposmentis/ GCS:E4M6V5 = 15 Sikap: berbaring Koperasi: kooperatif Keadaan gizi: kesan cukup Tekanan darah: 160 / 100 mmHg Nadi: 120 x/menit Suhu: 36,8oC Pernapasan: 28 x/menit Kepala, Leher, Paru, Jantung, Abdomen, Ekstremitas dalam batas normal Status Neurologis GCS:E4M6V5 = 15 Pupil: bulat isokor d 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+ TRM: KK (-), L > 70 / > 70, K > 135 / > 135, BI -, BII N.cranial: kesan parese N. VII dextra sentral Motorik: Ekstremitas Atas Proksimal Distal : 1111 - 5555

11

Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 1111 - 5555 Refleks Fisiologis Refleks Patologis Sensorik: Hemihipestesi dextra Otonom: Dalam batas normal Kesan CT-Scan: Infark serebri pada kedua basal ganglia, thalamus kanan, ventrikel lateralis bilateral, dan oksipitalis kiri. Periventrikuler encephalopathy. Atrofi serebri ringan 1.7 Diagnosis Diagnosis klinis: Status epileptikus mioklonik, hemiparese dextra, hemihipestesi dextra, parese N. VII dekstra sentral, Hipertensi grade II Diagnosis etiologi: Stroke iskemik Diagnosis topik: Basal ganglia, thalamus kanan, ventrikel lateralis bilateral, dan oksipitalis kiri 1.8 Tata Lakasana Elevasi kepala 30o O2 NRM 8 L/menit IVFD Nacl 0,9% 500 cc/12 jam Citicholin 2 x 1000 mg IV Simvastatin 1x 10 mg tab Vit B6B12AF 2x1 tab Fenitoin 3 x 100 mg cap Diazepam 10 mg IV bolus lambat bila kejang Ascardia 1 x 80 mg Piracetam 4 x 3 gr 1.9 Pemeriksaan Anjuran EEG 12 : +3/+3 +1/+2 : -/-/-

1.10

Prognosis Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam

13

BAB II PEMBAHASAN Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA) 15 tahun yang lalu, status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. Klasifikasi Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan area tertentu dari korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset)- kategori utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau nonkonvulsi. Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus. Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum (tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial (sederhana atau kompleks). Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum (overt atau subtle) dan status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial kompleks, absens). Versi ketiga dengan pendekatan berbeda berdasarkan tahap kehidupan (batas pada periode neonatus, infan dan anak-anak, anak-anak dan dewasa, hanya dewasa). Epidemiologi Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan angka kejadian kira-kira 60.000 160.000 kasus dari status epileptikus tonik-klonik umum yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya.3 Pada sepertiga kasus, status epileptikus merupakan gejala yang timbul pada pasien yang mengalami epilepsi berulang. Sepertiga kasus terjadi pada pasien yang didiagnosa epilepsi, biasanya karena ketidakteraturan dalam memakan obat antikonvulsan. Mortalitas yang berhubungan

14

dengan aktivitas kejang sekitar 1-2 persen, tetapi mortalitas yang berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status epileptikus kira-kira 10 persen. Pada kejadian tahunan menunjukkan suatu distribusi bimodal dengan puncak pada neonatus, anakanak dan usia tua. Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa etiologi dari Status Epileptikus dapat dikategorikan pada proses akut dan kronik. Pada usia tua Status Epileptikus kebanyakan sekunder karena adanya penyakit serebrovaskuler, disfungsi jantung, dementia. Pada Negara miskin, epilepsy merupakan kejadian yang tak tertangani dan merupakan angka kejadian yang paling tinggi. Etiologi dan Patofisiologi Status epileptikus dapat disebabkan oleh berbagai hal (tabel 1). Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase. Fase pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac output, peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah, peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang diakibatkan asidosis laktat. Perubahan syaraf reversibel pada tahap ini. Setelah 30 menit, ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh beradaptasi berkurang dimana tekanan darah , pH dan glukosa serum kembali normal. Kerusakan syaraf irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya hipertermia (suhu meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan syaraf yang irreversibel. Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat, ketika peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi. Keadaan ini diikuti oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kehilangan syaraf dan kehilangan otak berlanjut. Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi maksimal pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks serebri, serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus mungkin paling sensitif akibat efek dari status epileptikus, dengan kehilangan syaraf maksimal dalam zona Summer. Komplikasi terjadinya status epileptikus dapat dilihat dari tabel 2. Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu kompleks dan melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor GABA dan

15

meningkatkan pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan masuknya ion Natrium dan Kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium. Tabel 1. Etiologi status epileptikus

Alkohol Anoksia Antikonvulsan-withdrawal Penyakit cerebrovaskular Epilepsi kronik Infeksi SSP Toksisitas obat-obatan Metabolik Trauma Tumor

Tabel 2. Komplikasi status epileptikus

Otak

Peningkatan Tekanan Intra Kranial Oedema serebri Trombosis arteri dan vena otak Disfungsi kognitif Myoglobinuria, rhabdomiolisis Apnoe Pneumonia Hipoksia, hiperkapni Gagal nafas Hipertensi Oedema paru Aritmia Glikosuria, dilatasi pupil

Gagal Ginjal

Gagal Nafas

Pelepasan Katekolamin

16

Hipersekresi, hiperpireksia Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme Dehidrasi Asidosis Hiper/hipoglikemia Hiperkalemia, hiponatremia Kegagalan multiorgan Fraktur, tromboplebitis, DIC

Jantung

Metabolik dan Sistemik


Idiopatik

Gambaran klinik Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi. A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus) Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi. Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani. B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)

17

Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua. C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus) Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome. D. Status Epileptikus Mioklonik Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif. E. Status Epileptikus Absens Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai slow motion movie dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat. Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati. F. Status Epileptikus Non Konvulsif Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus nonkonvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma. Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens. G. Status Epileptikus Parsial Sederhana a. Status Somatomotorik Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan

18

berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik). b. Status Somatosensorik Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march. H. Status Epileptikus Parsial Kompleks Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus. Penatalaksanaan Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan penanganan segera mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Protokol penatalaksanaan status epileptikus pada makalah ini diambil berdasarkan konsensus Epilepsy Foundation of America (EFA). Lini pertama dalam penanganan status epileptikus menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed). Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid (GABA) oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat. Berdasarkan penelitian Randomized Controlled Trials (RCT) pada 570 pasien yang mengalami status epileptikus yang dibagi berdasarkan empat kelompok (pada tabel di bawah), dimana Lorazepam 0,1 mg/kg merupakan obat terbanyak yang berhasil menghentikan kejang sebanyak 65 persen.

19

Nama obat 1. Lorazepam 2. Phenobarbitone 3. Diazepam + Fenitoin 4. Fenitoin

Dosis (mg/kg) 0,1 15 0.15 + 18 18

Persentase 65 % 59 % 56 % 44 %

Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan Diazepam dan karenanya memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut dalam lemak dan akan terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal, konsentrasi Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi maksimal. Mula kerja dan kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar 10 %) dari Lorazepam adalah sama. Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan Benzodiazepin. Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan tidak lebih dari 50 mg dengan infus atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang berulang. Efek samping termasuk hipotensi (28-50 %), aritmia jantung (2%). Fenitoin parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan penyuntikan harus menggunakan jarum suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 % untuk mencegah lokal iritasi : tromboplebitis dan purple glove syndrome. Larutan dekstrosa tidak digunakan untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang mengakibatkan terbentuknya mikrokristal. Status Epileptikus Refrakter Pasien dengan kejang yang rekuren, atau berlanjut selama lebih dari 60 menit. Walaupun dengan obat lini pertama pada 9-40 % kasus. Kejang berlanjut dengan alasan yang cukup banyak seperti, dosisnya di bawah kadar terapi, hipoglikemia rekuren, atau hipokalsemia persisten. Kesalahan diagnosis kemungkinan lain-tremor, rigor dan serangan psikogenik dapat meniru kejang epileptik. Mortalitas pada status epileptikus refrakter sangat tinggi dibandingkan dengan yang berespon terhadap terapi lini pertama. Dalam mengatasi status epileptikus refrakter, beberapa ahli menyarankan menggunakan Valproat atau Phenobarbitone secara intravena. Sementara yang lain akan memberikan medikasi dengan kandungan anestetik seperti Midazolam, Propofol, atau Tiofenton. Penggunaan ini dimonitor oleg EEG, dan jika tidak ada kativitas kejang, maka dapat ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang dengan dosis awal. 20

Protokol Penatalaksanaan Status Epileptikus (EFA, 1993) Pada : awal menit 1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu intubasi) a. Periksa tekanan darah b. Mulai pemberian Oksigen c. Monitoring EKG dan pernafasan d. Periksa secara teratur suhu tubuh e. Anamnesa dan pemeriksaan neurologis 2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar glukosa, hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah; periksa AGDA (Analisa Gas Darah Arteri) 3. Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat 4. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin 100 mg IV atau IM untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernickes encephalophaty 5. Lakukan rekaman EEG (bila ada) 6. Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg) intravena dengan kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10 mg). Jika kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin (Cerebyx) 18 mg per kg intravena dengan kecepatan 150 mg per menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang berlanjut. Jika kejang berhenti, berikan Fosfenitoin secara intravena atau intramuskular dengan 7 mg per kg per 12 jam. Dapat diberikan melalui oral atau NGT jika pasien sadar dan dapat menelan. Pada : 20 sampai 30 menit, jka kejang tetap berlangsung 1. Intubasi, masukkan kateter, periksa temperatur 2. Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan kecepatan 100 mg per menit Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian bolus intravena hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus Pentobarbital 1 mg per kg per jam; kecepatan infus lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menetukan apakah kejang telah berhenti. Pertahankan tekanan darah stabil. Atau berikan Midazolam

21

(Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10 mg per kg per menit, titrasi dengan bantuan EEG. Atau berikan Propofol (Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis pemeliharaan berdasarkan gambaran EEG.

22

DAFTAR PUSTAKA Editor: Harsono, Kustiowati E, Gunadharma S. Pedoma tata laksana epilepsi. Ed 3. PERDOSSI.2008. Lumbanntobing. Epilepsi. Balai penerbitFKUI. 2006 Sylvia, A. Price.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit.edisi 6.volume 2.Jakarta: EGC Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. Edisi 8. McGraw Hill: New York, 2005.

23

Anda mungkin juga menyukai