Anda di halaman 1dari 49

Pelayanan kesehatan dan Islam

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Nilai-nilai Islam perlu ditanamkan dalam pengembangan ilmu


kesehatan khususnya bidang kedokteran. "Dengan demikian, seorang tenaga kesehatan baik dokter
maupun perawat akan menjalankan tugas secara baik sesuai dengan nilai-nilai Islam," kata Dekan
Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ardi
Pramono, di Yogyakarta, Senin.
Ardi mengatakan nilai-nilai Islam itu antara lain selalu tunduk kepada etika Islam, berdasarkan pada
logika, penyembuhan jiwa dan raga, dan selalu memberikan pelayanan terbaik. Dalam memberikan
pelayanan, seorang tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat bukan hanya untuk
menyembuhkan pasien. Tetapi, mereka juga harus mampu memperlakukan pasien dengan baik
sebagai Muslim.
Oleh karena itu, kata dia, memasuki usianya yang ke-19 tahun Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) terus berkomitmen untuk
menanamkan prinsip-prinsip Islam dalam ilmu kesehatan. Ardi mengatakan selain penanaman
prinsip Islam, sebuah perguruan tinggi juga harus mampu menjalankan amanahnya sebagai institusi
yang mendidik mahasiswa. Sehingga, mereka setelah lulus nanti dapat memberikan kontribusi dan
perubahan positif pada masyarakat.
"Dalam mencetak lulusan sebagai agen perubahan, perguruan tinggi harus memberikan kebebasan
berkreativitas pada mahasiswa, menggunakan metode pembelajaran yang baik, dan sesuai dengan
perkembangan teknologi yang ada," katanya.
Redaktur: Didi Purwadi Sumber: Antara
1.284 reads
KAMPUS ENTREPRENEUR
Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga, mereka kekal di
dalamnya. (QS Al-Baqarah [2[:82)
Latar Belakang
Tempat pelayanan kesehatan merupakan salah satu tempat umum dimana seluruh kalangan
masyarakat akan berinteraksi disana. Diantaranya seperti Rumah sakit, Puskesmas, Klinik, dan lain-
lain. Rumah sakit (hospital) adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang
pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Beberapa pasien
bisa hanya datang untuk diagnosis atau terapi ringan untuk kemudian meminta perawatan jalan,
atau bisa pula meminta rawat inap dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. Rumah sakit dibedakan
dari institusi kesehatan lain dari kemampuannya memberikan diagnosa dan perawatan medis secara
menyeluruh kepada pasien.

Di tempat pelayanan kesehatan seperti itulah batasan antara laki-laki dan perempuan menurut islam
akan dikesampingkan. Maksudnya dikesampingkan pada kalimat barusan adalah kaburnya hijab
antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim ini. Dapat kita lihat di tempat pelayanan
kesehatan bahwa baik dokter, perawat ataupun petugas pelayanan kesehatan lainnya akan
melakukan berbagai interaksi dengan pasien. Tindakan-tindakan tersebut merupakan serangkaian
prosedur yang mesti dijalani menurut profesi masing- masing. Diantaranya seperti dokter atau
perawat yang harus melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasiennya yang pastinya harus
menyentuh tubuh pasien, melakukan injeksi (suntikan) dibagian tertentu yang kadang harus
mmbuat pasien membuka pakaiannya. Tidak hanya itu, bahkan kadang dokter atau perawat harus
memegang alat vital dari kliennya untuk berbagai keperluan seperti pada pemasangan kateter atau
operasi pada bagian tersebut yang tidak jarang bahwa petugas medis yang berlainan jenis
kelaminlah yang melakukan tindakan tersebut.
Sedangkan yang kita ketahui bahwa islam melarang hamba-hambaNya untuk menjaga dirinya dari
orang yang bukan muhrimnya. Selain itu juga dikuatkan oleh sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam : "Andaikan ditusukkan ke kepala salah seorang diantara kalian dengan jarum besi, yang
demikian itu lebih baik daripada dia harus menyentuh wanita yang tidak diperbolehkan baginya".
[Thabrani dalam Kitab Al-Kabir, Bab XX No. 211 dengan isnad hasan]. Jadi sebenarnya bagaimanakah
pandangan islam mengenai fenomena yang ada di tempat pelayanan kesehatan ini. Suatu kondisi
yang sangat tidak mungkin untuk ditinggalkan sebab keurgentannya. Lalu bagaimana pula sosok
seorang tenaga medis dan para medis yang seharusnya agar dalam menjalankan tugasnya tetap
berjalan pada syariat agama Islam dan benar-benar akan mendatang kan kemaslahatan bagi para
pasien yang datang untuk berobat di tempat pelayanan kesehatan tersebut. Serta bagaimana pula
peran serta dari lembaga berwenang kedokteran menyikapi aturan yang sesuai dengan syariat islam
ini.
Oleh karena itu, penulis pada kesempatan ini mencoba untuk membahas mengenai dilema yang ada
ini. Sebab seperti yang kita ketahui bahwa Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin serta
tsabat wa muruna dan Al-basathah yaitu perpaduan antara tetap dan menerima perubahan.

A. Perintah islam untuk menjaga diri dan hijabnya terhadap non muhrim
Dienul Islam adalah sebuah agama yang mengatur segala seluk beluk yang ada di kehidupan manusia
dan semua ciptaan Allah. Adapun yang termasuk yang dibahas adalah mengenai hubungan antara
manusia yang satu dengan manusia yang lain. Di dalam agama ini diatur bagaimana hubungan antar
seorang wanita dan laki-laki selayaknya menurut pandangan Islam.
Adapun perintah Allah swt. yang berkaitan dengan etika hubungan antara lelaki dan wanita pada
(QS. Al-Ahzab : 53). Kalau ada sebuah keperluan terhadap lawan jenis, harus disampaikan dari balik
tabir pembatas
Banyak pendapat dari berbagai ulama mengenai hubungan antara laki-laki dan wanita ini, antara
lain:
Asy Syaikh berkata, Pertama, bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan itu hanya
diperbolehkan apabila tidak disertai dengan syahwat serta aman dari fitnah. Apabila dikhawatirkan
terjadi fitnah terhadap salah satunya, atau disertai syahwat dan taladzdzudz (berlezat-lezat) dari
salah satunya (apa lagi keduanya; penj.) maka KEHARAMAN berjabat tangan tidak diragukan lagi.
Bahkan seandainya kedua syarat ini tidak terpenuhi - YAITU TIADANYA SYAHWAT DAN AMAN DARI
FITNAH – meskipun jabatan tangan itu antara seseorang dengan mahramnya seperti bibinya,
saudara sesusuan, anak tirinya, ibu tirinya, mertuanya, atau lainnya, maka berjabat tangan pada
kondisi seperti itu adalah haram.Bahkan berjabat tangan dengan anak yang masih kecil pun haram
hukumnya jika kedua syarat itu tidak terpenuhi. Kedua, hendaklah berjabat tangan itu sebatas ada
kebutuhan saja, seperti yang disebutkan dalam pertanyaan di atas, yaitu dengan kerabat atau
semenda (besan) yang terjadi hubungan yang erat dan akrab diantara mereka; dan TIDAK BAIK hal
ini diperluas kepada orang lain, demi membendung pintu kerusakan, menjauhi syubhat, mengambil
sikap hati-hati, dan meneladani Nabi saw. - tidak ada riwayat kuat yang menyebutkan bahwa beliau
pernah berjabat tangan dengan wanita lain (bukan kerabat atau tidak mempunyai hubungan yang
erat). Dan yang lebih utama bagi seorang muslim atau muslimah – yang komitmen pada agamanya –
IALAH TIDAK MEMULAI BERJABAT TANGAN DENGAN LAIN JENIS. Tetapi, apabila diajak berjabat
tangan barulah ia menjabat tangannya.[1]

Dari Ma'qil bin Yasar Radhiyallahu 'anhu, dia menceritakan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah bersabda: "Andaikan ditusukkan ke kepala salah seorang diantara kalian dengan jarum besi,
yang demikian itu lebih baik daripada dia harus menyentuh wanita yang tidak diperbolehkan
baginya". [Thabrani dalam KitabAl-Kabir, Bab XX No. 211 dengan isnad hasan].
Dari ‘Aisyah ia berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membai’at para perempuan dengan
perkataan. Tidak pernah tangan Rasulullah SAW memegang tangan para perempuan, kecuali tangan
perempuan yang telah menjadi miliknya (artinya perempuan yang telah dinikahinya = istri Nabi).
[Bukhari]
Tidak hanya itu, dalam islam juga melarang agar kaum muslimin tidak berdua-duan (LARANGAN
BERKHALWAT) seperti yang dijelaskan sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Aku pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpidato:
“Janganlah sekali-kali seorang lelaki berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali wanita
itu bersama mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya”.
Tiba-tiba seorang lelaki bangkit berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteriku pergi
untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan aku terkena kewajiban mengikuti peperangan ini dan itu.
Beliau bersabda: “Berangkatlah untuk berhaji bersama isterimu”. [Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan
Ahmad]
Hendaklah para muslimah tidak duduk-duduk dengan lelaki lain, hanya untuk sekedar ngobrol tanpa
ada maksud dan tujuan tertentu. Duduk-duduk yang diperbolehkan hanya bila ada kebutuhan yang
bersifat syar’I (dibolehkan agama).[2]
Beberapa pendapat ulama-ulama dari empat madzhab besar diantaranya:
“Madzhab Hanafi :
 Haram menyentuh wajah dan dua telapak tangan perempuan bukan muhrim, sekalipun aman dari
syahwat.
 Berjabat tangan dengan perempuan tua yang sudah tidak bersyahwat lagi; At-Thahawi berkata
tidak mengapa. Manakala Syamsudin Ahmad bin Qaudar berkata tidak halal sekalipun aman dari
syahwat.

Imam al-Kasaani berkata: “menyentuh (wanita) lebih berpotensi mem- bangkitkan syahwat
daripada sekedar melihat ..” [Bada'iu ash-Shana`i']
Madzhab Maliki:
 Haram berjabat tangan dengan perempuan bukan muhrim. Ini dinyatakan oleh al-Imam al- Baaji,
al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi dan As-Shawi.
Hukum berjabat tangan dengan perempuan tua, menurut Syeikh Abul Barakat Ahmad bin
Muhamad bin Ahmad ad-Durdair ia tidak dibenarkan.
 Imam Abul Barokaat menyatakan: “Tidak boleh berjabat tangan dengan wanita (bukan muhrim)
walaupun kaum lelaki sudah tidak memiliki lagi keinginan (hasrat) kepadanya .” [asy-Syahush Shaghir
IV/760].
Madzhab Syafi’i :
 Imam An-Nawawi di dalam beberapa karyanya, as-Syaribini dan lain-lain ulama as- Syafi’iyyah
menyatakan haram berjabat tangan dengan perempuan bukan muhrim.
 Imam an-Nawawi berkata: “Memandang wanita (bukan muhrim) saja haram, maka menyentuhnya
tentu lebih haram lagi, karena terasa lebih nikmat .” [Roudhotu ath-Thalilibin VII/28].
 Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar halaman 228 berkata: “Para sahabat kami (dari kalangan
Syafi’iyyah) mengatakan bahwa setiap hal yang dilarang untuk dilihat, maka dilarang pula untuk
menyentuhnya. Bahkan menyentuh itu lebih besar lagi urusannya, karena telah dibolehkan bagi
seseorang untuk melihat seorang wanita yang bukan muhrimnya pada saat hendak menikahi- nya,
pada saat jual beli, pada saat mengambil barang dan menyerahkannya dan yang semisal dengan hal
tersebut di atas. Akan tetapi tetap tidak diper- bolehkan baginya pada saat-saat tersebut untuk
menyentuhnya”.
Madzhab Hanbali:
 Imam Ahmad ketika ditanya tentang masalah berjabat tangan dengan perempuan bukan muhrim,
beliau menjawab: “Aku membencinya.”

 Mengenai berjabat tangan dengan perempuan tua:


Imam Ishaq bin Mansur al-Marwazi menukil dari imam Ahmad, ia tidak dibenarkan (tidak
dibolehkan).
Sementara Ibnu Muflih menyatakan; pemilik an-Nazham mengatakan makruh dan dengan anak kecil
(yang belum baligh) dibolehkan dengan tujuan budi pekerti.
 Imam al-Marruzi (ada yang membaca : al-Marwazi) mengatakan: “Aku pernah bertanya kepada
Ahmad bin Hanbal. ” Apakah anda membenci jabat tangan dengan kaum wanita (non muhrim)?”"
Beliau menjawab: “Aku membencinya.” [Masa`il Ahmad wa Ishaq I/211]. Masih banyak lagi
pendapat ulama dari empat madzhab yang mengharamkan berjabatan tangan dengan wanita bukan
Muhrim.”(A.Shihabuddin. Telaah Kritis atas Doktrin paham Salafi/Wahabi.[3]------
Dari berbagai mazhab para ulama diatas dapat kita lihat ada persamaan dan perbedaan pandangan
dari setiap ulama.
Namun untuk saat ini orang mengira bahwa bila kita tidak berjabat-tangan dengan yang bukan
muhrim berarti kurang sopan atau tidak saling menghargai, padahal keramahan dan kesopanan yang
dimaksud oleh syari’at Islam bukanlah terletak pada jabatan tangan antara wanita dan lelaki yang
bukan muhrim. Kita sebenar- nya juga tidak perlu bingung dengan kritikan orang lain (kolot, kurang
sopan dll) mengenai amalan kita, karena kritikan ini tidak ada habis-habisnya, yang penting sebagai
seorang muslim atau muslimah ialah sebaik mungkin menjalani perintah Allah swt. dan Rasul-Nya
dan menjauhi larangan yang telah digariskan oleh syari’at Islam.
B. Fenomena yang ada di tempat pelayanan kesehatan saat ini
Dalam ilmu kedokteran / kesehatan untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit, dokter perlu
melaksanakan pemeriksaan pada pasien seluruh tubuhnya, baik diluar, maupun dari dalam, sehingga
pada umumnya pasien harus bersedia menanggalkan pakaiannya. Pemeriksaan dilakukan oleh
dokter di ruang pemeriksaan, di mana dokter dapat memeriksa pasien dengan leluasa tanpa dapat
dilihat dan didengar oleh orang lain. Dokter dan tenaga para medis diwajibkan secara etis
memelihara kehormatan manusia, baik dalam ruang pemeriksaan, maupun dalam ruang
perawatan[4].

Dalam prakteknya di tempat pelayanan itu sendiri banyak sekali kondisi yang membuat interaksi
antara tenaga medis dengan pasiennya yang kadang membuat kita bertanya mengenai hal tersebut
dalam pandangan Islam seperti yang telah kita bahas pada bagian A sebelumnya. Adapun prosedur-
prosedur yang sering dilaksanakan dalam tahap pemeriksaan di Rumah Sakit atau tempat pelayanan
kesehatan lain tersebut antara lain:
a. Mengambil anamnesa (riwayat penyakit)
Pasien diharapkan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dokter secara jujur dan jelas,
karena kadang –kadang pasien tidak ingin menceritakan riwayat penyakitnya karena merasa malu.
b. Melakukan inspeksi
Inspeksi ini sudah dilakukan sejak pasien memasuki kamar kerja dokter, cara dia berjalan, normal
atau dipapah, napas sesak, kemudian bentuk badan,emosionalnya,dan lain-lain
c. Melakukan palpasi
Yaitu meraba tubuh dengan telapak tangan. Untuk ini perlulah pasien diminta untuk membuka
pakaiannya terutama bagian atas, kalau nanti ternyata diperlukan pemeriksaan yang lebih lengkap
barulah si pasien diminta untuk membuka celana, gune pemeriksaan dalam, baik melalui vagina
maupun anus (dubur).
d. Melakukan perkusi
Yaitu dengan memukulkan jari tengah kanan diatas jari tengah tangan kiri yang diletakkan dibagian
atas tubuh yang diperiksa. Pada perkusi akan menimbulkan suara sehingga dapat ditentukan batas
konfigurasi jantung, paru- paru dan sebagainya. Apakah ada cairan di rongga dada atau pada rongga
perut.
e. Melakukan aukultasi

Dengan alat pendengar stetoskop dokter dapat mendengar bunyi-bunyi udara di dalam paru-paru,
baik yang normal maupun yang tidak normal, bunyi jantung yang normal dan yang tidak normal,
bunyi bising, bunyi gerakan usus dan sebagainya.
f. Pemeriksaan Pelengkap
Dilakukan dengan alat-alat seperti Reflek hamer dan Elektro Cardiograf, alat yang untuk
mencatataktivitas jantung yang mengungkapkan peristiwa- peristiwa abnormal yang tidak diketahui
dengan cara-cara diatas.
g. Pemeriksaan Laboratorium
Permeriksaan darah untuk mengetahui sel-sel darah, berbagai macam zat-zat dalam darah seperti
gula, empedu , kolesterol, asam urat, dan sebagainya.
Pendek kata dengan berbagai cara pemeriksaan ini dokter mendapat bahan- bahan dalam
menegakkan suatu diagnosa penyakit.
Yang jelas ialah bahwa dalam pemeriksaan ini:
i. Dokter dan pasien berada berduaan di dalam suatu ruangan.
ii. Dokter melihat dan meraba sebagian atau seluruh badan penderita, termasuk bagian auratnya.
iii. Dokter yang memeriksa dapat sejenis dengan penderita yaitu dokter laki-laki memeriksa
penderita laki-laki atau tidak sejenis yaitu dokter wanita memeriksa penderita laki-laki dan
sebaliknya.[5]
Tidak hanya itu, dalam pelayanan kesehatan masih banyak sekali tindakan medis yang membuat
antara tenaga medis dan petugas kesehatan terjadi interaksi yang “melanggar” aturan agama yang
telah kita bahas sebelumnya pada bagian A. Contohnya seperti tindakan operasi. Tidak jarang para
dokter atau pun perawatnya yang berlawanan jenis dengan pasien. Belum lagi jika yang dilakukan
operasi adalah bagian vital dari pasien. Seperti operasi pengangkatan rahim ataupun operasi kanker
payudara. Atau tindakan pemasangan kateter( pemasangan suatu alat ke bagian alat pengeluaran
urin untuk mempermudah pasien

buang air kecil). Dan disini lah terlihat sekali peran tenaga medis yang membuat mereka harus
melihat bahkan memegang alat kelamin pasiennya, dan tidak jarang pula yang melakukan itu adalah
tenaga medis yang bukan muhrim dengan pasiennya.
Belum lagi pada kasus dokter kandungan yang dokternya adalah seorang laki-laki. Dalam
pemeriksaannya maupun proses kelahiran itu dokter tersebut akan sering berinteraksi dengan
kliennya,yaitu para wanita. Dan mungkin masih banyak fenomena lain di tempat pelayanan
kesehatan yang melibatkan interaksi antara tenaga medis atau para medis dengan pasiennya yang
bukan muhrim.
C. pandangan islam terhadap fenomena dalam dunia kesehatan
Islam menentukan bahwa setiap manusia harus menghormati manusia yang lainnya, karena Allah
sebagai khalik sendiri menghormati manusia, sebagai mana di jelaskan Allah dalam surat Al Isra’ :70.
Maka dokter maupun paramedis haruslah tidak memaksakan sesuatu kepada pasien, segala
tindakan yang harus mereka kerjakan haruslah dengan suka rela dan atas keyakinan.
Untuk pemeriksaan dokter dalam menegakkan diagnosa penyakit, maka dokter berkhalwat, melihat
aurat, malah memeriksa luar dalam pasien dibolehkan hanya didasarkan pada keadaan darurat,
sebagai yang dijelaskan oleh qaidah ushul fiqh yang berbunyi : yang darurat dapat membolehkan
yang dilarang.
Islam memang mengenal darurat yang akan meringankan suatu hukum. Ada kaidah Idzaa dhoogal
amr ittasi’ (jika kondisi sulit, maka Islam memberikan kemudahan dan kelonggaran). Bahkan Kaedah
lain menyebutkan: ‘Kondisi darurat menjadikan sesuatu yang haram menjadi mubah’.[6]
Berbicara mengenai kaidah fiqhiyyah tentang darurat maka terdapat dua kaidah yaitu kaidah pokok
dan kaidah cabang. Kaidah pokok disini menjelaskan bahwa kemudharatan harus dilenyapkan yang
bersumber dari Q.S Al- Qashash : 77), contohnya meminum khamar dan zat adiktif lainnya yang
dapat merusak akal, menghancurkan potensi sosio ekonomi, bagi peminumnya kan menurunkan
produktivitasnya. Demikian pula menghisap rokok, disamping merusak diri penghisapnya juga
mengganggu orang lain disekitarnya. Para ulama

menganggap keadaan darurat sebagai suatu kesempitan, dan jika kesempitan itu datang agama
justru memberikan keluasan. [7]
Namun darurat itu bukan sesuatu yang bersifat rutin dan gampang dilakukan. Umumnya darurat
baru dijadikan pilihan manakala memang kondisinya akan menjadi kritis dan tidak ada alternatif lain.
Itu pun masih diiringi dengan resiko fitnah dan sebagainya.
Akan tetapi, untuk mencegah fitnah dan godaan syaitan maka sebaiknya sewaktu dokter memeriksa
pasien dihadiri orang ketiga baik dari keluarga maupun dari tenaga medis itu sendiri.[8]
Akan lebih baik lagi jika pasien diperiksa oleh dokter sejenis, pasien perempuan diperiksa oleh
dokter perempuan dan pasien laki-laki diperiksa oleh dokter laki-laki. Karena dalam dunia
kedokteran sendiri banyak cerita-cerita bertebaran di seluruh dunia, di mana terjadi praktek asusila
baik yang tak sejenis hetero seksual, maupun yang sejenis homoseksual antara dokter dan pasien.[9]
Dalam batas-batas tertentu, mayoritas ulama memperbolehakan berobat kepada lawan jenis jika
sekiranya yang sejenis tidak ada, dengan syarat ditunggui oleh mahram atau orang yang sejenis.
Alasannya, karena berobat hukumnya hanya sunnah dan bersikap pasrah (tawakkal) dinilai sebagai
suatu keutamaan (fadlilah). Ulama sepakat bahawa pembolehan yang diharamkan dalam keadaan
darurat, termasuk pembolehan melihat aurat orang lain,ada batasnya yang secara umum ditegaskan
dalam al-qur’an ( Q.S Al-baqarah : 173; Al-an’am : 145 ;An-nahl : 115) dengan menjauhi kezaliman
dan lewat batas.[10]
Dalam pengobatan, kebolehan hanya pada bagian tubuh yang sangat diperlukan, karena itu, bagian
tubuh yang lain yang tidak terkait langsung tetap berlaku ketentuan umum tidak boleh melihatnya.
Namun, untuk meminimalisir batasan darurat dalam pemeriksaan oleh lawan jenis sebagai upaya
sadd al-Dzari’at (menutup jalan untuk terlaksananya kejahatan), disarankan disertai mahram dan
prioritas diobati oleh yang sejenis.
Pembolehan dan batasan kebolehanya dalam keadaan darurat juga banyak disampaikan oleh tokoh
madzhab. Ahmad ibn Hanbal, tokoh utama mazhab hanbali menyatakan boleh bagi dokter/ tabib
laki-laki melihat aurat pasien lain jenis yang bukan mahram khusus pada bagian tubuh yang
menuntut untuk itu termasuk aurat

vitalnya, demikian pula sebaliknya, dokter wanita boleh melihat aurat pasien laki-laki yang bukan
mahramnya dengan alasan tuntutan.[11]
Di Indonesia, dalam fatwa MPKS disebutkan, tidak dilarang melihat aurat perempuan sakit oleh
seorang dokter laki-laki untuk keperluan memeriksa dan mengobati penyakitnya. Seluruh tubuhnya
boleh diperiksa oleh dokter laki-laki, bahkan hingga genetalianya, tetapi jika pemeriksaan dan
pengobatan itu telah mengenai genitalian dan sekitarnya maka perlu ditemani oleh seorang anggota
keluarga laki-laki yang terdekat atau suaminya. Jadi, kebolehan berobat kepada lain jenis
dopersyaratkan jika yang sejenis tidak ada. Dalam hal demikian, dianjurakan bagi pasien untuk
menutup bagian tubuh yang tidak diobati. Demikian pula dokter atau yang sejenisnya harus
membatasi diri tidak melihat organ pasien yang tidak berkaitan langsung[12].
D. Kode etik kedokteran dan sifat-sifat yang harus dimiliki tenaga medis
Yang dimaksud dengan tenaga medik, ialah para dokter, sedang tenaga para medik ialah perawat,
bidan, laboran dan sebaginya. Mereka merupakan manusia-manusia yang mempunyai keahlian yang
terdidik dalam mengobati penyakit, dan merawat penderita, tingkah laku mereka yang baik dapat
mempercepat kesembuhan. Haruslah ada hubungan kejiwaan yang akrab antara mereka dan
penderita. Islam mengajarkan supaya usaha mulia ini haruslah didasarkan atas iman dan pengbdian
diri kepada-Nya.[13]
1. Sumpah Dokter dan Etika Kedokteran
Sejak permulaan sejarah umat manusia, orang sudah mengenal hubungan kepercayaan antara dua
insane yaitu si penderita dan sang pengobat, yang pada zaman modern ini disebut sebagai hubungan
dokter dengan pasien.
Rumusan-rumusan disiplin untuk para dokter itu mula pertama dikenal sebagai “Sumpah
Hippocrates”. Sumpah Hippocrates itu mengandung 6 buah nasehat atau peringatan yaitu :
a. mengajarkan ilmu kedokteran kepada mereka yang berhak menerimanya.

b. mempraktikkan ilmu kedokteran hanya untuk memberi manfaat sebanyak-banyaknya bagi pasien.
c. tidak mengerjakan sesuatu yang berbahaya bagi pasien.
d. tidak melakukan keguguran buatan yang bersifat kejahatan.
e. menyerahkan perasat-perasat tertentu kepada teman-teman sejawat ahli dalam lapangan yang
bersangkutan.
f. Tidak mempergunakan kesempatan untuk melakukan kejahatan atau godaan yang mungkin timbul
dalam mengerjakan praktik kedokteran.
g. Hidup dalam keadaan suci dan sopan santun. h. Memelihara rahasia jabatan.
Setiap nasihat dan peringatan tersebut diatas adalah dasar dari pada susila kedokteran dewasa ini.
[14]
Pada kode etik kedokteran terdapat point-point pada tiap-tiap babnya yaitu antara lain; kewajiban
umum, kewajiban dokter terhadap pasien, kewajiban dokter terhadap team sejawat, dan kewajiban
dokter terhadap diri sendiri.
Dalam kode etik kedokteran ( Islamic code of medical Etyhics), yang merupakan hasil dari First
international conferenceon Islamic Medicine yang diselenggarakan pada 6-10 Rabi’al awwal 1401 M
di Kuwait dan selajutnya disepakati sebagai kode etik kedokteran islam, dirumuskan beberapa
karakteristik yang semestinya dimiliki oelh dokter muslim (tenaga kesehatan umumnya). Isi kode etik
kedokteran islam tersebut terdiri atas dua belas pasal. Rinciannya disebutkan : Pertama, definisi
profesi kedokteran. Kedua, ciri-ciri para dokter. Ketiga, hubungan dokter dengan dokter. Keempat,
hubungan dokter dengan pasien. Kelima, rahasia profesi. Keenam, peranan dokter di masa perang.
Ketujuh, taggung jawab dan pertanggungjawaban. Kedelapan, kesucian jiwa manusia. Kesembilan,
dokter dan masyarakat. Kesepuluh, dokter dan kemajuan biomedis modern. Kesebelas, pendidikan
kedokteran. Keduabelas, sumpah dokter.[15]

Melihat bagaimana besarnya amal dan pengabdian yang diberikan oleh dokter dan tenaa para
medik, maka islam menganjurkan beberapa sifat-sifat yang harus dipunyai antara lain :
1. Beriman
Sebab tanpa iman segala amal saleh sebagai dokter dan tenaga para medis akan hilang sia-sia dimata
Allah. (Q.S Al ashr : 1-3)
2. Tulus-ikhlas karena Allah (Q.S Al-bayyinah :5) 3. penyantun
Artinya ikut merasakan penderitaan orang lain dan Karena itu suka menolong orang lain dalam
kesukaran. (Q.S Al-baqarah : 263)
4. Peramah
Bergaul dengan tidak kaku dan menyenangkan. (Q.S Ali Imran : 159)
5. Sabar
Tidak lekas emosionil dan lekas marahQ.S Asy syura :43)
6. Tenang
Tidak gugup betapa pun keadaan gawat. (Dalam sabda Rasulullah : “Tetaplah kamu bersikap tenang”
riwayat At thabrani dan Bhaiqi)
7. Teliti
Berhati-hati, cermat dan rapi
8. Tegas
Terang,nyata, dan tidak ragu-ragu. 9. Patuh pada peraturan

Suka menurut perintah


10. bersih, apik , suci. (Q.S At taubah : 108) 11. Penyimpan rahasia (Q.S An-nisa 148)
12. dapat dipercaya (Q.S Al mu’minun : 1-11) 13. bertanggung jawab (Q.S Al isra’ : 36)[16]
Di dalam literatur lain, terdapat karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang tenaga kesehatan,
khususnya dokter adalah menurut Ja’far Khadim Yamani, ilmu kedokteran dapat dikatan islami,
mempersyaratkan dengan 9 karakteristik, yaitu : pertama, dokter harus mesngobati pasien dengan
ihsan dan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Al- Qur’an. Kedua, tidak menggunakan
bahan haram atau dicampur dengan unsure haram. Ketiga, dalam pengobatan tidak boleh
mengakibatkan mencacatkan tubuh pasien, kecuali sudah tidak ada alternative lain. Keempat,
pengobatannya tidak berbau takhayyul, khurafat, atau bid’ah. Kelima, hanya dilakukan oleh tenaga
medis yang ,menguasai di bidang medis. Keenam, dokter memiliki sikap-sikap terpuji, tidak pemilik
rasa iri, riya, tkabbur, senang merendahkan orang lain, serta sikap hina lainnya. Ketujuh, harus
berpenampilan rapid an bersih. Kedelapan, lembaga-lembaga pelayanan kesehatan mesti bersikap
simpatik. Kesembilan, menjauhkan dan menjaga diri dari pengaruh atau lambing-lambang non-
islami. [17]
Disamping itu menurut Dr. Zuhair Ahmad al- Sibai dan Dr. Muhammad ‘ali al-Ba dalam karyanya Al-
Thabib, Adabu wa Fiqhuh (dokter, Etika, dan Fiqih Kedokteran), antara lain dikemukan bahawa
dokter muslim harus berkeyakinan atas kehormatan profesi , menjernihkan nafsu,lebih mendalami
ilmu yang dikuasai, menggunaka metode ilmiah dalam berfikir, kasih sayang,benar dan jujur, rendah
hati, bersahaja dan mawas diri.[18]
a. Berkeyakinan dan kehormatan atas profesi
Bahwa profesi kedokteran adalah salah satu profesi yang sangat mulia tapi tergantung dengan dua
syarat, yaitu :
- dilakukan dengan sngguh-sumngguh dan dengan penuh keikhlasan

- menjaga akhlak mulia dalamperilaku dan tindakan-tindakan sebagai dokter


Disamping itu, dokter selalu menjadi tumpuan pasien, keluarga, masyarakat , bahkan bangsa.
Mengingat kedudukan profesi kedokteran tersebut, seharusnya dalam menjalankan profesinya tidak
hanya berfikir tentang materi tetapi lebih kepada pengabdian dan perbaikan umat. Keyakinan akan
kehormatan profesi tersebut merupakan motivator untuk memelihara akhlak yang baik dalam
hubungannya dengan masyarakat.
b. berusaha menjernihkan jiwa
Kejernihan jiwa akan menentukan kualitas perbuatan manusia secara keseluruhan, jika seseorang
termasuk dokter hatinya jernih maka perbuatan akan selalu positif.
c. lebih mendalami ilmu yang dikuasai
Dalam hadist nabi disebutkan bahwa mencari ilmu merupakan kewajiban sepanjang hidup.
Sebagaimana diketahui bahwa ilmu pengetahuan iytu dari hari ke hari selalu mengalami
perkembangan. Karena itu, agar setiap dokter tidak ketinggalan informasi dan ilmu pengetahuan dan
lebih mendalami bidang profesinya, maka dituntut untuk selalu belajar. Dalam islam sangat
ditekankan dalam mengamalkan segala sesuatu agar dilakukan secara professional dan penuh
ketelitian.
d. Menggunakan metode ilmiah dalam berfikir
Bagi dokter muslim diharuskan dalam berfikir menggunakan metode ilmiah sesuai dengan kaidah
logika ilmiah sebagaimana terjabar dalam disiplin ilmu kedokteran modern. Ajaran islam sangat
menekankan agar berfikir atau merenung terhadap berbagai sebab, tujuannya agar mendapat
keyakinan yang benar.
e. Memiliki rasa cinta kasih
Rasa cinta kasih adalah cahaya yang timbul dari hati yang terdalam, dia akan dapat menyinari orang
lain, alam semesta dan segala sesuatu. Cahaya itu kemudian memantul kepada dirinya sendirinya
dan melimpah kepadanya kejernihan, kerelaan, dan kemantapan.
f. Keharusan Brsikap Benar dan Jujur

Benar dan jujur bagi seorang dokter yang selalu berkomunikasi dengan masyarakat merupakan
keharusan agar mendapat kepercayaan dari pasien dan masyarakat. Yang dimaksud dengan benar
dan jujur disini adalah sifat yang komprehensif mempunyai banyak makna, termasuk menepati janji
dan menunaikan amanah. Al-qur’an sangat menekankan sikap benar dan jujur, diantaranya terdapat
dalam firman Allah SWT ( Q.S At-taubat : 119)
g. Berendah hati (tawadhu)
Setiap orang, terutama orang yang melayani kepentingan umum termasuk dokter dituntut bersifat
rendah hati. Sifat yang sering membuat seseorang dijauhi dalam pergaulan biasanya karena
kesombongan dan keangkuhan. Kesombongan dan keangkuhan biasanya lahir karena ada perasaan,
ilmu, atau pengaruhnya. Ajaran islam sangat mengecam perbuatan angkuh dan sombong. Disisi lain
dijelaskan bahwa Allah akan mengangkat derajat ornag yang merendahkan diri (tawadhu).
h. keadilan dan keseimbangan
dokter termasuk orang yang banyak berurusan dengan masalah manusia dan kemanusiaan.
Kehidupan seseorang termasuk dokter sangat ditentukan oleh kualitas hubungan dengan
masyarakat itu. Ajaran islam sangat menganjurkan untuk berperilaku adil dan berkeseimbangan
dalam berbagai urusan, tidak berkelebihan atau over acting dalam gaya hidup, khususnya dalam
masalah tarif praktek,dan bayaran seghingga mengurangi dan menodaiprinsip-prinsip yang mesti
dijunjung tinggi sebagai pelayan masyarakat.
i. Mawas diri
Mengingat tugas dokter melayani masyarakat dan tanggung jawab menyangkut nyawa dan
keselamatan seseorang. Mereka sering menjadi sasaran tuduhan, itu dsebabkan adanya anggapan
masyarakat yang menganggap bahwa mereka adalah ornag yang paling mengetahui rahasia
kehidupan dan kematian. Dengan senantiasa mawas diri, seorang dokter muslim akan sadar atas
segala kekurangannya sehingga di masa mendatang akan memperbaikinya, juga akan terhindar dari
berbagai sifat tercela lain seperti sombong, riya, angkuh, dan lainnya.

j. ikhlas, penyantun, ramah, sabar, dan tenang.


Dokter muslim juga harus ikhlas dalam menjalankan pekerjaannya, semua dilakukan sebagai ibadah
untuk mencari ridha Allah. Berbuat ikhlas sangat dituntut dalam islam, sebagai mana dinyatakan
dalam Al-Qur’an (Q.S Al-Bayyinat:5).
Dokter muslim juga dituntut penyantun, ikut merasakan penderitaan orang lain sehingga
berkeinginan untuk menolongnya. Dokter muslim juga dituntut ramah, bergaul dengan luwes, dan
menyenangkan. Juga dituntuk bersikap sabar, tidak emosional dan lekas marah, tenang penyantun,
ramah, sebagaimana dianjurkan dalam ayat Al-Qur’an (Q.S ali imran: 159)[19]
Dokter muslim juga dituntut bersikap tenang, tidak gugup dalam menghadapi segawat apapun.
Demikianlah konsep tenaga kesehatan muslim khususnya untuk dokter yang dapat mencerminkan
nilai-nilai islam sesungguhnya. Diharapkan dengan mengetahui nilai-
[1] Salafytobat, Bersentuhan dengan wanita, bacaan alfatihah, haji/umrah, gerakan jari shalat
(Jakarta, 2008)
[2] AMR abdul Mun’im. 30 Larangan agama bagi wanita (Jakarta, 1998). Hal 42.
[3] Salafytobat, Bersentuhan dengan wanita, bacaan alfatihah, haji/umrah, gerakan jari shalat
(Jakarta, 2008)
[4] Dr. H. .Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan ksehatan 1(Jakarta, 1995), hal.
113
[5] Dr. H. Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan ksehatan 1(Jakarta, 1995), hal.
114-117.
[6] A. sihabuddin. Telaah kritis atas doktris faham salafi/wahabi (www.google.com , 2009) [7]
Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2 (Jakarta,2003), hal.
108.
[8] Dr. H. Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan ksehatan 1(Jakarta, 1995), hal.
122.
[9] Dr. H. Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan ksehatan 1(Jakarta, 1995), hal.
122 dan 125.

[10] Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2 (Jakarta,2003), hal. 130.
[11] Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2 (Jakarta,2003), hal. 132.
[12] Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2 (Jakarta,2003), hal. 133.
[13] Dr. H. Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan ksehatan 1(Jakarta, 1995), hal.
89.
[14] Dr. H. Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan ksehatan 1(Jakarta, 1995), hal.
91-92.
[15] Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2 (Jakarta, 2003), hal. 88.
[16] Dr. H. Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan ksehatan 1(Jakarta, 1995), hal.
97-108.
[17] Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2 (Jakarta, 2003), hal. 87-88.
[18] Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2 (Jakarta, 2003), hal. 90.
[19] Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2 (Jakarta, 2003), hal. 97.
Kesimpulannya....Dienul Islam mengatur hubungan antar manusia tak terkecuali hubungan antara
laki-laki dan perempuan. Pada Al-qur’an, sunah Rasulullah SAW, serta pendapat para ulama dapat
diketahui bahwa antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim terdapat batasan-batasan
dalam berinteraksi, seperti adanya larangan untuk besentuhan (bersalaman) , larangan untuk
berdua-duaan (berkhalawat).
Dari beberapa madzhab yang ada antara lain dari Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki,Madzhab Syafi’I,
dan Madzhab Hanbali dapat diketahui bahwa Rasulullah pun sangat menjaga hubungan dengan
kaum hawa.
Walaupun saat ini mungkin masih banyak kaum muslimin yang tidak terlalu memperhatikan hal
tersebut karena alasan tata krama dan kesopanan. Tapi bagaimana pun memang selayaknya kita
sebagai kaum muslimin menjalankan sunnah Rasulullah SAW yang merupakan rahmatan lil alamin.

Pada kenyataannya di masyarakat saat ini, khususnya pada tempat pelayanan kesehatan, banyak
sekali interaksi antara tenaga kesehatan dan pasiennya yang sering bertolak belakang dengan aturan
yang ada dalam islam mengenai hubungan anara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim.
Misalnya saja pada prosedur pemeriksaan pasien yang mengharuskan pasien membuka auratnya
dan disentuh (untuk pemeriksaan) oleh tenaga kesehatan. Contohnya yaitu pemeriksaan fisik oleh
dokter, pemasangan kateter oleh perawat, operasi alat vital oleh tim dokter, serta tindakan medis
lainnya.
Akan tetapi, Islam bukanlah agama yang monoton. Islam juga telah mengatur semua yang akan
dihadapi oleh anak cucu Adam. Dalam islam juga telah dijelaskan bahwa Islam memang mengenal
darurat yang akan meringankan suatu hukum. Ada kaidah Idzaa dhoogal amr ittasi’ (jika kondisi sulit,
maka Islam memberikan kemudahan dan kelonggaran). Bahkan Kaedah lain menyebutkan: ‘Kondisi
darurat menjadikan sesuatu yang haram menjadi mubah.
Disamping hal itu, pihak institusi kedokteran terkait pun telah membuat suatu kode etik atau aturan-
aturan yang dapat mengatur tindakan tenaga kesehatan agar dalam menjalankan tugasnya tetap
mampu mencerminkan diri sebagai tenaga kesehatan yang islami. Mereka juga harus memiliki sikap-
sikap yang dapat meningkatkan hubungan serta komunikasi mereka dengan pasien dan keluarganya
agar terjalin kerjasama yang baik. Tidak hanya itu, Islam pun menganjurkan agar tenaga medis itu
memiliki karakteristik yang dapat membuat mereka benar-benar menjadi tenaga kesehatan yang
islami antar lain harus berkeyakinan atas kehormatan profesi , menjernihkan nafsu,lebih mendalami
ilmu yang dikuasai, menggunakan metode ilmiah dalam berfikir, kasih sayang,benar dan jujur,
rendah hati, bersahaja dan mawas diri.
Jadi dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa dalam kondisi darurat diperbolekan bagi tenaga
kesehatan untuk melakukan tindakan medis kepada pasiennya yang berbeda jenis kelamin jika itu
benar-benar akan mendatangkan banyak kemaslahatan bagi pasien dengan syarat-syarat yang telah
diatur pula misalnya pasien yang tetap ditemani oleh keluarganya saat pemeriksaan ataupun hanya
memeriksa bagian tubuh pasien yang perlu-perlu saja. Tenaga kesehatan pun harus dituntut untuk
menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik yang telah dibuat oleh institusi terkait dan mereka
juga harus memiliki sikap dan jiwa yang sesuai dengan syariat islam agar dapat mencerminkan diri
sebagai tenaga kesehatan yang islami pula.

MALL PRAKTEK MENURUT ISLAM


Oleh
Ustadz Anas Burhanuddin, MA
MUQADDIMAH
Berobat merupakan salah satu kebutuhan vital umat manusia. Banyak orang rela mengorbankan apa
saja untuk mempertahankan kesehatannya atau untuk mendapatkan kesembuhan. Di sisi lain, para
dokter adalah manusia biasa yang tidak terlepas dari kesalahan. Demikian juga paramedis yang
bekerja di bidang pelayanan kesehatan. Kemajuan teknologi tidak serta merta menjamin menutup
pintu kesalahan. Meski pada dasarnya memberikan pelayanann sebagai pengabdian, mereka juga
bisa jadi tergoda oleh keuntungan duniawi, sehingga mengabaikan kemaslahatan pasien.
Karenanya, diperlukan aturan yang adil yang menjamin ketenangan bagi pasien dan pada saat yang
sama memberikan kenyamanan bagi para profesional bidang kesehatan dalam bekerja. Tentu Islam
sebagai syariat akhir zaman yang sempurna ini telah mengatur semuanya. Tulisan sederhana ini
mencoba menggali khazanah literatur para ulama Islam dalam hal persoalan yang akhir-akhir ini
mencuat kembali, yakni malpraktek.
PENGERTIAN MALPRAKTEK
Malpraktek berasal dari kata 'malpractice' dalam bahasa Inggris . Secara harfiah, 'mal' berarti 'salah',
dan 'practice' berarti 'pelaksanaan' atau 'tindakan', sehingga malpraktek berarti 'pelaksanaan atau
tindakan yang salah' [1]. Jadi, malpraktek adalah tindakan yang salah dalam pelaksanaan suatu
profesi. Istilah ini bisa dipakai dalam berbagai bidang, namun lebih sering dipakai dalam dunia
kedokteran dan kesehatan. Artikel ini juga hanya akan menyoroti malpraktek di seputar dunia
kedokteran saja.
Perlu diketahui bahwa kesalahan dokter –atau profesional lain di dunia kedokteran dan kesehatan-
kadang berhubungan dengan etika/akhlak. Misalnya, mengatakan bahwa pasien harus dioperasi,
padahal tidak demikian. Atau memanipulasi data foto rontgen agar bisa mengambil keuntungan dari
operasi yang dilakukan. Jika kesalahan ini terbukti dan membahayakan pasien, dokter harus
mempertanggungjawabkannya secara etika. Hukumannya bisa berupa ta'zîr [2], ganti rugi, diyat,
hingga qishash [3].
Malpraktek juga kadang berhubungan dengan disiplin ilmu kedokteran.

Jenis kesalahan ini yang akan mendapat porsi lebih dalam tulisan ini.
BENTUK-BENTUK MALPRAKTEK
Malpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggung-jawab secara profesi bisa digolongkan
sebagai berikut:
1. Tidak Punya Keahlian (Jahil)
Yang dimaksudkan di sini adalah melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keahlian,
baik tidak memiliki keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki sebagian keahlian
tapi bertindak di luar keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di bidang kedokteran
kemudian nekat membuka praktek, telah disinggung oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam
sabda beliau:
َ ‫ َفه َُو‬،‫َّبب َولَ ْم ت يُعْ تلَ ْم ت مِنْ ت ُه طِ بٌّ َقبْ ت َل َذل َِك‬
ٌ‫ضام ِمن‬ َ ‫َمنْ ت َت َطب‬

"Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui memiliki keahlian, maka
ia bertanggung-jawab" [4]
Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak orang,
sehingga para Ulama sepakat bahwa mutathabbib (pelakunya) harus bertanggung-jawab, jika timbul
masalah dan harus dihukum agar jera dan menjadi pelajaran bagi orang lain.
2. Menyalahi Prinsip-Prinsip Ilmiah (Mukhâlafatul Ushûl Al-'Ilmiyyah)
Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang telah baku dan
biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus dikuasai oleh dokter
saat menjalani profesi kedokteran [5].
Para ulama telah menjelaskan kewajiban para dokter untuk mengikuti prinsip-prinsip ini dan tidak
boleh menyalahinya. Imam Syâfi'i rahimahullah –misalnya- mengatakan: "Jika menyuruh seseorang
untuk membekam, mengkhitan anak, atau mengobati hewan piaraan, kemudian semua meninggal
karena praktek itu, jika orang tersebut telah melakukan apa yang seharusnya dan biasa dilakukan
untuk maslahat pasien menurut para pakar dalam profesi tersebut, maka ia tidak bertanggung-
jawab. Sebaliknya, jika ia tahu dan menyalahinya, maka ia bertanggung-jawab."[6] Bahkan hal ini
adalah kesepakatan seluruh Ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah [7].
Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar terjadi pelanggaran
prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini termasuk permasalahan yang pelik.
3. Ketidaksengajaan (Khatha')
Ketidaksengajaan adalah suatu kejadian (tindakan) yang orang tidak memiliki maksud di dalamnya.
Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang terluka. Bentuk
malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus bertanggungjawab terhadap akibat
yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk
jinayat khatha' (tidak sengaja).
4. Sengaja Menimbulkan Bahaya (I'tidâ')
Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk malpraktek yang paling
buruk. Tentu saja sulit diterima bila ada dokter atau paramedis yang melakukan hal ini, sementara
mereka telah menghabiskan umur mereka untuk mengabdi dengan profesi ini. Kasus seperti ini
terhitung jarang dan sulit dibuktikan karena berhubungan dengan isi hati orang. Biasanya
pembuktiannya dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun mungkin juga factor kesengajaan ini
dapat diketahui melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek yang sangat
jelas. Misalnya, adanya perselisihan antara pelaku malpraktek dengan pasien atau keluarganya.
PEMBUKTIAN MALPRAKTEK
Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan malparaktek
harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban dari pelakunya. Ini
adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan langsung diterima tanpa
bukti, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka meninggalkan profesi mereka,
sehingga akhirnya membahayakan kehidupan umat manusia. Sebaliknya, jika tidak ada
pertanggungjawaban atas tindakan malpraktek yang terbukti, pasien terzhalimi, dan para dokter bisa
jadi berbuat seenak mereka.
Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat sebagai
berikut:
1. Pengakuan Pelaku Malpraktek (Iqrâr ).
Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri, dan ia lebih
mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri, biasanya pengakuan ini
menunjukkan kejujuran.
2. Kesaksian (Syahâdah).
Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zîr, dibutuhkan kesaksian dua pria yang adil. Jika
kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi, dibolehkan kesaksian
satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain
oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian empat wanita tanpa pria. Di samping
memperhatikan jumlah dan kelayakan saksi, hendaknya hakim juga memperhatikan tidak memiliki
tuhmah (kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek dari dirinya) [8].
3. Catatan Medis.
Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat agar bisa
menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti yang sah.
BENTUK TANGGUNG JAWAB MALPRAKTEK
Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang dipikul
pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut:
1. Qishash
Qishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak

malpraktek sengaja untuk menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak
anggota tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang
dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash, Khalil bin Ishaq
al-Maliki mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area bedah) dengan sengaja. [9]"
2. Dhamân (Tanggung Jawab Materiil Berupa Ganti Rugi Atau Diyat) Bentuk tanggung-jawab ini
berlaku untuk bentuk malpraktek berikut:
a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada
kesengajaan dalam menimbulkan bahaya. b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip
ilmiah.
c. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan tidak disengaja.
d. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin dari pasien,
wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.
3. Ta'zîr berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain.
Ta'zîr berlaku untuk dua bentuk malpraktek:
a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada
kesengajaan dalam menimbulkan bahaya. b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip
ilmiah [10].
PIHAK YANG BERTANGGUNG-JAWAB
Tanggung-jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang dokter melakukan kesalahan
langsung, dan bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek secara tidak langsung.
Misalnya, seorang dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan awal sengaja merekomendasikan
pasien untuk merujuk kepada dokter bedah yang tidak ahli, kemudian terjadi malpraktek. Dalam
kasus ini, dokter bedah adalah adalah pelaku langsung malpraktek, sedangkan dokter pemeriksa ikut
menyebabkan malpraktek secara tidak langsung.
Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang bertanggung-jawab. Kadang
juga ada pihak lain lain yang ikut bertanggung- jawab bersamanya. Karenanya, rumah sakit atau
klinik juga bisa ikut bertanggung-jawab jika terbukti teledor dalam tanggung-jawab yang diemban,
sehingga secara tidak langsung menyebabkan terjadinya malpraktek, misalnya mengetahui dokter
yang dipekerjakan tidak ahli.
PENUTUP
Demikianlah penjelasan secara singkat tentang aturan Islam mengenai malpraktek dalam bidang
pelayanan kesehatan. Para dokter dan paramedis hendaknya takut kepada Allâh Azza wa Jalla dan
menjalankan amanat dengan baik, sehingga terhindar dari berbagai tanggung-jawab yang
memberatkan diri di dunia sebelum akhirat. Hendaknya mereka bertawakal kepada Allâh Azza wa
Jalla dalam menjalankan tugas, karena hanya Allâh Azza wa Jalla yang bisa menghindarkan mereka
dari kesalahan. Semoga Allâh melindungi umat Islam dari marabahaya dan berbagai keburukan.
Referensi
1. Ahkâmul Jirâhah ath-Thibbiyyah, Dr. Muhammad asy-Syinqîthi, Maktabah ash-Shahabah.

2. Al-Khatha' ath-Thibbi Mafhûmuhu wa Aatsâruhu, Dr. Wasim Fathullah. 3. 'Aunul Ma'bûd,


al-'Azhim Abâdi, Dar Ihya' at-Turats.
4. Sunan an-Nasâ'i, Darul Ma'rifah.
5. Sunan Ibnu Mâjah, tahqîq Muhammad Fuâd 'Abdul Bâqi, Darul Fikr.
6. Al-Umm, Imam asy-Syafi'I, Dar Qutaibah.
7. Tuhfatul Maudûd bi Ahkâmil Maulûd, tahqîq Salim al-Hilâli, Dar Ibnul Qayyim.
8. Al-Mishbâhul Munîr, Muassasah ar-Risalah.
9. Kamus Inggris Indonesia, John M. Echols dan Hassan Shadily, PT Gramedia.
10. Al-Mas`ûliyyah al-Jinâiyyah lil Athibbâ', Dr. Usamah Qayid, Darun Nahdhah al-'Arabiyyah.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XIV/1431/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-
7574821]
________
Footnote
[1]. Kamus Inggris – Indonesia hlm. 371
[2]. Ta'zîr: hukuman di luar hudud yang tidak ditentukan syari'ah. Lihat al- Mishbâhul Munîr hlm. 332
[3]. Ahkâmul Jirâhah ath-Thibbiyyah hlm. 301
[4]. HR. Abu Dâwud no. 4575, an-Nasâi' no. 4845 dan Ibnu Mâjah no. 3466. Hadits hasan. Lihat
Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah no. 635
[5]. Al-Mas`ûliyyah al-Jinâiyyah lil Athibbâ'hlm. 160
[6]. Al-Umm 7/65.
[7]. Lihat: Tuhfatul Maudûd bi Ahkâmil Maulûd hal. 325.
[8]. Lihat: al-Majmû' 20/256, Taisîrul Karîm ar-Rahmân hlm. 118, Ahkâmul Jirâhah ath-Thibbiyyah
hlm. 331.
[9]. Mukhtashar Khalîl hlm. 317
[10]. Ahkâmul Jirâhah ath-Thibbiyyah hlm. 351
Ahkâmul Jirâhah ath-Thibbiyyah hlm. 334
KESEHATAN DALAM PARADIGMA ISLAM
Posted Friday, February 2, 2007 Filed under: Health, Islam |
Islam sejak dari awal sangat mementingkan hidup sehat melalui tindakan promotif-preventif-
protektif. Langkah dimulai dari pembinaan terhadap manusia sebagai subjek sekaligus objek

persoalan kesehatan itu sendiri. Islam menanamkan nilai-nilai tauhid dan manifestasi dari tauhid itu
sendiri pada diri manusia. Nilai-nilai tersebut mampu merubah persepsi-persepsi tentang kehidupan
manusia di dunia yang pada gilirannya tentu saja secara merubah perilaku manusia. Dan perilaku
yang diharapkan dari manusia yang bertauhid adalah perilaku yang merupakan realisasinya dari
ketaatan terhadap perintah dan larangan Allah.
Empat faktor utama yang mempengaruhi kesehatan adalah lingkungan (yang utama), perilaku,
pelayanan kesehatan, dan genetik. Bila ditilik semuanya tetaplah bemuara pada manusia. Faktor
lingkungan (fisik, sosek, biologi) yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap status kesehatan
tetap saja ditentukan oleh manusia. Manusialah yang paling memiliki kemampuan untuk
memperlakukan dan menata lingkungan hidup.
Secara individual dengan landasan nilai tauhid tadi Islam mengajarkan agar setiap muslim bergaya
hidup sehat. Ini merupakan cara efektif untuk menghindari sakit. Kebersihan misalnya, sangat
ditekankan oleh Islam dan dinilai sebagai cerminan dari Iman seseorang. Kewajiban membersihkan
hadats kecil, mandi janabah, sunnah untuk bersiwak membuktikan bahwa Islam sangat perduli
terhadap kebersihan fisik. Dengan berwudhu, seorang muslim akan secara langsung membersihkan
tangan (yang biasanya menjadi pangkal masuknya penyakit ke dalam mulut) dan muka. Kemudian,
mencuci kemaluan dengan air (bukan dengan tissue) setelah buang air kecil atau buang air besar.
Sementara, ibadah puasa secara pasti telah memberikan pengaruh sangat baik terhadap kesehatan
perut. Dengan puasa, sistem pencernaan yang selama 11 bulan bekerja, laksana mesin mendapatkan
kesempatan untuk diistirahatkan.
Akan tetapi ibadah dalam Islam bukanlah arena untuk menyiksa diri, menelantarkan badan dan
mengabaikan kesehatan. Suatu ketika datang kepada Rasulullah SAW beberapa sahabat. Ada yang
mengutarakan niatnya untuk berpuasa tanpa berbuka, ada pula yang ingin shalat malam tanpa tidur.
Rasulullah SAW menolak keinginan itu seraya mengingatkan bahwa badan kita punya haq (untuk
beristirahat). Rasulullah SAW sendiri berpuasa tapi juga berbuka, shalat malam selalu di tegakkan,
aku bangun tetapi juga tidur katanya.Sehingga kendati kegiatan sehari-harinya sangat padat, sedikit
istirahat, makan secukupnya (bahkan sadanya), Rasulullah SAW dikenal memiliki kondisi fisik yang
prima. Beliau jarang sakit. Beliau menderita sakit sesaat menjelang wafat.
Organisasi Kesehatan se-Dunia (WHO, 1984) menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan
salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya. Bila sebelumnya pada tahun 1947 WHO
memberikan batasan sehat hanya dari 3 aspek saja, yaitu sehat dalam arti fisik (organobiologik),
sehat dalam arti mental (psikologik/psikiatrik) dan sehat dalam arti sosial; maka sejak 1984 batasan
tersebut sudah ditambah dengan aspek agama (spiritual), yang oleh American Psychiatric
Association dikenal dengan rumusan “bio-psiko-sosio- spiritual”.
Larangan mutlak Islam terhadap minuman keras narkotik, dan obat-obatan perangsang sejenisnya,
makan babi, bangkai, binatang yang menjinjikkan, berzina, homoseksual makin menemukan
kesesuaian ilmiah empirik di masa modern sekarang disaat orang-orang makin menyadari
pentingnya pengaruh makanan, minuman, dan gaya hidup terhadap kesehatan. Minuman beralkohol
banyak menimbulkan kerusakan pada organ tubuh seperti sistem saraf pusat, otot, dan hepar.
Alkohol juga dapat menaikan tekanan darah yang diakibatkan kenaikan kadar kolesterol
(hiperkolesterolemia). Narkotik dan zat adiktif lainnya merusak bukan hanya fisik tapi juga jiwa yang
menggunakan. Makanan yang kini banyak

mengandung zat-zat aditif dinilai oleh para ahli memberikan pengaruh besar terhadap timbulnya
kanker. Contoh formalin yang disinyalir banyak terdapat pada tahu, ikan, ikan asin, dan mie basah.
Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel tubuh. Efek
formalin terhadap organ tubuh yaitu dia akan bereaksi dengan protein tubuh, maka membran sel,
tulang rawan akan mengeras, enzim, dan hormon akan berubah atau tidak berfungsi.
Perilaku serampangan, khususnya dalam masalah seksual, terbukti menimbulkan dampak serius bagi
kesehatan manusia. AIDS adalah contoh penyakit yang ditimbulkan oleh perilaku seksual yang
menyimpang. Dan pelanggaran atas larangan di atas, kendati semula bersifat personal belakangan
terbukti akibatnya bersifat komunal. AIDS kini telah menjadi wabah mondial, yang bukan saja
mengancam pelaku penyimpangan seksual, tapi juga mereka yang selama ini hidup secara benar.
(Image is adapted from here).

KEBIJAKAN KESEHATAN PERSPEKTIF ISLAM


A. Pendahuluan
Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses kehidupan seseorang.
Tanpa kesehatan, tidak mungkin bisa berlangsung aktivitas seperti biasa. Dalam kehidupan
berbangsa, pembangunan kesehatan sesungguhnya bernilai sangat investatif. Nilai investasinya
terletak pada tersedianya sumber daya yang senatiasa produktif. Namun, masih banyak orang
menyepelekan hal ini. Negara, pada beberapa kasus, juga demikian.
Di Indonesia, tak bisa dipungkiri, trend pembangunan kesehatan bergulir mengikuti pola rezim
penguasa. Pada zaman ketika penguasa negeri ini hanya memandang sebelah mata kepada
pembangunan kesehatan, kualitas hidup dan derajat kesehatan rakyat kita juga sangat
memprihatinkan. Sudut pandang yang teramat sempit memang, ditambah dengan kecenderungan
untuk mendahulukan hal lain yang sesungguhnya masih bisa ditunda.
Dalam hal ini belum ada grand strategy yang terarah dalam peningkatan kualitas kesehatan individu
dan masyarakat, yang dengan tegas tercermin dari minimnya pos anggaran kesehatan dalam APBN
maupun APBD. Belum lagi jika kita ingin bertutur tentang program pengembangan kesehatan
maritim yang semestinya menjadi keunggulan komparatif negeri kita yang wilayah perairannya
dominan. Pelayanan kesehatan di tiap sentra pelayanan selalu jauh dari memuaskan. Minimnya
Anggaran Negara yang diperuntukkan bagi sektor kesehatan, dapat dipandang sebagai rendahnya
apresiasi akan pentingnya bidang ini sebagai elemen penyangga, yang bila terabaikan akan
menimbulkan rangkaian problem baru yang justru akan menyerap keuangan negara lebih besar lagi.
Sangat kontras bila dibandingkan dengan pola kebijakan kesehatan pemerintahan islam dengan
perspektif islam pada zaman rasulullah. Rasulullah s.a.w. memberi perhatian pada masalah
kesehatan. Segala sesuatu yang dilakukan Rasulullah s.a.w. ditujukan untuk mengerahkan
sumberdaya demi kesehatan dan pengajaran. Dengan cara ini kaum muslimin cepat belajar sehingga
para ahli kedokteran muslim memperoleh pengakuan yang berarti di bidang tersebut. Rasulullah
saw. juga memperintahkan setiap muslim untuk mempelajari bisnis dan profesi yang ada, sehingga
seni tenun, jahit, pandai besi, konstruksi, kerajianan kulit, penggalian dan pemanfaatan air tanah
ditata menurut aturan Rasulullah s.a.w. yang melibatkan para seniman dan pengrajin (Sadr,1989).
Pembayaran gaji untuk guru, imam, muadzin diambilkan dari baitul maal (Sabzwari, 1984).

B.
Sejarah menyatakan bahwa kebijakan di bidang kesehatan yang pernah dijalankan oleh
pemerintahan Islam sejak masa Rasul saw. menunjukkan taraf yang sungguh maju. Mulai pelayanan
kesehatan gratis diberikan oleh negara (Khilafah) yang dibiayai dari kas Baitul Mal, pelayanan
kesehatan secara gratis, berkualitas yang diberikan kepada semua individu rakyat tanpa diskriminasi
jelas merupakan prestasi yang mengagumkan1[1]. Pada makalah kali ini akan membahas
bagaiamana pola kebijakan kesehatan pemerintahan islam (perspektif islam) sejak masa Rasul yang
sungguh maju sebagai bahan evaluasi dan pembelajaran bagi pola kebijakan yang ada saat ini.
Kebijakan Kesehatan Perspektif Islam
Pembinaan pola baku sikap dan perilaku sehat baik secara fisik, mental maupun sosial, pada
dasarnya sudah bagian dari pembinaan kepribadian Islam itu sendiri. Dalam hal ini, keimanan yang
kuat dan ketakwaan menjadi keniscayaan. Dr. Ahmed Shawky Al-Fangary menyatakan bahwa syariah
sangat concern pada kebersihan dan sanitasi seperti yang dibahas dalam hukum-hukum thaharah.
Syariah juga memperhatikan pola makan sehat dan berimbang serta perilaku dan etika makan
seperti perintah untuk memakan makanan halal dan thayyib (bergizi), larangan atas makanan
berbahaya, perintah tidak berlebihan dalam makan, makan ketika lapar dan berhenti sebelum
kenyang, mengisi perut dengan 1/3 makanan, 1/3 air dan 1/3 udara, termasuk kaitannya dengan
syariah puasa baik wajib maupun sunah. Syariah juga menganjurkan olah raga dan sikap hidup aktif.
Selain itu,syari’ah juga sangat memperhatikan masalah kesehatan dan pola hidup sehat dalam
masalah seksual. Jadi, menumbuhkan pola baku sikap dan perilaku sehat tidak lain adalah dengan
membina kepribadian Islam dan ketakwaan masyarakat.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT:
y7tRqè=t«ó¡o„ !#sŒ$tB ̈@Ïmé& öNçlm; ( ö@è% ̈@Ïmé& ãNä3s9 àM»t6ÍhŠ©Ü9$# $tBur OçFôJ ̄=tæ
z`ÏiB ÇyÍ‘#uqpgø:$# tûüÎ7Ïk=s3ãB £`åktXqçHÍj>yèè? $®ÿÊE ãNä3yJ ̄=tæ a!$# ( (#qè=ä3sù !$®ÿÊE z`õ3|
¡øBr& öNä3ø‹n=tæ (#rãä.øŒ$#ur tLôœ$#
«!$#Ïmø‹n=tã((#qà) ̈?$#ur©!$#4 b ̈ Î)©!$#ßìƒÎŽ| É>$|¡Ïtø:$#ÇÍÈ
“Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan
bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang
1[1] 'Aly ,Zulkifli Ibnu , “Kebijakan Khilafah di Bidang Kesehatan”, diakses pada tanggal 10 November
2010, dari http://bsba.facebook.com/topic.php?uid =94680409703 &topic=12161

Telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang Telah
diajarkan Allah kepadamu[399]. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu[400], dan
sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya)[401]. dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.”(QS: Al- Maidah:4)
Rasulullah saw. bersabda:
‫أيزاف‬ َ ْ‫ت أ لَ ُه ْم الدُّن‬ َ ‫ َف َكأ َ َّنم َماف ح‬،ِ‫وت أ ِمه‬
ْ ‫ِيزز‬ َ ‫َمنْ أ أَصْ أ َب َح مِنْ أ ُك ْم ْم أ م‬
ْ ‫ عِ نْ أدَ ُه ْم قُ ْموت ُت ْم َي‬،ِ‫ آ ِم ًنىاف فِي سِ رْ ِأبه‬،ِ‫ُمْعاف ًفىى فِي َج َس ِده‬
“Siapa saja di antara kalian yang berada di pagi hari sehat badannya; aman jiwa, jalan dan rumahnya;
dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan ia telah diberi dunia seisinya” (HR al-Bukhari
dalam Adab al-Mufrâd, Ibn Majah dan Tirmidzi).
Hadis tersebut menjelaskan bahwa dalam islam, kesehatan dan keamanan disejajarkan dengan
kebutuhan pangan. Ini menunjukkan bahwa kesehatan dan keamanan statusnya sama sebagai
kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Dan Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan
kebutuhan dasar tersebut, sesuai dengan sabda Nabi saw.:
َّ ِ‫مْو أ ٌل ع َعنْ أ َرع‬
‫يزم ِت ِه‬ ْ ُ‫اع َو ُه ْموتَ َمسْ أؤ‬ ِ ‫ْا‬
ٍ ‫أإل َماف ُم ْم َر‬
“Imam (Khalifah) laksana penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR al- Bukhari).
Sedangkan, bila kesehatan dan pengobatan tidak terpenuhi maka akan mendatangkan dharar
(kemadaratan) bagi masyarakat yang wajib dihilangkan.
Nabi bersabda:
‫ض َر َر َوالَ ضِ َرارً ى‬
َ َ‫ال‬
“Tidak boleh membahayakan orang lain dan diri sendiri” (HR Malik).
Dengan demikian, kesehatan dan pengobatan merupakan kebutuhan dasar sekaligus
hak rakyat dan menjadi kewajiban negara.
Dalam prakteknya pada masa kekhilafahan Islam kebijakan kesehatan yang gratis dan berkualitas ini
sudah diterapkan semenjak masa kepemimpinan Rasulullah saw di Madinah. Bemula dari delapan
orang Urainah datang ke Madinah dan bergabung menjadi warga negara khilafah. Lalu mereka
menderita sakit gangguan limpa. Nabi saw Kemudian merintahkan mereka dirawat di tempat
perawatan, yaitu kawasan penggembalaan ternak milik Baitul Mal di
Dzi Jidr arah Quba’, tidak jauh dari unta-unta Baitul Mal (kas negara) yang digembalakan di sana.
Mereka meminum susunya dan berada di tempat itu hingga sehat dan pulih.2[2]
Ketika Raja Mesir, Muqauqis menghadiahkan seorang dokter kepada Nabi saw. Beliau menjadikan
dokter tersebut untuk melayani seluruh kaum Muslim secara gratis. Khalifah Umar bin al-Khaththab,
menetapkan pembiayaan bagi para penderita lepra di Syam dari Baitul Mal. Sementara Khalifah al-
Walid bin Abdul Malik (705-715 M) dari Dinasti Umayyah membangun rumah sakit dikenal dengan
nama ‘Bimaristan’ digunakan sebagai tempat pengobatan bagi penderita kebutaan dan tempat
isolasi bagi para penderita lepra yang saat itu sedang merajalela. Sedangkan Para dokter dan
perawat digaji dari Baitul Mal. Bani Thulan di Mesir membangun tempat dan lemari minuman yang
di dalamnya disediakan obat-obatan dan berbagai minuman dengan ditunjuk dokter untuk melayani
pengobatan. 3[3]
Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, “Islam telah menjamin seluruh dunia dalam
menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya,
Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad
dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para
sejarahwan berkata bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.”
Menurut Husain, rumah sakit Islam pertama yang sebenarnya, baru dibangun pada era kekuasaan
Khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M). Rumah sakit tersebut berada di Kota Baghdad, pusat
pemerintahan kekhalifahan Islam saat itu. Rumah sakit ini dikepalai langsung oleh Al-Razi, seorang
dokter Muslim terkemuka yang juga merupakan dokter pribadi khalifah. Konsep pembangunan
rumah sakit di Baghdad itu merupakan ide dari Al-Razi. Dikisahkan, sebelum membangun rumah
sakit, Al-Razi meletakkan potongan daging yang digantung di beberapa tempat di wilayah sekitar
aliran Sungai Tigris. Setelah lama diletakkan, potongan daging itu baru membusuk. Menurut al-Razi,
itu menandakan bahwa tempat tersebut layak didirikan rumah sakit.4[4]
Rumah sakit lainnya di Kota Baghdad adalah Al-Audidi yang didirikan pada tahun 982 M. Nama
tersebut diambil dari nama Khalifah Adud Ad-Daulah, seorang khalifah dari Dinasti Buwaihi. Al-
Audidi merupakan rumah sakit dengan bangunan termegah dan terlengkap
2[2] Ibid. 3[3] Ibid.
4[4] Anonim, “Rumah Sakit Zaman Keemasan Islam”, diakses pada tanggal 10 November 2010, dari
http://aristek-2004.blog.friendster.com/2010/02/ rumah-sakit-zaman-keemasan-islam/

peralatannya pada masanya. Ibnu Djubair dalam catatan perjalanannya mengisahkan bahwa ia
sempat mengunjungi Baghdad pada 1184 M. Ia melukiskan bangunan rumah sakit yang ada di
Baghdad, seperti sebuah istana yang megah. Airnya dipasok dari Tigris dan semua perlengkapannya
mirip istana raja. Manajemen perawatan yang tertata rapi menjadi ciri khas rumah sakit Al-Audidi.
Para pasien juga dibedakan antara pasien inap dan rawat jalan. Namun, bangunan rumah sakit ini
hancur bersamaan dengan invasi tentara Tartar (Mongol) pimpinan Hulagu Khan yang menyerbu
Baghdad pada tahun 1258 M.5[5]
Tak cuma Baghdad, di beberapa wilayah lainnya, ilmu kedokteran Islam juga terus mengalami
perkembangan. Di Kota Al-Fustat (ibu kota Mesir lama), misalnya, dibangun sebuah rumah sakit
pada tahun 872 M. Pendiriannya digagas oleh Ahmad Ibn Tulun, seorang gubernur Mesir pada masa
Dinasti Abbasiyah. Dalam rumah sakit itu, terdapat perpustakaan yang kaya akan literatur medis.
Pada 830 M, di Kota ad-Dimnah (wilayah Tunisia saat ini) sudah berdiri sebuah rumah sakit megah
bernama Al-Qairawan. Rumah sakit ini bahkan sudah menerapkan sekat pemisah antara ruang
tunggu pengunjung dan pasien. Bangunan rumah sakit lain pada masa kekhalifahan Islam bisa
dijumpai di Kota Marrakech, Maroko. Khalifah Al- Manshur Ya’qub ibn Yusuf yang menggagas
pendirian rumah sakit Marrakech.6[6]
Pada tahun 1055 M, di wilayah kekuasaan Islam lainnya, Yerussalem, berdiri sebuah rumah sakit
bernama As-Sahalani. Di bawah kekuasaan Shalahuddin Al-Ayyubi, rumah sakit ini mengalami
perluasan dan pembenahan hingga akhirnya bangunan rumah sakit tersebut hancur ketika gempa
bumi melanda wilayah Yerussalem pada 1458 M.7[7]
Keberadaan rumah sakit pada masa kejayaan Islam juga ada di Kota Damaskus,rumah sakit Al-Nuri.
Didirikan pada 1154. Nama Al-Nuri mengacu nama seorang panglima perang Muslim pertama yang
berhasil mengalahkan tentara Salib, Nur al-Din al-Zangi. Rumah sakit Al-Nuri merupakan rumah sakit
pertama yang sudah menerapkan sistem rekam medis. Konsep itu hingga kini digunakan rumah sakit
yang ada di seluruh dunia. Sebuah terobosan awal yang sangat langka pada masa itu. Dalam
perkembangannya, rumah sakit ini juga berperan sebagai sekolah kedokteran. Sederet ilmuwan
ternama tercatat pernah menuntut ilmu di Al-Nuri. Salah satunya adalah Ibn an-Nafis (1208-1288 M)
yang merupakan ilmuwan pertama yang secara akurat mendeskripsikan sistem peredaran darah
dalam tubuh manusia. 8[8]
Di kota lainnya, Granada, juga berdiri bangunan rumah sakit Granada pada tahun 1366 M. Menurut
Dr Hossam Arafa dalam tulisannya berjudul Hospital in Islamic History, pada
5[5] Ibid. 6[6] Ibid. 7[7] Ibid. 8[8] Ibid.

10
akhir abad ke-13, rumah sakit sudah tersebar di seantero Jazirah Arabia.Semua itu didukung dengan
tenaga medis yang profesional baik dokter, perawat dan apoteker. Dan di sekitar rumah sakit
didirikan sekolah kedokteran. Rumah sakit yang ada juga menjadi tempat menempa mahasiswa
kedokteran, pertukaran ilmu kedokteran, serta pusat pengembangan dunia kesehatan dan
kedokteran secara keseluruhan. Dokter yang bertugas dan berpraktik adalah dokter yang telah
memenuhi kualifikasi tertentu. Khalifah al-Muqtadi dari Bani Abbasiyah memerintahkan kepala
dokter Istana, Sinan Ibn Tsabit, untuk menyeleksi 860 dokter yang ada di Baghdad. Dokter yang
mendapat izin praktik di rumah sakit hanyalah mereka yang lolos seleksi yang ketat. Khalifah juga
memerintahkan Abu Osman Said Ibnu Yaqub untuk melakukan seleksi serupa di wilayah Damaskus,
Makkah dan Madinah. 9[9]
Dan pada masa Khilafah Abbasiyah untuk pertama kalinya ada apotik. Yang terbesar adalah apotik
Ibnu al-Baithar. Saat itu, para apoteker tidak diijinkan menjalankan profesinya di apotik kecuali
setelah mendapat lisensi dari negara. Para apoteker itu mendatangkan obat- obatan dari India dan
dari negeri-negeri lainnya, lalu mereka melakukan berbagai inovasi dan penemuan untuk
menemukan obat-obatan baru (M. Husain Abdullah, Dirâsât fî al-Fikri al- Islâmî, hlm. 89).
Kebijakan kesehatan Khilafah juga diarahkan bagi terciptanya lingkungan yang sehat dan kondusif.
Tata kota dan perencanaan ruang akan dilaksanakan dengan senantiasa memperhatikan kesehatan,
sanitasi, drainase, keasrian, dan sebagainya.10[10] Hal itu sudah diisyaratkan dalam berbagai hadis,
seperti dalam hadis:
‫ َف َن ِّظبفُ ْموتا‬,‫ َجو َتا ٌد ع ُي ْمحِبُّ ا ْل أ ُ ْمجوت َد‬,‫ َك ِري ٌم ع ُي ْمحِبُّ ا ْل أ َك َر َم‬,‫مظاف َف َة‬
َ ‫ َنظِ يزفٌ ع يُمْ حِبُّ ال َّن‬,‫بب‬ َّ ُّ‫يزببٌ ع يُمْ حِب‬
ِّ ‫الط‬
َ ‫ميز‬ ِّ ‫إِ َّنم هللاَ َط‬
َ ‫وت أا ِباف ْل‬
‫أيز ُهمْوت ِد‬ Dْ ْ‫ِيز َت ُك ْم ْم أ َوالَ تَ َشبَّمهُم‬ َ
َ ‫مْوت أ َت ُكمْ ْم أ َو أفْ أن‬ ْ ‫ُب ْمي ُز‬
“Sesungguhnya Allah Mahaindah dan mencintai keindahan, Mahabersih dan mencintai kebersihan,
Mahamulia dan mencintai kemuliaan. Karena itu, bersihkanlah rumah dan halaman kalian, dan
janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi” (HR at-Tirmidzi dan Abu Ya’la).
ِّ ‫يق َو‬
‫الظبلِّب‬ َّ ‫افر َع ِة‬ َّ ‫ا َّتمقُ ْموتا ا ْل أ َمالَعِ َن‬
َ ‫الثمالَ َث َة ا ْل أ َب َر‬
ِ ‫مر‬ِ ‫الط‬ ِ ‫ار ِد َو َق‬
ِ ‫از فِي ا ْل أ َمو َت‬
9[9] Ibid.
[10] 'Aly ,Zulkifli Ibnu , “Kebijakan Khilafah di Bidang Kesehatan”, diakses pada
tanggal 10 November 2010, dari http://bsba.facebook.com/topic.php?uid =94680409703
&topic=12161

“Jauhilah tiga hal yang dilaknat, yaitu buang air dan kotoran di sumber/ saluran air, di pinggir atau
tengah jalan dan di tempat berteduh”(HR.Abu Dawud).
Rasul saw. juga bersabda: “Janganlah salah seorang dari kalian buang air di air yang tergenang.” (HR
Ashhab Sab’ah).
Jabir berkata:“Rasulullah melarang buang air di air yang mengalir.” (HR Thabarani di al-Awsath).
Di samping itu juga terdapat larangan membangun rumah yang menghalangi lubang masuk udara
rumah tetangga, larangan membuang sesuatu yang berbahaya ke jalan sekaligus perintah
menghilangkannya meski hanya berupa duri.11[11]
Beberapa hadis ini dan yang lain jelas mengisyaratkan disyariatkannya pengelolaan sampah dan
limbah yang baik, tata kelola drainasi dan sanitasi lingkungan yang memenuhi standar kesehatan,
dan pengelolaan tata kota yang higienis, nyaman sekaligus asri. Tentu saja itu hanya bisa
direalisasikan melalui negara, bukan hanya melibatkan departemen kesehatan, tetapi juga
departemen-departemen lainnya. Tata kota, sistem drainase dan sanitasi kota kaum Muslim dulu
seperti Baghdad, Samara, Kordoba, dsb telah memenuhi kriteria itu dan menjadi model bagi tata
kota seperti London, kota-kota di Perancis dan kota-kota lain di Eropa.
C. Kesimpulan
1. 2. 3.
Pembangunan kesehatan yang meliputi keseimbangan aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative sudah ada dan diterapkan sejak masa pemerintahan islam yang teori dan prakteknya
digunakan sampai saat ini.
Dalam Islam, sistem kesehatan tersusun dari 3 (tiga) unsur sistem (S. Waqar Ahmed Husaini, Islamic
Sciences, hlm. 148).. Yaitu:
Peraturan, baik peraturan berupa syariah Islam, kebijakan maupun peraturan teknis administratif.
Sarana dan peralatan fisik seperti rumah sakit, alat-alat medis dan sarana prasarana kesehatan
lainnya.
SDM (sumber daya manusia) sebagai pelaksana sistem kesehatan yang meliputi dokter, perawat,
dan tenaga medis lainnya.
11

1. 2. 3.
Pelayanan kesehatan berkualitas hanya bisa direalisasikan jika didukung dengan sarana dan
prasarana kesehatan yang memadai serta sumber daya manusia yang profesional dan kompeten.
Penyediaan semua itu menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara (Khilafah) karena negara
(Khilafah) berkewajiban menjamin pemenuhan kebutuhan dasar berupa kesehatan dan pengobatan.
Khilafah wajib membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotik, pusat dan
lembaga litbang kesehatan, sekolah kedokteran, apoteker, perawat, bidan dan sekolah lainnya yang
menghasilkan tenaga medis, serta berbagai sarana prasarana kesehatan dan pengobatan lainnya.
Juga wajib mengadakan pabrik yang memproduksi peralatan medis dan obat-obatan; menyediakan
SDM kesehatan baik dokter, apoteker, perawat, psikiater, penyuluh kesehatan dan lainnya.
Pelayanan kesehatan harus diberikan secara gratis (minimal semurah mungkin) kepada rakyat baik
kaya atau miskin tanpa diskriminasi baik agama, suku, warna kulit dan sebagainya. Pembiayaan
untuk semua itu diambil dari kas Baitul Mal, baik dari pos harta milik negara ataupun harta milik
umum. Setiap pelayanan masyarakat dalam sistem Islam wajib memenuhi 3 (tiga) prinsip baku yang
berlaku umum, yaitu:
Sederhana dalam peraturan (tidak berbelit-belit).
Cepat dalam pelayanan.
Profesional dalam pelayanan, yakni dikerjakan oleh orang yang kompeten dan amanah.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, “Saatnya Khilafah Memimpin Dunia”, diakses pada tanggal 10 November 2010, dari
http://moslemgen.multiply.com/journal/item/825 Anonim, “Kebijakan Kesehatan Perspektif Islam”,
diakses pada tanggal 10
November 2010, dari http://sinauislam.wordpress.com/ 2009/06/03/kebijakan-kesehatan-
perspektif-islam/
Anonim, “Rumah Sakit Zaman Keemasan Islam”, diakses pada tanggal 10
November 2010, dari http://aristek-2004.blog.friendster.com/2010/02/ rumah-sakit-zaman-
keemasan-islam/
Asta Qauliyah, “Masalah Pembiayaan Kesehatan Di Indonesia”, diakses pada
tanggal 10 November 2010, dari http://astaqauliyah.com/2007/02/masalah pembiayaan-
kesehatan-di-indonesia/
Dukung syari’ah dan khilafah, “Kebijakan Kesehatan Perspektif Islam”,
diakses pada tanggal 10 November 2010, dari
http://zhcn.facebook.com/note.php?note_id=226818404262&comments&ref=mf Zulkifli Ibnu 'Aly,
“Kebijakan Khilafah di Bidang Kesehatan”, diakses pada
tanggal 10 November 2010, dari http://bsba.facebook.com/topic.php?uid =94680409703
&topic=12161
Kesehatan Spiritual Menurut Ajaran Islam Monday, 29 December 2008 00:00
Ada sebuah rahasia yang dinyatakan Allah SWT dalam Al Qur’an yang berbunyi “Hanya dengan
mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. Ar Ra’d, 13:28).
Dari ayat diatas, bisa dijelaskan, mengapa orang-orang yang beriman kepada Allah, yang berdoa dan
berharap kepada-Nya, lebih sehat secara ruhani dan jasmani ? Karena mereka berperilaku sesuai
dengan tujuan penciptaan mereka. Sedangkan sistem yang tidak selaras dengan penciptaan manusia
selalu mengarah pada penderitaan dan ketidak bahagiaan.
Untuk itu, ada beberapa kondisi spiritual yang perlu di bangun dan dibina pada diri pasien yang
sedang dalam perawatan medis, antara lain :
• Kesadaran pada diri pasien bahwa seperti halnya kondisi sehat, kondisi sakit adalah juga ujian yang
diberikan oleh Allah. Keduanya sama-sama akan memberikan jalan ke

syurga jika yang bersangkutan tetap dalam keadaan sabar dan ikhlas dalam
menjalaninya.
• Tumbuh keyakinan yang kuat pada pasien, bahwa setiap penyakit akan ada obatnya,
karena Allah adalah Maha Penyembuh.
• Dengan kedua kondisi di atas, diharapkan pasien akan lebih tenang, tentram, dan
optimis terhadap keberhasilan proses penyembuhan dan perawatan yang dilakukan di rumah sakit
serta akan memiliki sikap yang positif dalam menghadapi kejadian yang memburuk termasuk dalam
menghadapi kematian.
• Semakin meningkatnya keimanan pasien terhadap Allah SWT, karena banyak pelajaran dan hikmah
kehidupan yang didapatkan selama proses perawatan di rumah sakit kita ini.
Ini berarti bahwa, rumah sakit kita bukan semata-mata sebagai tempat untuk mengobati dan
memperbaiki jasmani-fisik masyarakat, tetapi juga berperan dalam membina dan meningkatkan
kwalitas mental dan ruhaniah (iman) masyarakat. Seperti pesantren, tempat dimana orang belajar
dan mencari hikmah Islamiyah yang sejuk dan religius.
injauan hukum islam terhadap upah jasa kesehatan menurut perda kabupaten kendal no. 25 tahun
2001 tentang retribusi pelayanan kesehatan di puskesmas kabupaten kendal (Studi Kasus di
Puskesmas Pegandon Kendal)
Undergraduate Theses from JTPTIAIN / 2012-10-31 09:11:10
Oleh : AKHMAD ZAENUTOLIBIN (2102074), Fakultas Syariah IAIN Walisongo Dibuat : 2007-01-30,
dengan 0 file
Keyword : Hukum Islam,Upah,Kesehatan,peraturan Url : http://
Islam mewajibkan manusia untuk mencari pengobatan apabila ditimpa suatu penyakit. Dalam
memenuhi kebutuhan kesehatan, penyediaan fasilitas penunjang pelayanan kesehatan juga wajib
diperlukan sebagai ikhtiar dalam memenuhi kebutuhan kesehatan. Kesehatan jiwa manusia tidak
dapat di perjual-belikan atau di komersialkan sehingga upah atas jasa pelayanan kesehatan yang
diterima dari pemanfaatan fasilitas tidak bisa diatur sedemikian rupa layaknya institusi bisnis.
Di Kabupaten Kendal terdapat suatu Peraturan Daerah No 25 Tahun 2001 tentang Retribusi
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Kendal. Peraturan Daerah tersebut mengatur tentang
besaran upah atas jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas. Sehingga pihak puskesmas mudah dalam
menentukan upah kepada pasien yang memakai jasa pelayanan kesehatan.
Berbagai bentuk pembayaran telah banyak diperkenalkan. Dalam perda tersebut upah diterapkan
dalam bentuk tarif yang digunakan untuk satu pelayanan medik bukan untuk satu kebutuhan medis.
Sehingga dalam pelaksanaan di Puskesmas Pegandon terkadang tidak dapat menetapkan kebutuhan
pelayanan.
Sistem upah atas jasa pelayanan kesehatan yang diatur dalam Perda No25 Tahun 2001 tersebut
sudah sesuai menurut hukum Islam. Karena sudah memenuhi syarat daripada upah dalam hukum
Islam, dan pelaksanaannya pun bukan semata-mata untuk komersialisasi kesehatan namun sebagai
tugas kemanusiaan demi kemaslahatan bersama.

Oleh karena itu, menurut penulis sistem upah atas jasa pelayanan kesehatan pada Perda No 25
Tahun 2001 diperlukan dalam meningkatkan derajat kesehatan seluruh lapisan masyarakat.
Sehingga dalam pelaksanaannya dapat memudahkan pasien dalam menikmati pelayanan
pengobatan kesehatan sebagai ikhtiar atas penyakit yang diderita.
Deskripsi Alternatif :
Islam mewajibkan manusia untuk mencari pengobatan apabila ditimpa suatu penyakit. Dalam
memenuhi kebutuhan kesehatan, penyediaan fasilitas penunjang pelayanan kesehatan juga wajib
diperlukan sebagai ikhtiar dalam memenuhi kebutuhan kesehatan. Kesehatan jiwa manusia tidak
dapat di perjual-belikan atau di komersialkan sehingga upah atas jasa pelayanan kesehatan yang
diterima dari pemanfaatan fasilitas tidak bisa diatur sedemikian rupa layaknya institusi bisnis.
Di Kabupaten Kendal terdapat suatu Peraturan Daerah No 25 Tahun 2001 tentang Retribusi
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Kendal. Peraturan Daerah tersebut mengatur tentang
besaran upah atas jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas. Sehingga pihak puskesmas mudah dalam
menentukan upah kepada pasien yang memakai jasa pelayanan kesehatan.
Berbagai bentuk pembayaran telah banyak diperkenalkan. Dalam perda tersebut upah diterapkan
dalam bentuk tarif yang digunakan untuk satu pelayanan medik bukan untuk satu kebutuhan medis.
Sehingga dalam pelaksanaan di Puskesmas Pegandon terkadang tidak dapat menetapkan kebutuhan
pelayanan.
Sistem upah atas jasa pelayanan kesehatan yang diatur dalam Perda No25 Tahun 2001 tersebut
sudah sesuai menurut hukum Islam. Karena sudah memenuhi syarat daripada upah dalam hukum
Islam, dan pelaksanaannya pun bukan semata-mata untuk komersialisasi kesehatan namun sebagai
tugas kemanusiaan demi kemaslahatan bersama.
Oleh karena itu, menurut penulis sistem upah atas jasa pelayanan kesehatan pada Perda No 25
Tahun 2001 diperlukan dalam meningkatkan derajat kesehatan seluruh lapisan masyarakat.
Sehingga dalam pelaksanaannya dapat memudahkan pasien dalam menikmati pelayanan
pengobatan kesehatan sebagai ikhtiar atas penyakit yang diderita.
Barack Obama telah menandatangani RUU kontroversial kesehatan AS menjadi undang- undang
beberapa hari yang lalu setelah berbulan-bulan perdebatan sengit terjadi dalam menggodok RUU
Kesehatan tersebut.
Kesehatan di AS telah menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir dan mendapat perhatian
internasional setelah Michael Moore merilis film dokumenter yang berjudul "Sicko" tiga tahun lalu.
Di dalam filmnya tersebut Michael Moore memusatkan perhatian pada kegagalan sistem kesehatan
Amerika. Perhatian khusus diberikan kepada Perusahaan Asuransi dan bagaimana tujuan mereka
yang ternyata bukan untuk membantu orang yang membutuhkan melainkan untuk meningkatkan
keuntungan. Solusi yang diusulkan adalah untuk memiliki sistem kesehatan publik yang serupa
dengan yang ada di Kanada, Inggris, Perancis dan Kuba.

Dengan ekonomi yang berantakan dan meningkatnya biaya pengeluaran negara dari perang Irak dan
Afghanistan, kita mungkin bertanya-tanya apa yang salah dengan skala prioritas AS? Perdebatan
panjang tentang perawatan kesehatan di AS berpusat pada apakah ada hak untuk pelayanan
kesehatan dasar, atau siapa yang seharusnya memiliki akses ke perawatan kesehatan dan kualitas
yang diperoleh.
Utang kedokteran dikutip sebagai satu-satunya faktor terbesar pada 62% dari semua kebangkrutan
personal di Amerika Serikat.
50 juta orang Amerika tidak memiliki asuransi kesehatan. Sekitar 18.000 dari 50 juta orang
meninggal dunia setiap tahun karena mereka tidak memiliki asuransi kesehatan.
Amerika Serikat tidak melihat kesehatan sebagai hak dasar, tetapi sebagai hak istimewa. Barack
Obama menantang pandangan ini melalui reformasi RUU untuk menyediakan perawatan kesehatan
universal melalui asuransi kesehatan untuk semua orang. Hal inilah yang menyebabkan ‘kemurkaan’
dari kelompok sayap kanan AS.
AS tidak menyediakan program yang didanai pemerintah dengan anggaran terbesar untuk biaya
ataupun asuransi kesehatan. Tetapi pada umumnya terserah kepada individu untuk memperoleh
asuransi kesehatan atau tidak. Kebanyakan warga pekerja AS mendapatkan hal tersebut melalui
majikan mereka tempat perusahaan mereka bekerja, tetapi yang lain mendaftar pada skema
asuransi swasta.
Menurut syarat-syarat yang paling terencana, warga AS harus membayar premi secara teratur,
tetapi diharuskan untuk membayar sebagian dari biaya pengobatan mereka sebelum menutup
pengeluaran dari pihak asuransi.
Ini adalah situasi dari 250 juta orang yang memiliki solusi perawatan kesehatan. Hal ini telah umum
terjadi bagi mereka yang memiliki asuransi kesehatan, harus menanggung banyak utang setelah
dikurangi untuk asuransi kesehatan, menyebabkan sejumlah besar orang bahkan harus menjual
rumah mereka.
Jadi, bagaimana masa depan Khilafah akan menangani masalah kesehatan?
Mengurus urusan orang
Islam adalah sebuah sistem unik yang diwahyukan Allah SWT yang menyediakan kebutuhan baik bagi
individu dan masyarakat. Allah sebagai sang Khaliq – Sang Pencipta dari semua yang ada – akan jelas
tahu apa yang terbaik untuk kita. Dengan pengetahuan Nya yang tak terbatas, sistem-Nya akan
dapat memberikan solusi untuk masalah manusia yang telah atau akan hadapi. Berkaitan dengan
pemerintahan, Khalifah dipercayakan dalam menerapkan hukum-hukum Allah. Khalifah secara
langsung bertanggung jawab sebelum Allah SWT, untuk setiap masalah yang mempengaruhi warga
negara yang ada di dalam Negara Islam.
Rasulullah SAW bersabda, "Dia yang berkuasa atas lebih dari sepuluh orang akan membawa
belenggu pada hari kiamat sampai keadilan melonggarkan rantainya atau tindakan tiraninya
membawa dia kepada kehancuran." [Tirmidzi]
Penguasa tidak hanya perlu menanggapi orang-orang di bawah perawatan tetapi juga harus
menjawab kepada otoritas yang lebih tinggi, Malik-al-Mulk (Penguasa dari segala

Kedaulatan). Dengan demikian, penguasa harus memenuhi kewajiban yang diletakkan di atas dirinya
karena hal ini tidak hanya merupakan mandat dari negara, tetapi adalah hukum Allah SWT. Oleh
karena itu Khalifah harus peduli bagi setiap kebutuhan warga negara dan memastikan bahwa
mereka tidak menghadapi kesulitan yang tidak pantas seperti kurangnya akses ke pelayanan
kesehatan atau bahkan menunggu dengan sangat lama untuk mendapat perawatan.
Rasulullah SAW bersabda: "Siapa pun yang mengepalai salah satu urusan kaum muslimin dan tetap
menjauhkan diri dari mereka dan tidak membayar dengan perhatian pada kebutuhan dan
kemiskinan mereka, Allah akan tetap jauh dari dirinya pada hari kiamat.... "[Abu Dawud, Ibnu Majah,
Al-Hakim]
Hadis di atas jelas menunjukkan beratnya tanggungjawab orang yang berkuasa. Ketika Umar bin
Abdul Aziz menjadi Khalifah, ia terlihat agak murung. Salah seorang pembantunya bertanya
mengapa dia begitu sedih dan khawatir. Umar menjawab, "Siapa pun yang berada di bawah
tanggung jawabku; aku harus menyampaikan dan memberikan kepada mereka semua hak-hak
mereka, apakah mereka menuntut atau tidak akan hak-hak mereka."
Perawatan bagi orang-orang yang berada di bawah otoritas negara tidak dinilai berdasarkan
anggaran tahunan atau aspirasi politik melainkan didasarkan pada hak-hak yang diberikan kepada
mereka oleh Allah SWT. Hal ini mewajibkan Khalifah untuk menyediakan hak-hak mereka dengan
sangat hati-hati dengan kepedulian yang terbaik dari kemampuan yang dimiliki dirinya, apakah
warga negara menyadari hak itu atau tidak, dan apakah mereka telah meminta untuk itu atau tidak.
Kesehatan dalam Khilafah
Nabi SAW bersabda: "Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang
yang dipimpin. Jadi, penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya." [Bukhari &
Muslim]
Imam bertanggung jawab untuk mengelola urusan-urusan rakyat. Salah satu kebutuhan dasar adalah
bahwa Khilafah harus menyediakan layanan kesehatan. Ketika Rasulullah SAW sebagai kepala negara
di Madinah diberikan seorang dokter sebagai hadiah, ia tugaskan dokter tersebut ke umat Islam.
Kenyataan bahwa Rasulullah SAW menerima hadiah dan dia tidak menggunakannya, bahkan dia
menugaskan dokter itu kepada kaum muslimin, dan hal ini adalah bukti bahwa kesehatan adalah
salah satu kepentingan umat Islam.
Karena negara berkewajiban untuk membelanjakan anggaran negara pada penyediaan sistem
kesehatan gratis untuk semua orang, maka Baitul-Mal harus menyusun anggaran untuk kesehatan.
Jika dana yang tersedia tidak mencukupi maka pajak kekayaan akan dikenakan pada umat Islam
untuk memenuhi defisit anggaran.
Berbeda dengan sistem kapitalis, sistem Islam memandang penyediaan kesehatan kepada warga
negaranya dari perspektif manusia dan bukan aspek ekonomi. Ini berarti bahwa pemimpin Negara
Islam terlihat untuk menyediakan sarana kesehatan yang memadai dan berkualitas baik kepada
rakyat, bukan demi memiliki tenaga kerja yang sehat yang dapat memberikan kontribusi terhadap
perekonomian tetapi demi memenuhi tugasnya mengurus kebutuhan orang-orang dalam ketaatan
kepada Allah SWT.

Kedokteran keunggulan dalam sejarah Islam


Ketika Islam diterapkan sebagai sebuah sistem lengkap, Islam menyediakan sarana untuk berprestasi
di segala bidang seperti ilmu pengetahuan dan teknologi. Di masa lalu, individu di bawah Khilafah
membuat kontribusi yang luar biasa untuk bidang medis.
Khilafah pada masa itu menyediakan banyak rumah sakit kelas satu dan dokter di beberapa kota:
Baghdad, Damaskus, Kairo, Yerusalem, Alexandria, Cordova, Samarkand dan banyak lagi. Kota
Baghdad sendiri memiliki enam puluh rumah sakit dengan pasien rawat inap dan pasien rawat jalan
dan memiliki lebih dari 1.000 dokter.
Rumah sakit umum seperti Bimaristan al-Mansuri, didirikan di Kairo pada tahun 1283, mampu
mengakomodasi 8.000 pasien. Ada dua petugas untuk setiap pasien yang melakukan segala sesuatu
untuk diri pasien agar mendapatkan kenyamanan dan kemudahan dan setiap pasien mendapat
ruang tidur dan tempat makan sendiri. Para pasien baik rawat inap maupun rawat jalan di beri
makanan dan obat-obatan secara gratis.
Ada apotik dan klinik berjalan untuk perawatan medis bagi orang-orang cacat dan mereka yang
tinggal di desa-desa. Khalifah, Al-Muqtadir Billah, memerintahkan bahwa setiap unit apotik dan klinik
berjalan harus mengunjungi setiap desa dan tetap di sana selama beberapa hari sebelum pindah ke
desa berikutnya.
Dari catatan sejarah di atas, kita melihat bahwa ketika Penguasa benar-benar menerapkan aturan
Allah SWT, barulah saat itu masyarakat akan benar-benar berkembang dan berhasil. Namun, penting
untuk diingat bahwa kemajuan materi tidak menyamakan dengan kesuksesan sejati – mencari
keridhaan Allah SWT.
Bagi khalifah hal tersebut bukan hanya tentang bagaimana menyediakan pelayanan medis,
melainkan untuk memenuhi kebutuhan warga yang dirinya dipercayakan untuk bertanggung jawab
atas mereka.(fq/khilafah.com)
1. Salimul Aqidah
Memiliki akidah yang bersih sehingga dalam menghadapi klien selalu berusaha menunjukan sikap
empati dengan mengedepankan professionalisme yang sejalan dengan aqidah Islam yang kuat.
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang sepatutnya ada pada setiap muslim.
Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan
dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya.
Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala
perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: ‘Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam‘ (QS 6:162).
Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam da’wahnya
kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau
tauhid.

2. Shahihul ibadah
Memberikan pelayanan terbaik kepada klien bukan semata-mata ingin mendapatkan penghargaan,
pujian atau pemberian yang bersifat materi dari klien tetapi lebih dari itu adalah untuk beribadah
dan mencari Ridho Allah SWT.
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul saw yang penting, dalam
satu haditsnya; beliau menyatakan: ‘shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.‘ Dari
ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah
merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau
pengurangan.
3. Mathinul Khuluq
Memberikan pelayanan kepada klien dengan integritas profesi yang memiliki kekuatan ahlaq yang
Islami yang berorientasi pada pelayanan terbaik bagi klien.
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus
dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-
makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia
apalagi di akhirat.
Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw ditutus
untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung
sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman yang artinya: ‘Dan sesungguhnya
kamu benar- benar memiliki akhlak yang agung‘ (QS 68:4).
4. Mutsaqqoful Fikri
Memberikan pelayanan keperawatan kepada klien dengan menggunakan evidence base yang jelas
yang dapat dipertanggungjawabkan secara professional sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan
oleh organisasi profesi.

Intelek dalam berfikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi peribadi muslim yang penting.
Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al- Qur’an banyak mengungkap ayat-
ayat yang merangsang manusia untuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya
kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: ‘pada keduanya itu terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’ Dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.‘
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir (QS 2:219).
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan
aktiviti berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang
luas. Dapat kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan
pemikiran secara matang terlebih dahulu.
Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang
sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang
yang tidak mengetahui?”, sesungguhnya orang- orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran (QS 39:9).
5. Qowiyyul Jismi
Memberikan pelayanan kepada klien harus memiliki jasmani yang sehat yang tidak beresiko negatif
bagi klien maupun bagi perawat itu sendiri.
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi peribadi muslim yang harus ada.
Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan
ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan
amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di
jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesiatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari
penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai
sesuatu yang wajar bila hal itu kadang- kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sering
sakit. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah saw bersabda yang
artinya: ‘Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah‘ (HR. Muslim).
6. Qodirun Alal Kasbi
Berhubungan dengan klien dengan mempertimbangkan kemampuan dirinya dalam memberikan
pelayanan secara professional, sehingga perawat tidak memberikan pelayanan di luar
kompetensinya sebagai seorang perawat.
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan kekuasaan (qodirun alal kasbi)
merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini

merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang


menegakkannya baru boleh dilaksanakan bilakala seseorang memiliki kekuasaan, terutama dari segi
ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki
kemandirian dari segi ekonomi. Kareitu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh
saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umrah, zakat, infaq,
shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah
amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kekuasaan inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa
saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt,
karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau
ketrampilan.
7. Munazhzhamun Fi Syuunihi
Bekerja memberikan pelayanan kepada klien dengan konsep yang sistematis dimulai dari
Pengumpulan dan analisa data, penentuan diagnosa keperawatan, merencanakan tindakan
keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi keberhasilan asuhan
keperawatan.
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang
ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait
dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik.
Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik
sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.
Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya,
profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan
berkorban, adanya penerusan dan berilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat
perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.
8. Mujahadatun Linafsihi
Dalam berhubungan dengan klien harus mampu mengendalikan hawa nafsunya sehingga selalu
memandang pasien dengan holistic mencakup kebutuhan Bio, Psiko, Sosial dan Spiritual, dan bekerja
dengan mengedepankan empati.
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatul linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus
ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan
yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat
menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam
melawan hawa nafsu.
Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran
Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beriman

seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran
islam) (HR. Hakim).
9. Haritsun Ala Waqtihi
Dalam memberikan pelayanan kepada klien harus menghargai waktu dalam semua fase hubungan
dengan pasien dimulai dari fase pra interaksi, orientasi, interaksi dan terminasi.
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena
waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak
bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri,
wallaili dan sebagainya.
Allah swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, yakni 24 jam sehari
semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang
rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: ‘Lebih baik kehilangan jam daripada
kehilangan waktu.‘ Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali
lagi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu
dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung
oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni
waktu hidup sebelum mati,
sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, rehat sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
10. Nafi’un Lighoirihi
Memberikan pelayanan terbaiknya kepada klien harus mampu mampu membangun sebuah persepsi
yang dirasakan sebagai sebuah manfaat yang secara langsung dapat dirasakan oleh klien sehingga
perawat dapat menjadi seorang care giver, advocate, educator, konselor, kolaburator, coordinator,
dan researcher yang dapat membantu klien dalam upaya mencapai tujuannya untuk hidup sehat
secara optimal.
Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim.
Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang
disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang
muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim
itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksima agar dapat bermanfaat
dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peranan
yang baik dalam masyarakatnya.
Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).
Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits, sesuatu
yang perlu kita renungkan pada diri kita masing-masing.

Islam dan kesehatan dalam makan.


Blog bertopik islam dan kesehatan ini akan membahas tetang makan dalam islam yang berdasar
riwayat Nabi.
1. Nabi tidak suka makanan yang diawetkan atau makanan yang dimasak lagi. Pada zaman sekarang
kita sudah terbiasa makan makanan yang diawetkan, dikalengkan atau makanan kemasan. Misal
sarden yang berbulan-bulan dalam kaleng kita makan. Kita cuek akan behaya bahan pengawet yang
ditambahkan ke dalam kaleng sarden itu.
2. Nabi tidak pernah makan dengan lauk lebih dari 2 macam.
Kita lihat sekarang dalam jamuan prasmanan yang menyediakan banyak jenis lauk, para tamu
banyak yang nafsu matanya lebih besar dari kekuatan perutnya. Mereka tidak malu menggambil
sampai 4 jenis lauk sekaligus, ayam, ikan, telur, sate...di embat sekaligus. Dan akhirnya banyak yang
masuk sampah.
3. Nabi makan pakai tangan dan menjilati tangan sehabis makan.
Setelah hasil diskusi ternyata ada keajaiban tersendiri. Ternyata jari-jari tangan kita itu
mengeluarkan keringat yang kasat mata, keringat jari tangan ini akan membantu cepatnya makanan
menjadi hancur saat dicerna. Penelitian sederhana, ambil 2 wadah air, yang satu obok-obok dengan
tangan, dan yang satu jangan kenakan tangan. Kemudian masukkan sayuran segar/ dedaunan ke
dalam ke masing-masing wadah. Akan terlihat sayuran/daun yang ada di air yang kena tangan tadi
akan rusak. Dan terlihat pula dalam dunia pegemasan makanan, maka para perkerja akan diwajibkan
memakai sarung tangan.
4. Nabi melarang meniup makanan yang masih panas.
Pertama mendengar hadits ini saya kaget, kok gitu.....? kemudian saya ajak diskusi Teman Kost dari
UB yang suka bidang kimia, ternyata disaat kita meniup makanan panas itu Karbon Dioksida keluar
dari mulut kita dan menimpa makana yang bercampur uap air, trus katanya ada unsur "XXX" yang
terbetuk (saya lupa nama kimianya) yang tidak dapat di cerna dalam tubuh. Ini yang menempel pada
nasi. Maka pikiran saya melayang, berapa banyak balita yang suka di suapin pakai nasi yang ditiup-
tiup. Dan ini juga pelajaran bagi kita untuk "sabar" menunggu makanan agar dingin sendiri.
5. Nabi mengambil makanan yang jatuh dan memakanya lagi.
Dalam sebuah pertemuan di istana Kerajaan ROMAWI yang telah kalah, para sahabat Nabi diundang
untuk makan. Suatu ketika ada sedikit nasi sahabat yang jatuh, lalu sahabat mengambil dan
memakanya. Lalu selesai pertemuan sahabat lain bertanya " Apa kau tidak malu mengabil sebutir
nasi di depan para pembesar kerajaan Romawi". Sahabat berkata " Perintah Nabi lebih aku sukai
daripada perhatian perbesar Kaum Rum".
6. Nabi bersabda " Seburuk-buruk bagian binatang untuk dimakan adalah bagian kepala dan perut".
Maka tampaklah sekarang bahwa "jeroan" adalah makanan paling berbahaya untuk penderita "asam
urat". Ada lagi sekarang "Bakso kepala Sapi". Saya terus terang merinding. Takut kandungan dua
bagian binatang itu bagi kesehatan.
7. Nabi melarang makan sambil bersandar.
Karena itu adalah perbuatan orang bebal dan perbesar kerajaan-kerajaan romawi.
8. Perintah berjalan/melangkah sesudah makan
"Jangan tidur diatas makananmu" (hadits). Jadi sehabis makan hendaklah melangkahkan kaki
minimal 40x. Perintah ini dulunya membuat saya bingung kok bisa ya...? ternyata setelah kita
melangkah 40x sehabis makan, kita akan bersendawa (glegek dalam bahasa jawa). Sendawa ini
mengeluarkan udara yang ikut masuk lambung bersamaan dengan proses kita menelan makanan.
Dengan keluarnya udara di perut ini mengabibatkan tubuh terasa enak, tidak ada ganjalan udara lagi
diperut.
9. Mencuci tangan sebelum memegang makanan sehabis tidur.
"Barang siapa mengambil makanan sedang dia belum mencici tangannya, padahal semalam dia tidak
tau kemana tanganya, maka jangan salahkan kecuali dirinya sendiri jika dia tertimpa penyakit
(hadits). Ya ternyata kita tidak tau kemana saja tangan kita sewaktu tidur, bisa ke lubang hidung
(ngupil), bisa juga kena liur atau bahkan ke tempat lain atau juga waktu seseorang mimpi basah,
maka biasanya tangan ini tidak sadar bergerilnya ke tembat kebanjiran tersebut.
Aspek "Islam dan kesehatan" dalam bidang lain Insya'allah menyusul.

KESEHATAN
DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN AS-SUNNAH
Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta,
dan keturunan.
Setidaknya tiga dari yang disebut di atas berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika ditemukan
bahwa Islam amat kaya dengan tuntunan kesehatan.
Paling tidak ada dua istilah literatur keagamaan yang digunakan untuk menunjuk tentang pentingnya
kesehatan dalam pandangan Islam.
1. Kesehatan, yang terambil dari kata sehat; 2. Afiat.
Keduanya dalam bahasa Indonesia, sering menjadi kata majemuk sehat afiat. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesra, kata “afiat” dipersamakan dengan “sehat”. Afiat diartikan sehat dan kuat,
sedangkan sehat (sendiri) antara lain diartikan sebagai keadaan baik segenap badan serta bagian-
bagiannya (bebas dari sakit).
Tentu pengertian kebahasaan ini berbeda dengan pengertian dalam tinjauan ilmu kesehatan, yang
memperkenalkan istilah-istilah kesehatan fisik, kesehatan mental, dan kesehatan masyarakat.
Walaupun Islam mengenal hal-hal tersebut, namun sejak dini perlu digarisbawahi satu hal pokok
berkaitan dengan kesehatan, yaitu melalui pengertian yang dikandung oleh kata afiat.
Istilah sehat dan afiat masing-masing digunakan untuk makna yang berbeda, kendati diakui tidak
jarang hanya disebut salah satunya (secara berdiri sendiri), karena masing-masing kata tersebut
dapat mewakili makna yang dikandung oleh kata yang tidak disebut.
Pakar bahasa al-Quran dapat memahami dari ungkapan sehat wal-afiat bahwa kata sehat berbeda
dengan kata afiat, karena wa yang berarti “dan” adalah kata penghubung yang sekaligus
menunjukkan adanya perbedaan antara yang disebut pertama (sehat) dan yang disebut kedua
(afiat). Nah, atas dasar itu, dipahami adanya perbedaan makna di antara keduanya.
Dalam literatur keagamaan, bahkan dalam hadis-hadis Nabi Saw. ditemukan sekian banyak doa, yang
mengandung permohonan afiat, di samping permohonan memperoleh sehat.
Dalam kamus bahasa Arab, kata afiat diartikan sebagai “perlindungan Allah untuk hamba-Nya dari
segala macam bencana dan tipu daya”. Perlindungan itu tentunya tidak dapat diperoleh secara
sempurna kecuali bagi mereka yang mengindahkan petunjuk- petunjuk-Nya. Maka kata afiat dapat
diartikan sebagai: “berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya.”

Kalau sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan, maka agaknya dapat
dikatakan bahwa mata yang sehat adalah mata yang dapat melihat maupun membaca tanpa
menggunakan kacamata. Tetapi, mata yang afiat adalah yang dapat melihat dan membaca objek-
objek yang bermanfaat serta mengalihkan pandangan dari objek-objek yang terlarang, karena itulah
fungsi yang diharapkan dari penciptaan mata.
KESEHATAN FISIK
Telah disinggung bahwa dalam tinjauan ilmu kesehatan dikenal berbagai jenis kesehatan, yang diakui
pula oleh pakar-pakar Islam.
Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya, dalam Musyawarah Nasional Ulama tahun 1983
merumuskan kesehatan sebagai “ketahanan jasmaniah, ruhaniah, dan sosial yang dimiliki manusia,
sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan (tuntunan-Nya), dan memelihara
serta mengembangkannya.”
Memang banyak sekali tuntunan agama yang merujuk kepada ketiga jenis kesehatan itu. Dalam
konteks kesehatan fisik, misalnya ditemukan sabda Nabi Muhammad saw.:
‫ص َّقلى ا ال َُّل َع‬ َ ‫قارص أَ َل قَ قار َل ق قَ قار َل ق َر قسُ وم ُل ال ِّ َل أَ َل‬ ِ ‫َع ق ْن َل َع ق ْب َل ِد أَ َل ال ِّ َل أَ َل ْب َل ِن أَ َل َع قمْ َل ِر أَلَو ْب َل ِن أَ َل ْال َل َع‬
َّ ُ َّ
‫ك ق تَ قصُ وم ُم الن َه قار َ قر َو قتَ قق وم ُم الل ْي َل َل‬ َّ َ
َ ‫ب قرْ َل أ قن‬ َ ‫ي قار َع ق ْب َل دَ ق ال ِّ َل أَ َل أَ ق َل ق ْم َل ُ أخ َل‬
ْ َ ‫قس َّقل َم ق‬ َ ‫ق َل ق ْي َل ِه أَ َل َو‬
َ
‫ت ب َ ق ل َ ق ى ا ي َ ق ار ر َ ق سُ وم ل َ ق ا ل َّل ِ أ َل ق َ ق ار ل َ ق ف َ ق ل َ ق ت َ ق ف ْ َل ع َ ق ل ْ َل صُ م ْ َل‬ ُ ‫ق ُق ل ْ َل‬
‫و َ ق أ َ ق ف ْ َل ط ِ أَ َل ر ْ َل و َ ق ُق م ْ َل و َ ق ن َ ق م ْ َل ف َ ق إ ِ أَ َل نَّ ل ِ أَ َل ج َ ق س َ ق د ِ أَ َل ك َ ق ع َ ق ل َ ق ي ْ َل ك َ ق‬
‫ًًّقا ار و َ ق إ ِ أَ َل نَّ ل ِ أَ َل ز َ ق و ْ َل ج ِ أَ َل ك‬DN ‫ًًّقا ار و َ ق إ ِ أَ َل نَّ ل ِ أَ َل ع َ ق ي ْ َل ن ِ أَ َل ك َ ق ع َ ق ل َ ق ي ْ َل ك َ ق ح َ ق‬DN ‫ح َ ق‬
‫ًًّقا ار‬DN ‫َ ق ع َ ق ل َ ق ي ْ َل ك َ ق ح َ ق‬
Terjemah:
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash dia berkata bahwa Rasulullah saw telah bertanya (kepadaku):
“Benarkah kamu selalu berpuasa di siang hari dan dan selalu berjaga di malam hari?” Aku pun
menjawab: “ya (benar) ya Rasulullah.”Rasulullah saw pun lalu bersabda: “Jangan kau lakukan semua
itu. Berpuasalah dan berbukalah kamu, berjagalah dan tidurlah kamu, sesungguhnya badanmu
mempunyai hak atas dirimu, matamu mempunyai hak atas dirimu, dan isterimu pun mempunyai hak
atas dirimu.” (Hadis Riwayat al-Bukhari dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash)
Demikian Nabi Saw. menegur beberapa sahabatnya yang bermaksud melampaui batas dalam
beribadah, sehingga kebutuhan jasmaniahnya terabaikan dan kesehatannya terganggu.
Pembicaraan literatur keagamaan tentang kesehatan fisik, dimulai dengan meletakkan prinsip:
“Pencegahan lebih baik daripada pengobatan.”
Karena itu dalam konteks kesehatan ditemukan sekian banyak petunjuk Kitab Suci dan Sunah Nabi
saw. yang pada dasarnya mengarah pada upaya pencegahan.
Salah satu sifat manusia yang secara tegas dicintai Allah adalah orang yang menjaga kebersihan.
Kebersihan dikaitkan dengan tobat (taubah) dalam QS al-Baqarah [2]: 222:
‫س قار َء ق فِ أَلَي ْال َل َم‬ َ ‫قز أَ َُل لوما ال ِّن‬ ً َ‫يض أَ َل ُق ْل َل هُ و َم ق أ‬ ِ َ‫قح أَل‬ ْ َ ِ ‫قك ق َع‬ ‫قي قسْ َل أَ ُق‬
ِ َ‫ف قارعْ َل ت‬ َ ‫قذى ى‬ ِ ‫قن أ َل ال َل َم‬ َ ‫لومن‬ َ َ ‫َو‬
‫ث‬ َ
ُ ‫ت وم ُه نَّ م ألَ ْن َل َح ق ْي َل‬ ُ ‫ل‬
َ ْ ‫قأ‬ ‫ف‬
َ ‫ق‬ ‫ن‬
َ ‫ل‬
َ ْ‫َّر‬
‫ه‬ ‫ق‬ ‫ط‬َ ‫ق‬ َ‫ت‬ ‫قا‬ َ
‫ذ‬ َ ‫ل‬ َ ‫أ‬ ‫قإ‬ ‫ف‬
َ ‫ق‬ ‫ن‬َ ‫ل‬َ ْ‫ر‬ ‫ه‬
ُ ‫ل‬
َ ْ
‫قط‬ ‫ي‬
َ ‫ا‬ ‫ى‬ َّ
‫ت‬ ‫ق‬ ‫ح‬
َ َّ‫ن‬ ‫ه‬
ُ ‫بوم‬ ُ
‫ق‬ ‫ر‬
َ ‫ل‬
َ ْ
‫ق‬ ‫ق‬ َ‫ت‬ ‫ق‬ ‫ل‬
َ ‫ق‬ ‫و‬ َ ‫ل‬
َ َ ‫أ‬ ‫يض‬
ِ َ‫قح أَل‬
ِ ِ ِ
‫ين ق‬ َ َ‫قط قه ِِّر أَل‬
َ َ‫ين ق َو ق ُي ح أَلَبُّ ْال َل ُم ت‬
ِ َ َ‫ب أَل‬ ِ ‫ك ُم ال َُّل إِ أَلَنَّ ال ََّل ق يُ ِح أَلَبُّ ال َّتومَّا‬ ُ ‫قر ق‬ َ ‫أَ ق َم‬
Terjemah:
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat
yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS al-Baqarah )222 :]2[
Tobat menghasilkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan lahiriah menghasilkan kesehatan fisik.
Wahyu kedua (atau ketiga) yang diterima Nabi Muhammad Saw. adalah:
)5) ‫ف قارهْ َل ُج رْ َل‬ َ ‫( َو قالرُّ جْ َل َز ق‬4) ‫ف ق َط قهِّرْ َل‬ َ ‫قك ق‬ َ ‫قارب‬ َ ‫ث أَلَ َي‬ ِ ‫َو ق‬
Terjemah:
Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah (QS al-
Muddatstsir [74]: 4-5).
Perintah tersebut berbarengan dengan perintah menyampaikan ajaran agama dan membesarkan
nama Allah Swt.
Terdapat hadis yang amat populer tentang kebersihan yang berbunyi:
Terjemah:
Kebersihan adalah bagian dari iman.
‫ا ل نَّ ظ َ ق ار ف َ ق ةُ م ِ أَ َل ن َ ق ا إل ِ أَ َل ي ْ َل م َ ق ار ن ِ أَ َل‬
Hadis ini dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadis dha’if. Kendati begitu, terdapat sekian banyak
hadis lain yang mendukung makna tersebut, seperti sabda Nabi Saw.:
َّ ‫ع َ ق ن ْ َل أ َ ق ب ِ أَ َل ي ه ُ ر َ ق ي ْ َل ر َ ق ة َ ق ق َ ق ار ل َ ق ق َ ق ار ل َ ق ر َ ق س ُ وم ل ُ ا لل َّ ِ أَ َل ص َ ق َّ ل ى ا ا لل‬
‫ُ ع َ ق ل َ ق ي ْ َل ه ِ أَ َل و َ ق س َ ق َّ ل م َ ق ا إل ِ أَ َل ْ َل ي م َ ق ار ن ُ ب ِ أَ َل ض ْ َل ع ٌ و و َ ق س َ ق ْ َل ب ع ُ وم ن َ ق أ َ ق و‬
‫ْ َل ب ِ أَ َل ض ْ َل ع ٌ و و َ ق س ِ أَ َل ت ُّ وم ن َ ق ش ُ ع ْ َل ب َ ق ة ًى ف َ ق أ َ ق ف ْ َل ض َ ق ُ ل َ قه ار ق َ ق وم ْ َل ل ُ ل َ ق‬
‫قة‬ٌ ‫ب‬ َ ‫قي قار ُء شُ عْ َل‬ َ ‫قال َل َح‬ ْ ‫يق أَ َل َو‬ ِ َ‫الط ِر أَل‬ َّ ‫قة ا َل ْق َل َذ قى َع ق ْن َل‬ ُ ‫قارط‬
َ ‫إ ِ أَ َل ل َ ق ه َ ق إ ِ أَ َل ل َّ ال َُّل َو قأ َ ْقد َل َن قار َه قار إِ أَلَ َم‬
‫قارن أَ َل‬ ْ
‫اإل أَلَ َل ي َم‬ َ
ِ ِ ‫و ِم ألَ ْن َل‬
Terjemah:
Iman, terdiri dan tujuh puluh atau enam puluh cabang, puncaknya adalah ucapan “Tiada Tuhan
selain Allah, dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dan jalan, dan malu itu adalah
sebagian dari iman” (Hadis Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Perintah menutup hidangan, mencuci tangan sebelum makan, bersikat gigi, larangan bernafas sambil
minum, tidak kencing atau buang air di tempat yang tidak mengalir atau di bawah pohon, adalah
contoh-contoh praktis dari sekian banyak tuntunan Islam dalam konteks menjaga kesehatan. Bahkan
sebelum dunia mengenal ‘karantina’, Nabi Muhammad Saw. telah menetapkan dalam salah satu
sabdanya,
‫ب أَأَل َ قرْ َل‬ ِ ‫قع ق‬ َ َ‫ف ق َل ق تَ ْقد َل ُخ ُ لوم َه قار َو قإِ أَلَ َذ قا َو قق‬ َ ‫ضو‬ ٍ ‫ب أَأَل َ قرْ َل‬ ِ ‫ومن أَ َل‬ ِ ‫رلطار ُع‬ َّ ‫ب أَاَل‬
ِ ‫ت ْم َل‬ ُ ‫س ِقم أَلَعْ َل‬ َ ‫إِ أَلَ َذ قا‬
ْ َ َ
‫ف ق َل ق تَ قخ َل ُر ُج وما ِم ألن َل َه قار‬ ْ َ ‫ب أل َه قار‬ َ َ ِ ‫ت مْ َل‬ ْ
ُ ‫ض و َو قأ قن َل‬ َ ٍ
Terjemah:
Apabila kalian mendengar adanya wabah di suatu daerah, janganlah mengunjungi daerah itu, tetapi
apabila kalian berada di daerah itu, janganlah meninggalkannya. (Hadis Riwayat al- Bukhari dari
Usamah bin Zaid)
Ditemukan juga peringatan bahwa perut merupakan sumber utama penyakit: Al-Mâ’idât Bait Addâ’.
Dan karena itu, ditemukan banyak sekali tuntutan — baik dari al-Quran maupun hadis Nabi Saw. —
yang berkaitan dengan makanan, jenis maupun kadarnya.
Al-Quran juga mengingatkan:
‫ت سْ َل‬ ُ ‫ك ُ لوما َو قا ْش َل َر قبُ وما َو ق َل ق‬ ُ ‫ك ِّل َم قسْ َل ِج أَلَ ٍد و َو ق‬ ُ ‫ك مْ َل ِع أَلَ ْن َل دَ ق‬ ُ ‫ين قتَ ق‬ َ َ‫قارب ِق أَلَني َء قادَ ق َم ق ُخ ُذ وا ِز أَل‬ َ ‫ي‬
َ
‫ين ق‬ َ َ
َ َ‫ي ِح ألَبُّ ال َل ُم سْ َل ِر ألَفِ أل‬ ْ َ َ
ُ ‫ِر ألَفُ وما إِ ألَ َّن ُه َل ق‬ َ
Terjemah:
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah,
dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan. (QS al-A’râf [7]: 31)
Penjabaran peringatan itu dijelaskan oleh Rasulullah Saw. dengan sabdanya:
‫ص َّقلى ا ال َُّل َع ق َل ق ْي َل ِه‬ َ ‫ت َر قسُ وم َل ق ال ِّ َل أَ َل‬ ُ ‫س ِقم أَلَعْ َل‬ َ ‫ب ق قَ قار َل ق‬ َ َ‫قر أَل‬ ِ ‫ك‬ َ ‫قام أَ َل ْب َل ِن أَ َل َم قعْ َل ِد أَلَي‬ َ
ِ َ‫َع ق ْن َل ِم ألَ ْق َل د‬
‫ب أَ َل ا ْب َل ِن أَ َل آ َد ق َم‬ ِ ‫ب أَلَ َح قسْ َل‬ ِ ‫قط َل ٍن و‬ ْ ‫ب‬ َ ‫قًراا ِم أَلَ ْن َل‬ DNًّ ‫ش‬ َ ‫قق وم ُل َم قار َم ق َل قَ ق آدَ ِقم أَلَي ٌّ ِو أَلَ َع قارءًى‬ ُ ‫ي‬ َ ‫قس َّقل َم ق‬ َ ‫أَ َل َو‬
ُ ‫قث‬ ُ ‫قع قارم أَلَ ِه أَ َل َو‬ َ َ
‫ط‬ َ ‫ل‬َ ‫أ‬ ‫ل‬
ِ ‫و‬ ٌ
‫لث‬ ُ ‫قث‬ ُ ‫ف‬ َ ‫ق‬ ‫ة‬َ ‫ق‬ ‫ل‬
َ ‫قار‬ ‫ح‬
َ َ َ ‫ق‬ ‫م‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫ق‬ ‫قارن‬
َ ‫ك‬ ‫ل‬
َ َ ِ َ ‫ن‬ْ َ ‫ل‬َ ‫أ‬ ‫قإ‬ ‫ف‬ ‫ه‬
ُ ‫ق‬ ‫ب‬ َ َ ‫ل‬ ‫ل‬ْ ُ‫ص‬ ‫ق‬ ‫ن‬ َ َ ‫ل‬ ْ
‫م‬ َ ‫ل‬َ ‫أ‬ ‫ق‬
ِ ُ‫ي‬ ‫و‬ ٌ
‫قلت‬ َ ‫ك‬ُ ‫قُأ‬
ِ
َ‫قس أَلَ ِه أ َل‬ ِ ‫قف‬ َ َ
َ ‫ب أل ِه أ َل َو قث ُ لث و ِل أل َن‬ ٌ ُ َ َ َ ِ ‫قر قا‬ َ ‫ش‬ َ َ
َ ‫لث و ِل أل‬ ٌ
Terjemah:
Dari Miqdam bin Ma’di Kariba, dia berkata bahwa dia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda:
“Tidak ada sesuatu yang dipenuhkan oleh putra putri Adam lebih buruk daripada perut. Cukuplah
bagi putra Adam beberapa suap yang dapat menegakkan tubuhnya. Kalaupun harus dipenuhkan,
maka sepertiga untuk makanannya, seperti lagi untuk minumannya, dan sepertiga sisanya untuk
pernafasannya (Hadis Riwayat at-Tirmidzi).
Perlu pula digarisbawahi bahwa sebagian pakar, baik agamawan maupun ilmuwan, berpendapat
bahwa jenis makanan dapat mempengaruhi mental manusia. Al-Harali (wafat 1232 M.)
menyimpulkan hal tersebut setelah membaca firman Allah yang mengharamkan makanan dan
minuman tertentu karena makanan dan minuman tersebut rijs.
‫ك‬ ُ ‫يق‬ َ ‫قط َل َع ق ُم هُ إِ أَلَ َّل أَ ق ْن َل‬ ْ ‫ي‬ َ ‫قارع أَلَ ٍم و‬ ِ ‫أوح أَلَي َ ق إِ أَلَ َل قي َّ ُم َح قرَّ مًى ار َع ق َل قى ا َط‬ ِ ُ ‫قج ألَ ُد فِ ألَي َم قار‬
َ َ َ
ِ ‫ُق ل َل َل ق أ‬
ْ
ِ‫َ ف‬ ‫ل‬ ْ
‫قو‬ َ ‫أ‬ ‫و‬ ٌ‫س‬ ‫ل‬
َ ْ‫ج‬ َ ‫ل‬َ ‫أ‬ ‫ر‬ ‫ه‬ُ ‫ن‬ َّ َ ‫ل‬ َ ‫أ‬ ‫قإ‬
ِ َ ‫ف‬ ‫و‬ ‫ير‬ َ
ٍ ِ َ ِ‫ل‬ َ ‫أ‬ ‫ز‬ ‫ل‬ ‫ن‬ْ َ ‫ل‬َ ‫أ‬ ‫خ‬ ‫ق‬ ‫م‬َ َ ‫ل‬ ْ‫قح‬ ‫ل‬
َ َ ‫ل‬ ْ
‫قو‬ َ ‫أ‬ ‫ار‬ ‫ى‬ ً‫ومح‬ ُ‫ف‬ ‫ل‬
َ ْ‫قس‬ ‫م‬َ ‫ار‬ ‫ًى‬ ‫م‬ ‫ق‬ َ‫د‬ ‫ل‬
َ ْ
‫قو‬ َ ‫أ‬ ‫ى‬ ً
‫قة‬ َ‫ت‬ ‫ل‬
َ َْ
‫ي‬ ‫ق‬ ‫م‬ ‫ق‬ ‫ومن‬
َ
ِ
‫أَلَسْ َل ًقى ار ُ أ ه ِ أَ َل ل َّ ل ِ أَ َل غ َ ق ي ْ َل ر ِ أَ َل ا لل َّ ِ أَ َل ب ِ أَ َل ه ِ أَ َل ف َ ق م َ ق ن ِ أَ َل ا ض ْ َل ط ُ ر َّ غ َ ق ي ْ َل ر َ ق ب َ ق‬
‫ار غ ٍ و و َ ق ل َ ق ع َ ق ار د ٍ و ف َ ق إ ِ أَ َل ن َّ ر َ ق ب َّ ك َ ق غ َ ق ف ُ وم ٌر و ر َ ق ح ِ أَ َل ي ٌم و‬
Terjemah:
Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging babi — karena sesungguhnya semua itu kotor — atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-An’âm [6]: 145).
Kata rijs diartikan sebagai keburukan budi pekerti atau kebobrokan mental. Pendapat serupa
dikemukakan antara lain oleh seorang ulama kontemporer Syaikh Taqi Falsafi dalam bukunya Child
Between Heredity and Education, yang mengutip pendapat Alexis Carrel dalam bukunya Man the
Unknown. Carrel, peraih hadiah Nobel bidang kedokteran ini, menulis bahwa pengaruh campuran
kimiawi yang dikandung oleh makanan terhadap aktivitas jiwa dan pikiran manusia belum diketahui
secara sempurna, karena belum diadakan eksperimen dalam waktu yang memadai. Namun tidak
dapat diragukan bahwa perasaan manusia dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas makanan.
Para ulama sering mengaitkan penyakit dengan siksa Allah. Dalam hal ini, al-Biqa’i dalam tafsirnya
mengenai surah al-Fatihah, mengemukakan sabda Nabi Saw.:
‫ا ل م َ ق َ قر ض ُ س َ ق وم ْ َل ط ُ ا لل ِ أَ َل ف ِ أَ َل ى ا ا ل َ ق ر ْ َل ض ِ أَ َل ي ُ ؤ َ ق د ِّ ب ُ ا لل ُ ب ِ أَ َل ه ِ أَ َل ع ِ أَ َل ب َ ق ار د‬
‫َُقه‬
Terjemah:
Penyakit adalah cambuk Tuhan di bumi ini, dengannya Dia (Allah) mendidik hamba-hamba- Nya.
Pendapat ini didukung oleh kandungan pengertian takwa yang pada dasarnya berarti menghindar
dari siksa Allah di dunia dan di akhirat. Siksa Allah di dunia, adalah akibat pelanggaran terhadap
hukum-hukum alam. Hukum alam antara lain membuktikan bahwa makanan yang kotor
mengakibatkan penyakit. Seorang yang makan makanan kotor pada hakikatnya melanggar perintah
Tuhan, sehingga penyakit merupakan siksa-Nya di dunia yang harus dihindari oleh orang yang
bertakwa.
Dari sini dapat dimengerti bahwa Islam memerintahkan agar berobat pada saat ditimpa penyakit.
‫قع ق َل ق ُه َد َقو قاءًى َغ ق ْي َل َر ق َد قا ٍء و‬
َ ‫قض‬َ ‫ إِ أَلَ َّل َو‬D‫قض قعْ َل دَ قا ًءى‬
َ ‫ي‬َ ‫قج ق َّل َل قمْ َل‬ َّ ‫ف قإِ أَلَنَّ ال ََّل ق َع‬
َ ‫قز َو‬ َ َ‫تَ قد‬
َ ‫قاو ْقو َل ا‬
‫قر ق ُم‬ ْ َ َ
َ ‫قاح أل ٍد و ال َل َه‬ ‫و‬
َ
ِ
Terjemah:
Berobatlah, karena tiada satu penyakit yang diturunkan Allah, kecuali diturunkan pula obat
penangkalnya, selain dari satu penyakit, yaitu ketuaan (Hadis Riwayat Abu Dawud dan at- Tirmidzi
dari — sahabat Nabi — Usamah bin Syuraik).
Bahkan seandainya tidak ada perintah rinci dari hadis tentang keharusan berobat, maka prinsip-
prinsip pokok yang diangkat dari al-Quran dan Hadis cukup untuk dijadikan dasar dalam upaya
kesehatan dan pengobatan. Sebagai contoh dapat dikemukakan persoalan transplantasi, baik dari
donor hidup maupun donor yang telah meninggal dunia. Beberapa prinsip dan kesepakatan dalam
bidang hukum agama yang berkaitan dengan topik bahasan ini dapat membantu menemukan
pandangan Islam dalam persoalan dimaksud. Prinsip-prinsip dimaksud antara 1ain adalah:
Agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan, dan harta benda umat manusia.
Anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah yang dianugerahkan-Nya untuk
dimanfaatkan, bukan untuk disalahgunakan atau diperjualbelikan.
Penghormatan dan hak-hak asasi yang dianugerahkan-Nya mencakup seluruh manusia, tanpa
membedakan ras atau agama.
Terlarang merendahkan derajat manusia, baik yang hidup, maupun yang telah wafat.
Jika bertentangan kepentingan antara orang yang hidup dan orang yang telah wafat, maka
dahulukanlah kepentingan orang yang hidup.
Dari prinsip-prinsip ini banyak ulama kontemporer menetapkan bahwa “transplantasi” dapat
dibenarkan selama tidak diperjualbelikan, dan selama kehormatan manusia — yang hidup maupun
yang mati – terjaga sepenuhnya. Salah satu jaminan tidak adanya pelecehan adalah izin dan pihak
keluarga.
Alasan penolakan yang sering terdengar dari kalangan orang kebanyakan (awam) bahwa setelah si
penerima donor sehat, ia mungkin dapat menyalahgunakan kesehatannya, dan
ini dapat mengakibatkan dosa, terutama bagi “pemilik” organ (jenazah), atau orang yang
mengizinkan. Alasan ini, pada hakikatnya tidak sepenuhnya dapat diterima. Kemurahan dan keadilan
Tuhan mengantar-Nya untuk tidak menuntut pertanggungjawaban dari seseorang terhadap sesuatu
yang tidak dikerjakannya secara sadar, karena hakikat manusia bukan organ dan jasmaninya:
ُ ‫ع َ ق ن ْ َل أ َ ق ب ِ أَ َل ي ه ُ ر َ ق ي ْ َل ر َ ق ة َ ق ق َ ق ار ل َ ق ق َ ق ار ل َ ق ر َ ق س ُ وم ل ُ ا ل َّل ِ أَ َل ص َ ق َّ ل ى ا ا ل َّل‬
‫ع َ ق ل َ ق ي ْ َل ه ِ أَ َل و َ ق س َ ق َّ ل م َ ق إ ِ أَ َل نَّ ا ل َّل َ ق ل َ ق ي َ ق ن ْ َل ظ ُ ر ُ إ ِ أَ َل ل َ ق ى ا ص ُ وم َ ق ر ِ أَ َل ك ُ م ْ َل‬
َ ‫و َ ق أ َ ق م ْ َل وم َ ق ا ل ِ أَ َل ك ُ م ْ َل و َ ق ل َ ق ك ِ أَ َل ن ْ َل ي َ ق ن ْ َل ظ ُ ر ُ إ ِ أَ َل ل َ ق ى ا ق ُ ُ ل وم ب ِ أَ َل ك ُ م ْ َل َو قأ‬
‫ك مْ َل‬ ُ َ‫قارل أَل‬ِ ‫قعْ َل َم‬
Terjemah:
Allah tidak memandang kepada rupa dan hartamu, tetapi memandang hati dan perbuatanmu. (Hadis
Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)
Demikian sabda Nabi Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh Muslim. Di samping itu, izin yang
diharuskan itu, telah dapat mengurangi kalau enggan berkata “menghilangkan” kekhawatiran di
atas. Kalau niat pemberi izin untuk membantu sesama manusia, dan dia menduga keras bahwa
bantuan tersebut tidak akan disalahgunakan, maka kalaupun ternyata dugaannya keliru, maka ia
bebas dari dosa. Sebaliknya, jika yang memberi izin sudah menduga keras akan terjadinya
penyalahgunaan, maka tentu saja ia tidak terbebaskan dari dosa. Di sini terlihat pula peranan izin.
Dapat ditambahkan bahwa al-Quran menegaskan:
‫ئ أَلَي َل ق أَ ق َّن ُه َم ق ْن َل قَ قتَ ق َل ق َن ق ْف َل ًسى ار‬ ِ ‫قن أَلَي إِ أَلَسْ َل َر قا‬ ِ ‫ب‬ َ ‫ك قتَ ق ْب َل َن قار َع ق َل قى ا‬ َ ‫كق‬ َ َ‫قل أَل‬ ِ ‫ِم أَلَ ْن َل أَ قجْ َل ِل أَ َل َذ‬
ً‫يع‬
‫ارس ق َج ِقم أل ى ار‬ َ َ َّ
َ ‫ق َل ق الن‬ َ‫قت‬ َ‫ق‬ َّ
‫ك قأ قن َم قار‬ َ َ ‫فق‬ َ َ
َ ‫قس قار ٍد و فِ ألي ا َل ق َل رْ َل ِ ألض‬ ْ َ َ َ ‫ف‬ َ ‫س و أ ْقو َل‬ َ ٍ ‫ب أَلَغَ ق ْي َل ِر أَ َل َن ق ْف َل‬ ِ
‫ب‬ ِ ‫لن قار‬ ْ
َ ُ ُ‫ارس ق َج ِقم ألي ًعى ار َو ق َل ققَ ْقد َل َج قار َء قت َل هُ ْم َل ُر س‬ َ َ َ ‫ي قار الن‬ َّ َ َّ
َ ‫قك قأ قن َم قار أ قحْ َل‬ َ َ ‫ف‬ َ ‫ي قار َه قار‬ َ ‫َو ق َم ق ْن َل أَ قحْ َل‬
ُ‫ك ق فِ أَلَي ا َل ْق َل رْ َل ِ أَلَض َل ق ُم سْ َل ِر أَلَف‬ َ َ‫قل أَل‬ِ ‫ب قعْ َل دَ ق َذ‬ َ ‫ث أَلَيرً ى ا ِم أَلَ ْن َل هُ ْم َل‬ ِ ‫كق‬ َ َّ‫ث َّم إِ أَلَن‬ ُ ‫ت أَ َل‬ ِ ‫ب قي َِّن قار‬ َ ‫رل َل‬ْ ‫أَاَل‬
‫ومن ق‬ َ
Terjemah:
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh
seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah- olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami
dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas,
kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan di muka bumi. (QS al-Maidah [5]: 32).
“Menghidupkan” di sini bukan saja yang berarti “memelihara kehidupan”, tetapi juga dapat
mencakup upaya “memperpanjang harapan hidup” dengan cara apa pun yang tidak melanggar
hukum.
Demikian, satu contoh, bagaimana ayat-ayat al-Quran dipahami dalam konteks peristiwa paling
mutakhir dalam bidang kesehatan.
Namun dalam ajaran Islam juga ditekankan bahwa obat dan upaya hanyalah “sebab”, sedangkan
penyebab sesungguhnya di balik sebab atau upaya itu adalah Allah Swt., seperti ucapan Nabi Ibrahim
a.s. yang diabadikan al-Quran dalam QS al-Syu’arâ’ [26]: 80,
‫ين أَ َل‬ ِ َ‫ي ق ْش َل فِ أَل‬ َ ‫ف ق ُه و َم ق‬ َ ‫ت‬ ُ ‫قر أَلَضْ َل‬ ِ ‫َو قإِ ألَ َذ قا َم‬
َ
Terjemah:
Apabila aku sakit, Dia (Allah) lah yang menyembuhkanku. KESEHATAN MENTAL
Nabi Saw. juga mengisyaratkan bahwa ada keluhan fisik yang terjadi karena gangguan mental.
Seseorang datang mengeluhkan penyakit perut yang diderita saudaranya setelah diberi obat berkali-
kali, tetapi tidak kunjung sembuh dinyatakan oleh Nabi Saw:
ِّ ‫ب أَلَي‬ ِ ‫ َج قار َء ق َر ق ُج ٌل و إِ أَلَ َل قى ا ال َّن‬: ‫قض أَلَي َ ق ال َُّل َع ق ْن َل هُ قَ قار َل ق‬ ِ ‫قع أَلَي ٍد و ْال َل ُخ ْد َل ِر أَلَي ِّ َر‬ ِ ‫س‬ َ ‫ب أَلَي‬ ِ ‫َع ق ْن َل أَ ق‬
ُ‫ف ققَ قار َل ق َر قس‬ َ ‫ه‬
ُ ُ‫طن‬ ‫ل‬
َ ْ ‫ق‬ ‫ب‬َ ‫ق‬ َ‫قق‬ ‫ل‬
َ َ ‫ل‬ ْ
‫قط‬ َ‫ت‬ ‫ل‬
َ ْ‫اس‬ ‫ي‬ َ ‫ل‬َ ‫أ‬ ‫قخ‬ َ ‫أ‬ َ
َّ‫َ ِ ن‬‫ل‬ َ ‫أ‬ ‫إ‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫قار‬ َ‫قق‬ ‫ف‬
َ ‫ق‬ ‫م‬ ‫ل‬ َّ
‫ق‬ ‫قس‬ ‫و‬ ‫ل‬ َ
َ َ َ َ ِ َ َ َ ‫ص َّقلى ا ا َّل‬
‫أ‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ْ
‫ي‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫ق‬ ‫ع‬ ‫ل‬
ُ َ
ِ
ِ‫ف ققَ قار َل ق إ‬ ُ
َ ‫قس ققَ قارهُ ث َّم َج قار َء ق ُه‬ َ ‫ف‬ َ ‫قس قلى‬ ً َ َ
َ ‫قس قل َم ق اسْ َل ِق أل ِه أ َل َع‬ َ َّ َ
َ ‫ص َّقلى ا ال َُّل َع ق َل ق ْي َل ِه أ َل َو‬ َ ‫وم ُل ال ِّ َل أَ َل‬
‫ت‬ ٍ ‫قث ق َم قرَّ ا‬ َ ‫ث ق َل‬ َ ‫ف ققَ قار َل ق َل ق ُه‬ َ ‫ت أَلَ ْط َل َل ق ًقى ار‬ ِ ‫قز أَلَ ْد َل هُ إِ أَلَ َّل اسْ َل‬ ِ ‫ي‬ َ ‫ف ق َل قمْ َل‬ َ ‫قس قلًى‬ َ ‫ت هُ َع‬ ُ ‫س ققَ ق ْي َل‬ َ ‫أَلَ ِّني‬
‫ي‬ َ ‫ف ق َل ق ْم َل‬ َ ُ‫ت ه‬ ُ ‫س ققَ ق ْي َل‬ َ ‫ف ققَ قار َل ق َل ققَ ْقد َل‬ َ ‫قس قلى‬ ً َ
َ ‫ف ققَ قار َل ق اسْ َل ِق ألَ ِه أ َل َع‬ َ َ ‫ب ألَ َع ق َة ق‬ َ ِ ‫ث َّم َج قار َء ق الرَّ ا‬ ُ ‫و‬
‫ص ق َد ققَ ق‬ َ ‫قس َّقل َم ق‬ َ
َ ‫ص َّقلى ا ال َل َع ق َل ق ْي َل ِه أ َل َو‬ ُّ َ
َ ‫ف ققَ قار َل ق َر قسُ وم ُل ال ِّ َل أ َل‬ َ ‫ت ألَط َل َل ق ًقى ار‬ ْ َ َ َ
ِ ‫قز ألَ ْد َل هُ إِ ألَ َّل اسْ َل‬ ِ
‫قر قأ َ ق‬ َ ‫قب‬ َ ‫ف‬ َ ُ‫قس ققَ قاره‬ َ ‫ف‬ َ ‫كق‬ َ ‫قخ أَلَي‬
ِ
َ‫قط َل نُ أ‬ ْ ‫ب‬ َ ‫ق‬ ‫قب‬َ ‫ذ‬َ ‫قك ق‬ َ ‫و‬ َ َُّ ‫ال‬
‫ل‬
Terjemah:
Dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w lalu berkata:
Saudaraku terasa mual-mual perutnya. Rasulullah s.a.w. bersabda: Berilah beliau [minum] madu!
Setelah lelaki itu memberikan madu kepada saudaranya, beliau datang lagi kepada Nabi s.a.w. dan
menyatakan: Aku telah memberinya [minum] madu, tetapi perut beliau bertambah memulas.
Kejadian itu berulang sehingga tiga kali. Pada kali yang keempat, Rasulullah s.a.w. bersabda: Berilah
beliau [minum] madu! Lelaki tersebut masih lagi menyatakan: Aku benar-benar telah memberinya
[minum] madu, tetapi perut beliau bertambah mulas. Maka Rasulullah s.a.w. bersabda: Maha benar
Allah yang telah berfirman: Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, di dalam minuman itu terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Oleh sebab itu,
mungkin ada yang tidak sesuai dengan perut saudaramu itu. Akhirnya Rasulullah s.a.w. sendiri yang
memberikan minum madu, dan sembuhlah saudara lelaki itu. (Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Al-Quran al-Karim memang banyak berbicara tentang penyakit jiwa. Mereka yang lemah iman dinilai
oleh al-Quran sebagai orang yang memiliki penyakit di dalam dadanya.
Dari hadis-hadis Nabi diperoleh petunjuk, bahwa sebagian kompleks kejiwaan tercipta pada saat
janin masih berada di perut ibu, atau bahkan pada saat hubungan seks (pertemuan sperma dan
ovum), demikian juga ketika bayi masih dalam buaian.
Karena itu, Islam memerintahkan kepada para ibu dan bapak agar menciptakan suasana tenang, dan
mengamalkan ajaran agama pada saat bayi berada dalam kandungan, sebagaimana memerintahkan
kepada para orang-tua untuk memperlakukan anak-anak mereka secara wajar.
Dalam suatu riwayat diungkapkan ada seorang anak yang sedang digendong, kemudian ‘pipis’
[kencing] membasahi pakaian Nabi. Ibunya merenggut bayi tersebut dengan kasar. Namun Nabi
[lalu] menegurnya, dengan bersabda:
َ ‫قز أَلَ ْي َل ُل َه‬
‫قذ‬ ِ ‫ي‬ َ ُّ ‫ي َط ق ِّه ُر َه قار فأ َ قي‬
َ ‫ش قي ْ َل ٍء و‬ ُ ‫اإل أَلَ َر ققَ ق َة ق ال َم قار ُء‬
ِ ‫قذ قا‬ َ ‫ب أَأَل ُ ِّم ْال َل‬
َ ‫ف قضْ َل ِل أَ َل إِ أَلَنَّ َه‬ ِ ‫َم ق ْه َل ًى ل‬
َ‫ب أَلَ ِه أ َل‬ ْ َ‫ق‬ ْ
ِ ‫قارر ق َع قن َل قل َل‬ َ ‫ب‬ ُ
َ ‫قا الغ‬
Terjemah:
Jangan hentikan pipisnya, jangan renggut dia dengan kasar. Pakaian ini dapat dibersihkan dengan air,
tetapi apa yang dapat menjernihkan hati sang anak (yang engkau renggut dengan kasar)?
Seperti diungkapkan oleh beberapa pakar ilmu jiwa, bahwa sebagian kompleksitas gejala sakit
kejiwaan yang diderita orang dewasa, dapat diketahui penyebab utamanya adalah pada perlakuan
yang diterimanya sebelum dewasa.
Agaknya kita dapat menyimpulkan bahwa pandangan Islam tentang penyakit-penyakit mental
mencakup banyak hal, yang boleh jadi tidak dijangkau oleh pandangan ilmu kesehatan modern.
Dalam al-Quran tidak kurang sebelas kali disebut istilah fî qulûbihim maradh.
Kata qalb atau qulûb dipahami dalam dua makna, yaitu “akal dan hati.” Sedang kata maradh biasa
diartikan sebagai penyakit. Secara rinci pakar bahasa – Ibnu Faris – mendefinisikan kata tersebut
sebagai “segala sesuatu yang mengakibatkan manusia melampaui batas keseimbangan/ kewajaran
dan mengantar kepada terganggunya fisik, mental, bahkan kepada tidak sempurnanya amal
seseorang.”
Terlampauinya batas kesimbangan tersebut dapat berbentuk gerak ke arah berlebihan, dan dapat
pula ke arah kekurangan.
Dari sini dapat dikatakan bahwa al-Quran memperkenalkan adanya penyakit-penyakit yang
menimpa hati dan yang menimpa akal.
Penyakit-penyakit akal yang disebabkan bentuk berlebihan adalah semacam kelicikan, sedangkan
yang bentuknya karena kekurangan adalah ketidaktahuan akibat kurangnya pendidikan.
Ketidaktahuan ini dapat bersifat tunggal maupun ganda. Seseorang yang tidak tahu serta tidak
menyadari ketidaktahuannya pada hakikatnya menderita penyakit akal-ganda (jâhil murakkab).
Penyakit akal berupa ketidaktahuan mengantarkan penderitanya pada keraguan dan kebimbangan.
Penyakit-penyakit kejiwaan pun beraneka ragam dan bertingkat- tingkat. Sikap angkuh, benci,
dendam, fanatisme, loba, dan kikir yang antara lain disebabkan karena bentuk keberlebihan
seseorang. Sedangkan rasa takut, cemas, pesimisme, rendah diri dan lain-lain adalah
karenakekurangannya.
Yang akan memperoleh keberuntungan di hari kemudian adalah mereka yang terbebas dari
penyakit-penyakit tersebut, seperti bunyi firman Allah dalam QS al-Syu’arâ’ [26]: 88-89,
))‫قل أَلَ ٍيم و‬ ِ ‫س‬ َ ‫بو‬ ٍ ‫ب أَلَقَ ْقل َل‬
ِ ‫( إِ أَلَ َّل َم ق ْن َل أَ قتَ قى ا ال ََّل ق‬88)‫ومن ق‬ َ َ ‫ف ق ُع َم قار ٌل و َو ق َل ق‬
ُ‫ب قن‬ َ ‫ي ق ْن َل‬
َ ‫ي قومْ َل َم ق َل ق‬ َ
89
Terjemah:
(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap
Allah dengan hati yang bersih.
Islam mendorong manusia, agar memiliki hati (qalb) yang sehat dari segala macam penyakit adalah
dengan jalan bertobat, dan mendekatkan diri kepada Tuhan (Allah). Karena itulah Allah berfirman:
ْ َ َ َ َ ِ ‫ب أَلَ ِذ أَلَ ْك َل ر أَ َل ال ِّ َل أَ َل أَ ق َل ق‬
ِ ‫قئ أَلَنُّ ُق ُ لومبُ هُ مْ َل‬ ْ َ َ‫اَّل ِذ أَل‬
ِ ‫ب ألَ ِذ ألَ ْك َل ِر أ َل ال ِّ َل أ َل تَ قط َل َم‬
‫قئ‬ ِ ِ ‫ين ق َء قا َم قنُ وما َو قتَ قط َل َم‬
ُ ْ
ُ‫ألنُّ ال َل ق ُ لومب‬ َ َ
Terjemah:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS al-Ra’d [13]: .)28
Itulah sebagian tuntunan al-Quran dan Sunnah Nabi Saw. tentang kesehatan.
(Disadur dan dimodifikasai dari tulisan M. Quraish Shihab dalam buku Wawasan al-Quraan untuk
kepentingan diskusi pada PSIK-UM Yogyakarta)
Kesehatan menurut pandangan Islam
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas
nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini
telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku- cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al
Maa’idah, 5: 3).
Islam memiliki perbedaan yang nyata dengan agama-agama lain di muka bumi ini. Islam sebagai
agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Sang Khalik- nya dan alam
syurga, namun Islam memiliki aturan dan tuntunan yang bersifat komprehensif1, harmonis, jelas dan
logis. Salah satu kelebihan Islam yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah perihal perspektif Islam
dalam mengajarkan kesehatan bagi individu maupun masyarakat.
“Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia” demikian sabda Nabi Muhammad SAW.
Karena kesehatan merupakan hak asasi manusia, sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia, maka
Islam menegaskan perlunya istiqomah memantapkan dirinya dengan menegakkan agama Islam.
Satu-satunya jalan dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.
Allah berfirman:
”Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh-
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-
orangnya yang beriman” (QS:Yunus 57).
Sehat menurut batasan World Health Organization adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Tujuan Islam
mengajarkan hidup yang bersih dan sehat adalah menciptakan individu dan masyarakat yang sehat
jasmani, rokhani, dan sosial sehingga umat manusia mampu menjadi umat yang pilihan.

A.Kebersihan, membersihkan dan menyucikan diri


1. Tubuh: Islam memerintahkan mandi bagi umatnya karena 23 alasan dimana 7 alasan merupakan
mandi wajib dan 16 alasan lainnya bersifat sunah.
2. Tangan: Nabi Muhammad SAW bersabda: “Cucilah kedua tanganmu sebelum dan sesudah makan
“, dan ” Cucilah kedua tanganmu setelah bangun tidur. Tidak seorang pun tahu dimana tangannya
berada di saat tidur.”
3. Islam memerintahkan kita untuk mengenakan pakaian yang bersih dan rapi.
4. Makanan dan minuman: Lindungilah makanan dari debu dan serangga, Rasulullah SAW sersabda:
“Tutuplah bejana air dan tempat minummu ”
5. Rumah: “Bersihkanlah rumah dan halaman rumahmu” sebagaimana dianjurkan untuk menjaga
kebersihan dan keamanan jalan: “Menyingkirkan duri dari jalan adalah ibadah.”
6. Perlindungan sumber air, misalnya sumur, sungai dan pantai. Rasulullah melarang umatnya buang
kotoran di tempat-tempat sembarangan.
Perintah-perintah Rasulullah SAW tersebut di atas memiliki makna bahwa kita harus menjaga
kebersihan dan kesehatan agar terhindar dari berbagai infeksi saluran pencernaan.
B.Penanggulangan dan penanganan epidemi penyakit
1. Karantina penyakit: Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jauhkanlah dirimu sejauh satu atau dua
tombak dari orang yang berpenyakit lepra ”
2. Islam juga mengajarkan prinsip-prinsip dasar penanganan dan penanggulangan berbagai penyakit
infeksi yang membahayakan masyarakat (misalnya wabah kolera dan cacar), “Janganlah engkau
masuk ke dalam suatu daerah yang sedang terjangkit wabah, dan bila dirimu berada di dalamnya
janganlah pergi meninggalkannya.”
3. Islam menganjurkan umatnya melakukan upaya proteksi diri (ikhtiar) dari berbagai penyakit
infeksi, misalnya dengan imunisasi.
C. Makanan
1. Makanan yang diharamkan. Firman Allah SWT :
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada
dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. 2. Al Baqarah,
2:173 )
Setiap makanan yang dilarang di dalam Al Quran ternyata saat ini memiliki argumentasi ilmiah yang
dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan. Makanan yang diharamkan dapat mengganggu
kesehatan manusia, baik pengaruh buruk bagi kesehatan (kolesterol, racun) maupun mengandung
berbagai penyakit yang membahayakan tubuh (Trichina, Salmonella, cacing pita, dll.).
2. Makanan sehat dan halal:
Islam memerintahkan umatnya untuk makan makanan yang baik dan

halal, misalnya daging, ikan, madu dan susu. Makanan-makanan yang baik dan halal bermanfaat bagi
tubuh. Islam menolak paham vegetarian. Pola konsumsi yang hanya tergantung pada jenis sayuran
belaka tidak sehat bagi tubuh karena kebutuhan protein tidak dapat tercukupi hanya dari konsumsi
sayuran saja.
3. Menjaga perilaku muslim ketika makan:
Islam menegaskan kepada orang muslim untuk menjaga etika ketika makan. Allah memerintahkan
kita untuk makan tidak berlebih-lebihan sedangkan Rasulullah SAW mengatakan bahwa “perut
adalah seburuk- buruk tempat untuk diisi”. Sebagian besar penyakit bersumber dari perut. Oleh
karenanya Maha Benar Allah SWT dalam Firman-Nya :
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu,
maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia.
Dan cukuplah Allah menjadi saksi”. (QS 4. An Nisaa’ : 79)
D. Olahraga
Islam menegaskan pentingnya olahraga untuk menciptakan generasi Rabbani yang kuat dan sehat.
Oleh karenanya, Islam mengajarkan setiap muslim untuk mengajarkan anak-anaknya bagaimana
cara memanah, berenang, dan berkuda.
E. Kesehatan seksual
Kehidupan seksual merupakan pokok bahasan yang sangat penting bagi orang muslim, karena sangat
berpengaruh bagi kesehatan dan perilaku manusia, namun Islam menolak pendapat ilmuwan yang
menekankan perilaku seksual sebagai motif utama seseorang untuk bertindak.
1. Pendidikan seksual
2. Islam mengajarkan kepada umat Islam, untuk memilih calon pasangan
hidup yang baik dan berakhlaq mulia.
3. Islam mengajarkan tata krama (adab) menggauli pasangannya agar
mencapai kebahagiaan dalam membina keluarga yang sakinah dan
rahmah.
4. Islam sangat melarang perilaku berhubungan seks dengan sesama jenis
dan binatang.
5. Disunahkan untuk sirkumsisi (sunat) bagi laki-laki
6. Islam membolehkan kaum pria untuk berpoligami untuk menghindari
perzinahan, namun dengan syarat-syarat tertentu .
7. Menjaga kebersihan dan kesucian organ-organ seksualitas, misalnya
bersuci setelah buang air besar dan buang air kecil, larangan berhubungan seksual ketika istri sedang
haid, berhubungan badan melalui dubur dan membersihkan alat kelamin setelah berhubungan
badan dan setelah selesai datang bulan.
F. Kesehatan jiwa
Islam memberikan jawaban bagi kehausan jiwa manusia terhadap ketenangan batin. Kesehatan jiwa
mempengaruhi kesehatan badan.
G. Puasa

Puasa, bagian dari ibadah yang harus dilaksanakan oleh umat Islam dalam menegakkan agama,
sesudah pernyataan imannya. Konsekuensi beriman antara lain melaksanakan perintah puasa.
Betapa pentingnya berpuasa sehingga Allah menempatkan posisi hamba-Nya yang berpuasa dengan
posisi yang istimewa. ”Puasa itu untuk-Ku. Tidak ada yang tahu. Dan Aku akan memberi pahala
semau-Ku.”
Keistimewaan itu sudah barang tentu ada tujuan Allah agar mendapatkan hikmah pada dirinya, yaitu
kesehatan dan sekaligus kebahagiaan. Janji Allah diberikan kepada orang yang berpuasa ditegaskan
dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Suny dan Abu Nu’aim:
”Berpuasalah maka anda akan sehat.” Dengan berpuasa akan sehat jasmani, rohani dan hubungan
sosial.
1. Manfaat bagi Kesehatan Badan (jasmani).
Tidak seorang pun ahli medis baik muslim maupun non muslim yang meragukan manfaat puasa bagi
kesehatan manusia. Dalam buku yang berjudul ”Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam” oleh Dr
Mahmud Ahmad Najib (Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Ain- Syams Mesir), ditegaskan
puasa sangat berguna bagi kesehatan. Antara lain:
• Puasa memperkecil sirkulasi darah sebagai perimbangan untuk mencegah keluarnya keringat dan
uap melalui pori-pori kulit serta saluran kencing tanpa perlu menggantinya. Menurutnya curah
jantung dalam mendistribusikan darah keseluruh pembuluh darah akan membuat sirkulasi darah
menurun. Dan ini memberi kesempatan otot jantung untuk beristirahat, setelah bekerja keras satu
tahun lamanya. Puasa akan memberi kesempatan pada jantung untuk memperbaiki vitalitas dan
kekuatan sel-selnya.
• Puasa memberi kesempatan kepada alat-alat pencernaan untuk beristirahat setelah bekerja keras
sepanjang tahun. Lambung dan usus beristirahat selama beberapa jam dari kegiatannya, sekaligus
memberi kesempatan untuk menyembuhkan infeksi dan luka yang ada sehingga dapat menutup
rapat. Proses penyerapan makanan juga berhenti sehingga asam amoniak, glukosa dan garam tidak
masuk ke usus. Dengan demikian sel-sel usus tidak mampu lagi membuat komposisi glikogen,
protein dan kolesterol. Disamping dari segi makanan, dari segi gerak (olah raga), dalam bulan puasa
banyak sekali gerakan yang dilakukan terutama lewat pergi ibadah.
2. Manfaat bagi Kesehatan Rohani (Mental).
Perasaan (mental) memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Mendapat rasa senang,
gembira, rasa puas serta bahagia, merupakan tujuan bermacam-macam ikhtiar manusia sehari-hari.
Bila seseorang menangani gangguan kesehatan, tidak boleh hanya memperhatikan gangguan
badaniah saja, tetapi sekaligus segi kejiwaan dan sosial budayanya. Rohani datang dari Allah, maka
kebahagiaan hanya akan didapat apabila makin dekat kepada pencipta-Nya.
Di dalam bulan puasa disunahkan untuk makin berdekat diri dengan Allah SWT baik lewat shalat,
membaca Alquran, zikir, berdoa, istighfar, dan qiyamul lail. Selama sebulan secara terus-menerus
akan membuat rohani makin sehat, jiwa makin tenang. Dengan memperbanyak ingat kepada Allah,
makin yakin bahwa semua yang ada datang dari Allah dan akan kembali kepada-Nya jua. Hal ini
dijelaskan dalam firman Allah antara lain:

”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS:Al Baqarah 45).
”Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim kecuali merugi.”
(QS:Al-Isra’ 82)
”Orang-orang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS:Ar-Ra’d 28).
”Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka
masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.”(QS:Al Fajr 27-30).
3. Manfaat Puasa bagi hubungan sosial.
Dalam mengajarkan nilai ibadah itu adalah terwujudnya keseimbangan antara cinta kepada Allah
dan cinta kepada manusia. Demikian juga nilai ibadah puasa, tidak hanya terjalinnya hubungan yang
semakin dekat kepada Allah, tetapi juga semakin dekat dengan sesamanya. Makin seringnya
beribadah bersama, bersama keluarga, tetangga, dan masyarakat sekeliling, maka makin kenal akan
sesamanya, makin menyadari kebutuhan hidup bermasyarakat. Makin timbul keinginan berbagi
rahmat bersama-sama di dunia dan makin ingin bersama- sama masuk surga. Pahala nilai shodaqoh
berlipat ganda termasuk memberi buka puasa kepada orang yang berpuasa. Menyakiti hati orang
lain dan aneka gangguan terhadap sesamanya sangat dianjurkan untuk ditinggalkan. Kalau tidak
maka nilai puasa seseorang sangatlah rendah. Hal ini dijelaskan di dalam firman Allah SWT:
”Hai orang-orang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rizki yang telah Kami berikan
kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi
persahabatan yang akrab, dan tidak ada lagi syafa’at. Dan oang-orang kafir itulah orang-orang yang
zalim.”(QS:Al Baqarah 254)
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”(QS:Al Hujurat 10)
”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya langit dan
bumi dan disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan
(hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang bebuat kebajikan. Dan (juga)
orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni
dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”(QS Al Imran 133-135). Wallahualam

Pandangan Islam tentang kesehatan (bag 1)


Posted on January 13, 2012 by danusiri Oleh: M.Danusiri
Tujuan Umum Pembelajaran
Setelah membaca dan mengikuti pembelajaran bab ini Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
pandangan Islam tentang kesehatan.
Tujuan khusus Pembelajaran
Setelah membaca dan mengikuti pembelajaran bab ini Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian sehat
2. Menjelaskan dan dapat mengusahakan dirinya agar sehat secara jasmani.
3. Menjelaskan dan dapat mengusahakan dirinya agar sehat secara rohani
4. Menjelaskan dan dapat mengusahakan dirinya agar sehat jamani dan rohani
A. Pengertian Sehat
Kata ‘sehat’ merupakan indonesianisasi dari bahasa Arab ash-shihhah dan berarti sembuh, sehat,
selamat dari cela, nyata, benar, dan sesuai dengan kenyataan (Warson, [t.th.]:817). Kata ‘sehat’
dapat diartikan pula: (1) dalam keadaan baik segenap badan serta bagian- bagiannya (bebas dari
sakit), waras, (2) mendatangkan kebaikan pada badan, (3) sembuh dari sakit (Kamus Besar,
1990:794).
Dalam bahasa Arab terdapat sinonim dari kata ash-shihhah yaitu al-‘afiah yang berarti ash- shihhah
at-tammah (sehat yang sempurna – Warson [t.th.]:1021).Kadang-kadang kedua kata itu digabung
menjadi satu ash-shihhah wa al’afiah, diindonesiakan menjadi ‘sehat wal afiat’ dan artinya sehat
secara sempurna.
Dalam kaitan dengan ilmu kesehatan maupun ilmu keperawatan, yang dimaksudkan dengan kata
sehat adalah seluruh tubuh (termasuk anggota badan) dalam keadaan baik berfungsi sebagaimana
adanya. Kaki dikatakan sehat manakala kaki itu berfungsi secara penuh dan tidak ada sama sekali
disfungsi baginya sedikitpun di samping tidak merasa sakit (warson, [t.th.]:1420
Tidak ada satu kata pun di dalam Alquran menyebutkan kata ash-shihhah dan al’afiah, tetapi Alquran
menyebutkan perkataan syifa’ yang berarti kesembuhan (dari sakit), dan pengobatan (menuju
kesembuhan dari keadaan sakit). Kata syifa’ disebut tiga kali dalam Alquran, yaitu surat Yunus ayat
57, surat al-Isra; ayat 80, dan surat Fushilat ayat 69. Disebutkan bahwa di samping sebagai petunjuk
Alquran juga dinyatakan sebagai obat yang menyembuhkan. Allah berfirman:
Artinya:
Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi obat (penawar) dan rahmat bagi orang- orang
yang beriman, dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain kerugian (Q.S.
al-Isra’/17:82).
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Alquran sebagai penyembuh hanya kepada orang yang beriman
secara Islam. Non muslim dikategorikan sebagai orang-orang lalim, otomatis tidak sehat. Dengan
demikian, yang dimaksud sehat atau sakit dalam ayat ini bersifat rohaniah. Secara fisik orang
dikatakan sehat tetapi secara rohaniah belum tentu dikatakan sehat. Ukuran sehat atau sakit
terletak pada ‘iman’ secara Islam. Tipologi kesehatan yang demikian ini secara lebih eksplisit, yaitu
penyakit hati, kata lain dari rohani, disebutkan kembali dalam ayat berikut:

Artinya:
Wahai manusia ! sungguh telah datang kepadamu pelajaran (Alquran) dari Tuhanmu, penyembuh
bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman (Q.S.
Yunus/10:57).
Selanjutnya, Alquran memberi petunjuk bahwa madu lebah mengandung obat. Allah berfirman:
Artinya:
Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah
memudahkan (bagimu) dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam- macam
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir (Q.S. an-
Nahl/16:69)
Dari ayat ini dapat diambil pengertian bahwa kata syifa’ mengandung pengertian general (jami’-
mani’), yaitu ‘sehat’ secara umum, bisa sehat secara jasmani maupun sehat secara rohani. Justifikasi
‘sehat’ dari ayat itu bukan hanya orang beriman secara islami, melainkan manusia secara umum
tanpa memandang keimanan seseorang. Rasionalitas dari ayat ini Alquran bisa dijadikan penyembuh
dari sakit jasmani maupun rohani, orang beriman maupun orang tidak beriman. Atas dasar iman
yang mantab terhadap firman Allah bisa irumuskan teori dasar (grand theory) bahwa ‘Alquran
adalah penyembuh dari sakit manusia’. Dari rumusan teori yang bersifat universal ini kemudian
dioperasionalkan oleh Rasulullah, bahwa setiap sakit itu ada obatnya. Teknis pengobatannya
bermacam-macam antara lain sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut::
‫ إن كارن من شيئ من‬:‫ النبي صلى ا الل عليه وسلم يقومل‬D‫ سمعت‬:‫حديث جاربر بن عبد الل رضي الل عنهمار قارل‬
‫ خير‬,‫يكومن فى ا شيئ من ادويتكم‬, ‫او‬, ‫ادويتكم‬
‫ ومار أحب أن‬,‫ او لذعة بنارر تومافق الداء‬,‫ او شربة عسل‬,‫ففى ا شرطة محجم‬
‫أكتومى‬
Artinya:
Hadis dari Jabir bin Abdillah, semoga Allah meridai keduanya, ia berkata: Aku telah mendengar Nabi
saw bersabda: jika telah ada sesuatu dari obatmu, atau akan ada sesuatu dalam obatmu itu
kebaikan, maka canduk (bekam), atau minum madu atau membakar besi dengan api kemudian
ditusukkan pada penyakitnya, dan aku tidak suka kei (membakar besi kemudian ditusukkan pada
yang sakit – HR. Muttafaqun ‘alaih).
Segala sesuatu pasti ada pengecualiannya, kecuali yang Maha Mutlak. Pengecualian bahwa ‘semua
sakit pasti bisa disembuhkan’ sebagaimana dikatakan dalam firman Allah QS. An- Nahl/16:69 ini
adalah sabda Rasul sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:
‫ فى ا الحبة السومداء شفارء من كل داء‬:‫ أنه سمع رسومل الل صلى ا الل عليه وسلم يقومل‬,‫حديث أبى ا هريرة رضى ا الل عنه‬
‫متفق عليه‬.‫السارم‬. ‫إل‬
Artinya:
Abu Hurairah mendengar dari Rasulullahsaw bersabda: di dalam jintan hitam itu terkandung obat
dari berbagai penyakit kecuali maut. (HR. Muttafaqun ‘alaih).
‘Mati’ sebagaimana dikatakan dalam hadis di atas adalah pengecualian dari sakit. Mati memang
kodrat ilahi. Dia lah yang menghidupkan, yang mematikan. Dengan demikian, jika Allah menghendaki
seseorang harus mati, sementara ia sakit, diobati dengan apa, oleh siapa, dan dengan cara apa pun
pasti tidak bisa sembuh. Jadi Allah juga yang membuat pengecualian bahwa setiap sakit ada obatnya,
dan pengecualiannya adalah maut. Dalam pernyataan yang bernada anomali oleh Rasulullah harus
dipahami bahwa Rasulullah hanya menyatakannya mengenai kemutlakan Allah dalam hal
mematikan dan menghidupkan
makhluk, bukan beliau yang mematikan dan menghidupkannya.
Dalam hal mengusahakan kesembuhan dari sakit, Rasulullah memberikan penjelasan dengan
berbagai macam cara. Dari hadis Jabir, sebagaimana telah dikutip, menunjukkan tiga hal untuk
mencapai kesehatan dari keadaan sakit, yaitu bekam, mengonsumsi madu, dan kei. Beliau juga
menjelaskan cara lain untuk berobat dari sakit, yaitu ruqiyah (secara teknis diterjemahkan jampi
atau mantra). Beliau menggunakan surat al-muta’wwiza<t, yaitu surat al-Ikhlas, surat al-Falaq, dan
surat an-Nas. Dalam hal ini, istri beliau ‘Aisyah meriwayatkan bahwa:
‫ وأسح‬,‫فلمار استدوجعه كنت أقرأ عليه‬.‫ وينفث‬,‫ يقرأ على ا نفسه بارلمعومذات‬,‫أن رسومل الل صلى ا الل عليه وسلم كارن إذا اشتكى ا‬
‫متفق عليه‬.‫ رجارءبركتهار‬,‫بيده‬.
Artinya:
Bahwa, jika Rasulullah merasa sakit, ia membaca untuk dirinya surat al-mu’awwiza>t (surat al-Ikhlas,
surat al-Falaq, dan surat an-Na>s) kemudian meludahi – gerakan meludah tetapi tidak keluar air
ludahnya - bagian yang sakit. Ketika sakitnya itu semakin berat, aku yang membacakan untuknya dan
aku yang mengusapkan dengan tangannya pada bagian yang sakit dengan mengharapkan berkahnya
(al-mu’awwiza>t – HR. Muttafaqun ‘alaih).
Surat al-Fatihah juga dapat dijadikan sebagai sarana penyembuhan sakit melalui teknik ruqiyah,
yaitu surat itu dibaca, dalam batin memohon kesembuhan dari Allah terhadap sakit si pasien,
kemudian ditiupkan kepada pasien.
Dikisahkan bahwa seseorang mendatangi kepada rombongan Nabi meminta untuk meruqyah
temannya karena telah diruqiyah dari kaumnya sendiri dan belum sembuh. Salah seorang sahabat
Nabi menyanggupinya untuk meruqiyah setelah mendapat restu dari beliau dan telah disepakati
upahnya. Seseorang dari sahabat Nabi tadi meruqiyahnya dengan membaca surat al-Fatihah
untuknya sesuai dengan petunjuk Rasul. Setelah diruqiyah, pasien sembuh. Upah pun diberikan.
Sahabat segera akan membagi daging kambing itu, tetapi pelaku ruqiyah melarangnya, untuk lapor
dulu kepada Rasulullah. Selanjutnya mereka lapor kepada beliau, lalu Rasulullah, sambil tertawa,
mengisyaratkan dengan menepuk-nepukkan panah ke tanah untuk dibagi-bagi kepada masing-
masing sahabat. (H.R. al-Bukhari,VII, [t.th.]:22-23). Hanya saja perlu hati-hati menggunakan ruqiyah
karena banyak jenis ruqiyah yang termasuk syirik. Ruqiyah menurut tuntunan Rasulullah bukan
mantra dan guna-guna melainkan doa (permohonan sepenuhnya) kepada Allah. Salah satu
kandungan inti surat al-Fatihah bagi manusia adalah memohon supaya dikaruniai keberuntungan
dan kenikmatan. Hal ini terungkap dalam ungkapan “Iyyaka nasta’i>n” (Hanya kepada-Mu aku
memohon pertolongan). Inti kandungan seluruh ayat dalam surat al-Falaq adalah permohonan
supaya diselamatkan dari daya magis yang merusakkan (black magic) dan orang atau siapa saja yang
mendengki (jin, syetan, dan manusia). Kandungan inti surat an-Nas adalah permohonan supaya
terhindar dari godaan setan dan supaya dalam berusaha, salah satunya berdoa diberi kemantaban
yang prima. Ketika Rasulullah besuk kepada salah satu anggota keluarganya, beliau menempelkan
telapak tangannya ke tubuh si sakit lalu menyapukan tangan kanannya itu ke tubuh pasien dan
berdoa:
‫االلهم رب النارس أذهب البارءس واشفيه وانت الشارفى ا ل شفارء إل شفار ئك شفارء ل يغاردر سقمار‬
Ya Allah, Tuhan para manusia, aku mohon hilangkan penyakit; sembuhkan dia karena Engkau adalah
Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu yang tiada penghalang bagi si sakit
(untuk sembuh) – H.R. al-Bukhari dari ‘Aisyah (al-Bukhari,VII, [t.th.]:24).
Dari peristiwa aksi Nabi Muhammad saw ada kesamaan antara doa dan ruqiyah, di samping ada
perbedaannya. Doa murni tidak mengharapkan datangnya magical power umpama doa (mohon)
ampunan atas dosa dan kesalahan: “Allahummagffir zunuby”( Ya Allah, ampunilah
dosa-dosaku ), Rabbanaghfir lana> wali ikhwanina>-llazi>na sabaquna> bil ima>n (Ya Tuhan kami,
ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam beriman). Sementara
itu, doa ruqiyah mengharapkan datangnya magical power, sesuatu yang konkrit, spontan, dan
biasanya sesuatu itu lalu benar-benar terjadi, irrasional. Ketika akan berangkat perang Khaibar, Nabi
mengusap mata Ali yang ketika itu sedang sakit, seketika itu Ali sembuh dari sakit mata, kemudian ia
diangkat untuk memimpin perang Khaibar tersebut dan hasilnya memperoleh kemanangan yang
gilang-gemilang (al-Bukhari, [t.th.],IV:79 ). Adapun doa yang berbeda sama sekali dengan ruqiyah
(mantra), Rasulullah tidak pernah melakukan. Apa yang disebut ruqiyah. Pada diri Nabi secara hakiki
adalah doa yang memperoleh ijabah dari-Nya lantaran begitu dekatnya beliau dengan Allah. Ruqiyah
yang berasal dari selain Rasulullah sering mendatangkan syirik. Contohnya adalah mantra atau guna-
guna murni (tanpa ada hubungannya dengan doa) mengobati anak sakit panas, menangis terus
tanpa ada air mata yang keluar, dan pandangan mata kosong, biasanya menghadap ke atas, yang
secara umum dikatakan terkena jin atau kesurupan adalah sebagai berikut: “Kiyai tempel, Nyai
tempel, ojo nempel marang si jabang bayi Sumarno, nempelo marang kukusan amoh ! ketiban idu
putih sirno tanpo sarono ! (Kiyai tempel dan Nyai tempel, janganlah kamu menempel kepada si anak
Sumarno, menempellah kamu kepada tempat penanak nasi. Terkena ludah putih hilang sirna tanpa
perantara).
Terkadang bentuk ruqiyah itu dicampur dengan kalamu-llah dan orang yang berpraktik pengobatan
alternatif merasa yakin tindakannya itu benar secara syar’i (secara agama) sehingga jika kita tidak
berhati-hati juga jatuh ke dalam praktik yang sebenarnya tidak benar. Contohnya mengobati istri
atau dirinya tetap berhubungan aktif tetapi tidak membuahkan keturunan (KB mencegah kelahiran
paska senggama) dengan mantra sebagai berikut: Ri, Thiri kedadean soko banyu mani, mati, mati,
mati saking kersane Gusti Allah, La ilaha illa- llah Muhammadarra-Rasulu-llah (Ri, Thiri, kejadian dari
air mani mati, mati, mati karena kehendak Allah, tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad
utusan Allah).dalam teks lain lebih vulgar berbunyi demikian: Ri thiri, si jabang bayi kedadean soko
banyu peli, mati mati, mati saking kersaning Gusti Allah, la ilaha illallah Muhammadarrasulullah”.
Kata ‘peli’ berarti penis. Dalam ungkapan Jawa, kata itu sudah termasuk ‘saru’, yaitu porno. Mantra
ini diucapkan tiga kali tanpa bernafas dan diucapkan sesudah orgasmus. Mantra ini jelas
menyimpang jika ditinjau dari segi aqidah Islamiyyah karena (1) menyumpahi makhluk Allah
sementara makhluk itu tidak bersalah dengan penyumpah, dan (2) mendahuluai kehendak Allah.
Banyak di kalangan umat Islam terjebak ke dalam praktik kemuyrikan ketika berusaha menyelesaikan
masalah kehidupan antara lain: suapaya dikasihani orang lain atau bosnya, supaya memperoleh
jodoh sesuai yang diinginkannya, supaya tubuhnya kebal senjata tajam, senjata tumpul, tembakan,
kebal ketika diracun maupun tak terbakar ketika dibakar, supaya gapang mencari rezeki dan laris
ketika berjualan, supaya tinggi derajat (status)nya seperti gampang naik pangkat, supaya sembuh
dari sakit, dan aneka kebutuhan manusia (kullu hajatin). Teknik praktik ini dengan menggunakan
jimat atau rajah, dalam bahasa Arab bisa dibut haikal atau wifiq. Rajah adalah coretan-coretan atau
kode, atau garis-garis, atau huruf- huruf yang tidak bisa dipahami. Berikut ini dicontohkan sebuah
wifiq untuk mengobati alat vital supaya kuat dan tahan lama dalam bersetubuh sebagai berikut:
‫لوم ااا ااا لوم ااا م م م ااا م اا م‬
Rumus itu dituliskan dalam daun sirih yang bertemu ruasnya – cabang-cabang kerangka daun itu
berpangkal sejajar dari tulang daun di tengahnya, bukan berselang-seling.
DAUN SIRIH TEMU RUAS DAUN SIRIH BUKAN TEMU RUAS
Jumlah daun itu sebanyak tiga helai. Setelah itu, daun sirih tersebut dikunyah-kunyah atau dikinang
pada malam Kamis, malam Senin, dan malam Jumat. Batang penis akan keras, kuat, dan tahan lama
dalam bersetubuh (Mahrus Ali, 2009: 93). Jimat dan praktik magic seperti ini jelas jauh dari
kebenaran jika ditinjau dari segi syariat Islam karena: (1) jimat itu tidak diajarkan oleh Rasulullah
maupun tidak dijelaskan dalam Alquran, (2) kepercayaan akan keampuhan jimat itu termasuk
khurafat, yaitu keyakinan yang tidak berdasar pada syariat dan keyakinan itu batal, (3) bertendensi
kepada selain Allah pada sesuatu kekuatan gaib selain Allah adalah musyrik, (4) mestinya kita hanya
bersandar kepada Allah – inilah yang disebut ash-shamad, dan andaikan praktik jimat ini manjur,
kekuatan itu pasti datangnya dari jin atau syetan.
Mungkin, untuk daun sirihnya dari segi ilmu herbalian tidak bermasalah dengan aqidah Islamiyah
atau memang mengandung zat-zat tertentu yang bermanfaat bagi penguatan alat vital. Akan tetapi,
ketika mengunyahnya harus malam Kamis, malam Jumat, dan malam senin tentu bermasalah.
Penentuan waktu-waktu untuk mengunyah daun sirih itu tentu atas dasar kepercayaan tertentu,
atau petunjuk – yang pasti – selain Allah dan Rasulullah. Jadi, dari segi penggunaan daun sirih ini pun
tetap menyimpang dari syariah maupun ilmu-ilmu medis. Mestinya, untuk memperoleh kualitas
vitalitas yang prima, seharusnya menggunakan cara- cara ilmiah dan halal, umpama cara hidup
(makan, minum, istirahat, kerja, olah raga, istirahat, tidur, berhibur, dan yang lainnya) secara teratur
sesuai dengan aturannya masing- masing tentu akan mendatangkan kesehatan yang baik. Jika
jasmani sehat secara sempurna, tentu semua organisme akan berfungsi sebagaimana mestinya
termasuk sistem kerja alat vital. Sudah barang tentu menjadi salah besar ketika alat vital kurang
berfungsi, ejakulasi dini, dan penis loyo kemudian meminta jasa para dukun dengan praktik
magisnya agar dalam waktu singkat, gampang, sim salabim, ada gadabra, pet kalipet, thong
kalithong, biyahin-biyahin, ahilin-ahilin, ri thiri, dan sebangsanya yang irrasional kemudian
memperoleh hasil yang diinginkan. Dalam akronim Jawa, dhukun kepanjangan dari ‘ngridhu dhuwite
wong pikun’, artinya dhukun adalah mengambil secara licik uang orang yang telah pikun. Pikun
berarti orang tua yang sudah tidak berpikir jernih dan terlalu pelupa karena kehilangan memori.
Kenyataannya, orang yang meminta jasa para dukun adalah orang-orang yang tidak lagi berpikir
rasional, mirip orang pikun.
Alquran menyitirnya bahwa perbuatan demikian itu menghamba kepada syetan dengan ilmu
andalannya, yaitu sihir. Demikian Allah berfirman:
Artinya:
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan
mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak
mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan
sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut
dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum
mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka
mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan
antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan
sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak
memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah
meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya
keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau
mereka mengetahui (QS al-Baqarah/2 : 102).
Dari berbagai ayat, hadis, dan aksi-aksi Rasulullah yang berkaitan dengan usaha kesembuhan dapat
disimpulkan bahwa Alquran maupun Assunnah menjelaskan bahwa hidup sehat itu

adalah penting dan cara memperoleh kesehatan harus hati-hati, jangan sampai jatuh ke dalam
praktik kemusyrikan.
B. Jalinan antara Kebersihan, Kesehatan, dan Keimanan
Rasulullah saw pernah berasabda adan amat populer di lingkungan dunia medika Islam “an-
Nadafatu min al-iman” (Bersih itu bagian dari iman). Sementara itu pepatah yang amat polpuler juga
mengatakan “Bersih pangkal sehat”, yang berarti modal pertama untuk memperoleh kesehatan
adalah kebersihan. Lawan dari bersih adalah kotor atau jorok. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa kotor dan jorok tidak mengundang kesehatan, melainkan lawannya, yaitu sakit. Jadi, kotor
atau jorok mengandung penyakit atau sakit. Dari alur pikir ini dapat dipahami bahwa ada
independensi (saling tergantung) antara bersih, sehat, dan iman. Bersih menyebabkan sehat, dan
sehat merupakan bagian dari iman. Di sisi lain, iman yang benar menuntut supaya hidup bersih, dan
buah dari hidup bersih adalah sehat.
Dalam banyak kesempatan (30 kali – Ahmad Fuad Abdul Baqi, [t.th.]: 544) Alquran menekankan
kualitas hidup bersih atau suci, baik suci secara lahiriah maupun suci secara batiniah. Firman Allah:
(Dan terhadap pakaianmu bersihkanlah – Q.S. al-Mudassir/74 :4) adalah contoh perintah Allah agar
kita mengusahakan kebersihan dan kesucian pakaian yang kita kenakan. Adapun contoh Allah
menghendaki kebersihan dan kesucian batin adalah dalam peristiwa para sahabat laki-laki
memerlukan sesuatu kepada istri-istri Nabi tidak boleh secara langsung, vis a vis, melainkan harus
ada tabir, kemudian lanjutannya Allah berfirman:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu
diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika
kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik
memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi
malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar.
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari
belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu
menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia
wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah (Q.S. al-Ahzab/33 :53).
Allah menghendaki kepada umat-Nya kebersihan secara umum. Demikian firmannya:
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran.” Oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka
itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS.al-Baqarah/2: 222).
Sebaliknya, Allah memerintahkan kepada kita umat Islam agar menjauhi kehidupan yang kotor.
Contoh dalam peristiwa wanita haid, supaya menunda dulu tidak melakukan hubungan suami istri.
Haid disebutkan sebagai al-aza atau kotor sebagaimana ditunjukkan dalam ayat yang baru saja
dikutip ini, (Q.S. al-Baqarah/2:222). Di dalam surat al-Baqarah ayat 232 disebutkan secara langsung
kaitan anatara kesucian dengan keimanan, yaitu dalam kasus perceraian. Wanita yang telah habis
masa ‘iddah-nya , kemudian menghendaki nikah lagi dengan pria lain (bukan mantan suami)
keduanya sama-sama suka dan seiman, wali wanita

itu harus mengijinkan niat anak perempuannya itu. Keijinan ini merupakan kesucian jiwa sekaligus
perwujudan iman. Menghalangi niat anak perempuannya kawin dengan pria yang ia senangi dan
seiman (bukan mantan suaminya) berarti hatinya kotor dan tidak beriman. Demikian teks ayat yang
dimaksud:
Artinya:
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali)
menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya[146], apabila telah terdapat kerelaan di
antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang- orang yang
beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS.al-Baqarah/2 :232).
Kesucian atau kebersihan yang dikehendaki oleh Islam amat komrehensif. Selain kebersihan lahiriah
(tubuh), batiniah (jiwa), pakaian, juga lingkungan. Dalam hal ini Allah berfirman sebagaimana
dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 222 sebagaimana telah dikutip dalam bab ini.
C. Kesehatan Jasmani
Telah disinggung bahwa bersih itu pangkal sehat. Selanjutnya, makanan dan minuman yang
dikonsumsi harus yang bergizi dan harus sekaligus halal. Bergizi saja tidak cukup dan halal saja juga
belum cukup. Allah memang memerintahkan kepada kaum muslilmin supaya makan makanan yang
halalan thayyiban. Demikian firman Allah:
Artinya:
Wahai manusia ! makanlah dari (makanan) halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu (Q.S. al-
Baqarah/2:l68).
Secara hukum makanan yang kita makan itu harus halal dan secara realistik makanan itu harus
bersih dan bergizi karena kandungan pengertian thayyiban adalah baik, lezat, bergizi, dan sehat
(Warson, [t.th.]:939). Terkandung pengertian makanan atau minuman sehat adalah aman
dikonsumsi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Makanan yang di dalamnya terdapat
pengawet, pewarna, penyedap, pengenyal, dan perenyah yang tidak direkomendasikan oleh ilmu-
ilmu kesehatan (kedokteran, keperawatan, gizi, teknologi pangan) di luar cakupan ‘thayyiban’ karena
harus kita hindarkan dalam arti tidak mengonsumsinya.
Makanan yang bergizi akan meningkatkan kekuatan tubuh (Thobieb, 2002:l65) yang berarti tubuh
atau jasmani menjadi sehat. Kualitas sehat jasmani menurut Islam dipandang baik. Nabi bersabda:
)‫المؤ من القومي خير من المؤمن الضعيف )الحد يث‬
Artinya:
Orang mukmin yang kuat itu lebih baik daripada orang mukmin yang lemah (al-Hadis).
Orang yang kondisi jasmaninya sehat tentu lebih energik, inovatif, dan lebih kreatif
(Thobieb,2002:173) dan memiliki daya mobilitas yang tinggi. Meskipun demikian, hanya memiliki
kesehatan jasmani belum sempurna menurut pandangan Islam. Orang sehat jasmaninya belum
tentu sehat rohaninya, dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Agus adalah seorang pemuda bertubuh kekar, secara fisik sempurna, dan tidak terdapat cacat tubuh.
Panca indra berfungsi secara normal. Ia memeiliki kesenangan bermain sepak bola. Karena lokasi
latihannya cukup jauh dari rumah dan jadual latihan berlangsung sejak pukul 15.30 hingga l7.30,
maka ia harus berangkat dari rumah pukul 14.30. Waktu ini belum masuk
waktu salat ‘Ashar. Sehabis latihan belum masuk waktu maghrib dan ia langsung pulang, tentu dalam
keadaan badan kotor dan penuh keringat. Sesampai di rumah waktu salat maghrib sudah lewat.
Jadual latihan sepak bola ia jalani amat disiplin, dan salat ‘Ashar dan maghrib tidak ia laksanakan
secara rotin dengan tidak ada penyesalan, sementara ia mengaku benar-benar muslim, terlahir dari
keluarga muslim, dan biasa menjadi kepanitiaan peringatan hari-hari besar Islam di lingkungan
remaja masjid di kampungnya.
Illustrasi di atas memberi pesan bahwa secara jasmani Agus itu sehat tetapi secara rohani tidak sehat
karena persoalan agama tidak diperhitungkan sebagai beban (taklif) kewajiban yang harus
dilaksanakan. Orang Islam yang salatnya tidak konsisten (beres) biasanya perilakunya juga kurang
baik, umpama buang air kecil di pinggir jalan sambil berdiri, padahal di tempat terbuka dan tidak
dibersihkan (tidak ber-istinja’- dalam bahasa Jawa tidak cewok), biasa berkata kotor (mengumpat)
hanya dalam persoalan-persoalan kecil dan sepele. Itulah sebabnya, s ehat jasmani memerlukan
kesehatan rohani.
D. Kesehatan Rohani
Seorang dikatakan sehat rohaninya jika ia terbebas dari penyakit batiniah. Penyakit ini cukup banyak.
Al-Ghazali menyebutkan (al-Ghazali, V,l974:l00-560) antara lain:
1. Hubb ad-Dunya (Cinta dunia) berlebihan karena menumbuhkan kemunafikan.
2. Rakus, amat dekat dengan cinta dunia, bahkan saling berkelindan. Cinta harta
menyebabkan rakus, atau rakus merupakan perwujudan cinta harta. Nabi Muhammad saw
memberikan contoh profil orang cinta harta dan rakus melalui sabdanya sebagai berikut:
‫لوم كارن إلبن أدم واديارن من ذهب ل تبغى ا لهمار ثارلثار ويملء جومف إبن ادم‬
‫إل التراب ويتومب الل من تارب‬
Artinya:
Jikalau manusia itu memiliki dua lembah emas, niscaya ia akan mencari yang ketiga untuk tambahan
dari dua lembah tadi, dan rongga manusia itu tidak akan penuh selain oleh tanah; dan Allah
menerima taubat terhadap siapa yang mau bertaubat (al-Hadis).
Dari hadis ini dapat dipahami bahwa orang yang menuruti kemauan nafsu untuk mencari kekayaan,
seberapa pun kekayaan telah diraih, ia tetap kurang puas dan akan selalu ingin mencari terus. Kisah
umat terdahulu dapat dicontohkan figur Qarun, di India ada tokoh raja bernama Rahwana atau
Dasamuka adalah contoh konglomerat yang amat rakus. Sekarang kita tahu betapa kekayaan Husni
Mubarak, mantan Presiden Mesir yang memerintah selama lebih dari 30 tahun dan berakhir sangat
dramatis, yaitu diturunkan secara paksa oleh rakyatnya sendiri. Selama berkuasa, ia memiliki uang
sebanyak lebih dari 360 trilyun rupiah. Maunya masih ingin tetap berkuasa memeras rakyat.Muamar
Gadafi dikenal sangat totaliter dalam memerintah. Ia ingin tetap membangun keluarganya yang
memerintah. Ketika perubahan harus terjadi supaya rakyat hidup layak, ia mempertahankannya,
meskipun ribuan nyawa ia korbankan dengan menembaki mereka melalui mesin perangnya, yaitu
para serdadunya.
Kita harus bisa memetik pelajaran dari kehidupan akhir para perakus kekayaan dan kekuasaan.
Mereka pasti berakhir dengan tragedi. Secara agama, mereka dikutuk dan disaksikan oleh orang
banyak (rakyat) sebagai penjahat, na’uzubilla>h min za>lik.
3. Kikir
Kikir merupakan akibat pasti dari cinta harta adan rakus. Kikir merupakan sifat yang amat buruk.
Alquran mengatakan:
Artinya:
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari
karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah
buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan
kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di
bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Ali Imran/3 : 180).
Nabi mengatakan bahwa kikir itu menghilangkan keimanan:
)‫خصلتارن ل تجتمعارن فى ا مؤمن البخل وسؤ االخلق )الحديث‬
Artinya:
Dua perkarta tidak akan berkumpul pada orang mukmin, yaitu kikir dan jahat akhlak (H.R. at-Turmuzi
dari Abu Sa’d).
Karena begitu buruknya sifat kikir, Rasulullah menuntun doa dan membentuk pribadi kaum muslimin
supaya jauh dari sifat kikir. Demikian doa beliau:
)‫اللهم إنى ا اعومذ بك من البخل واعومذ بك من الجبن واعومذ بك ان ارد إلى ا ارذ ل العمر )الحديث‬
Artinya:
Ya Allah sesungguhnya hamba berlindung pada-Mu dari kekikiran, dan hamba berlindung pada-Mu
dari sifat pengecut, dan hamba berlindung pada-Mu dari ketuaan yang sia-sia (al- Hadis).
Jika kita memandang Rasulullah sebagai teladan kita, tentunya kita rajin berdoa sebagaimana
Rasulullah tuntunkan itu. Rajin berdoa dengan doa itu lambat laun dan pasti akan menuntun pada
diri kita untuk tidak kikir karena malu setiap hari memeohon supaya titak kikir sementara kita akan
mengingkari permohonan kita sendiri
4. Ria (Pamer) dan Takabbur (Sombong)
Riya’, dalam bahasa Indonesia ditulis ria, berarti sombong, congkak, bangga karena telah berbuat
baik. Sifat ini buruk. Berbuat baik hanya akan menjadi baik kalau niatnya baik, cara yang ditempuh
baik, dan tujuannya juga baik. Niat yang baik adalah ikhlas lillahi ta’la. Ending-nya kelak, orang-orang
sombong adalah neraka. Rasulullah bersabda:
‫ال ادلكم على ا اهل الجنة كل ضعيف مستضعف لوم اقسم على ا الل إلمراة‬
)‫واهل النارر كل متكبر مستكبر جوماظ )الحديث‬
Artinya:
Apakah tidak aku tunjukkan kepadamu penduduk surga, yaitu setiap orang lemah dan dipandang
lemah. Jika ia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah akan menumpahkan kebajikan kepadanya; dan
penduduk neraka, yaitu tiap-tiap orang yang sombong dan terpandang sombong yang angkuh dalam,
gerak-geriknya (HR. Bukhari dan Muslim dari Harisah bin Wahab).
Sombong bisa terjadi karena merasa memiliki kelebihan dibanding yang lain dalam hal-hal tertentu
sesuai dengan konteks. Mahasiswa ber-IP 3.80 bergaya angkuh terhadap temannya yang IP-nya di
bawah angka itu. Orang yang memiliki HP. bagus, harganya mahal, fasilitasnya amat banyak dan
tampangnya keren, bisa melecehkan kepada relasinya yang ber- HP kuno dan out of date. Orang
kaya bisa tidak mau bergaul dengan tetangganya yang miskin dengan landasan komitmen tidak level,
seorang ilmuwan merasa dirinya istimewa kemudian melecehkan orang-orang yang bergelar
kesarjanaan di bawahnya dst, , , Orang semacam ini, kelak di akhirat di neraka sana tempanya.
Menurut sabda Nabi saw, mereka berada di lembah yang bernama Habhab. Demikian katanya:
‫إن فى ا ن نار ر جهنم واديار يقار ل له هبهب حق على ا الل ا ن يسكنه كل جبار ر‬
Artinya:
Sesungguhnya dalam neraka jahannam ada sebuah lembah yang bernama habhab. Allah
menempatkan orang-orang sombong di dalamnya (H.R. Tabrani, Abu Ya’la, dan Hakim dari Abu
Musa, dalam syarat Muslim).
Hadis ini dikutp oleh Imam al-Ghazali dalam Ihya’-nya. Orang-orang sombong itu kelak akan diubah
menjadi semut merah yang sangat kecil dan diinjak-injak oleh manusia, sementara manusia tidak
merasakan kalau mereka menginjak-injak semut – yang sejatinya adalah manusia itu.
Nabi Muhammad saw memberi tuntunan kepada kaum muslimin supaya menjauhkan diri dari sifat
sombong. Demikian doa tuntunan beliau:
‫اللهم إنى ا اعومذ بك من نفخة الكبريارء‬
Artinya:
Ya Allah aku mohon perlindungan kepada-Mu dari hembusan sombong (H.R. Abu Dawud dan Ibnu
Majah dari Jubair bin Math’am).
5. ‘Ujub
‘Ujub adalah heran dengan diri sendiri (baik sebagai pribadi maupun kelompok, chauvinism). ‘Ujub
bisa muncul karena merasa memiliki sesuatu yang orang lain
tidak memilikinya. Sifat ini amat buruk. Menurut Allah, ‘ujub tidak ada artinya sama sekali. Allah
berfirman:
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak,
dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah
(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang
luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-bera (Q.S. at-
Taubah/9:25).
Sifat ‘ujub hendaknya dijauhi karena merupakan penyakit jiwa. Memelihara ‘ujub dalam diri berarti
memelihara penyakit dalam diri, tentu lama-lama ia menjadi sakit jiwa yang berarti tidak sehat
secara rohani. Terlalu lama sakit jiwa pasti akan merembet kepada badannya karena ada hubungan
timbal bailk antara tubuh dan jiwa, yaitu manakala jiwa sakit tentu tubuh akan ikut sakit pula.
Sebaliknya tubuh sakit, jiwa akan sakit pula. Jiwa sehat akan berpengaruh pada kesehatan tubuh,
dan tubuh sehat akan berpengaruh pada kesehatan jiwa. 6. Munafiq
Secara umum dan praktis, munafik adalah orang yang tidak cocog antara lahir dan batinnya. Secara
lisan ia mengatakan ‘ya’, batinnya mengatakan ‘tidak’ atau sebaliknya. Secara lisan mengatakan
‘beriman’ dan batinnya mengatakan ‘tidak’, hakikatnya tidak beriman. Tujuan kemujnafikan untuk
mengelabuhi orang lain dan mencari keuntungan diri. Rasulullah bersabda:
‫اربع من كن فيه كار ن منار افقار خار لصار ومن كارنت فيه خصلة منهن كارن فيه خصلة من النفارق حتى ا يدعهار إذا ائتمن‬
1 ‫فتح المبدى‬- ‫خارن وإذا ) حد ث كذ ب إذا عارهد غد ر وإ ذا خارصم فجر )الحديث‬
Artinya:
Barang siapa melakukan empat perkara, ia adalah seorang munafik murni.Barang siapa melakukan
salah satu dari empat perkara itu, dia mempunyai salah satu dari sifat kemunafikan sehingga dia
meninggalkannya, yaitu: bila ia dipercaya dia berkhiayanat, bila dia berkata dia pasti dusta, bila dia
berjanji dia tidak menepatinya, dan bila dia berttengkar dia meninggalkan yang benar (al-Hadis – al
Fath al-Mubdi,I:65).
Sebenarnya masih begitu banyak penyakit hati yang menyebabkan secara rohani orang menjadi sakit
seperti hasud (dengki), profokatif, iri hati menyaksikan kesuksesan orang lain, menghayal
(mengharap datangnya sesuatu yang secara logika tidak mungkin), pemalas, dan
suka dipuji (sum’ah).
Jika di dalam diri seseorang terkumpul antara lain (al-Hufi,2000:77-573): Kasih sayang, pemurah,
keberanian, adil, suka perdamaian, al-‘iffah (kesucian)ash-shidqu (jujur), sabar, mau bermusyawarah,
al-hilmu (lapang dada), pemaaf, al-‘afwa (kesetiaan), al-haya’(malu), az-zuhd (hidup sederhana), al-
qana’ah (merasa cukup apa yang telah ada padanya), at- tawaddu’ (rendah hati), at-tib al-isyarah
(bergaul secara baik), hub al-‘amal (cinta bekerja), al-bisyru wa al-fukahah (gembira dan lelucon
sekedarnya), orang semacam ini secara rohani adalah sehat.
Jika diperhatikan secara seksama, ternyata ada tipe manusia yang secara rohani sehat yang
indikasinya: rajin ibadah, perilakunya baik, berbicaranya sopan membaca Alquran bagus, dan
hidupnya sederhana, tetapi secara jasmani kurang sehat, terlihat melankolis (bahasa Jawa memelas),
terlihat lemah, batuk-batuk kecil, raut muka kusut, tempat huniannya kurang terawat, tentu profil ini
tidak dikehendaki oleh Islam. Ia musti juga harus sehat secara jasmani maupun rohani.
E. Kesehatan Jasmani dan Rohani
Orang yang sehat secara jasmani tetapi sakit rohaninya, tentu lebih tampak nafsu kebinatangannya.
Sebaliknya, orang yang sehat rohani tetapi sakit jasmaninya tentu mobilitasnya amat terbatas.
Menurut Islam, tipologi ideal adalah orang yang secara jasmani dan rohani sehat. Hubungan antara
jasmani dan rohani merupakan hubungan timbal balik, saling mempengaruhi, dan saling ada
ketergantungan. Jasmani sehat mempengaruhi rohani menjadi sehat.Rohani sehat mengarahkan
kepada perilaku supaya jasmani juga sehat.
Orang yang secara rohani sehat tetapi tidak sehat secara jasmani dikarenakan keterbatasan
pemikirannya atau berpikir secara parsial bahwa dunia itu tidak penting, dunia itu hanya ghurur
(menipu), dunia hanya lahw (sendaugurauan), dan dunia hanya sementara sehingga tidak atau
kurang memperhatikan kepentingan jasmani dan hanya terobsesi keakhiratan. Selanjutnya
membiarkan diri secara jasmani tidak atau kurang terawat, sakit-sakitan, dan termarginalisasi oleh
struktur dan sistem sosial di mana ia tinggal, padahal realitas sosial itu senantiasa berubah dan
berkembang secara cepat. Kemajuan hari ini akan segera menjadi kuno beberapa dekade kemudian.
Islam menghendaki umatnya supaya sehat dan kuat baik jasmani maupun rohaninya laksana Thalut.
Allah berfirman:
Artinya:
Dan Nabi mereka berkata kepada mereka, “sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi
rajamu”. Mereka menjawab: ‘Bagaimana Thalut memperoleh kerajaan atas akmi, sedangkan kami
lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak ? (Nabi)
menjawab:’Allah telah memilihnya (menjadi raja) kami dan memberikan kelebihan ilmu dan fisik .”
Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha
mengetahui (Q.S. al-Baqarah/2:247).
Tipologi Thalut adalah orang yang sanggup bukan hanya memimpin dirinya, melainkan juga
memimpin orang banyak, memimpin negara, dan memimpin supaya hukum-hukumn Tuhan berlaku
di muka bumi. Profil Thalut, jika siang memimpin perusahaan yang masing-masing sektor – sejak dari
modal awal hingga sektor paling ujung berfungsi dan menghasilkan produk secara halalan thayyiban
– dan jika malam ia ‘asyiq-ma’syuq (tenggelam dalam zikir kepada Allah) laksana petapa yang telah
meninggalkan kehidupan dunia. Demikianlah hakikat basthatan fi al-‘ilm wal al-jism.
Latihan-latihan
1. Jelaskan apa yang saudara ketahui tentang pengertian sehat secara umum !
2. Berikan contoh-contoh (minimal tiga model) perilaku orang yang sehat jasmani tetapi

sakit rohaninya.
3. Berikan contoh-contoh (minimal tiga model) perilaku orang yang sehat rohani tetapi jasmaninya
sakit.
4. Berikan contoh-contoh (minimal tiga model) perilaku orang yang sehat baik jasmani maupun
rohani.
5. Ada teks demikian:
‫اللهم إنى ا اعومذ بك من البخل واعومذ بك من ا لجبن واعومذ بك ان ارد إلى ا‬
)‫ارذ ل العمر )الحديث‬
a. harakatilah secara benar
b. Terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara baik dan benar
c. Apa kandungan teks ini ?
6. Sebut dan jelaskan lima macam penyakit rohani yang menghambat kesehatan jiwa.
7. Sebut dan jelaskan lima macam indikator bahwa seorang muslim sehat rohaninya
8. Tulislah dengan huruf Arab doa sapu jagat yang isinya agar manusia dikaruniai
kebahagiaan dunia dan akhirat, kemudian tulis pula terjemahnya. Berada pada surat apa dan ayat
berapa di dalam Alquran ?
9. Jelaskan pilihan saudara: kebahagiaan dunia, kebahagiaan akhirat, atau kebahagiaan dunia-akhirat
? Jelaskan alasan saudara ! Jelaskan pula rencana (program) untuk mencapai ke arah itu.
10. Ada teks :
‫ألمؤ من القومي خير من المؤ من الضعيف‬
a. Teks ini ayat Alquran atau Hadis ?
b. Berilah harakat yang benar padanya !
c. Terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan Jelaskan kandungan
teks ini
DAFTAR PUSTAKA
al-Qur’an al-Karim
Ahmad Muhammad al-Hufi. Keteladanan Akhlak Nabi Muhammad Saw.Bandung: Pustaka Setia,2000.
Abi ‘Abd-llah Muhammad bi Isma’il al-Bukhari.[t.th.]. Shahih al-Bukhari.VII. Semarang :Thoha Putra.
Ahmad Warson al-Munawwir, [t.th.]. Almunawwir: Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta: Krapyak.
“Departemen Pendidikan dan Kebudayaan”. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia .Jakarta: Balai
Pustaka.
Imam Ghazali, 1988.Ihya’ al-Ghazali,V. (trans) Ismail Ya’qub.Jakarta Selatan: Faizan. Mahrus Ali,2009.
Mantan Kiai NU Membongkar Praltek Syirik: Kiai, Habib, dan Gus Ahli Bid’ah. Surabaya: La Tasyuki.
Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, [t.th.]. Mu’jam Mufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim .Indoinesia:
Maktabah Dahlan.
Thobieb al-Ahsyar, 2003. Bahayanya Makanan haram. Jakarta: al-Mawardi Prima,
SALAH satu pesan rasulullah bagi umatnya ialah jaga sehatmu sebelum datang sakitmu. Hal ini
menunjukkan bahwa kesehatan itu sangat penting dan wajib dijaga.
Nikmat terbesar dari Allah setelah iman dan Islam ialah kesehatan. Kesehatan memungkinkan setiap
Muslim menjalankan ibadah, membantu saudaranya, dan mengangkat beban yang berat. Oleh
karena itu, sudah selayaknya setiap Muslim mensyukuri nikmat tersebut. Mensyukuri dalam arti
senantiasa berupaya menjaga kesehatan yang telah Allah anugerahkan.
Lazim dipahami, nilai kesehatan sungguh sangat mahal. Sekaya apapun seorang manusia, tatkala
sakit menderanya dan tak kunjung sembuh, boleh jadi seluruh harta yang dimilikinya tak mampu
mengganti nilai kesehatannya.
Dengan demikian maka sungguh beruntunglah orang-orang yang diberikan kesehatan oleh Allah
SWT. Dan, sebagai hamba-Nya yang beriman, tentu kita akan menjaga nikmat besar tersebut.
Rasulullah saw telah memberikan teladan terbaik mengenai bagaimana cara atau metode yang
harus kita lakukan, agar kesehatan yang kita miliki dapat terjaga. Upaya menjaga kesehatan ini
merupakan bentuk kesyukuran yang sangat dianjurkan oleh beliau.
Kata bijak mengatakan, mencegah lebih baik daripada mengobati. Artinya upaya menjaga kesehatan
itu bisa dilakukan dengan mencegah datangnya berbagai macam penyakit. Dengan demikian
kesehatan badan dapat terpelihara.
Menerapkan pola makan yang Islami adalah cara terbaik untuk mencegah datangnya berbagai
macam penyakit. Pola makan itu sendiri adalah kunci utama dalam menjaga kesehatan tubuh.
Dalam hal makan rasulullah saw menekankan agar umatnya cukup mengonsumsi makanan yang
dapat menegakkan tulang punggungnya, sehingga staminanya tidak merosot dan tubuh tetap sehat.
Sebab ukuran normal lambung manusia hanya sekitar 1500 ml. Kalaupun ada perbedaan umumnya
tidak terlalu jauh. Dengan demikian bila dibagi tiga maka masing-masing cukup untuk menampung
500 ml.
Maka dari itu, jika harus lebih, cukuplah makan sepertiga volume yang bisa ditampung dalam perut,
sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk nafas (udara). Sebagaimana sabda beliau;
“Tidak ada ‘bencana’ yang lebih buruk yang diisi oleh manusia daripada perutnya sendiri. Cukuplah
seseorang itu mengonsumsi beberapa kerat makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya.
Kalau terpaksa, maka dia bisa mengisi sepertiga perutnya dengan makanan, sepertiga lagi dengan
minuman, sepertiga sisanya untuk nafas.” (HR. Ahmad, Al- Tirmidzi, dan Al-Nasa’i).
Nafas perlu porsi tempat juga karena ada keterkaitan lambung dan pernafasan. Bagian atas lambung
menempati posisi langsung di bawah diafragma, lambung menerima makanan setelah dikunyah,
ditelan, dan melewati kerongkongan.

Jika lambung diisi terlalu banyak makanan maka ukurannya pun akan melebar dan mendatangkan
ketidaknyamanan dan sulit bernafas. Ini juga cukup menyulitkan untuk susut dan menghambat
pergerakan ke bawah secara otomatis, disebabkan terjadinya pernafasan yang dalam.
Oleh karena itu, volume lambung harus diisi secara proporsional. Apabila tidak seimbang maka bisa
mengakibatkan terjadinya kerusakan jantung dan melemahnya organ-organ tubuh untuk
menjalankan aktifitas sehari-hari, termasuk juga dalam menjalankan ibadah.
Jadi, bimbingan rasulullah kepada umatnya dalam hal makan ialah mengonsumsi makanan dalam
jumlah sedikit, tapi mampu memenuhi kebutuhan gizi. Sepertiga untuk makan, sepertiga untuk
minuman, dan sepertiga lagi untuk nafas.
Islam dan Makanan Sehat
Islam menganjurkan umatnya mengonsumsi makanan sehat. Sebab makanan sehat hakikatnya
adalah obat. Oleh karena itu pantas jika ada ungkapan bahwa siapa yang makan makanaan sehat
maka ia tak perlu makan obat. Allah berfirman:
‫ك ُ لوماْ َل ِم أَلَن َط‬ُ ‫ك ُم ْال َل َم قنَّ َو قالس َّْل َل و َم قى‬ َ َ ‫ك ُم ْال َل َغ ق َم قار َم ق َو قأ‬
ُ ‫قنز ْقل َل َن قار َع ق َل ق ْي َل‬ ُ ‫قظ َّق ْلل َل َن قار َع ق َل ق ْي َل‬
َ ‫َو‬
َ‫قظ َل ِل أَل ُم‬
ْ ‫ي‬َ ‫س ق ُه ْم َل‬ َ ْ
َ ُ‫ك قارنُ وما َل أ قنف‬ َ َ
َ ‫ومن قار َو ق َل قـككِ ألن‬ َ
َ ‫ك مْ َل َو ق َم قار ظ ق َل ق ُم‬ ْ َ
ُ ‫ت أ َل َم قار َر قز قق َل َن قار‬ َ ِ ‫ِّب قار‬ َ ‫قي‬
‫ومن ق‬ َ
“Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”.
Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu...” (QS. 2: 57).
Lebih detail Ibnul Qayyim menjabarkan;
“Kalangan medis sepakat bahwa selama penggunaan makanan sehat sudah cukup digunakan dalam
pengobatan, tidak perlu menggunakan obat. Selama bisa menggunakan obat-obbatan sederhana,
tidak perlu menggunakan obat-obatan kimia. Mereka menegaskan (kata Ibnul Qayyim), ‘Setiap
penyakit yang masih bisa diatasi dengan makanan sehat dan pencegahan, teidak memerlukan obat-
obatan.” (Abu Umar Basyier 2011: 243).
Lalu apa saja jenis makanan sehat itu? Di antaranya adalah sebagai berikut;
Pertama, yang mengandung karbohidrat; gandum, beras, jagung, dan sejenisnya. Adapun rasulullah,
beliau lebih sering makan gandum. Biasanya gandum diolah menjadi roti atau tsaried juga talbin
(keduanya sejenis bubur gandum yang dicampur dengan daging).
Kedua, makanan yang mengandung zat besi. Makanan yang mengandung zat besi cukup baik adalah
kurma. Sebiji kurma standar biasanya mengandung 60 – 70% karbohidrat, 2,5 % lemak, 33% air, 32%
Metalic Nacl dan 10% olive.
Ketiga, daging. Daging hewan merupakan sumber protein yang cukup tinggi, karena di dalamnya
terkandung asam amino pokok (essential amino acids) yang merupakan unsur utama pembentukan
tubuh dan urat saraf manusia.
Rasulullah saw juga pernah makan daging. Di antara daging yang paling sering dikonsumsi beliau
ialah daging kambing dan unta.
َ ‫ي ق ْش َل تَ ق ُه‬ َ َ َ‫ب أَل‬
ِ ‫َو قأ َ قمْ َل دَ ْقد َل َن قارهُ م‬
‫ومن ق‬ ٍ ‫ف قاركِ ألَ َه ق ٍة و َو ق َل ق ْ َل‬
َ ‫حم و ِّممَّار‬
“Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka
ingini.” (QS. Atthur: 22).
Keempat, sayur dan buah-buahan. Rasulullah amat menggemari sayur-sayuran utamanya labu
(waluh: jawa). Anas bin Malik menceritakan, “Nabi suka sekali makan labu. Suatu hari Nabi diajak
makan. Aku pun mengikuti beliau dengan pandanganku. Aku sengaja meletakkan potongan labu ke
hadapan beliau karena aku tahu beliau amat menyukai labu.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud).
Hasil-hasil riset menunjukkan bahwa famili labu-labuan sangat efektif membunuh bakteri. Dan, labu
madu (labu ketan) adalah yang paling efektif membunuh bakteri.
Selain itu labuh (waluh) memiliki kandungan vitamin A dan beta karoten yang sangat berguna bagi
kesehatan mata dan kulit, kekebalan tubuh serta reproduksi. Bahkan labu juga memiliki manfaat
sebagai antioksidan yang dapat mengurangi resiko terjadinya kanker dan penyakit jantung.
Kemudian wortel (jazar). Meskipun wortel sering disebut buah namun dalam praktiknya wortel di
negeri ini juga sering diolah menjadi sayur.
Wortel dapat meningkatkan vitalitas tubuh. Ia juga baik dikonsumsi untuk memperlancar buang air
kecil dan mensturasi. Dalam dunia medis pun wortel dianjurkan untuk dikonsumsi guna memperkuat
penglihatan mata.
Rasulullah juga orang yang sangat menyukai buah-buahan. ibnul Qayyim mengungkapkan,
“Rasulullah saw biasa menyantap buah-buahan dari negeri beliau sendiri yang baru dipetik, tiak
pernah menghindarinya. Dan itu termasuk kiat menjaga kesehatan yang terbaik. Karena dengan
hikmah-Nya, Allah menciptakan di setiap negeri, buah-buahan yang bisa dirasakan manfaatnya
secara langsung oleh penduduk negeri tersebut.” ((Abu Umar Basyier 2011: 256).
Dengan demikian maka teranglah bagi kita bahwa untuk hidup sehat itu tidak susah. Allah telah
anugerahkan beragam jenis makanan sehat yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Sekarang tinggal
bagaimana kita mengendalikan diri untuk mengonsumsi makanan sehat juga halal dengan
menerapkan pola makan sehat sebagaimana telah dicontohkan oleh rasulullah saw.
Sebab tidak jarang, makanan sehat apapun bila dikonsumsi secara berlebihan dan tidak teratur
dengan baik malah akan menimbulkan bahaya bagi badan kita. Sesungguhnya, apa yang diajarkan
Nabi telah membawa konsekwensi kesehatan maha besar pada diri kita semua. Sayang, tidak banyak
di antara kita merenungkannya. Wallahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai