Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PENGENDALIAN VEKTOR

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengendalian Vektor


Dosen Pengampu: drh. Dyah Mahendrasari Sukendra, M.Sc

Disusun Oleh:
Miftakhul Jannah

6411414001

Noviyani Dwi Raharjanti

6411414005

Noviyanti Rahayu

6411414008

Nur Riezqiyah Afifah

6411414009

Umar Dewiningsih

6411414012

ROMBEL 1 KESEHATAN LINGKUNGAN

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan karuniaNya, sehingga makalah yang berjudul Makalah Pengendalian Vektor

dapat

terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah

Pengendalian Vektor di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu


Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.
Makalah ini membahas tentang Pengendalian vektor khususnya nyamuk dan
lalat. Dalam proses pembuatan makalah ini tentu penulis mendapatkan bantuan dan
arahan untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Pengendalian vektor, ibu drh. Dyah Mahendrasari Sukendra, M.Sc dan kepada
segenap pihak yang telah membantu penulisan makalah ini.
Semoga amal baik dari pihak mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari
Allah SWT. Disadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan karya
selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat.

Semarang,

September 2016
Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Alat dan Bahan Perangkap Lalat ...................................................................3
2.2 Alat dan Bahan Perangkap Nyamuk..............................................................7
2.3 Cara Mengembangkan Lalat.........................................................................15
2.4 Cara Mengembangkan Nyamuk...................................................................19
2.5 Pengawetan Serangga (Lalat dan Nyamuk) di Laboratorium......................21
BAB III PENUTUP..............................................................................................25
3.1 Simpulan.......................................................................................................25
3.2 Saran............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vektor merupakan serangga atau anthropoda yang dapat menimbulkan dan
menularkan suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang
rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor
yang dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara
langsung juga sebagai perantara penularan penyakit
Vektor penyakit adalah serangga atau antrhropoda penyebar penyakit yang
dapat memindahkan atau menularkan agen infeksi dari sumber infeksi kepada host
yang rentan. Pengendalian vector merupakan suatu kegiatan untuk menurunkan
kepadatan populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan bagi kesehatan
dan menghindari kontak dengan vektor sehingga penularan penyakit dapat dicegah
dan dikendalikan.
Adapun dari penggolongan binatang ada dikenal dengan 10 golongan yang
dinamakan phylum diantaranya ada 2 phylum sangat berpengaruh terhadap kesehatan
manusia yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai
perantara penularan penyakit malaria, deman berdarah, dan Phyluml chodata yaitu
tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes),
pinjal Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Lalat juga merupakan
salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo diphtera, mempunyai sepasang
sayap berbentuk membran. Lalat juga merupakan species yang berperan dalam
masalah kesehatan masyarakat, yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran
pencernaan seperti: kolera, typhus, disentri, dan lain-lain.
Dalam upaya pengendalian penyakit menular tidak terlepas dari usaha
peningkatan kesehatan lingkungan, salah satu kegiatannya adalah pengendalian
vektor penyakit. Saat ini banyak sekali metode pengendalian vektor yang telah
dikenal dan dimanfaat kan oleh manusia. Prinsip dari metode pengendalian adalah
pengendalian itu dapat mencegah perindukan vektor yang dapat menyebabkan
gangguan terhadap kesehatan manusia.
1

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dari makalah
ini adalah:
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5

Alat dan bahan perangkap apa saja yang digunakan untuk menangkap lalat?
Alat dan bahan perangkap apa saja yang digunakan untuk menagkap nyamuk?
Bagaimana cara untuk mengembangkan lalat?
Bagaimana cara untuk mengembangkan nyamuk?
Bagaimana cara pengawetan lalat dan nyamuk di laboratorium?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah:
1.3.1 Mengetahui alat dan bahan perangkap lalat
1.3.2 Mengetahui alat dan bahan perangkap nyamuk
1.3.3 Mengetahui cara mengembangkan lalat
1.3.4 Mengetahui cara mengembangkan nyamuk
1.3.5 Mengetahui cara pengawetan lalat dan nyamuk di laboratorium

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Alat dan Bahan Perangkap Lalat
2.1.1 Perangkap Lalat (Fly Trap)
Fly trap merupakan alat yang dapat menangkap lalat dalam jumlah yang besar
atau padat. Alat perangkap ini terdiri dari kontainer plastik atau kaleng untuk umpan,
tutup kayu atau plastik dengan celah kecil dan sangkar di atas penutup. Celah selebar
0,5 cm antara sangkar dan penutup tersebut, hal tersebut untuk memberi kelonggaran
kepada lalat supaya bisa bergerak menuju penutup. Tempat yang menarik bagi lalat
untuk berkembangbiak dan mencari makan adalah kontainer yang gelap. Saat lalat
makan dan mencoba terbang, maka akan tertangkap dalam perangkap yang diletakkan
di mulut kontainer yang terbuka itu. Kontainer harus terisi separo umpan. Lalat yang
masuk ke dalam sangkar akan segera mati dan umumnya terus menumpuk sampai
mencapai puncak sehingga tangki harus segera dikosongkan. Perangkap harus
ditempatkan diudara terbuka di bawah sinar cerah matahari, jauh dari keteduhan
pepohonan. Cara ini hanya cocok digunakan di luar rumah.
2.1.2

Umpan kertas lengket berbentuk lembaran (Sticky Trap)

Di pasaran banyak tersedia alat ini, biasanya di gantung di atap, menarik lalat
karena kandungan gulanya. Lalat yang hinggap pada alat ini akan terperangkap oleh
lem. Alat ini dapat berfungsi beberapa minggu bila tidak tertutup sepenuhnya oleh
debu atau lalat yang terperangkap.
2.1.3

Perangkap dan pembunuh elektronik (Light Trap with Electrocutor)

Lalat yang tertarik pada cahaya dari light trap with electrocutor akan terbunuh
setelah kontak dengan jeruji yang bermuatan listrik yang menutupi permukaan alat
perangkap ini. Sinar yang dikeluarkan alat perangkap ini dapat menarik lalat hijau
(blow flies) tetapi tidak terlalu efektif untuk lalat rumah. Sebelum menggunakan
metode ini, kondisi lingkungan harus diuji dibawah kondisi setempat sebelum
melakukan langkah selanjutnya. Alat ini kadang digunakan di dapur rumah sakit dan
restoran.

2.1.4

Fly grill

Fly grill atau yang sering disebut blok grill oleh sebagian orang ini, adalah
suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat di suatu tempat. Fly
grill dapat dibuat dari bilah-bilah kayu yang lebarnya 1,9 cm dan tebalnya 1,5 cm
dengan panjang masing-masing 82 cm sebanyak 21 dan dicat warna putih. Bilahbilah yang telah disiapkan dibentuk berjajar dengan jarak 2,2 cm pada kerangka kayu
yang telah disiapkan dan pemasangan bilah kayu pada kerangkanya sebaiknya
memakai sekrup sehingga dapat dibongkar pasang.
2.1.5

Steiner Trap (ST)

Steiner Trap (ST) sering digunakan untuk melakukan uji lapangan karena lebih
mudah untuk dimodifikasi dan hasilnya optimal. Perangkap ST berbentuk silinder
dengan arah peletakkan horisontal, dilengkapi lubang di setiap ujungnya. Perangkap
ini biasanya menggunakan umpan TML, ME dan CUE (Cue Lure). Di bagian atas
perangkap dipasang kawat yang berguna untuk menggantungkan perangkap pada
cabang-cabang pohon. Bagian dalam perangkap diberi insektisida untuk mencegah
lalat buah keluar dan menghindari masuknya predator (IAEA 2003).
2.1.6

Perangkap Botol (Jar Trap)

Dibuat dari botol bekas air mineral berukuran satu liter atau 600 ml. Setiap
sisinya dilubangi sebagai pintu masuk bagi lalat buah. Pada dasar botol diberi air agar
lalat yang terperangkap akan mati. Selanjutnya pada mulut botol dimasukkan kawat
untuk dijadikan sebagai gantungan. Pada ujung kawat yang berada dalam botol diberi
kapas. Terlebih dahulu kapas tersebut ditetesi metil eugenol, setiap minggu air diganti
agar bau metil eugenol tidak terpengaruh dengan bau air. Setiap seminggu atau dua
minggu sekali metil eugenol diganti.

2.2 Alat dan Bahan Perangkap Nyamuk


2.2.1 Aspirator
Merupakan peralatan utama untuk menangkap nyamuk yang sedang hinggap
atau sedang mengisap darah. Cara menggunakannya adalah dengan menempatkan
tabung gelas dari aspirator pada nyamuk yang hendak ditangkap, kemudian ujung
yang lain dihisap dengan mulut. Oleh karena terbuat dari gelas mudah pecah, maka
cara memegang dan membawanya harus hati-hati, jangan hanya dipegang batang
karetnya kemudian dibawa, diayun-ayunkan ataupun hanya dikalungkan dileher
begitu saja tanpa dimasukkan kedalam baju atau saku.

2.2.2

Spray sheet

Merupakan peralatan untuk menangkap nyamuk yang sedang hinggap


didalam rumah. Digunakan disuatu ruangan rumah yang agak rapat. Cara
menggunakannya adalah dengan menggelar kain putih (spray) pada seluruh lantai
ruangan dan kemudian menutup semua lubang-lubang atau celah pada dinding
ruangan sehingga tidak dapat terbang keluar, setelah itu dilakukan penyemprotan
dengan racun serangga yang mempunyai efek knock down seperti pyrethrum atau
baygon, penyemprotan dilakukan dari bagian luar maupun bagian dalam ruangan,
Penyemprotan dimulai disekitar lubanglubang untuk mencegah nyamuk lolos.

Kemudian ruangan ditutup selama 10 menit untuk membiarkan nyamuk mati dan
jatuh dikain putih dan akhirnya nyamuk dikumpulkan.
2.2.3

Drop net

Merupakan peralatan untuk menangkap nyamuk yang sedang hinggap


istirahat disemak-semak luar rumah. Alat tersebut berupa sebuah kelambu yang
diikatkan pada rangka kayu/logam/plastik. Cara penggunaan adalah dengan
menempatkan drop net tersebut mengurung semak-semak yang diperkirakan ada
nyamuknya, lalu seorang penangkap nyamuk masuk ke semak-semak yang sudah
terkurung dan mengusir nyamuk yang ada pada semak-semak, sehingga nyamuknyamuk keluar dan hinggap pada kelambu, kemudian nyamuk ditangkap dengan
aspirator.

2.2.4

Pit shelter trap

Merupakan suatu lubang ditanah dengan ukuran panjang 1 meter dan


dalamnya 1,25 meter yang pada ke empat dindingnya dibuat lekukan menjorok
kesamping sejajar permukaan tanah dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 30 cm, pada
ketinggian 0,25 meter dari dasar lubang. Lubang ini dibuat untuk tempat hinggap
istirahat nyamuk diluar rumah. Diatas lubang dipasang atap untuk menahan air hujan,
disekitar lubang diberi gundukan tanah supaya air hujan tidak masuk dan juga

dibuatkan dinding untuk mencegah binatang lain atau onak-onak masuk kedalam
lubang.

2.2.5

Insect net

Berupa jaring untuk menangkap serangga atau nyamuk yang sedang terbang
maupun yang sedang hinggap. Penangkapan menggunakan jaring biasanya dilakukan
pada populasi nyamuk yang tinggi. Jaring biasanya dibuat dari kain kasa lembut
seperti bahan kain kelambu agar dapat mengurung nyamuk di dalamnya. Dengan
mengayunkan jaring kita akan dapat mengumpulkan nyamuk dalam jumlah yang
lebih banyak. Nyamuk yang terperangkap di dalam jaring selanjutnya kita pindahkan
ke dalam cup wadah dengan bantuan aspirator. Teknik ini akan lebih mempecepat
pekerjaan penangkapan nyamuk apabila dibandingkan dengan penangkapan satu per
satu menggunakan aspirator.

2.2.6

Double bet net trap

Terdiri dari satu buah kelambu kecil, ivolbed dan 1 buah kelambu besar.
Digunakan untuk penangkapan nyamuk umpan orang di tempat yang banyak nyamuk
dan banyak penderita penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. Cara penggunaan satu
orang sebagai umpan tidur di velbed di dalam kelambu kecil yang tertutup, terkurung
oleh kelambu yang lebih besar dan terbuka dibagian tertentu, tiap beberapa menit
kelambu besar ditutup dan nyamuk yang terkurung didalamnya ditangkap.
2.2.7

Animal bait net trap

Adalah alat perangkap nyamuk dengan menggunakkan hewan sebagai umpan


serangga/ nyamuk yang dikurung didalam kelambu. Tanda waktu-waktu tertentu
kelambu dibuka untuk serangga/nyamuk yang tertarik pada hewan tersebut masuk
dalam kelambu, setelah dibuka beberapa lama maka kelambu ditutup dan serangga/
nyamuk yang terperangkap didalam.

10

2.2.8

Carbon dioxide bait net trap

Seperti pada animal bait net trap, hanya untuk daya tarik terhadap nyamuk
digunakan biang es sebagai umpan, yang diletakkan diatas volved.
2.2.9

Window trap

Adalah perangkap nyamuk berupa kotak ukuran 18 x 12 x 12 inchi, dibuat


dengan rangka kayu atau kawat dan dindingnya kain kelambu dan didalamnya diberi
kerucut (seperti bubu) sehingga nyamuk bisa masuk dan sulit keluar. Digunakan
sebagai pasangan pada jendela untuk mengetahui waktu-waktu nyamuk masuk atau
keluar dari rumah.

11

2.2.10 Light trap


Perangkap nyamuk dengan menggunakan lampu. Digunakan untuk menjebak
nyamuk yang tertarik pada lampu/ cahaya.

2.2.11 Ovitrap
Suatu alat yang berupa container terbuat dari bahan kaleng, plastik, gelas
ataupun bambu yang diisi air, diletakkan pada tempat-tempat tertentu. Digunakan
untuk mendetesi adanya nyamuk Aedes dan juga untuk pemberantasan larvanya.

12

2.2.12 Emergence trap


Perangkap nyamuk seperti window trap, hanya pemasangannya tidak pada
jendela tetapi pada genangan-genangan air tertentu, untuk menangkap nyamuknyamuk yang baru menetas dari kepompong.
Gunanya untuk mengetahui jenis-jenis nyamuk, jumlah nyamuk yang menetas
dari kepompong pada luas permukaan air tertentu dan untuk memperoleh nyamuk
yang masih steril.

2.2.13 Bio assay test kit


Suatu alat untuk mengukur kekuatan racun serangga terhadap nyamuk dewasa
maupun nyamuk pradewasa, berupa kurungan atau alat pengurung nyamuk untuk
memaksa nyamuk kontak dengan racun serangga. Bentuknya ada beberapa macam
dan juga ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan. Cara penggunaannya akan
dijelaskan tersendiri pada materi uji bio assay.

13

2.2.14 Susceptibility test (uji kerentanan)


Suatu set peralatan yang digunakan untuk mengukur kekuatan nyamuk
dewasa atau larva, terhadap racun serangga. Penggunaan peralatan uji kerentanan
akan dijelaskan pada materi tersendiri. Cara pemeliharaan, agar dijaga kebersihannya,
tidak terkena/kontak dengan racun serangga yang akan diuji dan peralatan yang
berupa plastik jangan sampai tersentuh dengan chloroform karena plastik akan
meleleh.

14

2.2.15 Sweeper Aspirator


Suatu alat yang digunakan untuk menghisap nyamuk yang sedang terbang,
berupa tabung seperti kaleng susu, dilengkapi baling-baling untuk menghisap
nyamuk. Cara penggunaan adalah dengan mengarahkan bagian muka dari sweeper
kearah serangga/nyamuk yang sedang terbang, maka serangga/nyamuk akan terhisap
dan masuk ke ruang tempat menampung serangga/nyamuk.
2.2.16 Magoon trap
Adalah suatu gudang kayu yang portable, mudah dipak dan disusun dibawa
berpindah-pindah ke tempat-tempat yang dibutuhkan. Bagian atas dinding terbuat
dari kawat kasa nyamuk, pada dinding diberi celah-celah untuk nyamuk masuk,
semua bagian dalam diberi cat dengan warna putih agar bila ada nyamuk bisa cepat
dan mudah terlihat, bagian atapnya terbuat dari bahan yang tahan air. Digunakan pada
penggunaan animal bait net trap.
2.3 Cara Mengembangkan Lalat

Wadah

Tempat untuk budidaya lalat harus berventilasi yang tidak bisa memungkinkan lalat
untuk terbang keluar. Biasanya orang memakai toples kaca dan ditutup handuk kertas
di bagian atasnya untuk ventilasinya.

15

Media Budidaya

Media yang dibutuhkan disini harus berfungsi sebagai makanan bagi larva lalat dan
lalat dewasa. Berikut ini ada 2 resep media buatan, kita bisa modifikasi &
bereksperimen dengan media ini sesuai kebutuhan.

Media 1
1 bagian gula putih

16

2 bagian susu bubuk


4 bagian kentang tumbuk instan
Campurkan semua bahan kering, lalu aduk rata dengan air dengan perbandingan yang
sama. Contohnya, untuk jenis lalat melanogaster, cangkir media ditambah
cangkir air bisa dipakai untuk wadah berkapasitas 1 liter. Gunakan media yang lebih
banyak untuk jenis hydei.
Media 2
Pada tempat terpisah
Bahan 1:
1 pisang, lumatkan
kaleng konsentrat jus anggur
400 gram saus apel
1/8 cangkir molasses
Bahan 2:
1 cangkir kentang tumbuk instan
cangkir ragi bir
Bahan 3:
1 cangkir air
1 cangkir cuka
Rebus bahan 1 hingga mendidih, biarkan hingga dingin. Tuangkan 6 sendok
makan bahan 1 ke dalam wadah plastik berkapasitas 1 liter, lalu tambahkan 6 sendok

17

makan campuran bahan 2 & 4 sendok makan campuran bahan 3. Aduk hingga rata.
Banyaknya campuran bahan 3 tergantung dari kelembaban lingkungan & pertukaran
udara dalam wadah. Biarkan beberapa saat hingga mengeras. Media ini bisa
memproduksi lalat yang besar & sehat. Sayangnya, media ini tidak mudah dibuat &
sedikit perlu waktu untuk menyiapkannya. Ragi untuk membuat roti juga perlu
ditambahkan setelah media siap. Campurkan sekitar 1 sendok teh ragi dengan air
hangat & gula, lalu tuangkan 1 atau 2 sendok campuran ini ke tiap2 wadah. Setelah
proses ini selesai, sekitar 25 hingga 75 ekor lalat bisa dimasukkan.
Informasi Tambahan:
Simpan wadah berisi lalat dalam ruangan yang suhunya diatas 21C dan dibawah
29C. Lalat akan cepat berkembang jika diberi suhu yang lebih tinggi dan
sebaliknya.
Jumlah produksi lalat bisa ditingkatkan dengan menambahkan tempat bertelur
tambahan pada tiap wadah. Lalat buah bertelur pada bahan yang keras, misalnya
potongan kardus.
Jangan pernah mencampurkan 2 jenis lalat yang berbeda dalam satu wadah.
Karena mungkin akan menghasilkan lalat buah yang bisa terbang

18

Siapkan wadah seminggu sekali walaupun sedang tidak membutuhkan lalat.


Lebih baik punya terlalu banyak lalat daripada kekurangan stok.
Selalu gunakan lalat yang sehat untuk tiap pembiakan baru.
Jika menemukan jamur, buang media. Karena jamur bisa menyebar dengan
mudah jika tidak segera ditangani.
Buang media jika sudah dipakai selama 5-8 minggu untuk menghindari jamur &
kutu.
Tulis tanggal tiap menyiapkan wadah baru jadi bisa dikertahui kapanharus
menggantinya.
Cuci bersih wadah setelah direndam dalam air panas sebelum digunakan lagi

2.4 Cara Mengembangkan Nyamuk

Ekologi dan Bionomi Nyamuk


Nyamuk betina meletakkan telurnya pada beberapa sarang dalam satu kali siklus

gonotropik. Siklus gonotropik adalah siklus reproduksi dari menghisap darah,


mencerna darah, pematangan telur dan perilaku bertelur. Biasanya nyamuk betina
mencari darah pada siang hari jarang sekali pada malam hari.
Nyamuk betina parous (kenyang darah) yang telah melengkapi satu atau lebih
siklus gonotropik dan memiliki peluang lebih besar terinfeksi parasit daripada
nyamuk betina yang baru pertama kali menghisap darah (nulliparous). Darah yang
dihisap, seberapa pun banyaknya, menimbulkan kematangan telur. Nyamuk
menghisap mulai menunjukkan suatu penurunan aktifitas pencarian host dalam 30
jam, maksimum 48 72 jam. Mekanisme ini melibatkan sel-sel neurosekretori dari
otak, ovarium, lemak tubuh, dan substansi kelenjar aksesori jantan yang telah
dipindahkan ke betina yang dikawini. Dalam 8 12 jam setelah pencernaan darah,
ovarium menghasilkan suatu faktor yang menimbulkan aktivasi lemak tubuh dan
melepaskan neuropeptida dari sel neurosekretori otak dan ganglia abdominalis.

19

Betina gravid kurang merespon atraktan bila reseptor sensori mereka gagal untuk
mengenalinya.
Setelah bertelur, pencarian host dimulai kembali bilamana sinyal system saraf dari
ovarium memberi tanda bahwa ovarium tidak lagi berisi telur. Hasil mekanisme ini
adalah gambaran siklus gonotropik spesies, kombinasi dari menghisap darah dan
perkembangan telur. Hal ini diasumsikan bahwa selama siklus gonotropik, nyamuk
hanya sekali menghisap darah pada awal siklus. Siklus gonotropik, walaupun
merupakan gambaran kasar, tetapi menjadi alat yang sangat berguna untuk
memperkirakan frekuensi menghisap darah dari populasi vektor, gradasi umur
individu dengan melihat dilatasi ovariola yang terjadi setelah telur keluar dari
ovarium, dapat untuk menentukan jumlah siklus individu yang telah terjadi. Masalah
yang terjadi dalam konsep ini adalah bahwa banyak model matematik dari penyakitpenyakit tular vector secara keliru mengasumsikan bahwa hanya satu peristiwa
menghisap darah terjadi dalam setiap siklus gonotropik. Kenyataannya sering
dilaporkan terjadi berkali-kali menghisap darah dalam satu siklus dan penularan
patogen dalam berkali-kali gigitan dan menghisap darah juga telah didemonstrasikan.
Menghisap darah berkali-kali dapat secara signifikan meningkatkan potensi vektor
dari suatu populasi dengan meningkatkan peluang untuk memperoleh dan menularkan
parasit. Salah satu faktor adalah perilaku pertahanan host, yang mengganggu nyamuk
menghisap darah dan membatasi jumlah darah yang dihisap. Setelah telur dikeluarkan
terjadi perkembangan embrio. Dalam keadaan hangat dan lembab perkembangan
embrio berakhir dalam 48 jam dan telur siap mengalami kekeringan dalam waktu
yang lama. Sebagian besar telur akan menetas bila terkena genangan air. Kemampuan
telur bertahan dalam kekeringan membantu mempertahankan kelangsungan spesies
dalam kondisi iklim buruk. Perkembangan larva setelah keluar dari telur ada empat
tahap. Lama perkembangan tiap-tiap tahap dipengaruhi tergantung pada suhu,
makanan, dan kepadatan larva di tempat perindukan. Pada kondisi optimum, waktu
sejak penetasan hingga menjadi nyamuk dewasa berlangsung sekitar 7 hari, termasuk

20

2 hari untuk masa pupa. Dalam temperatur yang rendah proses ini menjadi lebih
panjang (beberapa minggu) (Depkes RI, 2007).

Pengumpulan Larva Nyamuk


Pengumpulan larva nyamuk dilakukan dengan mengambil secara langsung pada

tempat penampungan air. Kumpulan larva nyamuk yang didapat dipisahkan


menggunakan pipet berdasarkan stadium instar (instar III dan IV), kemudian telur
dimasukkan ke dalam wadah terpisah atau nampan plastik yang berisi air bersih 500
ml .
Pemeliharaan Nyamuk untuk Produksi Telur
Telur nyamuk ditetaskan dalam nampan berisi air bersih sampai terbentuk larva.
Larva diberi makan hati ayam yang sudah direbus dan dihaluskan sampai larva
membentuk pupa. Setelah larva berkembang menjadi pupa selanjutnya dimasukan ke
dalam kurungan nyamuk dewasa dan diberi air gula dengan konsentrasi 10 % pada
kapas sebagai makanan untuk nyamuk jantan. Nyamuk betina diberi pakan darah dari
hewan marmot. Di dalam kurungan nyamuk disiapkan tempat peletakan telur yaitu
gelas plastik yang diisi dengan bagian 3/4 air dan bagian tepinya diberi kertas saring
secara melingkar.
Nyamuk akan bertelur 3-5 hari setelah diberi pakan darah. Telur diletakkan pada
perangkap telur yang berupa kertas saring yang direkatkan pada dinding bagian atas
wadah plastik yang berisi air setinggi 3/4 bagian wadah. Telur-telur tersebut
kemudian dikering udarakan dan disimpan dalam plastik tertutup pada suhu ruang.
Telur-telur selanjutnya akan ditetaskan.
2.5 Pengawetan Serangga (Namuk dan Lalat) di Laboratorium
Pembuatan sediaan adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan
suatu menjadi media, specimen patologi maupun anatomi yang siap dan diawetkan
untuk penelitian dan pemeriksaan. Berikut teknik pembuatan sediaan permanen:
a. Fiksasi

21

Pada proses fiksasi digunakan bahan fiksatif seperti alkohol dan formalin.
Fiksatif

harus

mampu

menghubungkan

protein-protein

sehingga

mampu

mempertahankan kondisi sel. di dalam proses fiksasi, kadar protein dalam tubuh
larva menurun sejajar dengan meningkatnya kadar formalin yang digunakan.
b. Dehidrasi
Pada proses dehidrasi digunakan alkohol dengan bermacam konsentrasi (dimulai
dari alkohol dengan konsentrasi 30% atau 50%) yang memiliki kegunaan sebagai
larutan yang mampu membersihkan fiksatif dan menghilangkan sisa-sisa lemak.
c. Clearing
Teknik clearing bertujuan untuk menjadikan struktur tubuh larva terlihat jelas.
Teknik clearing dipercepat oleh agitasi perlahan-lahan dari tubuh larva yang berada di
dalam larutan pengencer. Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk merendam larva
nyamuk dalam larutan clearing terlalu lama. Syarat cairan clearing yang baik adalah
cairan clearing yang mempunyai index refraksi tinggi dan cepat menarik alkohol
seperti xylol, toluol, dan bensen.
d. Mounting
Teknik mounting merupakan proses terakhir sebelum sediaan permanen. Menurut
Ephidayat (2008), pengawetan (mounting/ preservation) melalui metode kering
meliputi:
1. Untuk serangga yang akan diawetkan dengan cara pengawetan kering, terlebih
dahulu harus dilakukan kegiatan perentangan serangga dengan menggunakan
alat bantu.
2. Spesimen-spesimen yang akan diawetkan kering dimasukkan ke dalam sebuah
ruangan dengan satu atau lebih bola lampu, ini digunakan untuk pengeringan
yang cepat.

22

3. Banyak artropoda-artropoda

bertubuh

lunak dapat

dikeringkan oleh

pengeringan titik kritis, pengeringan beku, atau pengeringan hampa. Teknikteknik ini menghasilkan spesimen-spesimen yang tidak begitu rapuh, tidak
menunjukkan distorsi, dan sedikit sekali kehilangan warna dan akibatnya tidak
menunjukkan indikasi penyerapan kembali air atau pembusukan sehingga
dapat disimpan dalam waktu lama.
4. Menurut Ephidayat (2008), pengawetan (mounting/ preservation) melalui
metode basah meliputi: Serangga-serangga yang biasa diawetkan dengan cara
basah adalah serangga-serangga sebagai berikut ; serangga-serangga bertubuh
lunak, serangga-serangga yang sangat kecil, larva dan nimfa serangga,
artropoda-artropoda selain daripada serangga.
Didalam perlakuan mounting ,sebelum preparat permanen ditutup meggunakan
object glass maka preparat harus diberi zat perekat seperti entelan/ kanada balsam.
Entelan merupakan bahan mounting standar untuk histology,dan juga untuk
taxonomy,zoology maupun botani. Entelan dibuat dengan cara mngumpulkan damar
atau Abies balsamica (balsam fir) dan diencerkan dalam pelarut ( sebagian besar
terdiri atas xylene), kanada balsam mempunyai sifat tidak dapat dicampur dengan air
(Walter Dioni,2002).
Penyimpanan Sediaan Permanen
Untuk mendapatkan sediaan permanen yang tidak mudah rusak selain dalam
pembuatan atau pemrosesan sediaan yang harus dilakukan dengan benar tetapi juga
dalam penyimpanan sediaan harus diperhatikan. Dalam penyimpanan sediaan
permanen harus diatur secara sistematis pada setiap kotak dengan kantung kapur
tohor,kamfer,kantung silica gel, serbuk belerang, paradichlorbenzen atau fenol, untuk
mencegah jamur.
Di dalam kotak diberi lampu 25 watt yang selalu menyala. Apabila kotak akan
diambil untuk menentukan namanya atau untuk penenlitian, maka lampu harus
23

dipadamkan. Dasar kotak haruslah papan lunak atau bahan lunak agar mudah ditusuk
dengan jarum. Bila ada jamur yang tumbuh, hendaknya dihapus dengan benzene
dengan menggunakan kuas kecil. Untuk menghindari debu,tempat penyimpana
hendaknya ditutup rapat atau disimpan di dalam ruang AC, atau almari.
Selain itu, sediaan permanen harus dijaga dari Musuh utama sediaan yaitu
serangga dan kuman lain misalnya semut dan jamur. Untuk mengatasi hal ini dapat
digunkan kapur barus yang diletakkan di dalam satu kotak terbuka yang diletakkan di
dalam kotak penyimpanan sediaan permanen. Bilamana perlu dilakukan fumigasi
dengan carbonsulfide atau methyl bromide (Bernardus Sandjaja, 2007).
Spesimen yang telah dikeringkan dan dilabel disimpan dalam kotak serangga
khusus atau yang dikenal dengan insektarium. Kotak tersebut dilapis dengan gabus
atau styroform dan ditutup. Serangga disimpan pada tempat kedap udara yang dapat
menghalangi serangga merusak sediaan permanen seperti semut, lipas atau ngengat.
Obat ngegat (Naphtalene) dilekatkan pada kain di bagian bawah sebelah tepi kotak
serangga beberapa waktu. Naphtalene diletakkan di permukaan dalam kotak dan
dijemur sampai kering (Wittens dan Stefan, 2008).

24

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Lalat dan Nyamuk merupakan vektor penyakit yang dapat memindahkan atau
menularkan agen infeksi dari sumber infeksi kepada host yang rentan. Maka
diperlukan pengendalian untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari lalat dan
nyamuk. Terdapat beberapa alat perangkap lalat antara lain Perangkap Lalat (Fly
Trap), Umpan kertas lengket berbentuk lembaran (Sticky Trap), Perangkap dan
pembunuh elektronik (Light Trap with Electrocutor), fly grill, Steiner Trap (ST),
perangkap botol (jar trap). Sedangkan alat perangkap nyamuk antara lain aspirator,
spray sheet, drop net, pit shelter trap, insect net, double bet net trap, animal bait net
trap, carbondioxide bait net trap, window trap, light trap, ovitrap, emergence trap, bio
assay test kit, susceptibility test (uji kerentanan), sweeper aspirator, magoon trap.
Selain terdapat beragam jenis alat perangkap lalat dan nyamuk,cara atau
tahapan pengembangbiakan lalat dan nyamuk agar dapat menengendalikan
pertumbuhan larva lalat dan nyamuk pada kondisi di lapangan. Sedangkan untuk
pengawetan lalat dan nyamuk dilaboratorium digunakan untuk keperluan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat menunjang kegiatan
pengendalian vektor.

25

3.2 Saran
Lalat dan Nyamuk merupakan salah satu vekor penyakit yang merugikan
manusia. Oleh karena itu diperlukan adanya tindakan pengendalian agar masalah
yang ditimbulkan oleh adanya lalat dan nyamuk dapat diminimalisir terutama
masalah yang berkaitan kesehatan masyarakat. Cara pengendalian vektor dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan agar tidak menimbulkan
kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata lingkungan hidup. Pengendalian
vektor secara terpadu dan terintegrasi harus dilakukan oleh pihak-pihak terkait untuk
dapat mencapai hasil yang maksimal

26

DAFTAR PUSTAKA
Bangun, Denise Alchin. 2009. Kajian Beberapa Metode Perangkap Lalat Buah
(Diptera; Tephritidae) pada Pertanaman Jeruk Manis (Citrus spp.) di Desa
Sukanalu Kabupaten Karo. Skripsi. Universitas Sumatera Utara: Medan.
Choyrot, Waladha Fastabiqul. 2009. Gambaran Mikroskopik Sediaan Permanen
Larva Nyamuk Aedes Aegypti Yang Dibuat Dengan Teknik Mounting Yang
Berbeda. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
Depkes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
374/MENKES/PER/III/2010

Tentang

Pengendalian

Vektor.

http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/57_Buku%20Permenkes_ppbb1.pdf.
Diakses pada 1 September 2016.
Hadi, Upik K. dkk. 2006. Habitat Jentik Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) pada Air
Terpolusi di Laboratorium. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Hasyim, A. Et al. 2006. Efektivitas Model dan Ketinggian Perangkap dalam
Menangkap Hama Lalat Buah Jantan, Bactrocera spp. J. Hort. Vol 16 No 4.
Lalat

buah.

Beterrnak

Lalat

Buah.

http://satwaunik.com/free_ebook/Berternak_lalat_buah.pdf. Diakses pada 2


September 2016
RI, Depkes., (2007)., Pengenalan tentang nyamuk., Erlangga, Jakarta
Wardhana, April H. 2004. Pengembangan Teknik Uji Pemikat Lalat Chrysomya
bezziana dalam Kondisi Laboratorium dan Semi Lapang. JITV. Vol 9 No 1.

27

Anda mungkin juga menyukai