TOPIK KHUSUS
Oleh
Riezka Zuhriatika R.
J1A012111
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Nama Mahasiswa
: Riezka Zuhriatika R.
Nomor Mahasiswa
: J1A012111
Minat Kajian
: Teknologi Pangan
Program Studi
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Mengetahui:
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan
iii
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan topik khusus ini dengan baik.
Topik khusus merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang studi
Stratum Satu (S1) pada program studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Penulis berusaha menampilkan topik khusus ini dalam bentuk yang
selengkap mungkin dan mudah untuk dicerna. Penulis menyadari, dengan
keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki, topik khusus ini masih memiliki
kekurangan-kekurangan. Namun, penulis yakin setidaknya dapat membantu
pembaca dalam memperoleh informasi dan penjelasan mengenai potensi
glukomannan dalam pengembangan produk pangan. Oleh karena itu, penulis
harapkan kritik dan saran agar topik khusus ini menjadi lebih baik dan terperinci.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan topik khusus ini dari awal sampai akhir. Semoga
topik khusus ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembaca pada
umumnya.
Mataram, 10 Desember 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ......
ii
iii
iv
RINGKASAN ................
vi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .....
DAFTAR GAMBAR
vi
RINGKASAN
BAB I. PENDAHULUAN
2.1. Glukomannan
2.1.1. Struktur dan Komposisi Kimia Glukomannan
Glukomannan merupakan polisakarida yang tersusun oleh satuan-satuan
D-glukosa dan D-mannosa. Menurut Ohtsuki (1968), hidrolisis-asetolisis
glukomannan menghasilkan suatu trisakarida yang tersusun oleh dua D-mannosa
dan satu D-glukosa, masing-masing sebanyak 67% dan 33%. Bentuk ikatan yang
menyusun polimer glukomannan adalah -1,4-glikosida dan -1,6-glikosida.
Struktur dan rumus molekul glukomannan dapat dilihat pada gambar 1 berikut
(Haryani dan Hargono, 2008).
Glukomannan dalam air juga mempunyai sifat mengembang yang besar, yaitu
sekitar 138 sampai 200 persen (Mulyono, dkk., 2010). Glukomannan dalam air
pada temperatur ruang dapat membentuk larutan yang sangat kental. Jika larutan
tersebut ditambahkan dengan larutan kapur maka akan terbentuk gel. Gel yang
terbentuk bersifat tidak mudah rusak (Anonim, 2006).
Menurut hasil penelitian Akbar dkk. (2013), semakin tinggi konsentrasi
glukomannan maka viskositas larutan akan semakin meningkat, sebab kandungan
airnya semakin sedikit sehingga akan terbentuk larutan yang lebih kental.
Glukomannan yang berinteraksi dengan air akan mengembang, tetapi jika
dilakukan pengadukan terus-menerus maka molekul glukomannan yang
mengembang akan terurai kembali dan viskositasnya akan menurun. Pada pH 2
10, viskositas larutan cenderung stabil. Bila pH lebih dari 10 maka larutan sudah
tidak dapat dihitung viskositasnya karena sudah membentuk gel. Sifat elastis gel
akan makin meningkat dengan makin banyak penggunaan glukomannan.
Hubungan antara viskositas dan konsentrasi glukomannan dapat dilihat pada
Viskositas (mPa s)
terutama pada media yang asam (Imeson, 2010). Penambahan asam asetat ataupun
asam lainnya akan menyebabkan sifat merekat tersebut hilang (Anonim, 2006).
Larutan glukomannan dapat membentuk lapisan tipis (film) yang bersifat tembus
pandang. Film yang terbentuk dapat larut dalam air, asam lambung dan cairan
usus. Jika film tersebut dibuat dengan penambahan NaOH atau gliserin maka akan
menghasilkan film yang kedap air (Mulyono dkk., 2010).
2.1.4. Sumber Alami Glukomannan
Glukomannan banyak terdapat dalam umbi Amorphophallus sp., beberapa
jenis anggota Orchidaceae dan tanaman berkayu (pepohonan) Gymnospermae.
Glukomannan merupakan polisakarida utama komponen sel Gymnospermae,
terdapat antara 3-12%. Pada tanaman berkayu Angiospermae, terdapat sekitar 35% glukomannan sebagai material matriks dinding sel yang berasosiasi dengan
selulosa dan xylan (Piro et al., 1993).
Satu-satunya tanaman bukan pohon yang merupakan sumber glukomannan
tinggi adalah umbi Amorphophallus sp. Amorphophallus terdiri dari 90 spesies,
antara lain A. campanulatus, A. dischophorus, A. spectabilis, A. sagitarius, A.
decussilvae, A. mulleri (A. mutabilis, A. punctulatus), A. onchophyllus (A. blumei)
dan A. variabilis. Namun, spesies yang paling banyak tumbuh di daerah tropis
adalah A. variabilis (iles-iles putih) dan A. onchophyllus (iles-iles kuning)
(Mulyono dkk., 2010). Karakteristik kedua spesies tersebut dapat dilihat pada
tabel 1. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa iles-iles kuning (A.
oncophyllus Pr) memiliki kandungan glukomannan yang lebih tinggi dari iles-iles
putih (A. variabilis Bl), yaitu 33% : 67%.
Tabel 1. Karakteristik spesies Amorphopallus sp.
Karakteristik
A. variabilis Bl
Pertumbuhan umbi
Pada umbi batang
Warna kulit umbi
Kelabu
Warna daging umbi
Putih
Kadar mannan (%)
33
Kadar pati (%)
45
Kekentalan( %) 1 g tepung/300 ml
1,14
Sumber: Ohtsuki, 1968
A. onchophyllus Pr
Pada helaian daun
Kelabu coklat
Kuning
67
12,3
3,12
96,1%. Kadar glukomannan maupun rendemen tepung porang pemurnian samasama menurun pada pencucian lebih dari 10 menit. Kadar glukomanan ini sedikit
di bawah standar tepung glukomanan mutu food grade di USA, yakni > 80%,
serta standar PKF di China, yakni > 85%.
Akbar dkk. (2013) meneliti karakterisasi tepung konjac dari tanaman ilesiles (Amorphophallus
onchophyllus)
di daerah Gunung
Kreo.
Dengan
seperti konsentrasi total, waktu pengadukan, pH, keberadaan garam atau sukrosa
dan kondisi pemanasan. Menurut penelitian Akesowan (1997), glukomannan
1,5% memiliki viskositas yang lebih tinggi dari glukomannan 0,5%. Viskositas
tersebut tidak dipengaruhi oleh kondisi pH (pH 2- pH 8), kandungan gula (0-10%)
dan keasaman tinggi (pH 3,5) ataupun suhu tinggi (70oC) selama 5 jam. Semakin
tinggi konsentrasi sukrosa, maka viskositasnya cenderung semakin berkurang.
Tepung konjac dapat mempertahankan viskositasnya pada proses sterilisasi 121 oC
selama 30 menit, namun pada kondisi tersebut viskositasnya akan berkurang jika
terdapat NaCl 2,5%.
2.1.6. Penggunaan Glukomannan
Penggunaan glukomannan beredar luas dalam berbagai jenis industri. Di
industri kertas, glukomannan digunakan sebagai bahan perekat kertas yang kuat
dan luwes. Di industri tekstil, glukomannan dapat digunakan sebagai bahan yang
dapat mengkilapkan dan memperkuat tenunan pengganti kanji. Di industri
pertambangan,
glukomannan
mineral
yang
10
11
pencernaan dan sistem imun, serta membantu menurunkan berat badan, sehingga
cocok untuk makanan diet dan bagi penderita diabetes (Mulyono dkk., 2010).
2.2.1. Glukomannan sebagai Gelling Agent
Bahan pembentuk gel (gelling agent) adalah bahan tambahan pangan yang
memberikan tekstur melalui pembentukan gel pada berbagai macam makanan
seperti jeli, makanan penutup dan permen. Jenis-jenis bahan pembentuk gel
biasanya merupakan bahan berbasis polisakarida atau protein (Widjanarko, 2009).
Glukomannan dapat membentuk gel (gelling agent) karena sifat
glukomannannya yang hidrokoloid. Makin tinggi konsentrasi glukomannnan
maka semakin kuat gel yang terbentuk sehingga kekenyalannya meningkat
(Prasetio, 2006). Glukomannan memiliki kemampuan yang unik untuk
membentuk gel reversible dan gel irreversible pada kondisi yang berbeda.
Glukomannan dapat membentuk gel dengan pemanasan sampai 85C dengan
kondisi basa (pH 9 - 10). Gel ini bersifat tahan panas (irreversible) dan tetap stabil
dengan pemanasan ulang pada suhu 100C atau bahkan pada suhu 200C. Sifat ini
digunakan untuk membuat berbagai macam makanan sehat atau makanan diet di
Asia seperti mie, makanan imitasi untuk vegetarian (udang, ham, steak), roti, kue,
edible film, pengganti lemak di ham, sosis dan bakso. Gel reversible diperoleh
dengan pencampuran glukomannan bersama xanthan atau kappa karagenan,
digunakan untuk soft candy, jeli, selai, yogurt, puding, es krim dan makanan
hewan (Johnson, 2007).
Pembuatan Mie Basah
Mie adalah hasil olahan tepung terigu dan bahan tambahan lainnya yang
dibuat dengan cara pengadukan, pengepresan, pemotongan dan perebusan
sehingga diperoleh tekstur yang liat dan tidak mudah putus. Sedangkan mie basah
adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pencetakan dan
pemotongan. Kadar air mie basah dapat mencapai 52%, sehingga daya tahan
simpannya relatif singkat. Sifat glukomannan yang memiliki kelarutan dalam air
yang sangat tinggi, mudah menyerap air dan membentuk gel menyebabkannya
12
13
14
kekenyalan 880 N, kadar pati 8,49%, kadar protein 11,47%, kadar lemak 5,68%,
kadar oksalat 1,38%, dan kadar glukomanan 43,74%. Sedangkan untuk uji
organoleptik warna 5,40 (agak menyukai), aroma 4,75 (agak menyukai),
kenampakan 5,05 (agak menyukai), dan kekenyalan 4,70 (agak menyukai).
Pembuatan Permen Jelly
Permen jelly termasuk kembang gula lunak yang mempunyai tekstur
kenyal dan elastis. Permen jeli merupakan permen yang terbuat dari komponen air
atau sari buah, flavour, gula dan bahan pembentuk gel (Sinurat dan Murniyati,
2014). Permen jelly umumnya dimasak sampai menghasilkan padatan 75 persen
yang terdiri dari campuran gula, sirup glukosa, bahan pembentuk gel, cita rasa dan
warna serta sedikit garam. Kekerasan dan tekstur permen jelly banyak tergantung
pada bahan gel yang digunakan (Koswara, 2009).
Atmaka (2013) mengkaji pengaruh penggunaan campuran karagenan dan
konjac glukomannan terhadap karakteristik permen jelly temulawak. Karagenan
dan konjac dicampur dengan perbandingan 2:1, dengan konsentrasi campuran 3%,
4,5% dan 6%. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi campuran
karaginan dan konjac berpengaruh terhadap peningkatan kekerasan dan kadar air
permen jelly temulawak. Sedangkan pada nilai elastisitas, semakin besar
konsentrasi campuran karaginan dan konjac memberikan nilai elastisitas yang
semakin rendah. Konsentrasi campuran karaginan dan konjak yang paling disukai
panelis adalah pada penambahan campuran karaginan dan konjak sebanyak 3%.
2.2.2. Glukomannan sebagai Thickening Agent
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 033
tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, thickening agent adalah bahan
tambahan pangan untuk meningkatkan viskositas pangan. Sedangkan menurut
Cahyadi (2008), thickening agent merupakan komponen polimer rantai panjang
berberat molekul besar yang dapat larut atau membentuk dispersi dalam air dan
memberi efek pengentalan pada makanan. Efek pengentalan tersebut merupakan
alasan utama penggunaannya sebagai BTM. Jika thickening agent ditambahkan
dalam makanan, maka molekul-molekul polimernya berikatan melalui ikatan
15
sehingga
dapat
meningkatkan
viabilitas
yeast.
Penggunaan
17
18
19
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, H., A. Supriyanto dan K. Haryani. 2013. Karakterisasi tepung konjac dari
tanaman iles-iles (Amorphophallus oncophyllus) di daerah Gunung Kreo
Semarang Jawa Tengah. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2 (4): 4147.
Akesowan, A. 1997. Viscosity and gel formation of a konjac flour from
Amorphophallus onchophyllus. Faculty of Science. University of the Thai
Chamber of Commerce. Bangkok.
Alonso-Sande, M., et.al. 2009. Glucomannan, a promising polysaccharide for
biopharmaceutical purposes. European Journal of Pharmaceutics and
Biopharmaceutics. 72: 453-462.
Anggraeni, D.A., S.B. Widjanarko dan D.W. Ningtyas. 2014. Proporsi tepung
porang (Amorphophallus muelleri Blume) : tepung maizena terhadap
karakteristik sosis ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (3): 214-223.
Anonim. 2006. Iles-iles dan Hasil Olahannya. http://ebookpangan.com/. [Diakses
pada 14 April 2015].
Anonim. 2010. What are the Spesification of the Konjac Glucomannan Fiber.
www.konjacfoods.com. [Diakses pada 08 Juni 2015].
Anonim. 2012. Konjac Mannan Gel Powder. GFN Leaflet 2034e05. Herstellung
von Naturextrakten. Germany.
Anonim. 2014. Konjac Glucomannan: Regulatory Information. Elementa Food
Ingredients. www.elementa-ingredients.com. [Diakses pada 24 Juni 2015].
Astuti, S.D. dan F.C. Agustia. 2010. Produksi Selai Kecipir: Pengaruh Kappa
Karagenan, Konjac Glukomanan dan Pati Jagung Terhadap Sifat
Fisikokimia Produk. Universitas Soedirman. Jakarta.
Atmaka, W., E. Nurhartadi dan M.M. Karim. 2013. Pengaruh penggunaan
campuran karaginan dan konjak terhadap karakteristik permen jelly
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jurnal Teknosains Pangan.
2(2) : 66-74.
Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Bumi Aksara. Jakarta.
Dewanto, J. dan B.H. Purnomo. 2009. Pembuatan Konyaku dari Umbi Iles-Iles
(Amorphophallus onchopyllus). Laporan Tugas Akhir. Fakultas Teknik.
Universitas Sebelas Maret. Yogyakarta.
20
Dewi, N.R.K. dan S. Widjanarko. 2015. Studi proporsi tepung porang : tepung
tapioka dan penambahan NaCl terhadap karakteristik fisik bakso sapi.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (3): 855-864.
European Food Safety Authority (EFSA). 2010. Scientific opinion on the
substantiation of health claims related to konjac mannan (glucomannan)
and reduction of body weight pursuant to article 13(1) of regulation (EC)
No 1924/2006. EFSA Panel on Dietetic Products, Nutrition and Allergies.
EFSA Journal. 8 (10):1798.
Harijati, N., S. Indrayani dan R. Mastuti. 2013. Pengaruh temperatur ekstraksi
terhadap sifat fisikokimia glukomannan asal Amorphophallus muelleri
Blume. Natural B. 2 (2): 128-133.
Harsojuwono, B.A. 2011. Penentuan formula komposit plastik biodegradable
glukomannan dari umbi porang (Amorphophallus muelleri B) ditinjau dari
karakteristik fisik dan mekanis. The Excellence Research. Universitas
Udayana. Denpasar.
Haryani, K. dan Hargono. 2008. Proses pengolahan iles-iles (Amorphophallus sp.)
menjadi glukomannan sebagai gelling agent pengganti boraks. Momentum.
4(2): 38-41.
Imeson, A., 2010. Food Stabilisers, Thickeners and Gelling Agents. WileyBlackwell. United Kingdom.
Koswara, S. 2013. Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian: Pengolahan Umbi
Porang. SEAFAST Center. http://seafast.ipb.ac.id/. [Diakses pada 14 April
2015].
. 2009. Teknologi Pembuatan Permen. http://ebookpangan.com/. [Diakses
pada 25 Juni 2015].
Modric, J. 2014. Glucomannan or Konjac Gum. http://www.nutrientsreview.com.
[Diakses pada 23 Juni 2015].
Mulyono, E., dkk. 2010. Peningkatan mutu tepung iles-iles (Amorphophallus
oncophyllus) (foodgrade: glukomannan 80%) sebagai bahan pengelastis
mi (4% = meningkatkan elastisitas mi 50%) dan pengental (1% = 16.000
cps) melalui teknologi pencucian bertingkat dan enzimatis pada kapasitas
produksi 250 kg umbi/hari). Laporan Akhir Pelaksanaan Kegiatan
Program Insentif Riset Terapan. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
Ohtsuki, T. 1968. Studies on reserve carbohydrates of flour Amorphophallus
species, with special reference to mannan. Botanical Magazine Tokyo. 81:
119 126.
21
Piro, G., et al. 1993. Glucomannan synthesis in pea epicotyls: The mannose and
glucose transferase. Planta. 190: 206-220.
Pradipta, M.D. dan L.J. Mawarani. 2012. Pembuatan dan karakteristik polimer
ramah lingkungan berbahan dasar glukomannan umbi porang. Prosiding
Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan. Serpong.
Prasetio, Y.F. 2006. Evaluasi mutu fisikokimiawi dan sensoris mie basah dengan
suplementasi tepung konjac (Amorphophallus konjac K. Koch) serta
pengaruh aplikasi ekstrak kunyit (Curcuma longa Linn) pada sifat
mikrobiologi mie basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Katolik Soegijapranata, Semarang.
Raharjo, B.A., N.W.S. Dewi dan K. Haryani. 2012. Pemanfaatan tepung
glukomannan dari umbi iles-iles (Amorphophallus oncophyllus) sebagai
bahan baku pembuatan edible film. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri.
1(1): 401-411.
Rahayu, L.H., D.H. Wardhani dan Abdullah. 2013. Pengaruh Frekuensi dan
Waktu Pencucian Berbantu Ultrasonik Menggunakan Isopropanol
Terhadap Kadar Glukomanan dan Viskositas Tepung Porang
(Amorphophallus oncophyllus). Universitas Diponegoro. Semarang.
Retnaningsih dan L. Hartayani. 2005. Aplikasi tepung iles-iles (Amorphophallus
konjac) sebagai pengganti bahan kimia pengenyal pada mie basah: ditinjau
dari sifat fisikokimiawi dan sensoris. Laporan Penelitian. Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.
Saha, D. dan S. Bhattacharya. 2010. Hydrocolloids as thickening and gelling
agents in food: a critical review. Journal of Food Science and Technology.
47(6): 587-597.
Sari, H.A. dan S.B. Widjanarko. 2015. Karakteristik kimia bakso sapi (kajian
proporsi tepung tapioka:tepung porang dan penambahan NaCl). Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 3(3): 784-792.
Sari, K.P. 2013. Tepung Glukomanan dari Umbi Porang sebagai Subtitusi Tepung
Terigu pada Produk Pangan Alternatif Berupa Mie Rendah Kalori.
http://www.gopanganlokal.miti.or.id/. [Diakses tanggal 14 April 2015].
Scientific Committee for Food (SCF). 1997. Opinions of the safety in use of
konjac glukomannan as a food additive. Reports of the Scientific
Committee for Food (Forty-first Series). European Commission,
Directorate-General Industry.
22
Sinurat, E. dan Murniyati. 2014. Pengaruh waktu dan suhu pengeringan terhadap
kualitas permen jeli. JPB Perikanan. 9 (2): 133-142.
Sumarwoto. 2007. Review: kandungan mannan pada tanaman iles-iles
(Amorphophallus muelleri Blume). Jurnal Bioteknologi. 4 (1): 28-32.
.2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri blume); deskripsi dan sifat-sifat
lainnya. Biodiversitas. 6 (3): 185-190.
Widjanarko, S.B., A. Nugroho dan T. Estiasih. 2011. Functional interaction
components of protein isolates and glucomannan in food bars by FTIR and
SEM studies. African Journal of Food Science. 5(1): 12-21.
Winarti, C., Miskiyah dan Widaningrum. Teknologi produksi dan aplikasi
pengemas edible antimikroba berbasis pati. Jurnal Litbang Pertanian. 31
(3): 86.
Yuliati, E. 2006. Kajian Penggunaan Glukomannan pada Pembuatan Adonan
Roti Tawar Beku. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
Katolik Widya Mandala. Surabaya.
23