Anda di halaman 1dari 15

ABSES SKROTUM

PENDAHULUAN
Abses skrotum merupakan salah satu kasus dalam bidang urologi yang harus segera
ditangani untuk mencegah terjadinya kerusakan pada testis dan terjadinya Fourniers
gangrene. Abses srotum adalah kumpulan purulen pada ruang diantara tunika vaginalis
parietalis dan viseralis yang berada mengelilingi testis. Abses skrotum, terjadi apabila terjadi
infeksi bakteri dalam skrotum. Bakteri dapat menyebar dari kandung kemih atau uretra atau
dapat berasal dari penyakit menular seksual (PMS). Apabila bila tidak diobati, infeksi dapat
mengakibatkan terjadinya abses skrotum.1,2
Abses skrotum terjadi akibat suatu infeksi, dan membutuhkan tindakan pembedahan.
Pembentukan abses merupakan suatu komplikasi dari abses pelvis, dan komplikasi dari
infeksi pada suatu luka. Abses skrotum dapat terjadi superficial maupun intraskrotal. Skrotum
merupakan kelanjutan dari lapisan dinding perut. Isi skrotum terdiri dari testis, epididimis,
dan struktur korda spermatika.2
ANATOMI SKROTUM
Struktur luar dari sistem reproduksi pria terdiri dari penis dan skrotum (kantung
zakar). Struktur dalamnya terdiri dari sepasang testis, epididimis, dan vas deferens.
Sedangkan kelenjar tambahan terdiri dari vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan
bulbourethralis. Skrotum merupakan kantong longgar yang tersusun dari kulit, fasia, dan otot
polos yang membungkus dan melindungi testis di luar tubuh dan pada suhu optimum
berfungsi untuk memproduksi sperma. Skrotum juga merupakan sebuah kantong dari jaringan
fibromuskular yang terdapat septum atau sekat dibagian tengahnya yang memisahkan skrotum
kiri dan kanan. Setiap skrotum terdiri dari testis,epididimis dan bagian dari spermatic cord.3,4

Lapisan

Gambar lapisan kulit skrotum dan testis

pada

skrotum

terdiri dari kulit skrotum, muskulus Dartos (kelanjutan dari fasia colles), fascia spermatic
external (kelanjutan dari apponeurosis dari muskulus oblikus abdominus eksternus), fascia
cremasteric (kelanjutan dari muskulus oblikus abdominus internus), dan fascia spermatica
internal (kelanjutan dari muskulus transversalis), yang mana bagian luarnya berhubungan

dengan lapisan parietal dari tunika vaginalis,lapisan visceral dari tunika vaginalis yang
melekat pada testis.2
Kulit dan muskulus dartos pada skrotum disuplai oleh cabang arteri pudendal interna
pada daerah perineal, dan pudendal external yang merupakan cabang dari arteri femoralis.
Bagian paling dalam dari muskulus dartos disuplai oleh arteri cremasterica yang merupakan
cabang dari arteri epigastrika inferior. Vena pada skrotum berjalan bersama-sama dengan
arteri, yang menuju ke vena pudendal externa dan setelah itu ke vena safena magna. Aliran
sistim limfatik pada kulit skrotum dimulai dari pembuluh darah pudendal externa ke
pembuluh limfe secara superficial pada inguinal medial. Pada skrotum banyak terdapat saraf
sensorik yang disuplai oleh saraf genitofemoralis (pada permukaan skrotum bagian anterior
dan lateral), saraf ilioinguinal (permukaan anterior skrotum), dan oleh percabangan nervus
perineal (permukaan skrotum bagian posterior). Percabangan dari nervus cutaneus femoral
posterior (permukaan inferior skrotum).3
Skrotum merupakan sebuah kantong yang mempunyai isi. Isi dari skrotum terdiri dari
testis, epididimis, vas deferens dan spermatic cord.
Testis berbentuk lonjong dengan ukuran sebesar buah zaitun dan terletak di dalam
skrotum. Biasanya testis kiri agak lebih rendah dari testis kanan. Testis merupakan organ
reproduksi primer pada pria dan memproduksi testosterone dan sperma. Setiap testis
mempunyai panjang 4-5 cm.6,9

Gambar 4. Anatomi Testis

Testis bagian dalam terbagi atas lobus yang terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel
sertoli, dan sel-sel leydig. Setiap testis dibungkus oleh tunika vaginalis testis, tunika
albuginea, tunika vaskulosa.2
Epididimis merupakan struktur berbentuk huruf C yang berada disisi posterior testis
dan membesar dari bagian caput, corpus dan cauda. Tunika vaginalis membungkus epididimis
kecuali pada bagian posterior. Vaskularisasi dan inervasi epididimis sama dengan testis.
Epididimis juga merupakan tuba terlilit yang panjangnya mencapai 20 kaki atau 4m-6m [4] .
Epididimis terdiri dari kepala yang terletak di atas katup-kutup testis, badan dan ekor
epididimis sebagian ditutupi oleh lapisan visceral, lapisan ini pada mediastinum menjadi
lapisan parietal. Saluran epididimis dikelilingi oleh jaringan ikat, duktuli efferent yang
merupakan bagian dari kaput (kepala) epididimis.

Gambar 5. Cross-section illustration of a testicle and epididymis. A: Caput or head of the


epididymis. B: Corpus or body of the epididymis. C: Cauda or tail of the epididymis. D: Vas
deferens. E: Testicle. Illustration by David Schumick, BS, CMI.
Vas deferens merupakan kelanjutan dari epididimis dengan panjang 30-45 cm dan
berfungsi untuk membawa sperma ke duktus ejakulatorius. Lilitan portio dari duktus
deferens menjadi lurus dengan diameter 2-3mm, kemudian berjalan ke posterior dari testis
dan ke arah medial epididimis sesudah itu ke duktus asendens pada bagian posterior dari
spermatic cord sampai pada daerah cincin inguinal medial yang mana berperan dalam
pembentukan spermatic cord.3
Perjalanan duktus deferens sepanjang lateral dinding pelvik, medial, dan distal ureter,
sepanjang dinding posterior dari buli-buli sampai pada vesika seminalis dan bagian dorsal
dari prostat. Duktus deferens mempunyai arteri yang biasanya berasal dari arteri vesikal
superior. Dengan aliran vena ke pelvik pleksus venosus. Aliran limfe pada duktus deferens

menuju ke nodus iliaka eksternal dan internal, dan inervasi utamanya adalah saraf simpatis
dari pleksus pelvik.3
Spermatic cord merupakan perpanjangan dari cincin inguinal yang, menuju ke kanalis
inguinalis dan ke testis. Urutan lapisan spermatic cord dari luar ke dalam fascia spermatic
eksterna (berasal dari fascia terdalam dari muskulus oblikus abdominalis eksterna, fascia
Cremasterika (dari muskulus oblikus interna), dan fascia spermatic interna (dari fascia
tranversalis). Struktur pambentuk spermatic cord terdiri dari duktus deferens, hubungan
pembuluh darah dan persarafan (dinding posterior dari cord), arteri testikularis, pleksus
venosus pampiniformis. Akhirnya membentuk vena testikularis,dan percabangan genital dari
nervus genitofemoral.3

Gambar 6. Spermatic cord


FISIOLOGI
Skrotum merupakan kantong pembungkus organ reproduksi pria yang berfungsi untuk
membungkus dan menopang testis dari luar tubuh, sehingga pada suhu optimum testis dapat
memproduksi sperma. Dalam skrotum terdapat testis yang berfungsi untuk menghasilkan
Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) juga hormon
testosterone, membentuk gamet-gamet baru yaitu spermatozoa, yang terjadi di tubulus
seminiferus dan menghasilkan hormon testosterone yang dilakukan oleh sel interstinale yaitu
sel Leydig. Sedangkan sel sertoli berfungsi untuk menghasilkan makanan bagi sperma. Testis
mempunyai fungsi eksokrin dalam spermatogenesis dan fungsi endokrin untuk mensekresikan
hormon-hormon seks yang mengendalikan perkembangan dan fungsi seksual. Semua fungsi
dari sistem reproduksi laki-laki diatur melalui interaksi hormonal yang kompleks.4,5
5

ETIOLOGI
Pada umumnya abses skrotum merupakan komplikasi dari suatu penyakit seperti
appendisitis, epididimitis, orchitis, trauma, varikokel dan abses pelvis 8. Abses skrotum yang
superficial, biasanya berasal dari infeksi pada folikel rambut, ataupun luka bekas operasi pada
skrotum. Abses intrascrotal paling sering muncul dari epididimitis bakteri, tetapi juga
mungkin terkait dengan infeksi dari epididimitis TB, selain itu dapat timbul dari abses testis
yang pecah melalui tunika albuginea, atau drainase usus buntu ke dalam skrotum melalui
prosesus vaginalis. Abses skrotum dapat juga terjadi sebagai akibat dari ekstravasasi urin yang
terinfeksi dari uretra yang terjadi pada pasien dengan striktur uretra dan kandung kemih
neurogenik menggunakan perangkat koleksi eksternal. Penyebab paling umum adalah
postneglected testis torsi atau epididymo orchitis necrotizing. Penyebab lain termasuk infeksi
hidrokel atau TB infeksi.3
Penyebab yang sangat jarang adalah apendisitis akut. Kebanyakan pasien datang
dengan tanda-tanda skrotum akut akibat apendikular patologi memiliki riwayat PPV (Paten
Procesus Vaginaliss).9
Pada pria yang aktif secara seksual, organisme yang utama adalah Chlamydia
trachomatis dan Neisseria gonorrhea. Pada pria homoseksual dengan usia kurang dari 35
tahun, bakteri coliform yang menjadi penyebab utama. Pada laki-laki tua yang biasanya
kurang aktif secara seksual, bakteri patogen saluran kemih adalah organisme yang paling
banyak yaitu Escherichia coli dan Pseudomonas. Trauma biasanya bermanifestasi sebagai
pembengkakan skrotum dengan hematoma intratesticular dan skrotum dan berbagai tingkat
ekimosis dinding skrotum.10
EPIDEMIOLOGI
Pada sumber tertentu menyebutkan bahwa abses skrotum adalah suatu kondisi langka
di usia anak dan penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria yang aktif. Abses skrotum
banyak ditemukan pada pasien yang menderita diabetes mellitus.8
PATOFISIOLOGI
Skrotum berkembang sebagai bagian dari rongga perut, dan prosesus vaginalis tetap
paten 80-90% dari bayi yang baru lahir, dan secara bertahap menurun sampai 15-37% selama
6

dewasa. Pada beberapa penyakit infeksi yang terjadi intraabdominal mungkin menemukan
jalan ke skrotum melalui PPV (Paten Prosesus Vaginalis).12
Abses skrotum terjadi karena adanya infeksi yang menyebabkan terkumpulnya cairan
dalam tunika vaginalis. Epididimitis dan orchitis mengakibatkan terjadinya akumulasi abses
yang mengganggu suplai darah ke testikular, terutama menimbulkan infeksi dan infark
testikular, sehingga terjadi

ruptur pada tunika albugenia. Trauma dapat mengakibatkan

terjadinya infeksi dan menimbulkan akumulasi abses, apabila bakteri masuk dan merusak
kulit sampai terjadinya hidrokel. Setelah infeksi intra-abdomen maka terjadi, mekanisme
pembentukan abses maka dengan cepat terjadi penyebaran bakteri dari abdomen ke skrotum
melalui prosesus vaginalis.8
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang muncul berkaitan dengan etiologi abses seperti gejala infeksi saluran
kemih atau penyakit menular seksual, seperti frekuensi, urgensi, disuria, dan ukuran penis.
Diagnosis abses skrotum sering ditegakan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Skrotum
sering eritema dan terjadi peradangan selain itu dapat teraba fluktuasi pada skrotum.3
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat di temukan riwayat epididimitis atau orchitis namun tidak
menjalani pengobatan secara teratur, komplikasi dari perforasi appendisitis, komplikasi dari
operasi, sirkumsisi, vasektomi dan Chrons disease. Pasien datang dengan keluhan nyeri dan
dapat pula disertai dengan demam. Hal ini juga dapat terjadi pada pasien yang telah di
drainase atau pada pasien dengan gejala massa pada testis.8
Pasien biasanya mengeluh rasa sakit skrotum yang hebat, kemerahan, panas, nyeri
dan toksisitas sistemik termasuk demam dan leukositosis. Pasien mungkin atau tidak
mengeluh muntah.

Gambar 7. Abses skrotum pada anak


7

Apabila terjadi trauma pada skrotum maka dapat ditemukan gambaran klinis nyeri
akut pada skrotum, pembengkakan, memar, dan kerusakan akibat cedera kulit skrotum yang
merupakan gejala klinis utama. Bahkan dapat terjadi pada luka terisolasi/tertutup, sakit perut,
mual, muntah, dan dapat menimbulkan kesulitan berkemih.10
2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ini sangat membantu karena ditemukan skrotum teraba lembut atau
kenyal. Pada pemeriksan fisik dapat ditemukan bengkak pada skrotum, tidak keras, merah
pada skrotum, dan dapat menjadi fluktuan. Selain itu palpasi pada testis untuk menentukan
epididimo-orchitis dan

gejala karsinoma testis. Pada pemeriksaan skrotum dapat juga

menggambarkan ukuran, karakteristik, dan massa yang terjadi pada testis.14


Adanya pembesaran pasa skrotum bisa berhubungan dengan pembesaran testis
atau epididimis, hernia, varikokel, spermatokel, dan hidrokel. Pembesaran pada testis dapat
disebabkan oleh tumor atau peradangan. Pembesaran pada skrotum yang nyeri dapat
disebabkan oleh peradangan akut epididimis atau testis, torsio korda spermatika, atau hernia
strangulata. Apabila skrotum membesar dan dicurigai hidrokel maka dapat dilakukan tes
transluminasi.15
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium16
Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan peningkatan sel darah putih
(leukosit) yang diakibatkan oleh terjadinnya inflamasi atau infeksi pada
skrotum.
Selain itu dapat dilakukan kultur urin dan pewarnaan gram untuk mengetahui
kuman penyebab infeksi.
Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae.
Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita
2. Ultrasonografi17
8

Pada pemeriksaan Ultrasonografi pyocele akan memberikan gambaran yang lebih


parah, hal itu membedakan dari hidrocele. Septa atau lokulasi, level cairan menggambarkan
permukaan dari hidrocele /pyocele, dan gas pada pembentukan organisme. Pemeriksaan USG
biasanya menunjukankan

akumulasi cairan

ringan dengan gambaran internal atau lesi

hypoechoic yang diserai dengan isi skrotum normal atau bengkak.9


USG skrotum sangat membantu dalam mendiagnosis abses intraskrotal terutama
jika ada massa inflamasi. USG skrotum dapat menggambarkan perluasan abses ke dinding
skrotum, epididimis, dan atau testis. USG skrotum adalah tambahan yang berguna untuk
mendiagnosis dan pemeriksaan fisik dalam penilaian abses skrotum. Hal ini memungkinkan
untuk lokalisasi abses skrotum serta evaluasi vaskularisasi dari epididimis dan testis, yang
mungkin terlibat.3

Gambar 8. USG skrotum: Scrotal sonogram showing the testes adjacent to the inflamed
epididymis with a reactive hydrocele.
3. CT-Scan
CT Scan juga dapat digunakan untuk melihat adanya penyebaran abses.
Pemeriksaan Real-time ultrasound harus dilakukan jika terjadi fraktur, dan harus ditangani
dengan eksplorasi skrotal. Testis yang mengalami kontusio biasanya memberikan respon yang
baik terhadap istirahat dan analgesia.3
DIAGNOSIS BANDING
Apabila dilakukan tindakan eksplorasi maka biasanya ditemukan cairan keruh. Jika
cairan recollects yang di temukan dan tidak didapatkan lokal patologi, maka ini harus
meningkatkan kecurigaan dari penyebab intra-abdominal. Abses skrotum yang disebabkan
oleh epididimis biasanya terjadi pada pria dewasa yang aktif seksual dan telah berumur lebih
dari 20 tahun. Sedangkan torsio testis biasanya terjadi pada remaja yang mengalami pubertas.
9

Kontusio pada testis menimbulkan nyeri dan massa pada skrotum,dimana massa tidak
menunjukan transluminasi positif.16
TATALAKSANA
Manajemen abses intraskrotal, terlepas dari penyebabnya, memerlukan drainase bedah
dimana rongga abses harus dibuka dan dikeringkan, termasuk testis jika terlibat. Rongga
harus dibiarkan terbuka. Fournier gangren (necrotizing fasciitis) membutuhkan resusitasi
cepat dan eksplorasi bedah dan debridemen serta antibiotik yang agresif. Abses superficial
juga memerlukan insisi dan drainase. Untuk mengobati abses skrotum, diagnosis yang tepat
dari penyebab infeksi diperlukan untuk menentukan pengobatan yang cocok.17
Dapat dilakukan drainase dan pertimbangan untuk orkidoctomy yang diikuti dengan
pemberian agen antimicrobial untuk abses intratestikular. Abses skrotum yang terjadi
superficial dapat ditangani dengan insisi dan drainase. Tidak ada kontraindikasi terhadap
drainase abses intrascrotal,selain pada pasien yang terlalu sakit untuk menahan operasi. Pasien
dengan gangren Fournier (necrotizing fasciitis) membutuhkan penanganan yang cepat.18
Abses skrotum superfisial, yang terbatas pada dinding skrotum, sering dapat diobati
dengan infiltrasi kulit sekitar abses dan kemudian menggores diatas abses dengan pisau
sampai rongga dibuka dan dikeringkan. Rongga tersebut kemudian dibiarkan untuk tetap
terbuka dan dikeringkan. Sayatan dan drainase abses intrascrotal biasanya dilakukan dengan
anestesi umum. Pada jaringan subkutan digunakan elektrokauter sampai ditemui tunika
vagina. Jaringan devitalized, termasuk epididimis dan testis dilakukan debridement. Luka
skrotum dibiarkan terbuka dan dikeringkan untuk mencegah berulangnya abses.3,18

Gambar 8. Drainase dan eksplorasi skrotum.


Langkah-langkah penanganan abses skrotum:3

Anestesi
10

Sayatan dan drainase abses skrotum yang dangkal sering dapat dilakukan dengan
infiltrasi daerah abses dengan anestesi intravena. Pengobatan bedah pada abses intrascrotal
sering memerlukan anestesi umum atau spinal. Pasien dengan gangren Fournier(necrotizing
fasciitis) sering dieksplorasi di bawah anestesi umum sesuai keparahan penyakit dan luasnya
potensi penyakit. Gangren Fournier merupakan nekrosis dan fasikulitis pada perineum atau
daerah kelamin laki-laki,yang merupakan tanda awal gangguan pada skrotum. [17] Pasienpasien ini memerlukan resusitasi agresif dan institusi antibiotik spektrum luas yang mencakup
kedua organisme aerobik dan anaerobik.

Peralatan
Instrumentasi yang diperlukan untuk pengobatan abses intrascrotal adalah bahwa

banyak digunakan untuk berbagai eksplorasi bedah. Rongga luka harus dibiarkan terbuka dan
dikemas atau dibersihkan. Cystoscopt A harus tersedia untuk menyingkirkan patologi uretra
sebagai sumber infeksi serta instrumentasi untuk sigmoidoskopi /anoskopis untuk
menyingkirkan sumber anorektal penyakit.

Posisi pasien
Pada kebanyakan kasus, posisi pasien dalam posisi terlentang dengan skrotum dicukur

dan alat kelamin ditutup dan dibungkus. Jika diduga Fournier gangren (necrotizing fasciitis),
maka posisi litotomi lebih berguna karena memungkinkan akses ke dinding perut bagian
bawah, genitalia, dan daerah perianal.
KOMPLIKASI PEMBEDAHAN
Tindakan bedah menjadi penanganan yang paling utama yang disertai dengan
pemberian Antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi akibat flora genitourinari.
Sayatan, debridement, merupakan penanganan dari pengobatan abses intrascrotal, dan
kegagalan yang terjadi dapat menyebabkan tindakan debridement dan drainase harus
dilanjutkan. Fournier gangren (necrotizing fasciitis) adalah sebuah operasi darurat dan
membutuhkan resusitasi hemodinamik cepat, antibiotik spektrum luas, dan intervensi bedah
yang agresif. Hal ini membutuhkan ruang operasi untuk debridement. Bahkan di era bedah
modern, tingkat kematian untuk Fournier gangren (necrotizing fasciitis) tetap tinggi,
mendekati 50%. Cedera isi intrascrotal mungkin terjadi akibat eksplorasi. Selain itu,

11

epididimitis yang parah dapat menyebabkan nekrosis epididimis dan hilangnya fungsi
kemudian terjadi perluasan ke testis dapat menyebabkan abses testis dan nekrosis.3
Setelah eksplorasi bedah awal, luka skrotum dijaga secara teratur untuk mencegah
akumulasi materi purulen dan debridement jaringan devitalized. Menjaga luka terbuka
memungkinkan untuk granulat dari dasar, mencegah terjadinya luka tertutup sehingga
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Terapi antibiotik pascaoperasi harus disesuaikan
dengan kultur urin dan sensitivitas luka dan harus dilanjutkan sampai infeksi teratasi.3
KOMPLIKASI
Apabila abses skrotum tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan
Fourniers

gangrene,

yaitu:

nekrosis

pada

kulit

skrotum,dan

merupakan

kasus

kegawatdaruratan. Fournier gangren (necrotizing fasciitis) dapat menyebabkan kehilangan


jaringan yang signifikan memerlukan pencangkokan kulit berikutnya untuk skrotum, serta
hilangnya kulit perut dan perineum. Individu mungkin memerlukan penempatan tabung
suprapubik untuk pengalihan cara berkemih serta kolostomi. 1
PROGNOSIS
Abses skrotum dapat kambuh kembali apabila fokus infeksi primernya tidak diatasi
dengan baik. Kegagalan untuk mengidentifikasi sumber infeksi, seperti striktur uretra yang
mendasarinya, dapat menyebabkan terjadinya kekambuhan. Meskipun resusitasi agresif,
antibiotik spektrum luas, dan intervensi bedah agresif, angka kematian dengan Fournier
gangren tetap tinggi.3

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Burner.david,Ellie L Ventura,Jhon J Devlin. Scrotal Pyocele:Uncommon Urologic


Emergency.[online Apr-Jun 2012].[cited 2013 February 09th]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3391854
2. Ellsworth,Pamela I. Scrotal Abscess Drainage. [online 2011].[cited 2013 January 22th].
Available from: www.medscape.com
3. Klaassen,Zachary W A. Male Reproductive Organ Anatomy.[online 2011].[cited 2013
January 22th]. Available from: www.medscape.com
4. Sloane,Ethel. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta :Penerbit Buku
Kedokteran. 1995.p:347-352.
5. Price,Sylvia A,Lorraine M Wilson. Patofisiologi 6th edition.Willson,Lorraine
M,Kathleen Branson Hillegas. Gangguan Sistem Reproduksi Laki-laki. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.2003. chapter: 65.p:1311-1329.
6. The Anatomy, Histology,and Development of Testis,Epididimys,and Ductus Deferens.
[cited 2013 January 22th].Available from:www.anatomytopic.com
7. Kitirattrakarn,P, M Muttarak, W Na Chiangmai. Necrotising epididymo-orchitis with
scrotal abscess. [online at http://www.biij.org/2005/2/e11doi: 10.2349/biij.1.2.e11].
[cited

2013

January

22th

Available

from

http://www.biij.org.uk/system/index.php/biij
8. Roppolo Lyn P,Daniel Davis,Kelly Sean P,Rosen Peter. Emergency Medicine
Handbook. Atre,Deepta S,Jaime T Snarski,Traci Thoureen. Scrotal /Testicular Pain
and Swelling. Philadelphia :Mosby Elsevier.2007.chapter: 50.p:584-595.

13

9. Ast,Alyssa. Made Manual(How to Treat Scrotal Abscess).[online 2012].[cited 2013


January 22th ]. Available from: www.mademanual.comss
10. Mansoor,Khizer,Ram Samujh,Yasen Fayez AlAlayet. Scrotal abscess with a rare
cause. [online J Indian Assoc Pediatri Surg. 2009 Jul-Sep; 14(3): 119120. doi:
10.4103/0971-9261.57707].[cited

2013

January

22th].

Available

from:

www.NCBI.com
11. Mevorach, Robert A.Scrotal Trauma.[online 2011].[cited 2013 January 22

th

].

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/441272-workup


12. Saleem Muhammad M.Scrotal abscess as a complication of perforated appendicitis:
A case report and review of the literature.[online 2008].[cited 2013 January 22th].
Available from : (http://creativecommons.org/licenses/by/2.0)
13. Srinivasa ,Abhay Simha , Kassa Darge. Neonatal scrotal abscess: a differential
diagnostic challenge for the acute scrotum.[online 2008].[cited 2013 January 22th].
Available from : http://link.springer.com/contactus
14. Adler,Michael, Frances Cowan, Patrick,French, Helen Mitchell, John Richens. ABC of
Sexually Transmitted Infections 5th edition. London: BMJ Publishing Group.
2004.p:15-16.
15. Humes, David H. Kelleys Textbook of Internal Medicine 4th edition.
Williams, Stephen D. Approach To The Patient With A Testicular Mass. Agst 15th 2000.
Chapter :206.p:1131-1133.
16. Swartz,Mark H. Buku Ajar

Diagnostik

Fisisk.

Jakarta

:Penerbit

Buku

Kedokteran.1995.chapter :15.p:263-277.
17. Townsend,Courtney M,R Daniel Beauchamp,B Mark Evers,Kenneth L Mattox. Buku
Saku Ilmu Bedah Sabiston 17th edition. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran.2010.
chapter :75.p:1077-1079.
18. Adams,Gregg A,Adella M Garland,Clayton H Shatney,John P Sherk,Sherry M Wren.
Surgery Clerkship Guide. Inguinal/Scrotal Swelling. Missouri :Mosby Elsiever.
3003.chapter :11.p:83-85,406-409.

14

15

Anda mungkin juga menyukai