Anda di halaman 1dari 24

Sabtu, 23 Juli 2011

Hernia Nukleus Pulposus ( HNP )


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kira-kira 80% penduduk seumur hidup pernah sekali merasakan nyeri punggung bawah.
Pada setiap saat lebih dari 10 % penduduk menderita nyeri pinggang. Insidensi nyeri
pinggang di beberapa negara berkembang lebih kurang 15-20% dari total populasi, yang
sebagian besar merupakan nyeri pinggang akut maupun kronik, termasuk tipe benigna.
Penelitian kelompok studi nyeri PERDOSSI Mei 2002 menunjukkan jumlah penderita
nyeri pinggang sebesar 18,37% dari seluruh pasien nyeri.

Studi populasi di daerah


pantai utara Jawa Indonesia
ditemukan insidensi 8,2%
pada pria dan 13,6% pada
wanita. Di rumah sakit Jakarta, Yogyakarta dan Semarang insidensinya sekitar 5,4
5,8%, frekwensi terbanyak pada usia 45-65 tahun.
Biasanya nyeri pinggang membutuhkan waktu 6-7 minggu untuk penyembuhan baik
terhadap jaringan lunak maupun sendi, namun 10% diantaranya tidak mengalami
perbaikan dalam kurun waktu tersebut. Hal ini pastilah sangat mengganggu, bukan hanya
menimbulkan rasa tidak nyaman atau sakit, tapi juga menghambat produktifitas di
kehidupan sehari-hari.

Nyeri punggung bawah merupakan gejala, bukan suatu diagnosis. Nyeri punggung
merupakan kelainan dengan berbagai etiologi dan membutuhkan penanganan simtomatis
serta rehabilitasi medik. Banyak sekali penyebab nyeri pinggang pada manusia, bisa
karena infeksi pada otot atau tulang belakang, trauma atau benturan yang hebat pada
pinggang, kelainan pada tulang belakang, dll. Salah satu yang cukup sering menyebabkan
nyeri pinggang adalah yang dinamakan Herniated Nucleus Pulposus (HNP).

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hernia Nukleus pulposus (HNP) atau potrusi Diskus Intervertebralis (PDI) adalah suatu
keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus intervertebralis ke dalam kanalis
vertebralis (protrusi diskus) atau ruptur pada diskus vebrata yang diakibatakan oleh
menonjolnya nukleus pulposus yang menekan anulus fibrosus yang menyebabkan
kompresi pada syaraf, terutama banyak terjadi di daerah lumbal dan servikal sehingga
menimbulkan adanya gangguan neurologi (nyeri punggung) yang didahului oleh
perubahan degeneratif pada proses penuaan.

B.

ANATOMI

Diskus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal
sampai lumbal/sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut
(shock absorber).

Diskus intervertebralis terdiri dari dua bagian utama yaitu:

1.

Anulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:


Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang

konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai


gulungan per (coiled spring)

Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus

Daerah transisi.

Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal posterior makin mengecil sehingga pada
ruang intervertebra L5-S1 tinggal separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan
mudah terjadinya kelainan didaerah ini.

2.

Nucleus Pulposus

Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan (hyaluronic long
chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis.
Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan/beban.
Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif dengan
bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai
dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya kadar air dalam
nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastic.

Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:


Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu menyangga
berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi L5-S1. Mobilitas daerah
lumbal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi. Diperkirakan hampir 57%
aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan pada sendi L5-S1. Daerah lumbal terutama
L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum longitudinal posterior hanya separuh
menutupi permukaan posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah postero
lateral.

C. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai berikut :
1.

Riwayat trauma

2.

Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam

waktu lama.
3

Sering membungkuk.

Posisi tubuh saat berjalan.

Proses degeneratif (usia 30-50 tahun).

Struktur tulang belakang.

Kelemahan otot-otot perut, tulang belakang.

D. EPIDEMIOLOGI
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 S1 kemudian pada C5-C6 dan paling
jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja tapi

kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. Dengan insidens Hernia


lumbosakral lebih dari 90% sedangkan hernia servikalis sekitar 5-10%.

E.

PATOFISIOLOGI

Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif
yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus
menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di
anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan,
dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini
disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun
tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula
spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap
sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan
pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura.
Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengahtengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah
tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan
menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis
sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

Patofisiologi HNP

F.
KLASIFIKASI
1. Hernia
Lumbosacralis
Penyebab
terjadinya lumbal
menonjol keluar,
bisanya oleh kejadian luka posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada
pasien non trauma adalah kejadian yang berulang. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat
menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan
melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar
sampai anulus dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih
sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya pada
satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai menimpa
sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf.

2. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma
vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otototot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang Hernia ini
melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6

dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal
syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan
mengacu pada kerusakan kulit.

3. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-gejalannya terdiri
dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan
melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese kadang-kadang
serangannya mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral thorakal masih jarang terjadi (menurut love dan
schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat thorakal
paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit
atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.

G.

MANIFESTASI KLINIS
Ischialgia. Nyeri bersifat tajam, seperti terbakar, dan berdenyut sampai ke
bawah lutut.

Ischialgia merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan nervus ischiadicus sampai
ke tungkai.
Dapat timbul gejala kesemutan atau rasa baal.

Pada kasus berat dapat timbul kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon
patella (KPR) dan Achilles (APR).
Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi,
miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis
yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan
fungsi permanen.
Nyeri bertambah dengan batuk, bersin, mengangkat benda berat,
membungkuk akibat bertambahnya tekanan intratekal.
Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk
pada sisi yang sehat.

Menurut Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan keluhan LBP dan nyeri yang
dijalarkan ke tungkai, pemeriksaan awal cukup meliputi:
Tes laseque
Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki. Kelemahan
menunjukkan gangguan akar saraf L4-5
Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1
Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1)
Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk HNP.

Bila tes ini positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti tidak ada HNP.
Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP L4-S1 yang mencakup 90%
kejadian HNP. Namun pemeriksaan ini tidak cukup untuk menjaring HNP yang jarang di
L2-3 dan L3-4 yang secara klinis sulit didiagnosis hanya dengan pemeriksaan fisik saja.

Gejala masing-masing tipe HNP berbeda-beda :


a. Henia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan periodik
kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan tertentu,
ketegangan, hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang
terdapat skoliosis. Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan
yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam bokong dan
tungkai. Low back pain ini disertai rasa nyeri yang menjalar ke daerah iskhias sebelah
tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil sikap tertentu untuk mengatasi
nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis lumbal.

Syndrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri :


1.

Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.

2.

Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki

3.

Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks

Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :

1.

Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar kejurusan tungkai yang sakit,

pada tungkai ini timbul nyeri.


2.

Tess Naffziger : Penekanan pada vena jugularis bilateral.

3.

Tes Lasegue

4.

Tes Valsava

5.

Tes Patrick

6.

Tes Kontra Patrick

Gejala-gejala radikuler lokasisasinya biasanya di bagian ventral tungkai atas dan bawah.
Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang terjadi paresis dari muskulus ekstensor
kuadriseps dan muskulus ekstensor ibu jari.

b. Hernia servicalis
- Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis)
-

Atrofi di daerah biceps dan triceps

Refleks biceps yang menurun atau menghilang

Otot-otot leher spastik dan kakukuduk.

c. Hernia thorakalis
-

Nyeri radikal

- Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang paraparesis


-

H.

Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia

FAKTOR RESIKO

Faktor risiko yang tidak dapat dirubah

Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi

Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita

Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya

Faktor risiko yang dapat dirubah

Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik

barang-barang berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung, latihan
fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir.

Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang

berat dalam jangka waktu yang lama.

Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus

untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.

Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan

strain pada punggung bawah.

I.

Batuk lama dan berulang

GAMBARAN RADIOLOGIS

Dapat dilihat hilangnya lordosis lumbal, skoliosis, penyempitan intervertebral, spur


formation dan perkapuran dalam diskus.
Bila gambaran radiologik tidak jelas, maka sebaiknya dilakukan punksi lumbal yang
biasanya menunjukkan protein yang meningkat tapi masih dibawah 100 mg %.
J.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis umum, pemeriksaan


neurologik dan pemeriksaan penunjang. Adanya riwayat mengangkat beban yang berat
dan berulang, timbulnya low back pain. Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi
terjadinya herniasi. Diagnosa pada hernia intervertebral , kebocoran lumbal dapat
ditemukan secepat mungkin. Pada kasus yang lain, pasien menunjukkan perkembangan
cepat dengan penanganan konservatif dan ketika tanda-tanda menghilang. Myelografi
merupakan penilaian yang baik dalam menentukan suatu lokalisasi yang akurat.

1.

Anamnesis

Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan dan bagaimana mulai timbulnya, lokasi nyeri,
sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita diawali kegiatan fisik, faktor yang
memperberat atau memperingan, ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada
keluarga penderita penyakit yang sama. Adanya riwayat mengangkat beban yang berat
dan berulangkali, timbulnya low back pain. Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi
terjadinya herniasi.

2.

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi :
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada
tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang

terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan


pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada
fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk
ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke
lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan
adanya HNP pada sisi yang sama.

Palpasi :
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu
keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).
Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan
pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus
spinosus sambil melihat respons pasien. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus
spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang
lain memfokuskan pada kelainan neurologis.
Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari
L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang
menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan
refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.

Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua
sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan
memperhatikan miotom yang mempersarafinya.

Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena


membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti
diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang
terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi
dibanding motoris.

3.

Laboratorium:

Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED),
kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.

4.

Pemeriksaan Radiologis :

Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai
penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor
spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan
suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot
paravertebral.
CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah
jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.

MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan
suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.
MRI sangat berguna bila:
vertebra dan level neurologis belum jelas
kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak
untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi
kecurigaan karena infeksi atau neoplasma

K. DIAGNOSIS BANDING
1 Tumor tulang spinalis yang berproses cepat, cairan serebrospinalis yang berprotein
tinggi. Hal ini dapat dibedakan dengan menggunakan myelografi.
2. Arthiritis
3. Anomali colum spinal.

L. TERAPI
a. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik
pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan.
90% pasien akan membaik dalam waktu 6 minggu, hanya sisanya yang membutuhkan
pembedahan.

Terapi konservatif untuk HNP meliputi:


Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, lama yang
dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah.
Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktivitas biasa.
Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung, lutut dan
punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan
memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang.

Medikamentosa

Analgetik standar (parasetamol, kodein, dan dehidrokodein yang diberikan

tersendiri atau kombinasi).

NSAID : penghambat COX-2 (ibuprofen, naproxen, diklofenak) dan penghambat

COX-2 (nabumeton, etodolak, dan meloxicam).

Analgesic kuat : potensi sedang (meptazinol dan pentazosin), potensi kuat

(buprenorfin, dan tramadol), dan potensi sangat kuat (diamorfin dan morfin).

Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat

dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi


3.

Terapi fisik

4.

Traksi pelvis

Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti bermanfaat.
Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi dengan tirah baring dan
korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam kecepatan penyembuhan.

5.

Diatermi/kompres panas/dingin

Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot. Pada
keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat edema.
Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.

6.

Korset lumbal

Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada NPB kronis. Sebagai penyangga korset dapat
mengurangi beban pada diskus serta dapat mengurangi spasme.

7.

Latihan

Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal pada punggung seperti jalan
kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan. Latihan
bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan
jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon
sehingga aliran darah semakin meningkat.

8.

Latihan kelenturan

Punggung yang kaku berarti kurang fleksibel akibatnya vertebra lumbosakral tidak
sepenuhnya lentur. Keterbatasan ini dapat dirasakan sebagai keluhan kencang. Latihan
untuk kelenturan punggung adalah dengan membuat posisi meringkuk seperti bayi dari
posisi terlentang. Tungkai digunakan sebagai tumpuan tarikan. Untuk menghasilkan
posisi knee-chest, panggul diangkat dari lantai sehingga punggung teregang, dilakukan
fleksi bertahap punggung bawah bersamaan dengan fleksi leher dan membawa dagu ke
dada. Dengan gerakan ini sendi akan mencapai rentang maksimumnya. Latihan ini
dilakukan sebanyak 3 kali gerakan, 2 kali sehari.

9.

Latihan penguatan
Latihan pergelangan kaki: Gerakkan pergelangan kaki ke depan dan belakang dari

posisi berbaring.

Latihan menggerakkan tumit: Dari posisi berbaring lutut ditekuk dan kembali

diluruskan dengan tumit tetap menempel pada lantai (menggeser tumit).

Latihan mengangkat panggul: Pasien dalam posisi telentang, dengan lutut dan

punggung fleksi, kaki bertumpu di lantai. Kemudian punggung ditekankan pada lantai
dan panggul diangkat pelan-pelan dari lantai, dibantu dengan tangan yang bertumpu pada
lantai. Latihan ini untuk meningkatkan lordosis vertebra lumbal.

Latihan berdiri: Berdiri membelakangi dinding dengan jarak 10-20 cm, kemudian

punggung menekan dinding dan panggul direnggangkan dari dinding sehingga punggung
menekan dinding. Latihan ini untuk memperkuat muskulus kuadriseps.

Latihan peregangan otot hamstring: Peregangan otot hamstring penting karena otot

hamstring yang kencang menyebabkan beban pada vertebra lumbosakral termasuk pada

anulus diskus posterior, ligamen dan otot erector spinae. Latihan dilakukan dari posisi
duduk, kaki lurus ke depan dan badan dibungkukkan untuk berusaha menyentuh ujung
kaki. Latihan ini dapat dilakukan dengan berdiri.

Latihan berjinjit: Latihan dilakukan dengan berdiri dengan seimbang pada 2 kaki,

kemudian berjinjit (mengangkat tumit) dan kembali seperti semula. Gerakan ini
dilakukan 10 kali.

Latihan mengangkat kaki: Latihan dilakukan dengan menekuk satu lutut,

meluruskan kaki yang lain dan mengangkatnya dalam posisi lurus 10-20 cm dan tahan
selama 1-5 detik. Turunkan kaki secara perlahan. Latihan ini diulang 10 kali.

Proper body mechanics: Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang
baik untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri.

Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah sebagai berikut:


Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak dan
lurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir
tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan
berubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada
paha untuk membantu posisi berdiri.
Pada posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan
menggeser posisi panggul.

Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan
diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak
jongkok, punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan
otot perut. Dengan punggung lurus, beban diangkat dengan cara
meluruskan kaki. Beban yang diangkat dengan tangan diletakkan sedekat
mungkin dengan dada.
Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan
kaki harus berubah posisi secara bersamaan.
Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok dengan
wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani
punggung saat bangkit.
Dengan melakukan latihan setiap hari, atau setidaknya 3-4 kali/minggu secara teratur
maka diperkirakan dalam 6-8 minggu kekuatan akan membaik sebanyak 20-40%.

b. Terapi Operatif
Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah
defisit neurologik.
Tindakan operatif pada HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:

Defisit neurologik memburuk.

Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).

Paresis otot tungkai bawah.

Terapi Konservatif gagal

1.

Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus

intervertebral
2.

Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis

spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,


mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan
radiks

3.

Laminotomi : Pembagian lamina vertebra

4.

Disektomi dengan peleburan : Graf tulang (Dari krista illaka atau bank tulang)

yang digunakan untuk menyatukan dengan prosessus spinosus vertebrata. Tujuan


peleburan spinal adalah untuk menstabilkan tulang belakang dan mengurangi
kekambuhan.

Berdasar lokasi herniasi penatalaksanaan dapat dibedakan menjadi :


a. Hernia Lumbosacralis
Pada fase akut, pasien tidur diatas kasur yang keras beralaskan papan
dibawahnya. Traksi dengan beban mulai 6 Kg kemudian berangsur-angsur dinaikkan 10
Kg. pada hernia ini dapat diberikan analgetik salisilat

b.Hernia Servicalis
Untuk HNP sevicalis, dapat dilakukan traksi leher dengan kalung glisson, berat
beban mulai dari 2 Kg berangsur angsur dinaikkan sampai 5 Kg. tempat tidur dibagian
kepala harus ditinggikan supaya traksi lebih efektif.
Untuk HNP yang berat, dapat dilakukan terapi pembedahan pada daerah yang
rekuren. Injeksi enzim chympapim kedalam sendi harus selalu diperhatikan.

M. KOMPLIKASI
1)

Kelemahan dan atrofi otot

2)

Trauma serabut syaraf dan jaringan lain

3)

Kehilangan kontrol otot sphinter

4)

Paralis / ketidakmampuan pergerakan

5)

Perdarahan

6)

Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal

N. PROGNOSIS
Terapi konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan suatu perawatan
yang praktis dengan kesembuhan maksimal. Kelemahan fungsi motorik dapat
menyebabkan atrofi otot dan dapat juga terjadi pergantian kulit.

KESIMPULAN
Hernia Nukleus pulposus (HNP) atau potrusi Diskus Intervertebralis (PDI) adalah suatu
keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus intervertebralis ke dalam kanalis

vertebralis (protrusi diskus) atau ruptur pada diskus vebrata yang diakibatakan oleh
menonjolnya nukleus pulposus yang menekan anulus fibrosus yang menyebabkan
kompresi pada syaraf, terutama banyak terjadi di daerah lumbal dan servikal sehingga
menimbulkan adanya gangguan neurologi (nyeri punggung) yang didahului oleh
perubahan degeneratif pada proses penuaan.
HNP dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu hernia lumbosacralis, hernia thoracalis,
dan hernia cervicalis. Masing-masing hernia tersebut memiliki gejala yang berbeda-beda,
tergantung dari radix syaraf yang lesi. Namun, gejala yang paling sering adalah
ischialgia, nyeri biasanya bersifat tajam, seperti terbakar, berdenyut, dan menjalar sampai
bawah lutut.
Untuk penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis
umum, pemeriksaan neurologik, dan pemeriksaan penunjang. Adapun beberapa
pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan radiologi, MRI, CT
Scan, mielogram, elektromiografi

DAFTAR PUSTAKA
1.

Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth Edition,

Mcgraw-Hill.
2.

Ropper, AH., Brown, Robert H. 2005. Adams & Victors Principles of Neurology,

Eight Edition, McGraw-Hill.


3.

Mardjono Mahar dan Sidharta Priguna. 2004. neurologi Klinis Dasar. Dian

Rakyat:Jakarta.

4.

Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian

Rakyat:Jakarta
5.

Benjamin, MA. 2009. Herniated Disk. UCSF Department of Orthopaedic Surgery.

URL : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000442.htm
6.

Foster, Mark R. 2010. Herniated Nucleus Pulposus. URL :

http://emedicine.medscape.com/article/1263961-overview
7.

Weinstein JN, Lurie JD, Tosteson TD, et al. Surgical vs nonoperative treatment for

lumbar disk herniation: the Spine Patient Outcomes Research Trial (SPORT)
observational cohort. JAMA. Nov 22 2006;296(20):2451-9. URL :
https://profreg.medscape.com/px/
8.

Freedman, Kevin B. 2006. Herniated Nucleus Pulposus (Slipped Disk). VeriMed

Healthcare Network. URL : http://healthguide.howstuffworks.com/herniatednucleus-pulposus-slipped-disk-dictionary.htm


9.

Nucleus Pulposus. Wikipedia, free encyclopedia. URL :

http://en.wikipedia.org/wiki/Nucleus_pulposus
10. Martin, Michael D. 2002. Pathophysiology of Lumbar Disc Degeneration: a review
of the literature. URL :
http://scottsevinsky.com/pt/reference/spine/lumbar/lumbar_disc_degeneration.pdf
Diposkan oleh dr. Ferry di 18.07
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest
Label: Kumpulan Referat Kedokteran
https://ferryfawziannor.blogspot.co.id/2011/07/hernia-nukleus-pulposus-hnp.html?
showComment=1466635109898#c6927698048530921447

Anda mungkin juga menyukai