BLOK DIGESTIVE
OBAT SALURAN PENCERNAAN
Asisten :
Farissa Utami
G1A012121
Kelompok D2
1. Putra Achsanal Huda
G1A012139
G1A013052
G1A013055
4. Muhammad Mahdi A
G1A013056
G1A013057
6. M.Mukti Muryadi
G1A013072
7. Dilla Alfinda R
G1A013112
8. Anggi Samudera R
G1A013113
G1A013114
G1A013115
BLOK DIGESTIVE
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
Kelompok D2
1. Putra Achsanal Huda
G1A012139
G1A013052
G1A013055
4. Muhammad Mahdi A
G1A013056
G1A013057
6. M.Mukti Muryadi
G1A013072
7. Dilla Alfinda R
G1A013112
8. Anggi Samudera R
G1A013113
G1A013114
G1A013115
(Sherwood, 2010). Sel mukus cepat membelah dan berfungsi sebagai sel
induk bagi semua sel baru di mukosa lambung.
Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel akan bermigrasi
ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau berdiferensiasi ke
bawah untuk menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui aktivitas ini,
seluruh mukosa lambung diganti setiap tiga hari (Sherwood, 2010).
Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama
mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda
dengan mukosa oksintik. Sel-sel di daerah kelenjar pilorik ini jenis selnya
adalah sel parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel
enterokromafin yang menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan
gastrin, sel D menghasilkan somatostatin. Histamin yang dikeluarkan
berperan sebagai stimulus untuk sekresi asetilkolin, dan gastrin. Sel G
yang dihasilkan berperan sebagai stimuli sekresi produk protein, dan
sekresi asetilkolin. Sel D berperan sebagai stimuli asam (Sherwood, 2010).
2. Mekanisme Sekresi Asam Lambung
Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen
kantung lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen
lambung. pH isi lumen turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion
hidorgen (H+) dan ion klorida (Cl) secara aktif ditransportasikan oleh
pompa yang berbeda di membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara
aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi yang sangat besar, dengan
konsentrasi H+ di dalam lumen mencapai tiga sampai empat juta kali lebih
besar dari pada konsentrasinya dalam darah. Karena untuk memindahkan
H+ melawan gradien yang sedemikian besar diperlukan banyak energi, selsel parietal memiliki banyak mitokondria, yaitu organel penghasil energi.
Klorida juga disekresikan secara aktif, tetapi melawan gradien konsentrasi
yang jauh lebih kecil, yakni hanya sekitar satu setengah kali (Sherwood,
2010).
H+ +HCO3
H2CO3
yang
masuk bersama
makanan,
walaupun
besar
mengandung
alumunium
hidroksida,
magnesium
biasa
digunakan
untuk
membuat
produk
konstipasi
adalah
pada
terproduksinya
laksatid
bisa
mediator
inflamasi.
menstimulasi
pelepasan
insufisiensi
ginjal,
penyakit
jantung,
preexisting
adalah
disakarida
radiologi,
bedah,
dan
endoskopi.
Karena
sifat
(dioksilkalsium
sulfosuccinate;surfak)
tersedia
dalam
kolik
usus,
bersifat
hepatotoksik,
dan
dapat
menimbulkan
albuminuria
dan
adanya
Bisakodil
dapat
menimbulkan
proktitis
pada
diantron atau
minuman adekuat, dan olah raga. Bila tindakan di atas tidak berhasil
tidak berhasil bisa digunakan obat pencahar. Sebaiknya obat pencahar
digunakan dengan dosis efektif yang paling rendah, jangan terlalu
sering, dan pengobatan dihentikan secepatnya (Gunawan, 2007).
Pencahar
emolien
misalnya
dioktilnatrium
sulfosuksinat
diindikasikan pada penyakit bila mengejan dan atau tinja keras dapat
membahayakan misalnya hemoroid, hernia, gagal jantung, penyakit
koroner,
Penggunaan pencahar
akan
mengakibatkan
hipokalemia
melalui
terjadinya
disertai
kehilangan
protein
dengan
akibat
terlalu bnyak
dapat
menimbulkan osteomalasia
(Gunawan, 2007).
Kontraindikasi penggunaan pencahar adalah pada pasien dengan
dugaan apendisitis, obstruksi usus atau sakit perut yang tidak diketahui
sebabnya, dapat membahayakan. Semua pencahar tidak boleh diberikan
pada pasien dengan mual, muntah, spasme, kolik atau berbagai
gangguan abdomen lainnya (Gunawan, 2007).
5. Anti Diare
Antidiare dapat digunakan secara aman pada penderita diare akut
ringan hingga sedang. Namun, obat ini tidak boleh digunakan pada
penderita diare berdarah, demam tinggi atau toksisitas sistemis karena
adanya risiko perburukan kondisi-kondisi tersebut. Penggunaan agen-agen
ini harus dihentikan pada pasien yang diarenya memburuk walaupun sudah
diberi terapi. Antidiare juga digunakan pada penderita diare kronik yang
disebabkan oleh berbagai sindrom, seperti IBD atau penyakit usus
inflamatorik (Katzung, 2010).
Ada beberapa golongan obat diare, antara lain:
a. Agonis Opioid
Opioid memiliki efek konstipasi yang bermakna. Obat ini
meningkatkan segmentasi fasik kolon melalui inhibisi saraf
kolinergik presinaptik dalam pleksus submukosus dan mienterikus
sehingga menyebabkan peningkatan waktu transit dalam kolon dan
penyerapan air. Reflek gastrokolik dan pergerakan masal otot
dihambat oleh opioid. Meskipun semua opioid memiliki efek
antidiare, efeknya terhadap sistem saraf pusat dan adanya potensi
adiktif membatasi penggunaan dari opioid (Katzung, 2010).
Loperamid, merupakan agen opioid bebas yang tidak dapat
melewati BBB juga tidak memilki efek kecanduan dan analgesic.
Biasanya obat ini digunakan dua sampai empat kali dengan sediaan
2 mg. Contoh obat agonis opioid lainnya adalah difenoksilat, yang
pada dosis standar tidak memilki efek analgesik, namun dosisnya
jangka panjang dapat berefek pada sistem saraf pusat sehingga
dapat
menyebabkan
ketergantungan.
Sediaan
umumnya
pepsin.
Sukralfat
kemungkinan
juga
merangsang
sekresi
langsung
dan
mengikat
enterotoksin
sehingga
kolesistokin,
glukagon,
hormon
pertumbuhan,
2013).
Contoh obat (Katzung, 2013):
Atropin
0,4-0,6 mg IM
Skopolamin
0,3-0,6 mg IM
c. Benzodiazepine
1) Potensial oprazolam dan loprazolam sebagai anti muntah adalah
rendah. Efeknya yang menguntungkan mungkin disebabkan efek
sedasi, ansiolitik, dan amnesiknya (Katzung, 2013).
2) Karena waktu paruh yang singat derta durasi aksi yang pendek
midazolam mungkin
(Katzung, 2013).
NABinol]
2) Farmakologi Umum
Metoklopramid sebagai antagonis dopamine secara sentral
menghambat stimulasi CTZ obat ini mempunyai efek prokinetik
yang memperbaiki pengosongan lambung dengan cara mengurangi
stimulasi pusat muntah yang berasal dari perifer.
N,
N,
-trimetil-,
monohydrochloride,
()
berubah biru pada kontak yang terlalu lama dengan udara. Mudah
larut dalam air, dalam alkohol dehidrasi panas, dan dalam kloroform,
tidak larut dalam eter, dalam aseton dan etil asetat(Bennet, 2008).
2) Farmakologi Umum
Obat ini bekerja pada CTZ dengan cara menghambat transmisi
dopaminergik di SSP. Obat-obat ini juga mengurangi muntah yang
disebabkan oleh iritan-iritan lambung dan menunjukkan bahwa obat
ini menghambat stimulasi vagal perifer dan aferen simpatetik
(Bennet, 2008).
3) Farmakodinamik
Promethazine memiliki nama dagang Phenergan, digunakan
untuk terapi mual atau muntah, motion sickness dan reaksi alergi,
tetapi dapat menyebabkan efek sedasi yang melebihi obat golongan
antihistamin lainnya(Bennet, 2008).
4) Farmakokinetik
Bioavailabilitas promethazine rendah bila diberikan secara oral
dan per rectal.Obat ini memulai kerjanya dalam waktu 3-5 menit bila
diberikan secara intravena dan 20 menit bila diberikan secara
intramuscular, per oral ataupun per rectal. Lamanya obat ini bekerja
sekitar 4 sampai 6 jam bila diberikan per oral (terapi motion
sickness), dan 4-6 jam atau lebih dari 12 jam bila diberikan secara
intravena (terapi mual dan muntah). Dalam hal distribusi, obat ini
sebsar 93% akan berikatan dengan protein. Obat ini akan
dimetabolisme oleh hepar melalui kerja enzim P450 CYP2D6.
Metabolitnya berupa promethazine sulfoxide dan glucuronides
(inaktif).Untuk mekanisme eliminasinya, obat ini dieksresikan
terutama melalui urin, bisa juga melalui feses (Bennet, 2008).
5) Toksisitas
Efek samping obat ini antara lain mengantuk, pusing, pandangan
kabur, sakit kepala, mulut kering, susah buang air kecil dan
konstipasi (Bennet, 2008).
g. Antagonis reseptor 5-HT3
Pada bagian terminal nervus vagal dan bagian central CTZ
ditemukan adanya reseptor 5-HT3. Pada keadaan tertentu sel mukosa
pada GIT melepaskan serotonin yang menstimulasi reseptor 5-HT3
Granisetron
Granisetron tersedia dalam bentuk tablet dan cairan/sirup untuk
diminum secara oral. Untuk pencegahan mual dan muntah pada
kemoterapi, Granisetron biasanya diminum satu jam sebelum
kemoterapi dijalankan. Dosis kedua diberikan setelah 12 jam dari
dosis pertama.
2)
Ondansetron
Ondansetron diperuntukkan untuk mencegah mual dan muntah
yang
disebabkan
kemoterapi
kanker
atau
setelah
operasi.
Tropisetron
Tropisetron digunakan untuk mual karena kemoterapi dan
muntah pada anak. Mencegah mual dan muntah setelah operasi.
Dapat
digunakan
dalam
terapi
darah)
dengan
cara
mengikat
dapat
digunakan
untuk
mencegah
Calcium karbonat
kalsium
contohnya
osteoporosis
posmenopouse
Dapat digunakan pada kasus defisiensi
Magnesium karbonat
magnesium
Cara kerja obat :
Kombinasi aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida
merupakan antasid yang bekerja menetralkan asam lambung dan
menginaktifkan pepsin sehingga rasa nyeri ulu hati akibat iritasi oleh
asam lambung dan pepsin berkurang.
b. Antagonis reseptor H2
Golongan obat yang dapat menghambat kerja histamin pada sel
parietal
lambung,
oleh
karenanya
sekresi
asam
lambung
C. Cara Kerja
4 tikus (masing-masing)
Ditimbang beratnya
Diberi MgSO4
Diberi bisakodil
Beri vegeta
Amati konsistensi dan jumlah feses masing-masing tikus setelah dan sebelum pemberian obat
Obat
MgSO4
Sebelum
4 jam setelah
14 jam setelah
pemberian obat
pemberian obat
pemberian obat
Jumlah feses 4,
Jumlah feses 6,
Jumlah feses 3,
Konsistensi cukup
konsistensi
konsistensi
kering,
lembek , bentuk
lembek , bentuk
Bentuk silinder,
silindrr , warna
silinder , warna
coklat
kuning
kehitaman
kecoklatan
Jumlah feses 6,
Jumlah feses 9,
Jumlah feses 4,
Konsistensi padat,
Konsistensi
Warna kuning
coklat kehitaman
2
Vegeta
Warna coklat
Bisacodil
Merit
lembek berair ,
warna coklat
kehijauan
Warna coklat
Jumlah feses 6
Jumlah feses 7,
Jumlah feses 4,
Konsistensi padat
Konsistensi
Konsistensi
lembek,
lembek,
Warna coklat
Warna coklat
Jumlah feses 5,
Jumlah feses 8,
Jumlah feses 5,
Konsistensi padat,
Konsistensi
Konsistensi
lembek
lembek berair
Warna hitam
lembek,
konsistensi
B. PEMBAHASAN
1. MgSO4
Pada tikus yang diberi obat pencahar MgSO 4, efek kerjanya baru
terlihat 4 jam setelah pemberian obat. Setelah 4 jam pasca pemberian obat,
terjadi perubahan konsistensi feses tikus menjadi lebih lembek akan tetapi
tidak ada perubahan pada bentuk dan warna, akan tetapi jumlahnya lebih
banyak menjadi 6 buah setelah dibandingkan pada 30 menit setelah
pemberian obat yang hanya 4 buah..
Setelah 14 jam pasca pemberian obat dapat dilihat perubahan jumlah
yang menjadi lebih sedikit yaitu 3 buah dengan konsistensi lebih lembek
lagi dan ada perubahan warna menjadi kuning kecoklatan.
MgSO4 merupakan obat pencahar golongan osmotik/garam yang
cara kerjanya dengan menarik air ke dalam lumen kolon sehingga
meningkatkan peristaltik usus dan tinja yang dihasilkan akan menjadi lebih
lembek. Efek kerja pencahar golongan ini pada manusia biasanya terlihat
3-6 jam setelah pemberian obat. Pada tikus percobaan ini, ternyata efek
pencahar mulai terlihat setelah 3 jam pasca pemberian MgSO 4. Keadaan
ini sesuai dengan teori yang terdapat dalam literatur dimana obat ini akan
mengurangi kepadatan feses dan efeknya baru terlihat setelah 6 jam pasca
pemberian obat (Tanu, 2007).
2. Vegeta
Vegeta merupakan supplemen yang terdiri dari kombinasi serat,
laksatif alami dan anti kembung yang berasal dari tumbuh-tumbuhan alami
dan berfungsi untuk melancarkan buang air besar yang sudah macet. Cara
kerjanya dengan mengikat air dan ion dalam lumen kolon, sehingga tinja
yang dihasilkan akan menjadi lebih banyak dan lunak. Laksatif pembentuk
massa adalah koloid hidrofilik tak tercerna yang menyerap air, dan
membentuk gel emolien bermassa yang meregangkan kolon sehingga
merangsang peristaltis. Sediaannya yang banyak dijumpai meliputi produk
tanaman alamiah seperti psilium, metilselulosa dan serat sintetis
polikarbofil. Efek kerja pencahar golongan ini pada manusia biasanya
terlihat 12-24 jam setelah pemberian obat. (Estuningtyas, 2007).
Pada tikus percobaan ini, ternyata efek pencahar mulai terlihat sejak
4 jam pasca pemberian vegeta dan efeknya mulai menurun setelah 14 jam
pasca pemberian obat. Keadaan ini mungkin terjadi akibat faktor stres dari
tikus, karena pada waktu praktikum praktikan kurang memberi efek stres
pada tikus.
3. Bisakodil
Bisakodil merupakan obat pencahar golongan pencahar rangsang
(stimulan/ irritan non spesifik) yang cara kerjanya dengan merangsang
mukosa, saraf intramural atau otot polos usus sehingga meningkatkan
peristaltik dan sekresi lendir usus. Efek kerja pencahar golongan ini pada
manusia biasanya terlihat 6-12 jam setelah pemberian oral, dan 15 menit-1
jam pada pemberian rektal (Estuningtyas, 2007).
Pada tikus yang diberi obat pencahar bisakodil, efek kerjanya terlihat
setelah 4 jam pasca pemberian obat dimana terjadi perubahan jumlah dan
konsistensi feses tikus menjadi lebih banyak dan lemek setelah pemberian
obat dibandingkan pada saat awal pengamatan sebelum pemberian obat. 14
jam setelah pemberian bisakodil, perubahan terjadi konsistensi feses
menjadi lunak dan lebih sedikit dibanding 4 jam sebelumnya, hal ini
mungkin disebabkan karena efek obat yang mulai berkurang selama pasca
pemberian obat, dimana efek kerja golongan pencahar biasanya terlihat 612 jam setelah pemberian oral dan mungkin juga disebabkan karena feses
dari tikus yang memang sudah habis, karena kelompok kami juga tidak
memberikan makanan ke tikus percobaan tersebut (Estuningtyas, 2007).
4. Merit
Pada tikus yang diberi obat pencahar jamu merit, efek kerjanya
terlihat setelah 4 jam pasca pemberian obat dimana terjadi perubahan
jumlah dan konsistensi feses tikus menjadi lebih banyak dan lebih lembek
dan warnanya lebih hitam.
Setelah pemberian obat dibandingkan pada saat awal pengamatan
sebelum pemberian obat 14 jam setelah pemberian jamu merit, efek obat
terlihat semakin kuat dengan ditandai perubahan konsistensi feses menjadi
lembek berair dengan jumlah yang lebih sedikit dibanding sebelumnya.
Jamu merit merupakan obat pencahar yang mengandung Guazumae
Folium, Rhei Radix, dan ekstrak Granati Fructus Cortex. Guazumae
Folium bekerja secara langsung dalam sistem pencernaan dengan
membentuk sebuah lapisan untuk melindungi membran mukosa dari
saluran pencernaan sehingga mempercepat perjalanan makanan. Rhei
Radix merupakan derivat dari Antrakuinon yang memiliki efek pencahar
rangsang. Pada saat yang bersamaan, ekstrak Granati Fructus Cortex
menyebabkan penyempitan pori-pori usus sehingga menurunkan absorbsi
makanan. Pada manusia, obat ini biasanya memberi efek pencahar 8-12
jam setelah pemberian obat (Jamugarden, 2011).
Pada tikus yang diberi merit, ternyata efek pencahar mulai terlihat
setelah 4 jam pasca pemberian jamu merit dan efeknya mulai meningkat
setelah 14 jam pasca pemberian obat. Keadaan ini mungkin terjadi akibat
kondisi tubuh tikus yang berbeda dengan manusia juga mungkin
berpengaruh pada hasil percobaan sehingga efek obat tersebut berlangsung
lebih cepat pada tikus.
makan.
Muntah bisa menunjukkan adanya edema atau stenosis pilorus.
Perdarahan gastrointestinal sering merupakan keluhan utama pada
ulkus peptik.
Perforasi disertai peritonitis kadang-kadang merupakan keluhan
utama atau tanda komplikasi
Terdapat dua kunci utama yang berkaitan dengan patogenesis ulkus
infeksi
H.
Pylori,
mengeliminasi/memusnahkan
PMN/limfosit
yang
host
bakteri
menginfiltrasi
akan
ini
memberi
melalui
mukosa
secara
respon
untuk
mobilisasi
sel-sel
intensif
dengan
Selain
itu,
phosphorylation
adanya
yang
uncoupling
menyebabkan
of
mitochondrial
penurunan
produksi
oxidative
adenosine
menyebabkan
ulserasi
mukosa
gastrointestinal
dan
disfungsi
yang
minimal
pada
penghambat
COX-2
karena
tidak
COX,
sintesis
leukotrien
meningkat melalui perubahan metabolisme asam arakidonat ke jalur 5lipoxygenase (5-LOX). Leukotrien terlibat dalam proses kerusakan mukosa
gaster karena menyebabkan iskemik jaringan dan inflamasi. Peningkatkan
ekspresi molekul adhesi seperti intercellular adhesion molecule-1 oleh
mediator
proinflamasi
menyebabkan
aktivasi
neutrophilendothelial.
DAFTAR PUSTAKA
Akil KMZ. 2009. Tukak Duodenum dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Ilmu Dalam
Edisi V Jilid I. Jakarta: Interna Publishing.
Ari,Estuningtyas; Azalia Arif. 2007.Obat Lokal. Farmakologi dan Terapi edisi 6.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Bennet. P. N, Brown M J. 2008. Clinical Pharmacology Tenth Edition. London :
Churchill Livingstone.
Blandizzi C., et al. 2008. Clinical efficacy of esomeprazole in the prevention and
healing of gastrointestinal toxicity associated with NSAIDs in elderly
patients. Drugs Aging. Vol. 25(3) :197-208.
Brunton L.L., Lazo J.S., Parker K.L. 2006. Goodman & Gilmans The
Pharmacological Basis of Therapeutics. New York: McGraw-Hill.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Ulkus Peptikum. Dalam: Buku Saku Patofisiologi.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Davey, Patrick. 2005. At Glance Medicine. Jakarta: Erlangga
Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta :
EGC.
Ganong, William F. 2010. Review of Medical Physiology 23rd edition. New York:
The McGraw-Hill Companies.Inc.
Gosal, Fandy, Bram Paringkoan, dan Nelly Tendean Wenas. 2012. Patofisiologi
dan Penanganan Gastropati Obat Antiinflamasi Nonsteroid. Journal
Indonesia Medical Association. Vol. 62(11): 444-449
Gunawan, S.G., et al. ed. 2012. Farmakologi Dan Terapi FKUI Edisi 5. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
Jamugarden. 2011. Jamu Merit Plus - Lose Weight Fast The Healthier Way.
Jamugarden.
Katzung, B.G. 2010. Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi 10. Jakarta: EGC
Kho, dragon. 2010. Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Infeksi Helicobacter
pylori. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 60(8): 381-384.
Longo, Dan L. et al. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Ed.18.
Jakarta: EGC
Sanusi, Iswan A. 2011. Tukak Lambungdalam Buku Ajar Gastroenterologi.
Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Tanu, Ian. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi Kelima. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Tarigan, P. 2009. Tukak Gaster dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Ilmu Dalam Edisi
V Jilid I. Jakarta: Interna Publishing
Valle JD. 2008. Peptic ulcer disease and related disorders dalam Harrisons
principle of internal medicine16th Ed. New York: McGraw-Hill