Anda di halaman 1dari 4

PEMANFAATAN LIMBAH PEMBUATAN GARAM SEBAGAI UPAYA

PENINGKATAN PENDAPATAN PETAMBAK GARAM DI PULAU MADURA


Manadiyanto dan Freshty Yulia Arthatiani
Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

ABSTRACT
Salt is a commodity that can not be replaced by others and it has great benefits for humans
life. Unfortunately, it has not given good welfare for businessman especially for farmers. If we use the
salt waste as a commodity, thus can increase income for them. The waste often called as bittern. The
salt production in Madura for about 403.584 tons in a season and will produce bittern for about
766.809.600 liters in a season. If we assume the price of bittern is Rp.100,- per liter then the farmers
will earn about Rp. 76.680.960.000 per season.
Keywords: Utilization, Waste, Salt, Income
PENDAHULUAN
Pulau Madura sejak dahulu terkenal sebagai pulau garam, bahkan sampai sekarangpun
Madura masih dikenal sebagai penghasil garam terbesar di Indonesia. Hal ini wajar karena asal
muasal pembuatan garam di Indonesia berasal dari desa Pinggirpapas, Kabupaten Sumenep yang
menyebar luas ke daerah penghasil garam di pulau Jawa. Bahkan ada beberapa daerah seperti Benowo
(Surabaya) apabila musim garam tenaga kerja pembuat garam semuanya berasal dari desa
Pinggirpapas yang dikenal dengan istilah samammian (Syafii, 2006, Manadiyanto dan Pranowo, 2007,
Effendi, M, 2010).
. Bahan dasar dari proses pembuatan garam adalah air laut yang ditampung dalam ladang
ladang garam, dibantu dengan pemanasan sinar matahari menjadi kristal-kristal garam. Dibalik
pembuatan garam, ada potensi yang belum dikenal dan dimanfaatkan yang memiliki nilai manfaat
yang cukup besar bagi kesehatan manusia yaitu ekstrak cair sisa dari pembuatan garam. Di dalam
proses terjadinya kristal-kristal garam terjadi limbah pembutan garam (bittern) sebagai limbah cair
yang dibuang ke laut. Petambak garam menganggap bahwa limpasan air garam tadi sudah tidak ada
nilainya dan memang rasanya pahit karena memiliki nilai Be (derajad Beume) diatas 29 o Be dan tidak
dapat dipergunakan lagi dalam proses pembuatan garam. Namun pada perusahan PT. Garam
(Persero) yang memiliki tempat penampungan air tua (reservoar) air limbah garam ini ditampung
kembali untuk pembuatan garam berikutnya.
Sebenarnya limbah pembuatan garam (bittern) dapat digunakan sebagai sebagai bahan baku
pembuatan ekstrak suplemen minuman (nigari/bittern pekat). Secara umum bittern mengandung
unsur-unsur yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti NaCl, MgSO4 , MgCl2 , KCl, NaBr
dan unsur mikro seperti yodium, molibdenum, seng, selenium. Bittern yang sudah diproses dapat
digunakan sebagai suplemen minuman, makanan, mengerakan tahu, campuran air untuk berendam,
pengawet ikan (Sembiring, 2011).
Limbah pembuatan garam (bittern) yang telah diproses menjadi nigari telah banyak digunakan
di Jepang dan Amerika Serikat. Nigari banyak mengandung magnesium 6 %, kalium 1,5 2 % dan
dapat dimanfaatkan sebagai pencegah penyakit jantung, hipertensi, diabetis, gangguan hati dan
migrain. Disamping itu nigari juga mengurangi sembelit, memperkuat tulang (mencegah
osteoporosis), mencegah endapan lemak dalam darah, mencegah pengerasan pembuluh darah dan
stroke (Levine, 2002). Kebutuhan akan nigari di Jepang dan Amerika Serikat cukup besar sekitar
50.000 100.000 liter / bulan, sedangkan kebutuhan akan nagari di kedua negara tersebut masih
belum terpenuhi. Harga nigari di Amerka Serikat dan Jepang setial 200 ml dijual dengan harga US$
9,95 setiap liter berharga sekitar US $ 50 (Rp.425.000,-) (Sembiring dan Wiryatmadi, 2010).
Pesisir pulau Madura khususnya di Sampang, Pamekasan dan Sumenep yang berpotensi
sebagai penghasil garam akan menjadi penghasil limbah pembuatan garam (bittern) yang cukup
1
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011

besar. Apabila limbah pembuatan garam ini mendapat perlakuan sederhana dan menghasilkan bahan
baku yang dapat diproses menjadi nagari akan memberikan nilai tambah yang tidak ternilai sebagai
upaya peningkatan pendapatan petambak garam. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui manfaat
limbah pembuatan garam dalam peningkatan tingkat pendapatan petambak garam.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan bulan Mei Juli 2011, dengan lokasi penelitian di Sampang,
Pamekasan dan Sumenep dengan pertimbangan daerah tersebut sebagai penghasil garam terbesar di
Jawa Timur. Data primer dilakukan melalui wawancara tidak berstruktur dilakukan terhadap tokoh
kunci seperti petambak garam (penggarap dan pemilik), PT. Garam dan pengusaha dibidang
pergaraman. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas
Perdagangan dan Perindustrian, serta Perpustakaan daerah. Analisa data dilakukan secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Luas dan Produksi Garam di Pulau Madura
Sebagaimana diketahui bahwa Pulau Madura merupakan penghasil garam terbesar di
Indonesia, kontribusi hasil produksi garam mencapai 70 % dari produksi garam nasional. Ada tiga
kabupaten penghasil garam di Madura yaitu Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan
Kabupaten Sumenep. Luasan lahan tambak garam dan produksinya disajikan Tabel 1.
Tabel 1. Luas lahan tambak garam dan produksinya di Pulau Madura..
No Lokasi Sentra Produksi Garam Lahan Normatif Lahan Produktif (Hektar)
Produksi
(Hektar)
(Ton)
1
Kabupaten Sampang
4.849
2.424
155.190
(50)
2
Kabupaten Pamekasan
1.414
1.375
86.648
(97)
3
Kabupaten Sumenep
2.767
2.767
161.746
(100)
Ketrangan : angka ( ) merupakan % rasio lahan produktif dengan lahan normatif.
Sumber
: Saputro, dkk (2010), Manadiyanto dan Nasution (2010).

Tabel 1, menujukkan bahwa luas lahan tambak garam secara normatif di Madura adalah
Kabupaten Sampang, Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Pamekasan. Namun berdasarkan rasio
lahan tambak garam produktif terbesar adalah Kabupaten Sumenep (100 %), Kabupaten pamekasan
(97 %) dan Kabupaten Sampang (50 %). Berdasarkan data tahun 2009, produksi garam per hektar
yang dihasilkan adalah Kabupaten Sumenep, Kabupaten Sampang dan Kabupaten Pamekaan. Data
produksi garam yang dipakai tahun 2009 dikarenakan tahun 2010 dengan adnya anomali cuaca yang
ekstrim tidak produksi garam di Madura. Dengan normalnya cuaca di Madura pada tahun 2011 maka
diharapkan produksi garam akan naik yang pada akhirnya akan memberikan dampak pada naiknya
jumlah limbah pembuatan garam (bittern) yang dihasilkan.
Potensi Limbah Pembuatan Garam (Bittern) di Madura
Dalam pembuatan garam setiap ton garam yang dihasilkan membutuhkan air laut sebanyak
50 m 3 dan menghasilkan limbah limpasan garam (bittern) sebesar 1,9 m 3. Bittern yang dihasilkan
merupakan penguapan atau endapan air laut dalam pembuatan garam. Diatas endapan itulah bittern
dihasilkan. Biasanya air tua oleh petambak garam dijadikan sebagai bahan bibit untuk membuat garam
ulang. Hal ini, dikarenakan kosentrasi garamnya cukup tinggi, selain itu sisanya dibuang ke laut. Ini
dilakukan petambak garam karena tidak tahu akan manfaat dari bittern. Bittern ini memiliki banyak
manfaat mulai dari menurunkan kadar kolesterol dalam darah, mengganti kulit kulit yang rusak,
mencegah osteoporis hingga memperkuat otot jantung, bahkan di Jepang dijual seharga US $ 9,9 per
200 militer ( Judjono, 2007).
Melihat besar manfaat dan mahalnya harga jual dari bittern ini, dapat memberikan petunjuk
bahwa ini merupakan peluang yang memiliki prospek yang cukup bagus sebagai hasil sampingan
dalam pembuatan garam. Bahkan bila dibandingkan dengan garam yang dihasilkan jauh lebih

menguntungkan dengan memproduksi bittern. Permasalahnnya di dalam negeri sampai saat ini masih
sedikit perusahaan yang bergerak dibidang ekstrak minuman sari air laut ini.
Potensi limpasan pembuatan garam (bittern) di pulau Madura cukup besar, hal ini
disebabkan karena Madura sebagai penghasil garam. Untuk mengetahui potensi bittern di Madura
disajikan Tabel 2
Tabel. 2. Potensi limpasan pembuatan garam (bittern) di Madura
No

Lokasi Sentra Produksi Garam

1
Kabupaten Sampang
2
Kabupaten Pamekasan
3
Kabupaten Sumenep
Jumlah

Produksi Garam (ton /


musim)
155.190
86.648
161.746
403.584

Produksi Bittern
(m 3 / musim)
294.861
164.631,2
307.317,4
766.809,6

Sumber:Data Sekunder (2011)

Tabel 2, menunjukkan bahwa jumlah produksi garam di Madura sebesar 403.584 ton dengan
produksi bittern sebanyak 766.809,6 m3 atau 766.809.600 liter permusim atau sama dengan
2.100.848,2 liter per hari. Ini merupakan jumlah yang tidak sedikit sebgai penghasil bittern, apabila
jumlah produsi garam dimasa mendatang dapat ditingkatkan maka bittern yang dihasilkan juga akan
lebih besar.
Perkiraan Peningkatan Pendapatan Petambak Garam
Memperoleh pendapatan yang tinggi menjadi suatu harapan bagi petambak garam, namun
sampai saat ini pendapatan petambak garam selalu berada pada posisi yang tidak menguntungkan.
Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendapatan petambak garam
namun hasilnya juga masih belum memihak petambak garam. Adanya ketetapan kenaikan harga
garam yang semula Rp.325,-/ kg menjadi Rp.750,- / kg untuk K1 dan Rp. 225,- / kg menjadi Rp. 550,/ kg untuk K2 masih belum berpihak pada petambak garam, ditambah lagi dengan masuknya garam
impor pada saat panen raya garam, membuat petambak garam kian terpuruk.
Adanya pemanfaatan limbah pembuatan garam (bittern) akan membuat petambak garam
lebih dapat menatap masa depannya dengan lebih nyaman. Berdasarkan bittern yang dihasilkan pada
setiap musim garam di Madura sebesar 766.809.600 liter / musim, dengan asumsi harga bittern /
liternya Rp.100,- maka akan dihasilkan Rp.76.680.960.000,-./ musim. Ini merupakan tambahan
penghasilan yang tidak sedikit bagi petambak garam. Bahkan apabila dibandingkan dengan
penghasilan dari garam sebesar 403.584 ton dengan harga di colecting point saat ini sebesar
Rp.400.000,- / ton maka akan diperoleh pendapatan hanya sebesar Rp. 161.433.600.000,- per musim.
Artinya perolehan pendapatan dari penjulan bittern ini jauh lebih besar dari pendapatan hasil garam
per nusim per tahun. Ini menandakan bahwa bittern apabila dimanfaatkan akan memberikan dampak
yang positif bagi.petambak garam, tentunya harus diimbangi dengan adanya perusahaan yang dapat
membeli hasil bittern ini.
KESIMPULAN
Garam tidak hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan industri,
melainkan limbah dari pembuatan garam sesungguhnya dapat dimanfaatkan untuk kesehatan dan
memberikan nilai tambah yang cukup tinggi serta memberikan tambahan penghasilan yang cukup
menggiurkan bagi petambak garam. Limbah pembuatan garam yang dikena dengan sebutan bittern
menjadi bahan ekstrak suplemen minuman yang dapat mencegah berbagai penyakit. Potensi bittern
yang ada di pulau Madura sekitar 766.809.600 liter / musim Apabila harga bittern Rp.100,- / liter
maka akan diperoleh pendapatan sebesar Rp.766.809.600.000,- / musim/tahun Untuk
mengimplementasikan kenyataan ini harus dengan segera diringi dengan adanya perusahaan yang
dapat menjadi penghubung dari petambak garam ke perusahaan perusahaan yang mengelola
ekstraks suplemen minuman baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi M. 2009. Garam Madura. Universitas Trunojoyo. Bangkalan Madura.
3
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011

Judjodo. 2007. Sari Air Laut dapat Turunkan Kolesterol dan Cegah Osteoporosis. http://
nigarin.wordpress.com/catagory/info-kesehatan/.
Manadiyanto dan Zahri Nasution. 2010. Kajian Desiminasi Teknologi BRKP Terpilih Dalam
Mendukung Pengembangan Usaha Pergaraman di Jawa Timur. [Laporan Hasil Penelitian yang
tidak diterbitkan, Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan].
Manadiyanto dan Adi Pranowo. 2007. Profil Petambak Garam di Desa Pinggir Papas, Kecamatan
Kalianget Kabupaten Sumenep. Warta Sosial Ekonomi. 2 (2)
Saputro, N Edrus, S Hartini, A Poniman. 2010. Peta Lahan Garam Indonesia. Pusat Survei
Sumberdaya Alam Laut- Bakosurtanal. Jakarta.
Sembiring N. 2011. Pemanfataan dan Usaha sari Air Laut Berbasis Masyarakat. Disampaikan pada
Seminar Melalui Teknologi Tepat Guna Kita Tingkatkan Produksi dan kualitas Pergaraman
Rakyat. Kementrian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 16 Februari 2011.
Sembiring N dan B Wirjatmadi. 2007. Terapi Sari Air Laut. Swadaya Press Jakarta.
Syafii A. 2006. Potret Pemberdayaan Petani Garam. Implementasi Konsep & Strategi. Universitas
17 Agustus 1945 Surabaya. Untag Press.

Anda mungkin juga menyukai