FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Tempat pelayanan kesehatan merupakan salah satu tempat umum dimana seluruh
Klinik,
dan
lain-lain.
Rumah
sakit adalah
sebuah
institusi
perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan
tenaga ahli kesehatan lainnya. Beberapa pasien bisa hanya datang untuk diagnosis atau
terapi ringan untuk kemudian meminta perawatan jalan, atau bisa pula meminta rawat
inap dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. Rumah sakit dibedakan dari institusi
kesehatan lain dari kemampuannya memberikan diagnosa dan perawatan medis secara
menyeluruh kepada pasien.
Di tempat pelayanan kesehatan seperti itulah batasan antara laki-laki dan
perempuan menurut islam akan dikesampingkan. Maksudnya dikesampingkan pada
kalimat barusan adalah kaburnya hijab antara laki-laki dan perempuan yang bukan
muhrim ini. Dapat kita lihat di tempat pelayanan kesehatan bahwa baik dokter, perawat
ataupun petugas pelayanan kesehatan lainnya akan melakukan berbagai interaksi dengan
pasien. Tindakan-tindakan tersebut merupakan serangkaian prosedur yang mesti dijalani
menurut profesi masing-masing. Diantaranya seperti dokter atau perawat yang harus
melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasiennya yang pastinya harus menyentuh tubuh
pasien, melakukan injeksi (suntikan) dibagian tertentu yang kadang harus membuat
pasien membuka pakaiannya. Tidak hanya itu, bahkan kadang dokter atau perawat harus
memegang alat vital dari kliennya untuk berbagi keperluan seperti pada pemasangan
kateter atau operasi pada bagian tersebut yang tidak jarang bahwa petugas medis yang
berlainan jenis kelaminlah yang melakukan tindakan tersebut.
Sedangkan yang kita ketahui bahwa islam melarang hamba-hambaNya untuk
menjaga dirinya dari orang yang bukan muhrimnya. Selain itu juga dikuatkan oleh sabda
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Andaikan ditusukkan ke kepala salah seorang
diantara kalian dengan jarum besi, yang demikian itu lebih baik daripada dia harus
menyentuh wanita yang tidak diperbolehkan baginya". [Thabrani dalam Kitab Al-Kabir,
Bab XX No. 211 dengan isnad hasan]. Jadi sebenarnya bagaimanakah pandangan islam
mengenai fenomena yang ada di tempat pelayanan kesehatan ini. Suatu kondisi yang
sangat tidak mungkin untuk ditinggalkan sebab keurgentannya. Lalu bagaimana pula
sosok seorang tenaga medis dan para medis yang seharusnya agar dalam menjalankan
tugasnya
tetap
berjalan
pada
syariat
agama
Islam
dan
benar-benar
akan
mendatang kan kemaslahatan bagi para pasien yang datang untuk berobat di tempat
pelayanan kesehatan tersebut. Serta bagaimana pula peran serta dari lembaga berwenang
kedokteran menyikapi aturan yang sesuai dengan syariat islam ini.
Isu pelayanan kesehatan yang Islami sampai saat ini terus saja bergulir. Hal ini
disebabkan ratusan rumah sakit telah didirikan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan
Islam. Sampai saat ini belum ada formulasi yang sempurna tentang pelayanan kesehatan
yang Islami di rumah sakit-rumah sakit Islam tersebut
Oleh karena itu, penulis pada kesempatan ini mencoba untuk membahas
mengenai dilema yang ada ini. Sebab seperti yang kita ketahui bahwa Islam merupakan
agama yang rahmatan lil alaminserta tsabat wa muruna dan Al-basathah yaitu perpaduan
antara tetap dan menerima perubahan.
B. RUMUSAN MASALAH
Beberapa rumusan masalah yang mendasar, yaitu:
(1) apa yang dimaksud pelayanan kesehatan secara islami?
(2) apakah yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan yang Islami di rumah sakitrumah sakit Islam?
(3) bagaimana pelaksanaan pelayanan kesehatan yang Islami tersebut dalam proses
pelayanan kesehatan di rumah sakit-rumah sakit Islam?
(4) siapa saja yang terlibat dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang Islami itu di
rumah sakit-rumah sakit Islam?
(5) bagaimana organisasi manajemen rumah sakit yang Islami?
C. TUJUAN MASALAH
(1) Untuk mengetahui pelayanan kesehatan secara islami
(2) Untuk mengetahui pelayanan kesehatan yang Islami di rumah sakit- rumah sakit
Islam
(3) Untuk mengetahui pelaksanaan pelayanan kesehatan yang Islami tersebut dalam
proses pelayanan kesehatan di rumah sakit-rumah sakit Islam
(4) Untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam mewujudkan pelayanan
kesehatan yang Islami itu di rumah sakit-rumah sakit Islam
(5) Untuk mengetahui organisasi manajemen rumah sakit yang Islami
D. MANFAAT MASALAH
a. Memberi tambahan manfaat bagi klinis untuk mengetahui pelayanan kesehatan
secara islami
b. Dapat digunakan sebagai salah satu masukan dalam menentukan langkah dan
kebijaksanaan dalam pelayanan kesehatan.
BAB II
LANDASAN TEORI
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelayanan Kesehatan Yang Islami
a.
Perintah islam untuk menjaga diri dan hijabnya terhadap non muhrim
Dienul Islam adalah sebuah agama yang mengatur segala seluk beluk yang ada di
kehidupan manusia dan semua ciptaan Allah. Adapun yang termasuk yang dibahas adalah
mengenai hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Di dalam
agama ini diatur bagaimana hubungan antar seorang wanita dan laki-laki selayaknya
menurut pandangan Islam.
Adapun perintah Allah swt. yang berkaitan dengan etika hubungan antara lelaki
dan wanita pada (QS. Al-Ahzab : 53). Kalau ada sebuah keperluan terhadap lawan jenis,
harus disampaikan dari balik tabir pembatas
Banyak pendapat dari berbagai ulama mengenai hubungan antara laki-laki dan
wanita ini, antara lain:
Asy Syaikh berkata, Pertama, bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan
perempuan ituhanya diperbolehkan apabila tidak disertai dengan syahwat serta aman dari
fitnah. Apabila dikhawatirkan terjadi fitnah terhadap salah satunya, atau disertai syahwat
dan taladzdzudz (berlezat-lezat) dari salah satunya (apa lagi keduanya; penj.)
maka keharaman berjabat tangan tidak diragukan lagi. Bahkan seandainya kedua syarat
ini tidak terpenuhi - yaitu tiadanya syahwat dan aman dari fitnah meskipun jabatan
tangan itu antara seseorang dengan mahramnya seperti bibinya, saudara sesusuan, anak
tirinya, ibu tirinya, mertuanya, atau lainnya, maka berjabat tangan pada kondisi seperti itu
adalah haram.Bahkan berjabat tangan dengan anak yang masih kecil pun haram
hukumnya jika kedua syarat itu tidak terpenuhi. Kedua, hendaklah berjabat tangan itu
sebatas ada kebutuhan saja, seperti yang disebutkan dalam pertanyaan di atas,
yaitu dengan kerabat atau semenda (besan) yang terjadi hubungan yang erat dan akrab
diantara mereka; dan tidak baik hal ini diperluas kepada orang lain, demi membendung
pintu kerusakan, menjauhi syubhat, mengambil sikap hati-hati, dan meneladani Nabi saw.
- tidak ada riwayat kuat yang menyebutkan bahwa beliau pernah berjabat tangan dengan
wanita lain (bukan kerabat atau tidak mempunyai hubungan yang erat). Dan yang lebih
utama bagi seorang muslim atau muslimah yang komitmen pada agamanya ialah
tidak memulai berjabat tangan dengan lain jenis. tetapi, apabila diajak berjabat tangan
barulah ia menjabat tangannya.
dari ma'qil bin yasar radhiyallahu 'anhu, dia menceritakan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam pernah bersabda: "Andaikan ditusukkan ke kepala salah seorang diantara
kalian dengan jarum besi, yang demikian itu lebih baik daripada dia harus menyentuh
wanita yang tidak diperbolehkan baginya". [Thabrani dalam KitabAl-Kabir, Bab XX No.
211 dengan isnad hasan].
Dari Aisyah ia berkata: Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membaiat para
perempuan dengan perkataan. Tidak pernah tangan Rasulullah SAW memegang tangan
para perempuan, kecuali tangan perempuan yang telah menjadi miliknya (artinya
perempuan yang telah dinikahinya = istri Nabi). [Bukhari]
Tidak hanya itu, dalam islam juga melarang agar kaum muslimin tidak berduaduan (larangan berkhalwat) seperti yang dijelaskan sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Aku pernah mendengar Nabi shallallahu alaihi wa sallam
berpidato: Janganlah sekali-kali seorang lelaki berkhalwat (berduaan) dengan seorang
wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian
kecuali bersama mahramnya. Tiba-tiba seorang lelaki bangkit berdiri dan berkata: Wahai
Rasulullah, sesungguhnya isteriku pergi untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan aku
terkena kewajiban mengikuti peperangan ini dan itu. Beliau bersabda: Berangkatlah
untuk berhaji bersama isterimu. [Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad]
Hendaklah para muslimah tidak duduk-duduk dengan lelaki lain, hanya untuk
sekedar ngobrol tanpa ada maksud dan tujuan tertentu. Duduk-duduk yang diperbolehkan
hanya bila ada kebutuhan yang bersifat syarI (dibolehkan agama).
Beberapa pendapat ulama-ulama dari empat madzhab besar diantaranya:
Madzhab Hanafi :
Haram menyentuh wajah dan dua telapak tangan perempuan bukan muhrim,
sekalipun aman dari syahwat. Berjabat tangan dengan perempuan tua yang sudah tidak
bersyahwat lagi; At-Thahawi berkata tidak mengapa. Manakala Syamsudin Ahmad bin
Qaudar berkata tidak halal sekalipun aman dari syahwat.
Imam al-Kasaani berkata: menyentuh (wanita) lebih berpotensi mem- bangkitkan
syahwat daripada sekedar melihat .. [Bada'iu ash-Shana`i']
Madzhab Maliki:
Haram berjabat tangan dengan perempuan bukan muhrim. Ini dinyatakan oleh al-Imam
al-Baaji, al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi dan As-Shawi.
Hukum berjabat tangan dengan perempuan tua, menurut Syeikh Abul Barakat Ahmad bin
Muhamad bin Ahmad ad-Durdair ia tidak dibenarkan.
Imam Abul Barokaat menyatakan: Tidak boleh berjabat tangan dengan wanita
(bukan muhrim) walaupun kaum lelaki sudah tidak memiliki lagi keinginan (hasrat)
kepadanya . [asy-Syahush Shaghir IV/760].
Madzhab Syafii :
Imam An-Nawawi di dalam beberapa karyanya, as-Syaribini dan lain-lain ulama
as-Syafiiyyah menyatakan haram berjabat tangan dengan perempuan bukan muhrim.
Imam an-Nawawi berkata: Memandang wanita (bukan muhrim) saja haram, maka
menyentuhnya tentu lebih haram lagi, karena terasa lebih nikmat . [Roudhotu athThalilibin VII/28].
Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar halaman 228 berkata: Para sahabat kami
(dari kalangan Syafiiyyah) mengatakan bahwa setiap hal yang dilarang untuk dilihat,
maka dilarang pula untuk menyentuhnya. Bahkan menyentuh itu lebih besar lagi
urusannya, karena telah dibolehkan bagi seseorang untuk melihat seorang wanita yang
bukan muhrimnya pada saat hendak menikahi- nya,pada saat jual beli, pada saat
mengambil barang dan menyerahkannya dan yang semisal dengan hal tersebut di atas.
Akan tetapi tetap tidak diper- bolehkan baginya pada saat-saat tersebut untuk
menyentuhnya.
Madzhab Hanbali:
Imam Ahmad ketika ditanya tentang masalah berjabat tangan dengan perempuan
bukan muhrim, beliau menjawab: Aku membencinya.
Ibnu
Muflih
menyatakan;
dengan anak kecil (yang belum baligh) dibolehkan dengan tujuan budi pekerti.
Imam al-Marruzi (ada yang membaca : al-Marwazi) mengatakan: Aku pernah bertanya
kepada Ahmad bin Hanbal. Apakah anda membenci jabat tangan dengan kaum wanita
(non muhrim)?" Beliau menjawab: Aku membencinya. [Masa`il Ahmad wa Ishaq
I/211]. Masih banyak lagi pendapat ulama dari empat madzhab yang mengharamkan
berjabatan tangan dengan wanita bukan Muhrim.(A.Shihabuddin. Telaah Kritis atas
Doktrin paham Salafi/Wahabi.
Dari berbagai mazhab para ulama diatas dapat kita lihat ada persamaan dan
perbedaan pandangan dari setiap ulama.
Namun untuk saat ini orang mengira bahwa bila kita tidak berjabat-tangan dengan
yang bukan muhrim berarti kurang sopan atau tidak saling menghargai, padahal
keramahan dan kesopanan yang dimaksud oleh syariat Islam bukanlah terletak pada
jabatan tangan antara wanita dan lelaki yang bukan muhrim. Kita sebenar- nya juga tidak
perlu bingung dengan kritikan orang lain (kolot, kurang sopan dll) mengenai amalan kita,
karena kritikan ini tidak ada habis-habisnya, yang penting sebagai seorang muslim atau
muslimah ialah sebaik mungkin menjalani perintah Allah swt. dan Rasul-Nya dan
menjauhi larangan yang telah digariskan oleh syariat Islam.
b. Fenomena yang ada di tempat pelayanan kesehatan saat ini
Dalam ilmu kedokteran / kesehatan untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit,
dokter perlu melaksanakan pemeriksaan pada pasien seluruh tubuhnya, baik diluar,
maupun dari dalam, sehingga pada umumnya pasien harus bersedia menanggalkan
pakaiannya. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter di ruang pemeriksaan, di mana dokter
dapat memeriksa pasien dengan leluasa tanpa dapat dilihat dan didengar oleh orang lain.
Dokter dan tenaga para medis diwajibkan secara etis memelihara kehormatan manusia,
baik dalam ruang pemeriksaan, maupun dalam ruang perawatan.
Dalam prakteknya di tempat pelayanan itu sendiri banyak sekali kondisi yang
membuat interaksi antara tenaga medis dengan pasiennya yang kadang membuat kita
bertanya mengenai hal tersebut dalam pandangan Islam seperti yang telah kita bahas pada
bagian A sebelumnya. Adapun prosedur-prosedur yang sering dilaksanakan dalam tahap
pemeriksaan di Rumah Sakit atau tempat pelayanan kesehatan lain tersebut antara lain:
a. Mengambil anamnesa (riwayat penyakit)
Pasien diharapkan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dokter secara jujur
dan jelas, karena kadang kadang pasien tidak ingin menceritakan riwayat penyakitnya
karena merasa malu.
b. Melakukan inspeksi
Inspeksi ini sudah dilakukan sejak pasien memasuki kamar kerja dokter, cara dia
berjalan, normal atau dipapah, napas sesak, kemudian bentuk badan,emosionalnya,dan
lain-lain
c. Melakukan palpasi
Yaitu meraba tubuh dengan telapak tangan. Untuk ini perlulah pasien diminta untuk
membuka pakaiannya terutama bagian atas, kalau nanti ternyata diperlukan pemeriksaan
yang lebih lengkap barulah si pasien diminta untuk membuka celana, gune pemeriksaan
dalam, baik melalui vagina maupun anus (dubur).
d. Melakukan perkusi
Yaitu dengan memukulkan jari tengah kanan diatas jari tengah tangan kiri yang
diletakkan dibagian atas tubuh yang diperiksa. Pada perkusi akan menimbulkan suara
sehingga dapat ditentukan batas konfigurasi jantung, paru-paru dan sebagainya. Apakah
ada cairan di rongga dada atau pada rongga perut.
e. Melakukan aukultasi
Dengan alat pendengar stetoskop dokter dapat mendengar bunyi-bunyi udara di dalam
paru-paru, baik yang normal maupun yang tidak normal, bunyi jantung yang normal dan
yang tidak normal, bunyi bising, bunyi gerakan usus dan sebagainya.
f. Pemeriksaan Pelengkap
Dilakukan dengan alat-alat seperti Reflek hamer dan Elektro Cardiograf, alat yang untuk
mencatataktivitas jantung yang mengungkapkan peristiwa-peristiwa abnormal yang tidak
diketahui dengan cara-cara diatas.
10
g. Pemeriksaan Laboratorium
Permeriksaan darah untuk mengetahui sel-sel darah, berbagai macam zat-zat dalam darah
seperti gula, empedu , kolesterol, asam urat, dan sebagainya.
Pendek kata dengan berbagai cara pemeriksaan ini dokter mendapat bahan-bahan dalam
menegakkan suatu diagnosa penyakit.
Yang jelas ialah bahwa dalam pemeriksaan ini:
i. Dokter dan pasien berada berduaan di dalam suatu ruangan.
ii. Dokter melihat dan meraba sebagian atau seluruh badan penderita, termasuk bagian
auratnya.
iii. Dokter yang memeriksa dapat sejenis dengan penderita yaitu dokter laki-laki
memeriksa penderita laki-laki atau tidak sejenis yaitu dokter wanita memeriksa penderita
laki-laki dan sebaliknya.
Tidak hanya itu, dalam pelayanan kesehatan masih banyak sekali tindakan medis
yang membuat antara tenaga medis dan petugas kesehatan terjadi interaksi yang
melanggar aturan agama yang telah kita bahas sebelumnya pada bagian A. Contohnya
seperti tindakan operasi. Tidak jarang para dokter atau pun perawatnya yang berlawanan
jenis dengan pasien. Belum lagi jika yang dilakukan operasi adalah bagian vital dari
pasien. Seperti operasi pengangkatan rahim ataupun operasi kanker payudara. Atau
tindakan pemasangan kateter( pemasangan suatu alat ke bagian alat pengeluaran urin
untuk mempermudah pasien buang air kecil). Dan disini lah terlihat sekali peran tenaga
medis yang membuat mereka harus melihat bahkan memegang alat kelamin pasiennya,
dan tidak jarang pula yang melakukan itu adalah tenaga medis yang bukan muhrim
dengan pasiennya.
Belum lagi pada kasus dokter kandungan yang dokternya adalah seorang laki-laki.
Dalam pemeriksaannya maupun proses kelahiran itu dokter tersebut akan sering
berinteraksi dengan kliennya,yaitu para wanita. Dan mungkin masih banyak fenomena
lain di tempat pelayanan kesehatan yang melibatkan interaksi antara tenaga medis atau
para medis dengan pasiennya yang bukan muhrim.
11
12
Akan tetapi, untuk mencegah fitnah dan godaan syaitan maka sebaiknya sewaktu
dokter memeriksa pasien dihadiri orang ketiga baik dari keluarga maupun dari tenaga
medis itu sendiri.
Akan lebih baik lagi jika pasien diperiksa oleh dokter sejenis, pasien perempuan
diperiksa oleh dokter perempuan dan pasien laki-laki diperiksa oleh dokter laki-laki.
Karena dalam dunia kedokteran sendiri banyak cerita-cerita bertebaran di seluruh dunia,
di mana terjadi praktek asusila baik yang tak sejenis hetero seksual, maupun yang sejenis
homoseksual antara dokter dan pasien.
Dalam batas-batas tertentu, mayoritas ulama memperbolehakan berobat kepada
lawan jenis jika sekiranya yang sejenis tidak ada, dengan syarat ditunggui oleh mahram
atau orang yang sejenis. Alasannya, karena berobat hukumnya hanya sunnah dan bersikap
pasrah (tawakkal) dinilai sebagai suatu keutamaan (fadlilah). Ulama sepakat bahawa
pembolehan yang diharamkan dalam keadaan darurat, termasuk pembolehan melihat
aurat orang lain,ada batasnya yang secara umum ditegaskan dalam al-quran ( Q.S Albaqarah : 173; Al-anam :145 ;An-nahl : 115) dengan menjauhi kezaliman dan lewat
batas.
Dalam pengobatan, kebolehan hanya pada bagian tubuh yang sangat diperlukan,
karena itu, bagian tubuh yang lain yang tidak terkait langsung tetap berlaku ketentuan
umum tidak boleh melihatnya. Namun, untuk meminimalisir batasan darurat dalam
pemeriksaan oleh lawan jenis sebagai upaya sadd al-Dzariat (menutup jalan untuk
terlaksananya kejahatan), disarankan disertai mahram dan prioritas diobati oleh yang
sejenis.
Pembolehan dan batasan kebolehanya dalam keadaan darurat juga banyak
disampaikan oleh tokoh madzhab. Ahmad ibn Hanbal, tokoh utama mazhab hanbali
menyatakan boleh bagi dokter/ tabib laki-laki melihat aurat pasien lain jenis yang bukan
mahram khusus pada bagian tubuh yang menuntut untuk itu termasuk aurat vitalnya,
demikian pula sebaliknya, dokter wanita boleh melihat aurat pasien laki-laki yang bukan
mahramnya dengan alasan tuntutan.
Di Indonesia, dalam fatwa MPKS disebutkan, tidak dilarang melihat aurat
perempuan sakit oleh seorang dokter laki-laki untuk keperluan memeriksa dan mengobati
penyakitnya. Seluruh tubuhnya boleh diperiksa oleh dokter laki-laki, bahkan hingga
13
genetalianya, tetapi jika pemeriksaan dan pengobatan itu telah mengenai genitalian dan
sekiatarnya maka perlu ditemani oleh seorang anggota keluarga laki-laki yang terdekat
atau suaminya. Jadi, kebolehan berobat kepada lain jenis dopersyaratkan jika yang sejenis
tidak ada. Dalam hal demikian, dianjurakan bagi pasien untuk menutup bagian tubuh
yang tidak diobati. Demikian pula dokter atau yang sejenisnya harus membatasi diri tidak
melihat organ pasien yang tidak berkaitan langsung.
d. Kode etik kedokteran dan sifat-sifat yang harus dimiliki tenaga medis
Yang dimaksud dengan tenaga medik, ialah para dokter, sedang tenaga para medik
ialah perawat, bidan, laboran dan sebaginya. Mereka merupakan manusia-manusia yang
mempunyai keahlian yang terdidik dalam mengobati penyakit, dan merawat penderita,
tingkah laku mereka yang baik dapat mempercepat kesembuhan. Haruslah ada hubungan
kejiwaan yang akrab antara mereka dan penderita. Islam mengajarkan supaya usaha
mulia ini haruslah didasarkan atas iman dan pengbdian diri kepada-Nya.
1. Sumpah Dokter dan Etika Kedokteran
Sejak permulaan sejarah umat manusia, orang sudah mengenal hubungan kepercayaan
antara dua insane yaitu si penderita dan sang pengobat, yang pada zaman modern ini
disebut sebagai hubungan dokter dengan pasien.
Rumusan-rumusan disiplin untuk para dokter itu mula pertama dikenal sebagai Sumpah
Hippocrates. Sumpah Hippocrates itu mengandung 6 buah nasehat atau peringatan
yaitu :
a. mengajarkan ilmu kedokteran kepada mereka yang berhak menerimanya.
b. mempraktikkan ilmu kedokteran hanya untuk memberi manfaat sebanyak-banyaknya
bagi pasien.
c. tidak mengerjakan sesuatu yang berbahaya bagi pasien.
d. tidak melakukan keguguran buatan yang bersifat kejahatan.
e. menyerahkan perasat-perasat tertentu kepada teman-teman sejawat ahli dalam lapangan
yang bersangkutan.
f. Tidak mempergunakan kesempatan untuk melakukan kejahatan atau godaan yang
mungkin timbul dalam mengerjakan praktik kedokteran.
14
15
16
ilmiah dalam berfikir, kasih sayang,benar dan jujur, rendah hati, bersahaja dan mawas
diri.
a. Berkeyakinan dan kehormatan atas profesi
Bahwa profesi kedokteran adalah salah satu profesi yang sangat mulia tapi tergantung
dengan dua syarat, yaitu :
- dilakukan dengan sngguh-sumngguh dan dengan penuh keikhlasan
- menjaga akhlak mulia dalamperilaku dan tindakan-tindakan sebagai dokter
Disamping itu, dokter selalu menjadi tumpuan pasien, keluarga, masyarakat ,
bahkan bangsa. Mengingat kedudukan profesi kedokteran tersebut, seharusnya dalam
menjalankan profesinya tidak hanya berfikir tentang materi tetapi lebih kepada
pengabdian dan perbaikan umat. Keyakinan akan kehormatan profesi tersebut merupakan
motivator untuk memelihara akhlak yang baik dalam hubungannya dengan masyarakat.
b. berusaha menjernihkan jiwa
Kejernihan jiwa akan menentukan kualitas perbuatan manusia secara keseluruhan, jika
seseorang termasuk dokter hatinya jernih maka perbuatan akan selalu positif.
c. lebih mendalami ilmu yang dikuasai
Dalam hadist nabi disebutkan bahwa mencari ilmu merupakan kewajiban sepanjang
hidup. Sebagaimana diketahui bahwa ilmu pengetahuan iytu dari hari ke hari selalu
mengalami perkembangan. Karena itu, agar setiap dokter tidak ketinggalan informasi dan
ilmu pengetahuan dan lebih mendalami bidang profesinya, maka dituntut untuk selalu
belajar. Dalam islam sangat ditekankan dalam mengamalkan segala sesuatu agar
dilakukan secara professional dan penuh ketelitian.
d. Menggunakan metode ilmiah dalam berfikir
Bagi dokter muslim diharuskan dalam berfikir menggunakan metode ilmiah sesuai
dengan kaidah logika ilmiah sebagaimana terjabar dalam disiplin ilmu kedokteran
modern. Ajaran islam sangat menekankan agar berfikir atau merenung terhadap berbagai
sebab, tujuannya agar mendapat keyakinan yang benar.
17
18
19
20
pengkajian
yang
berdasarkan
bukti
(evidence-based healthcare),
(3)
21
tinggi nilainya. Dengan demikian, mereka telah melaksanakan dakwah Islam, bahwa
Allah-lah yang telah menurunkan penyakit dan Dia pulalah yang menurunkan obatnya.
Dokter dan perawat hanya dapat mengenali jenis penyakit dan mengobati dan merawat
pasien, namun hanya Allah jualah yang menyembuhkan. Dokter dan perawat muslim
harus menghilangkan angggapan bahwa dialah yang menyembuhkan pasiennya. Dengan
demikian para dokter dan perawat muslim harus menyadari mereka adalah khalifah Allah
dalam pelayanan kesehatan.
Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang Islami di rumah sakit, para
dokter dan perawat muslim haruslah mencerminkan pada pengetahuan, sikap dan
ketrampilan professional.
c. Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh dokter dan perawat muslim
Islam telah menetapkan beberapa sifat-sifat terpuji bagi manusia. Sifat-sifat itu
harus dimiliki oleh dokter dan perawat Muslim. Secara khusus, dokter dan perawat yang
melaksanakan pelayanan kesehatan harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: (1) tulus
ikhlas karena Allah (Al Bayyinah, 5), (2) penyantun (Al-A'raf, 56; Al-Baqarah, 263); (3)
ramah ( Ali Imron, 159,); (4) sabar (Asy-Syura, 43), (5) tenang (Hadits, riwayat Ibnu
Sa'ad), (6) tegas (Hadits, riwayat Ahmad dan Buchari), (7) patuh pada peraturan (Riwayat
Buchari, Muslim dan Abu Daud), (8) bersih (At-Taubah, 108, Al-Muddattsir, 4; Hadits,
riwayat Abu Daud), (9) penyimpan rahasia (An-Nisa, 148, An-Nur, 19, Hadits, riwayat
Ibnu Majjah, Abu Daud, Muslim, Abu Hurairah), (10) dapat dipercaya (Al Mukminun, 111, al Anfal, 27, An-Nisa, 58, Hadits, riwayat Ahmad), (11) bertanggungjawab (Al Isra',
36, Hadits, riwayat Ibnu Hibban, Anas bin Malik, dan Ahmad).
d. Organisasi manajemen rumah sakit yang Islami
Secara umum organisasi manajemen rumahsakit yang Islami mencakup kegiatan
sebagai berikut: (1) menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan berdasarkan
kaidah-kaidah Islam, (2) melakukan fungsi manajemen (perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan) dengan berpedoman kepada syariah Islam serta
22
menerapkan akhlakul karimah, (3) pimpinan rumah sakit bertindak sebagai ulama dan
umara untuk meningkatkan motivasi dan kinerja pelayanan kesehatan, (4) pimpinan
rumah sakit menjadi contoh yang baik (uswatun hasanah) dalam berperan sebagai tenaga
medis dan perawat profesional Islam.
e. Lingkungan yang Islami di rumah sakit Islam
Lingkungan yang Islami di rumah sakit Islam tentu akan terlihat adanya suasana
keagamaan (ada mesjid, shalat jama'ah, hiasan-hiasan dinding yang ada kaitannya
kesehatan dan Islam), kenyamanan, kebersihan, ketenangan, kesejukan, ketertiban,
disiplin, mudah mendapatkan informasi, cepat mendapatkan pelayanan dan keramahtamahan seluruh karyawan yang bekerja di rumah sakit.
Kalau kita pelajari dan hayati satu persatu segala aspek pelayanan kesehatan,
syarat-syarat dan sifat-sifat yang dipunyai oleh individu yang terlibat dalam pelayanan
kesehatan, lingkungan yang Islami dan manajemen rumah sakit Islam, dapat dipastikan
pelayanan prima akan dapat diwujudkan di rumah sakit-rumah sakit Islam, sehingga
pasien-pasien, kelompok-kelompok dan masyarakat yang berobat di rumah sakit Islam
akan mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan baik selama dirawat di rumah sakit
maupun setelah pulang dari rumah sakit.
23
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dienul Islam mengatur hubungan antar manusia tak terkecuali hubungan antara
laki-laki dan perempuan. Pada Al-quran, sunah Rasulullah SAW, serta pendapat para
ulama dapat diketahui bahwa antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim
terdapat batasan-batasan dalam berinteraksi, seperti adanya larangan untuk besentuhan
(bersalaman) , larangan untuk berdua-duaan (berkhalawat).
Dari beberapa madzhab yang ada antara lain dari Madzhab Hanafi, Madzhab
Maliki,Madzhab SyafiI, dan Madzhab Hanbali dapat diketahui bahwa Rasulullah pun
sangat menjaga hubungan dengan kaum hawa.
Walaupun saat ini mungkin masih banyak kaum muslimin yang tidak terlalu
memperhatikan hal tersebut karena alasan tata krama dan kesopanan. Tapi bagaimana pun
memang selayaknya kita sebagai kaum muslimin menjalankan sunnah Rasulullah SAW
yang merupakan rahmatan lil alamin.
Pada kenyataannya di masyarakat saat ini, khususnya pada tempat pelayanan
kesehatan, banyak sekali interaksi antara tenaga kesehatan dan pasiennya yang sering
bertolak belakang dengan aturan yang ada dalam islam mengenai hubungan anara lakilaki dan perempuan yang bukan muhrim. Misalnya saja pada prosedur pemeriksaan
pasien yang mengharuskan pasien membuka auratnya dan disentuh (untuk pemeriksaan)
oleh tenaga kesehatan. Contohnya yaitu pemeriksaan fisik oleh dokter, pemasangan
kateter oleh perawat, operasi alat vital oleh tim dokter, serta tindakan medis lainnya.
Akan tetapi, Islam bukanlah agama yang monoton. Islam juga telah mengatur semua
yang akan dihadapi oleh anak cucu Adam. Dalam islam juga telah dijelaskan
bahwa Islam
memang
mengenal
darurat
yang
akan
meringankan
suatu
hukum. Ada kaidah Idzaa dhoogal amr ittasi (jika kondisi sulit, maka Islam memberikan
kemudahan dan kelonggaran). Bahkan Kaedah lain menyebutkan: Kondisi darurat
menjadikan sesuatu yang haram menjadi mubah.
24
Disamping hal itu, pihak institusi kedokteran terkait pun telah membuat suatu
kode etik atau aturan-aturan yang dapat mengatur tindakan tenaga kesehatan agar dalam
menjalankan tugasnya tetap mampu mencerminkan diri sebagai tenaga kesehatan yang
islami. Mereka juga harus memiliki sikap-sikap yang dapat meningkatkan hubungan serta
komunikasi mereka dengan pasien dan keluarganya agar terjalin kerjasama yang baik.
Tidak hanya itu, Islam pun menganjurkan agar tenaga medis itu memiliki karakteristik
yang dapat membuat mereka benar-benar menjadi tenaga kesehatan yang islami antar
lain harus berkeyakinan atas kehormatan profesi , menjernihkan nafsu,lebih mendalami
ilmu yang dikuasai, menggunakan metode ilmiah dalam berfikir, kasih sayang,benar dan
jujur, rendah hati, bersahaja dan mawas diri.
Jadi dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa dalam kondisi darurat
diperbolekan bagi tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan medis kepada pasiennya
yang berbeda jenis kelamin jika itu benar-benar akan mendatangkan banyak
kemaslahatan bagi pasien dengan syarat-syarat yang telah diatur pula misalnya pasien
yang tetap ditemani oleh keluarganya saat pemeriksaan ataupun hanya memeriksa bagian
tubuh pasien yang perlu-perlu saja. Tenaga kesehatan pun harus dituntut untuk
menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik yang telah dibuat oleh institusi terkait dan
mereka juga harus memiliki sikap dan jiwa yang sesuai dengan syariat islam agar dapat
mencerminkan diri sebagai tenaga kesehatan yang islami pula.
Dengan pemikiran yang hipotetik tentang pelayanan kesehatan yang Islami dapat
mewujudkan pelayanan prima di rumah sakit-rumah sakit Islam.Menjadi kewajiban bagi
semua individu-individu, kelompok-kelompok, net-work rumah sakit-rumah sakit Islam
yang memikirkan dan bekerja untuk mengembangkan pelayanan kesehatan yang Islami di
rumah sakit-rumah sakit Islam untuk mulai membuat guideline pelayanan kesehatan yang
Islami liwat lokakarya-lokakarya, temu pakar, yang akan menjadi tuntunan bagi semua
rumah sakit-rumah sakit Islam.
25
DAFTAR PUSTAKA
Lamsudin,Rusdi. 2014. Pelayanan Kesehatan yang Islami di Rumah Sakit Islam.
Diakses pada tanggal : 10 september 2014 http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126372-S5856-Gambaran%20sistem-Literatur.pdf
26