Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari
Kabupaten Trenggalek
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
kesehatan masyarakat. Usaha ini merupakan usaha yang perlu didukung oleh ahli
rekayasa secara umum dan secara khusus oleh ahli rekayasa lingkungan. (1)
Upaya Kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Lingkungan sehat mencakup lingkungan pemukiman, tempat kerja, tempat
rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum. Kesehatan lingkungan meliputi
penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas,
radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau
pengamanan lainnya.(2)
Tujuan program: mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat
melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan
pembangunan berwawasan kesehatan.(3)
Dalam hal ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Trenggalek, Jawa
Timur, juga mematok target ODF ("open defecation free" atau terbebas dari segala
bentuk aktivitas buang hajat sembarang tempat) di seluruh kecamatan, maksimal
akhir tahun 2012. Tahapan untuk mencapai target "ODF" se-Kabupaten
Trenggalek itu telah dilakukan sejak enam tahun lalu (2008). Kampanye ODF saat
itu ditandai dengan peluncuran program jambanisasi serta sosialisasi kesehatan
terkait pentingnya jamban pribadi bagi setiap warga/rumah. Hasilnya cukup
siginifikan. Dalam kurun satu tahun sejak program jambanisasi diluncurkan,
pembangunan jamban di setiap rumah penduduk mulai dilakukan secara masif.
Tahun 2008 lalu program ini telah berhasil mengembangkan 40 desa ODF dan
pada tahun 2009 bertambah lagi menjadi 65 desa ODF.
Hasil program ODF di Trenggalek belum mencapai angka 50% dari
keseluruhan desa yang ada di Kabupaten Trenggalek. Oleh karena itu, kami
mengangkat tema ini sebagai pembahasan kami dengan harapan kami dapat
memberikan sedikit kontribusi terhadap keberhasilan program ODF di
Trenggalek.
1.2
Tujuan Kegiatan
Tujuan Umum
Meningkatkan jumlahnya desa yang bebas dari buang air besar (BAB)
sembarangan di Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek
Tujuan Khusus
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
led Total Sanitation (CLTS) merupakan pendekatan untuk merubah pola pikir dan
perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode
pemicuan. STBM merupakan salah satu konsep untuk mempercepat pencapaian
target MDGs poin ketujuh.
Saat ini STBM adalah sebuah program nasional di bidang sanitasi berbasis
masyarakat yang bersifat lintas sektoral. Program ini dicanangkan pada bulan
Agustus 2008 oleh Menteri Kesehatan RI. Pada bulan September 2008 STBM
dikukuhkan
sebagai
Strategi
Nasional
melalui
Kepmenkes
No
tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua
orang mencuci tangan dengan benar, setiap rumah tangga mengelola limbahnya
dengan benar, setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.
Dalam Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008 disebutkan bahwa terdapat
6 (enam) strategi dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu:
penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment), peningkatan
kebutuhan (demand creation), peningkatan penyediaan (supply improvement),
pengelolaan pengetahuan (knowledge management), pembiayaan, pemantauan
dan evaluasi.
2.2 Open Defecation Free (ODF)
Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu dalam
komunitas tidak buang air besar sembarangan. ODF ini merupakan salah satu pilar
dasar dari STBM, yang memiliki peran penting dalam mewujudkan lingkungan
dan sanitasi yang sehat dan terbebas dari penyakit. Apabila suatu komunitas
masyarakat buang air bebas (BAB) di jamban, maka air tanah di lingkungan
sekitar tidak akan tercemar bakteri Escherichia coli, dan angka prevalensi dan
kematian akibat diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya dapat ditekan.
Pengupayaan tercapainya kondisi ODF dibutuhkan kerjasama lintas sektor
antar masyarakat, pusat pelayanan kesehatan primer (PUSKESMAS), dan
pemerintah. Hal dasar yang harus dilakukan adalah memberikan edukasi kepada
masyarakat mengenai pentingnya jamban sehat, dan merubah perilaku dan pola
BAB mereka. Edukasi ini dapat dilakukan oleh Puskesmas, yang merupakan garis
depan pelayanan kesehatan masyarakat. Setelah itu, pemerintah berperan dalam
hal pengadaan jamban sehat bagi para penduduk di daerah masing-masing.
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk
membuang tinja atau kotoran manusia/najis bagi keluarga yang lazim disebut
kakus/WC. Sedangkan yang dimaksud jamban sehat adalah fasilitas pembuangan
tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Manfaat
memiliki jamban adalah penularan penyakit dan pencemaran dari kotoran
manusia.
Adapun syarat pembuatan jamban sehat, antara lain:
o Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan
o
o
o
o
o
o
(Kurang aman, sering terbuka sehingga banyak lalat dan tidak memenuhi syarat
kesehatan
Kakus empang
(Dibuat di atas empang / kolam ikan, dengan maksud kotorannya dapat digunakan
sebagai makanan ikan.
(Model terbaik, pada lekukan lehernya terdapat genangan air yang dimaksudkan
untuk mencegah bau dan keluar masuknya hewan.
Beberapa cara pemeliharaan jamban yang baik adalah sebagai berikut:
Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering
Disekeliling jamban tidak ada genangan air
Tidak ada sampah berserakan
Rumah jamban dalam keadaan baik
Tidak ada lalat, tikus, dan kecoa
Tersedia alat pembersih
Bila ada bagian yang rusak segera diperbaiki/diganti.
2.3 Penyakit Berbasis Lingkungan
Penyakit Berbasis Lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa
kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi
manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit.
Berdasarkan definisi ini, faktor penyebab yang paling dominan karena
lingkungan, disamping juga faktor perilaku.
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama
kematian di Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit
berbasis lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh
bayi dan balita. Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan
kualitas intervensi kesehatan lingkungan (Data Susenas 2001).
Tingginya angka kejadian penyakit berbasis lingkungan, khususnya diare,
sangat erat dengan masih rendahna akses sanitasi masyarakat. Laporan kemajuan
Millenium Development Goals (MDGs) yang dikeluarkan oleh Bappenas pada
tahun 2010 mengindikasikan bahwa peningkatan akses masyarakat terhadap
jamban sehat, tergolong pada target yang membutuhkan perhatian khusus, karena
kecepatannya akses yang tidak sesuai dengan harapan. Dari target akses sebesar
55,6% pada tahun 2015, akses masyarakat pada jamban keluarga yang layak pada
tahun 2009 baru sebesar 34%. Terdapat kesenjangan 21% peningkatan akses dari
sisa waktu 6 tahun (2009 2015).
Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat dari semakin
besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan cakupan
air bersih dan jamban keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat,
pencemaran makanan oleh mikroba, telur cacing dan bahan kimia, penanganan
sampah dan limbah yang belum memenuhi syarat kesehatan, vektor penyakit yang
tidak terkendali (nyamuk, lalat, kecoa, ginjal, tikus dan lain-lain), pemaparan
akibat kerja (penggunaan pestisida di bidang pertanian, industri kecil dan sektor
informal lainnya), bencana alam, serta perilaku masyarakat yang belum
mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat.
Para ahli kesehatan masyarakat sangat sepakat dengan kesimpulan Bloom
yang mengatakan bahwa kontribusi terbesar terhadap terciptanya peningkatan
derajat kesehatan seseorang berasal dari kualitas kesehatan lingkungan
dibandingkan faktor yang lain. Bahkan, lebih jauh menurut hasil penelitian para
ahli, ada korelasi yang sangat bermakna antara kualitas kesehatan lingkungan
dengan kejadian penyakit menular maupun penurunan produktivitas kerja.
Pendapat ini menunjukkan bahwa demikian pentingnya peranan kesehatan
lingkungan bagi manusia atau kualitas sumber daya manusia.
Penerapan konsep paradigma kesehatan lingkungan merupakan salah satu
alternatif upaya pengendalian penyakit berbasis lingkungan. Berdasar konsep ini
kita harus mengetahui perjalanan suatu penyakit atau patogenesis penyakit
tersebut berdasarkan kaca mata ilmu kesehatan lingkungan, sehingga kita dapat
melakukan intervensi secara cepat dan tepat. Skema patogenesis penyakit terkait
dengan lingkungan digambarkan digambarkan dengan jelas dan sederhana pada
teori simpul Achmadi (Ahmadi, 2005)
Berpedoman pada skema tersebut, kemudian dapat dilakukan segmentasi
perjalanan suatu penyakit berdasarkan simpul-simpulnya. Konsep ini kemudian
kita kenal sebagai teori simpul Achmadi. Simpul pertama dari teori ini berupa
sumber penyakit. Sumber penyakit adalah sesuatu yang secara konstan
mengeluarkan agent penyakit. Agent penyakit merupakan komponen lingkungan
yang dapat menimbulkan gangguan penyakit baik melalui kontak secara langsung
maupun melalui perantara. Beberpa contoh agent biologi seperti Bakteri, Virus,
Jamur, Protozoa, Amoeba, dan lain-lain. Sedangkan agent kimia misalnya logam
berat (Pb, Hg), air pollutants, Debu dan serat, pestisida, dan lain-lain. Contoh
Agent Fisika berupa Radiasi, Suhu, Kebisingan, Pencahayaan, dan lain-lain.
Pada simpul dua, merupakan peran komponen lingkungan sebagai media
transmisi. Komponen lingkungan berperan dalam patogenesis penyakit, karena
dapat memindahkan agent penyakit. Komponen lingkungan yang lazim kita kenal
sebagai media transmisi antara lain udara, air, makanan, binatang, serta manusia.
Kita dapat mengambil beberapa contoh bagaimana kejadian luar biasa penyakit
demam berdarah dengue masih sulit dikendalikan. Kita juga dapat berkaca pada
data patogenitas diare, yang telah mampu sangat menurunkan derajat kesehatan
masyarakat. Penyakit tersebut merupakan dua diantara banyak penyakit dengan
peran lingkungan sebagai media transmisinya.
Sedangkan simpul tiga, merupakan komponen penduduk yang berperan
dalam patogenesis penyakit. Beberapa komponen yang terkait dengan hal ini
diantaranya merupakan faktor perilaku, pengetahuan, sikap, dan lainnya. Kita
dapat melihat data bahwa intervensi pada aspek perilaku telah mampu secara
signifikan menurunkan kejadian penyakit berbasis lingkungan. Sebagaimana data
penurunan 45% resiko penyakit diare karena intervensi pada perilaku cuci tangan
pakai sabun (Depkes, 2008).
BAB 3
RENCANA DAN EVALUASI KEGIATAN
Untuk kawasan Trenggalek, tercatat 58 desa/kelurahan yang mengklaim
sebagai ODF, tetapi setelah diverifikasi jumlah desa ODF masih 0. Untuk
Gandusari sendiri, terdapat 3 desa yang menyatakan dirinya ODF, yaitu Wonoanti,
Sukorejo, dan Jajar.
JUMLAH KK
NO
DESA
1
2
3
4
5
6
GANDUSARI
WONOANTI
SUKOREJO
WONOREJO
NGRAYUNG
JAJAR
JUMLAH
JSP
RUMAH
2130
960
1252
502
2488
1275
1335
533
1122
410
813
101
9140
3781
JSSP
SHERINGOD
913
669
1048
743
309
585
4267
154
81
165
53
213
127
793
103
0
0
4
200
0
307
JENIS KEGIATAN
JML
S/D
YG
LALU
TAMBAH
TRIB IV
KOMULATIF
YLL
5=(3+4)
Jumlah penduduk
35,757
35,757
Jumlah KK
11,638
11,638
457
457
DIPERIKSA
TRIB
IV
JML
9=(8:5)
117
117
MEMEN
TRIB
YLL
IV
10
11
a. PP : KU/SR
b. PMA
c. PAH
d. SPT DK/SPT DLM
e. Sumur Gali
5,732
5,741
f. Sumur Artesis
g. PDAM :
KU
SR
200
200
36
Inspeksi SAB:
SAB diperbaiki
SAB di chlorinasi/kaporit
Rendah
36
36
Sedang
35
35
Tinggi
57
57
Amat tinggi
39
39
13
18
Bakteri
Kimia
b. Air bersih :
Bakteri
100
Kimia
c. Air Limbah
d. Tanah
9
Bakteri
11
Kimia
10
Jumlah Pokmair
11
Jumlah rumah
10,234
10,234
- Sehat
9,652
- Pokmair disuluh
- Tidak sehat
12
582
Jumlah jamban
- Leher angsa
4,471
55
4,526
- Cemplung tertutup
4,296
4,296
- Tidak punya
288
231
- Numpang
827
827
13
14
KK menggunakan SPAL
KK mempunyai tempat
sampah
15
16
Jumlah TPS
17
Jumlah TPA
18
19
5,731
665
6,396
8,508
526
9,034
100
60
100
20
21
PENYEHATAN MAKMIN
1
122
57
179
Jasa boga
Restoran
Rumah makan
Grading :
A
B
C
Makanan jajanan:
Kantin Sekolah
10
11
Kejadian keracunan:
warung
ped kaki
lima
32
32
20
31
51
100
11
18
100
35
35
29
23
52
100
16
15
50
50
14
5
Menderita
meninggal
12
Sumber keracunan :
a.
b.
c.
PENYEHATAN TTU
Hotel bintang
Hotel melati
Kolam renang
Obyek wisata
Pasar
Terminal
Gedung pertunjukan
Tempat Ibadah :
100
100
Masjid
55
55
19
28
50
Gereja
100
100
- Puskesmas
100
- Puskesmas Pembantu
100
- Pokesdes/Polindes
100
12
Pangkas rambut
50
13
Salon
75
14
Panti pijat
15
Industri
16
Institusi :
Kantor
12
12
14
12
26
100
11
10
SD
31
31
40
17
57
100
38
15
..
10
Pondok Pesantren
11
Sarana kesehatan
- Rumah Sakit
SLTP
100
SLTA
100
PT
17
dihadapi dalam
DAFTAR PUSTAKA
Dinkes. 2011. Laporan Perkembangan STBM. Retrieved January 9th 2013, from:
http://www.dinkesprovkepri.org/download/LAPORAN%20PERKEMBANGAN
%20STBM.pdf
Depkes. 2008. Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Retrieved January 9th
2013, from: http://www.depkes.go.id/downloads/pedoman_stbm.pdf
Kesehatan Lingkungan. 2009. Penyakit Berbasis Lingkungan. Retrieved January 9th 2013,
from:http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/10/penyakit-berbasislingkungan.html