KEKUATAN BAHAN
Oleh :
Prof. Dr. Ir. Santosa, MP
Guru Besar pada Program Studi Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas
Padang, November 2009
Tegangan kerja pada suatu beban harus berada pada daerah elastis, maka
nilainya harus lebih rendah dari tegangan luluh. Di dalam desain, tegangan kerja atau
yang disebut juga dengan tegangan ijin (allowable stressess) diperoleh dari persamaan
(7) :
Tegangan Ijin = Tegangan Maksimum / Faktor Keamanan ...... (7)
Sebagai contoh, baja karbon rendah, yang memiliki tegangan tarik maksimum (atau
tegangan ultimat) sebesar 414 MPa, dengan faktor keamanan sebesar 4,8, maka
besarnya tegangan ijin = 414 MPa / 4,8 = 86,25 MPa.
Nilai tegangan kerja dari beberapa bahan disajikan pada Tabel 3.
steel
Cast steel 28-52 28-52 21-42
Cast iron 10-14 35-55 10-14
Nilai batas mulur dan kekuatan tarik baja karbon untuk konstruksi mesin
berdasarkan JIS (Standar Industri Jepang) G 4051 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Batas Mulur dan Kekuatan Tarik Baja Karbon untuk Konstruksi Mesin
Nilai kekuatan tarik baja karbon difinis dingin berdasarkan JIS (Standar
Industri Jepang) G 3123 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kekuatan Tarik Batang Baja Karbon Difinis Dingin (Sering Dipakai
untuk Poros)
21 – 80 67 – 83
Tanpa 20 atau kurang 80 – 101
Dilunakkan 21 – 80 75 – 91
Sumber : Sularso dan Suga (1987)
Nilai batas mulur dan kekuatan tarik baja khrom nikel berdasarkan JIS
(Standar Industri Jepang) G 4102 disajikan pada Tabel 6.
Rumus tentang tegangan thermal disajikan pada persamaan (8). Jika suatu
balok diberi perlakuan panas, maka perubahan temperatur yang terjadi tersebut dapat
menimbulkan tegangan. Misalnya pada balok yang ujung – ujungnya dijepit,
kemudian suhu balok dinaikkan dari to menjadi t. Karen pemuaian balok tersebut
dilawan oleh gaya reaksi pada ujung – ujung balok, maka pada balok tersebut timbul
tegangan kompresif. Dengan asumsi bahwa panjang balok adalah tetap, maka
tegangan kompresif yang ditimbulkan oleh reaksi pada ujung – ujung balok adalah :
σ= E . α ( t - to) ....................................... (8)
dengan σ adalah tegangan yang timbul, α adalah koefisien muai bahan balok, dan
E adalah modulus elastisitas.
Tegangan dan regangan akibat gaya geser dapat diikuti pada persamaan (9),
(10), (11), (12), (13), (14) :
τ = Q / As .............................................................. (9)
dengan τ adalah tegangan geser (dalam Pa), Q adalah gaya geser (dalam N), A s
adalah luas penampang geser (dalam m2).
Jika gaya geser bekerja pada elemen empat persegi panjang, maka :
6
tg γ = δs / L ..................................................... (10)
Besarnya nilai dinyatakan dalam radian. Pada nilai sudut kecil, maka berlaku :
γ = tg γ ................................................................... (11)
Persamaan (11) disubstitusikan ke persamaan (10) sehingga diperoleh :
γ = δs / L .............................................................. (12)
Besaran γ inilah yang disebut regangan geser.
Pada daerah elastis, nilai tegangan geser sebanding dengan nilai regangan
geser, maka berlaku Hukum Hooke, ditulliskan :
τ = G . γ .................................................................... (13)
dengan adalah tegangan geser (dalam Pa), adalah regangan geser (tak berdimensi),
dan G adalah modulus elastisitas geser (= modulus geser, modulus kekakuan,
modulus ketegaran) (dalam Pa). Besarnya modulus elastisitas geser pada beberapa
bahan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Modulus Elastisitas dan Modulus Elastisitas Geser Beberapa Bahan
Modulus Elastisitas (GPa)
Bahan
Tarik atau Desak Geser
Paduan aluminum 2014-T6 75 27,6
Paduan aluminum 6061-T6 70 25,6
Besi Cor – Abu -abu 90 41
Besi Cor - Tempa 170 83
Paduan Magnesium, AM100A 45 17
Baja Karbon 0,6 % (rol panas) 200 83
(c) ∑ Fhorisontal = 0
Pada balok terjepit satu ujung (atau kantilever), juga berlaku persamaan
kesetimbangan gaya.
Tegangan lentur tertinggi (σmaks) pada suatu konstruksi (batang) terjadi pada
penampang yang menderita momen lentur yang maksimum (Mmaks) pada permukaan
batang yang kedudukannnya terjauh dari sumbu netral (yaitu pada ymaks atau C),
dituliskan :
σmaks = Mmaks x ymaks / I ................................................ (23)
karena I / ymaks adalah Z, maka dapat ditulis :
σmaks = Mmaks / Z ........................................................ (24)
υ = W. b / [ 6 . L . E . I ] . (-x3 + L2 x - b2 x ), untuk x ≤ a
(dari titik A, titik tumpu di sebelah kiri)
= { W. b / [ 6 . L . E . I ] . (-x3 + L2 x - b2 x ) } + { W / [6 . E . I ] .(x- a)3 ,
untuk x ≥ a
(dari titik A, titik tumpu di sebelah kiri)
........................................................................ (29)
dengan W adalah besarnya beban, b adalah (L – a), dan L adalah panjang bentang,
atau jarak sendi dengan roll.
Jika beban titik (W) tersebut berada di tengah – tengah konstruksi batang
sederhana (simple beam), maka lendutan maksimum terjadi tepat pada tengah –
tengah bentang, atau pada beban tersebut ( x = L/2), dengan nilai lendutan (υ)
sebesar :
υ = W. L3 / [ 48 . E . I ] ……………………........……. (30)
dengan W adalah beban, L adalah panjang bentang, E adalah modulus elastisitas
bahan, dan I adalah momen inersia bahan.
Jika konstruksinya berupa kantilever atau batang terjepit, dengan panjang
bentang L, yang dijepit di titik A, maka besarnya lendutan (υ) pada jarak x dari titik
10
A akibat beban titik F yang bekerja di ujung bentang adalah (Shigley, Mitchell, dan
Harahap, 1986 ) :
υ = F. x2 / [ 6 . E . I ] . ( x - 3 . L ) .................................... (31)
ssehingga lendutan maksimum terjadi di bawah gaya F (pada x = L), yang nilai
lendutannya adalah :
υmaks = F. x2 / [ 6 . E . I ] . ( x - 3 . L ), dengan x = L
= F. L2 / [ 6 . E . I ] . ( L - 3 . L )
= - F. L3 / [ 3 . E . I ] ...................................................... (32)
Pada silinder berlubang, dengan diameter luar = D dan diameter dalam = d, jari – jari
luar = R dan jari – jari dalam r, maka besarnya momen inersia polar dapat disajikan
pada persamaan (35) atau (36).
J = ( 0,5) ( π ) ( R4 - r4 ).....................................................( 35 )
J = π . ( D4 - d4 ) / 32 .......................................... (36)
Mengenai sudut puntir dijelaskan sebagai berikut : pada poros pejal yang
dipegang atau diklem pada ujung kiri, dan mengalami momen puntir terhadap sumbu
longitudinal (memanjang) pada ujung kanan, dengan anggapan bahwa (a) puntiran
adalah seragam sepanjang poros, (b) penampang lintang serta jari-jari rata pada suatu
bidang, (c) baik panjang poros maupun diameter poros tidak berubah, dan (d) bahan
11
poros adalah homogen dan mengikuti Hukum Hooke, maka hubungan antara sudut
puntir θ (dalam radian) dengan besarnya torsi (T, dalam N.m), panjang poros (L,
dalam m), momen inersia polar (J, dalam m4), dan modulus kekakuan (atau modulus
elastisitas geser) (G, dalam N/m2) adalah :
θ = T . L / ( J . G ) ................................................. (37)
Dalam hal ini, apabila frekuensi dinyatakan dalam rps (atau banyaknya putaran tiap
detik), maka kecepatan sudut dinyatakan dalam radian / detik.
Hubungan antara daya putar dengan frekuensi putar serta torsi adalah :
P = 2 . π . f . T ................................................................................... (44)
Jika daya putar dinyatakan dalam satuan watt, dan torsi sinyatakan dalam satuan N.m,
serta frekuensi putar dalam rps, maka didapatkan hubungan :
P(watt) = 2 . π . rps. T(N.m) .............................................................. (45)
Frekuensi putaran merupakan banyaknya putaran tiap satuan waktu, bisa dinyatakan
dalam rps (= banyaknya putaran tiap detik), atau RPM (banyaknya putaran tiap
menit), yang hubungan keduanya adalah :
rps = RPM / 60 ........................................................................... (46)
DAFTAR PUSTAKA
Gulo, D.H. 1989. Dasar – Dasar Perhitungan Kekuatan Bahan (Alih Bahasa dari :
Strength of Material, Part I : Elementary, by S. Timoshenko, Robert E. Klinger
Publishing Co., Inc., 1968). Cetakan Kedua, Penerbit Restu Agung, Jakarta.
Harris, C.O. 1982. Statics and Strength of Materials. John Wiley & Sons, Inc.,
United States of America.
Prasetio, Lea. 1984. Mekanika Terapan. (Alih Bahasa dari : Applied Mechanics, 2nd
edition. by D. Titherington and J. G. Rimmer, McGraw-Hill Inc., 1982) Edisi
Kedua. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sardy S. dan Lamyarni I. S. 1990. Dasar Analisis Tegangan (Alih Bahasa dari :
BASIC Stress Analysis, by M. J. Iremonger, Butterworth & Co. Ltd., 1982).
Penerbit UI-Press, Jakarta.
Sularso dan K. Suga. 1987. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.
Cetakan Keenam. P.T. Pradnya Paramita. Jakarta.