Hariadi, Anton. 2013, Tumour Markers in Lung Cancer. Literature Review. Faculty of
Medicine Brawijaya University. Supervisor: dr. Nunuk Sri Muktiati, SpP(K)
Despite the breakthrough in multidisplinary therapy, cancer related death has not
decreased significantly in the last 50 years. Lung cancer is generally divided into Small Cell
Lung Cancer(SCLC) and Non Small Cell Lung Cancer(NSCLC). Studies suggest that early
detection of cancer leads to better survival. The discovery of tumour marker was started with
the discovery of enzym as tumour marker. We have found many new target for cancer
therapy that could lead to better efficacy in a subset of population of lung cancer. New
biomarkers with high sensitivity and specificity is needed for early diagnosis, selection of
efficacious therapy, and to have longer progression free survival.
Keywords: tumour marker, lung cancer, genetic, predictive
ABSTRAK
Hariadi, Anton. 2013, Tumor Marker Pada Kanker Paru. Tinjauan KepustakaanFakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. Supervisor: dr. Nunuk Sri Muktiati, SpP(K)
Walaupun telah terjadi perkembangan modalitas terapi multidisipliner, kematian
karena kanker belum menurun secara signifikan dalam 50 tahun terakhir. Umumnya kanker
paru dibedakan sebagai Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dan Kanker
Paru Karsinoma Sel Kecil (KPKSK). Studi-studi telah menunjukkan bahwa deteksi dini dari
kanker dapat mengakibatkan angka kesintasan yang lebih baik. Penemuan petanda tumor
diawali dari ditemukannya enzim sebagai tumor marker. Saat ini telah ditemukan beberapa
terapi target baru yang dapat memberikan hasil efikasi yang baik pada subset populasi
tertentu dari kanker paru. Diperlukan penemuan biomarker kanker dengan tingkat
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk diagnosa dini kanker, pemilihan terapi yang
efektif, dan memperbaiki kesintasan bebas progresi.
Kata kunci: tumor marker, kanker paru, genetik, predictive
DAFTAR ISI
Abstract........................................................................................................................ i
Abstrak........................................................................................................................ ii
Daftar Isi..................................................................................................................... iii
Daftar Gambar............................................................................................................ v
Daftar Tabel................................................................................................................ vi
Daftar Singkatan........................................................................................................vii
BAB 1 Pendahuluan...................................................................................................1
1.1.
Latar Belakang..............................................................................................1
1.2.
Tujuan Penulisan...........................................................................................2
2.3.4. ProGrp.......................................................................................................8
2.3.5. p53............................................................................................................9
2.3.6. Squamous Cell Carcinoma Antigen.........................................................10
2.3.7. Mutasi EGFR...........................................................................................10
2.3.8. Onkogen KRAS........................................................................................11
2.3.9. Onkogen Fusi ALK...................................................................................12
2.3.10. Ekspresi ERCC1....................................................................................13
2.3.11. Ekspresi RRM 1.....................................................................................14
2.3.12. Ekspresi B-Tubulin III.............................................................................15
2.3.13. Ekspresi Thymidylate Synthase.............................................................16
2.4. Teknik Pemeriksaan.......................................................................................17
2.4.1. Immunoassay..........................................................................................17
2.4.2. Genomic..................................................................................................17
2.4.3. Proteomic................................................................................................18
2.5. Penggunaan...................................................................................................20
2.5.1. Skrining....................................................................................................20
2.5.2. Diagnostik................................................................................................20
2.5.3. Monitoring................................................................................................21
2.5.4. Prognostik................................................................................................23
2.5.5. Prediktif....................................................................................................24
BAB 3 Ringkasan......................................................................................................26
Daftar Pustaka.......................................................................................................... 29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
2011)
Skematis dari kromosom 2p23 dan 2p21 dan FISH ( Patel,
Gambar 2.3.
Gambar 2.4.
2011)
Mekanisme Kerja Gemcytabine (Adams, 2010)
Hubungan kadar B-Tubulin III dan progression free survival
Gambar 2.5.
Gambar 2.6.
Gambar 2.7.
2011)
Penggunaan Laser Capture Microdissection (LCM) pada
Gambar 2.8.
Gambar 2.9.
Gambar 2.10.
Gambar 2.11.
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
DAFTAR SINGKATAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Walaupun telah terjadi perkembangan modalitas terapi multidisipliner, kematian
karena kanker belum menurun secara signifikan dalam 50 tahun terakhir. Sebaliknya, terjadi
penurunan mortalitas yang dramatis dari kematian karena kardiovaskular dan penyakit
infeksi. Kesintasan dari kanker paru bergantung terhadap jenis sel dan stadium penyakit
saat presentasi berdasarkan klasifikasi TNM. Umumnya kanker paru dibedakan sebagai
Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dan Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil
(KPKSK). (Jemal et al, 2008)
KPKSK merupakan penyakit yang sangat agresif dengan hasil akhir yang buruk dan
merupakan 20% dari semua kasus kanker paru. Tanpa terapi, angka kesintasan median
adalah satu sampai 3 bulan. Namun, KPKSK responsif terhadap kemoterapi dan radioterapi.
Kombinasi kemoterapi menimbulkan respon rate sampai 80% pada pasien dengan Limited
Disease(LD), angka kesintasan median menjadi 14-16 bulan dan pada extensive disease
(ED) angka kesintasan menjadi 8-11 bulan. (Diamandis, 2002)
KPKBSK terdiri dari 3 jenis tipe histologis mayor: karsinoma sel skuamus,
adenocarcinoma, dan karsinoma sel besar, ketiganya merupakan 75% dari semua jenis
kanker paru. Modalitas terapi untuk KPKBSK adalah pembedahan pada stadium dini dan
kemoradioterapi pada stadium lanjut. Namun, prognosis untuk pasien dengan KPKBSK
tetaplah buruk. (PDPI,2011)
Studi-studi telah menunjukkan bahwa deteksi dini dari kanker dapat mengakibatkan
angka kesintasan yang lebih baik. Penemuan petanda tumor diawali dari ditemukannya
enzim sebagai tumor marker. Setelah makin diketahui jalur-jalur patogenesa timbulnya
kanker paru, ditemukan pula CEA sebagai tumor marker yang tertua pada kanker paru pada
8
tahun 1960an. Saat ini telah ditemukan beberapa terapi target baru yang dapat memberikan
hasil efikasi yang baik pada subset populasi tertentu dari kanker paru. Sedangkan, bila
terapi target diberikan pada pasien yang salah, maka efikasinya akan menurun drastis. Jadi,
diperlukan penemuan biomarker kanker dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi untuk diagnosa dini kanker, pemilihan terapi yang efektif, dan memperbaiki kesintasan
bebas progresi. (Chan et al, 2008)
1.2.
Tujuan Penulisan
1.
2.
3.
BAB 2
TUMOR MARKER
2.1. Definisi
Tumor marker adalah substansi yang berada di dalam, atau diproduksi oleh tumor itu
sendiri, atau diproduksi oleh host sebagai respon terhadap tumor, yang dapat digunakan
untuk mendiferensiasi tumor dari jaringan normal atau untuk mendeteksi adanya tumor
berdasarkan pemeriksaan darah atau cairan tubuh lain. (Diamandis, 2002)
Tumor marker adalah substansi yang diproduksi oleh sel tumor atau sel lain sebagai
respons terhadap neoplasma atau keadaan nonneoplastik tertentu; tumor marker dapat
ditemukan di dalam jaringan atau dalam cairan tubuh. (McPherson, Richard A. ed., 2011)
2.2. Klasifikasi
Menurut Tanoeraharjo(2012) secara umum terdapat tiga jenis tumor marker, yaitu:
destruksi sel, proliferasi, dan petanda diferensiasi atau asal usul sel.
Tumor marker seluler
Perubahan struktur komponen seluler merupakan perubahan sifat dan fungsi
biologis yang menetap. Perubahan ini terjadi pada morfologi sel, fenotip dan
petanda permukaan sel, kinetik sel dan status ploidi, dan kelainan kromosom.
Tumor marker molekuler
10
Kanker terjadi akibat akumulasi perubahan genetik dan atau epigenetik yang
menyebabkan
perubahan
ekspresi
protein
dalam
sel
bersangkutan.
2.2.1. Enzim
Enzim merupakan salah satu jenis tumor marker yang pertama kali ditemukan,
peningkatan kadarnya dihubungkan dengan kanker. Kebanyakan perubahan pada kadar
enzim tidak spesifik atau tidak cukup sensitif untuk mengidentifikasi tipe kanker atau organ
yang terlibat. Contoh dari kelompok ini adalah Prostate-Specific antigen (PSA), Alkaline
phosphatase (ALP), dan Neuron Specific Enolase. (McPherson, Richard A. ed., 2011)
2.2.2. Hormon
Hormon secara normal diproduksi di organ endokrin tapi dapat juga diproduksi oleh
jaringan non endokrin. Pada beberapa jenis keganasan terdapat peningkatan dari kadar
hormon yang dapat menunjukkan adanya keganasan dari organ tertentu. Sebagai contoh
adalah calcitonin, gastrin dan beta-HCG.
12
2.3.2. NSE
13
NSE merupakan bentuk enolase yang ditemukan pada jaringan neuronal dan pada
sel sistem endokrin. NSE dijumpai pada tumor yang berasal dari neuroendokrin termasuk
karsinoma paru sel kecil, neuroblastoma, feokromisitoma, karsinoma tiroid meduler,
melanoma dan tumor endokrin pankreas. Pada penderita karsinoma sel kecil sensitivitas
dilaporkan 80% dan spesifisitas 80-90%. (Chan et al, 2008)
NSE tidak memiliki sensitivitas ataupun spesifitas yang cukup untuk skrining dari
kanker paru, tetapi NSE dapat digunakan untuk membantu diagnosis dari kanker paru jenis
sel kecil. Kadar NSE yang tinggi (>100ug/L) pada pasien dengan kecurigaan adanya
keganasan menunjukkan kemungkinan adanya kanker paru sel kecil yang besar. (Stieber,
Petra et al. 2006)
2.3.4. ProGRP
14
ProGRP adalah marker yang reliabel untuk karsinoma sel kecil dengan sensitivitas
dan spesifisitas yang cukup baik, tetapi insiden karsinoma sel kecil yang rendah
menyebabkan ProGRP tidak direkomendasikan untuk skrining. Penyakit ginjal dapat
meningkatkan konsentrasi ProGRP sampai 300ng/L, tetapi pada penyakit jinak lain tidak
terjadi peningkatan ProGRP. Konsentrasi ProGRP >200ng/L merupakan tanda kecurigaan
tinggi terhadap kanker paru, dan konsentrasi >300ng/L merupakan kecurigaan terhadap
karsinoma sel kecil. (Stieber, Petra et al. 2006)
GRP atau Gastrin-Releasing peptide merupakan suatu hormon yang tersebar pada
seluruh sistem saraf, gastrointestinal, dan traktus respiratorius mamalia. GRP diduga
berperan dalam proses metastase melalui aktivitas autokrin atau melalui interaksi sel ke sel.
Karena waktu biologis dari GRP yang sangat rendah (2 menit), dikembangkankah
pemeriksaan immunoassay untuk mendeteksi bentuk prekursor dari GRP yaitu ProGRP
yang memiliki waktu paruh biologis dalam darah yang lebih lama. (Mollina, 2009)
ProGRP dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis diferensial, terutama untuk
membedakan karsinoma sel kecil denga jenis kanker paru lainnya. Bila digunakan secara
tunggal, ProGRP lebih superior dibandingkan NSE, tetapi kombinasi dari kedua marker tetap
lebih disarankan. ProGRP dapat dideteksi pada stadium dini dari karsinoma sel kecil dan
tidak berhubungan dengan besar dari tumor. Kegunaan ProGRP untuk prognosis terbatas,
tetapi beberapa studi mendukung penggunaan ProGRP untuk monitoring dan deteksi
rekurensi dari penyakit. (Stieber, Petra et al. 2006)
2.3.5. p53
p53 merupakan fosfoprotein inti dan merupakan regulator negatif dari pertumbuhan
sel. p53 berfunsi mensupresi tumor dengan cara meningkatkan ekspresi gen yang
menimbulkan inhibisi pertumbuhan dan proliferasi sel. Gen pengkode dari p53 mengalami
mutasi pada sekitar separuh dari seluruh tipe sel dari berbagai macam jaringan. Karena
waktu paruhnya yang cepat (20 menit), p53 protein wildtype tidak dapat dideteksi di dalam
sirkulasi darah. Namun, penggunaan teknologi PCR dapat mendeteksi adanya mutasi gen
15
p53, begitu pula adanya antibodi terhadap p53 di dalam darah dapat membantu deteksi p53
yang abnormal. (McPherson, Richard A. ed., 2011)
Kadar Anti-p53 pada pasien dengan kanker paru ditemukan peningkatan pada 100%
pasien dengan karsinoma sel besar, 28% pasien dengan adenocarcinoma, 55% pasien
dengan karsinoma sel skuamus, dan 71% pada karsinoma sel kecil. Hasil ini menunjukkan
bahwa peningkatan kadar anti-p53 serum spesifik terhadap jenis tumor. (McPherson,
Richard A. ed., 2011)
16
Gambar 2.1. Jalur signaling utama pada kanker paru (West, Lisandra et al. 2011)
EGFR merupakan reseptor transmembran yang dapat dideteksi pada 80% sampai
85% dari penderita KPKBSK dan tingkat ekspresinya dapat bervariasi secara luas. Mutasi
paling sering pada pasien dengan KPKBSK terjadi pada delesi dari exon 19 (pada 45%
pasien) dan mutasi pada exon 21(L858R sebanyak 40%). Kedua mutasi tersebut berakibat
pada aktivasi dari domain tyrosin kinase dan dihubungkan terhadap sensitivitas terharap
inhibitor Tyrosin kinase, erlotinib dan gefitinib. Mutasi ini terjadi pada 10% pasien kaukasia
dengan KPKBSK dan 50% pada pasien asia. Jenis mutasi lain yang dihubungkan dengan
sensitivitas terhadap inhibitor Tyrosin Kinase adalah mutasi titik pada exon 21(L861Q) dan
exon 18(G719X). (NCCN,2013)
Sedangkan mutasi dari T790M dihubungkan dengan resistensi dapatan pada terapi
inhibitor Tyrosine Kinase dan didapatkan pada 50% pasien dengan progresi penyakit setelah
awalnya berespon terhadap erlotinib. (NCCN, 2013)
Pentingnya nilai prediktif dari seleksi pasien ini telah dibuktikan dari berbagai
penelitian dengan KPKBSK stadium lanjut dengan terapi lini pertama. Pemberian agen
tunggal dari erlotinib telah memberikan efikasi yang bagus pada pasien KPKBSK yang
17
refrakter terhadap kemoterapi, tanpa melihat status mutasi EGFRnya. Toksisitas yang umum
didapatkan pada erlotinib dan geftinib termasuk ruam akneiform, diare, dan kelelahan.
(Sessa et al, 2012)
18
Gambar 2.2. Skematis dari kromosom 2p23 dan 2p21 dan FISH ( Patel, 2011)
Diperkirakan 2% sampai 7% pasien di amerika memiliki fusi dari gen ALK. Pasien
dengan fusi dari gen ALK memiliki resistensi terhadap terapi inhibitor Tyrosine Kinase
EGFR, tetapi meiliki karakteristik klinis yang mirip dengan pasien dengan mutasi
EGFR(adenocarcinoma, tidak pernah merokok) tetapi lebih sering terjadi pada laki-laki dan
lebih muda. Pada kelompok populasi ini, diperkirakan sebanyak 30% memiliki fusi dari gen
ALK. Tes diagnostik berbasis FISH dari fusi gen ALK ini sudah direkomendasikan pada
panduan dari NCCN sebagai prasyarat diberikannya terapi Crizotinib. (NCCN, 2013)
19
Pada pasien dengan KPKBSK yang menjalani reseksi total tanpa kemoterapi
ataupun radiasi perioperatif, kadar mRNA ERCC1 dapat digunakan sebagai prognostik dari
kesintasan. Namun, belum ada panduan yang menyarankan pemeriksaan rutin dari ERCC1
ini. (NCCN, 2013)
20
trifosfat
dan
gemcitabine
difosfat.
Gemcitabine
berkerja
menghambat
Gambar 2.4. Hubungan kadar B-Tubulin III dan progression free survival pada pemberian Golongan Taxane
(Adams, 2010)
22
Thymidylate synthase merupakan enzim yang diperlukan dalam sintesis purin dan
replikasi DNA. Kadar ekspresi yang tinggi dari Thymidilate synthase dihubungkan degan
peningkatan resiko terjadinya kanker paru, colon, dan lambung. Enzim ini biasanya
meningkat pada pasien dengan tumor. Enzim ini dihambat oleh agen antikanker antifolate
pemetrexed. Pemetrexed bekerja dengan menghambat aktivitas thymidilat sintase dengan
kompetisi pada ikatan CH2-THF dari Thymidilate Synthase. Pada pasien dengan ekspresi
Thymidylate synthase yang tinggi seperti jenis histologi karsinoma sel skuamus
dihubungkan dengan respon terhadap pemetrexed yang lebih buruk. (NCCN, 2013)
23
2.4.2. Genomic
Gambar 2.6. FISH pada pemeriksaan ALK (McPherson, Richard A. ed., 2011)
Genomic merupakan studi DNA, sedangkan transcriptomic adalah studi dari mRNA.
Studi dari mRNA dapat disebut juga sebagai genomic fungsional. Analisis dari ekspresi gen
dilakukan menggunakan microarray DNA yang mengandung oligonucleotida(cDNA) yang
ditempelkan pada chip. RNA dari sampel ditempelkan pada cDNA dan diberi label dengan
pewarna fluoresen. (Diamandis, 2002)
Comparative genomic hybridization (CGH) merupakan teknik yang membandingkan
perbadaan kopi DNA antara kanker dan kontrol. DNA diekstraksi dari kanker dan kontrol dan
24
diberi label dengan pewarna fluoresen yang berbeda. Semakin tinggi kopi dari DNA akan
memberikan intensitas fluoresen yang lebih tinggi. (Diamandis, 2002)
2.4.3. Proteomic
Walaupun DNA merupakan arsip informasi, tetapi proteinlah yang menjalankan
seluruh fungsi sel. Adanya sekuens DNA tidak menjamin adanya sintesa dari protein yang
dimaksud. Sehingga, sekuens DNA tidak cukup untuk menjelaskan struktur protein, fungsi
dan lokasinya dalam sel. Hal ini terjadi karena kompleksitas dari protein berasal dari proses
posttranslasi, seperti fosforilasi, sulfatisasi, atau glikosilasi. Kode DNA juga tidak
memberikan informasi tentang bagaimana protein terikat satu sama lain dan fungsinya di
dalam sel. (DeVita, 2008)
Proteomic didefinisikan sebagai studi sistematik dari ekspresi global dari protein.
Protein dapat memiliki banyak karakteristik yang hanya menjadi jelas setelah mereka
disintesa dan dilepaskan dari ribosom. Terdapat dua tipe pendekatan proteomic: expression
proteomics, yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkatalog semua jenis protein di
dalam sel. Tipe yang lainnya adalah cell-map proteomics, yang bertujuan untuk mengetahui
interaksi dari berbagai protein dan peran mereka dalam jalur transduksi sinyal. (Diamandis,
2002)
Proses studi proteomic terdiri dari pemisahan protein dan identifikasi protein.
Separasi protein dilakukan secara dua dimensi, pertama menggunakan isoelektrik, dan yang
kedua berdasarkan berat molekulnya. Separasi protein ini menimbulkan terbentuknya gel
yang bila diberikan cat protein akan menghasilkan pola bercak. Proses kedua adalah
identifikasi protein, biasanya dilakukan menggunakan mass spectrometry. (Diamandis,
2002)
Metodologi preteomic ini telah dilakukan pada serum pasien karsinoma sel skuamus
dengan jumlah besar. Untuk meingkatkan sensitivitas diagnosa, semua serum dilakukan
imunodeplesi dari semua protein dan kemudian dilakukan elektroforesis 2-D dan mass
spectroscopy. Didapatkan bahwa suatu sekumpulan protein (apolipoprotein A-IV precussor,
25
rantai F, C3c, prekursor protein amyloid A, dan Rab-7b) meningkat. (McPherson, Richard A.
ed., 2011)
Gambar 2.7. Penggunaan Laser Capture Microdissection (LCM) pada pemeriksaan genomic dan proteomic.
(DeVita, 2008)
2.5. Penggunaan
2.5.1. Skrining
Nilai skrining dari tumor marker merupakan kemampuan untuk mendeteksi dini
adanya kanker paru pada kelompok pasien asimtomatik atau pada grup pasien resiko tinggi.
Saat ini tidak ada laporan yang menunjukkan kegunaan satu marker atau kombinasi marker
untuk diagnosa awal dari kanker paru pada populasi asimptomatik ataupun pada grup
perokok dengan resiko tinggi terjadinya kanker paru. (Stieber, Petra et al. 2006)
2.5.2. Diagnostik
26
Tabel 2.1. Penggunaan tumor marker pada kanker paru (Diamandis, 2002)
Nilai diagnosis dari tumor marker adalah untuk membantu mengarahkan diagnosis
diferensial dan menentukan kemungkinan jenis tipe histologis, terutama pada tumor paru
dengan asal yang tidak jelas. Walaupun terdapat kerancuan pada pasien sehat dan pasien
dengan penyakit jinak, peningkatan tinggi dari konsentrasi CEA, Cyfra 21-1, NSE, SCCA,
dan ProGRP sangat sugestif menunjukkan adanya keganasan. Dari beberapa jenis marker
dapat diperkirakan kemungkinan jenis histologi yang paling mungkin: CEA pada
adenocarcinoma, Cyfra 21-1 dan SCC pada karsinoma sel skuamus, Cyfra 21-1 dan NSE
pada karsinoma sel besar, NSE dan ProGRP pada karsinoma sel kecil. Kebanyakan marker,
termasuk Cyfra 21-1, CEA, NSE, dan SCC berkorelasi dengan beban tumor. Sedangkan
ProGRP dapat mencapai nilai yang tinggi walaupun pada karsinoma sel kecil dengan lesi
terbatas. Namun, nilai tumor marker normal, atau peningkatan sedikit dari konsentrasinya
tidak dapat mengeksklusi adanya tumor ataupun progresinya. (Stieber, Petra et al. 2006)
2.5.3. Monitoring
27
Nilai monitoring dari tumor marker dapat menunjukkan efikasi terapi, dan deteksi
rekurensi dari penyakit. Kecepatan menurunnya tumor marker setelah pembedahan
mengindikasikan hasil akhir yang lebih baik bagi pasien. Setelah peningkatan sejenak dari
tumor marker setelah intervensi terapetik, karena pelepasan marker dari sel sehat ataupun
sel tumor yang rusak karena pembedahan, penurunan dari tumor marker tergantung dari
waktu paruh biologis tumor marker itu sendiri dan jumlah sel tumor yang tersisa. Setelah
reseksi kuratif, konsentrasi Cyfra 21-1, TPA, dan SCC(waktu paruh 1,5-3 jam) diharapkan
turun mencapai nilai normal seperti pada orang sehat dalam 1-2 hari, sedangkan pada CEA,
penurunan terjadi lebih lama karena waktu paruh CEA yang lebih lama(1-4 hari). (Stieber,
Petra et al. 2006)
Pada kemoterapi sistemik, penurunan dari tumor marker juga dapat menunjukkan
efikasi terapi. Pada KPKBSK, Cyfra 21-1 memiliki korelasi yang terbaik dengan respon
tumor. Untuk deteksi progesif disease, Cyfra 21-1 memberikan nilai spesifisitas 100% dan
sensitivitas 52%. Pada karsinoma sel kecil, NSE dan ProGRP menggambarkan perjalanan
penyakit dan respon terhadap terapi. Selama kemoterapi, kadar NSE dan ProGRP dapat
meningkat pada 24-72 jam pertama setelah terapi akibat dari lysis dari sel tumor, kemudian
menurun secara cepat ke kadar yang normal. Sebaliknya, kegagalan terapi dihubungkan
28
dengan tetap adanya peningkatan ataupun penurunan minimal dari marker-marker ini.
(Stieber, Petra et al. 2006)
Untuk menilai rekurensi dari kanker paru, tumor marker merupakan indikator yang
sensitif dari timbulnya lagi penyakit, bahkan dapat mendeteksi beberapa bulan lebih awal
dibandingkan dari metode radiologis. Pada KBKBSK, Cyfra 21-1 memiliki sensitivitas 79%
untuk mendeteksi rekurensi dan memberikan diagnosa lebih dini 2-18 bulan. Sedangkan
pada karsinoma paru sel kecil, ProGRP memberikan sensitivitas yang lebih tinggi (67%)
dibandingkan NSE dan CEA (20%, dan 38%). Sedangkan bila digunakan ketiganya
sensitifitas menjadi 79%. ProGRP dapat memberikan diagnosa rekurensi 35 hari lebih dini.
(Stieber, Petra et al. 2006)
Gambar 2.9. Skema rekomendasi penggunaan tumor marker pada kanker paru di Universitas Cologne,
Jerman (Diamandis, 2002)
2.5.4. Prognostik
Pada mulanya, nilai prognostik dari tumor marker menggambarkan perjalanan
penyakit kanker pada pasien yang tidak diterapi. Namun, pada perkembangannya nilai
prognostik ini juga mencakup sebagai perjalanan penyakit pada pasien yang mendapat
terapi antikanker sistemik. Sebagai contoh: Cyfra 21-1(Brnner, N., 2009)
Pada KPKBSK, Cyfra 21-1 merupakan marker prognostik yang terbaik, baik pada
pasien dengan penyakit yang masih dapat dioperasi, maupun pada pasien dengan penyakit
29
lanjut. Sedangkan pada karsinoma paru sel kecil, LDH, sodium, albumin, dan NSE memiliki
nilai prognostik yang baik. (Stieber, Petra et al. 2006)
30
2.5.5. Prediktif
31
Gambar 2.11. Biomarker mutasi dari kanker paru tipe histologi Adenocarcinoma (ASCO,
2011)
32
BAB 3
RINGKASAN
33
kegagalan dari penurunan kadar tumor marker atau kadar marker yang tetap tinggi setelah
pembedahan dapat digunakan sebagai pertanda kegagalan pembedahan.
Tumor marker dapat juga memiliki nilai prognosis. Pada KPKBSK, Cyfra 21-1
merupakan marker prognostik yang terbaik baik pada stadium awal maupun stadium lanjut.
Sedangkan pada KPKSK, kadar NSE memiliki nilai prognostik yang baik. Adanya mutasi
EGFR bukan merupakan faktor prognostik yang baik dari kanker paru.
Dengan perkembangan pemahaman tentang patogenesa kanker paru, tumor
marker-tumor marker baru memiliki faktor prediktif, yaitu kemampuan untuk memperkirakan
keberhasilan terapi. B-Tubulin, KRAS, overekspresi ERCC, overekspresi RRM1, dan
ekspresi thymidilate synthase merupakan prediktor negatif dari terapi dengan beberapa
golongan kemoterapi. Namun, pemeriksaan dari marker-marker tersebut belum disarankan
sebagai pemeriksaan rutin pada guideline internasional. Adanya mutasi EGFR dan ALK
pada KPKBSK dengan jenis histologi adenocarcinoma merupakan faktor prediktif
keberhasilan terapi dengan inhibitor tyrosine kinase EGFR dan inhibitor MET-ALK .
Pada masa depan, diperkirakan akan muncul semakin banyak tumor marker- tumor
marker baru yang dapat membantu klinisi merawat pasien dengan kanker. Ditemukannya
mutasi-mutasi genetik baru yang berhubungan dengan patogenesa timbulnya kanker paru
akan semakin membantu klinisi untuk memilih obat yang tepat dan menghemat dana
pengobatan kanker. Namun demikian, pemeriksaan tumor marker-tumor marker ini mungkin
masih belum dapat dilaksanakan semua di Indonesia karena keterbatasan sarana dan
kemampuan ekonomi pasien di Indonesia yang masih terbatas.
34
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Val R. 2010. Histological and genetic markers for non-small-cell lung cancer:
Customizing treatment based on individual tumor biology. American Society of Health
System Pharmacists.
American Society of Clinical Oncology (ASCO). 2011. 2011 Focused Update of 1009
American Society of Clinical Practice Guideline Update on Chemotherapy for Stage IV
Non-Small-Cell Lung Cancer.
Brnner, N., 2009. Ask the Experts. [e-book] Connection. Available through: University of
Copenhagen, Denmark. <http://www.dako.com/index/knowledgecenter/kc_publications/kc_publications_connection/kc_publications_connection132.htm/28828_2009_conn13__difference_predictive_prognostic_biomarkers_brunner.p
df> [Accessed 13 July 2013]
Chan D.W., Booth R.A., Diamandis E.P. Tumor Markers. 2008. Tietz Fundamentals of
Clinical Chemistry, 6th edition.
DeVita, Vincent T. Lawrence, Theodore S. Rosenberg, Steven A. 2008. Devita, Hellman and
Rosenberg's Cancer: Principles & Practice of Oncology, 8th Ed. Lippincott Williams
dan Wilkins.
Diamandis, Eleftherios P. 2002. Tumor Markers Physiology, Pathobiology, Technology, and
Clinical Applications. American Association for Clinical Chemistry.
Grenache D. 2011. Cytokeratin 19 Fragment (CYFRA21-1) Serum for Prognosis and
Treatment Monitoring of Patients with Non Small Cell Lung Cancer. National
Reference Laboratory.
Heide, J. 2010. Controversies in the Treatment of Lung Cancer. Karger.
Jemal A, Siegel R, Ward E, Hao Y, Xu J, Murray T, Thun MJ. 2008. Cancer statistics. CA
Cancer J Clin 2008; 58: 7196.
35
36