Anda di halaman 1dari 5

Ambulan Yang Sombong

oleh Hakiki Messara

Di sebuah kota mainan, ada sebuah ambulan yang sombong. Di tiaptiap jalan, jika sedang macet, ia selalu berkata, "Minggir! Minggir! Aku mobil
terpenting. Harus diberi jalan untuk lewat."
Taksi biasanya berkata, "Mobil Presiden yang lebih penting. Ia selalu
membawa Presiden.
"Ah, kalau Presiden sakit kan mobil-mobil akan disuruh minggir dan aku
yang membawa Presiden ke rumah sakit," kata Ambulan dengan
angkuhnya. Ia selalu menganggap bahwa ia mobil terpenting. Semua mobil
di kota mainan membenci Ambulan. Ambulan selalu ngebut jika ia tak diberi
jalan.
Suatu hari, Ambulan sedang berjalan-jalan. Pada saat itu juga, ada
sebuah kereta api lewat. Lalu palang diturunkan.
"Hai Palang! Beri aku jalan!" kata Ambulan.
"Tidak!" kata Palang.
"Beri aku jalan, atau kau kutabrak!" kata Ambulan.
Dengan terpaksa Palang memberikan jalan untuk Ambulan.
"Cepat!" kata Ambulan.
"Ya, ya..," kata Palang.
Ketika Ambulan jalan, kereta api pun terus berjalan. Dan apa yang
terjadi? Ambulan tertabrak. Untung kereta api sempat mengerem lajunya,
sehingga Ambulan tidak rusak berat.
Mobil-mobil mainan yang berada di situ segera menolong Ambulan.
Mereka membawanya ke bengkel terdekat untuk diperbaiki.
Ambulan amat menyesal. Walaupun bisa diperbaiki, bekas cacat akibat
tabrakan itu akan tetap kelihatan selamanya. Tubuhnya tidak licin dan
bersih lagi seperti semula. Sejak peristiwa itu, Ambulan tidak sombong lagi.

Mantera yang Salah


Oleh Anita

Tiga kurcaci bernama Hoblin, Popo, dan Boli, tinggal di sebuah rumah kecil di tepi
hutan. Mereka hidup rukun dan bahagia. Setiap pagi Hoblin dan Popo pergi bekerja,
sedangkan Boli bertugas mengurus rumah. Ia yang membersihkan rumah, mencuci
pakaian, dan memasak untuk makan malam mereka.
Suatu hari ketika Boli menyapu dapur, terdengar pintu diketuk. Seorang nenek tua
berdiri di depan pintu rumahnya.
"Maukah kau membeli buku mantera ini?" tanya Nenek itu dengan suara parau.
"Buku mantera? Oh, siapa tahu aku menemukan mantera yang bisa mengerjakan
semua tugasku. Aku bosan bekerja keras," pikir Boli.
Boli menukar buku mantera dengan semua uangnya. Setelah itu ia mulai membaca.
Ia tertarik pada sebuah mantera yang berbunyi, "Cara menyihir sapu yang bisa
menyapu sendiri."
"Nah, ini dia!" sorak Boli gembira. Ia mengambil sapu dan meletakkannya di lantai.
Kemudian, ia membaca mantera dengan suara nyaring, "Swing! Swung! Swang! Fal, la
la, Plop!"
Ketika Boli menyerukan plop! Tiba-tiba terdengar suara letusan keras. Tubuhnya
diselimuti asap tebal bergumpal-gumpal. Astaga? Ternyata, ia salah menyulap. Bukan
sapu yang berubah menjadi sapu ajaib. Tetapi, dirinya yang berubah menjadi seekor
kucing putih.
"Oh, apa yang harus kulakukan?" ujar Boli sedih. Karena bingung dan sedih Boli
tidur melingkar di dekat tungku api.
Sore harinya Hoblin dan Popo pulang ke rumah. Mereka memanggil-manggil
adiknya, "Boli! Boli, di mana kau?"
"Meooong ..." sahut Boli yang kini berubah jadi kucing. Ia melonjak-lonjak dan
menggapai-gapai kaki Hoblin.
"Oh, rupanya ada kucing yang nyasar ke sini. Hush! Hush! Pus, Ayo keluar!" usir
Hoblin.
Boli terpaksa keluar sambil mengeong sedih. "Hm, di mana Boli, ya?" Popo
bertanya-tanya dalam hati. Tiba-tiba ia melihat sebuah buku tergeletak di lantai.

"Sebuah buku mantera? Mungkinkah Boli telah salah menyulap?" ujar Popo pada
Hoblin.
"Astaga? Kalau begitu kucing itu mungkin Boli!" ujar Hoblin. Mereka segera berlari
ke luar rumah untuk mencari kucing itu. Ternyata, kucing itu tidur melingkar di luar
pintu dapur.
"Benarkah kau Boli?" tanya mereka.
"Meong, meong ..." sahut Boli mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Ayo kita cari mantera untuk mengembalikan Boli ke wujud asalnya," saran Hoblin.
Kedua kurcaci itu segera membalik-balik halaman buku mantera. Akhirnya, mereka
menemukan sebuah mantera.
"La la fal! Swang! Swung! Swing! Plop!" teriak Popo. Terdengarlah letusan keras.
Sementara tubuh kucing itu diselimuti gumpalan asap tebal. Setelah asap itu
menghilang, Boli muncul di hadapan mereka. Ia sudah berubah jadi kurcaci lagi.
"Oh, gara-gara malas bekerja aku nyaris jadi kucing" ujar Boli menyesal. Kemudian
ia berkata malu-malu, "Maafkan aku. Aku berjanji akan selalu rajin mengerjakan
tugasku."

Anak Ayam yang Aneh


Oleh Santi Hendrawati

Mama Ayam heran melihat bentuk badan Koak Koak. Rasanya ia tidak
pernah mengerami anak ayam seperti itu. Dengan perasaan ingin tahu,
Mama Ayam menciumi seluruh badan Koak Koak yang sedang asyik
berjemur sinar matahari.
Lho, kakimu kok besar sekali? ujar Mama Ayam. Dan paruhmu, agak
lebih panjang, berbeda dengan saudara-saudaramu! Mama Ayam terus
memperhatikan Koak Koak dengan seksama. Hmm, pastilah karena kau
seminggu lebih lama di dalam telur itu sehingga badanmu menjadi lebih
besar!
Koak Koak terdiam. Dalam hati ia berkata, Tapi rasanya aku menetas
tepat pada waktunya! Kemudian Koak Koak menengok ke kanan dan ke
kiri. Jadi, inilah yang disebut dunia itu? Koak Koak berjalan-jalan.
Di dekat sebuah kolam ia melihat beberapa ekor anak ayam. Halo! sapa
Koak Koak dengan ramah. Anak-anak ayam yang sedang bermain itu
terkejut melihat Koak Koak. Hai, aneh sekali warna bulumu! teriak mereka.
Apakah kau juga keluar dari dalam telur?
Koak Koak mengangguk.

Huh, kau ini! Tiba-tiba mereka mengomel. Gara-gara kau kami semua
harus menunggu seminggu lamanya!
Kemudian anak-anak ayam itu meneruskan permainan mereka, mencari
cacing, mengais-ngais tanah. Kelihatannya mereka gembira sekali. Cuma
Koak Koak yang menonton. Ia tidak menyenangi permainan itu, sebab
telapak kakinya terlalu datar dan ia sendiri lebih senang bermain-main di
lumpur.
Karena seringkali tidak mau ikut bermain dengan saudara-saudaranya,
Koak Koak jadi terasing. Dan mereka pun sering mengejeknya, Hei, ayam
aneh! Ayam aneh!
Tentu saja hati Koak Koak menjadi sedih. Ia sering mengeluh. Ah,
mengapa aku tidak sama seperti mereka?. Yang lebih menyedihkan lagi,
Mama Ayam pun sering mengurungnya di dalam kandang. Di sana terpaksa
Koak Koak bermain sendirian.
Ah, kalau begini nasibku, aku lebih suka tinggal di dalam terus. Di sana
aku memang sendiri. Tetapi aku tidak merasa kesepian seperti sekarang
ini Kasihan sekali nasib Koak Koak ini, bukan?
Begitulah nasib Koak Koak dari hari ke hari. Sampai pada suatu hari ia
mendengar ribut-ribut. Seperti suara air berdecik dan beleter yang amat
riang. Dengan rasa ingin tahu Koak Koak mengintip. Suara itu berasal dari
tepi kolam, di belakang ilalang.
Koak Koak turun dari kandang. Ia ingin melihat dari dekat. Dengan hatihati ia berjalan ke tepi kolam. Ia takut menginjak air. Sebab kata Mama,
nanti bisa tenggelam.
Apa yang dilihat Koak Koak di kolam itu? Oh, Mama Itik bersama anakanaknya. Anak-anak itik itu kelihatan riang sekali. Mereka berenang ke sana
kemari seenaknya. Dan yang paling membuat Koak Koak terkejut adalah
ketika ia melihat anak itik yang berenang paling belakang.
Aneh sekali! Rupanya mirip dengan Koak Koak! Barulah Koak Koak
sadar. Ia ternyata bukan seekor ayam aneh. Ternyata Koak Koak adalah
seekor anak itik. Itik sungguhan, yang tidak suka menarik-narik cacing dari
dalam tanah, tidak suka mengais-ngais tanah. Tetapi sebaliknya, lebih suka
bermain di lumpur dan berenang!
Dengan memberanikan diri, Koak Koak melangkah ke kolam. Ia
melangkah seekor anak itik yang lebih mirip anak ayam ingin turun ke
kolan, namun badannya gemetar. Sepertinya anak itik itu ingin main air,
tetapi takut-takut. Dicobanya lagi melangkah ke air, tetapi secepat itu pula ia
menarik kakinya lagi.
Cepat turun! Terdengar seruan Mama Itik dengan tidak sabar. Cepat
turun! Mengapa kau takut? Lihatlah, saudara-saudaramu sudah pandai

berenang semua. Ayo, ayo, jangan takut! Semestinya kau belum waktunya
menetas. Kau harus tinggal lebih lama di dalam telurmu!
Melihat kejadian itu, Koak Koak mengerti sebenarnya apa yang terjadi.
Telur itu ternyata tertukar! seru Koak Koak. Koak Koak menghampiri
Mama Itik dan anak-anaknya lalu menyampaikan kepada Mama Itik bahwa
ia anak Mama itik yang sebenarnya.
Koak Koakanak ayam yang aneh yang sebenarnya seekor anak itik
terjun ke kolam. Di tengah-tengah kolam, Koak Koak tersenyum pada
Mama Itik dan saudara-saudaranya. Hatinya gembira sekali. Sekarang ia
tidak lagi kesepian, tapi sangat gembira.

Anda mungkin juga menyukai