Laporan Kasus
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Agama
Pendidikan
Suku
Pekerjaan
Alamat
Masuk RS
IV.
: Nn. A
: 28
: Islam
: SMA
: Bogor
: Tenaga Kerja Wanita
: Jl. Ujung Harapan RT 01/02 Babelan, Bekasi Utara
: 31 Juli 2016
Riwayat Alergi:
-
Riwayat Operasi :
Riwayat operasi mengangkat benjolan yg sama sebelumnya.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Diperoleh dari rekam medik :
Tekanan darah
Nadi
Suhu
RR
Berat badan
Tinggi badan
: 110/70 mmHg
: 85x / menit
: 37,0 C
: 20x/menit
: 50 kg
: 158 cm
KEPALA
-
terdapat kebotakan
Kekuatan rambut pasien masih kuat,tidak
merata,tidak
mudah rontok
MATA
HIDUNG
TELINGA
MULUT
LEHER
baik.
Hidung simetris kiri-kanan
: -
tonsil
Teraba adanya massa pada leher ukuran 3x2
: : -
cm
THORAX
INSPEKSI
PALPASI
PERKUSI
AUSKULTASI
ABDOMEN
INSPEKSI
: -
terdapat lesi.
: Tidak teraba pembesaran hati dan spleen
: Bunyi timpani pada seluruh lapang
PALPASI
PERKUSI
abdomen
IV.
AUSKULTASI
: -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
26 Juli 2016
Hemoglobin
: 12.0 g/dL (13-16 g/dL)
Hematokrit
: 36% (40-48%)
Leukosit
: 8.200/uL (5.000-10.000/uL)
Trombosit
: 307.000/uL
Masa Perdarahan
: 1 (1-6 menit)
Masa Pembekuan
:11 (10-15 menit)
Kimia Klinik:
V.
SGOT
SGPT
Glukosa Darah Sewaktu
Ureum
Kreatinin
: 13,2 U/L
: 6,9 U/L
: 97
: 23 mg/dL
: 0,5 mg/dL
Laporan operasi
- Dokter ahli bedah: dr. Taslim Sp.B.Onk
- Asisten: Zr. Fitrah/Zr. Puput
- Perawat: Zr. Endar
- Ahli anestesi: dr. Naufal Sp.An
- Jenis anestesi: GA
- Diagnosis pre-op: Ca Thyroid
- Tanggal operasi: 1 Agustus 2016
- Jam mulai: 18.20
- Jam selesai: 19.20
- Lama operasi: 1 jam
Laporan operasi:
1
2
3
4
Persiapan Operasi
-
Propofol 200 mg
Piralen 10 mg
Tramadol 100 mg
Vit K 10 mg
Transamin 250 mg
CROME 50 mg
Noveron 50 mg
Teknik Anestesi:
1. Melakukan pemasangan monitor TTV dan saturasi oksigen (SO2)
VII. DIAGNOSIS
Pasien wanita 28 tahun dengan kanker tiroid
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad Bonam
Quo ad functionam : dubia ad Bonam
Quo ad sanantionam : dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelenjar Tiroid
2.1.1. Anatomi
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan
fascia prevertebralis. Didalamruang yang sama terletak trakhea, esofagus,
pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil
melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar
paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid.
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup
cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia
pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan
terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk
menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid
atau tidak.
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari
a. Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel
lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem
venanya berasal dari pleksus perifolikular.
folikel. Sel ini berasal dari badan ultimobrankial embriologis dan menyekresi
kalsitonin, suatu hormon yang dapat menurunkan kadar kalsium serum.
Gambar 2. Histologi Kelenjar Tiroid
2.1.3. Fisiologi
Kelenjar tiroid merupakan tempat penyimpanan iodin tubuh, lebih dari 90%
iodine disimpan dalam kelenjar tiroid. Kebutuhan total iodin tubuh adalah 0,1mg
dan dapat diperoleh dari zat-zat makanan seperti ikan, susu, telur, dan dapat
berupa zat tambahan dalam roti atau garam. Iodin akan diserap dalam jejunum
dalam bentuk iodide dan masuk ke dalam pembuluh darah untuk diedarkan
keseluruh tubuh. Iodin ditranspor secara aktif menuju ke sel-sel folikuler oleh
adenosin triphosphat (ATP) untuk kemudian disimpan di kelenjar tiroid.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T 4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T 3). Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid.
Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas
yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid.
T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk
koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi
sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang.
Dalam sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat
tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin
(thyroxine binding prealbumine, TBPA).
Sekresi hormon tiroid dikontrol oleh axis hipotalamus-pituitari-tiroid.
Hipotalamus akan memproduksi hormon, yaitu Thyrotropin-Releasing Hormone
(TRH) yang akan merangsang pengeluaran hormon stimulator tiroid (thyroid
stimulating hormone, TSH) oleh kelenjar pituitari bagian anterior. TSH
memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. Proses
yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran
hormon tiroid ke sirkulasi. Jika TSH meningkat, maka kerja kelenjar tiroid dalam
memproduksi hormone T3 dan T4 meningkat, dan hal sebaliknya terjadi jika TSH
menurun. Tetapi, kerja TSH juga diatur oleh jumlah hormone tiroid yang beredar
dalam darah. Apabila kadar T3 dan T4 tinggi dalam darah, maka TSH akan
menurun agar kelenjar tiroid mengurangi produksi hormon.
Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap
perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai adanya sel
tiroid
memiliki
efek
pada
pertumbuhan
sel,
2.2.2. Epidemiologi
Karsinoma tiroid termasuk jenis kanker kelenjar endokrin terbanyak
jumlahnya, hampir 10 kali lebih banyak dibandingkan kanker kelenjar endokrin
lainnya. Angka kejadian karsinoma tiroid tidak dapat ditentukan secara pasti.
Temuan karsinoma tiroid pada autopsi berkisar 2,3 - 2,8 %. Bila diambil dari
kasus nodul tiroid, angka ini mencapai 4 % dari kasus nodul tiroid.
Walaupun suatu data registrasi berdasarkan populasi yang menggambarkan
insidens karsinoma tiroid ini ataupun kanker lain belum ada di Indonesia, namun
berdasarkan registrasi patologi (pathological base registration) dapat dikemukakan
bahwa karsinoma tiroid menempati urutan ke 9 dari sepuluh keganasan tersering
yang dijumpai yaitu 4,3 % dengan angka kematian (mortality rate) yang belum
ada catatannya.
Banyak tipe tumor yang dapat tumbuh pada kelenjar tiroid. Hampir semua
tumor-tumor ini adalah jinak (non-kanker). Yang lainnya adalah maligna (kanker),
yang berarti dapat menyebar kedalam jaringan terdekat dan kebagian lain dari
tubuh.
Sekitar 1 dari 20 nodul tiroid adalah kanker. Dua tipe kanker tiroid yang
paling sering adalah karsinoma papiliferum dan karsinoma folikuler. Karsinoma
sel hurthle adalah subtipe dari karsinoma folikuler. Ada beberapa tipe lain dari
kanker tiroid seperti karsinoma tiroid meduler dan karsinoma anaplastik.
Berdasarkan jenis histopatologi dan urutan angka kejadian (menurut
National Cancer Data Base [NCDB]) terbanyak adalah: karsinoma tiroid jenis
papilar (80%), kemudian berturut-turut karsinoma tiroid jenis folikuler (11%),
jenis sel hurthel (3%), jenis anaplastik (4%), dan jenis meduler (2%).
2.2.3. Etiologi dan Faktor Resiko
Paparan radiasi pada daerah leher sewaktu kecil, usia, jenis kelamin, dan
riwayat keluarga merupakan faktor risiko untuk karsinoma tiroid tipe welldifferentiated.
Secara klinis, khusus untuk karsinoma tiroid, berbagai hipotesis muncul
tentang etiologi karsinoma tiroid, yang menggambarkan bahwa sebenarnya
10
etiologi yang pasti belum diketahui, seperti berbagai keganasan yang lain yang
juga yang belum diketahui penyebabnya.
Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap memiliki risiko terhadap
terjadinya keganasan tiroid yaitu :
a. Usia
Secara umum, kanker tiroid terjadi pada usia antara 20 hingga 60 tahun.
Faktor risiko ini berkaitan dengan jenis histopatologi yang ditemukan. Pada
anak berusia kurang dari 20 tahun dengan nodul tiroid, risiko keganasan
didapatkan 2x lipat lebih besar daripada kelompok dewasa.
b. Jenis Kelamin
Perbandingan terjadinya karsinoma tiroid pada perempuan dan laki-laki
c.
d.
e.
f.
ialah 3:1
Ras
Genetik
Riwayat penyakit dalam keluarga
Diet
Masyarakat yang tinggal pada daerah endemik goiter memiliki risiko
karsinoma tiroid lebih tinggi, khususnya pada jenis papiler dan folikuler.
g. Riwayat radiasi
Dampak ionisasi pada radiasi merupakan satu-satunya faktor risiko yang
terbukti berperan pada keganasan tiroid.
h. Kelainan tiroid sebelumnya
Tabel 1. Faktor yang Meningkatkan Faktor Risiko Keganasan7
Faktor-faktor yang Meningkatkan Risiko Potensi Keganasan
Riwayat paparan radiasi pada daerah leher dan kepala
Riwayat keluarga
Usia <14 tahun atau >70 tahun
Perempuan
Nodul yang terus membesar
Konsistensi yang keras
Adenopati servikal
Nodul yang terfiksasi
Disfonia, disfagia, atau dipsnea yang menetap
2.2.4. Patogenesis
Walaupun terdapat berbagai macam faktor risiko pada keganasan tiroid,
mekanisme pasti proses onkogenesis tiroid dan hubungan antara gambaran nodul
tiroid pada ultrasonografi serta karakteristik biologisnya masih belum diketahui.
11
1. Hipotiroid
Hipotiroid diketahui sebagai stimulus pertumbuhan kelenjar tiroid.
Pada kelainan ini, sintesis dan produksi hormon tiroid serta proliferasi sel-sel
folikular dimediasi oleh sekresi TSH. Penurunan kadar hormon tiroid akan
merangsang peningkatan TSH. Pengikatan TSH dengan reseptornya
menyebabkan terjadinya produksi cAMP. Kadar cAMP yang tinggi akan
mengaktivasi protein kinase A yang dependen pada cAMP, kemudian
memfosforilasi substratnya. Salah satu substrat tersebut merupakan faktor
CREB yang dapat mengaktifkan transkripsi gen, proses yang bertanggung
jawab pada proliferasi sel-sel tiroid. Kaskade ini memiliki peran pada
pertumbuhan tumor dalam kelainan hipotiroid dan juga kanker tiroid jenis
well-differentiated. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa risiko keganasan
nodul tiroid berbanding lurus dengan peningkatan kadar TSH.
2. Perubahan Molekuler
Perubahan utama yang berperan pada onkogenesis tiroid adalah
mutasi BRAF dan RAS, serta rearrangement pada RET-PTC dan
PAX8/PPAR-gamma.
Gen BRAF terlibat pada jalur pensinyalan RAS/RAF/MEK.
Normalnya BRAF kinase yang diaktifkan oleh ikatan dengan protein RAS
akan menstimulasi terjadi proses kaskade sehingga terjadi pertumbuhan dan
proliferasi sel. Mutasi gen tersebut mengakibatkan aktivitas fosforilasi yang
permanen pada protein BRAF, tidak bergantung lagi pada ikatan dengan
protein RAS. Pada studi yang dilakukan terhadap 115 penderita kanker tiroid
papiler, ditemukan mutasi gen BRAF pada 72 kasus (63%).18
Mutasi lain yang umumnya ditemukan adalah mutasi aktif pada gen
RAS. Selain pada keganasan tiroid, mutasi ini juga didapatkan pada adenoma
folikuler jinak.
19
12
Gambar 5. Faktor utama yang mempengaruhi onkogenesis dan progresi tumor pada kelenjar tiroid
selama masa kehamilan
2.2.5. Klasifikasi
a. Karsinoma tiroid papiler
13
Tipe ini merupakan golongan terbesar dari karsinoma tiroid (hampir 80%).
Umumnya tumbuh lambat, terdapat pada usia kurang dari 40 tahun. Sering
ditemukan di daerah yang banyak iodium. Penyebaran secara limfogen pada
kelenjar getah bening. Gambaran makroskopis: konsistensi keras, keputihan,
permukaan yang dipotong granular dengan kemungkinan kalsifikasi.
Gambaran histopatologi karakteristik ditemukannya struktur papiler dari sel
ganas yang uniform baik ukuran maupun intinya.
b. Karsinoma tiroid folikular
Golongan terbanyak kedua setelah adenokarsinoma papiler yakni 10-20%
dari keganasan tiroid. Lebih ganas dari golongan pertama. Sering ditemukan
di daerah yang kekurangan iodium. Lebih banyak pada usia diatas 40 tahun.
Penyebaran terutama melalui sistim vaskular (hematogen), metastasis jauh ke
tulang, alat-alat viseral seperti hati, paru-paru dan kulit, jarang pada kelenjar
getah bening regional.
c. Karsinoma tiroid medular
Ditemukan pada usia tua (50-60 tahun). Insiden 5,1% dari semua keganasan
tiroid. Berasal dari sel C atau para folikuler yang terletak pada bagian atas
dan tengah lobus tiroid. Mikroskopis terlihat adanya hiperplastik sel C yang
mengandung immunoreaktif kalcitonin. Karsinoma ini disebut karsinoma
solidum karena sangat keras seperti batu. Metastasis cepat dan tidak adekuat
dengan penatalaksanaan nonbedah.
d. Karsinoma tiroid anaplastik
Kasus yang jarang yakni kurang dari 5% keganasan tiroid. Perjalanan
penyakit sangat cepat dan fatal. Penyebaran melalui sistem getah bening dan
bermetastasis jauh. Terdapat penekanan dan invasi karsinoma berupa gejala
obstruksi pernafasan atau obstruksi esofagus. Secara histopatologi terdiri dari
anaplastik spindle cell, giant cell dan small cell.
14
1. Pembesaran nodul yang relatif cepat, dan nodul anaplastik cepat sekali
( dihitung dalam minggu), tanpa nyeri.
2. Merasakan adanya gangguan mekanik di leher, seperti gangguan menelan
yang menunjukan adanya desakan esophagus, atau perasaan sesak yang
menunjukkan adanya desakan ke trakea.
3. Pembesaran KGB di daerah leher (mungkin metastasis)
4. Penonjolan / kelainan pada tulang tempurung kepala ( metastasis ke
tengkorak)
5. Perasaan sesak dan batuk-batuk disertai dahak berdarah ( metastasis di
paru-paru bagi jenis folikular)
Kecurigaan klinis adanya karsinoma tiroid didasarkan atas observasi yang
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan patologis, dibagi dalam kecurigaan tinggi,
sedang dan rendah.
Yang termasuk kecurigaan tinggi adalah:
o Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga
o Pertumbuhan tumor cepat
o Nodul teraba keras
o Fiksasi daerah sekitar
o Paralisis pita suara
o Pembesaran kelenjar limfe regional
o Adanya metastasis jauh
Kecurigaan sedang adalah:
o Usia > 60 tahun
o Riwayat radiasi leher
o Jenis kelamin pria dengan nodul soliter
o Tidak jelas adanya fiksasi daerah sekitar
o Diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik
Kecurigaan rendah adalah tanda atau gejala diluar / selain yang disebutkan
diatas.
2.2.7. Diagnosis
15
16
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun
pada umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya
keras sampai sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali apabila
salah satu dari nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada yang
lainnya. Nodul soliter pada tiroid kemungkinan ganasnya 15-20%, sedangkan
nodul multipel mempunyai kemungkinan 5%. Apabila suatu nodul nyeri pada
penekanan dan mudah digerakkan, kemungkinannya ialah suatu perdarahan ke
dalam kista, suatu adenoma atau tiroditis. Tetapi kalau nyeri dan sukar
digerakkan kemungkinan besar suatu karsinoma.
Nodul yang tidak nyeri, apabila multiple dan bebas dan digerakan
mungkin ini merupakan komponen struma difus atau hyperplasia tiroid.
Namun apabila nodul multiple tidak nyeri tetapi tidak mudah digerakkan ada
kemungkinan itu suatu keganasan. Adanya limfadenopati mencurigakan suatu
keganasan dengan anak sebar.
Dari suatu penelitian yang dilaksanakan di Subbagian Bedah Onkologi
tentang tanda-tanda klinis kecurigaan pada keganasan dengan ketepatan
sebesar 82,6 % untuk keadaan :
o
17
Tumor Primer
Tx
T0
T1.
: Tumor dengan ukuran terbesar 2cm atau kurang masih terbatas pada
tiroid
T2
: Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 4 cm
masih terbatas pada tiroid
T3
: Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid
atau tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid yang
minimal (misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)
T4a
T4b
T4a* : (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas pada
tiroid.
T4b* : (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi keluar
kapsul tiroid.
Catatan :
Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m) (ukuran
terbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m)
*Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4
Karsinoma anaplastik intratiroid resektabel secara bedah
Karsinoma anaplastik ekstra tiroid irresektabel secara bedah
N
Nx
18
N0
N1
N1a
N1b
Metastasis jauh
Mx
M0
M1
Stadium Klinis
Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 45 thn
Stadium I
Tiap T
Tiap N
M0
Stadium II
Tiap T
Tiap N
M1
T1
N0
M0
Stadium II
T2
N0
M0
Stadium III
T3
N0
M0
T1,T2,T3
N1a
M0
T1,T2,T3
N1b
M0
T4a
N0,N1
M0
Stadium IVB
T4b
Tiap N
M0
Stadium IVC
Tiap T
Tiap N
M0
Stadium IVA
19
Stadium IVA
T4a
Tiap N
M0
Stadium IVB
T4b
Tiap N
M0
Stadium IVC
Tiap T
Tiap N
M1
B. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk membantu
diagnosis karsinoma tiroid, kecuali untuk karsinoma jenis meduler. Pada
karsinoma jenis meduler, pemeriksaan kadar kalsitonin dan penting untuk
diagnostik maupun untuk follow up setelah terapi. Langkah pertama adalah
menentukan status fungsi tiroid pasien dengan memeriksa kadar TSH
(sensitif) dan T4 bebas (Free T4 atau FT4). Pada keganasan tiroid, umumnya
fungsi tiroid normal. Namun, perlu diingat bahwa abnormalitas fungsi tiroid
tidak menghilangkan kemungkinan keganasan meskipun memang kecil.
Pemeriksaan kadar antibodi antitiroid peroksidase dan antibodi
antitiroglobulin penting untuk diagnosis tiroiditis kronik Hashimoto,
terutama bila disertai peningkatan kadar TSH. Sering pada Hashimoto juga
timbul nodul baik uni/bilateral sehingga pada tiroiditis kronik Hashimoto
pun masih mungkin terdapat keganasan..
Pemeriksaan kadar tiroglobulin serum untuk keganasan tiroid cukup
sensitif tetapi tidak spesifik karena peningkatan kadar tiroglobulin juga
ditemukan
pada
tiroiditis,
penyakit
Graves,
dan
adenoma
tiroid.
kadar tiroglobulin
setelah
total tiroidektomi,
20
Kadar Tg serum normal 1,5 3,0 ng/ml. Pada kelainan jinak rata-rata 323
ng/ml dan apada keganasan rata-rata 424 ng/ml.
Pada karsinoma tiroid kadar serum T3 dan T4 umumnya normal.
Perlu diingat bahwa abnormalitas fungsi tiroid baik hiper atau hipotiroid
tidak menghilangkan kemungkinan keganasan, meskipun sangat kecil.
C. Pemeriksaan USG
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat dan cair
(nodul solid atau kistik). Selain itu
21
22
2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebihan.
3. Nodul hangat bila penangkapan iodium sama dengan sekitarnya. Hal ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
Keganasan biasanya terekam sebagai nodul dingin soliter, nodul yang
hangat biasanya bukan keganasan, apabila dijumpai nodul yang panas ini hampir
pasti bukan suatu keganasan.
Nodul dingin tidak selalu disebabkan neoplasma, tetapi mesti dihubungkan
dengan beberapa hal :
o Bentuk cold area. Bentuk cold area yang berupa moth eaten
appearance mencurigakan keganasan.
o Hubungan
cold
area
dengan
daerah
sekitarnya.
cold
area
dengan
unsur
jenis
kelamin
Cold area pada laki-laki usia tua dan anak-anak lebih menambah
kecurigaan akan keganasan.
Hal-hal yang dapat menyebabkan cold area antara lain :
a. Kista.
b. Hematom.
c. Strumaadenomatosa.
d. Perdarahan.
e. Radang.
f. Keganasan.
g. Defekkongenital.
Kegunaan pemeriksaan scanning tiroid ini ialah untuk dapat :
1.
2.
3.
23
4.
5.
6.
7.
halus). Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) atau Fine Needle Aspiration (FNA),
mempergunakan jarum suntik no. 22-27 cara ini mudah aman dapat dilakukan
dengan berobat jalan. Dibandingkan dengan biopsy cara lama (jarum besar),
biopsi jarum halus tidak nyeri, tidak menyebabkan dan hampir tidak ada bahaya
penyebaran sel-sel ganas pada kista, dapat juga dihisap cairan secukupnya,
sehingga dapat mengecilkan nodul, jadi selain diagnostik, bisa juga terapeutik.
BAJAH merupakan metode yang sangat efektif untuk membedakan nodul
jinak atau ganas. Keterbatasan metode ini adalah sering ditemukan hasil yang
tidak adekuat sehingga tidak dapat dinilai. Keterbatasan yang lain adalah tidak
mampu membedakan neoplasma sel folikular dan sel Hurtle adalah jinak atau
ganas karena keduanya mirip. Keduanya bisa dibedakan dari ada atau tidak
adanya invasi kapsul atau invasi vaskular pada pemeriksaan histopatologis sediaan
dari operasi.
Ada beberapa kerugian pada biopsi, jarum ini yaitu dapat memberikan
hasil negatif palsu atau positif palsu. Negative palsu karena lokasi biopsi kurang
tepat, teknik biopsi yang kurang benar atau preparat yang kurang baik dibuatnya.
Hasil positif palsu terjadi karena salah interpretasi oleh ahli sitologi. Prosedur ini
semakin lama semakin banyak dipakai. Bagi yang belum menerima memberikan
beberapa alasan antara lain :
o Jaringan yang memadai atau jaringan tumor sering sukar didapat walaupun
dikerjakan oleh yang berpengalaman.
o Kekhawatiran terjadinya penyebaran sel-sel ganas dan implantasi di kulit.
o Keengganan dan kesukaran dalam pembacaan untuk membuat diagnosis
oleh patolog dari jaringan yang minim.
24
Jinak
Mencurigakan
Ganas
Tidak adekuat.
Beberapa faktor yang menyebabkan hasil yang tidak adekuat adalah
operator kurang terampil, vaskularitas nodul, terdapat lesi kistik, posisi nodul sulit
(kecil dan di posterior), dan pengenceran aspirat dalam darah atau cairan kista.
Untuk mengurangi hasil yang tidak adekuat tersebut, dianjurkan
mengulang BAJAH apabila nodul masih teraba setelah aspirasi cairan kista, atau
menggunakan USG untuk menuntun tindakan BAJAH khususnya untuk nodul
tiroid yang sulit.
Jenis karsinoma yang dapat segera ditentukan adalah karsinoma papilare,
medulare
atau
anaplastik.
Sedangkan
untuk
jenis
folikulare,
untuk
25
dengan
tindakan
debulking
dan
radiasi
eksterna
atau
26
tindakan
dilanjutkan
debulking
dengan
radiasi
eksterna
atau
khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB
(Biospi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu:
1. Hasil FNAB suspek maligna, foliculare Pattern dan Hurthle Cell
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku
seperti diatas.
2. Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan
kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan
tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau
bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan
pemeriksaan potong beku seperti diatas.
27
28
2.2.9. Prognosis
Terdapat beberapa kriteria penentuan prognosis pada kasus keganasan tiroid,
diantaranya yaitu kriteria AMES, kriteria AGES, dan MACIS.
1. Skor AGES
Skor prognostik = 0.05 usia (jika usia 40),
+ 1 (jika stadium 2)
+ 3 (jika stadium 3 atau 4)
+ 1 (jika ekstratiroid)
+ 3 (penyebaran jauh)
+ 0.2 ukuran tumor (diameter maksimum dalam cm)
Survival rate dengan skor AGES (20-th):
3.99 = 99%
4-4.99 = 80%
29
5-5.99 = 67%
6 = 13%
2. Skor AMES
Risiko rendah:
30
2.2.10. Komplikasi
Komplikasi yang seringkali muncul adalah pada tiroidektomi yang meliputi:
yang kuat dan ke hati- hatian pada saat operasi harus diutamakan.
Sepsis yang meluas ke mediastinum. Seharusnya ini tidak doleh
terjadi pada operasi bedah sekarang ini, sehingga antibiotik tidak
31
dengan
membrana
lipid
meningkatkan
keenceran
(mengganggu membran).
Obat anestesi yang diberikan akan masuk ke dalam sirkulasi darah yang
selanjutnya menyebar ke jaringan, yang pertama kali terpengaruh adalah jaringan
yang banyak vaskularisasinya seperti otak, yang mengakibatkan kesadaran dan
rasa sakit hilang. Kecepatan dan kekuatan anestesi dipengaruhi oleh faktor
respirasi, sirkulasi, dan sifat fisik obat itu sendiri.
I.
Teknik Anestesi Umum
a. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan
Indikasi :
- Tindakan singkat ( - 1 jam)
- Keadaan umum baik (ASA I II)
- Lambung harus kosong
Prosedur :
- Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik
- Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi) 8
- Premedikasi + / sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll
- Induksi
32
Pemeliharaan
Jenis obat anestesi umum diberikan dalam bentuk suntikan intravena atau
inhalasi.
A. Anestetik intravena
Penggunaan :
- Untuk induksi
- Obat tunggal pada operasi singkat
- Tambahan pada obat inhalasi lemah
- Tambahan pada regional anestesi
- Sedasi
Cara pemberian :
-
34
c) Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi
mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran
berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap
oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah
pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan
lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2.
isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi
timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan
sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi
dan takikardiadihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau
dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah
hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume
semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam
dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian
enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih
dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan
tekanan intracranial.
d) Sevofluran
Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling
disukai untuk induksi inhalasi.
C. Intubasi
1. Pengertian Intubasi
35
D. Tujuan Intubasi
Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui
mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas
atau trachea. Tujuan dilakukannya intubasi yaitu sebagai berikut :
a. Mempermudah pemberian anesthesia.
b. Mempertahankan
jalan
nafas
agar
tetap
bebas
serta
36
nasal.
Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya
c.
d.
yang sulit.
Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan
tenggorokan, karena pada
37
F. Kesulitan Intubasi
Sehubungan dengan manajemen saluran nafas, riwayat sebelum
intubasi seperti riwayat anestesi, alergi obat, dan penyakit lain yang
dapat menghalangi akses jalan napas. Pemeriksaan jalan napas
melibatkan pemeriksaan keadaan gigi; gigi terutama ompong, gigi seri
atas dan juga gigi seri menonjol. Visualisasi dari orofaring yang paling
sering diklasifikasikan oleh sistem klasifikasi Mallampati Modifikasi.
Sistem ini didasarkan pada visualisasi orofaring. Pasien duduk
membuka mulutnya dan menjulurkan lidah.
Klasifikasi Mallampati :
Mallampati 1 : Palatum mole, uvula, dinding posterior oropharing, pilar
tonsil
Mallampati 2 : Palatum mole, sebagian uvula, dinding posterior uvula
Mallampati 3 : Palatum mole, dasar uvula
Mallampati 4 : Palatum durum saja
Dalam sistem klasifikasi, Kelas I dan II saluran nafas umumnya
diperkirakan mudah intubasi, sedangkan kelas III dan IV terkadang
sulit.
38
Lidah besar
Mandibula menonjol
39
Endokrinopati
(Kegemukan,
Acromegali,
Hipotiroid
macroglossia,Gondok)
Nasogastrik tube
G. Persiapan intubasi
Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:
Persiapan
untuk
intubasi
termasuk
mempersiapkan
alatalat
dan
40
STATICS
S = Scope.
Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. LaringoScope untuk melihat laring secara langsung sehingga bisa memasukkan
pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar, dikenal dua macam
laringoskop.
adalah lampu pada laringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas
terlihat.
T = Tubes.
Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia,
pipa trakea mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan
biasanya dibuat dari bahan standar polivinil klorida. Ukuran diameter pipa
trakea dalam ukuran milimeter. Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi,
anak kecil, dan dewasa berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah usia
lima tahun, bentuk penampang melintang trakea hampir bulat, sedangkan
untuk dewasa seperti huruf D. Oleh karena itu pada bayi dan anak di
bawah lima tahun tidak menggunakan kaf (cuff) sedangkan untuk anak
besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak bocor. Alasan lain adalah
penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir
trakea dan postintubation croup. Pipa trakea dapat dimasukkan melalui
mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).
Nasotracheal tube umumnya digunakan bila
penggunaan orotracheal
41
A = Airway.
Airway yang dimaksud adalah alat untuk menjaga terbukanya jalan
napas yaitu
H. Cara Intubasi
a.
sampai
intubasi
berhasil
dan
balon
sudah
Awake intubation:
Intubasi endotrakea dalam keadaan pasien sadar dengan
43
45
saluran
dengan
napas
lain
(misalnya,
jet
ventilasi,
LMA,
trakeostomi)
Combitube,
harus
segera
dilakukan.
Intubasi Nasotrakeal
46
phenylephrine
(0,5
0,25%)
menyebabkan
pembuluh
49
5. Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf
dengan tekanan yang rendah dapat pula menimbulkan cedera jika
ditempatkan di bagian yang tidak tepat.
Kesulitan
mencakup
menjaga
kesulitan
menggunakan
jalan
ventilasi
laringoskopi,
napas
dengan
kesulitan
dan
kegagalan
sungkup,
intubasi
kesulitan
saat
intubasi
dan
melakukan
Saat
ETT
Sudah
Digunakan
Kegagalan intubasi
Tension pneumotoraks
Cedera korda spinalis dan kolumna Aspirasi pulmoner
vertebralis
Oklusi arteri sentral pada retina Obstruksi jalan napas
dan kebutaan
Abrasi kornea
Diskoneksi
Trauma pada bibir, gigi, lidah dan Tube trakeal
hidung
Refleks autonom yang berbahaya
Pemakaian yang tidak nyaman
Hipertensi, takikardia, bradikardia Peletakan yang lemah
dan aritmia
Peningkatan tekanan intrakranial ETT yang tertelan
dan intraocular
Laringospasme
Bronkospasme
Trauma laring
Avulsi, fraktur
dan
dislokasi
arytenoids
50
Setelah Intubasi
Suara mendengkur
Edema laring
Suara serak
Cedera saraf
Ulkus pada permukaan laring
Granuloma laring
Jaringan granulasi pada glotis
dan subglotis
Sinekiae laring
Paralisis dan aspirasi korda vokal
Membran laringotrakeal
Saat
ETT
Sudah
Digunakan
Stenosis trakea
Trakeomalacia
Fistula trakeo-esofageal
Fistula trakeo-innominata
K. Analisa Kasus
Pemilihan general anestesi dengan teknik intubasi kasus ini sudah
tepat, karena general anestesi bertujuan agar pasien tidak sadar, merasa
rileks, nyaman, tidak merasakan nyeri saat pembedahan berlangsung.
Pembedahan dilakukan di bagian leher sehingga diperkirakan akan ada
kesulian untuk mempertahankan airway pasien. Untuk itu dipilih general
anestesi dengan teknik intubasi.
Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea
(ET= endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi ;
51
52
DAFTAR PUSTAKA
American Thyroid Association Updates Guidelines for Thyroid Nodules and
Cancer. From : http://www.medscape.com
Devita, Hellman, and Rosenbergs : CANCER Principles & Practice of Oncology:
Thyroid Tumors, Chapter 44. From: www.cancerppo8.com
Diagnostic
testing
for
papillary
carcinoma.
From:
http://www.medhelp.org/posts/Thyroid/Diagnostic-testing-for-papillarycarcinoma/show/264509
Doherty, Gerrard M. 2006. Malignant tumors of the thyroid. In current Surgical
Diagnosis & Treatment. Lange Medical Publication. Hal: 283-285.
Ganong, W.F. 2006c. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Grace Pierce A, Borley Niel R. 2006. Benjolan Leher dan Keganasan Tiroid. At a
Glance, Ilmu Bedah, Erlangga. Hal: 10 & 134
Moeljanto, Djoko R. 2006. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi Keempat. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 1933 1943
Ramli, Muchlis. 2000. Kanker Tiroid Penatalaksanaan Diagnosis dan Terapi
dalam Deteksi Dini Kanker. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 9 31
Sjamsuhidajat R. Jong WD. 1997. Sistem Endokrin. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 926940.
Subekti, Imam. 2000. Pendekatan Pasien dengan Nodul Tiroid dalam Deteksi
Dini Kanker. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 1 8
53
Subekti, Imam. 2006. Karsinoma Tiroid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III edisi keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal: 1959 1963
54