FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015
Oleh:
RISALI ADDINI
1209065002
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPANGAN
DEPARTEMEN OPERASI PABRIK-2
PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR
Laporan kerja praktek lapangan ini telah diperiksa dan disetujui oleh
PT. Pupuk Kalimantan Timur
Bontang, 3 September 2015
Mengetahui,
Pembimbing
Wakil Kepala Bagian Unit Urea
Untung Suharto
Mengesahkan,
Manager
Dept. Operasi Pabrik-3
Manager
Dept. Diklat dan Manajemen Pengetahuan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Pupuk Kalimantan Timur dapat
diselesaikan dengan baik. Praktek Kerja Lapangan merupakan syarat wajib bagi mahasiswa
yang bertujuan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Strata 1 dan juga bertujuan
agar dapat pengaplikasian teori-teori yang telah diperoleh selama kuliah. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
kami sehingga dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan dan menyusun laporan ini.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir Robert Sarjaka, MT., selaku Manager Operasi Pabrik-3
2. Bapak Imam Maarief selaku Kepala Bagian Urea Pabrik-3 dan Bapak Untung Suharto
3.
4.
5.
6.
7.
8.
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Akhir kata, semoga laporan
ini dapat memberi manfaat.
Bontang, 03 September 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
halaman
Halaman Judul.........................................................................................................i
Halaman Pengesahan PT. Pupuk Kalimantan Timur..........................................iii
Halaman Pengesahan Akademik............................................................................iv
Kata Pengantar ........................................................................................................v
Daftar Isi ..................................................................................................................vi
Daftar Gambar ........................................................................................................viii
Daftar Tabel..............................................................................................................ix
Daftar Istilah.............................................................................................................x
Abstrak......................................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Lambang PT. Pupuk Kalimantan Timur ................................................4
Gambar 2.2 Merk Dagang Pupuk Urea Mandau........................................................5
Gambar 2.3 Merk Dagang Pupuk NPK Pelangi.........................................................5
Gambar 2.4 Merk Dagang Pupuk Daun Buah...........................................................6
Gambar 2.5 Peta Lokasi PT. Pupuk Kalimantan Timur.............................................8
Gambar 2.6 Struktur Organisasi Departemen Operasi Kaltim-3...............................8
Gambar 3.1 Flow Diagram Sea Water Intake.............................................................16
Gambar 3.2 Flow Diagram Unit Chlorination...........................................................18
Gambar 3.3 Flow Diagram Unit Sweet dan Sea Cooling Water................................18
Gambar 3.4 Flow Diagram Unit Desalinasi...............................................................21
Gambar 3.5 Proses Unit Demineralisasi....................................................................25
Gambar 3.6 Flow Diagram Waste Heat Boiler...........................................................27
Gambar 3.7 Flow Diagram Unit IA dan PA...............................................................49
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisaran Analisa Gas Outlet Unit Primary Reformer................................................36
Tabel 3.2 Kisaran Analisa Gas Outlet Unit Secondary Reformer.............................................37
Tabel 3.3 Komposisi Fuel Gas dari Unit HRU.........................................................................37
Tabel 3.4 Spesifikasi Gas Outlet Unit Primary Reformer........................................................41
Tabel 3.5 Spesifikasi Gas Outlet Unit Secondary Reformer.....................................................43
Tabel 3.6 Persentase Komposisi Gas Keluaran Reformer.........................................................44
Tabel 3.7 Spesifikasi Gas Outlet Unit HTSC...........................................................................47
Tabel 3.8 Spesifikasi Gas Outlet Unit LTSC............................................................................49
Tabel 3.9 Spesifikasi Gas Outlet dari CO2 Removal.................................................................54
Tabel 3.10 Spesifikasi Gas Outlet dari Metanasi......................................................................57
DAFTAR ISTILAH
FCW
FG
GTG
HPCC
HRU
HS
HTS
IA
LPCC
LS
LTS
MS
PA
PG
PI
PKG
RW
SW
SWI
WHB
WWT
10
ABSTRAK
PT Pupuk Kalimantan Timur sudah berdiri sejak 7 Desember 1977 dan menjadi salah
satu perusahaan pupuk terkenal karena kapasitasnya merupakan salah satu yang terbesar
didunia. PT Pupuk Kalimantan Timur mempunyai empat plant dan tiap plant terdiri dari tiga
unit utama, yaitu unit utilitas, unit ammonia, dan unit urea. Setiap unitnya memiliki fungsi
yang berbeda-beda. Unit utilitas mempunyai peran untuk memproduksi cooling water dari air
laut yang digunakan sebagai air pendingin diperalatan proses. Air laut yang telah diolah dan
diturunkan kadar mikroorganisme, salinitas, dan mineralnya untuk mencegah scalling dan
korosi di pipa-pipa dan peralatan proses. Unit utilitas juga memproduksi steam plant, air
instrument dan power generation.
Unit ammonia memproduksi ammonia dan gas CO 2 dari syn gas yang disuplai oleh PT
Pertamina. Ammonia dan CO2 akan digunakan sebagai reaktan di unit urea. CO2 sebenarnya
merupakan produk sampingan dari proses produksi ammonia. Gas-gas CO 2 didapat dari
penyerapan CO2. Produk akhir dari unit ammonia adalah ammonia cair. Ammonia akan
dikirim ke unit urea bersama dengan gas CO 2. Di unit urea CO2 dan ammonia akan bereaksi
dan menghasilkan ammonium karbamat. Lalu ammonium karbamat akan mengalami
dehidrasi di reaktor dan menjadi urea. Setelah itu urea akan diubah menjadi urea prill di
prilling tower.
Tugas khusus dari Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah Penentuan Kapasitas
Optimum di Prilling Tower. Prilling tower menpunyai fungsi utama untuk mengubah urea
melt menjadi urea prill. Urea prilling tower mempunyai tinggi 65 meter. Di prilling tower
urea melt dimasukkan sebagai umpan melalui bagian atas dan melewati prilling bucket.
Dibagian ini urea melt akan berubah menjadi butiran-butiran. Lalu butiran-butiran itu akan
kontak dengan udara yang dihisap oleh fan yang ada dibagian atas prilling tower. Dari PKL
ini diketahui bahwa prilling tower berada dalam performa yang baik. Kapasitas optimum dari
prilling tower dengan temperatur urea prill yang keluar dari prilling tower pada 60C adalah
120 % berat dari kapasitas desain.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pupuk urea adalah salah satu jenis pupuk nitrogen yang paling banyak digunakan
dalam pertanian dengan kandungan nitrogen 46,3 %. Pupuk urea dapat digunakan dalam
bentuk prill, granul, maupun larutan. Bentuk urea prill merupakan bentuk yang lebih disukai
karena mudah penanganannya dan mudah mengalir daripada bentuk kristal. Urea prill banyak
digunakan untuk tanaman pangan dan industri.
Pabrik urea Kaltim-3 memproses urea dalam bentuk prill dengan sistem menara
pembutir (prilling tower). Pembutiran dilakukan terhadap urea melt dengan cara
mendistribusikan tetesan-tetesan kecil urea melt dibagian atas menara yang jatuh dan kontak
dengan udara yang bergerak keatas sehingga saat sampai dibagian bawah menara dalam
keadaan keras dan kuat.
Kapasitas merupakan ukuran kemampuan fasilitas dalam menghasilkan produk
ataupun jasa dalam interval waktu tertentu. Pada masa yang akan datang diharapkan kapasitas
optimum urea melt yang masuk ke prilling tower dapat diketahui. Oleh karena itu perlu
diketahui pengaruh peningkatan kapasitas terhadap suhu urea prill yang keluar dari prilling
tower untuk mengantisipasi kelebihan beban pendinginan pada Fluidized Bed Cooler (FBC).
Suhu urea prill dibagian bawah menara yang masih tinggi menyebabkan beban gundukan urea
di FBC bertambah dan gundukan urea yang memadat pada bagian atas scrapper. Tumpukan
yang semakin tinggi akan menambah beban scrapper sehingga diperlukan pembersihan.
Semakin tinggi suhu urea dibagian bawah menara akan berakibat semakin cepat gundukan
tersebut terbentuk sehingga pembersihan harus lebih sering dilakukan.
Salah satu cara untuk mengetahui kapasitas produksi optimum adalah dengan
mengetahui hubungan beberapa variabel operasi pada prilling tower. Variabel tersebut antara
lain adalah laju alir dan suhu urea melt yang ada di prilling tower. Untuk mengestimasinya
maka diperlukan parameter koefisien perpindahan panas konveksi (h) antara udara dan urea.
1.2
Perumusan Masalah
Permasalahan yang dibahas disini adalah menghitung koefisien perpindahan panas
konveksi (h) dan distribusi suhu urea prill dan udara pendingin sepanjang prilling tower
dengan dasar perhitungan neraca panas pada prilling tower. Sehingga dapat ditentukan
kapasitas optimum dari prilling tower.
1.3
Manfaat
Dengan diketahuinya nilai h dari prilling tower pabrik urea Kaltim-3, maka
Departemen Operasi Kaltim-3 dapat mengestimasi pengaruh dan perubahan variabel
operasi terhadap kinerja prilling tower. Sehingga Departemen Operasi Kaltim-3 dapat
mengatur kondisi operasi dengan tepat agar dihasilkan produk urea dengan kualitas
baik dan hasil yang optimum.
1.4
Tujuan
Mengetahui harga koefisien perpindahan panas konveksi (h) antara urea dan udara
Mengetahui performa prilling tower
Mengetahui hubungan kapasitas umpan dengan temperatur keluaran urea prill di
prilling tower
1.5
2015 di Departemen Operasi Pabrik-3 PT. Pupuk Kalimantan Timur, Jln. James Simandjuntak
No.01 Bontang, Kalimantan Timur 75313.
1.6
Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai beikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I Pendahuluan berisikan latar belakang, tujuan, ruang lingkup praktek kerja
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
dilakukan.
PENUTUP
Bab V Penutup berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari pengamatan
selama Praktek Kerja Lapangan (PKL).
BAB II
ORGANISASI PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR
2.1 Sejarah PT. Pupuk Kalimantan Timur
Pertanian merupakan salah satu sektor pembangunan yang mendapatkan perhatian
besar dari pemerintah karena sebagian besar masyarakat Indonesia adalah petani. Selain itu,
dari sektor inilah kebutuhan masyrakat akan pangan dapat terpenuhi. Pupuk memegang
peranan penting dalam usaha-usaha meningkatkan hasil-hasil pertanian. Disamping digunakan
pada sektor pertanian, pupuk juga dibutuhkan di sektor industri.
Pupuk memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas produksi hasil
pertanian. Salah satu jenis pupuk yang banyak digunakan oleh petani adalah pupuk urea, yang
berfungsi sebagai sumber nitrogen bagi tanaman. Dalam peternakan, urea merupakan nutrisi
makanan ternak yang dapat meningkatkan produksi susu dan daging. Selain itu, urea memiliki
prospek yang cukup besar dalam bidang industri, antara lain sebagai bahan dalam pembuatan
resin, produk-produk cetak, pelapis, perekat, bahan anti kusut dan pembantu pada pencelupan
di pabrik tekstil. Oleh karena itu, kebutuhan urea semakin bertambah seiring berjalannya
waktu.
Proyek PT. Pupuk Kalimantan Timur lahir untuk memenuhi kebutuhan pupuk yang
semakin meningkat tersebut. Pada mulanya proyek PT. Pupuk Kalimantan Timur dikelola
oleh Pertamina sebagai unit-unit pabrik terapung yang terdiri dari 1 pabrik ammonia dan 1
unit pabrik urea dengan beberapa bangunan pendukungnya di pantai. Setelah meninjau dan
menilai kembali konsep pabrik terapung ini, dengan memperhatikan aspek teknis dan bahan
baku maka pembangunan pabrik dilanjutkan di darat.
Berdasarkan Kepres No. 39 tahun 1976 dilakukan serah terima proyek ini dari
Pertamina ke Departemen Perindustrian dalam hal ini Direktorat Jenderal Industri Kimia
Dasar pada tahun 1976. Setelah penyelesaian proses hukum dalam rangka serah terima
peralatan pabrik di Eropa, maka pada tanggal 7 Desember 1977 didirikan sebuah Persero
Negara untuk mengelola usaha ini dengan nama PT. Pupuk Kalimantan Timur. Proses
pemindahan lokasi pabrik ke darat memerlukan perubahan dan penyesuaian desain pabrik.
Menurut jadwal, masa konstruksi yang dimulai pada bulan Maret 1979 diperkirakan
akan berlangsung selama 36 bulan, namun pelaksanaannya mengalami banyak kesulitan
sehingga start up baru dapat dilakukan pada bulan Juni 1982, produksi ammonia pertama
dihasilkan pada tanggal 20 Desember 1983 dan produksi pupuk urea pertama dihasilkan pada
tanggal 15 April 1984. Dalam tahun 1981 diadakan persiapan pembangunan pabrik PT. Pupuk
Kalimantan Timur yang kedua yang kontrak pembangunnya ditandatangani pada tanggal 23
Maret 1982. Masa konstruksi Kaltim-2 dimulai pada bulan Maret 1983 dan start up dari
utility dimulai pada bulan April 1984, produksi ammonia pertama dihasilkan pada tanggal 6
September 1984 dan produksi urea pertama dihasilkan pada tanggal 15 September 1984.
Dari proyeksi suplai demand pupuk urea nasional diprediksi, bahwa mulai tahun 1987
indonesia akan mengalami kekurangan dan akan terus meningkat pada tahun-tahun
berikutnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka pemerintah telah memutuskan perlunya
dibangun pabrik-3 yang berlokasi berdampingan dengan pabrik-2,yang beroprasi komersil
sejak april 1985. Sejalan dengan perkembangan waktu dan permintaan ammoniadan urea
terus meningkat maka PT. Pupuk Kalimantan Timur dalam 5 tahun terakhir ini telah
menambah pabrik baru lagi yaitu Pabrik-1A yang dulu disebut POPKA (Urea Granul) dan
pabrik-4. Pabrik-2 merupakan pabrik yang menghasilkan urea prill untuk tujuan memenuhi
jumlah kebutuhan akan pupuk indonesia, sedang pabrik-4 pada tahun 2002 telah dapat
memproduksi urea dan direncanakan pada tahun 2003 telah dapat menghasilkan ammonia.
Sampai saat ini PT. Pupuk Kalimantan Timur merupakan pabrik pupuk terbesar dalam
satu lokasi dengan lima pabrik ammonia, yaitu Pabrik-1, Pabrik-2, Pabrik-3, dan Pabrik-4,
dan lima pabrik urea, yaitu Kaltim-1, Kaltim-2, Kaltim-3, POPKA, dan Kaltim-4. Dari
seluruh pabrik tersebut, maka kapasitas produksi secara keseluruhan adalah 1.850.000 ton
ammonia dan 2.980.000 ton urea per tahun.
2.2 Tujuan, Visi, Misi, dan Budaya PT. Pupuk Kalimantan Timur
2.2.1 Tujuan
Melakukan usaha di bidang industri, perdagangan, dan jasa perpupukan, petrokimia
dan kimia lainnya, serta pemanfaatan sumber daya perseroan untuk menghasilkan barang
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan/ mengejar
keuntungan guna meningkatkan nilai Perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan
Terbatas.
2.2.2 Visi
Menjadi Korporasi Agro-Kimia yang memiliki reputasi prima di kawasan Asia.
2.2.3 Misi
1. Menyediakan pupuk, produk kimia, produk agro dan jasa pemeliharaan pabrik
dengan menerapkan standard internasional dan kaidah operational excellence serta
berorientasi pada peningkatan kepuasan pelanggan;
2. Menunjang Program Ketahanan Pangan Nasional dan meningkatkan nilai
korporasi dengan memperhatikan kepentingan pemegang saham;
3. Memberikan manfaat bagi karyawan, masyarakat dan peduli pada lingkungan.
Integritas (Integrity)
Kebersamaan (Team Work)
Unggul (Excellence Achievement)
Kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction)
Tanggap (Proactive)
5.
era globalisasi.
Warna biru melambangkan keluasan wawasan nusantara dan semangat
integritas untuk membangun bersama serta kebijaksanaan dalam memanfaatkan sumber
daya alam.
6.
3. Direktur Produksi, bertanggung jawab atas kelancaran produksi dan bertanggung jawab
kepada Direktur Utama.
4. Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum, memimpin dibidang pengembangan sumber
daya karyawan dan dibidang umum dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
5. Direktur Komersiil, memimpin di bidang keuangan dan pemasaran produk yang
dihasilkan perusahaan serta bertanggungjawab kepada Direktur Utama.
Selain itu terdapat juga unsur bantuan yang terdiri dari beberapa Kompartemen dan
Departemen yang masing-masing dipimpin oleh Kakom untuk masing-masing kompartemen
dan Kadep untuk masing-masing Departemen. Adapun unsur bantuan itu adalah sebagai
berikut:
Kompartemen terdiri atas:
- Kompartemen SPI
- Kompartemen Sekper
- Kompartemen SDM
- Kompartemen Umum
- Kompartemen Penjualan
- Kompartemen Administrasi Keuangan
- Kompartemen Operasi I
- Kompartemen Operasi II
- Kompartemen Teknologi
- Kompartemen Pemeliharaan
- Kompartemen Teknik & Pengadaan
- Kompartemen Pengembangan Bisnis
Departemen, meliputi :
- Departemen Wastern
- Departemen Renanval
- Departemen Hukum
- Departemen Kesekretariatan
- Departemen Humas
- Departemen PKBL
- Departemen K & MR
- Departemen Sispro
- Departemen Diklat & MP
- Departemen Kesra & Hubind
- Departemen Bangrirja
- Departemen Pelayanan Umum
- Departemen Kamtib
- Departemen Perwakilan JKT
- Departemen Penjualan PSO 1
- Departemen Penjualan PSO 2
- Departemen Distribusi
- Departemen Penjualan Non PSO
- Departemen Pelabuhan & Pengapalan
- Departemen Promosi & Pelayanan
- Departemen Pengadaan Jasa Distribusi & Pemasaran
- Departemen Anggaran
- Departemen Keuangan
Departemen Akuntansi
Departemen Operasi Pabrik 1
Departemen Operasi Pabrik 2
Departemen Operasi Pabrik 3
Departemen Operasi Pabrik 4
Departemen Operasi Pabrik 6
Departemen Operasi Pabrik 7
Departemen Operasi Pabrik 1A
Departemen Proses & Pengelolaan Energi
Departemen Laboratorium
Departemen ISTEK 1
Departemen ISTEK 2
Departemen Keselamatan & Kesehatan Kerja
Departemen Lingkungan Hidup
Departemen Perencanaan & Pengendalian Turn Around
Departemen Pemeliharaan Listrik
Departemen Pemeliharaan Instrumen
Departemen Pemeliharaan Mekanik Lapangan 1
Departemen Pemeliharaan Mekanik Lapangan 2
Departemen Bengkel
Departemen Keandalan Pabrik
Departemen Teknik & Kontrol Kualitas
Departemen Manufacturing Logam
Departemen Bisnis & Administrasi
Departemen Pengadaan Barang
Departemen Perencanaan Penerimaan & Pergudangan
Departemen Perekayasaan & Konstruksi
Departemen Pengadaan Jasa
Departemen Teknologi Informasi & Telekomunikasi
Departemen Penelitian & Pengembangan Bisnis
Departemen Manajemen Anak Usaha
Departemen Kontrak Bisnis
Pada Departemen Operasi Pabrik-3, yang memimpin Operasi Pabrik-3 adalah seorang
koordinator operasi yang membawahi unit utilitas, ammonia dan urea. Setiap bagian dipimpin
oleh seorang kepala bagian yang membawahi beberapa regu shift. Setiap regu shift dipimpin
oleh seorang foreman.
Selain itu terdapat juga unsur bantuan yang terdiri dari beberapa Departemen yang
masing-masing dipimpin oleh General Manager untuk beberapa Departemen dan Manager
untuk masing-masing Departemen. Struktur organisasi yang perlu diamati lebih lanjut adalah
yang dibawahi oleh direktur produksi. Direktur Produksi dibantu oleh seorang kepala
kompartemen operasi yang mengatur departemen departemen operasi (I, II, III, IV) dan
departemen pemeliharaan. Pada departemen operasi Kaltim-3, yang memimpin operasi
Kaltim-3 adalah seorang koordinator operasi yang membawahi bagian bagian (unit) utility,
ammonia, urea serta POPKA. Setiap bagian dipimpin oleh seorang kepala bagian yang
membawahi beberapa regu shift. Setiap regu shift dipimpin oleh seorang foreman. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.2 tentang struktur organisasi departemen operasi
Kaltim-3.
Swing shift
Night shift
ISO 17025 dibidang laboratorium uji mutu. Selain itu PKT juga menerapkan standar mutu
untuk K3 yaitu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Unit Utilitas
Unit utilitas merupakan salah satu unit bagian dari Departemen Pengendalian Operasi
Kaltim 3 yang berfungsi untuk menyediakan bahan penunjang proses utama pada pabrik
Kaltim 3. Sub-unit yang tersedia pada unit utilitas sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Air laut yang telah melewati proses penyaringan terkumpul pada water basin lalu
dipompa menggunakan pompa (12-P-101 A/B/C) dengan kapasitas masing-masing pompa
adalah 10760 m3/jam, tekanan 4 kg/cm2 G, power setiap pompa 1,5 MW, dan voltage setiap
pompa 6,6 kV. Pada kondisi normal, pompa dijalankan dua unit dan satu unit stand by auto
start. Air dialirkan melalui sea water header.
Selama injeksi NaOCl kontinyu ada beberapa mikroorganisme yang semakin kebal
maka dilakukan juga injeksi secara shock dosing dengan konsentrasi 10 ppm di sea water
header, yaitu setiap 12 jam sekali selama 30 menit atau saat larutan Natrium Hypochlorite
yang dihasilkan pada tangki penampung mencapai ketinggian tertentu.
anoda dan katoda disusun secara paralel. Sumber arus DC disuplai dari travo dan rectifier
memiliki arus maksimum 2880 Ampere dan tegangan 50 Volt.
Reaksi yang terjadi pada proses klorinasi adalah :
NaCl + H2O NaOCl + H2
Anoda : 2Cl- Cl2 + 2eKatoda : 2Na+ + H2O + 2e- H2
Reaksi di elektroliser :
2OH- + Cl2 2OCl- + H2
2Na+ + OCl- NaOCl
Larutan chlorine yang dihasilkan unit klorinasi adalah 30,5 kg/jam dengan konsentrasi
1173-1200 ppm yang dikirim ke hypochloride storage drum (12-V-101) dengan kapasitas 127
m3. Tangki ini dilengkapi dengan blower udara (12-K-101) untuk menurunkan konsentrasi gas
hidrogen yang terbentuk sehingga konsentrasinya dibawah ambang peledakan (dibawah 4%
volume).
Larutan klorin hasil elektrolisa diinjeksikan melalui pompa shock dosing (12-P-103
A/B) ke sea water header sebesar 10 ppm dan continous dosing (12-P-102 A/B) ke sea water
intake sebesar 1 ppm. Apabila total voltage yang digunakan lebih dari 55 Volt maka dilakukan
pembersihan sel menggunakan acid cleaning HCl 35%.
Gambar 3.2 Flow Diagram Unit Sweet and Sea Cooling Water
desalinasi. Untuk menjaga material padatan dari garam tidak terbawa uap air, maka pada tiap
stage evaporator dilengkapi dengan demister.
Produk distilat (air desalinasi) pada masing masing stage dikumpulkan dalam wadah
penghubung dan mengalir menuju stage penampungan terakhir dan akhirnya dikirim ke tangki
raw condensate (15-T-101) dengan menggunakan pompa distilat water (14-P-002 A/B). Air
yang tidak teruapkan dibuang menggunakan pompa blow down (14-P-003 A/B) melalui
outfall. Air desalinasi yang keluar dikontrol laju alirnya oleh kontrol level pada wadah
desalinated water dan konduktivitas dimonitor secara kontinyu oleh conductivity meter.
Konduktivitas air dijaga tidak melebihi dari 11 s/cm2. Produk air desalinasi sekitar 82
m3/jam.
Performance unit desalinasi dapat dilihat dari harga GOR, yield, dan konsumsi steam,
yaitu :
1. Harga GOR, merupakan ratio antara jumlah distilat yang dihasilkan terhadap jumlah
steam yang dipakai untuk memanaskan air laut.
2. Harga yield (distilat / sea water), semakin tinggi harga yield, menunjukkan kinerja unit
desalinasi semakin baik.
3. Konsumsi steam sangat tergantung dari suhu LP steam. Semakin tinggi suhu steam, maka
jumlah steam yang dibutuhkan akan semakin kecil untuk mendapatkan suhu outlet brine
heater yang sama.
Untuk mencegah terjadinya scale (kerak) dalam tube heat transfer, ke dalam brine
diinjeksikan Belgard EVN sebagai anti scale (2,64 gr / m3 brine). Sedangkan untuk mencegah
terjadinya foam / buih di flash chamber, diinjeksikan Bellite M-8 sebagai anti foam (0,08 gr /
m3 brine) 0,033 m3/jam. Keduanya diinjeksikan sebelum air laut masuk evaporator.
Ion logam M+ (kation) dari air umpan akan diikat oleh resin dan melepaskan ion H. Resin
jenuh diregenerasi memakai larutan H2SO4 2 %. Regenerasi dilakukan bila total volume
proses kondensat yang telah diolah tercapai (1498 m 3) atau pH kondensat telah mencapai 5.
Reaksi yang terjadi selama regenerasi resin adalah sebagai berikut:
Drain
Pada tahap ini, air yang tertampung di penampung regeneran (kolektor) dibuang melalui
rinse outlet valve. Proses ini dibantu dengan memasukkan udara melalui blower
pencampur udara.
Injeksi Asam
Air yang sudah bebas kation dan gas dimasukkan ke dalam bagian dasar tangki penukar
kation oleh injeksi asam. Air ini mengalir ke atas melalui unggun resin penukar kation dan
akhirnya keluar dari penampung regeneran ke kolam netralisasi.
Pengisian Kembali
Penghentian kegiatan di atas, yaitu penutupan valve-valve aliran udara dan pemasukan
air/raw water.
Pembilasan
B. Degasifier (15-V-102)
Air proses yang telah melalui Cation Exchanger dialirkan ke degasifier bertujuan
untuk menghilangkan gas-gas terlarut (terutama CO2). Air dikontakkan dengan udara yang
dihembuskan menggunakan Degasifier Fan (15-K-101A/B). Dalam degasifier terdapat
plastik pall ring berfungsi untuk memperluas bidang kontak. Hasil yang keluar dari degasifier
dikirim ke RC Tank menggunakan Degasifier Water Pump (15-P-101 A/B) dan bercampur
dengan steam kondensat dan air desalinasi.
C. Mixed Bed Polisher (15-V-201 A/B)
Prinsip kerja Mixed Bed Polisher (MBP) identik dengan Cation Exchanger, akan tetapi
digunakan resin penukar kation dan anion. Air yang terdapat dalam tangki raw kondensat
dialirkan menuju unit MBP dengan menggunakan Mixed Bed Feed Pump (15-P-201 A/B).
Keluar dari MBP, air mengalir menuju ke tangki demineralisasi (15-T-201). Air demin yang
dihasilkan (300 m3/jam) per unit. Reaksi didalam MBP:
Reaksi resin penukar kation :
RH M RM H
Resin MBP dikatakan jenuh pada kondisi konduktivitas melebihi 0,2 s/cm. Regenerasi
resin pada MBP dilakukan saat jumlah air yang diproses telah mencapai nilai total gallon
(20.805 m3). Regenerasi dilakukan dengan menambahkan H2SO4 3 % untuk regenerasi resin
kation dan NaOH 4 % untuk regenerasi resin anion. Resin MBP dikatakan jenuh pada kondisi
konduktivitas air yang telah diproses melebihi 0,2 s/cm. Reaksi regenerasi :
Kation resin
Anion resin
2 R M H 2 SO4 M 2 SO4 2 R H
R A NaOH NaA R OH
pH
: 6,2 6,5
Konduktivitas
: 0,2 s/cm
Na+ dan K+
: 0,01 ppm
Klorida (Cl-)
: 0,02 ppm
Total Fe
: 0,02 ppm
Total Cu
: 0,003 ppm
SiO2
: 0,02 ppm
SRV berfungsi untuk mengatur tekanan gas alam menuju GCV sehingga
memungkinkan GCV bekerja dengan baik, selain itu juga menghentikan aliran gas alam pada
saat GTG shut down. Pengaturan jumlah gas alam masuk turbin ditentukan oleh GCV sesuai
beban GTG. Spesifikasi GTG adalah sebagai berikut:
-
Output
= 30 MW
Voltage
= 11 kV 3 phase 50 Hz
Fuel
= natural gas
Start awal
Rate panas
= 12.170 KJ/KWH
= 1000 kW (max)
= 525 V, 3 phase, 50 Hz
= Mesin diesel
= Autostart
= Brushless Exciter
emergency ini hanya dipergunakan untuk menjalankan peralatan tertentu saja,
seperti pompa pompa lube oil, lampu penerangan, pompa emergency cooling water dan
electric control.
C. Uninterruptable Power Supply
Unit ini menyediakan power supply untuk panel kontrol dan lokal panel, apabila GTG
mengalami trouble. Seluruh proses di Kaltim-3 dikendalikan di panel kontol dan lokal panel.
Karena kontrol ini merupakan fungsi yang sangat vital, maka power untuk kontrol ini tidak
boleh terputus. UPS mempunyai tegangan 110 V dan disuplai battery yang mampu
memberikan arus selama 30 menit dan disiapkan power untuk pengganti battery.
Prinsip utama pembangkit listrik pada generator turbin gas adalah pembakaran gas
alam dan udara pada fuel nozzle untuk menghasilkan gas panas. Gas panas ini dimanfaatkan
untuk menggerakkan turbin, selanjutnya turbin akan menggerakkan generator pembangkit
listrik. Gas buang dari turbin kemudian digunakan untuk pemanasan steam boiler (WHB).
Gas alam dipakai sebagai bahan bakar masuk ke knock out drum untuk dipisahkan
kondensatnya, selanjutnya gas alam dipanaskan. Untuk mengatur tekanan dan jumlah gas
masuk sesuai dengan beban GTG digunakan stop/ratio valve (SRV) dan gas control valve
(GCV). Udara yang diperlukan untuk pembakaran dan pendingin frame diatur dengan inlet
guide valve (IGV) dengan sensing temperature exhaust. Putaran turbin dipertahankan 5.100
rpm untuk memperoleh frekuensi yang sesuai. Spesifikasi GTG sebagai berikut:
Output
= 32 MW (max)
Voltage
= 11 kV, 3 phase, 50 Hz
Fuel
= natural gas
Energi listrik yang dihasilkan dari GTG kemudian ditransmisikan ke substation (SS) sebagai
pembagi beban untuk kemudian dialirkan ke trafo-trafo penurun tegangan hingga ke peralatan
yang menggunakan tegangan 6,6 kV, 500 Volt, dan 380 Volt.
demineralisasi setelah keluar deaerator. Reaksi yang terjadi pada proses penghilangan O 2
dengan hydrazine adalah sebagai berikut:
24 + 2 2 + 22
Selain kedua hal tersebut di atas, upaya lain yang dilakukan untuk mengurangi risiko
terjadinya reaksi adalah injeksi amonia ke dalam aliran BFW. Amonia dibutuhkan untuk
membuat pH aliran BFW menjadi sekitar 8,59,5. Dengan demikian derajat keasaman BFW
menjadi rendah. Sebagaimana diketahui derajat keasaman yang tinggi juga menjadi salah satu
sebab terjadinya korosi. Air demineralisasi dari demin water tank (15-T-201) dipompa menuju
deaerator dengan demin water pump (17-P-101A/B). Aliran ini dipanaskan terlebih dahulu
sebelum memasuki unit deaerator untuk mengurangi kebutuhan steam yang dibutuhkan di
deaerator. Air ini dipanaskan di blowdown cooler (17-E-201) dan BFW preheater (17-E-101).
Pada blowdown cooler air demineralisasi mengambil panas dari aliran continuous
blowdown dari steam drum, yang memang perlu didinginkan agar memenuhi persyaratan
untuk dibuang ke saluran outfall, sedangkan di preheater BFW memperoleh panas dari aliran
keluaran deaerator. Dari BFW Preheater, air demineralisasi menuju ke deaerator (17-V-101).
Setelah keluar dari deaerator ke dalam air demineralisasi diinjeksikan hydrazine dan amoniak.
Setelah proses deaerasi dan injeksi ini air demineralisasi dapat disebut sebagai Boiler Feed
Water (BFW). Spesifikasi BFW yang dihasilkan ditunjukkan pada tabel 2.1. BFW ini
dipompa oleh BFW Pump (17-P-201A/B/C) menuju ke WHB (17-H-201).
Parameter
pH
O2 terlarut
ClTotal Cu
Total Fe
Na+, K
SiO2
Nilai
8,5 - 9,5
0,007 ppm
0,02 ppm
0,003 ppm
0,02 ppm
0,01 ppm
0,02 ppm
BFW sebelum dipompa menuju steam drum (17-H-201) dipanaskan terlebih dahulu di
economizer (17-E-201) yang memanfaatkan panas sisa dari gas buang sebelum dibuang ke
atmosfer. Dalam steam drum, BFW dipanaskan hingga menjadi saturated steam dengan
memanfaatkan gas buang pembakaran. Saturated steam yang terjadi kemudian dialirkan ke
primary superheater hingga suhunya 478oC dilanjutkan ke secondary superheater sampai
temperaturnya 490oC, dimana untuk pengontrolan temperatur ini dipakai desuperheater.
Untuk menghindari terbentuknya kerak maka pada steam drum diinjeksikan anti
kerak, yaitu larutan trisodium phospat dan disodium phospat. Kualitas air BFW adalah
sebagai berikut:
-
pH
: 9,5 10,5
Total alkali
: 50 80 ppm
: 300 ppm
Konduktivitas
: 150 s/cm
Phospat
: 1- 6 ppm
Silika
: 2 ppm
Klorida
: 20 ppm
Steam drum dilengkapi fasilitas kontinyu blowdown dan intermitten blow down. Rate
kontinyu blow down sebesar 1% dari flow steam yang dihasilkan dan menuju ke continuos
blow down tank (17-S-201) untuk dimanfaatkan sebagai penghasil LP steam. Sedangkan rate
intermitten blow down adalah 5% dari steam yang dihasilkan dan dilakukan apabila analisa
boiler water melampaui batas-batas yang telah ditentukan. Distribusi steam di pabrik Kaltim3 dapat dibagi dalam:
1
Utility
-
Ammonia
-
MP steam header
20 K steam header
LP steam header
Urea
-
HP steam header
MP steam header
20 K steam header
LP steam header
Tekanan
H2O
: 7,5 kg/cm2
: max. 125 ppm
: 2100 Nm3/jam
Apa bila suplai instrument air di bawah batas flow rate minimum yang diijinkan, maka dapat
digantikan oleh gas N2 yag berasal dari Air Separator Unit (ASU) di Kaltim-1.
Utility station
N 2 g 3H 2 g 2 NH 3 g
H 92200 J / mol
(JM. Smith V, 1971)
Reaksi sintesa ammonia di atas adalah reaksi kesetimbangan yang bersifat eksotermis.
Hidrogen diperoleh dari reaksi hidrokarbon (gas alam) dengan steam (reforming) dan nitrogen
diperoleh dari udara bebas. Reaksi reforming antara gas alam dengan steam adalah sebagai
berikut :
C n H m 2 H 2 O C n 1 H m 2 3H 2
CH 4 H 2 O CO 3H 2
CO H 2 O CO2 H 2
Kualitas produk ammonia cair yang dihasilkan sebesar 99,9 % berat ammonia dan
impuritas 0,1 % berat. Sedangkan produk samping CO2 memiliki kualitas 99,9 % volume CO2
dan impuritas berupa H2, N2, CH4, CO, Ar maksimum 0,1 % volume. Proses yang dipakai
adalah Haldor Topsoe A/S, Denmark.
3.2.2
Unit Desulfurisasi
Proses desulfurisasi adalah proses yang berfungsi untuk mengubah sulfur organik
yang terkandung dalam natural gas menjadi sulfur anorganik serta menyerap sulfur anorganik
tersebut hingga kurang dari 0,1 ppm. Proses desulfurisasi berguna untuk menghilangkan /
mengurangi senyawa sulfur yang terkandung didalam gas alam yang merupakan racun pada
katalis nikel di seksi reforming. Gas alam pada umumnya mengandung sulfur dalam bentuk
H2S / sulfur anorganik dan sulfur organik seperti merkaptan yang rumus molekulnya RSH.
Kandungan sulfur yang ada di dalam suplai gas alam unit ammonia Kaltim-3 biasanya sebesar
0,2 0,3 ppm. Senyawa sulfur yaitu H 2S, COS, dan RSH merupakan racun pada katalis
pabrik ammonia.
Desulfurisasi terdiri dari 2 buah vessel yang bekerja secara seri. Pada setiap vessel di
lapisan atas terdapat katalis CoMo yang berfungsi untuk mengubah sulfur organik menjadi
anorganik. Sedangkan di bawah katalis CoMo terdapat adsorbent ZnO yang berfungsi untuk
menyerap sulfur anorganik. Material dasar yang ada didalam desulfurizer adalah ZnO (katalis
produksi Topsoe type HTZ 3). Senyawa sulfur merupakan racun bagi katalis katalis yang
berada pada:
1. H2S dapat meracuni K2CO3 pada larutan Benfield yang berfungsi mengabsorb CO2 pada
CO2 removal. K2CO3 akan lebih suka bereaksi dengan H2S sehingga CO2 tidak teradsorb
dengan baik.
2. H2S juga dapat meracuni unit steam reforming dengan katalis NiO dengan menempelnya
senyawa hasil reaksi H2S dan NiO pada permukaan katalis sehingga reaksi gas alam tidak
berlangsung.
Peralatan utama yang digunakan di unit Desulfurisasi adalah sebagai berikut:
1. Natural gas KO drum (1-S-101)
Fungsi
: untuk memisahkan hidrokarbon berat (CnHm) yang terkandung dalam
gas proses.
Tipe
: vertical
ID x TL - TL
: 1050 mm x 2510 mm x 1000 mm
Temperatur
: 60C
Tekanan
: 42 kg/cm2G
2. Convection section pada Primary Reformer
- Natural Gas Preheater (1-E-111)
Fungsi
: untuk memanaskan gas proses sebelum masuk ke sulfur adsorber
dengan proses kondensat.
Tipe
: coil D
TL
: 11300 mm
Katalis
CoMo
(cobalt-molybdenum)
di
bagian
atas
sebagai
katalis
hidrogenator, absorben ZnO (HTZ-3) di bagian tengah sebagai penyerap sulfur dan
katalis CuO di bagian bawah (terdapat di desulfurizer B) sebagai penyerap sulfur organik
dan anorganik yang masih lolos.
b.
Bentuk
: Extrusion
Volume
: 7,6 x 2 m3
Tekanan inlet
: 39,2 Kg/cm2G
Temperatur in/out
: 400oC - 390oC
(1)
(2)
(3)
Untuk mendapatkan absorbsi sulfur yang terbaik, gas harus dipanaskan terlebih dahulu
hingga mencapai temperatur sekitar 300 400C. Apabila temperatur kurang dari 400oC,
maka reaksi absorb sulfur anorganik oleh ZnO tidak akan berlangsung. Sedangkan apabila
temperatur lebih dari 450oC dapat terjadi cracking hydrocarbon yang dapat menyebabkan
terjadinya deaktivasi katalis akibat tertutupnya sisi aktif katalis.
Kemampuan ZnO untuk menyerap sulfur sangat tergantung pada temperatur. Pada
temperatur 410C, tetapan kesetimbangan, K akan naik menjadi dua kali lipat dari K pada
temperatur 380C. Sedang pada temperatur ambient (sekitar 30C) kemampuan ZnO hanya 20
% dari kemampuannya dibandingkan pada temperatur 400C. Kesetimbangan penyerapan
sulfur:
K P ( T )=
K P ( T )=
PH
PH
=2,5 x 10
pada380 C
PH S
=5,0 x 106 pada 410o C
PH O
2
Sampai tingkat tertentu Sulfur Absorber ini mampu menyerap sulfur organik dengan
cara merubah sulfur anorganik menjadi H2S yang selanjutnya diserap oleh ZnO. Oleh karena
itu selama normal operasi ke dalam Sulfur Absorber diinjeksikan H2 sejumlah 5% dari total
gas proses. H2 ini akan mengkonversi sulfur organik menjadi H2S. Bila jumlah sulfur
organiknya banyak, maka sulfur organik harus terlebih dahulu dihidrogenasi dengan katalis
CoMo sebelum sulfurnya diserap oleh ZnO. Absorben ZnO ini lama kelamaan akan jenuh
dengan sulfur. Lamanya waktu operasi untuk menjadi jenuh sangat tergantung pada
banyaknya sulfur yang masuk.
Gas proses keluar seksi konveksi (1-E-104 A/B) masuk ke dalam Sulfur Absorber (1R-101 A/B) untuk diserap kandungan sulfurnya. Gas alam masuk ke Sulfur Absorber (1-R101A/B) pada tekanan 39,2 kg/cm2.G dan temperatur 400C. Kandungan sulfur dalam gas
yang keluar dari desulfurizer selalu kurang dari 0,1 ppm. Didalam desulfurizer terjadi reaksi
sebagai berikut:
ZnO + H2S ZnS + H2O
Selain itu juga, pada temperatur normal katalis juga bereaksi dengan carbonyl sulphide.
Reaksinya adalah sebagai berikut:
ZnO + COS ZnS + CO
Reaksi tersebut diatas bersifat endotermis. Tekanan keluaran desulphurizer dikendalikan agar
bernilai 38,6 kg/cm2G dan temperatur 390 C. Jika tekanan keluaran meningkat sampai
melebihi nilai set point, pengendali akan mengatur dan mengembalikan tekanan ke nilai
setpoint dengan cara membuang sebagian gas melalui vent ke atmosfer.
3.2.3
Unit Reforming
Tujuan dari proses reforming adalah untuk memperoleh gas H2 dan N2 sebagai bahan
baku yang digunakan dalam reaksi sintesa ammonia, yang didapat melalui suatu reaksi
katalitik reforming antara hidrokarbon dengan steam. Reaksi reforming berlangsung dalam
dua tahap, yaitu di Primary Reformer (1-H-101) dan di Secondary Reformer (1-R-102).
Kebutuhan panas di kedua reaktor ini disuplai dengan cara yang berbeda. Di Primary
Reformer (1-H-101), panas disuplai secara tidak langsung melalui firing (panas pembakaran
dari Fuel NG), sedangkan di Secondary Reformer (1-R-102), panas berasal dari reaksi
pembakaran sebagian gas hydrogen (H2) dengan oxygen (O2) yang berasal dari udara.
Peralatan utama yang digunakan di unit reforming adalah sebagai berikut:
A. Primary Reformer
Fungsi
Tipe
: Topsoe Type
Temperatur
: inlet 527C
outlet 789C
Flowrate
: 96559 kg/hour
Spesifikasi
berbanding terbalik dengan temperatur dan rasio S/C, namun sebanding dengan tekanan.
Semakin tinggi temperatur dan rasio S/C maka CH4 leak akan semakin rendah.
Gambar 3.9 Grafik Hubungan Temperatur, Tekanan dan Rasio Steam/Carbon Terhadap Konsentrasi
CH4 leak
Gas proses dari sulfur absorber sebesar 27.300 Nm3/jam bercampur dengan MP steam
pada tekanan 38 kg/cm2G sebesar 82.500 kg/jam. Aliran steam ini diatur dengan rasio
steam/carbon (S/C) = 3:1. Kemudian campuran dipanaskan di convection section primary
reformer (1-E-101) sampai suhu 527C. Sebelum kemudian dimasukkan ke primary reformer
(1-H-101). Reaksi yang terjadi pada primary reformer adalah :
1. Reaksi hidrokarbon berat menjadi hidrokarbon ringan,
CnHm (g) + 2H2O(g) Cn-1Hm-2(g) + 3H2(g) + CO2
2. Reaksi hidrokarbon ringan,
CH4(g) + 2 H2O (g) CO2 (g) +4H2 (g)
3. Shift Conversion,
(g)
CO + H2O CO2 + H2
Untuk meyakinkan bahwa penyalaan fuel gas sempurna, maka harus dioperasikan
dengan udara ekses (ekses 5 %). Udara untuk pembakaran diatur dari bukaan damper dan
bukaan PAR (primary air register) dan SAR (secondary air register) yang diatur secara
manual. Gas proses (Process NG) meninggalkan primary reformer (1-H-101) pada temperatur
746 C, dan tekanan 32 kg/cm2G untuk kemudian menuju Secondary Reformer (1-R-102).
Kandungan hidrokarbon (metan) setelah keluar Primary Reformer (1-H-101) ini 10,4
% mol (basis kering). Flue gas dikeluarkan ke atmosfir oleh dua flue gas fan (1-K-101- A/B).
Kedua flue gas fan ini berkapasitas masing-masing 70% dari total rate flue gas. Kegunaan ID
Fan ini adalah untuk menurunkan tekanan furnace sedikit dibawah atmosfir untuk
mengarahkan aliran flue gas. Penghisapan di furnace reformer dikontrol oleh 1-PIC-104 pada
tekanan -10 mmH2O yang mengoperasikan flue gas damper. Controller ini dilengkapi dengan
high dan low alarm 1-PIC-104 A/B / PAH-104 0 mmH 2O / PAL-104 -20 mmH2O).
Selanjutnya high pressure switch PSHH-108 juga dipasang yang akan mengakibatkan
Primary Reformer total trip (I-1) jika tekanan di dalam furnace naik melebihi set pointnya(+3 mm H2O).
Faktor konversi pada unit Primary Reformer sangat bergantung pada temperatur,
tekanan operasi serta rasio steam/carbon. Untuk mendapatkan konversi yang tinggi, maka
temperatur operasi harus tinggi dengan tekanan rendah serta rasio steam/carbon tinggi. Pada
temperatur tinggi, reaksi akan bergeser ke arah produk mengingat reaksi pada unit ini
merupakan reaksi endotermis. Namun apabila temperatur operasi terlalu tinggi akan
menyebabkan terbentuknya deposit karbon yang akan menempel pada sisi aktif katalis
maupun pada bagian luar. Deposit karbon pada bagian sisi aktif katalis akan menyebabkan
deaktivasi katalis, sedangkan deposit katalis pada bagian luar akan menyebabkan naiknya
pressure drop reaktor. Deposit katalis dapat terjadi melalui reaksi berikut:
CnH2n+2 nC + (n+1)H2
2CO C + O2
CO + H2 C + H2O
Tabel 3.1 Spesifikasi Gas Outlet Unit Primary Reformer
Senyawa
CO2
CO
H2
CH4
N2
Ar
B. Secondary Reformer
Fungsi
Ukuran
Bulk density
: 190 D x 91 ID x 19 H
: 1070 kg/m3
Toperasi
: 1000C
Desain (% vol.)
Kisaran (% vol.)
CO2
CO
H2
CH4
N2
Ar
10,69
10,46
68,47
10,28
0,1
0
10,69 13,0
8,5 10,94
60,0 70,0
9,7 14,0
0 1,5
0 0,2
Aktual (% vol.)
(27/05/2011)
11,12
9,11
66,83
11,97
0,14
0,01
2.
Komponen
Desain (% vol.)
Kisaran (% vol.)
CO2
CO
H2
CH4
N2
Ar
7,96
13,25
55,57
0.49
22,47
0,27
7,0 10,0
12,3 14
50 60
0,1 1,5
20,0 25,0
0,2 0,5
Aktual (% vol.)
(27/05/2011)
7,83
12,23
58,17
0,36
21,18
0,23
3.
HP Steam 110 K
Spesifikasi steam yang digunakan untuk proses adalah sebagai berikut:
-
: 0.2 s /cm
Silica max.
Fe total max.
Na + K max.
Cu total max.
4.
Udara
-
5.
Komposisi :
Nitrogen
: 78,04 % volume
Oksigen
: 20,99 % volume
CO2
: 0,03 % volume
Ar
: 0,94 % volume
Katalis reformer:
a.
Bentuk
: Ring
Umur
: 3 5 tahun
Volume
: 6,84 / 15,96 m3
Tekanan inlet
: 35,8 Kg/cm2G
Temperatur in/out
: 520oC - 811oC
b.
Bentuk
: Ring
Umur
: 6 - 10 tahun
Volume
: 26 m3
Tekanan inlet
: 32 Kg/cm2G
Temperatur in/out
: - oC 1000 oC
Tinggi bed
: 2,8 m
Pada dasarnya fungsi secondary reformer adalah sama dengan primary reformer.
Prinsipnya adalah untuk memperoleh gas N2 dan melanjutkan reaksi reforming sisa metan
menjadi H2. Reaktor yang digunakan berbentuk bejana yang berisi unggun partikel dan
gabungannya dengan primary reformer dinamakan sistem reformer primer-sekunder. Oksigen
yang terkandung di dalam udara akan membakar CO, sisa methane dan hidrogen dan
memasok energi tambahan yang diperlukan untuk reaksi reforming di dalam secondary
reformer ini.
Dengan demikian kita tidak memerlukan lagi pembakaran tambahan gas bumi seperti
di primary reformer. Keuntungan lain dengan adanya secondary reformer ini, sebagai alat
pemasukan nitrogen adalah akan memperkecil volume primary reformer dibandingkan
dengan apabila diinginkan konversi sempurna di dalam reaktor primary reformer tersebut,
reaksi pembakaran di dalam secondary reformer adalah sebagai berikut:
2H2 + O2 2 H2O
H = - 115,6 kkal/mol H2
2CO + O2 2CO2
H = - 135,3 kkal/mol CO
dari seksi reforming, Gas Proses selanjutnya masuk ke Seksi Pemurnian Gas (konversi CO,
CO2 removal, dan Metanasi).
Secara teoritis ada kemungkinan terbentuknya karbon deposit dengan mengikuti
persamaan reaksi Boundouard berikut ini:
2CO CO2 + C (soot)
Adanya carbon formation ini mengakibatkan:
-
Memperbesar steam-carbon ratio sehingga akan membentuk CO2 lebih banyak daripada
CO
Pada kondisi yang sudah dipilih, reaksi hanya berlangsung dibawah 803C karena alas
an kesetimbangan dan pada temperatur diatas 650C karena laju reaksi, dimana laju reaksi
yang sangat rendah dibawah temperatur 650C. Karena itu range temperatur ini harus dilalui
dengan cepat, dan kontak antara gas dan permukaan panas harus dihindari pada range
temperatur ini.
Secara termodinamis, pembentukan karbon tidak mungkin terjadi pada kondisi
tersebut. Jika kesetimbangan dapat dicapai pada setiap tahap. Jika katalis teracuni oleh sulfur,
aktifitas katalis berkurang dan karbon deposit makin mudah terbentuk. Karbon deposit ini
biasanya terbentuk oleh hidrokarbon berat seperti olefin, aromatics, atau napthene yang
terkandung dalam hidrokarbon umpan.
Pada rasio steam/karbon yang rendah, secara termodinamis karbon deposit akan
terbentuk, khususnya dibagian dalam katalis. Jika katalis tidak cukup tereduksi, atau
teroksidasi sebagian tanpa dilakukan reduksi lebih lanjut, maka pembentukan karbon deposit
akan terjadi.
Tabel 3.6 Spesifikasi Gas Outlet Unit Secondary Reformer
Senyawa
CO2
CO
H2
CH4
N2
Ar
3.2.4
0,33
Unit Converter
Tujuan adanya seksi pemurnian gas adalah untuk memurnikan Gas sintesa keluaran
reforming sehingga mengandung H2 dan N2 dalam perbandingan 3 : 1 dan disamping itu
hanya mengandung gas inert seperti methane dan argon dalam konsentrasi serendah mungkin.
Untuk memurnikan gas sintesa H2 dan N2 maka kandungan CO dan CO2 harus
dihilangkan karena dapat pula menjadi racun bagi katalis di NH 3 converter, sedangkan Ar dan
CH4 dapat menjadi inert di reaksi konversi NH3. Senyawa CO tidak dapat dipisahkan oleh
larutan benfield yang digunakan pada CO2 absorber. Oleh karena itu CO diubah terlebih
dahulu menjadi CO2 pada unit shift converter. Gas keluar dari reforming mempunyai
komposisi seperti sebagai berikut (dalam % vol gas kering):
13.97
8.01
Nitrogen (N2)
22.39
Argon (Ar)
0.33
Methane (CH4)
0.26
Reaksi shift merupakan reaksi eksotermis. Untuk mencapai konversi yang tinggi, reaksi harus
berlangsung pada temperatur yang rendah agar kesetimbangan bergeser ke arah pembentukan
CO2. Namun, pada temperatur yang rendah kecepatan reaksi akan rendah. Oleh karena itu,
berdasarkan pertimbangan kinetis dan ekonomis maka reaksi shift dibagi menjadi 2 (dua)
tahap yaitu High Temperatur Shift Converter dan Low Temperatur Shift Converter.
Tipe
ID x TL x TL
Temperatur
Tekanan
: Vertical
: 4200 mm x 4240 mm x 3000 mm
: 480C
: 33,8 kg/cm2G
Volume
Tinggi bed
Bulk density
: 55 m3
: 3970 mm
: 1050 kg/m3
Temperatur operasi
: 360 433C
Tahap pertama dilakukan di HTS converter (1-R-201) yang berfungsi mengubah gas
CO menjadi CO2 dan H2 pada temperatur tinggi. HTS berisi katalis Chromium Oksida
promoted Iron oksida dengan jumlah 55 m3. Reaksi yang terjadi pada reaktor ini berlangsung
pada temperatur tinggi dengan konversi rendah, tetapi kecepatan reaksinya tinggi. Kondisi
operasi temperatur 360C 400C, namun karena adanya reaksi menyebabkan kenaikan
temperatur sekitar 63C. Temperatur outlet sekitar 433C. Katalis yang dipakai merupakan
katalis tipe SK-201 dan SK-12 yang lebih kuat pada temperatur yang lebih tinggi dibanding
dengan katalis yang digunakan di tahap LTS. Namun selama proses suhu tidak boleh lebih
dari 500C karena ada kemungkinan terjadi kristalisasi.
Metana tidak dianggap sebagai inert terhadap katalis walaupun ia bereaksi pada
temperatur dibawah 300C. Methan akan bertindak sebagai pereduksi sehingga bila reduksi
terjadi, katalis kemungkinan akan tertimbun oleh karbon deposit. Katalis yang belum
tereduksi tidak boleh kontak dengan H2 dan CO2 kecuali dalam keadaan dingin, karena hal ini
akan merusak katalis. Katalis yang akan digunakan harus diaktifkan dimana Fe 2O3 direduksi
menjadi Fe3O4. Reduksi akan terjadi pada temperatur diatas 250C, tetapi selama reduksi
temperatur tidak boleh lebih dari 500C, agar tidak mengurangi keaktifan katalis. Pertama
katalis di heating-up dengan nitrogen dan setelah itu dengan steam sampai temperatur reduksi
mencapai 250C tercapai. Kemudian sejumlah kecil gas proses dari reformer ditambahkan ke
dalam steam.
Katalis pada High Temperature Shift sangat sensitif terhadap garam-garam yang
kemungkinan terbawa bersama steam. Kandungan klorin dalam gas harus dibawah 0,1 ppm.
Katalis tidak terpengaruh oleh sulfur dalam jumlah yang ada di plant ini. Pada umumnya
katalis tidak teroksidasi oleh steam saja, tetapi harus dioksidasi dengan penambahan sejumlah
kecil udara dalam steam karena dalam keadaan tereduksi katalis sangat phrophoric.
Setelah bereaksi, kandungan CO dalam gas 0,3 % vol. Sebagian dari CO setelah
bereaksi akan menaikkan jumlah H2, yang terbentuk bersamaan dengan terbentuknya CO 2
yang dengan mudah dapat dipisahkan. Setelah gas didinginkan dan sebagian besar air dalam
gas terkondensasi, CO2 dipisahkan di Seksi CO2 Removal sampai kandungan CO2 kurang dari
0,1 % mol (basis kering).
Meskipun CO dan CO2 yang tersisa sedikit, namun gas ini merupakan racun bagi
katalis sintesa ammonia. Oleh karena itu, konsentrasi dari CO dan CO 2 tersebut diturunkan
sampai hanya beberapa ppm. Hal ini dilakukan dalam Methanator (1-R-301), dimana reaksi
yang terjadi merupakan reaksi kebalikan dari reforming. Reaksinya adalah sebagai berikut:
-CO
+ 3 H2 CH4 + H2O
+ Panas
CO + H2O CO2 + H2
+ Panas
Reaksi akan terjadi karena adanya kontak dengan katalis. Kesetimbangan akan
semakin baik apabila temperatur lebih rendah dan kandungan air lebih banyak, sementara
temperatur yang tinggi akan mempercepat reaksi.
Reaksi akan menghasilkan kenaikan temperatur sehingga apabila panas tidak segera
diambil sebelum konversi berakhir, kesetimbangan yang tidak diharapkan akan terjadi, oleh
karena itu konversi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan di HTS Converter
(1-R-201) yang berisi 55 m3 katalis Chromium Okside promoted Iron Okside dengan tipe
SK-12 Kandungan CO dalam gas diturunkan dari 14 % ke 3,2 % vol ( basis kering). Sebagian
besar reaksi terjadi di HTS Converter ini, sehingga menyebabkan temperatur naik sekitar 63
0
C, temperatur outlet sekitar 433 0C. Gas proses keluar dari HTS Converter dilewatkan
Methanator Trim Heater (1-E-203) dimana selama normal operasi tidak ada pertukaran panas
karena tidak adanya aliran gas yang melalui exchanger ini. Gas proses outlet HTS kemudian
masuk No.2 Waste Heat Boiler (1-E-201) yang membangkitkan HP steam di shell ide 1-E-201
akhirnya gas didinginkan di HP BFW Preheater (1-E-202) sampai 210 0C. kemudian gas
masuk ke LTS Converter. Setelah gas proses keluar HTS didinginkan hingga temperatur
210C sebelum masuk ke seksi Low Temperatur Shift Converter.
Tabel 3.2 Spesifikasi Gas Outlet Unit HTSC
Senyawa
H2
CO2
N2
Ar
CO
CH4
0,23
Tipe
ID x TL x TL
Temperatur
: Vertical
: 4400 mm x 8965 mm x 3000 mm
: 270C
Tekanan
: 33,8 kg/cm2G
Data Katalis
-
Bed Atas
: CuO, Zn, Cr
Volume
: 6 m3
Tinggi bed
: 395 mm
Bed Bawah
: CuO, Zn
Volume
: 6 m3
Tinggi bed
: 395 mm
Berfungsi untuk mengubah gas CO menjadi CO 2 dan H2. Pada temperatur rendah
200oC untuk mendapatkan konversi lebih tinggi tetapi kecepatan reaksi yang didapat lebih
rendah. Panas proses gas dari HTS dimanfaatkan untuk HP BFW Preheater.
Konverter LTS terdiri dari dua bagian, bagian atas berisi 6 m 3 katalis LSK dengan
berbasis CuO, ZnO, dan Cr2O3 dengan tinggi bed 395 mm dan 69 m 3 katalis berbasis CuO
dan ZnO tipe LK-801 dan terdiri dari 2 bed dengan tinggi bed 4540 mm. tujuan dibuat dua
bed pada bagian bawah LTS ini adalah untuk memudahkan pergantian bed.
Kedua katalis ini sangat sensitive terhadap sulfur yang masuk tidak hanya dari HTS
tetapi juga dari seksi refactory secondary reformer selama periode pertama operasi. Converter
LTS harus di bypass selama periode ini sampai gas bebas sulfur. Disamping sulfur, chlorine
dan gas-gas senyawa Si adalah racun yang keras. Katalis diaktifkan dengan reduksi pada
temperatur 120oC sampai 220oC dengan N2 yang mengandung 1-3% Hidrogen. Selama
reduksi CuO bereaksi dengan H2 dan membentuk cooper bebas.
Temperatur keadaan normal operasi adalah antar 210 dan 240 oC. Apabila katalis
dipanaskan pada 300oC dalam waktu singkat akan menimbulkan akibat yang berbahaya bagi
katalis. Dalam keadaan normal operasi, temperatur harus dijaga serendah mungkin. Tetapi
pada temperatur dew point, aktifitas katalis akan turun karena adanya kondensasi kapiler
dalam katalis, yang mengakibatkan berkurangnya permukaan bebas oleh karena itu
temperatur harus dijaga tidak kurang dari 20 oC diatas dew point gas. Katalis yang tereduksi
adalah phyrophoric dan harus dioksidasi dulu sebelum converter dibuka.
Gas keluar LTS didinginkan, kemudian untuk memisahkan kondensat yang terbawa
gas dilakukan pada proses separator (1-S-201), kemudian didinginkan pada feed BFW
preheater (1-E-206) sedangkan panasnya dimanfaatkan untuk memanaskan air demin dari
feed BFW preheater (1-E-304), selanjutnya gas masuk proses kondensat separator (1-S-202).
3.2.5
Proses ini berfungsi untuk memisahkan gas CO2 yang dihasilkan pada seksi konversi
shift. Sedangkan gas CO2 dibutuhkan untuk pembuatan urea, sehingga gas ini diambil dengan
cara diserap oleh larutan HPC (Hot Potasium Carbonat). Peralatan utama yang digunakan di
unit CO2 Removal adalah sebagai berikut:
1
Tipe
: Packing
ID x TL x TL
Temperatur
: 148C
Tekanan
: 31,2 kg/cm2G
Tipe
: Packing
ID x TL x TL
Temperatur
: 156C
Tekanan
: 2,5 kg/cm2G
Tipe
: sentrifugal
Kapasitas
: 1.025 m3/jam
Head
: 280 m
Tekanan
: 34,72 kg/cm2G
Driver
: Hidro T motor
Reboiler
Fungsi
Tipe
: BKU
Dimensi
: 1.250 mm x 4.500 mm
Temperatur
: 156C
Tekanan
: 2,5 kg/cm2G
Heat Exchanger
Fungsi
Tipe
: BKU
Dimensi
: 1.500 mm x 6.000 mm
Temperatur
: 141C
Tekanan
: 2,5 kg/cm2G
Cooler
Fungsi
: BEU
Dimensi
: 1.200 mm x 4.000 mm
Temperatur
: 80C
Tekanan
: 6,4 kg/cm2G
Tipe
: Vertikal
Dimensi
Temperatur
: 70C
Tekanan
: 3,5 kg/cm2G
: untuk melepaskan CO2 yang terserap oleh larutan dengan cara flashing
atau penurunan tekanan.
Tipe
: Horizontal
Dimensi
: 3.810 mm x 8.700 mm
Temperatur
: 156C
Tekanan
: 2,5 kg/cm2G
: 2.310 mm
Kapasitas
: 4.759 kg/h
Tekanan
: 6 kg/cm2G
Temperatur
: 238C
Driver
: LP Steam
Reaksi absorbsi
K2CO3 + CO2 + H2O 2KHCO3
Reaksi desorbsi
2KHCO3 K2CO3 + CO2 + H2O
Bentuk dari kolom adalah Single Stage Regenerator dan Split Type Absorber. Pada
seksi absorbsi gas masuk absorber (1-C-301) melewati tumpukan sloted ring M-MAK Ring
yang tersusun dalam 3 bed. Bed paling atas mempunyai tinggi 9150 mm dengan diameter
2.290 mm dan berisi 37,7 m3 M-PAK Ring dan 2 bed dibawah mempunyai tinggi masingmasing 9150mm dan diameter 3350mm dan berisi 161,3 m 3. Gas proses ini diturunkan
suhunya pada HP BFW preheater (1-E- 209), LP Steam Generator (1-E-204) dan HPC
Reboiler (1-E-301). Reaksi absorbsi, gas proses mengalir dari bagian bawah ke atas
berlawanan arah dengan aliran HPC. Di unit Kaltim 3 ini, HPC terdiri dari:
-
K2CO3 29% dimana ada sebagian terkonversi menjadi KHCO3 sebagai zat pengabsorbsi.
Didalam larutan V2O5 akan bereaksi dengan K2CO3, dimana Fe3O4 akan menghambat korosi
berikutnya. Reaksi yang terjadi:
Pada bagian atas dengan temperatur tinggi 70oC dimana laju adsorbsi tinggi.
Pada bagian bawah dengan temperatur 115oC dimana kecepatan adsorbsi tinggi
Kecepatan reaksi dipertahankan tinggi dengan menggabungkan efek dari temperatur
tinggi dan aktivator. Larutan HPC yang kaya akan CO 2 keluar dari bawah absorber dan gas
sintesa dengan kandungan CO2 rendah keluar pada atas.
Proses desorpsi di dalam Stripper, selanjutnya disebut proses regenerasi larutan HPC,
berlangsung pada temperatur tinggi dan tekanan rendah, oleh karena itu perlu disuplai panas.
Panas dari generator diperoleh baik secara langsung oleh steam LP dari ejektor 1-J-301/304
maupun tidak langsung oleh panas gas dan uap dari proses condensat degasifier pada HPC
Reboiler (1-E-301) dan Auxillary Reboiler (1- E-302).
Menara regenerator terdiri dari bed M-PAK Ring yang masing-masing bed memiliki
tinggi 9150 mm dengan diameter 3960 mm. Rich solution masuk ke regenerator (1-C-302)
sebagian melalui Hydraulic Turbin (1-TX-301) sehingga tekanannya turun. Tekanan yang
tinggi dari larutan dipergunakan untuk memutar pompa melalui hydraulic turbin sehingga
menghemat listrik. Setelah melalui regenerator, larutan HPC dialirkan ke Flash Drum (1-V301) dimana penambahan steam untuk regenerator diperoleh dengan jalan flashing lean
solution pada tekanan yang lebih rendah daripada tekanan regenerator. 1-V-301 mempunyai 4
ruangan yang masing-masing ruangan di vakumkan oleh ejektor (1-J-301/304) dengan
memakai steam regenerasi sebagai penggeraknya.
Tekanan pada ruangan pertama 0,93 kg/cm2 yang lebih rendah dari tekanan
regenerator dan tekana ruangan ke empat merupakan ruangan dengan tekanan paling rendah
yaitu 0,46 kg/cm2. Flash steam dari tiap ruangan di hisap oleh ejektor 1-J-310/304 dan
dikembalikan ke bawah 1-C-302 bersamaan dengan exhaust steam sebagai pemanas
regenerasi. Larutan yang telah diregenerasi dan di flash, dipompa dengan HPC solution Pump
(1-P-301 A/B) ke 1- C-301 dimana sebagian didinginkan ke 70 oC dan dimasukkan kebagian
atas 1-C-301 sementara sebagian besar lainnya dimasukkan ke atas bed bagian bawah.
Gas CO2 melalui bagian atas didinginkan pada (1-E-304) BFW dan pada (1-E- 305)
oleh air laut. Steam yang terikut dipisahkan oleh CO 2 separator (1-S-301) dan steam
kondensat dikirim ke degasifier untuk diolah dan dikirim ke utility. Gas CO2 yang dilepas
dikirim ke urea.
3.2.6
Unit Methanator
Unit terakhir pada tahap pemurnian gas sintesis adalah methanator. Unit ini bertugas
mengubah gas CO dan CO2 yang masih tersisa pada gas proses menjadi CH4, sehingga reaksi
pembentukan ammonia tidak terganggu oleh kehadiran CO dan CO2. Hal ini dilakukan karena
CO dan CO2 merupakan racun bagi katalis Ammonia Converter (1-R-501). Reaksi yang
berlangsung adalah reaksi methanasi yaitu sebagai berikut:
CO + 3H2 CH4 + H2O
rendah dari 1% mol untuk menjaga temperatur serendah mungkin. Katalis methanator tidak
boleh dioperasikan diatas 5000C untuk waktu yang lama karena akan menyebabkan naiknnya
laju pembentukan kristal.
Methanator
Fungsi
Tipe
IDxTLxTL
Tekanan
Temperatur
: 156oC
: BEM (1-E-306)
IDxTL
: 1.300 mm x 6.000 mm
Tekanan
: 31,2 kg/cm2G
Temperatur
: 460oC
Final Cooler
Fungsi
Tipe
IDxTL
Tekanan
Temperatur
: 80oC
Final Separator
Fungsi
: merupakan vessel yang berfungsi untuk memisahkan air dari gas
proses. Kondensat yang diperoleh dari kondensasi air dari gas proses
disebut proses kondensat.
Tipe
: Vertical (1-S-303)
IDxTLxTL
: 1.650 mm x 3.075 mm x 1.000 mm
Tekanan
: 31,2 kg/cm2G
Temperatur
: 70oC
: 480oC
Deskripsi Proses
Gas proses yang keluar dari unit CO2 removal dan telah dipisahkan dari kondensatnya
di separator (1-S-302) dan telah dipanaskan kembali pada Methanator Heat Exchanger (1-E306) hingga suhu 3200C. Dalam keadaan tertentu,yaitu ketika methanator (1-R-301) mulai diheating up dari kondisi dingin sesudah shut-down,atau bila kandungan CO dan CO2 dalam gas
rendah,dan pertukaran panas di Methanator Heat Exchanger (1-E-306) tidak memadai, maka
untuk memperoleh temperatur inlet sesuai dengan yang diinginkan diperlukan tambahan
panas dari Exchanger (1-E-203). Di lain keadaan yaitu ketika kandungan CO2 tinggi, gas
dingin akan memperoleh panas terlalu banyak di Methanator Heat Exchanger (1-E-306A/B).Pendinginan dilakukan dengan mem-bypass Methanator Heat Exchanger (1-E-306A/B).
Gas panas outlet Methanator (1-R-301) didinginkan di 1-E-306-A/B yang bertukar
panas dengan gas dingin inlet methanator masuk ke Methanator (1-R-301) pada bagian
atasnya. Gas proses yang telah mengalami reaksi metanasi keluar dari methanator pada
temperatur 352C dan tekanan 27,6 kg/cm2G. Gas ini diharapkan mengandung CO dan CO2
maksimal 10 ppm. Selanjutnya gas ini didinginkan kembali di Methanator Heat Exchanger
(1-E-306) oleh aliran gas masuk ke methanator dan di Final Cooler (1-E-307) oleh cooling
water. Setelah didinginkan pada kedua alat penukar panas ini, gas proses dialirkan ke Final
Separator (1-S-303) untuk dipisahkan dari kondensatnya. Selanjutnya gas proses, dengan
temparatur 40C, dikirim ke unit sintesis ammonia.
Tabel 3.4 Spesifikasi Gas Outlet dari Metanasi
3.2.7
Senyawa
H2
72,97
CO2
N2
25,36
Ar
0,32
CO
CH4
1,35
Tahap inilah yang menjadi inti dari proses pembuatan ammonia. Reaksi antara H2
dengan N2 menjadi ammonia terjadi pada tahap ini. Reaksi sintesis tersebut adalah sebagai
berikut:
3H2 + N2 2NH3
H298 = 11 kcal/mol
Hanya sekitar 15% H2 dan N2 yang terkandung dalam gas sintesa inlet konverter
menjadi ammonia setiap kali lewat bed katalis. Gas sintesa yang tidak terkonversi menjadi
NH3 disirkulasi kembali ke konverter sehingga membentuk loop sintesa. Akan tetapi
kecepatan reaksi sangat banyak dipengaruhi oleh temperatur tinggi. Oleh karena itu, perlu
kompromi antara konversi teoritis dan approach to equilibrium pada saat melewati katalis.
Dari hubungan ini dapat diketahui temperatur optimum yang menjadikan produksi maksimum
bisa diperoleh. Pada temperatur tinggi prosentase kesetimbangan akan terlalu rendah
sementara itu pada temperatur rendah kecepatan reaksi rendah.
Seksi sintesa ammonia dibuat untuk tekanan 155 kg/cm2G dan tekanan normal operasi
133-143 kg/cm2G. Temperatur bed katalis adalah 3600C sampai 5200C dimana nilai ini
mendekati temperatur optimum reaksi sintesis ammonia yang merupakan reaksi
kesetimbangan. Kondisi optimal reaksi tercapai jika reaksi dilangsungkan pada temperatur
rendah dan tekanan tinggi. Selain itu, terdapat faktor lain yang mempengaruhi jalannya reaksi,
yaitu katalis dan rasio H2/N2.
Peralatan utama yang digunakan di unit Ammonia Loop adalah sebagai berikut:
Ammonia Converter
Fungsi
Tipe
: Vertikal (1-R-501)
IDxTLxTL
: 2.900 mm x 29.710 mm
Tekanan
: 155 kg/cm2G
Temperatur
: 370-510oC
: Vertikal (1-S-434)
IDxTLxTL
Tekanan
: 155 kg/cm2G
Temperatur
: -20-50oC
Ammonia Separator
Tipe
: Vertikal (1-S-501)
IDxTLxTL
Tekanan
: 155 kg/cm2G
Temperatur
Ammonia Chiller
Fungsi
Tipe
: DKU (1-E-506)
IDxTL
: 2.300 mm x 6.550 mm
Surface Area
: 812,5 m2
Tekanan
: 155 kg/cm2G
Temperatur
: -20-70oC
: BKU (1-E-512)
IDxTL
: 1.550 mm x 2.930 mm
Surface Area
: 36,4 m2
Tekanan
: 155 kg/cm2G
Temperatur
: -33oC
: BKU (1-E-513)
IDxTL
: 1.550 mm x 2.930 mm
Surface Area
: 3,9 m
Sintesis ammonia dilakukan dalam ammonia converter yang terdiri dari dua buah bed,
Ammonia converter ini merupakan jenis converter radial dimana gas melewati 2 bed katalis
dengan arah radial. Ammonia converter seri 200 ini juga dilengkapi dengan satu internal heat
exchanger. Bed pertama terletak di bagian atas, beroperasi pada temperatur tinggi dengan
tujuan meningkatkan laju reaksi, sedangkan bed kedua terletak di bagian bawah, beroperasi
pada temperatur yang lebih rendah untuk memberikan konversi reaksi yang tinggi.
Katalis yang digunakan pada sintesis ammonia adalah katalis berbasis Fe2O3 yang
direduksi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif Fe. Secara teoritis, perbandingan stoikiometrik
H2/N2 pada reaksi adalah 3:1. Namun, Pada prakteknya perbandingan H2/N2 yang diterapkan
dalam proses sintesis ini berkisar antara 2,7- 2,79. Hal ini menunjukkan jumlah N 2 yang
diumpankan berlebih. Tujuan diumpankan N2 secara berlebih adalah untuk meningkatkan laju
absorpsi N2 pada permukaan katalis.
Deskripsi Proses
Gas sintesis yang telah dimurnikan pada tahap sebelumnya, dialirkan oleh Syn Gas
Compressor (1-K-403), menuju ke tahap sintesis ammonia. Kompresor ini terdiri dari tiga
tingkat. Gas sintesis masuk kompresor dengan tekanan sebesar 27 kg/cm2G dan keluar dari
tingkat ke-3 kompresor mencapai 127 kg/cm2G. Sebelum masuk kompresor, gas sintesis
dipisahkan dari kondensat kondensatnya di dalam Suction Separator (1-S-431). Sedangkan
gas sintesis yang telah dikompresi dilewatkan ke After Cooler (1-E-433) dan Make Up Gas
Chiller (1-E-434) untuk didinginkan, kemudian dipisahkan lagi dari kondensatnya di Make
Up Gas Separator (1-S-434). Gas dari separator inilah yang kemudian dipakai sebagai gas
make-up tahap sintesis ammonia.
Gas make-up dialirkan ke bagian upstream 2nd Ammonia Chiller (1-E-508) dan
bercampur dengan gas yang keluar dari converter ammonia, yang sebagian telah menjadi cair.
Campuran ini mengalir ke Ammonia Separator (1-S-501). Ammonia cair dipisahkan dari
campuran gas sintesis di separator. Dari separator ini cairan ammonia dialirkan menuju ke
bagian refrigerasi ammonia, sedangkan gas sintesis dialirkan menuju ammonia converter.
Sebelum masuk ammonia converter, gas sintesis dipanaskan terlebih dahulu di 2 Cold
Heat Exchanger (1-E-507) dan 1 Cold Heat Exchanger (1-E-505). Selanjutnya gas tersebut
dikompresi oleh Recycle Gas Compressor (1-K-404) dan dipanaskan lagi di Hot Heat
Exchanger (1-E-503). Dari sini gas sintesis dengan temperatur 2720C dan tekanan 133
kg/cm2G masuk ke Ammonia Converter (1-R-501).
Di reaktor ini gas sintesis bereaksi membentuk gas ammonia. Gas masuk reaktor
melalui dua saluran yaitu aliran gas utama dan aliran cold shot. Kedua aliran kemudian
bertemu pada bed pertama di dalam reaktor. Temperatur inlet aliran di bed pertama adalah
376oC dan keluar pada temperatur 475C.Sebelum masuk bed kedua, gas sintesis
didinginkan oleh aliran cold shot di dalam internal heat exchanger, sehingga temperatur inlet
bed II menjadi 405oC.
Aliran gas yang mengandung ammonia sebagai hasil reaksi dan gas gas lain yang
belum bereaksi keluar dari converter pada temperatur 439oC. Gas ammonia keluaran reaktor
mengalami delapan kali pendinginan sehingga didapatkan ammonia cair yang kemudian
dikirim ke unit refrigerasi ammonia.
Gas tersebut turun temperaturnya selama pendinginan tersebut, yaitu dari 439C
menjadi -5C. Pendinginan gas ammonia terjadi pada unit unit Syn Loop WHB (1-E-501),
Syn Loop BFW Pre Heater (1-E-502), Hot Heat Exchanger (1-E-503), Water Cooler (1-E504),1st
Exchanger (1-E-507), dan 2nd Ammonia Chiller (1-E-508). Untuk menghindari akumulasi
inert, dilakukan purging di bagian downstream 2nd Cold Heat Exchanger, sebelum gas makeup dimasukkan.
Purge gas sebagian dikirim ke Hydrogen Recovery Unit (HRU dan sebagian lagi
digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran di primary reformer. Tujuan memasukkan
purge gas adalah untuk menyerap gas CO 2 yang masih terkandung dalam gas make up oleh
ammonia cair yang terjadi pada outlet cold (1-E-507) sehingga terbentuk karbamat yang
mudah larut dalam air.
Di bagian upstream 2nd ammonia chiller aliran produk reaktor bercampur dengan gas
make-up. Dari 2nd Ammonia Chiller aliran ini mengalir ke Ammonia Separator (1-S-501).
Ammonia cair dipisahkan dari campuran gas sintesis di separator ini, kemudian dialirkan
menuju ke bagian refrigerasi ammonia. Ammonia cair ini mempunyai temperatur -5C.
Tabel 3.5 Spesifikasi Gas Inlet pada Ammonia Converter
Senyawa
H2
CH4
N2
Ar
NH3
Katalis yang dipakai adalah jenis promoted iron yang mengandung sejumlah kecil
oksida yang tak tereduksi (non reducible oxides). Sejumlah panas akan dilepas selama reaksi
(750 Kcal/kg NH3), panas tersebut digunakan untuk memproduksi HP steam dan untuk
memanaskan HP Boiler Feed Water.
Volume bed katalis pertama 27,61m dan di bed kedua 81,44m. Katalis ini memiliki
diameter nominal 1,5-3 mm dengan aktivitas yang tinggi. Keistimewaan dari Converter
radial ini adalah memungkinkan untuk menggunakan bentuk katalis kecil tanpa menaikkan
pressure drop.
Bed pertama converter ammonia diisi dengan prereduced catalyst KMIR. Katalis ini
adalah katalis ammonia normal (KM1), yang telah direduksi dan distabilkan dengan cara
superficial oxidation selama pembuatannya (kandungan oksigen 2% berat katalis). Katalis
akan stabil di udara pada temperatur di bawah 100 0C di atas 1000C katalis akan bereaksi
secara spontan dengan udara dan melepas panas. Katalis diaktifkan dengan cara mereduksi
lapisan luar (layer) besi oksida menjadi besi bebas. Reduksi ini biasanya dilakukan dengan
sirkulasi gas sintesa. Bed kedua diisi dengan unreduced catalyst, tipe KM1. Aktifitas katalis
pelan-pelan akan berkurang selama normal operasi. Selain umur katalis, racun katalis seperti
H2O, CO, CO2 juga dapat mengurangi aktifitas katalis.
H2
CH4
N2
Ar
NH3
58,85
13,18
20,69
3,69
3,59
Tekanan operasi pada seksi sintesa tidak dapat dikontrol secara langsung karena hal ini
tergantung pada kondisi proses lainnya, yakni laju produksi, jumlah inert, konsentrasi NH 3 di
inlet converter, rasio H2/N2 dan aktifitas katalis. Rate produksi akan bertambah dengan
naiknya tekanan dan untuk suatu kondisi yang ditetapkan, tekanan akan mengikuti dengan
sendirinya sehingga rate produksi akan sesuai dengan jumlah gas make up yang masuk ke
loop. Tekanan loop akan naik dengan naiknya flow make up, turunnya sirkulasi, bertambahnya
inert, naiknya konsentrasi ammonia inlet converter, perubahan rasio, dan menurunnya
aktifitas katalis. Sebagai tambahan bahwa komposisi gas sintesa akan berubah secara perlahan
bila dilakukan sedikit pengaturan di gas make up dan diperlukan waktu yang cukup bagi
sistem untuk mencapai kesetimbangan yang baru sebelum dilakukan koreksi lebih lanjut.
Pabrik ammonia Kaltim-3 menggunakan reaktor ammonia jenis converter redial tipe S-200
dengan dua bed katalis:
-
3.2.8
Tahap terakhir proses pembuatan ammonia di Pabrik Ammonia Kaltim-3 ini bertugas
menghasilkan ammonia cair dengan kemurnian tinggi (sesuai dengan persyaratan) dan
mengirimnya ke pabrik urea serta ke bagian penyimpanan ammonia cair. Ammonia cair yang
dikirim ke Pabrik Urea mempunyai temperatur 36 C, sedangkan yang menuju ke
penyimpanan mempunyai temperatur -33 C. Proses refrigerasi terdiri dari proses proses
kompresi, kondensasi, ekspansi, dan evaporasi. Kompresi gas ammonia terjadi pada
kompresor gas ammonia, yang terdiri dari tiga tingkat kompresi. Tekanan gas ammonia yang
masuk ke dalam kompresor adalah 0,02 kg/cm 2g, 1,8 kg/cm2g, dan 5,7 kg/cm2g. Sedangkan
tekanan gas ammonia keluaran kompresor sebesar 18 kg/cm2g. Selanjutnya gas ammonia
yang telah dikompresi dikondensasi menjadi ammonia cair di dalam kondenser ammonia oleh
aliran air pendingin. Ekspansi ammonia cair terjadi pada valve valve yang terletak pada
bagian downstream alat alat penukar panas. Tahap berikutnya adalah tahap evaporasi, yaitu
tahap di mana aliran ammonia yang telah menjadi cair dipanaskan sehingga terbentuk kembali
uap ammonia.
Panas yang diperoleh aliran ammonia ini berasal dari aliran ammonia produk reaktor.
Dengan demikian, tahap evaporasi bagi aliran ammonia di seksi refrigerasi menjadi tahap
pendinginan dan kondensasi bagi aliran ammonia produk reaktor. Sistem refrigerasi terdiri
dari 6 chiller yang mempunyai 3 tingkat tekanan operasi yaitu:
1
First ammonia chiller (1-E-506), Make up gas chiller (1-E-434), Inert gas chiller (1-E-509).
Dioperasikan pada temperatur didih ammonia 13oC pada tekanan 5,9 kg/cm2G.
2
Deskripsi Proses
Ammonia cair dari Ammonia Separator (1-S-501), dengan temperatur -5C, mengalir
menuju Let Down Vessel (1-S-502). Di sini ammonia cair kembali dipisahkan dari fasa
uapnya yang mungkin terbentuk selama perjalanan cairan. Uap yang berhasil dipisahkan
menjadi flash gas. Sebelum diolah lebih lanjut, flash gas terlebih dahulu mengalir ke Flash
Gas Chiller (1-E-513) dan Inert Gas KO Drum (1-S-504). Sementara itu, fasa cair larutan
ammonia yang keluar dari letdown vessel digunakan sebagai media pendingin aliran ammonia
keluaran converter. Peristiwa perpindahan panas tersebut terjadi di 1st Ammonia Chiller (1-E506).
Akibat penyerapan panas pada chiller tersebut, sebagian dari larutan ammonia
menguap. Uap ammonia tersebut dialirkan ke 3rd Stage Suction KO Drum (1-S-452). Setelah
itu uap ammonia masuk ke Refrigeration Ammonia Compressor (1-K-405) tingkat ketiga
untuk dikompresi, dari tekanan 5,7 kg/cm2g menjadi 18 kg/cm2g. Setelah dikompresi,
uap ammonia, dengan temperatur 149 C, mengalir ke Ammonia Condenser (1-E-510)
untuk dikondensasi menjadi ammonia cair. Temperatur aliran hasil kondensasi ini 45C.
Selanjutnya ammonia cair mengalir ke Ammonia Accumulator (1-V-501). Dari sini ammonia
cair menuju Refrigerator Ammonia Cooler (1-E-511). Setelah mengalami prosesproses
tersebut, ammonia cair dikirim ke Pabrik Urea Kaltim-3 dengan tekanan 17,5 kg/cm 2G dan
temperatur 38 C sebagai bahan baku pembuatan urea.
Sementara itu, cairan ammonia yang keluar dari 1st ammonia chiller mengalir ke Make
Up Gas Chiller (1-E-434). Di alat penukar panas ini cairan ammonia mendinginkan gas
make-up yang masuk ke unit sintesis ammonia. Akibat penyerapan panas ini, cairan ammonia
kembali menguap sebagian. Uapnya menuju 3rd stage suction KO drum, pada tekanan 5,8
kg/cm2g, untuk selanjutnya mengalami proses kompresi dan kondensasi kembali. Cairannya
mengalir ke 2nd Ammonia Chiller (1-E-508) yang juga untuk mendinginkan aliran ammonia
keluaran converter. Sebagian ammonia kembali menguap. Uap ammonia dari chiller ini
menuju ke 2nd Stage
Suction
KO
kembali oleh kompresor ammonia tingkat kedua sampai bertekanan 18 kg/cm2g dan
kemudian dikondensasi. Cairan ammonia dari chiller mengalir ke Flash Vessel (1-S-503). Di
dalam vessel ini juga terbentuk dua fasa ammonia. Fasa gas yang terbentuk, dengan tekanan
0,02 kg/cm2g, langsung mengalir ke kompresor ammonia tingkat pertama. Gas hasil
kompresi dengan tekanan 1,8kg/cm2g,
kembali masuk ke kompresor ammonia
Cooler (1-E-509) untuk mendinginkan gas gas dari hasil kompresi yang tidak terkondensasi
ada kondenser ammonia. Setelah digunakan untuk mendinginkan, aliran ammonia menuju 3rd
stage suction KO drum, untuk selanjutnya dikompresi kembali.
Aliran ammonia dari refrigerator ammonia cooler yang selanjutnya menuju ke flash
gas chiller untuk mendinginkan flash gas dari let down vessel ammonia, serta ke Fuel Purge
Gas Chiller (1-E-512) untuk mendinginkan purge gas dari unit sintesis ammonia. Dari kedua
chiller ini ammonia menuju ke flash vessel, yang sebagaimana dijelaskan di atas, fasa uapnya
menuju ke kompresor tingkat pertama, sedangkan fasa cairnya menuju unit penyimpanan
ammonia.
Secara garis besar proses pembuatan urea dibagi dalam lima unit, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Unit Sintesa
Unit Resirkulasi
Unit Evaporasi
Unit Finishing
Unit Waste Water Treatment (WWT)
katalitik dengan O2 membentuk uap air. Reaksi ini adalah eksotermis, sehingga temperatur gas
CO2 yang keluar dari konverter akan naik. Kandungan Hidrogen didalam umpan gas CO 2
setelah melalui reaktor ini normalnya lebih rendah dari 50 ppm.
Keluar H2 converter temperatur gas naik hingga 154oC (2-TR-101). Gas CO2
selanjutnya didinginkan di cooler after H2 converter (2-E-107) hingga temperatur 120oC (2TR-112) dan tekanan 145 kg/cm2 (2-PI-116). 2-FR-101 menunjukkan flow gas sebesar 28159
Nm3/jam masuk ke HP Stripper (2-E-201). Tekanan gas masuk HP Stripper dijaga 145
kg/cm2 (2-PIC-102). Pada outlet dari cooler 2-E-107 dipasang analyzer untuk mengetahui
kandungan H2 (2-AR-105) dan O2 (2-AR-101).
Hal yang perlukan diperhatikan antara lain, O2 keluar dari H2 converter dijaga 0,6-0,65
% volume. Apabila kandungan O2 kurang, maka dapat terjadi korosi aktif. Apabila kandungan
O2 berlebih, maka jumlah inert di dalam sistem akan terlalu banyak, sehingga beban inert di
dalam HP Scrubber akan berlebih. Akibat dari tekanan sintesa naik, maka banyak NH 3 yang
terbuang karena valve pembuangan gas inert akan dibuka penuh. Hal ini dapat diindikasikan
dari meningkatnya temperatur outlet inert gas (2-TR-213).
Kandungan Hidrogen didalam umpan gas CO2 setelah melalui reaktor ini normalnya
lebih rendah dari 50 ppm. Kandungan H2 yang terlalu tinggi di dalam CO2 setelah H2
converter dapat disebabkan oleh:
1.
Kandungan O2 pada outlet H2 converter terlalu rendah yang bisa disebabkan oleh
naiknya kandungan H2 pada inlet H2 converter atau turunnya flow udara ke line suction
kompressor.
2.
3.
4.
*Catatan: Jika kandungan H2 pada outlet H2 converter di atas 100 ppm, pabrik mati.
Perbedaan temperatur di antara inlet dan outlet H2 converter normalnya sekitar 50oC/1% H2.
Beda temperatur yang terlalu rendah bisa disebabkan karena:
1.
2.
Kandungan O2 pada inlet converter terlalu rendah (dapat dilihat dari analyzer).
3.
Temperatur pada inlet converter terlalu rendah, sehingga reaksi tidak terjadi.
4.
Beda temperatur yang terlalu tinggi disebabkan oleh naiknya kandungan H2 di dalam gas CO2.
Bila temperatur outlet H2 converter melebihi 260oC (2-TR-101), segera shut down seksi
Sintesa untuk mencegah kerusakan pada H2 converter.
Perbedaan tekanan setelah H2 converter normalnya sekitar 0,2 kg/cm2 (2-PDT-111).
Naik turunnya tekanan dapat disebabkan rusak atau hancurnya katalis.
Temperatur
Surface Area
6. Reaktor (2-R-201)
Fungsi
: sebagai tempat terjadinya pembentukan urea dari karbamat.
Tekanan
: 159 kg/cm2G
Temperatur
: 183C
7. HP Scrubber (2-E-203)
Fungsi
: untuk mengkondensasikan gas NH3 dan CO2 yang tidak terkonversi di
dalam reaktor menjadi carbamate, kemudian dialirkan ke HPCC
Tekanan
Temperatur
Surface Area
(1)
(2)
Molar rasio NH3/CO2 harus dijaga karena apabila lebih rendah atau lebih tinggi
komposisi cairan di dalam reaktor akan menyimpang dari komposisi optimumnya. Pada
kondisi seperti itu temperatur outlet reaktor tidak akan maksimum sehingga konversi NH 3 dan
CO2 menjadi urea di dalam reaktor akan rendah.
Semua NH3 dan CO2 yang tidak terkonversi akan direcycle HP Stripper (2-E-201) dan
unit resirkulasi. Kesalahan rasio NH3/CO2 akan membuat konsumsi Steam di HP Stripper
lebih tinggi dan lebih banyak carbamate yang di recycle dari unit resirkulasi, sehingga
konversi NH3 dan CO2 akan turun lagi karena lebih banyak air yang dimasukkan ke unit
sintesa.
Selama normal operasi, kondisi ini dapat dijaga dengan memperhatikan temperatur
top reaktor (183oC) dan tekanan sintesa (135 - 145 kg/cm2). Disamping itu dapat juga diambil
sampel dari outlet reaktor.
A. High Pressure Carbamate Condeser (HPCC)
HP Carbamate Condeser adalah sebuah alat penukar panas (shell and tube heat
exchanger) dengan posisi vertikal, proses gas/cair pada tube side dan boiler feed water pada
side. Panas yang dilepaskan selama kondensasi NH3 dan CO2 di dalam HPCC dipakai untuk
membangkitkan steam. Dalam HPCC terjadi reaksi kondensasi karbamat dari ammonia dan
karbon dioksida menurut reaksi:
2NH3 + CO2 NH2COONH4 ; H = -28,5 kcal/mol
Kondisi proses :
a.
b.
c.
d.
e.
Stripper masuk kebagian atas HPCC melalui dua line yang berbeda. Dalam HPCC 80% gas
dikondensasikan membentuk karbamat. Merubah tekanan pada LP steam drum (supply dingin
untuk HPCC agar T terjaga, dan 80% mengembun) berarti merubah titik didih dari boiler
water. Hal ini berarti juga merubah beda temperatur antara dan tube dalam HPCC, yang juga
berpengaruh pada perpindahan panas. Dengan demikian akan mempengaruhi proses reaksi
sehingga menentukan berapa bagian NH3 dan CO2 yang tidak terkondensasi. Panas
kondensasi yang dihasilkan dimanfaatkan untuk membangkitkan steam SLL (3,2 K) di LP
steam drum (2-V- 904A/B).
Fase larutan dan gas yang keluar dari HPCC dikirim ke reaktor melalui 2 line yang
terpisah untuk menjamin umpan ke reaktor yang stabil dan menurunkan pressure drop.
Temperatur dari kedua line ini sekitar 169oC.
Tujuan kondensasi parsiil di HPCC adalah:
1. Menjaga temperatur campuran masuk ke reaktor relatif tinggi. Sebaiknya temperatur
outlet HPCC ke Reaktor tidak lebih dari 180oC (desain), pada suhu ini mulai terbentuk
Biuret. Kenaikan temperatur 1oC merupakan kenaikan yang ekstrim di reaktor.
2. Gas yang tidak terkondensasi sekitar 20% akan menjamin suplai panas dalam reaktor.
Sistem Pengontrolan Proses HPCC
1. Tekanan steam 2-PIC-902 dijaga 3,4 4,8 Kg/cm2, karena tekanan ini akan mengatur
tekanan synthesa.
2. Larutan campuran karbamat keluar dari HPCC menuju reaktor pada temparatur 165
171C.
B. Reaktor
NH3 dan CO2 yang tidak terkondensasi akan membentuk karbamat didalam reaktor.
Ini diperlukan untuk memberikan panas reaksi pembentukan urea. Indikasi rate kondensasi yg
tepat di dalam HPCC yang tepat adalah temperatur top reaktor 2-TR-208 dan kandungan inert
didalam HP scrubber. Campuran fase larutan dan gas dari HPCC masuk ke reaktor melalui 2
line yang terpisah yaitu line gas (20%) dan cair (80%) untuk menjamin umpan ke reaktor
stabil. Komposisi kondensasi ini diatur oleh tekanan di dalam Steam drum (2-V-904A/B)
sekitar 3,5 - 4,5 kg/cm2 (2-PIC-902), dimana apabila tekanan di dalam Steam drum terlalu
tinggi, maka gas yang terkondensasi terlalu banyak, sehingga panas yang dibutuhkan untuk
reaksi pembentukan urea terlalu rendah yang mengakibatkan konversi menjadi turun.
Pada kedua aliran ini memiliki temperatur sekitar 169 oC (2-TR-219). Sebagian gas ini
akan terkondensasi membentuk karbamat, panas yang dihasilkan dimanfaatkan untuk reaksi
pembentukan urea dan menaikan temperatur zat-zat yang ada dalam reaktor. Reaksi yang
terjadi didalam reaktor adalah sebagai berikut:
2NH3 + CO2 NH2COONH4
; H = -28,5 kcal/mol
diperlukan ini diperoleh dengan memakai volume reaktor yang cukup besar. Reaktor didesain
dengan dilengkapi 10 buah sieve tray dan jumlah lubang yang makin keatas makin sedikit.
Sieve tray ini juga untuk mencegah back mixing.
Di dalam reaktor sekitar 60% CO2 diubah menjadi urea. Campuran hasil reaksi yang
terjadi di dalam reaktor mengalir melalui line over flow ke HP Stripper (2-E-201) pada
temperatur 183oC. Line overflow ini dirancang sedemikian sehingga terdapat satu liquid seal
diantara reaktor dan HP stripper. Dengan adanya seal ini dan level reaktor dijaga minimal 1
meter di atas corong line overflow, maka tidak akan terjadi reverse flow gasgas dari HP
stripper sehingga menjamin kestabilan operasi. Level dalam reaktor dikontrol dengan
menggunakan sebuah valve manual pada line overflow reaktor di dekat HP Stripper. Gas yang
tidak terkonversi di reaktor dialirkan menuju HP scrubber (2-E-203) bersama dengan
kondensasi karbamat dari LPCC untuk dipisahkan antara inert dan gas proses (CO2 dan NH3).
Sistem Pengontrolan Proses Reaktor
1. Temperatur top reaktor dijaga 180-183oC. Temperatur di dalam top reaktor terlalu rendah
disebabkan oleh:
a. Tekanan operasi lebih rendah dari yang diperlukan.
b. Kesalahan ratio NH3/CO2.
c. Derajat kondensasi di dalam HPCC salah.
Temperatur top reaktor juga bisa memberikan indikasi yang baik untuk
memperkirakan komposisi gas. Jika temperatur top reaktor 180-183oC, maka
kandungan inert pada outlet reaktor akan sekitar 6-8% volume.
2. Tekanan dijaga 2-PIC-102 = 144 148 kg/cm2 (tergantung rate produksi).
3. Level reaktor dijaga minimal 1 meter di atas corong line overflow, maka tidak akan terjadi
reverse flow gas gas dari HP stripper sehingga menjamin kestabilan operasi. Level
dalam reaktor dikontrol dengan menggunakan sebuah valve manual pada line overflow
reaktor di dekat HP Stripper. Peristiwa ini dinamakan reversed carbon dioxida flow.
Penyimpangan aliran ini bisa dikarenakan:
a. Tidak ada/hilangnya liquid seal didalam overflow reaktor.
b. Tahanan melalui raktor dan HPCC lebih besar daripada tahanan melalui seal yang
disebabkan karena pengontrol level mengalami kebocoran.
c. Level di dalam reaktor terlalu rendah (turun sampai di bawah funnel overflow).
C. High Pressure Stripper
Campuran hasil reaksi dari reaktor masuk ke HP Stripper melalui line over flow yang
dirancang sedemikian sehingga dapat dibentuk liquid level seal diantara reaktor dan HP
Stripper, tujuannya adalah menghindari reverse flow campuran gas dari 2-E-201. Temperatur
masuk stripper 182oC, gas CO2 dilewatkan secara berlawanan arah, sedang larutan urea
dengan konsentrasi 30-37% dilewatkan dari bagian atas.
Campuran larutan masuk dari bagian atas 2-E-201 kemudian didistribusikan ke tubetube oleh liquid devider yang mempunyai empat lubang dan dipanaskan oleh steam jenuh dari
HP Steam drum (2-V-905) di -nya (berasal dari Steam 20 kg/cm2), sehingga karbamat akan
terdekomposisi/terurai menjadi gas NH3 dan CO2. Larutan carbamate dan gas yang terlarut
dari reaktor ini akan berkontak dengan gas CO2 dari bagian bawah tube-tube secara counter
current menyebabkan tekanan parsiil NH3 akan turun sehingga akan menambah laju peruraian
menjadi gas NH3 dan CO2 yang selanjutnya dikembalikan ke HPCC.
Kondisi proses :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Temperatur Outlet
Temperatur CO2
Tube side
side
Luas kontak panas
Konsentrasi NH3/CO2/Urea out
Effisiensi Stripping
: 167 187oC
: 145oC
: larutan carbamate, NH3, larutan urea , dan CO2
: Condensate dan steam saturated
: 2134,8 m2
: 7,8/10,1/55 %wt
: 85,2 %
outlet bottom HP stripper terlalu banyak mengandung NH3 dan CO2 yang berada di dalam
cairan sebagai carbamat, sehingga beban unit resirkulasi akan berlebih (overload). Jika
tekanan Steam terlalu tinggi, maka bahaya korosi meningkat.
2. Temperatur larutan urea yang keluar dari HP Stripper dijaga pada 165 169C (2-TR216) dan temperatur gas sebesar 187oC (2-TR-218). Kenaikan temperatur bisa cepat atau
lambat. Kenaikan yang cepat terjadi bila level di dalam bottom stripper terlalu tinggi yang
berakibat efisiensi stripping turun. Kenaikan temperatur yang lambat (beberapa jam/hari)
dapat terjadi karena beberapa sebab. Jika kenaikan lebih dari 5oC di atas harga normal,
maka harus diperiksa:
a. Rasio H2O/urea. Setiap kenaikan 0,1 dari rasio ini akan membuat temperatur larutan
pada outlet HP Stripper naik 2oC di atas normal.
b. Level di dalam HP Stripper. Jika level di dalam bagian bottom naik sedemikian tinggi
sehingga cairan masuk ke dalam tube, sebagian suplay CO2 ke dalam tube bisa
tertahan.
c. Tekanan unit sintesa naik.
3. Level di bagian bottom HP stripper dijaga serendah mungkin. Level yang tinggi akan
menaikkan waktu tinggal larutan, sehingga menaikkan pembentukan biuret dan reaksi
hidrolisa. Selain itu apabila level di dalam bagian bottom naik sedemikian tinggi
sehingga cairan sampai masuk ke dalam tube, maka suplai CO 2 ke dalam tube bisa
tertahan sehingga tube tidak banyak menerima oksigen (menjaga passivasi layer) yang
dapat mengakibatkan tube terkorosi. Jika level terlalu rendah, maka dapat terjadi CO2
slipping, yaitu CO2 megalir melalui bagian bawah HP Stripper menuju ke unit resirkulasi
tanpa melalui HPCC. Hal ini dapat diketahui dari tekanan resirkulasi yang naik dengan
cepat.
D. High Presuure Scrubber
HP Scrubber merupakan salah satu alat utama dalam unit sintesa urea yang berfungsi
untuk mengkondensasikan NH3 dan CO2 yang tidak terkonversi di reaktor. HP Scrubber
terdiri dari 3 bagian, yaitu:
1. Sebuah bola pelindung (blanketing sphere), dimana gas dari hasil atas reaktor dilewatkan.
2. Bagian penukar panas, yang dilengkapi dengan sebuah down comer pada pusatnya untuk
melewatkan cairan yang masih mengandung gas mengalir turun. Distributor gas dipasang
pada bottom.
3. Bagian pembersih (scrubbing), dimana gas-gas yang tinggal di-scrub dengan larutan
karbamat encer dan hampir semua NH3 dan CO2 dikondensasikan.
Kondisi proses :
a.
b.
c.
d.
e.
Pressure
Temperatur gas in/out
Temperatur liquid out
Temperatur CCW in/out
Side
Tube side
f. Luas kontak panas
: 144 bar
: 179,5/133,5oC
: 166,5oC
: 118/134oC
: CCW
: CO2 , ammonia , larutan carbamate dan inert
: 169,6 m2
Fase gas dari reaktor yang mengandung NH3, CO2, dan inert dikirim ke HP Scrubber
untuk dikondensasikan. Panas kondensasi NH3 dan CO2, sekitar 120oC diambil oleh
Circulating Cooling Water dan sebagian lagi untuk memanasi larutan karbamat encer dengan
temperatur 80-85oC dan tekanan 165 kg/cm2 (2-PIC-305/306), yang masuk dari LP Carbamat
Condenser (2-E-303) pada unit resirkulasi. Pada kondisi normal, temperature gas masuk ke
HP Scrubber adalah 180-183oC (2-TR-208).Kenaikan temperatur CCW 7-10oC tergantung
beban panas pada HP Scrubber, dimana hal ini tergantung pada jumlah inert di dalam umpan
CO2. Sehingga temperatur CCW keluar 132oC (2-TR-206). Flow CCW sebesar 400m3/jam (2FI-204).
Gas inert dari HP Scrubber yang mengandung sedikit NH3 dan CO2 di venting ke
atmosfir melalui inert vent (2-X-801) dengan temperature sekitar 100-110oC (2-TR-213).
Temperatur yang tinggi menunjukkan banyak NH 3 dan CO2 yang terbuang bersama-sama
inert. Larutan karbamat dari HP Scrubber overflow ke HP Ejector (2-J-201) kemudian dibawa
oleh NH3 cair ke HPCC. Temperatur overflow karbamat ke HP ejector 165oC (2-TR-215) dan
tekanan 142 kg/cm2 (2-PI-204).
NH3 cair dari 2-E-104 A/B akan bertemu dengan larutan karbamat dari HP Scrubber di
HP Ejector (2-J-201) untuk kemudian bersama-sama masuk ke HPCCpada temperatur 125oC
(2-TR-214) . NH3 cair masuk ke HP Ejector pada tekanan 161 kg/cm2 (2-PR-207) dan
temperatur 80oC (2-TIC-109).
Gas NH3 dan CO2 dan sedikit uap air dari reaktor masuk ke bola pelindung
(blangketing sphere) dan memenuhi ruangan tersebut kemudian didistribusikan bersama
dengan karbamat encer dari LPCC ke bagian bawah scrubber untuk dikondensasikan.
Campuran gas/cair naik masuk ke tube-tube alat penukar panas. Dengan cara ini sirkulasi bisa
efektif dan menaikkan effisiensi perpindahan panas. Disini sebagian besar gas dari reaktor
terkondensasikan. Di dalam bagian scrubbing, komposisi dari gas-gas inert dengan sedikit
NH3 dan CO2 bisa berada dalam batas- batas peledakan.
Jika terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar/menyala, tekanan dari campuran yang
terbakar ini akan memecahkan bagian scrubbing di dalam bola pelindung. Kenaikan tekanan
ini akan menjadi kecil dan tidak akan terjadi kerusakan yang berat dalam HP srubber.
Indikasi faillure di dalam HP scrubber ini terdeteksinya dengan adanya kenaikan tekanan dan
beda temperatur antara inlet-outlet dari CCW HP Scrubber adalah nol. Sistem pengontrolan
proses HP Scrubber dengan cara temperatur larutan outlet HP Scrubber (2-TR-215) dijaga
165 171C, dihisap HP Ejector 2-J-201 dan bersama dengan umpan Ammonia masuk
HPCC.
Larutan urea yang masih terdapat gas proses dan reaktan didalamnya diambil dengan
menggunakan Rectifying Column. Untuk memperluas permukaan kontak, rectifying column
diisi dengan pall ring. Sebelum masuk ke dalam rectfying column larutan dengan konsentrasi
59,5% diekspansi dari 145 kg/cm2G menjadi 4,2 kg/cm2G (2-PI-302), sehingga sebagian
karbamat akan terurai menjadi NH3 dan CO2. Panas penguraian ini diambil dari larutan itu
sendiri sehingga temperaturnya turun dari 1650C (2-TR-216) menjadi 1200C (2-TI-304).
Campuran larutan dari HP Stripper kemudian dispray ke packed bed dari bagian atas
rectifying column. Gas akan keluar dari bagian atas kolom pada temperatur 119,7oC (2-TI303) sedangkan cairan akan turun dan dipanaskan diheater recirculation (2-E-302) dari
temperatur 122oC (2-TI-305) menjadi 138oC (2-TIC-301) dengan menggunakan LP steam 3,2
K sehingga karbamat yang ada akan terurai kembali. Temperatur outlet liquid rectifying
column ini diatur oleh tekanan LP Steam 3,2 K (2-PIC-301). Campuran larutan gas ini keluar
dari heater menuju ke separator resirkulasi (2-S-303) dimana gas dan cairan akan dipisahkan.
Larutan urea akan mengalir dari bagian bawah separator resirkulasi menuju flash tank
(2-S-304) untuk dipisahkan sebagian gasnya dengan cara menurunkan tekanannya menjadi
0,4 kg/cm2G sehingga temperaturnya menjadi 87oC, sedangkan konsentrasi urea naik menjadi
75%.Dari flash tank larutan mengalir ke tangki urea (2-T-302).
Gas yang keluar dari bagian atas separator dengan suhu sekitar 138 oC mengalir
melalui packed bed berisi pall ring dan kontak dengan larutan urea yang lebih dingin,
sehingga gas proses terbawa ke atas dan keluar dari kolom dengan suhu 119,7oC (2-TI-303).
Sistem Pengontrolan Proses Rectifying Column dan Flash tank
1. Tekanan operasi normal di dalam rectifying column adalah 4,2 kg/cm2. Apabila tekanan
terlalu tinggi bisa disebabkan karena:
a. Level di dalam HP Stripper terlalu rendah yang menyebabkan CO2 slip ke resirkulasi.
b. Terlalu sedikit supply air ke LPCC, sehingga larutan menjadi jenuh sebelum semua
ammonia dan CO2 dikondensasikan .
c. Temperatur CCW yang masuk ke LPCC terlalu rendah yang menyebabkan kristalisasi
lokal pada tube air pendingin, sehingga panas hasil pembentukan karbamat tidak
terambil dan mengakibatkan kondensasi tidak terjadi.
d. Kesalahan rasio NH3/CO2 akan menghalangin kondensasi yang optimum.
e. Efisiensi stripping di HP Stripper terlalu rendah yang berarti terlalu banyak NH3 dan
CO2 di dalam cairan dan beban unit resirkulasi akan berlebih.
Tekanan di unit resirkulasi dijaga tidak turun terlalu rendah sehingga air yang
dimasukkan ke LPCC akan menjadi sangat banyak sehingga akan merugikan efisiensi
konversi.
2. Temperatur outlet liquid rectifying column ini dijaga antara 130-140oC. Jika
temperatur berada di bawah batasan tersebut, maka terlalu banyak NH 3 yang tertinggal
di dalam larutan yang akan dikirim ke flash tank. Temperatur yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan terbentuknya biuret. Temperatur yang terlalu rendah dapat disebabkan
oleh effisiensi stripping yang terlalu rendah, sehingga beban dan kapasitas heater
resirkulasi berlebih. Selain itu dapat disebabkan juga oleh tekanan steam pada heater
resirkulasi terlalu rendah.
3. Tekanan di dalam flash tank akan mengatur temperature di dalam tangki larutan urea.
Temperatur larutan urea dari flash tank harus diantara 85-90oC (2-TR-313). Jika
temperatur terlalu rendah, akan berakibat terjadi kristalisasi di dalam tangki larutan
urea (2-T-302). Jika temperatur terlalu tinggi, maka terlalu banyak biuret yang akan
terbentuk dan juga menyebabkan vapour locking pada pompa larutan urea (2-P303A/B).
B. Low Pressure Carbamate Condenser (2-E-303) dan Level Tank (2-V-301)
LPCC (2-E-303)berfungsi untuk mengkondensasikan gas-gas yang keluar dari bagian
atas rectifying column dengan menggunakan cooling water yang dipompa oleh circulation
water pump (2-P-306A/B).
Larutan karbamat yang terbentuk pada temperatur 82oC (2-TR-310) secara over flow
menuju level tank (2-V-301) dan selanjutnya dipompakan dengan pompa karbamat untuk
kembali ke unit sintesa. Larutan ini dikirim ke HP Scrubber(2-E-203), melalui pompa
karbamat (2-P-301 A/B).
Gas yang tidak terkondensasi diserap di LP Absorber (2-C-305) dengan memakai
proses kondensat. Sehingga semua gas akan diserap oleh proses kondensat dan cairannya akan
kembali ke tangki proses kondensat.
Pengendalian Proses LPCC dan Level Tank
1. Tekanan di level tank dijaga 3,3 kg/cm2 oleh 2-PIC-304 dengan mengatur bukaan aliran
flow CCW outlet LPCC.
2. Temperatur di level tank, dijaga oleh temperatur CCW inlet LPCC sebesar 60oC (2-TIC302).
3. Larutan carbamat solution di2-V-301 dijaga sbb:
Tabel 3.13 Kandungan Larutan Karbamat pada 2-V-301
Komponen
Ammonia
CO2
N/C
Kisaran
29 33%
35 42%
-
Design
30,5%
38,4%
2,06
Kisaran
72 78%
0,4 0,8%
0,2 0,7%
max 0,6%
Design
75,0%
0,6%
0,2%
0,4%
Tipe
Surface Area
: Fix
: 475,4 m2
Tipe
: Fix
Surface Area
: 56 m2
Tipe
: Cone roof
Temperatur
: 80oC
: Reciprocating
Kapasitas
: 68 m3/jam
Tekanan
: 11,994 kg/cm2G
Head
: 98 m
Dalam Unit Evaporasi ini larutan urea dengan konsentrasi 75% menjadi 99,7% dalam
dua tahap evaporasi yaitu evaporator tingkat I (2-S-401) dan evaporator tingkat II (2-S-402)
yang masing-masing dilengkapi dengan pemanas dan penurunan tekanan dengan bantuan
ejector.Sistem vakum pada evaporator tingkat I dilakukan oleh ejector 2-J-702 sedangkan
Jika dilakukan evaporasi dengan menggunakan satu evaporator (A-B), maka akan
masuk kedalam kurva solidifikasi sehingga urea akan terkristalisasi sebelum masuk prilling
tower. Pemekatan dengan dua tahap dilakukan dengan menaikkan temperatur pada tekanan
tetap (A-C) kemudian dilakukan penurunan tekanan (C-D) sehingga diperoleh urea melt
dengan konsentrasi 99,7%.
: untuk mengalirkan urea melt ke bawah menara melalui lubanglubang kecil dengan gaya centrifugal.
3. Scraper (2-B-604)
Fungsi
Tipe
: Fluid bed
Kapasitas
: 87 ton/jam
Perlakuan akhir terhadap urea melt adalah pembutiran pada prilling tower (2-G-601).
Urea melt dengan konsentrasi 99,7% dan temperatur 140oC dimasukkan ke prilling bucket (2G-602) pada prilling tower. Prilling bucket berbentuk kerucut dan mempunyai lubang
lubang kecil, dan diputar dengan putaran 250 300 rpm (2-SI-602) disesuaikan dengan
ukuran partikel yang dikehendaki, karena gaya centrifugal maka urea melt akan terdistribusi
dalam bentuk butirbutir (droplet) secara merata ke seluruh penampang melintang dari
menara pembutir. Selama jatuh droplet tersebut berkontak dengan debudebu urea yang
berfungsi sebagai seed atau inti dan udara yang dihisap dari bagian bawah menara oleh ID
Fan (2-K-603 A/B/C/D), dengan demikian droplet tersebut akan mengeras membentuk prill
yang homogen, karena panas kristalisasinya diserap oleh udara yang masuk pada bagian
bawah menara hingga suhunya turun hingga 60oC (2-THI-627).
Urea prill yang terkumpul di dasardasar menara, dimasukkan ke parit oleh scrapper
(2-B-604) lalu menuju fluid bed cooler (2-X-611) dan belt conveyor (2-L-601).FBC (Fluid
Bed Cooler) adalah unit yang berfungsi untuk menurunkan temperatur urea prill menjadi 45oC
dan memisahkan debudebu urea dengan menggunakan hembusan udara kering.
Udara kering didapatkan dari udara di atmosfir yang diserap oleh blower (2-K-611)
dan dihembuskan ke dalam FBC. Sebelum dipergunakan, udara atmosfir tersebut didinginkan
dahulu di FBC Air Chiller (2-E-611), dengan menggunakan ammonia cair, agar uap air yang
terkandung di dalam udara tersebut dapat terkondensasi. Kemudian udara tersebut dipanaskan
dengan menggunakan Steam pada FBC Air Heater (2-E-612) sehingga udara kering yang
dipergunakan temperaturnya sekitar 23oC (2-TT-621).
Debu urea dari FBC dihisap oleh FBC Exhaust Fan (2-K-612) melalui cyclone (2-S612). Pada cyclone ini debu urea terpisahkan, partikel yang berukuran lebih besar akan turun
ke dust desolving drum (2-V-603), sedangkan partikel yang berukuran kecil, dikembalikan ke
prilling tower (2-G-601) sebagai seeding. Dalam dust desolving drum ini urea tersebut
dicampur dengan urea segar dari urea solution tank (2-T-302) melalui pompa 2-P-303 A/B
dan kemudian dikirim ke urea solution tank. Dengan FBC ini urea yang dikirim ke gudang
penyimpanan mempunyai kadar debu yang lebih rendah dan temperaturnya sekitar 450C.
Pengendalian Proses Unit Finishing
1. Prilling tower berfungsi untuk membutirkan urea dengan pendingin udara. Sebelum
dibutirkan urea diinjeksi dengan larutan Urea Formaldehyd Consentrate (UFC) untuk
menambah kekuatannya. Urea produk dijaga sesuai standar yaitu :
Tabel 3.15 Standar Baku Mutu Produk Urea
Variabel
Rate
Total Nitrogen
Biuret
Kadar air
Kadar Besi
NH3 free
Temperatur
Ukuran butiran Size no. 6
Ukuran butiran Size no.18
Ukuran butiran Size no.35
Crushing strength
Kadar UF (HCHO)
Design
100%
Min. 46,3%
Max. 1,0%
Max. 0,5%
Max. 1,0ppm
Max. 150
35 55C
0%
Min. 95 %
Min 18 Kg/cm2
0,0 0,35 % (coated)
2. FBC berfungsi mendinginkan urea prill dari prilling tower dari temperature 60C menjadi
40 50C dikontrol oleh 2-TIC-621 dengan mengatur flow steam inlet 2-E-612 dan
memisahkan debu urea yang terbawa oleh produk dan dikembalikan ke prilling tower
sebagai seeding.
Tipe
: Sieve tray
Tekanan
: 5 kg/cm2G
Temperatur
: 1870C
larutan
hidroliser
ini
turun
sampai
148oC
dan
Tipe
: Sieve tray
Tekanan
: 17 kg/cm2G
Temperatur
: 2000C
tangki ini, proses kondensat juga dikirim ke desorber tingkat 1, 2-C-801, 2-F715 dengan
memakai pompa umpan desorber 2-P-703. Sebagian tambahan drain-drain dari beberapa
tempat di dalam pabrik dihubungkan ke bagian besar tangki. Kelebihan proses kondensat dari
bagian yang besar ini mengalir ke salah satu bagian yang kecil melalui sebuah lubang pada
penyekat (baffles). Bagian yang besar mempunyai indikasi level 2-LI-701.
Umpan ke desorber tingkat 1 (2-C-801) dimasukkan melalui desorber heat exchanger
dengan 2-FIC-801. Di dalam desorber heat exchanger (2-E-802), temperatur proses kondensat
dinaikkan dari sekitar 59oC menjadi sekitar 112oC.
Di dalam 2-C-801 memiliki 15 trays, cairan yang mengalir turun dipanasi sampai
137oC pada tekanan sekitar 3,8kg/cm2 dengan uap yang mengalir naik dari desorber tingkat 2
ke desorber tingkat 1, cairan yang masih mengandung sejumlah umpan hydrolizer melalui
hydrolizer heat exchanger (2-E-803). Di dalam alat penukar panas ini umpan ke hydrolizer
dipanasi sampai sekitar 180oC (2-TI-814) oleh cairan yang keluar dari hydrolizer.
Temperatur hydrolizer dinaikkan dengan supply HP.Steam. 2-TIC-809 mengatur
setting dari pengontrol aliran 2-FIC-809. Di dalam hydrolizer dipasang 19 trays dengan
lubang-lubang untung memperoleh kontak yang baik antara proses kondensat dan Steam.
Selama tinggal lebih dari 1 jam, urea terurai menjadi NH 3 dan CO2. Gas-gas yang
mencapai bagian atas dialirkan ke desorber tingkat 1 melalui 2-PIC-804 dan tekanan dikontrol
pada 16 kg/cm2. Cairan dialirkan dari bagian bawah ke bagian atas desorber tingkat 2 (2-C802) melalui hydrolizer heat exchanger (2-E-803) dengan memakai 2-LIC-806. Di dalam alat
penukar panas ini temperatur turun sampai 148oC.
Dalam desorber tingkat 2 dengan 21 sieve trays terjadi kontan antara cairan yang
mengalir turun dengan Steam yang naik, sehingga menurunkan kandungan NH 3 di dalam
cairan sampai kurang dari 5 ppm.
Air dari bagian bawah desorber tingkat 2 yang mengandung tidak lebih dari 5 ppm
NH3 dan 5 ppm urea serta mempunyai tempertaur 143 oC dikirim ke sewer melalui 2-E-802,
ammonia preheater (2-E-104) dan waste water cooler (2-E-801). Selama start up dapat
dilakukan sirkulasi melalui tangki proses kondensat. Level di dalam dilakukan ke desorber
tingkat 2 dikontrol oleh pengontrol level 2-LIC-804. Controller flow steam ke desorber
tingkat 2 (2-FIC-807) dikontrol dalam bentuk perbandingan ratio steam dengan umpan ke
desorber tingkat 1. Tekanan outlet gas serta temperatur dengan memakai 2-FFY-801. Ratio ini
tergantung pada kandungan NH3 di dalam umpan biasanya sekitar 5,1 (berat).
7. Jika pendinginan kurang atau temperatur terlalu tinggi maka terbentuk scaling pada tube
condenser karena kristalisasi hal ini menyebabkan kebuntuan pada vent-valve atau vent
line.
Larutan carbamat solution outlet 2-V-801 dijaga sebagai berikut:
Tabel 3.16 Komposisi Larutan Karbamat Outlet 2-V-801
Komponen
Ammonia
CO2
Design
33,5%
26,5%
3.3.8
1. HP Steam pada 21 kg/cm2 dari battery limit, let down 38 K dan ekstraksi CO2 kompresor.
2. MP Steam jenuh pada 9 kg/cm2
3. LP Steam jenuh 4,5 kg/cm2 (produk steam drum)
Steam bertekanan tinggi (sekitar 80 kg/cm2) dari battery limit diekspansikan di dalam
turbin penggerak compressor CO2, sehingga tekanannya menjadi sekitar 25 kg/cm2 abs
(maksimum). Setelah ekspansi ini, sejumlah besar uap diekstraksi dikirim ke pabrik urea
untuk proses yang dikehendaki, sisanya diekspansikan di dalam turbin sampai 0,12 kg/cm 2
abs. exhaust steam ini dikondensasikan dalam Surface Vacuum Condenser, kondensatnya
dipompakan untuk dieksport.
Steam ekstraksi dari turbin ini sebagian besar diekspansikan tekanannya menjadi 21
kg/cm2 abs dan dijenuhkan di dalam HP Steam Saturator (2-V-905) melalui 2-PIC-905,
sisanya langsung dipakai di dalam hydrolizer, untuk make up MP Steam dan untuk keperluan
gas cromathograph. Steam yang dijenuhkan pada tekanan 21 kg/cm 2 abs di dalam HP Steam
Saturator diatur langsung di dalam shell side HP Stripper, disini steam tersebut dikondensasi
menjadi kondensat. Kondensat ini kembali lagi ke HP Steam Saturator yang dan dari sini
dikirim ke MP Steam Saturator(2-V-909). Level dikontrol oleh 2-LIC-903. 2-HIC-902
dipasang pada HP Steam Saturator untuk menurunkan tekanan secepat mungkin jika pabrik
shutdown.
HP kondensat diturunkan tekanannya sampai 9 kg/cm 2 di dalam MP Steam Saturator.
Saturator (penjenuh) ini dilengkapi dengan pengontrol tekanan 2-PIC-903, 1 R 2, yang akan
menggerakkan salah satu dari 2-PIC-903. 1 MP inlet Steam, atau 2-PIC-903. 2 outlet MP
Steam ke sistem LP Steam MP Steam diperlukan untuk evaporator tingkat 2 (2-E-402) dan
untuk tracing di dalam unit sintesa.
Kondensat dari MP Steam saturator dikirim ke LP Steam drum melalui pengontrol
level 2-LIC-902. Seperti yang telah dijelaskan di dalam unit sintesa, LP Steam pada tekanan
sekitar 4,5 kg/cm2 dibangkitkan di dalam HPCC. Disamping kondensat dari MP Steam
Saturator Make Up air dari BFW collecting drum 2-V-903 dikirim ke steam drum melalui 2FR-904 dengan memakai pompa BFW 2-P-905. Flow ini dikontrol oleh 2-LIC-901.
Produk steam drum LP Steam dimasukkan ke dalam sistem LP Steam. Sebagian dari
LP.Steam dipakai di dalam heater resirkulasi, evaporator tingkat 1, desorpsi, ejector-ejector
dan tracing di dalam bagian bertekanan rendah. Kelebihannya dipakai admission CO2
Compressor. Tekanan di dalam system LP.Steam diatur oleh 2-PIC-902.
Jika jumlahnya terlalu banyak, sehingga tekanan naik 2-PV-902.1 akan membuka.
Pada tekanan yang terlalau rendah, make up Steam akan mengisi ke LP Steam drum melalui
2-PV-902.2. 2-PV-902 A dipasang pada LP Steam drum untuk menurunkan tekanan secepat
mungkin bila terjadi shutdown. LP Steam drum mempunyai kontinyu drain melalui 2-FI-905.
Aliran drain tergantung pada kualitas dari air boiler, kadar chloride harus lebih rendah dari
0,2 ppm. Contoh dapat diambil dari line drain. Jika Cl- terlalu tinggi, drain harus dibuka lebar.
LP Steam untuk ejector-ejector di evaporasi dimasukkan ke dalam suatu header.
Steam yang diperlukan untuk jacket pada line melt juga diturunkan sampai tekanan yang lebih
rendah, yaitu 3,8 kg/cm2 melalui 2-PIC-915. Ini untuk membatasi pembentukkan biuret di
dalam outlet dari evaporator tingkat 2.
Semua Steam kondensat dari beberapa pemanas dan tracing dikumpulkan di dalam
tangki Steam kondensat dan BFW collecting drum. Flash Steam dari header kondensat
dikondensasikan di dalam flash steam condenser (2-E-901). Sebagian dari kondensat dipakai
sebagai boiler fee water untuk LP Steam Drum dan sebagai flush water. Sisa kondensat di
ekpor melalui 2-P-901 dan 2-LIC-904 ke luar battery limit.
Flow ekspor ini dapat diukur dengan 2-FR-912. Jika terjadi kebocoran NH 3 ke dalam
steam kondensat, konduktivitas akan naik di line kondensat ekspor terlihat dari 2-AAH-902.
HP Flush Water Circuit yang telah disebut dalam unit sintesa dimasukkan oleh pompa flush
water 2-P-902, dimana suctionnya dihubungkan dengan line discharge pompa steam
kondensat.
urea solution tank. Urea dari FBC ini kemudian menuju proses pengemasan dengan
menggunakan konveyor.
Urea melt yang kedalam prilling bucket diputar dengan putaran 200-300 rpm
disesuaikan dengan ukuran partikel yang diinginkan. Akibat gaya sentrifugal maka
urea akan terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran secara merata keseluruh
penampang melintang dari prilling tower. Selama proses jatuh butiran tersebut
berkontak dengan debu-debu seeding dan udara yang dihisap dari bagian bawah
prilling tower oleh fan. Butiran tersebut mengeras dan membentuk prill yang homogen
karena panas kristalisasinya diserap oleh udara yang masuk dari bagian bawah prilling
tower hingga suhunya turun menjadi 60C. Selama proses jatuhnya urea ini terjadi
perpindahan panas dari urea ke udara yang menyebabkan temperatur urea turun dan
mencapai perubahan fase. Pada keadaan ini urea tidak mengalami perubahan
temperatur namun akan mengalami perubahan fase dari cair ke padat, setelah urea
padat temperatur urea akan turun kembali.
3.5 Perpindahan Panas
Proses yang terjadi di dalam prilling tower adalah proses perubahan fase urea melt
menjadi urea prill dan proses pendinginan. Sebagai pendingin adalah udara yang mengalir
berlawanan arah dengan jatuhnya urea. Selama urea jatuh di dalam prilling tower, proses
perpindahan panas urea ke udara meliputi 3 bagian yaitu :
3.5.1
temperatur inlet (140o C desain) sampai dengan temperatur perubahan fasenya, yaitu 132,7 o C.
Panas yang diserap merupakan panas sensibel. Besarnya panas tersebut adalah :
Q=M L x Cp L x (T 1T 2)
dengan :
Q
ML
= Massa urea
CpL
T1
T2
3.5.2
sampai keseluruhan bentuknya menjadi padat (prill) pada temparatur yang sama, yaitu
132,7oC. panas yang dilepaskan merupakan panas laten. Besarnya panas laten yang dilepas
adalah :
Q=M L x
dengan :
3.5.3
ML
= Massa urea
= Panas Laten
temperatur 132,7oC sampai dengan temperatur outlet prilling tower (60oC desain). Panas
yang diserap merupakan panas sensibel. Besarnya panas tersebut adalah :
Q=M s x Cp s x (T 2T 3 )
dengan :
Q
MS
= Massa urea
CpS
T2
T3
Selama proses perubahan urea melt hingga menjadi urea prill diambilkan asumsi-asumsi
sebagai berikut :
1. Kapasitas panas perubahan urea melt dan urea prill bukan merupakan fungsi suhu.
2. Ukuran butir yang sangat kecil sehingga distribusi suhu dalam butir diabaikan.
3. Butir urea terdistribusi seragam sepanjang menara, urea tidak pecah.
Proses pendinginan dilakukan dengan mengkontakkan urea dengan udara dari bawah
menara yang dialirkan berlawanan arah dengan aliran urea. Selama proses pendinginan
terjadi penyerapan panas sepanjang menara. Panas yang dilepas oleh butiran butiran urea ini
akan diterima oleh udara pendingin dalam bentuk panas konveksi. Besarnya panas yang
dipindahkan ini dapat dinyatakan dengan hukum Newton tentang perpindahan panas konveksi
antara permukaan padatan dan fluida, yaitu :
Q=h x A x (T 2T 1 )
dengan :
Q
T2
= Temperatur urea
T1
= Temperatur udara
Tanda (-) tidak menunjukkan harga mutlak tetapi menunjukkan bahwa panas tersebut
besarnya sama dengan yang diberikan oleh urea tetapi arahnya berlawanan.
2.
Gaya apung, gaya yang bekerja sejajar dengan gaya luar tetapi pada arah yang
berlawanan.
3.
FG
Gambar 3.22 Kesetimbangan Gaya pada Butiran Urea
FG =s x V s x g
F D =0,5 f x x A s x g x v 2
F A =g x V s x g
dengan :
FG = gaya gravitasi
FD = gaya gesek
FA = gaya apung
s = massa jenis urea
g = massa jenis udara
Vs = volume urea
As = proyeksi luas permukaan butir urea
f = faktor gesek
g = konstanta kecepatan gravitasi
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Metode Pengambilan Data
Dalam penyusunan tugas khusus ini, data yang digunakan meliputi data primer
dan data sekunder.
4.1.1
Data primer
Merupakan data yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran besaran operasi alat
yang bersangkutan secara langsung dilapangan dan juga data spesifikasi alat. Frekuensi
pengambilan data sebanyak 2 kali pada tanggal 5 dan 10 Agustus 2015.
a. Temperatur urea melt keluar dari evaporator (TL)
b. Temperatur urea prill didasar prilling tower (TS)
c. Flow urea melt keluar dari evaporator (F)
4.1.2
Data sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari literatur umum maupun dari unit di Kaltim-3.
: 772.865 kg/jam
: 102.486,62 kg/jam
: 35C
: 1.335 kg/m3
: 1,25 kg/m3
: 1,78 x 10-5 kg/m.s
: 0,638 kcal/kgC
: 1,555 kcal/kgC
: 0,2403 kcal/kgC
: 60 kcal/kg
: 65 m
: 18 m
: 1,7 x 10-3 m
: 140C
: 60C
vt
t
= 0 ; sehingga:
FG =F D x F A
s x V s x g=0,5 f x g x A s x g x v 2+g x V g x g
( sg ) x V s x g=0,5 f x g x A s x v t2
dengan
4
V s= d s3
dan
6
A s = d s2
didapat :
4
( sg ) x d s x g
3 x f x g
v t2 =
Dengan,
vt = terminal velocity partikel (m/s)
= faktor gesek
g x d s x v
Dengan,
Re = bilangan Reynolds
= viskositas udara (kg/m.s)
Dilakukan asumsi bahwa aliran udara pendingin adalah aliran laminar dan didapat persamaan:
f=
24
( s g) x d x g
18 x
vt=
Dengan persamaan diatas dapat ditentukan terminal velocity untuk butiran yang jatuh
disepanjang prilling tower. Didapat vt = 424.865,16 m/jam. Waktu tinggal urea ( ) dalam
menara :
L
vt
6xFx
s x d s x L x A
Dengan memasukkan persamaan diatas maka akan didapat persamaan sebagai berikut:
m x Cp L x
dT
6xFx
=
x (T T g )
dz s x d s x L
dT
6xFx
=
x(T T g)
dz m x Cp L x s x d s x L
Zona 2 :
Dimana Tsz = Tsz+z
dT
=0
dz
Zona 3 :
mL x CpL x TL z mL x CpL x TL z + z h x a x A x (TL Tg) z = 0
mL x CpL (TL z + z TL z) = - h x a x A x (TL Tg) z
m x Cp L x
dT
6xFx
=
x (T T g )
dz s x d s x L
dT
6xFx
=
x(T T g)
dz m x Cp L x s x d s x L
Persamaan-persamaan differensial yang terdapat pada zona 1, 2, dan 3 dapat diselesaikan
dengan metode Runge Kutta. Dasar perhitungan metode ini adalah :
dy
=f (x , y , z)
dx 1
Persamaan differensial
dz
=f (x , y , z)
dx 2
Harga-harga awal: x = x0; y = y0; z = z0
Penyelesaian diawali dengan pendekatan:
xn+1 = xn+x
yn+1 = yn+x
zn+1 = zn+x
Dengan menggunakan metode Runge Kutta orde 4, maka diambil harga x tertentu,
selanjutnya harga y dan z dapat dihitung. Dari hasil perhitungan diperoleh distribusi suhu
sepanjang urea prilling tower.
k 1 +2 k 2 + 2 k 3+ k 4
1
y
)
6
l 1+ 2l 2 +2 l 3 +l 4
1
z
)
6
k 1=f 1 (x n + y n + z n )x
l 1=f 2( xn + y n + z n) x
+k
l
x
k 2=f 1 (x n + , y n 1 , z + 1 ) x
2
2
n 2
+k
l
x
l 2=f 2( xn + , y n 1 , z + 1 ) x
2
2
n 2
+k
l
x
k 3 =f 1 (x n + , y n 2 , z + 2 ) x
2
2
n 2
+k
l
x
l 3=f 2 ( x n+ , y n 2 , z + 2 ) x
2
2
2
n
+k
l
x
k 4=f 1 ( x n+ , y n 3 , z + 3 )x
2
2
n 2
+k
l
x
l 2=f 2( xn + , y n 3 , z + 3 ) x
2
2
2
n
Langkah perhitungan:
Trial koefisien transfer panas konveksi urea-udara
No
Perhitungan dengan data desain pabrik:
murea = 102.486,62 kg/jam, Turea in = 140C
Yes
Variasi rate melt masuk prilling tower
Persamaan dizona 1 :
dT
6xFx
=
x(T T g)
dz m x Cp L x s x d s x L
Persamaan dizona 2 :
dT
=0
dz
Persamaan dizona 3 :
dT
6xFx
=
x(T T g)
dz m x Cp L x s x d s x L
Hasil perhitungan
Suhu urea ( C)
140,00
Suhu udara ( C)
80,00
0,16
139,62
79,93
0,57
138.68
79,53
0,98
137,75
79,21
1,39
136,82
78,88
1,80
135,91
78,56
2,21
135,01
78,24
2,62
134,11
77,93
3,03
133,23
77,62
3,72
132,70
77,06
6,20
132,70
75,18
8,64
132,70
73,24
11,07
132,70
71,23
13,51
132,70
69,15
15,95
132,70
67,00
18,39
132,70
64,78
20,83
132,70
62,49
22,78
132,70
60,60
28,06
118,90
55,74
33,33
106,81
51,48
38,61
96,22
47,75
43,89
86,94
44,49
54,44
71,70
39,12
59,72
65,46
36,92
65,00
60,00
35,00
Untuk hubungan suhu dan ketinggian prilling tower ditunjukkan dengan grafik
dibawah ini:
Distribusi suhu terhadap panjang prilling tower
140
120
Suhu,C
100
80
60
40
20
10
20
30
40
Panjang prilling tower,m
50
60
70
Kapasitas (%)
100
103
104
h (kcal/h/ C)
3,9699
3,9699
3,9699
T urea out ( C)
60,000
62,124
68,966
Zona 1 (m)
3,27
3,27
3,27
Zona 2 (m)
19,50
22,11
29,25
Zona 3 (m)
42,22
39,62
32,49
Untuk hubungan suhu dan kapasitas prilling tower ditunjukkan dengan grafik dibawah
ini:
120
115
110
Umpan urea (% )
105
100
95
90
58
60
62
64
66
68
70
Temperatur (C)
Gambar 4.2 Pengaruh Massa Umpan Prilling Tower terhadap Temperatur Urea Prill
4.3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui distribusi suhu terhadap ketinggian
prilling tower (z) dan digambarkan pada grafik pertama. Pada zona 1 (zona pendinginan urea
melt) merupakan zona yang paling kecil diantara dua zona lainnya. Pada zona ini diketahui
suhu target dari urea melt menjadi urea prill adalah pada range 140C sampai kurang dari
sama dengan 132,7C. Pada zona ini dibutuhkan ketinggian prilling tower yaitu 3,27 meter
dari atas menara.
Lalu zona selanjutnya adalah zona 2, di zona ini terjadi perubahan fase urea melt
menjadi urea prill. Perubahan fase dari urea cair menjadi urea padat. Proses yang terjadi di
zona 2 ini membutuhkan prilling tower dengan ketinggian 19,50 meter. Kemudian pada zona
3 terjadi proses pendinginan urea prill dengan range temperatur sesuai temperatur desain yaitu
dari 132,7C hingga 60C. pada zona ini dibutuhkan prilling tower dengan ketinggian
42,22 meter.
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien transfer panas (h) adalah 3,9699
kcal/m2/h/C. nilai h ini merupakan koefisien transfer panas konveksi secara teoritis. Dengan
menggunakan permodelan yang sama dan data aktual untuk laju alir aktual dari produksi
harian di Departemen Operasi Pabrik Kaltim-3, maka dapat diketahui range zona distribusi
temperatur di prilling tower. Hasil simulasi untuk beberapa data aktual diketahui bahwa
temperatur urea prill yang keluar meningkat sebanding dengan peningkatan kapasitas
produksi. Temperatur urea prill desain di scrapper adalah 60C dan keluar dari FBC adalah
50C. Sehingga delta suhu pendinginan di FBC adalah 10C. Suhu urea prill aktual
berdasarkan kisaran parameter operasi keluar FBC adalah 45-60C, maka suhu urea
prill di scrapper maksimum adalah 70C. Dengan menggunakan grafik hubungan
massa umpan prilling tower dengan suhu yaitu 70C maka diperoleh kapasitas
optimumnya adalah 120 % terhadap kapasitas desain.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kapasitas optimum dari prilling tower adalah 120 % dari kapasitas desain.
2. Nilai koefisien perpindahan panas (h) yang didapatkan dengan menggunakan data
desain (rate 100 %) adalah 3,9699 kcal/m2/h/C.
3. Prilling tower masih dalam perfoma yang baik karena perbedaan temperatur urea
yang keluar dari prilling tower dengan temperatur desain tidak signifikan.
4. Semakin banyak jumlah massa umpan urea melt yang masuk ke prilling tower
temperatur urea prill juga akan semkin meningkat.
5.2 Saran
Untuk meningkatkan kapasitas produksi hingga dikapasitas optimum produksi
urea di prilling tower perlu diperhatikan suhu urea melt yang masuk sebagai umpan ke
prilling tower serta jumlah arus udara pendingin dan suhunya yang masuk ke prilling
tower sehingga tidak menambah beban FBC dalam proses pendinginan urea prill dan
menghindari penggumpalan pada scrapper agar proses produksi berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pengembangan SDM, Buku Panduan Kerja Praktek, 2007, PT. Pupuk Kalimantan
Timur.
Departemen Operasi Kaltim-3, Diktat Bahan Bacaan Ammonia dalam Rangka Pelatihan
Operator, 2002, PT. Pupuk Kalimantan Timur.
Departemen Operasi Kaltim-3, Diktat Bahan Bacaan Urea Unit-4 (POPKA), 1999, PT.
Pupuk Kalimantan Timur.
Departemen Operasi Kaltim-3, Proses Umum Pabrik Utility, PT. Pupuk Kalimantan Timur.
Kern, D. Q., 1950, Process Heat Transfer 1st ed, McGraw Hill International Book Co,
Auckland.
Mukhlis, K. Sulthoni, 2012, Laporan Kerja Praktek: Departemen Operasi Kaltim 3 PT.
Pupuk Kalimantan Timur, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Smith, Julian C., 1993, Unit Operation of Chemical Engineering 5th ed, McGraw Hill
International Book Co, Auckland.
Team Start Up, Petunjuk Operasi Pabrik Ammonia Kaltim-3 Bagian 1, 1988, PT. Pupuk
Kalimantan Timur.
Team Start Up, Uraian Proses Pabrik Urea Kaltim-3, 1988, PT. Pupuk Kalimantan Timur.
LAMPIRAN
1. Perhitungan Terminal Velocity Partikel
Data yang diketahui:
Massa jenis urea prill (s) = 1.335 kg/m3
Massa jenis udara (g)
= 1,25 kg/m3
Diameter urea prill (ds)
= 0,0017 m
Viskositas udara ()
= 0,0000178 kg/m.s
Gravitasi (g)
= 9,81 m/s2
Dengan menggunakan persamaan terminal velocity partikel dilakukan perhitungan sebagai
berikut:
2
( s g) x d x g
18 x
vt =
vt=
vt=118,02
m
s
x 3600
s
jam
vt=424.865,2
m
jam
L
vt
65 m
424.865,2
m
jam
s
jam
0,5508 s
function risali
clc;clear all
%data desain
h=2604;
L1=1;
L2=55;
L3=9;
s=[L1 L2 L3 h];
[x fval] = fminsearch (@pt,s,[])
function fmin=pt(s)
L1=s(1);L2=s(2);L3=s(3);h=s(4);
[z1,T1]=ode45(@prillzone1,[0 L1],[140 80],[],h)
[z2,T2]=ode45(@prillzone2,[L1 L1+L2],[132.7 T1(end,2)],[],h)
[z3,T3]=ode45(@prillzone3,[L1+L2 (L1+L2+L3)],[132.7 T2(end,2)],[],h)
plot(z1,T1,z2,T2,z3,T3(:,1),z1,T1,z2,T2,z3,T3(:,2))
title('Distribusi suhu terhadap panjang prilling tower')
xlabel('Panjang prilling tower,m'),ylabel('Suhu,C')
t3data=35;
T1data=132.7;
T2data=132.7;
T3data=60;
Ldata=65;
f1=(abs(T1(end,1)-T1data))^2;
f2=(abs(T2(end,1)-T2data))^2;
f3=(abs(T3(end,1)-T3data))^2;
f6=(abs(T3(end,2)-t3data))^2;
Lsimu=L1+L2+L3;
f7=(abs(Lsimu-Ldata))^2;
fmin=f1+f2+f3+f6+f7;
function dTdz=prillzone1(z,y,h)
D=18;
d=1.7*10^-3;
Ab=3.14*d^2;
rho=1335;
mu=102486.62;
mg=772865.00;
Cpu=0.638;
Cpg=0.2403;
mb=(3.14/6)*(d^3)*rho;
v=424865.16;
p=65;
A=3.14*D;
tet=p/v;
Nb=(mu*tet)/mb;
Tg=y(2);
T=y(1);
dT=-h*Ab*Nb*(T-Tg)/(mu*Cpu*p);
dTg=-h*Ab*Nb*(T-Tg)/(mg*Cpg*p);
dTdz=[dT;dTg];
function dTdz=prillzone2(z,y,h)
D=18;
d=1.7*10^-3;
Ab=3.14*d^2;
rho=1335;
mu=102486.62;
mg=772865.00;
Cpu=0.638;
Cpg=0.2403;
mb=(3.14/6)*(d^3)*rho;
v=424865.16;
p=65;
A=3.14*D;
tet=p/v;
Nb=(mu*tet)/mb;
Tg=y(2);
T=y(1);
dT=0;
dTg=(-h*Ab*Nb*(T-Tg))/(mg*Cpg*p);
dTdz=[dT;dTg];
function dTdz=prillzone3(z,y,h)
D=18;
d=1.7*10^-3;
Ab=3.14*d^2;
rho=1335;
mu=102486.62;
mg=772865.00;
Cpu=0.638;
Cpg=0.2403;
mb=(3.14/6)*(d^3)*rho;
v=424865.16;
p=65;
A=3.14*D;
tet=p/v;
Nb=(mu*tet)/mb;
Tg=y(2);
T=y(1);
dT=-h*Ab*Nb*(T-Tg)/(mu*Cpu*p);
dTg=-h*Ab*Nb*(T-Tg)/(mg*Cpg*p);
dTdz=[dT;dTg];
4. Perhitungan Temperatur Keluar pada Umpan Urea 103 % dari Kapasitas Normal
function risali
clc;clear all
%data desain
L1=1;
L2=55;
L3=9;
s=[L1 L2 L3];
[x fval] = fminsearch (@pt,s,[])
function fmin=pt(s)
L1=s(1);L2=s(2);L3=s(3);
[z1,T1]=ode45(@prillzone1,[0 L1],[140 80])
dTg=(-h*Ab*Nb*(T-Tg))/(mg*Cpg*p);
dTdz=[dT;dTg];
function dTdz=prillzone3(z,y)
D=18;
d=1.7*10^-3;
Ab=3.14*d^2;
rho=1335;
mu=105570.47;
mg=772865.00;
Cpu=0.638;
Cpg=0.2403;
h=3969.9;
mb=(3.14/6)*(d^3)*rho;
v=424865.16;
p=65;
A=3.14*D;
tet=p/v;
Nb=(mu*tet)/mb;
Tg=y(2);
T=y(1);
dT=-h*Ab*Nb*(T-Tg)/(mu*Cpu*p);
dTg=-h*Ab*Nb*(T-Tg)/(mg*Cpg*p);
dTdz=[dT;dTg];
5. Perhitungan Temperatur Keluar pada Umpan Urea 114 % dari Kapasitas Normal
function risali
clc;clear all
%data desain
L1=1;
L2=55;
L3=9;
s=[L1 L2 L3];
[x fval] = fminsearch (@pt,s,[])
function fmin=pt(s)
L1=s(1);L2=s(2);L3=s(3);
[z1,T1]=ode45(@prillzone1,[0 L1],[140 80])
[z2,T2]=ode45(@prillzone2,[L1 L1+L2],[132.7 T1(end,2)])
[z3,T3]=ode45(@prillzone3,[L1+L2 (L1+L2+L3)],[132.7 60.5956])
Tureaout=(35-T3(end,2))+T3(end,1)
plot(z1,T1,z2,T2,z3,T3(:,1),z1,T1,z2,T2,z3,T3(:,2))
title('Distribusi suhu terhadap panjang prilling tower')
xlabel('Panjang prilling tower,m'),ylabel('Suhu,C')
t3data=35;
T1data=132.7;
T2data=132.7;
Ldata=65;
f1=(abs(T1(end,1)-T1data))^2;
f2=(abs(T2(end,1)-T2data))^2;
f6=(abs(T3(end,2)-t3data))^2;
Lsimu=L1+L2+L3;
f7=(abs(Lsimu-Ldata))^2;
fmin=f1+f2+f6+f7;
function dTdz=prillzone1(z,y)
D=18;
d=1.7*10^-3;
Ab=3.14*d^2;
rho=1335;
mu=116904.62;
mg=772865.00;
Cpu=0.638;
Cpg=0.2403;
mb=(3.14/6)*(d^3)*rho;
v=424865.16;
h=3969.9;
p=65;
A=3.14*D;
tet=p/v;
Nb=(mu*tet)/mb;
Tg=y(2);
T=y(1);
dT=-h*Ab*Nb*(T-Tg)/(mu*Cpu*p);
dTg=-h*Ab*Nb*(T-Tg)/(mg*Cpg*p);
dTdz=[dT;dTg];
function dTdz=prillzone2(z,y)
D=18;
d=1.7*10^-3;
Ab=3.14*d^2;
rho=1335;
mu=116904.62;
mg=772865.00;
Cpu=0.638;
Cpg=0.2403;
mb=(3.14/6)*(d^3)*rho;
v=424865.16;
p=65;
A=3.14*D;
tet=p/v;
Nb=(mu*tet)/mb;
Tg=y(2);
T=y(1);
h=3969.9;
dT=0;
dTg=(-h*Ab*Nb*(T-Tg))/(mg*Cpg*p);
dTdz=[dT;dTg];
function dTdz=prillzone3(z,y)
D=18;
d=1.7*10^-3;
Ab=3.14*d^2;
rho=1335;
mu=116904.62;
mg=772865.00;
Cpu=0.638;
Cpg=0.2403;
h=3969.9;
mb=(3.14/6)*(d^3)*rho;
v=424865.16;
p=65;
A=3.14*D;
tet=p/v;
Nb=(mu*tet)/mb;
Tg=y(2);
T=y(1);
dT=-h*Ab*Nb*(T-Tg)/(mu*Cpu*p);
dTg=-h*Ab*Nb*(T-Tg)/(mg*Cpg*p);
dTdz=[dT;dTg];