Disusun Oleh:
Miftakhul Jannah
6411414001
6411414005
Noviyanti Rahayu
6411414008
6411414009
Umar Dewiningsih
6411414012
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan karuniaNya, sehingga makalah yang berjudul Makalah Pengendalian Vektor
dapat
terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah
Semarang,
September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Alat dan Bahan Perangkap Lalat ...................................................................3
2.2 Alat dan Bahan Perangkap Nyamuk..............................................................7
2.3 Cara Mengembangkan Lalat.........................................................................15
2.4 Cara Mengembangkan Nyamuk...................................................................19
2.5 Pengawetan Serangga (Lalat dan Nyamuk) di Laboratorium......................21
BAB III PENUTUP..............................................................................................25
3.1 Simpulan.......................................................................................................25
3.2 Saran............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vektor merupakan serangga atau anthropoda yang dapat menimbulkan dan
menularkan suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang
rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor
yang dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara
langsung juga sebagai perantara penularan penyakit
Vektor penyakit adalah serangga atau antrhropoda penyebar penyakit yang
dapat memindahkan atau menularkan agen infeksi dari sumber infeksi kepada host
yang rentan. Pengendalian vector merupakan suatu kegiatan untuk menurunkan
kepadatan populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan bagi kesehatan
dan menghindari kontak dengan vektor sehingga penularan penyakit dapat dicegah
dan dikendalikan.
Adapun dari penggolongan binatang ada dikenal dengan 10 golongan yang
dinamakan phylum diantaranya ada 2 phylum sangat berpengaruh terhadap kesehatan
manusia yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai
perantara penularan penyakit malaria, deman berdarah, dan Phyluml chodata yaitu
tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes),
pinjal Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Lalat juga merupakan
salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo diphtera, mempunyai sepasang
sayap berbentuk membran. Lalat juga merupakan species yang berperan dalam
masalah kesehatan masyarakat, yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran
pencernaan seperti: kolera, typhus, disentri, dan lain-lain.
Dalam upaya pengendalian penyakit menular tidak terlepas dari usaha
peningkatan kesehatan lingkungan, salah satu kegiatannya adalah pengendalian
vektor penyakit. Saat ini banyak sekali metode pengendalian vektor yang telah
dikenal dan dimanfaat kan oleh manusia. Prinsip dari metode pengendalian adalah
pengendalian itu dapat mencegah perindukan vektor yang dapat menyebabkan
gangguan terhadap kesehatan manusia.
1
Alat dan bahan perangkap apa saja yang digunakan untuk menangkap lalat?
Alat dan bahan perangkap apa saja yang digunakan untuk menagkap nyamuk?
Bagaimana cara untuk mengembangkan lalat?
Bagaimana cara untuk mengembangkan nyamuk?
Bagaimana cara pengawetan lalat dan nyamuk di laboratorium?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah:
1.3.1 Mengetahui alat dan bahan perangkap lalat
1.3.2 Mengetahui alat dan bahan perangkap nyamuk
1.3.3 Mengetahui cara mengembangkan lalat
1.3.4 Mengetahui cara mengembangkan nyamuk
1.3.5 Mengetahui cara pengawetan lalat dan nyamuk di laboratorium
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Alat dan Bahan Perangkap Lalat
2.1.1 Perangkap Lalat (Fly Trap)
Fly trap merupakan alat yang dapat menangkap lalat dalam jumlah yang besar
atau padat. Alat perangkap ini terdiri dari kontainer plastik atau kaleng untuk umpan,
tutup kayu atau plastik dengan celah kecil dan sangkar di atas penutup. Celah selebar
0,5 cm antara sangkar dan penutup tersebut, hal tersebut untuk memberi kelonggaran
kepada lalat supaya bisa bergerak menuju penutup. Tempat yang menarik bagi lalat
untuk berkembangbiak dan mencari makan adalah kontainer yang gelap. Saat lalat
makan dan mencoba terbang, maka akan tertangkap dalam perangkap yang diletakkan
di mulut kontainer yang terbuka itu. Kontainer harus terisi separo umpan. Lalat yang
masuk ke dalam sangkar akan segera mati dan umumnya terus menumpuk sampai
mencapai puncak sehingga tangki harus segera dikosongkan. Perangkap harus
ditempatkan diudara terbuka di bawah sinar cerah matahari, jauh dari keteduhan
pepohonan. Cara ini hanya cocok digunakan di luar rumah.
2.1.2
Di pasaran banyak tersedia alat ini, biasanya di gantung di atap, menarik lalat
karena kandungan gulanya. Lalat yang hinggap pada alat ini akan terperangkap oleh
lem. Alat ini dapat berfungsi beberapa minggu bila tidak tertutup sepenuhnya oleh
debu atau lalat yang terperangkap.
2.1.3
Lalat yang tertarik pada cahaya dari light trap with electrocutor akan terbunuh
setelah kontak dengan jeruji yang bermuatan listrik yang menutupi permukaan alat
perangkap ini. Sinar yang dikeluarkan alat perangkap ini dapat menarik lalat hijau
(blow flies) tetapi tidak terlalu efektif untuk lalat rumah. Sebelum menggunakan
metode ini, kondisi lingkungan harus diuji dibawah kondisi setempat sebelum
melakukan langkah selanjutnya. Alat ini kadang digunakan di dapur rumah sakit dan
restoran.
2.1.4
Fly grill
Fly grill atau yang sering disebut blok grill oleh sebagian orang ini, adalah
suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat di suatu tempat. Fly
grill dapat dibuat dari bilah-bilah kayu yang lebarnya 1,9 cm dan tebalnya 1,5 cm
dengan panjang masing-masing 82 cm sebanyak 21 dan dicat warna putih. Bilahbilah yang telah disiapkan dibentuk berjajar dengan jarak 2,2 cm pada kerangka kayu
yang telah disiapkan dan pemasangan bilah kayu pada kerangkanya sebaiknya
memakai sekrup sehingga dapat dibongkar pasang.
2.1.5
Steiner Trap (ST) sering digunakan untuk melakukan uji lapangan karena lebih
mudah untuk dimodifikasi dan hasilnya optimal. Perangkap ST berbentuk silinder
dengan arah peletakkan horisontal, dilengkapi lubang di setiap ujungnya. Perangkap
ini biasanya menggunakan umpan TML, ME dan CUE (Cue Lure). Di bagian atas
perangkap dipasang kawat yang berguna untuk menggantungkan perangkap pada
cabang-cabang pohon. Bagian dalam perangkap diberi insektisida untuk mencegah
lalat buah keluar dan menghindari masuknya predator (IAEA 2003).
2.1.6
Dibuat dari botol bekas air mineral berukuran satu liter atau 600 ml. Setiap
sisinya dilubangi sebagai pintu masuk bagi lalat buah. Pada dasar botol diberi air agar
lalat yang terperangkap akan mati. Selanjutnya pada mulut botol dimasukkan kawat
untuk dijadikan sebagai gantungan. Pada ujung kawat yang berada dalam botol diberi
kapas. Terlebih dahulu kapas tersebut ditetesi metil eugenol, setiap minggu air diganti
agar bau metil eugenol tidak terpengaruh dengan bau air. Setiap seminggu atau dua
minggu sekali metil eugenol diganti.
2.2.2
Spray sheet
Kemudian ruangan ditutup selama 10 menit untuk membiarkan nyamuk mati dan
jatuh dikain putih dan akhirnya nyamuk dikumpulkan.
2.2.3
Drop net
2.2.4
dibuatkan dinding untuk mencegah binatang lain atau onak-onak masuk kedalam
lubang.
2.2.5
Insect net
Berupa jaring untuk menangkap serangga atau nyamuk yang sedang terbang
maupun yang sedang hinggap. Penangkapan menggunakan jaring biasanya dilakukan
pada populasi nyamuk yang tinggi. Jaring biasanya dibuat dari kain kasa lembut
seperti bahan kain kelambu agar dapat mengurung nyamuk di dalamnya. Dengan
mengayunkan jaring kita akan dapat mengumpulkan nyamuk dalam jumlah yang
lebih banyak. Nyamuk yang terperangkap di dalam jaring selanjutnya kita pindahkan
ke dalam cup wadah dengan bantuan aspirator. Teknik ini akan lebih mempecepat
pekerjaan penangkapan nyamuk apabila dibandingkan dengan penangkapan satu per
satu menggunakan aspirator.
2.2.6
Terdiri dari satu buah kelambu kecil, ivolbed dan 1 buah kelambu besar.
Digunakan untuk penangkapan nyamuk umpan orang di tempat yang banyak nyamuk
dan banyak penderita penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. Cara penggunaan satu
orang sebagai umpan tidur di velbed di dalam kelambu kecil yang tertutup, terkurung
oleh kelambu yang lebih besar dan terbuka dibagian tertentu, tiap beberapa menit
kelambu besar ditutup dan nyamuk yang terkurung didalamnya ditangkap.
2.2.7
10
2.2.8
Seperti pada animal bait net trap, hanya untuk daya tarik terhadap nyamuk
digunakan biang es sebagai umpan, yang diletakkan diatas volved.
2.2.9
Window trap
11
2.2.11 Ovitrap
Suatu alat yang berupa container terbuat dari bahan kaleng, plastik, gelas
ataupun bambu yang diisi air, diletakkan pada tempat-tempat tertentu. Digunakan
untuk mendetesi adanya nyamuk Aedes dan juga untuk pemberantasan larvanya.
12
13
14
Wadah
Tempat untuk budidaya lalat harus berventilasi yang tidak bisa memungkinkan lalat
untuk terbang keluar. Biasanya orang memakai toples kaca dan ditutup handuk kertas
di bagian atasnya untuk ventilasinya.
15
Media Budidaya
Media yang dibutuhkan disini harus berfungsi sebagai makanan bagi larva lalat dan
lalat dewasa. Berikut ini ada 2 resep media buatan, kita bisa modifikasi &
bereksperimen dengan media ini sesuai kebutuhan.
Media 1
1 bagian gula putih
16
17
makan campuran bahan 2 & 4 sendok makan campuran bahan 3. Aduk hingga rata.
Banyaknya campuran bahan 3 tergantung dari kelembaban lingkungan & pertukaran
udara dalam wadah. Biarkan beberapa saat hingga mengeras. Media ini bisa
memproduksi lalat yang besar & sehat. Sayangnya, media ini tidak mudah dibuat &
sedikit perlu waktu untuk menyiapkannya. Ragi untuk membuat roti juga perlu
ditambahkan setelah media siap. Campurkan sekitar 1 sendok teh ragi dengan air
hangat & gula, lalu tuangkan 1 atau 2 sendok campuran ini ke tiap2 wadah. Setelah
proses ini selesai, sekitar 25 hingga 75 ekor lalat bisa dimasukkan.
Informasi Tambahan:
Simpan wadah berisi lalat dalam ruangan yang suhunya diatas 21C dan dibawah
29C. Lalat akan cepat berkembang jika diberi suhu yang lebih tinggi dan
sebaliknya.
Jumlah produksi lalat bisa ditingkatkan dengan menambahkan tempat bertelur
tambahan pada tiap wadah. Lalat buah bertelur pada bahan yang keras, misalnya
potongan kardus.
Jangan pernah mencampurkan 2 jenis lalat yang berbeda dalam satu wadah.
Karena mungkin akan menghasilkan lalat buah yang bisa terbang
18
19
Betina gravid kurang merespon atraktan bila reseptor sensori mereka gagal untuk
mengenalinya.
Setelah bertelur, pencarian host dimulai kembali bilamana sinyal system saraf dari
ovarium memberi tanda bahwa ovarium tidak lagi berisi telur. Hasil mekanisme ini
adalah gambaran siklus gonotropik spesies, kombinasi dari menghisap darah dan
perkembangan telur. Hal ini diasumsikan bahwa selama siklus gonotropik, nyamuk
hanya sekali menghisap darah pada awal siklus. Siklus gonotropik, walaupun
merupakan gambaran kasar, tetapi menjadi alat yang sangat berguna untuk
memperkirakan frekuensi menghisap darah dari populasi vektor, gradasi umur
individu dengan melihat dilatasi ovariola yang terjadi setelah telur keluar dari
ovarium, dapat untuk menentukan jumlah siklus individu yang telah terjadi. Masalah
yang terjadi dalam konsep ini adalah bahwa banyak model matematik dari penyakitpenyakit tular vector secara keliru mengasumsikan bahwa hanya satu peristiwa
menghisap darah terjadi dalam setiap siklus gonotropik. Kenyataannya sering
dilaporkan terjadi berkali-kali menghisap darah dalam satu siklus dan penularan
patogen dalam berkali-kali gigitan dan menghisap darah juga telah didemonstrasikan.
Menghisap darah berkali-kali dapat secara signifikan meningkatkan potensi vektor
dari suatu populasi dengan meningkatkan peluang untuk memperoleh dan menularkan
parasit. Salah satu faktor adalah perilaku pertahanan host, yang mengganggu nyamuk
menghisap darah dan membatasi jumlah darah yang dihisap. Setelah telur dikeluarkan
terjadi perkembangan embrio. Dalam keadaan hangat dan lembab perkembangan
embrio berakhir dalam 48 jam dan telur siap mengalami kekeringan dalam waktu
yang lama. Sebagian besar telur akan menetas bila terkena genangan air. Kemampuan
telur bertahan dalam kekeringan membantu mempertahankan kelangsungan spesies
dalam kondisi iklim buruk. Perkembangan larva setelah keluar dari telur ada empat
tahap. Lama perkembangan tiap-tiap tahap dipengaruhi tergantung pada suhu,
makanan, dan kepadatan larva di tempat perindukan. Pada kondisi optimum, waktu
sejak penetasan hingga menjadi nyamuk dewasa berlangsung sekitar 7 hari, termasuk
20
2 hari untuk masa pupa. Dalam temperatur yang rendah proses ini menjadi lebih
panjang (beberapa minggu) (Depkes RI, 2007).
21
Pada proses fiksasi digunakan bahan fiksatif seperti alkohol dan formalin.
Fiksatif
harus
mampu
menghubungkan
protein-protein
sehingga
mampu
mempertahankan kondisi sel. di dalam proses fiksasi, kadar protein dalam tubuh
larva menurun sejajar dengan meningkatnya kadar formalin yang digunakan.
b. Dehidrasi
Pada proses dehidrasi digunakan alkohol dengan bermacam konsentrasi (dimulai
dari alkohol dengan konsentrasi 30% atau 50%) yang memiliki kegunaan sebagai
larutan yang mampu membersihkan fiksatif dan menghilangkan sisa-sisa lemak.
c. Clearing
Teknik clearing bertujuan untuk menjadikan struktur tubuh larva terlihat jelas.
Teknik clearing dipercepat oleh agitasi perlahan-lahan dari tubuh larva yang berada di
dalam larutan pengencer. Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk merendam larva
nyamuk dalam larutan clearing terlalu lama. Syarat cairan clearing yang baik adalah
cairan clearing yang mempunyai index refraksi tinggi dan cepat menarik alkohol
seperti xylol, toluol, dan bensen.
d. Mounting
Teknik mounting merupakan proses terakhir sebelum sediaan permanen. Menurut
Ephidayat (2008), pengawetan (mounting/ preservation) melalui metode kering
meliputi:
1. Untuk serangga yang akan diawetkan dengan cara pengawetan kering, terlebih
dahulu harus dilakukan kegiatan perentangan serangga dengan menggunakan
alat bantu.
2. Spesimen-spesimen yang akan diawetkan kering dimasukkan ke dalam sebuah
ruangan dengan satu atau lebih bola lampu, ini digunakan untuk pengeringan
yang cepat.
22
3. Banyak artropoda-artropoda
bertubuh
lunak dapat
dikeringkan oleh
pengeringan titik kritis, pengeringan beku, atau pengeringan hampa. Teknikteknik ini menghasilkan spesimen-spesimen yang tidak begitu rapuh, tidak
menunjukkan distorsi, dan sedikit sekali kehilangan warna dan akibatnya tidak
menunjukkan indikasi penyerapan kembali air atau pembusukan sehingga
dapat disimpan dalam waktu lama.
4. Menurut Ephidayat (2008), pengawetan (mounting/ preservation) melalui
metode basah meliputi: Serangga-serangga yang biasa diawetkan dengan cara
basah adalah serangga-serangga sebagai berikut ; serangga-serangga bertubuh
lunak, serangga-serangga yang sangat kecil, larva dan nimfa serangga,
artropoda-artropoda selain daripada serangga.
Didalam perlakuan mounting ,sebelum preparat permanen ditutup meggunakan
object glass maka preparat harus diberi zat perekat seperti entelan/ kanada balsam.
Entelan merupakan bahan mounting standar untuk histology,dan juga untuk
taxonomy,zoology maupun botani. Entelan dibuat dengan cara mngumpulkan damar
atau Abies balsamica (balsam fir) dan diencerkan dalam pelarut ( sebagian besar
terdiri atas xylene), kanada balsam mempunyai sifat tidak dapat dicampur dengan air
(Walter Dioni,2002).
Penyimpanan Sediaan Permanen
Untuk mendapatkan sediaan permanen yang tidak mudah rusak selain dalam
pembuatan atau pemrosesan sediaan yang harus dilakukan dengan benar tetapi juga
dalam penyimpanan sediaan harus diperhatikan. Dalam penyimpanan sediaan
permanen harus diatur secara sistematis pada setiap kotak dengan kantung kapur
tohor,kamfer,kantung silica gel, serbuk belerang, paradichlorbenzen atau fenol, untuk
mencegah jamur.
Di dalam kotak diberi lampu 25 watt yang selalu menyala. Apabila kotak akan
diambil untuk menentukan namanya atau untuk penenlitian, maka lampu harus
23
dipadamkan. Dasar kotak haruslah papan lunak atau bahan lunak agar mudah ditusuk
dengan jarum. Bila ada jamur yang tumbuh, hendaknya dihapus dengan benzene
dengan menggunakan kuas kecil. Untuk menghindari debu,tempat penyimpana
hendaknya ditutup rapat atau disimpan di dalam ruang AC, atau almari.
Selain itu, sediaan permanen harus dijaga dari Musuh utama sediaan yaitu
serangga dan kuman lain misalnya semut dan jamur. Untuk mengatasi hal ini dapat
digunkan kapur barus yang diletakkan di dalam satu kotak terbuka yang diletakkan di
dalam kotak penyimpanan sediaan permanen. Bilamana perlu dilakukan fumigasi
dengan carbonsulfide atau methyl bromide (Bernardus Sandjaja, 2007).
Spesimen yang telah dikeringkan dan dilabel disimpan dalam kotak serangga
khusus atau yang dikenal dengan insektarium. Kotak tersebut dilapis dengan gabus
atau styroform dan ditutup. Serangga disimpan pada tempat kedap udara yang dapat
menghalangi serangga merusak sediaan permanen seperti semut, lipas atau ngengat.
Obat ngegat (Naphtalene) dilekatkan pada kain di bagian bawah sebelah tepi kotak
serangga beberapa waktu. Naphtalene diletakkan di permukaan dalam kotak dan
dijemur sampai kering (Wittens dan Stefan, 2008).
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Lalat dan Nyamuk merupakan vektor penyakit yang dapat memindahkan atau
menularkan agen infeksi dari sumber infeksi kepada host yang rentan. Maka
diperlukan pengendalian untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari lalat dan
nyamuk. Terdapat beberapa alat perangkap lalat antara lain Perangkap Lalat (Fly
Trap), Umpan kertas lengket berbentuk lembaran (Sticky Trap), Perangkap dan
pembunuh elektronik (Light Trap with Electrocutor), fly grill, Steiner Trap (ST),
perangkap botol (jar trap). Sedangkan alat perangkap nyamuk antara lain aspirator,
spray sheet, drop net, pit shelter trap, insect net, double bet net trap, animal bait net
trap, carbondioxide bait net trap, window trap, light trap, ovitrap, emergence trap, bio
assay test kit, susceptibility test (uji kerentanan), sweeper aspirator, magoon trap.
Selain terdapat beragam jenis alat perangkap lalat dan nyamuk,cara atau
tahapan pengembangbiakan lalat dan nyamuk agar dapat menengendalikan
pertumbuhan larva lalat dan nyamuk pada kondisi di lapangan. Sedangkan untuk
pengawetan lalat dan nyamuk dilaboratorium digunakan untuk keperluan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat menunjang kegiatan
pengendalian vektor.
25
3.2 Saran
Lalat dan Nyamuk merupakan salah satu vekor penyakit yang merugikan
manusia. Oleh karena itu diperlukan adanya tindakan pengendalian agar masalah
yang ditimbulkan oleh adanya lalat dan nyamuk dapat diminimalisir terutama
masalah yang berkaitan kesehatan masyarakat. Cara pengendalian vektor dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan agar tidak menimbulkan
kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata lingkungan hidup. Pengendalian
vektor secara terpadu dan terintegrasi harus dilakukan oleh pihak-pihak terkait untuk
dapat mencapai hasil yang maksimal
26
DAFTAR PUSTAKA
Bangun, Denise Alchin. 2009. Kajian Beberapa Metode Perangkap Lalat Buah
(Diptera; Tephritidae) pada Pertanaman Jeruk Manis (Citrus spp.) di Desa
Sukanalu Kabupaten Karo. Skripsi. Universitas Sumatera Utara: Medan.
Choyrot, Waladha Fastabiqul. 2009. Gambaran Mikroskopik Sediaan Permanen
Larva Nyamuk Aedes Aegypti Yang Dibuat Dengan Teknik Mounting Yang
Berbeda. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
Depkes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
374/MENKES/PER/III/2010
Tentang
Pengendalian
Vektor.
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/57_Buku%20Permenkes_ppbb1.pdf.
Diakses pada 1 September 2016.
Hadi, Upik K. dkk. 2006. Habitat Jentik Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) pada Air
Terpolusi di Laboratorium. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Hasyim, A. Et al. 2006. Efektivitas Model dan Ketinggian Perangkap dalam
Menangkap Hama Lalat Buah Jantan, Bactrocera spp. J. Hort. Vol 16 No 4.
Lalat
buah.
Beterrnak
Lalat
Buah.
27